Makalah Biologi Umum - Bioremediasi Bahan Kimia Menggunakan Mikroorganisme

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOLOGI UMUM

BIOREMEDIASI BAHAN KIMIA MENGGUNAKAN


MIKROORGANISME

Kelompok 10
Bella Pratiwi (1506670925)
Hasna Resti Fadillah (1506671133)
Mevricka Aurinda Garini (1506733320)
Nadia Shafira Khairani (1506742691)
Yuni Syafitri (1506721693)
Zevano C. Sibarani (1506740654)

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2015KATA PENGANTAR


Alhamdulillahirabbilalamin puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Bioremediasi Bahan
Kimia Menggunakan Mikroorganisme. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Biologi
Umum pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1

Bapak Dr.rer.nat.Yasman, S.Si.,M.Sc dan Ibu Windri Handayani S.Si., M.Si. selaku
dosen pengajar Biologi Umum yang telah membekali ilmu menyediakan waktu,
tenaga dan pikiran untuk mengarahkan kami dan memberikan motivasi kepada kami

dalam menyelesaikan makalah ini.


Teman-teman di kelas Biologi Umum yang telah membagi ilmu dan pengetahuan
kepada kami sehingga kami mendapatkan tambahan ilmu untuk menyelesaikan

makalah ini.
Seluruh pihak pendukung kami yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu, semoga
Allah SWT membalas semua jasa.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini dan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat memberi
manfaat bagi para pembaca.

Depok, 15 Desember 2015

Tim Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI.3
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3

Latar Belakang...4
Rumusan Masalah......4
Tujuan Penulisan4

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN


1
2
3
4
5
6
7

Pengertian Bioremediasi5
Tujuan dan Manfaat Bioremediasi6
Jenis Limbah yang Dapat Diatasi dengan Bioremediasi...7
Teknik-teknik Bioremediasi..8
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bioremediasi....12
Proses Kerja Mikroba dalam Bioremediasi ........14
Keunggulan dan Kelemahan Bioremediasi..16

BAB III PENUTUP


1
2

Kesimpulan ..17
Saran 17

DAFTAR PUSTAKA ..18

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, Indonesia sedang mengalami perkembangan pembangunan
khususnya dalam bidang industri. Pembangunan dalam bidang industri membawa
dampak positif terhadap kemakmuran negara karenan menambah lapangan pekerjaan
dan meningkatkan devisa. Namun, di sisi lain, pembangunan ini meningkatkan jumlah
limbah termasuk didalamnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Bila tidak
ditangani dengan baik, limabah B3 akan mencemari lingkungan dan membahayakan
organisme yang hidup didalamnya.
Agar kelangsungan hidup organisme tetap terjaga dengan baik, perlu
dilakukan usaha untuk mengatasi permasalahan limbah B3. Salah satu metode yang
dapat diterapkan adalah metode Bioremediasi, yaitu metode penguraian limbah
berbahaya menjadi bahan-bahan aman dengan memnafaatkan mikroorganisme.
Metode Bioremediasi relatif aman untuk diterapkan karena hampir tidak memiliki
efek samping terhadap lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


1
2
3

Apa saja jenis polutan yang dapat diatasi dengan teknik bioremediasi?
Apa saja teknik-teknik yang digunakan dalam bioremediasi?
Bagaimana cara menstimulasi bakteri yang digunakan dalam proses

bioremediasi?
Apa saja keunggulan dan kelemahan dalam penggunaan teknik bioremediasi?

1.3 Tujuan Penulisan


1

Untuk menjelaskan mengenai teknik bioremediasi limbah menggunakan

2
3

mikroorganisme
Menjelaskan cara kerja mikroorganisme dalam proses bioremediasi
Menjelaskan kelebihan dan kelemahan serta kendala dari teknik bioremediasi

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bioremediasi


4

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan


memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi bukanlah
konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikroba telah banyak digunakan selama
bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari
limbah rumah tangga maupun dari industri. Hal yang baru adalah bahwa teknik bioremediasi
terbukti sangat efektif dan murah dari sisi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang
terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun.
Mikroba yang sering digunakan dalam proses bioremediasi adalah bakteri, jamur, yis,
dan alga. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan proses yang
sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang
berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks. Dalam proses
degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan
reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi.
Kemampuan bakteri dalam menyerap atau menurunkan kandungan logam berat dari
lingkungan, baik dari tanah maupun dari perairan juga telah banyak dipelajari. Beberapa
bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter
sp.,Streptomyces viridans, dan lain-lain menghasilkan senyawa biosurfaktan / bioemulsi yang
dapat menyerap berbagai jenis logam berat seperti Cd, Cr, Pb, Cu dan Zn dari tanah yang
terkontaminasi. Desulfovibrio desulfuricans dapat mengendapkan uranium melalui proses
reduksi. Berbagai jenis Baccillus yang membentuk biofilm pada permukaan perairan dapat
menyerap Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, dan Zn dari dalam air. Mikroba yang membentuk film dalam
ekosistem

perairan

juga

memiliki

peranan

yang

penting

dalam

bioremediasi

logam.Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. Dapat mengakumulasi Pb dari dalam


perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium (Roane
et al .1998).
Secara ekonomi dan fungsi, penggunaan teknik bioremediasi harus dapat
berkompetisi dalam teknologi remediasi lainnya, seperti pembakaran (insinerasi) atau
perlakuan kimia. Sebelum suatu teknikbioremediasi diaplikasikan, informasi tentang keadaan
lokasi dan potensi mikroorganisme harus sudah diketahui. Untuk itu perlu dilakukan uji
laboratorium untuk mengetahui kecepatan degradasi pada suatu fungsi lingkungan tertentu
seperti pH, konsentrasi oksigen, nutrien, komposisi mikroba, ukuran partikel tanah, dan juga
suhu. Dibanding teknik remediasi lain, aplikasi bioremediasi jauh lebih murah. Levine and
Gealt (1993) menyatakan bahwa bioremediasi untuk satu yardtanah yang terkontaminasi
5

diperlukan dana sekitar 40 sampai 100 dollar. Sedangkan melalui proses lainnya, seperti
dengan insinerasi, memerlukan biaya 250 sampai 800 dollar dan landfilling sekitar 150
sampai 250 dollar untuk kapasitas tanah yang sama. Bioremediasi dapat diaplikasikan pada
lingkungan. Lingkungan yang terpolusi malalui berbagai mekanisme. Litchfield (1991),
bioremediasi dilakukan melalui lima pendekatan berikut: bioreaktor, perlakuan fase padat,
pengomposan, landfarming, dan perlakuan in situ.

2.2 Tujuan dan Manfaat Bioremediasi


Tujuan dari bioremediasi adalah untuk mencegah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau
dengan kata lain mengontrol atau mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.
Bioremediasi telah memberikan manfaat yang luar biasa pada berbagai bidang,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1 Lingkungan
Pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan mengubah limbah
tersebut menjadi ramah lingkungan. Contoh bioremediasi dalam lingkungan yakni
telah membantu mengurangi pencemaran dari limbah pabrik misalnya pencemaran
limbah oli di laut Alaska berhasil diminimalisir dengan bantuan bakteri yang
2

mampu mendegradasi oli tersebut.


Industri
Bioremediasi telah memberikan suatu inovasi baru yang membangkitkan
semangat industri sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus bergerak
dibidang bioremediasi, contohnya adalah Regenesis Bioremediation Products,

Inc., di San Clemente, Calif.


Ekonomi
Karena bioremediasi menggunakan bahan-bahan alami yang hasilnya ramah
lingkungan, sedangkan mesin-mesin yang digunakan dalam pengolahan limbah
memerlukan modal dan biaya yang jauh lebih, sehingga bioremediasi memberikan

solusi ekonomi yang lebih baik.


Pendidikan
Penggunaan mikroorganisme dalam bioremediasi dapat membantu penelitian
terhadap mikroorganisme yang masih belum diketahui secara jelas. Pengetahuan
ini akan memberikan sumbangan yang besar bagi dunia pendidikan sains.

2.3 Jenis Limbah yang Dapat Diatasi dengan Bioremediasi

Limbah yang paling mendominasi di Lingkugan kita saat ini adalah limbah rumah
tangga seperti deterjen, pupuk, obat-obatan, pembersih, pestisida, dan parfum. Limbah obatobatan tidak semata-mata hasil dari limbah rumah tangga. Namun, seringkali berasal dari
proses industri yang menjadi polusi bagi lingkungan yang kedepannya dapat menyebabkan
kanker atau karsinogen. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah
buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang
biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini
antara lain logam-logam berat (merkuri, stronsium, kadmium), petroleum hidrokarbon, dan
senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, CFC, dan lain-lain
Limbah berbahaya ini dapat diatasi salah satunya adalah dengan cara bioremediasi
untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar. Setelah zat tersebut didegradasi, akan
menjadi kurang beracun bahkan tidak beracun sama sekali. Bioremediasi merupakan
penemuan bioteknologi yang memanfaatkan makhluk hidup

khususnya mikroorganisme

seperti jamur dan bakteri. Fungsi daripada jamur dan bakteri tersebut adalah untuk
menurunkan konsentrasi atau daya racun lingkungan. Tidak semua jenis mikroorsganisme
dapat digunakan dalam bioremediasi. Salah satu contohnya adalah, sifat hidrokarbonklasik
yang harus dimiliki oleh bakteri yang mampu mendegradasi senyawa dalam hidrokarbon
minyak bumi. Pseudomonas, Brevibacterium, Alcaligenes, Arthobacter, Brevibacillus, dan
Bacillus merupakan contoh dari bakteri yang bersifat hidrokarbonklasik. Mikroorganisme
atau bakteri tersebut biasanya tersebar di alam termasuk perairan atau sedimen yang tercemar
oleh hidrokarbon. Namun sebelumnya bakteri-bakteri tersebut harus diisolasi dan dikultur
agar selanjutnya dapat digunakan sebagai pengolah limbah hidrokarbon secara biologi
dengan bioremediasi.

2.4 Teknik-teknik Bioremediasi


Teknik-teknik Bioremediasi adalah sebagai berikut :

A. Teknik Bioremediasi berdasarkan kapasitas mikroba


1. Biostimulasi
Biostimulasi bertujuan untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri
remediasi yang telah ada dalam air atau tanah tersebut dengan cara menambahkan
7

nutrien dan oksigen dalam bentuk cair atau gas yang dibutuhkan bakteri ke dalam air
atau tanah tersebut.Jika jumlah mikroba dalam tanah tersedia dalam jumlah sedikit,
maka harus ditambahkan mikroba dalam jumlah banyak dengan cara menstimulasi
pertumbuhan bakteri itu sendiri sehingga bioremediasi dapat berlangsung. Mikroba
yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar
kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan
dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya, jika
kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau
mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang
tercemar

2. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi dilakukan dengan cara menambahkan mikrooganisme yang
dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ke dalam tanah untuk
meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling
sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada
beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk
mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang
dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang
terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang
asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

3. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi ini terjadi secara alami di dalam air aupun tanah yang tercemar.

B. Teknik-teknik Bioremediasi bedasarkan lokasi


1. Bioremediasi In-situ
Bioremediasi ini dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses
bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan
hidrogeologi. Teknik bioremediasi in situ tidak memerlukan penggalian tanah yang
8

terkontaminasi sehingga biaya yang dibutuhkan untuk menjalankannya relatif lebih


murah, menghasilkan lebih sedikit debu, dan tidak menyebabkan keluarnya
kontaminan dari tanah sebanyak teknik bioremediasi ex situ. Selain itu, teknik
bioremediasi in situ juga memungkinkan untuk mengobati tanah dalam volume besar
sekaligus. Dalam teknik in situ, bagaimanapun prosesnya lebih lambat dari teknik ex
situ, lebih sulit dikelola, dan paling efektif di lokasi dengan tanah permeabel (berpasir
atau dipadatkan). Ada dua teknik yang diterapkan dalam bioremediasi in-situ, yaitu
bioventing dan injeksi hidrogen peroksida. Bioventing memberikan pesawat dari
atmosfer ke dalam tanah di atas water tables melalui sumur injeksi yang ditempatkan
di tanah di mana kontaminasi berada. Jumlah, lokasi, dan kedalaman sumur
tergantung pada banyak faktor geologi dan pertimbangan rekayasa. Blower udara
dapat digunakan untuk mendorong atau menarik udara ke dalam tanah melalui sumur
injeksi. Udara mengalir melalui tanah dan oksigen di dalamnya digunakan oleh
mikroorganisme. Nutrisi dapat dipompa ke dalam tanah melalui sumur injeksi.
Nitrogen dan fosfor dapat ditambahkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan
mikroorganisme. Injeksi Hidrogen Peroksida. Proses ini memberikan oksigen untuk
merangsang aktivitas mikroorganisme alami oleh sirkulasi hidrogen peroksida melalui
tanah yang terkontaminasi untuk mempercepat bioremediasi kontaminan organik.
Karena melibatkan menempatkan kimia (hidrogen peroksida) ke dalam tanah (yang
akhirnya dapat meresap ke dalam air tanah), proses ini hanya digunakan di lokasi di
mana tanah tersebut sudah terkontaminasi. Sebuah sistem pipa atau sistem sprinkler
biasanya digunakan untuk memberikan hidrogen peroksida untuk tanah yang
terkontaminasi dangkal. Sumur injeksi yang digunakan untuk tanah yang
terkontaminasi.

2. Bioremediasi Ex-situ
Bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi
perlakuan khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan
mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan
jenis tanah yang lebih beragam. Teknik ex situ berjalan lebih cepat, lebih mudah
untuk dikontrol, dan dapat digunakan untuk mengolah tanah terkontaminasi dan jenis
tanah yang lebih luas daripada teknik in situ. Namun, teknik ini membutuhkan
9

penggalian dan pengobatan dari tanah yang terkontaminasi sebelum dan, kadangkadang, setelah langkah bioremediasi sebenarnya. Teknik ex situ mencakup slurryphase bioremediation dan solid-phase bioremediation.
Slurry-phase bioremediation. Tanah terkontaminasi dikombinasikan dengan
air dan aditif lainnya dalam tangki besar yang disebut "bioreaktor" dan dicampur
untuk menjaga mikroorganisme - yang sudah ada di dalam tanah - agar tetap dalam
kontak dengan kontaminan dalam tanah. Nutrisi dan oksigen ditambahkan, dan
kondisi dalam bioreaktor dikendalikan untuk menciptakan lingkungan yang optimal
untuk mikroorganisme untuk mendegradasi kontaminan. Setelah menyelesaikan
pengobatan, air akan dihapus dari padatan, yang dibuang atau diobati lebih lanjut jika
masih mengandung polutan. Pengolahan biologis fase lumpur ini bisa menjadi proses
yang relatif cepat dibandingkan dengan proses pengolahan biologis lainnya, terutama
untuk tanah liat terkontaminasi. Keberhasilan proses ini sangat tergantung pada sifatsifat tanah dan kimia tertentu dari bahan yang terkontaminasi. Teknologi ini sangat
berguna di mana perbaikan yang cepat merupakan prioritas tinggi.
Solid-phase bioremediation adalah proses yang memperlakukan tanah di area
perawatan atas tanah dilengkapi dengan sistem pengumpulan untuk mencegah
kontaminan setiap melarikan diri pengobatan. Kelembaban, panas, nutrisi, atau
oksigen dikendalikan untuk meningkatkan biodegradasi untuk aplikasi pengobatan
ini. Sistem ini relatif sederhana untuk mengoperasikan dan memelihara, memerlukan
sejumlah besar ruang, dan pembersihan membutuhkan lebih banyak waktu untuk
menyelesaikan daripada dengan proses lumpur-fase. Solid-phase bioremediation
meliputi landfarming, biopiles tanah, dan kompos.
Landfarming. Dalam metode pengobatan yang relatif sederhana ini, tanah
yang terkontaminasi digali dan tersebar di pad dengan sistem built-in untuk
mengumpulkan "lindi" atau cairan yang terkontaminasi yang merembes keluar dari
kontaminan direndam tanah. Tanah secara berkala diserahkan untuk mencampur udara
ke sampah. Kelembaban dan nutrisi dikendalikan untuk meningkatkan bioremediasi.
Lamanya waktu untuk bioremediasi akan lebih lama jika nutrisi, oksigen atau suhu
tidak dikontrol dengan baik. Dalam beberapa kasus, pengurangan konsentrasi
kontaminan

sebenarnya

mungkin

disebabkan

lebih

untuk

penguapan

dari

biodegradasi. Ketika proses ini dilakukan di kandang mengendalikan melarikan diri


kontaminan yang mudah menguap, kerugian penguapan diminimalkan.
10

Biolpile. Tanah yang terkontaminasi ditumpuk di tumpukan beberapa meter di


atas sistem distribusi udara. Aerasi disediakan dengan menarik udara melalui
tumpukan dengan pompa vakum. Kelembaban dan nutrisi tingkat dipertahankan pada
tingkat yang memaksimalkan bioremediasi. Timbunan tanah dapat ditempatkan di
kandang. Kontaminan volatile mudah dikontrol karena mereka biasanya bagian dari
aliran udara yang ditarik melalui tumpukan.
Composting. Limbah biodegradable dicampur dengan bulking agent seperti
jerami, jerami, atau tongkol jagung untuk membuatnya lebih mudah untuk
memberikan tingkat optimal dari udara dan air untuk mikroorganisme. Tiga desain
umumnya adalah static pile composting (kompos dibentuk menjadi tumpukan dan
aerasi dengan blower atau pompa vakum), mechanically agitated in-vessel
composting (kompos ditempatkan dalam wadah pengobatan di mana itu adalah
campuran dan diangin-anginkan), dan windrow composting (kompos ditempatkan di
tumpukan lama dikenal sebagai windrows dan dicampur secara berkala oleh traktor
atau peralatan serupa).

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bioremediasi


Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan
demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon
perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang
sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses
bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a)

Lingkungan

Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran
nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan
terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif.
Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir
ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik.
Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di
dalam tanah.
b) Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40C. Ladislao, et. al.
11

(2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38C bukan pilihan yang
valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme
patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan
volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan
meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap
lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi
c)

Oksigen

Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah
oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen
merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah
tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c)
kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan
salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak

d) pH
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada
yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan
kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah
kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien.
Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH
menurunkan ketersediaan NO3-dan Cl- . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam
akan lebih berperan dibandingkan bakteri asam.
e)

Kadar H2O dan karakter geologi

Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air
dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air 50-60%.
Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.
f) Keberadaan zat nutrisi
Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin
tak perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula
dengan makro dan mikro nutrisi yang lain.Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai
sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah
minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor
sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya
12

meningkat.
g) Interaksi antar Polusi
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan
aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur
mikroorganisme

di

lingkungannya.

Salah

satu

bentuknya

adalah

kometabolisme.

Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga


tidak ada energy yang dihasilkan.

2.6 Proses Kerja Mikroba dalam Bioremediasi


1

Mikroba perombak deterjen


Benzil sulfonat (ABS) adalah komponen detergen, yang merupakan zat aktif yang dapat

menurunkan tegangan muka sehingga dapat digunakan sebagai pembersih. ABS mempunyai
Na-sulfonat polar dan ujung alkil non-polar. Pada proses pencucian, ujung polar ini
menghadap ke kotoran (lemak) dan ujung polarnya menghadap keluar (ke-air). Bagian alkil
dari ABS ada yang linier dan non-linier (bercabang). Bagian yang bercabang ABS-nya lebih
kuat dan berbusa, tetapi lebih sukar terurai sehingga menyebabkan badan air berbuih.
Sulitnya peruraian ini disebabkan karena atom C tersier memblokir beta-oksidasi pada alkil.
Hal ini dapat dihindari apabila ABS mempunyai alkil yang linier.
2

Mikroba perombak plastik


Plastik banyak kegunaannya tetapi polimer sintetik plastik sangat sulit dirombak secara

alamiah. Hal ini mengakibatkan limbah yang plastik semakin menumpuk dan dapat
mencemari lingkungan. Akhir-akhir ini sudah mulai diproduksi plastik yang mudah terurai.
Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri polietilen, polistiren, dan polivinil klorida.
Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Senyawa lain penyusun plastik yang
disebut plasticizers terdiri: (a) ester asam lemak (oleat, risinoleat, adipat, azelat, dan sebakat
serta turunan minyak tumbuhan, (b) ester asam phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan
tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan Polychlorinated
13

Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya bagi lingkungan
walaupun dalam konsentrasi rendah. Ada juga plastik yang mudah terurai namun berpotensi
karsinogen dalam jumlah rendah.
Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu terdiri bakteri,
aktinomycetes, jamur dan khamir yang umumnya dapat menggunakan plasticizers sebagai
sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba yang telah ditemukan mampu merombak polimer
plastiknya yaitu jamur Aspergillus fischeri dan Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang
mampu merombak dan menggunakan sumber C dari plsticizers yaitu jamur Aspergillus niger,
A. Versicolor, Cladosporium sp.,Fusarium sp., Penicillium sp.,Trichoderma sp., Verticillium
sp., dan khamir Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces cerevisiae, serta bakteri
Pseudomonas aeruginosa, Brevibacterium sp. dan aktinomisetes Streptomyces rubrireticuli.
Untuk dapat merombak plastik, mikroba harus dapat mengkontaminasi lapisan plastik
melalui muatan elektrostatik dan mikroba harus mampu menggunakan komponen di dalam
atau pada lapisan plastik sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel
seperti adipat, oleat, risinoleat, sebakat, dan turunan asam lemak lain cenderung mudah
digunakan, tetapi turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan untuk nutrisi. Hilangnya
plasticizers menyebabkan lapisan plastik menjadi rapuh, daya rentang meningkat dan daya
ulur berkurang.
3

Minyak Bumi
Minyak bumi tersusun dari berbagai macam molekul hidrokarbon alifatik, alisiklik, dan

aromatik. Mikroba berperanan penting dalam menguraikan minyak bumi ini. Ketahanan
minyak bumi terhadap peruraian oleh mikroba tergantung pada struktur dan berat
molekulnya.
Fraksi alkana rantai C pendek, dengan atom C kurang dari 9 bersifat meracun terhadap
mikroba dan mudah menguap menjadi gas. Fraksi n-alkana rantai C sedang dengan atom C
10-24 paling cepat terurai. Semakin panjang rantaian karbon alkana menyebabkan makin sulit
terurai. Adanya rantaian C bercabang pada alkana akan mengurangi kecepatan peruraian,
karena atom C tersier atau kuarter mengganggu mekanisme biodegradasi.
Apabila dibandingkan maka senyawa aromatik akan lebih lambat terurai dari pada alkana
linier. Sedang senyawa alisiklik sering tidak dapat digunakan sebagai sumber C untuk
mikroba, kecuali mempunyai rantai samping alifatik yang cukup panjang. Senyawa ini dapat
terurai karena kometabolisme beberapa strain mikroba dengan metabolisme saling
melengkapi. Untuk limbah minyak mentah sendiri, telah diciptakan dan ditemukan bakteri
14

rekombinan (bakteri pemakan minyak), Acetobacter calcoaticus, jamur Pestalotiopsis sp. dan
Pseudomonas aeruginosa, yang mampu menguraikan alkana dan hidrokarbon poliaromatik.
4

Pestisida / Herbisida
Macam pestisida kimia sintetik yang telah digunakan sampai sekarang jumlahnya

mencapai ribuan. Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama maupun herbisida yang
digunakan untuk membersihkan gulma, sekarang sudahmengakibatkan banyak pencemaran.
Hal ini disebabkan sifat pestisida yang sangat tahan terhadap peruraian secara alami
(persisten). Contoh pestisida yang persistensinya sangat lama adalah DDT, Dieldrin, BHC,
dan lain-lain. Walaupun sekarang telah banyak dikembangkan pestisida yang mudah terurai
(biodegradable), tetapi kenyataannya masih banyak digunakan pestisida yang bersifat
rekalsitran. Walaupun dalam dosis rendah, tetapi dengan terjadinya biomagnifikasi maka
kandungan pestisida di lingkungan yang sangat rendah akan dapat terakumulasi melalui
rantai makanan, sehingga dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup termasuk manusia.
Untuk mengatasi pencemaran tersebut, sekarang banyak dipelajari biodegradasi pestisida/
herbisida. Proses biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh struktur kimia pestisida, sebagai
berikut:
a. Semakin panjang rantai karbon alifatik, semakin mudah mengalami degradasi
b. Ketidak jenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon akan mempermudah degradasi.
c. Jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada cincinan aromatik sangat mempengaruhi
degradasi. Misal 2,4 D (2,4-diklorofenol asam asetat) lebih mudah dirombak di dalam
tanah dibandingkan dengan 2,4,5-T (2,4,5- triklorofenoksi asam asetat)
d. Posisi terikatnya rantai samping sangat menentukan kemudahan degradasi pestisida.
2.7 Keunggulan dan Kelemahan Bioremediasi
Kelebihan bioremediasi sebagai berikut :
1. Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang
sempit sekalipun
2. Menghilangkan bau dan kontaminasi hingga tingkat molekuler, sehingga air ataupun
tanah yang diremediasi bersih
3. Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat
4. Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba
5. Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya
6. Tidak meninggalkan apapun yang dapat menjadi sumber pencemar baru
15

7. Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya


Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :
1. Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi menggunakan
mikroorganisme
2. Membutuhkan pemantauan yang ekstensif
3. Membutuhkan lokasi tertentu
4. Pengotornya bersifat toksik
5. Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji

BAB III
PENUTUP
1

Kesimpulan
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan

mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi


zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan
air). Keberhasilan bioremediasi lingkungan dari limbah pencemar bergantung pada
keberhasilan mikroba dalam mendegradasi senyawa pencemar. Pengetahuan tentang
keanekaragaman jenis mikroba di lingkungan, kemampuannya dalam mendegradasi senyawa
pencemar, faktor yang menjamin aktivitasnya dalam mendegradasi bahan pencemar, deteksi
keberadaannya

di

lingkungan

secara

cepat

dan

akurat

amat

dibutuhkan

untuk

menyempurnakan upaya bioremediasi sebagai salah satu metode alternatif pemulihan kualitas
lingkungan dari limbah pencemar. Bioremediasi merupakan salah satu cara efektif untuk
menangani tanah dan air yang tercemar sebab tidak membahayakan lingkungan.

Saran
Meningkatnya aktivitas manusia dan berkembangnya pembangunan khususnya dalam

bidang industri sebanding dengan meningkatnya jumlah limbah yang disumbangkan ke


lingkungan sekitar. Untuk itu, kita sebagai manajer alam dan lingkungan sekitar harus turut
menjaga kekondusifan lingkungan hidup kita dari segala limbah atau polutan yang
menggangu kehidupan.

16

DAFTAR PUSTAKA
Sobti, R.C., Pachauri, Suparna S. 2009. Essentials of Biotechnology. Boca Raton: CRC Press
Taylor and Francis Group.
Herren, Ray V. 2013. Introduction to Biotechnology: An Agricultural Revoution. California:
Delmar Cengange Learning.
Hidayatullah, Novi, dkk. 2011. Makalah Mikrobiologi Industri Biobleaching. Surakarta:
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Anonymous. 2013. Mikrobiologi Pengolahan Limbah.
Aitken, Michael D. 2012. Microbiology of Waste Treatment/Biodegradation of Pollutants.
Gillings School of Global Public Health: Department of Environmental Sciences &
Engineering.
Ashby, Mark. 2013. Environmental Microbiology, Sewage Treatment and Industrial
Microbiology.
Nimatuzahroh. 2010. Bioremediasi Limbah Pencemar Oleh Mikroorganisme. Universitas
Airlangga: Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi.
Almuthmainah, Hafsah. 2013. Tugas Besar: Makalah Mikrobiologi Lingkungan: Pengolahan
Limbah Cair dengan Bioremediasi. Depok: Departemen Teknik Sipil FT Universitas
Indonesia
Priadie, Bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif dalam Upaya Pengendalian
Pencemaran Air. Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP.
Pulungan, M. Hindun. 2013. Klasifikasi dan Sifat Limbah. Tim IAD Universitas Airlangga.
2013. Limbah. Universitas Airlangga.
Arifin, H.S., M. Yani, F. Aribowo, and A.M. Fauzi. 2004. Bioremediation: A Case Study in
East Kalimantan, Indonesia. Proceeding the 1st COE International Symposium
Environmental Degradation and Ecosystem Restoration in East Asia Tokyo University
Japan. 9 p.
Budianto, H. 2006. Perbaikan Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Secara Bioremediasi.
Surabaya.

17

Anda mungkin juga menyukai