Anda di halaman 1dari 42

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Laporan Kasus
Februari 2015

EFUSI PLEURA

Oleh:
Ilham Syahid Ruray
Hardiyanti

1102100089
1102100121

Pembimbing Residen:
dr. Nur Intan Kasmin Ginano
Supervisor:
dr. Shofiyah Latief, Sp.Rad, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Ilham Syahid Ruray

1102100089

Hardiyanti

1102100121

Judul Laporan Kasus : Efusi Pleura


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Februari 2015


Konsulen

Pembimbing

dr. Shofiyah Latief, Sp.Rad, M.Kes

dr. Nur Intan Kasmin Ginano

Penguji

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Taala karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyusunan tulisan ini dapat terlaksana. Tak lupa pula penulis haturkan salawat
dan salam yang tercurah pada junjungan Nabi Muhammad Shallahu Alaihi
Wasallam yang telah membimbing manusia dari alam kegelapan menuju ke alam
yang terang benderang.
Tulisan ini berjudul LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA yang dibuat
dan disusun sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian radiologi.
Berbagai kesulitan dan hambatan penulis temui, namun atas bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tulisan ini dapat terselesaikan.

Makassar, Februari 2015

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......i
LEMBAR PENGESAHAN...ii
KATA PENGANTAR......iii
DAFTAR ISI.....iv
I.

KASUS.....1

1.1. Anamnesis .....................................................................................................1


1.2. Pemeriksaan Fisik......2
1.3. Pemeriksaan Penunjang.....3
1.4. Diagnosis...8
1.5. Rencana dan Terapi..8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan....10
2.2. Anatomi...10
2.3. Penyebab Efusi Plura...11
2.4. Patofisiolofi Efusi Pleura ....14
2.5. Gambaran Klinis..14
2.6. Pemeriksaan Radiologik......16
2.7. Penatalaksanaan.......28
2.8. Differential Diagnose......30
2.9. Komplikasi..............35
III. DISKUSI
3.1 Resume Klinis...36
3.2 Pembahasan.......36
DAFTAR PUSTAKA............38

BAB I
KASUS
Nama Pasien

: Nn. TC

No. RekamMedik

: 699408

Umur

: 21 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Nita B, Sikka, NTT

Tempat/Tanggal lahir

: NTT, 12 Juni1993

Agama

: Kristen

Kebangsaan

: Indonesia

Pemeriksaan

: 05-02-2015

Perawatan Bagian

: Instalasi Rawat Darurat Interna Rumah Sakit


Wahidin

1.1. Anamnesis :
- Keluhan utama

Sudirohusodo

: Sesak

- Anamnesis terpimpin : sesak dirasakan 1 bulan sebelum masuk Rumah


Sakit Wahidin Sudirohusodo, dan memberat 1 minggu terakhir. Pasien tidak
dapat berbaring rata. Keluhan batuk 2 minggu terakhir, dahak sulit
dikeluarkan, lendir awalnya ada warna putih, tidak ada darah. Tidak ada
riwayat batuk darah. Batuk dirasakan saat berbaring terlentang. Tidak
dipengaruhi cuaca. Nyeri dada tidak ada. Riwayat demam terutama sore
malam hari dialami sejak 2 minggu terakhir, riwayat keringat malam tidak
ada, riwayat penurunan berat badan dratis 7 kg dalam 2 minggu. Nyeri
perut ada dirasakan 2 minggu terakhir, diikuti perut mengeras dan dirasa
membesar, mual dan muntah tidak ada. Nafsu makan menurun. Riwayat
dirawat dengan typhoid di RS.Jogja 1 bulan yang lalu. Riwayat penggunaan
obat anti tuberculosis tidak ada. Riwayat merokok tidak ada. Riwayat
demam typhoid ada 1 bulan yang lalu.

- Anamnesis Sistematis : Sakit kepala (-), pusing (-), penglihatan kabur (-),
nyeri menelan (-), mual muntah (-), batuk (+), sesak (+), nyeri dada (-),
BAK kesan lancar warna kuning. BAB kesan biasa.
-

Riwayat pengobatan : Riwayat konsumsi Bisolvon Tab 1 tablet,

Paracetamol 500 mg, dan Ceftriaxone 2 gr.


- Riwayat psikososial
: Tidak olahraga teratur
- Riwayat keluarga
: Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
disangkal.
1.2. Pemeriksaan Fisis
- Keadaan umum

: Keadaan sakit sedang

- Kesadaran

: Compos mentis (GCS 15)

- Status Gizi

: Gizi kurang (17 kg/m2)

Tanda Vital
- Tekanan darah

: 100/70 mmHg

- Nadi

: 88 kali/menit

- Pernafasan

: 28 kali/menit

- Suhu

: 36,5oC

Mata
-

Kelopak mata
Konjungtiva
Sclera
Kornea
Pupil
Leher

: Edema (-)
: Anemis (+/+)
: Ikterus (-)
: Jernih
: Bulat, isokor

: Pembesaran tonsil (-), kaku kuduk (-), massa (-), nyeri tekan (-),
pembesaran KGB (-), DVS R-2 cmH2O

Thorax : Inspeksi
Palpasi

: Simetris
: NT (+) , MT(-) , vocal fremitus menurun pada
kedua basal paru

Perkusi

: Pekak CV Thorakal IV sinistra dan CV Thorakal


VI dextra

Auskultasi
Bt: Ronchi -

: Bunyi pernapasan vesikuler


Wheezing:

Jantung : Inspeksi

: Apex kordis tidak tampak

Palpasi

: Pulsasi apex kordis teraba

Perkusi

: Pekak (+)

Batas jantung :
Batas jantung kiri linea medioclavicularis kiri
Batas jantung kanan linea parasternalis kanan
Batas jantung basal ICS II
Batas jantung apex ICS V
Auskultasi
Abdomen: Inspeksi

: S1 dan S2 murni, reguler, bising (-), kesan normal


: Datar ikut gerak nafas

Auskultasi

: Bunyi peristaltik (+), kesan normal

Palpasi

: NT (-), MT (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)

Perkusi

: Tympani (-)

Ekstremitas: Deformitas

(-)

Udem

(-)

Fraktur

(-)

1.3. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (01/02/2015)
Pemeriksaan

Hasil

Nilai rujukan

Satuan

RBC

3,75 x 106

3.80-5.80 x 103

/mm3

WBC

7 x 103

4 10 x 103

u/L

Hemoglobin

9,2

L(14-18)
P(12-16)

g/dl

HCT

29,2

37.0-47.0

MCV

78

80-100

m3

MCH

24,6

27.0-32.0

Pg

MCHC

31,6

32.0-36.0

g/dl
3

PLT

496

150-500

10^3/mm3

Ureum

12

10-50

Mg/dl

Kreatinin

0,40

L(<1,3);P(<1,1)

Mg/dl

Bilirubin Total

1,29

<1,1

Mg/dl

SGOT

39

<38

U/L

SGPT

13

<41

U/L

Albumin

3.1

3,5-5,0

Gr/dl

GDS

75

140

Mg/dl

IgM Salmonella

+6

Negatif

Hitung Jenis Sel

PMN = 2,9%

negatif

Warna

Kuning

Jernih/tidak berwarna

Volume

12 cc

1-10 cc

Rivalta

Positif

Negatif

Analisa Cairan Pleura

Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax PA (29/1/2015) :

Hasil Pemeriksaan :
-

Perselubungan homogen pada kedua hemithorax setinggi ICS IV kanan


depan dan ICS II kiri depan yang menutupi kedua sinus, diaphragma, dan

batas jantung
Cor : sulit dinilai, aorta normal
Tulang-tulang intak

Kesan : Efusi pleura bilateral

Foto Thorax PA (05/02/2015) :

Hasil Pemeriksaan :
-

Perselubungan homogen pada kedua hemithorax setinggi ICS IV kanan


depan dan ICS III kiri depan yang menutupi kedua sinus, diaphragma, dan
batas jantung
5

Cor : sulit dinilai, aorta normal


Tulang-tulang intak
Kesan : Efusi pleura bilateral

USG (01/02/2015) :

Hasil Pemeriksaan :
-

Hepar : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak

dilatasi vaskular dan bile duct. Tidak tampak echo mass/cyst.


GB : dinding tidak menebal, mukosa reguler. Tidak tampak echo batu

didalamnya
Pancreas : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak

echo mass/cyst.
Lien : tidak membesar, echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak

echo mass/cyst.
Ginjal kanan : ukuran dan echo corticomedular dalam batas normal. Tidak

tampak dilatasi pelvocalyceal system. Tidak tampak echo batu/mass


Ginjal kiri : ukuran dan echo corticomedular dalam batas normal. Tidak

tampak dilatasi pelvocalyceal system. Tidak tampak echo batu/mass


VU : dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu
Tampak lesi anechoic, batas tegas, dinding tipis, ukuran 148cm x 1,0cm

pada rongga pelvis kesan pada adnexa kiri


Tampak echo cairan bebas intraperitoneum dan cavum pleura bilateral

Kesan :
-

Ascites
Efusi pleura bilateral
Kista adnexa kiri kanan susp. Functional cyst

1.4. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi, maka diagnosis dari kasus ini adalah Efusi pleura
bilateral + Ascites ec TB usus + Pleuritis TB + suspect TB paru.
1.5. Rencana Dan Terapi
- Oksigen 3-4 L/menit
- Ambroxol 30 mg/ 8jam/ oral
- paracetamol 500 mg/ 8 jam/ oral
- ceftriaxone 2 gr/24 jam/ intravena
- thoracosintesis (punksi cairan pleura)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Efusi Pleura merupakan pembentukan cairan dalam rongga pleura
yang dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari
kelainan dalam paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bakteri maupun
virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis; atau
disebabkan oleh kelainan sistemik, antara lain penyakit-penyakit yang
mengakibatkan hambatan getah bening, hipoproteinemia pada penyakit
ginjal, hati, dan kegagalan jantung. Tidak jarang disebabkan pula oleh
trauma kecelakaan atau tindakan pembedahan.1
2.2. Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terdiri atas pleura viseral dan pleura parietal dengan rongga
yang berisi sedikit cairan sebagai fungsi pelumas dalam pergerakan
pernapasan. Dalam keadaan normal, pada foto thoraks tidak dapat
diperlihatkan lapisan pleura.1

Gambar 1. Anatomi Pleura.2


Pleura visceral melapisi paru sedangkan pleura parietal yang
melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua lapis
membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis
disebut sebagai refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling
9

bersinggungan setiap kali manuver pernapasan dilakukan, sehingga


dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga pleura untuk
saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang
bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian,
yakni bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal.3
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kontak antar
membran maupun yang mendukung pemisahan antar membran. Faktor
yang mendukung kontak antar membran adalah: (1) tekanan atmosfer di
luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus (yang
terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor
yang mendukung terjadi pemisahan antar membran adalah: (1) elastisitas
dinding toraks serta (2) elastisitas paru. Pleura parietal memiliki
persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan
rasa nyeri alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n.
interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus).3
Cairan pleura diproduksi di pleura parietal dari pembuluh kapiler
paru dan diabsobsi oleh pleura visceralis serta oleh pembuluh limfatik di
pleura parietal. 4
Dalam rongga pleura normal, cairan masuk dan keluar secara
konstan, pada tingkat yang sama karena filtrasi berkelanjutan dari
sejumlah kecil cairan rendah protein dalam pembuluh darah normal. Pada
akhir abad ke-19, Starling dan Tubby berhipotesis bahwa pertukaran
cairan mikrovaskuler dan zat terlarut diatur oleh keseimbangan antara
tekanan hidrostatik, tekanan osmotik, dan permeabilitas membran, dan
mereka membuat persamaan Starling:
QF = LP A [(P CAP - PPL) - D (piCAP - pi PL)]
di mana QF adalah pergerakan cairan, LP adalah koefisien filtrasi, A
adalah luas permukaan pleura, D adalah koefisien refleksi untuk gerakan
protein di pleura (PL), P adalah tekanan hidrostatik kapiler paru (CAP),
dan pi adalah tekanan onkotik ruang pleura.5
Persamaan ini membentuk dasar untuk memahami akumulasi
cairan dalam rongga pleura, di mana kekuatan hidrostatik yang menyaring
air keluar dari pembuluh darah diimbangi dengan kekuatan osmotik yang

10

menyerap air kembali ke pembuluh darah. Dalam pleura, reabsorpsi


difasilitasi oleh sistem limfatik yang luas pada diafragma dan permukaan
mediastinal pleura parietal.5

2.3 Penyebab Efusi Pleura


Efusi dalam cavum pleura ini dapat berupa cairan bebas yang
generalizated

atau

setempat

(circumscribed)

dan

encapsulated

(terbungkus kapsul). 6
Cairan (pleural effusion) dapat berupa :
1)

Cairan transudat (protein < 3gr/dL), terdiri atas cairan bening,


biasanya ditemukan pada kegagalan jantung , kegagalan ginjal yang
akut atau kronik, hipoproteinemia, pemberian infus yang berlebihan,
sirosis dengan asites, sindrom nefrotik, myxedema, dialisis
peritoneal, glomerulonefritis, obstruksi vena cava superior, dan

2)

emboli paru.1,4,7
Cairan eksudat (protein > 3gr/dL), berisi cairan kekeruhan, sering
ditemukan pada infeksi tuberculosis, empiema, pankreatitis, dan

3)

penyakit-penyakit kolagen (lupus eritematosus, reumatoid artritis).1, 4


Cairan darah, dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark
paru, dan karsinoma paru. Salah satu penyebabnya adalah sarkoma
sinovial yang merupakan keganasan jaringan lunak yang langka.
Sarkoma sinovial dari pleura memiliki tanda khas berupa efusi

4)

pleura hemoragik.1,4,8
Cairan getah bening, disebabkan oleh sumbatan aliran getah bening
toraks (filariasis dan metastasis pada kelenjar getah bening dari suatu

5)

keganasan). 1, 4
Efusi pleura cairan empedu dan cerebrospinalis (CSF). Keduanya
sangat jarang ditemukan. Efusi empedu terlihat posthepatic dan
setelah laserasi diafragma. Fistula traumatis ke ruang subarachnoid
tulang belakang memungkinkan CSF untuk memasuki ruang pleura.9
Tabel 1. Penyebab Efusi Pleura.9
11

Vascular

Infark paru
Gagal jantung
Perikarditis konstriktif

Inflamasi

Tuberkulosis
Efusi parapneumonik (virus, bakteri, jamur, mycoplasma)
Penyakit kolagen (SLE, artritis reumatoid)
Post infark Dresslers syndrome
Whipple disease
Mediterranean fever
Poliserositis familial yang berulang

Neoplasma

Karsinoma bronkial
Limpoma
Metastasis adenokarsinoma pleura
Mesotelioma

Iatrogenik

Efusi intrapleura (karena pemasangan kateter yang rusak)


Posttorakotomi
Radioterapi

Trauma

Hemothorax
Ruptur esofagus
Chylothorax

Mediastinal

Obstruksi vena cava superior


Ruptur aorta
Fistula esofageal (karsinoma)
Fistula duktus thoracic
Ruptur dermoid cyst

Subphrenic
abdominal

Pancreatitis
Abses subphrenic
Sirosis dengan ascites
Meigs syndrome

Lainnya

Asbestosis
Sindrom nefrotik
Myxedema
Uremia
Perdarahan pleura spontan karena koagulopati
Lymphedema kongenital

Sisi yang terkena pada efusi pleura dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebab efusi. 9
Tabel 2. Penyebab efusi berdasarkan sisi yang terkena.9
12

Unilateral
Bilateral

Sisi kanan

Sisi kiri
ataupun kanan

Sisi kiri

Gagal
jantung

Meigs syndrome

Pankreatitis

Tuberkulosis

Lupus
eritematosus

Artritis reumatoid

Dresslers
syndrome

Penyakit
tromboemboli
paru

Obstruksi duktus
torasikus proksimal

Obstruksi duktus
torasikus distal

Trauma

2.4. Patofisologi
Ruang potensial antara pleura parietal dan visceral adalah cavum
pleura dan setiap pengumpulan cairan dalam cavum pleura menyebabkan
efusi pleura. Di antara mekanisme yang menyebabkan akumulasi cairan
ini ialah peningkatkan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan onkotik,
peningkatan permeabilitas membran pleura, dan obstruksi aliran
limfatik.10
Patofisiologi efusi pleura dapat disebabkan oleh :
1) Peningkatan produksi
a. Peningkatan tekanan hidrostatik, misalnya gagal jantung kiri
b. Penurunan tekanan onkotik, misalnya hipoproteinemia
c. Peningatan permeabilitas kapiler, misalnya pneumonia atau
reaksi hipersensivitas
2) Penurunan absorbsi
a) Penurunan absorbsi saluran limfatik baik oleh karena sumbatan
(tumor)

atau

karena

peningkatan

tekanan

vena

yang

menurunkan trasportasi cairan melalui duktus torasikus


b) Penurunan tekanan di rongga pleura, misalnya atelektasis
akibat sumbatan bronkus. 4

13

Efusi pleura juga dapat berasal dari perpindahan cairan


peritoneum dari rongga abdomen melalui difragma atau melalui saluran
limfatik dari proses di subdiafragma.4

2.5. Gambaran Klinis Efusi Pleura


Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dapat sangat membantu
mendiagnosa efusi pleura. Gambaran klinis dari efusi pleura : bisa
asimptomatis, atau terkait dengan sesak napas, batuk kering, nyeri dada
pleuritik (inflamasi pleura), rasa berat di bagian dada dan kadang-kadang
nyeri menjalar ke area bahu atau abdomen. 5,11
Riwayat kerusakan jantung, ginjal, atau hati dapat mengarah ke
efusi transudat. Riwayat kanker dapat mengarah ke efusi pleura maligna.
Pembengkakan kaki yang baru terjadi atau trombosis vena dapat
menyebabkan efusi yang berhubungan dengan emboli paru. Riwayat
pneumonia sebelumnya atau saat ini menunjukkan efusi parapneumonik,
baik

yang

complicated

(empiema)

atau

uncomplicated.

Trauma

sebelumnya dapat mengakibatkan hemothorax atau chylothorax. Paparan


sebelumnya terhadap asbes adalah lazim pada pasien yang memiliki efusi
jinak terkait paparan atau memiliki mesothelioma. Dilatasi esofagus yang
baru terjadi atau endoskopi dapat mengakibatkan ruptur esofagus. Obatobat

tertentu,

termasuk

amiodaron,

methotrexate,

fenitoin,

dan

nitrofurantoin, dapat menyebabkan efusi pleura.5


Tanda seperti hemoptisis dapat dikaitkan dengan neoplasma ganas,
emboli paru, atau tuberkulosis berat. Demam terjadi pada tuberkulosis,
empyema, dan pneumonia. Berat badan dapat dikaitkan dengan neoplasma
ganas dan TBC.5
Tanda pada pemeriksaan termasuk penurunan pengembangan dada,
penurunan vocal fremitus, perkusi redup, penurunan hingga hilangngya
suara napas, dan terkadang terdengar bunyi pernapasan bronkial di atas air
fluid level.11

14

Temuan fisik seperti ascites dapat mengindikasikan sirosis, kanker


ovarium, atau sindrom Meig. Pembengkakan kaki unilateral bisa sangat
mengindikasikan emboli paru, dan pembengkakan kaki bilateral terkait
dengan transudat seperti yang disebabkan oleh kegagalan jantung atau hati.
Perikardial friction rub terjadi pada perikarditis. Secara umum, dokter
bergerak dari mencurigai efusi atas dasar anamesis dan pemeriksaan klinis
untuk membuktikan suatu efusi ada dengan cara radiografi dada sebelum
pengambilan sampel cairan dipertimbangkan.5

2.6. Pemeriksaan Radiologik Efusi Pleura


1. Foto polos Thorax
Foto toraks masih merupakan modalitas yang paling penting dan
bermakna yang banyak digunakan untuk menunjukkan dan mengikuti
perkembangan dari penyakit pleura, meskipun USG, CT, dan MRI
memainkan peranan yang penting dalam beberapa situasi tertentu.12
A. Posisi tegak
Pada pemeriksaan foto thoraks rutin tegak, cairan pleura tampak
berupa perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang
biasanya relatif radiopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari
lateral atas ke daerah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang
hemithorax sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral/
hilus,

dan

kadang-kadang

mendorong

mediastinum

ke

arah

kontralateral. 1
1) Posisi lateral memperlihatkan perselubungan homogen pada
sudut kostofrenikus posterior dengan meniskus konkaf superior.
Sedikitnya 100 mL cairan telah dihasilkan sebelum sebuah efusi
menjadi terlihat.9
2) Posisi PA (posteroanterior) menunjukkan obliterasi dari sudut
kostofrenikus dan kardiofrenikus jika efusi melebihi 175 mL.

15

Meniskus cekung ke arah paru-paru dan menjadi lebih tipis di


bagian superior.9

Gambar 2. Foto toraks tegak menunjukkan efusi pleura bilateral.12


B. Posisi supine
Efusi hanya dapat terlihat pada radiografi supine ketika
cairannya telah melebihi 500 mL. Manifestasinya meliputi kontur
diafragma dikaburkan, perselubungan pada sudut costofrenikus lateral,
gambaran ground glass pada hemitoraks, serta pre apical capping
menunjukkan penyatuan cairan di zona atas.9

Gambar 3. Foto toraks supine menunjukkan efusi pleura bilateral.12


C. Posisi lateral dekubitus
Foto lateral dekubitus selain untuk mendeteksi efusi yang
minimal juga berguna untuk penentuan apakah efusi pleura dapat
mengalir secara bebas atau tidak. Hal ini penting diketahui sebelum
dilakukan aspirasi cairan pleura. Selain itu, berguna untuk melihat
bagian paru yang sebelumnya tertutup cairan sehingga kelainan yang
sebelumnya terselubung dapat terlihat.

16

Cairan terkumpul di antara dinding toraks lateral dan paruparu, menghasilkan kekeruhan seperti bentuk pita yang dapat masuk
ke fisura minor.9

Gambar 3. Foto lateral dekubitus memperlihatkan adanya penumpukan cairan


di sisi lateral hemithorax (panah biru).13
Bentuk dari efusi adalah hasil dari gaya adhesi dan kohesif
antara pleura dan cairan, elastisitas yang mengurangi volume paru
sambil menjaga bentuk dan proporsi, serta gravity (gaya berat) yang
menjelaskan distribusi dari efusi. 9
Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thorax
tegak adalah 250-500 ml. Bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml),
dapat ditemukan pengisian cairan di sinus kostofrenikus posterior pada
foto thorax lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-100 ml),
dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horisontal di
mana cairan akan berkumpul di sisi samping bawah. 1
Kadang-kadang sejumlah cairan terkumpul setempat di daerah
pleura atau fisura interlobar (loculated/encapsuled) yang sering
disebabkan oleh empiema dengan perlekatan pleura. 1
Efusi pleura memiliki gambaran yang bervariasi antara lain : 4
a) Efusi subpulmonum
- Hampir semua efusi awalnya terkumpul di bawah paru antara
pleura parietal yang melapisis diafragma dengan pleura
-

viseralis lobus inferior.


Gambaran diafragma bukan merupakan difragma yang
sebenarnya, melainkan cairan pleura yang terkumpul di atas
diafragma.

17

Menggeser titik teringgi difragma (bukan diafragma yang

sebenarnya) ke arah lateral.


Pada efusi pleura subpulmonal kiri terdapat peningkatan jarak

antara udara lambung dengan udara di paru


Pada foto lateral biasanya terdapat penumpulan sulkus
kostofrenikus posterior.4

Gambar 4. Efusi Subpulmonal kanan.


Foto sebelah kiri tampak tertinggi diafragma tergeser ke lateral (panah kosong
hitam). Diafragma di sini bukan merupakan diafragma yang ebenarnya, melainkan
koleksi cairan yang berada di atas diafragma. Terdapat penupulan sulkus
kostofrenikus (panah putih). Pada foto sebelah kanan, terdapat penupulan sulkus
kostofrenikus posterior (panah hitam). Bayangan yang tampak seperti diafragma
berubah konturnya (panah kosong hitam) ketika berbataan dengan fisura mayor.4
b) Penumpulan sulkus kostofrenikus
- Sulkus kostofrenikus posterior (foto lateral) menjadi terlebih
dahulu, kemudian diikuti sulkus kostofrenikus lateral (foto
-

toraks tegak)
Penebalan pleura juga dapat menyebabkan penumpulan sulkus
kostofrenikus, namun penebalan pleura biasanya berbentuk
ski-lope (lereng untuk ski) dan tidak akan berubah jika terdapat
perubahan posisi pada pasien.4

18

Gambar 5. Gambar kiri memperlihatkan sulkus kostofrenikus normal yang tajam


(panah kosong hitam) dan jaringan paru normal yang meluas sampai ke iga (panah
hitam). Gambar kanan memperlihatkan sulkus kostofrenikus yang tumpul (panah
kosong putih).4

Gambar 6. Foto thorax PA memperlihatkan penumpulan sulkus kostofrenikus


lateral dextra (panah merah).13

c) Tanda meniskus
Tanda ini sangat sugestif akan adanya efusi pleura,
terbentuk akibat sifat paru yang elastis, maka cairan pleura akan
lebih tinggi di bagian tepi.4

19

Gambar 7. Foto Thorax memperlihatkan tanda meniskus (meniscus sign) pada


efusi pleura.4

Gambar 8. Foto Thorax memperlihatkan meniscus sign pada efusi pleura dextra.5

Gambar 9. Foto thorax memperlihatkan tanda meniskus pada bagian basal paru.13

d) Perselubungan pada hemitoraks


Terjadi ketika rongga pleura mengandung 2 liter cairan
pada orang dewasa menyebabkan paru akan kolaps secara pasif.
Efusi pleura yang besar ini akan mendorong jantung dan trakea
menjauhi sisi yang terkena efusi.4

20

Gambar 10. Foto Thorax memperlihatkan adanya perselubungan homogen pada


hemitoraks sinistra.13

Gambar 11. Perselubungan hemotoraks akibat efusi pleura yang mendorong


jantung dan trakea ke kiri. 4
e) Efusi yang terlokalisir
Terjadi akibat adhesi antara pleura visceral dengan pleura
parietal yang lebih umum terjadi pada hemotoraks dan empiema.
Efusi ini memiliki bentuk dan posisi yang tidak lazim (tetap di
bagian apeks paru pada foto tegak). 4

21

Gambar 12. Foto Thorax yang menunjukkan efusi pleura yang terlokalisir. 4

Gambar 13. Foto Torak menunujukkan efusi pleura encapsulated pada foto (A)
PA dan (B) lateral. efusi pleura encapsulated di fisura mayor dan terhadap bagian
anterior dinding dada.14
f) Pseudotumor fisura (vanishing tumor)
- Merupakan koleksi cairan pleura yang berbatas tegas dan
terletak di fisura atau subpleura di bawah fisura, biasanya pada
-

fisura minor (75%)


Bersifat transudat dan hampir selalu terjadi pada pasien dengan

gagal jantung
Gambarannya khas dan tidak boleh dianggap sebagai tumor.
Berbentuk lentikular dan memiliki ujung yang runcing pada

kedua sisinya (seperti buah lemon)


Tidak berubah dengan perubahan posisi pasien
Menghilang ketika gagal jantung diterapi dan cenderung
muncul di tempat yang sama ketika terjadi gagal jantung
kembali.4

22

Gambar 14. Foto Thorax menunjukan Vanishing Tumor dengan bentuk seperti
buah lemon (panah putih).13
g) Efusi laminar
Bentuk efusi pleura yang menyerupai pita tipis di sepanjang
dinding lateral toraks, terutama di dekat sulkus kostofrenikus yang
cenderung tetap tajam. Penyebabnya ialah gagal jantung atau
penyebaran limfatik dari suatu keganasan. Tidak bergerak bebas
sesuai posisi pasien.4
h) Hidropneumotoraks
Terjadi jika terdapat pneumotoraks dan efusi pleura secara
bersamaan. Biasanya akibat trauma, pembedahan atau fistula
bronkopleura. Ditandai oleh air-fluid level di hemotoraks. Batasnya
tidak berbentuk meniskus, melaikan berupa garis lurus.4

Gambar 15. Foto Thorax PA menunjukkan Hidropneumotoraks dextra dengan airfluid level.13
2. Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan

USG

toraks

lebih

aman

dibanding

dengan

pemeriksaan computed tomography scaning (CT Scan) dan radiologi

23

karena tidak menggunakan radiasi. USG toraks dibandingkan dengan


magneticresonance imaging (MRI) lebih aman karena tidak menggunakan
medan magnet yang kuat.15
Pemeriksaan USG berguna untuk konfirmasi ukuran cairan pleura
dan juga untuk identifikasi lokulasi efusi pleura. 4
Gambaran normal USG toraks
Gambaran dinding dada normal terdiri dari lapisan jaringan lunak,
otot dan fascia adalah echogenic. Tulang rusuk digambarkan seperti garis
echogenic diatas lapisan jaringan lunak, otot dan fascia. Pleura parietal
digambarkan seperti dua garis echogenic dibawah tulang rusuk.15

Gambar 16. Foto USG toraks normal.15


Gambaran USG Efusi Pleura
Ultrasound dapat mendeteksi sejumlah kecil efusi pleura, dengan
identifikasi positif dari jumlah sekecil 3 ml sampai 5 ml, yang tidak dapat
diidentifikasi oleh x-ray, yang hanya mampu mendeteksi volume di atas 50
ml cairan. Bertentangan dengan metode radiologi, USG memungkinkan
membedakan efusi pleura dan penebalan pleura. Dan hal ini efisien dalam
penentuan thoracocentesis, bahkan dalam koleksi cairan sedikit. 15
Gambaran USG efusi pleura ditandai dengan ruang echo-bebas
(free-echo) antara pleura visceral dan parietal.16

24

Gambar 17. USG Efusi Pleura.16


Indikasi Penggunaan USG Toraks 15
1) Membedakan efusi pleura atau penebalan pleura
2) Mendeteksi efusi pleura dan pemandu untuk punksi terutama efusi
yang minimal dan terlokalisir
3) Membedakan efusi pleura dan kelumpuhan diafragma, dilihat dari
gambaran radiologi meragukan
4) Menentukan pneumotoraks terutama dalam keadaan gawat darurat dan
peralatan radiologi tidak tersedia atau masih menunggu lama hasil
radiologi
5) Menilai invasi tumor ke pleura atau dinding dada dan memandu biopsi
jarum untuk tumor
6) Mengevaluasi pasien dengan pleuritis yang sangat nyeri
3. CT Scan
Pemeriksaan CT scan dapat dilakukan untuk mengidentifikasi efusi
yang minimal, penyebab efusi dan adanya penebalan pleura. Pemeriksaan
CT scan juga diperlukan untuk melihat keadaan paru yang terselubung.4
Efusi pleura sering ditemukan pada computed tomography (CT)
toraks pada pasien dengan berbagai keadaan emergensi, mulai dari infeksi
paru sampai kedaruratan cardiovaskular dan trauma toraks. Ahli radiologi
darurat secara teratur diminta untuk mengukur volume dari akumulasi
cairan pleura seperti pada CT.

Ukuran efusi secara signifikan dapat

mempengaruhi penanganan pasien, terutama pada pasien yang sakit


kritis.17

25

Gam
bar 18. a) CT- scan paru normal. b) CT- scan Efusi pleura minimal. c) CTscan Efusi pleura yang berat.18

Gambar 19. CT potongan coronal. Efusi massif mendorong mediatinum ke


arah kiri. CT menunjukkan efusi pleura bersama-sama dengan atelektasis paru
kiri. Perhatikan juga penurunan hemidiafragma dextra (panah hitam). 12

Gambar 20. CT menunjukkan penebalan pleura visceral dan cairan yang


meluas ke dalam fisura mayor. 9

26

Gambar 21. Seorang laki-laki dewasa dengan efusi pleura pada sisi kanan.
Area yang ditandai (ROI) sebagai alat yang digunakan secara manual
mengukur daerah sagitalis maksimal dan keliling koronal (Cora) dari efusi
pleura pada potongan sagital (a) dan koronal (b) serta aksial melingkar
daerah efusi pleura pada potongan aksial terakhir kranial ke
kubah diafragma (c). 17
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan efusi pleura pada prinsipnya adalah paliatif.
Sampai saat ini beberapa penatalaksanaan yang sering dilakukan pada
kasus efusi pleura adalah torakosentesis terapeutik, drainase yang dengan
kateter

indwelling

jangka

panjang,

serta

pembuatan

shunt

pleuroperitoneal.19
Torakosentesis terapeutik
Awal manajemen untuk efusi pleura yang simtomatik adalah
torakosentesis terapeutik. Dengan pendekatan ini akan dapat dinilai respon
sesak nafas terhadap pengeluaran cairan. Walaupun keluhan dapat
membaik setelah torakosentesis, sekitar 98% - 100% pasien dengan efusi
pleura akan mengalami reakumulasi cairan dan sesak nafas yang berulang
dalam 30 hari. Apabila setelah dilakukan torakosentesis volume besar
sesak nafas tidak membaik, maka diperlukan evaluasi untuk mencari
penyebab lain seperti emboli mikrotumor, kanker limfangitik, atau efek
dari kemoterapi atau radioterapi. Torakosentesis berulang dengan anestesi
topikal dapat dilakukan pada pasien efusi pleura. Volume cairan yang
dikeluarkan berkisar antara 1 sampai 1,5 liter. Pengeluaran cairan yang
lebih banyak akan berakibat terjadinya oedem paru re-ekspansi, apalagi
bila sebelumnya sudah terdapat obstruksi endobronchial. Bronkhoskopi
27

intervensional untuk membuka jalan nafas yang mengalami obstruksi


sebelum dilakukan torakosentesis dikatakan dapat mengurangi resiko
terjadinya oedem paru tadi. Torakosentesis terapeutik berulang adalah
pilihan terapi untuk pasien dengan penampilan status yang buruk atau
dengan penyakit tahap lanjut, dan dengan harapan hidup yang sangat
pendek.19
Drainase dengan indwelling catheter
Pemasangan indwelling catheter jangka panjang dapat memberikan
drainase intermiten sampai 1000 ml cairan pleura pada 2 sampai 3 kali
periode seminggu. Berkurangnya keluhan sesak nafas segera dirasakan
pada 94% sampai 100% pasien.19
Kateter pleura Pleurx ini terdiri dari kateter silikon 15,5F
sepanjang 66 cm, dengan lubang-lubang sepanjang 25,5 cm bagian
proksimalnya. Pada bagian distalnya terdapat polyester cuff dan di bagian
ujungnya dengan mekasisme katup latex rubber. Katup ini didesain untuk
mencegah lewatnya cairan atau udara, kecuali bila tersambung dengan
access tip dari komponen drainase yang terdapat pada paket kateter ini.
Setelah dilakukan anestesi, bronkoskopi dilakukan untuk mengeksklusi
obstruksi endobronchial. Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS)
dilakukan untuk menilai rongga pleura.19
Setelah drainase dan diseksi dikerjakan, penilaian ekspansi paru
dilakukan sebagai syarat untuk memasang kateter ini. Ujung yang
berlubang-lubang tadi dimasukkan ke rongga pleura dengan VATS,
kemudian dibuat terowongan subkutan untuk mengeluarkan kateter hingga
ujung polyester terletak 1 cm dari insisi anterior. Ikatan dengan Prolene 2/0
dilakukan pada terowongan, sedangkan insisi kulit ditutup dengan nylon
4/0. Bagian kateter dengan katup tersisa di luar kulit dan dilindungi dengan
cap. Drainase inisial dilakukan dengan suction -10kPa untuk mencegah
terperangkapnya udara pada rongga pleura. Drainase dapat dilakukan di
rumah, dengan 3 kali seminggu untuk 3 minggu pertama, selanjutnya
tergantung keluhan klinis dan produksi cairan pleura.19

28

Leuroperitoneal shunting
Pleuroperitoneal shunting adalah sebuah teknik alternatif untuk
menangani efusi pleura yang refrakter dengan pleurodesis kimiawi
maupun pada pasien dengan trapped lung syndrome. Beberapa kasus serial
mengenai shunting pleuroperitoneal mendapatkan perbaikan gejala sekitar
95% dari seluruh kasus shunting. Pemasangan alat dilakukan dengan
bantuan thorakoskopi atau minithorakotomi. Perlengkapan untuk teknik ini
yaitu dua buah katup unidireksional dengan kateter pleural dan peritoneal
yang berlubang-lubang pada kedua ujungnya. Kerja alat ini diaktivasi oleh
tekanan yang diberikan oleh pasien untuk mengatasi tekanan positif dari
rongga peritoneum. Suatu kasus serial dari 160 pasien efusi pleura yang
dipasang pleuroperitoneal shunting, didapatkan komplikasi pada 15%
pasien. Komplikasi yang terjadi antara lain erosi kulit, infeksi, dan oklusi
dari shunt sehingga memerlukan perbaikan atau penggantian.19
2.8. Differential Diagnosis
Tabel 3. Differential diagnose dari pleural effusion 6
DD/ Efusi
Pleura
Sinus
kostofreniku
s

Tumor
paru
Terisi

Permukaan /
batas

Tidak
konkaf,
tetapi
sesuai
bentuk
tumornya

Pendorongan

(+) bila
tumornya
besar

Lain-lain

Pneumonia

Atelektasis

Biasanya
terisi paling
terakhir

Dapat terisi,
tergantung
dari segment
yang
mengalami
atelektasis
Batas jelas,
rata. Bentuk
segitiga
poligonal

Batas
atasnya
rata/tegas,
sesuai
dengan batas
dari lobus
paru-paru
(-)
Air
bronchogra
m (+)

(-), retraksi
ke arah yang
sakit
Air
bronchogra
m (-)

Schwarte /
Penebalan pleura
Bisa tertutup

Batasnya tidak
jelas

Retraksi tidak jelas

29

Tabel 4. Alat bantu Differential diagnose dari efusi pleura.7

1.

Atelektasis
Atelektasis (Atelectasis) adalah pengkerutan sebagian atau seluruh

paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus

maupun

bronkiolus) atau akibat pernapasan yang sangat dangkal. Atelektasis


absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat sehingga
udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Berdasarkan lokasi,
atelektasis terbagi menjadi beberapa macam. Atelektasis lobaris bawah:
bila terjadi di lobaris bawah paru kiri, maka akan tersembunyi dibelakang
bayangan jantung dan pada foto thorak PA hanya memperlihatkan
diafragma letak tinggi. Sering disebabkan oleh peradangan atau
penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas
tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke
arah atelektasis. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada
foto thoraks PA, maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral,
miring (obligue), yand memperlihatkan bagian ruang terselubung dengan
penarikan

fissure

interlobularis.

Atelektasis

lobularis

(plate

like/atelectasis local). Bila penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk

30

sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal tipis,


biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan
proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya
tidak ada keluhan. Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada
bagian ini meliputi bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thorak
PA tergambarkan dengan fisura minor bagian superior dan mendial yang
mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke depan,
sedangkan fisura minor dapat juga mengalami pergeseran ke arah
superior.20

Gambar 22. Foto Toraks menunjukkan Atelektasis. 20

Gambar 23. Opasitas yang terlihat di CXR menghilangkan interface antara


jantung kiri dan paru kiri-yang berarti bahwa lesi terletak di lobus superior. Lesi
ini menunjukkan struktur internal homogen, menandakan bahwa tidak ada udara
di dalamnya, dan juga memperlihatkan adanya penurunan volume paru di sisi
yang terkena (hemidiafragma kiri mengalami elevasi). 21

31

Gambar 24. Foto lateral mengonfirmasikan garis padat di retrosternal (anak


panah). Gambaran ini sesuai untuk kolaps lobus superior sinistra (atelektasis
lobaris lengkap). 21
2.

Lobar pneumonia
Lobar pneumonia adalah pola radiologi terkait dengan homogen,
konsolidasi fibrinosupparative dari satu atau lebih lobus paru-paru
sebagai respon terhadap pneumonia bakteri.
Gambaran radiografi (Foto thorax)
Secara karakteristik, terdapat perselubungan homogen dalam pola
lobar. Perselubungan dapat didefinisikan tajam pada celah, meskipun
lebih sering terjadi konsolidasi segmental. Bronkus non-opacifier dalam
konsolidasi lobus akan mengakibatkan munculnya air bronkogram sign.22

Gambar 25. Foto Thorax menunjukkan Pneumonia. 22

32

Gambar 26. Pneumonia di segmen lateral dari lobus medius dextra, perselubungan
homogen dengan batas tajam anterosuperior pada fisura mayor. 9

Gambar 27. Pneumonia lobu bawah kiri. Konsolidasi yang tidak lengkap terlihat
menghapuskan aspek posterior dari hemidiafragma pada foto lateral. 9

2.9 Komplikasi
Kolaps Atrium Kanan
Atrium kanan dan ventrikel kanan yang kolaps sering dikaitkan
dengan hemodinamik efusi perikardial yang signifikan. Sangat sedikit
studi kasus pada manusia dan model hewan yang menjelaskan kolapsnya
ruang jantung yang disebabkan oleh efusi pleura.23
Mekanisme kolaps ruang jantung yang berhubungan dengan efusi
pleura, menghasilkan tekanan intratoraks positif yang pada gilirannya
menyebabkan kolapsnya ruang jantung. Penelitian pada hewan oleh Vaska
dan rekan menunjukkan bahwa intrapleural dan tekanan intrapericardial
33

naik bersamaan selama infus cairan intrapleural. Hal ini menunjukkan


bahwa efusi pleura berkontribusi dalam keseluruhan tekanan extracardiac.
Atrium kanan adalah ruang bertekanan rendah dengan dinding yang tipis,
yang menjelaskan kerentanan untuk colaps di bawah tekanan eksternal.23

BAB III
DISKUSI
3.1 Resume Klinis
Wanita 21 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan utama
sesak yang dirasakan 1 bulan yang lalu, dan memberat 1 minggu terakhir,
pasien tidak dapat berbaring rata. Keluhan batuk 2 minggu terakhir, dahak
sulit dikeluarkan, nyeri dada tidak ada. Riwayat demam terutama sore
malam hari dialami sejak 2 minggu terakhir, riwayat keringat malam
tidak ada, riwayat penurunan berat badan dratis + 7 kg dalam 2 minggu.
Nyeri perut ada dirasakan 2 minggu trakhir, diikuti perut mengeras dan
dirasa membesar, mual dan muntah tidak ada. Riwayat dirawat dengan

34

typhoid di RS.Jogja 1 bulan yang lalu. Riwayat penggunaan obat anti


tuberculosis tidak ada. Pada hasil pemeriksaan foto thorax posisi PA
ditemukan efusi pleura bilateral. Di UGD pasien telah dilakukan punksi
cairan pleura kiri sebanyak + 780 cc warna kekuningan.
3.2 Pembahasan
Dari anamnesis dengan keluhan utama sesak yang dirasakan 1 bulan
sebelum masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, yang memberat 1
minggu terakhir. Pasien tidak dapat berbaring rata karena jika berbaring
pasien akan merasa bertambah sesak akibat cairan didalam paru paru
akan mengisi seluruh lapangan paru. Batuk sejak 2 minggu terakhir, dahak
sulit dikeluarkan dan lendir berwarna putih. Pasien juga mengeluh demam
terutama sore malam hari dialami sejak 2 minggu terakhir yang
disebabkan karena ada nya proses peradangan di cavum pleura. Dalam 2
minggu terakhir berat badan

pasien turun + 7 kg dimana salah satu

penyebabnya karena nafsu makan pasien berkurang. Nyeri perut ada


dirasakan 2 minggu terakhir, diikuti perut mengeras dan dirasa membesar.
Untuk mendiagnosis efusi pleura dilakukan pemeriksaan radiologi
berupa foto thorax posisi PA dan USG dan pada pasien ini telah dilakukan
-

pemeriksaan tersebut.
Hasil pada foto thorax posisi PA didapatkan perselubungan homogen pada
kedua hemithorax setinggi ICS IV kanan depan (A) dan ICS III kiri depan
(B) yang menutupi kedua sinus, diaphragma, dan batas jantung. Selain itu
juga didapatkan tanda meniskus (C) pada kedua hemithorax dextra dan
sinistra. Tanda-tanda tersebut sesuai dengan gambaran kesan efusi pleura
bilateral.

35

Hasil pada USG Abdomen, didapatkan gambaran ruang echo-bebas (freeecho) atau anechoic pada hemithorax dextra dan sinistra yang memberikan
kesan efusi pleura bilateral.

Dari hasil yang didapatkan, penyebab efusi pleura bilateral adalah


pleuritis tuberculosa. Pasien ini dirancanakan dilakukan tindakan
thoracosintesis untuk mengeluarkan efusi pleura tersebut.

36

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

11.
12.

13.
14.

Kusumawidjaja K. Pleura dan Mediatinum. In: Ekayuda I, editor.


Radiologi Diagnostik. 2 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 117119.
Williams M. Adult Chest Surgery. In: Sugarbaker D, et all The McGrawHill Companies; 2009.
R ORahilly FM, S Carpenter, R Swenson. Basic human anatomy: A
regional study of human strucutre. Available at: URL:
http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html.
Accessed
7
February, 2015.
Soetikno RD. Efusi Pleura. In: Mashuri, Hermawan R, Nilasari V, editors.
Radiologi Emergensi. Bandung: PT. Rafika Aditama; 2013. p. 62 - 72.
McGrath EE, Anderson PB. Diagnosis of pleural effusion: a systematic
approach. Am J Crit Care 2011;20(2):119-27; quiz 128.
Adnan M. Pleural Effusion. In: Diktat Radiologi. Makassar: Bursa Buku
Kedokteran Aesculapius; 2013. p. 23 - 31.
Blanchette MA, Grenier JM. Subtle radiographic presentation of a pleural
effusion secondary to a cancer of unknown primary: a case study. J Can
Chiropr Assoc 2014;58(3):273-9.
Sandeepa HS, Kate AH, Chaudhari P, Chavan V, Patole K, Lokeshwar N,
et al. Primary pleural synovial sarcoma: A rare cause of hemorrhagic
pleural effusion in a young adult. J Cancer Res Ther 2013;9(3):517-9.
Lange S, Walsh G. Diseases of the Pleura, Diapragm, and Chest Wall. In:
Radiology of Chest Diseases. third ed. New York: Thieme; 2007. p. 214220.
Oylumlu M, Davutoglu V, Sucu M, Ercan S, Ozer O, Yuce M. Prognostic
role of echocardiographic and hematologic parameters in heart failure
patients complicated with incidental pleural effusion diagnosed during
echocardiographic evaluation. Int J Cardiovasc Imaging 2014;30(5):90710.
Chapman S, Robinson G, Stradling J, West S. Pleural Effusion. In: Oxford
Handbook of Respiratory Medicine. Second ed. New York: Oxford
University Express 2011. p. 347-361.
The Chest Wall, Pleura, Diaphragm And Intervention In: Adam A, Dixon
AK, Grainger RG, Allison DJ, editors. Grainger & Allisons Diagnostic
Radiology A Textbook of Medical Imaging. fifth ed. UK: Elsevier 2011 p.
224-227.
Natsir
FM.
Efusi
Pleura.
Available
at:
URL:
https://fathirphoto.wordpress.com/2012/05/. Accessed 8 February, 2015.
Lange S, Walsh G. Diseases of the Pleura, Diapragm, and Chest Wall. In:
Radiology of Chest Diseases. third ed. New York: Thieme; 2007. p. 66,
214-220.

37

15.

Lyanda A, Antariksa B, Syahruddin E. Ultrasonografi Toraks. Jurnal


Respir Indo 2011;31(1).

16.
17.
18.
19.
20.
21.

22.
23.

Knipe H, Jones J. Pleural effusion. Available at: URL:


http://radiopaedia.org/articles/pleural-effusion. Accessed 8 February, 2015.
Veljkovic B, Franckenberg S, Hatch GM, Bucher M, Schwendener N,
Ampanozi G, et al. Quantification of pleural effusion from single area
measurements on CT. Emerg Radiol 2013;20(4):285-9.
In: Images. CAEoPEUCC, editor. Proc IEEE Int Symp Biomed Imaging:
241-244.; 2009.
Rai IBN. Efusi Pleura Maligna: Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini.
Jurnal Penyakit Dalam 2009;10(3).
Atelektasis.
Available
at:
URL:
http://www.internallibrary.com/2014/11/atelektasis.html.
Accessed
7
February, 2015.
Eastman GW, Wald C, Grossin J. Atelektasis. In: Puspawedi N, L. BC,
Soeharso R, editors. Belajar dari Awal Radiologi Klinis dari Gambar ke
Diagnosis. bahasa Indonesia ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012. p. 47-52.
Weerakkody Y, Paks M. Lobar Pneumonia. Available at: URL:
http://radiopaedia.org/articles/lobar-pneumonia. Accessed 8 February,
2015.
Khouzam RN, Yusuf J. Pleural effusion leading to right atrial collapse. J
Clin Ultrasound 2014;42(3):189-91.

38

Anda mungkin juga menyukai