PENDAHULUAN
Normal Pressure Hydrocephalus (NPH) pertama diperkenalkan oleh Hakim dan Adam tahun
1965 sebagai suatu kondisi adanya keterlibatan beberapa variasi gejala neurologis, pelebaran ventrikel,
dan tekanan cairan serebrospinal (CSF) normal pada pemeriksaan punksi lumbal. Penyakit ini mengarah
pada kesatuan gejala klinis yang terdiri dari trias gangguan gaya berjalan, dementia, dan
inkontinensia urin, serta dilengkapi dengan temuan laboratorium adanya tekanan cerebrospinal fluid
1,2
(CSF) normal dan hasil radiologis terdapat ventrikulomegali. Normal pressure hydrocephalus (NPH)
termasuk kondisi neurologis yang memerlukan pertimbangan banyak untuk menegakkan diagnosis,
karena NPH menunjukkan gejala serupa dengan beberapa bentuk demensia. Beberapa gejala kunci
pada NPH juga terdapat pada penyakit neurologis lainnya, seperti pada pasien Alzheimer's disease
(AD), Parkinson's disease (PD), dan dementia vascular.Faktanya, gangguan ini diperkirakan
terdapat 375.00 orang di Amerika yang menderita NPH salah didiagnosis dengan demensia atau
2,3
Parkinson's. Normal pressure hydrocephalus terjadi jika aliran CSF normal yang melalui sepanjang
otak dan spinal tersumbat atau terblok. Kondisi ini menyebabkan pelebaran ventrikel. NPH dapat
terjadi pada semua usia, tetapi umumnya terjadi pada populasi usia tua. Kebanyakan faktor penyebab
NPH tidak tidak diketahui secara pasti. Apabila NPH terjadi akibat sekunder dari perjalanan penyakit
lain, termasuk subarachnoid hemorrhagic, trauma kepala, infark cerebri, meningitis atau komplikasi
pembedahan, gejala ini disebut NPH sekunder. Sedangkan NPH pada pasien yang tidak didahului
3,4
penyebab tertentu disebut NPH primer atau idiopathic NPH (INPH). Gejala NPH mencakup
penurunan status mental dan demensia, permasalahan gaya berjalan, penurunan fungsi kontrol kandung
kemih hingga keluhan frekuensi urin atau inkontinensia. Pasien juga mengalami pergerakan lambat
secara umum ataumengeluhkan kakinya terasa kaki seperti tongkat. Karena gejala ini sama dengan
gangguan neurologis seperti Alzheimer's disease, Parkinson's disease, and Creutzfeldt-Jakob
disease maka sering terjadi salah diagnosis. Kebanyakan kasus
tidak dikenali dan tidak mendapat terapi adekuat. Panduan untuk membantu menegakkan
diagnosis NPH, dilakukan beberapa jenis tes, termasuk scan (CT/MRI) kepala, kateter lumbal
1,3
atau spinal, monitoring tekanan intracranial, dan tes neuropsikologikal. Terapi untuk NPH
melibatkan tindakan pembedahan untuk meletakkan shunt dalam otak yang bertujuan untuk mengalirkan
kelebihan CSF ke abdomen agar dapat diabsorbsi. Kondisi ini memungkinkan ventrikel otak kembali
pada ukuran normal. Follow up yang ketat oleh dokter sangat penting untuk mengidentifikasi dini jika
4,5
ada perubahan pada shunt agar tidak bermasalah. Tinjauan kepustakaan ini menjelaskan definisi,
gejala klinis, gambaran radiologis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, tindakan
pembedahan,prognostik dan akibat dari NPH.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 DEFINISI
Normal Pressure Hydrocephalus (NPH) adalah sindroma klinis yang ditandai gangguan
gaya berjalan, demensia, inkontinensia urin dan berhubungan dengan adanya ventrikulomegali
1,4
tanpa disertai peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSF). Selama 35 tahun sejak pertama kali
dijelaskan, definisi NPH telah diperluas. Awalnya dianggap gejala akibat idiopatik, saat ini NPH
digunakan secara umum mencakup bentuk kronis dari communicating hydrocephalus, dan bahkan
beberapa bentuk noncommunicating seperti aqueductal stenosis. Karena semua pasien ini dapat
datang dengan trias gejala yang sama dan hampir semuanya mungkin harus dikoreksi dengan
pemasangan ventriculoperitoneal (VP) shunt. Perluasan definisi dianggap tepat, walaupun beberapa
gejala sekunder dapat menbedakan bentuk idiopatik dari communicating hydrocephalus yang
diketahui penyebabnya. Sebagai contoh, insiden idiopatik NPH cenderung terjadi pada orang tua,
sedangkan pasien dengan hidrosefalus komunikan kronis diawali gejala perdarahan subarachnoid
sebelumnya, meningitis, riwayat bedah saraf, atau trauma kepala dan sering terdapat pada usia muda.
Selain itu respons terhadap pemasangan shunt pada pasien dengan idiopatik kurang memuaskan (30-
50%) dibandingkan dengan pasien hidrosefalus komunikan yang diketahui penyebabnya (50-70%).
Tergantung pada kriteria diagnostik spesifik yang digunakan, setengah dari kasus NPH dianggap
idiopatik dan setengahnya ada penyebab, dengan demikian, NPH mungkin merupakan bentuk akhir
5
dari proses perjalanan beberapa penyakit.
2.2EPIDEMIOLOGI
Study epidemiologi NPH sangat sedikit dilakukan, karena insiden dan prevalensi gangguan ini sulit
ditentukan. Insidensi NPH yang pernah dilaporkan sekitar 1,8 kasus per 100.000 penduduk dan 2,2
kasus per 1.000.000 penduduk. Sebuah survey rumah tangga untuk penduduk berusia 65 tahun di dua
tempat di Jerman dilaporkan bahwa prevalensi NPH 0,41% pada kelompok usia tersebut. Survey
ini juga
menunjukkan antara 1,6% dan 5,4% pasien dengan demensia mempunyai NPH. Sebuah analisis
terkini 'nondegenerative nonvascular dementia' dari kantor registrasi di Rochester, MN, tidak
ditemukan kasus NPH dari tahun 1990 hingga 1994. Penulis berkesimpulan, bagaimanapun, meski
populasi dalam study tersebut mencapai 70.745, namun gagal menemukan NPH adalah sesuatu yang
4
tidak bisa dipercaya. Faktanya, diperkirakan terdapat 375.000 orang di Amerika yang menderita NPH,
namun karena pengggunaan kriteria diagnosis yang salah, NPH sering didiagnosis dengan
demensia atau Parkinson's. Beberapa ahli percaya bahwa 1% hingga 10% orang dengan usia tua
yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan sebanyak 6% dirawat di rumah memiliki masalah NPH;
2
data ini pasti lebih tinggi dibandingkan jumlah pasien yang telah ditegakkan diagnosis NPH. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin yang lebih cenderung mendapat NPH, NPH sering pada pasien usia lanjut.
NPH dapat terjadi pada semua umur, meski penyakit ini lebih umum terjadi pada usia tua.
2,5
Frekuensi lebih sering pada usia decade 6 atau decade 7 kehidupan.
2.3 ETIOLOGI
Setengah dari kasus NPH dianggap idiopatik dan setengahnya ada penyebab, dengan demikian, NPH
mungkin merupakan bentuk akhir dari proses perjalanan beberapa penyakit. Etiologi idiopatik NPH
5
telah dijelaskan selama 4 decade, namun, tidak ada teori tunggal yang diterima secara luas. Kebanyakan
faktor penyebab NPH tidak tidak diketahui secara pasti. Apabila NPH terjadi akibat sekunder dari
perjalanan penyakit lain, termasuk subarachnoid hemorrhagic, trauma kepala, infark cerebri, meningitis
atau komplikasi pembedahan,gejala ini disebut NPH sekunder. Sedangkan NPH pada pasien yang tidak
4
didahului penyebab tertentu disebut NPH primer atau idiopathic NPH (INPH). Kemungkinan faktor
penyebab normal pressure hidrocephalus termasuk trauma kepala, perdarahan subarahnoid,
meningitis, tumor SSP. Walaupun setiap kondisi dapat menyebabkan hidrosephalus. Bagaimana
cara untuk menjelaskan hubungan dengan NPH masih belum dipahami dengan baik.
6,7
2.4 ANATOMI SISTEM VENTRIKEL
ventrikel keempat.
inilah yang mensekresi liquor cerebrospinalis yang jernih dan tidak berwarna, yang
Ventrikel Lateralis
Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel lateral mempunyai
hubungan dengan ventrikel ketiga melalui sepasang foramer interventrikularis
Monroe. Ventrikel lateralis terbagi a tas cornu anterior, corpus, cornu inferior dan cornu posterior.
Cornu anterior (frontal) terdapat dalam lobus frontalis. Bagian atap dan dinding rostral dibatasi oleh
corpus callosum. Cornu anterior dan kedua ventrikel ini dipisahkan oleh septum pellucidum. Dinding
lateral dan dasar cornu anterior dibentuk oleh caput nucleus caudatum. Cornu anterior melanjutkan
diri hingga ke foramen interventrikularis. Corpus terletak dalam lobus frontal dan parietalis,
mulai dari foramen interventrikularis hingga splenium corpus callosum. Cornu inferior
(temporale), letaknya mengarah ke caudal dan frontal mengelilingi aspect caudalis thalamus,
meluas ke rostral ke dalam pars medialis lobus temporalis dan berakhir kira-kira 2,5 cm dari polus
temporalis. Atap dan dinding lateral dibentuk oleh tapetum dan radiatio optical. Cornu posterior
(occipital) berada di dalam lobus occipital. dari tapetum corpus callosum memisahkan ventrikel
dari radiatio optica dan membentuk atap serta dinding cornu posterior.
Ventrikel Ketiga
Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel ketiga adalah celah sempit di
antara dua ventrikel lateral. Ventrikel ketiga memiliki atap, dasar, dan dinding: anterior
posterior dan dua lateral. Bagian atap dibentuk oleh tela koroidea. Dasarnya dibentuk oleh
chiasma optic,tuber cinereum dan infundibulum. Di bagian rostral terdapat foramen
interventrikulare Monroe yang menghubungkan ventrikel ketiga dalam ventrikel lateral. Di
bagian posterior melanjutkan diri pada aquaductus serebri sylvii, dinding lateral dibagi oleh
sulcus hipothalamikus menjadi pars superior dan pars inferior. Lantai ventrikel dibentuk oleh
tegmentum mesencephant, pedinculus serebri dan hypothalamus.
Ventrikel Keempat
Ventrikel keempat adalah sebuah ruangan pipih yang berbentuk belah ketupat dan
berisi Cairan Serebrospinal. Ventrikel keempat terletak diantara batang dan otak dan serebellum.
Di bagian rostral, ventrikel keempat melanjutkan diri dari aquaductus serebri sampai kanalis
sentral dari medulla spinalis. Pada ventrikel keempat terdapat tiga lubang, sepasang foramen
luschka di lateral dan satu foramen magendie di medial, yang berlanjut ke ruang subaraknoid
otak dan medulla spinalis.
Kanalis Sentralis Medulla Oblongata dan Medulla Spinalis
Merupakan saluran kecil memanjang yang berjalan di dalam substansi mielum mulai dari
pertengahan medulla oblongata ke arah bawah sampai ujung bawah medulla spinalis 5-6 cm
dari filum terminale. Kanalis sentralis ini mengalami dilatasi berbentuk fusiformis yang
disebut ventrikel terminalis.
Ruang Subarakhnoid
Merupakan ruang yang terletak di antara lapisan arakhnoid dengan piamater yang
membungkus permukaan otak maupun medulla spinalis. Selain berisi CSS ruang sub arakhnoid
ini juga berisi pembuluh-pembuluh darah otak dan medulla spinalis serta anyaman jaringan
trabekular yang menghubungkan arakhnoid dengan piameter. Pada tempat-tempat tertentu di
mana terdapat lekukan yang dalam antara satu bangunan dengan bangunan yang lain nampak
ruang subarakhnoid menjadi lebih lebar dan disebut sisterna subarakhnoid. Beberapa sisterna
yang kita ketahui adalah: Sisterna serebro medularis (sisterna magna), sisterna pontis,
Sisterna interpendukularis, Sisterna khiasmatik, Sisterna vena serebri magna (sisterna superior).
Sisterna sulkus lateralis, Sisterna spinalis.
Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinalis adalah cairan jernih yang mengisi ruang subarachnoid. Cairan
serebrospinalis juga terdapat dalam system ventrikel dan medulla spinalis. Seluruh ruang yang
melingkupi otak dan medulla spinalis memiliki volume kira-kira 1600 sampai 1700 ml dan
sekitar 150 ml dari volume ini ditempati oleh cairan serebrospinalis dan sisanya oleh
otak dan medulla. Dari 150 ml ini, 125 ml di intracranial. Ventrikel mengandung 25 ml
(sebagian besar di ventrikel lateral) dan 100 ml sisanya di ruang subarachnoid yang mengelilingi
otak dan medulla spinalis
Fungsi utama cairan serebrospinalis adalah untuk melindungi otak dalam kubahnya yang
padat. Otak dan cairan serebrospinalis memiliki gaya berat spesifik yang kurang lebih sama
(hanya berbeda sekitar 4%), sehingga otak terapung dalam liquor. Oleh karena itu, benturan
pada kepala yang tidak terlalu keras akan menggerakkan seluruh otak dan tengkorak secara
serentak menyebabkan tidak satu bagian pun dari otak yang berubah bentuk akibat adanya
benturan tersebut.
Pembentukan, aliran, dan absorpsi cairan cerebrospinalis
CSS disekresi dengan kecepatan 0,35–0,40 ml/menit yang berarti normalnya, 50% dari
total CSS digantikan setiap lima sampai enam jam. CSS diproduksi oleh suatu sel epitel
khusus pada dinding dari keempat ventrikel disebut pleksus koroideus. Mungkin dua pertiga
atau lebih dari cairan ini berasal dari sekresi pleksus koroideuspada keempat ventrikel terutama
pada ventrikel lateral. Dan selebihnya disekresikan oleh permukaan ependim dari ventrikel dan
membran arachnoid dan sebagian kecil berasal dari otak itu sendiri melalui ruang perivaskuler
yang mengelilingi pembuluh darah yang masuk ke dalam otak.
Setelah diproduksi di plekus koroideus ventrikel lateral, CSS mengalir dari kedua ventrikel
lateral ke ventrikel ketiga melalui foramen interventrikulare dan melalui aquaductus cerebri menuju
ventrikel ke empat. Liquor ini kemudian keluar dari ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil, dua
foramina luschka di lateral dan satu foramina Magendie ditengah, memasuki sisterna magna yaitu
sebuah ruang cairan yang besar yang terletak dibelakang medulla dan dibawah serebellum. Sisterna
magna berhubungan dengan ruang subarachnoid yang mengelilingi seluruh otak dan medulla spinalis.
Hampir seluruh CSS kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna melalui ruang subarachnoid
yang mengelilingi serebrum. Dari sini CSS mengalir ke dalam villi arachnoid multiple yang
menyalurkannya ke dalam sinus venosus yang lain pada serebrum. Akhirnya, CSS tersebut
direabsorpsi ke dalam darah vena melalui permukaan vili-vili ini.
Magendie + dua foramen Luschka yang terdapat dalam ventrikel keempat ruang
Pleksus koroideus merupakan pertumbuhan pembuluh darah yang dilapisi oleh selapis tipis
sel epitel. Pleksus ini menjorok ke dalam cornu temporal dari setiap ventrikel lateral, bagian
posterior ventrikel ketiga dan atap ventrikel keempat. Sekresi oleh pleksus koroideus terutama
tergantung pada transport aktif dari ion natrium melewati sel epitel yang membatasi bagian luar pleksus.
Vili arachnoidalis secara makroskopis adalah penonjolan seperti jari dari membran
arachnoid ke dalam dinding sinus venosus. Kumpulan besar vili-vili ini biasanya ditemukan
bersama-sama dan membentuk struktur makroskopis yang disebut granula arachnoid yang terlihat
menonjol ke dalam sinus. Dengan menggunakan mikroskopik elektron terlihat bahwa vili
ditutupi oleh sel endotel yang memiliki lubang-lubang vesikuler besar yang langsung
menembus badan sel dimana lubang ini menyebabkan aliran yang relatis bebas untuk CSS,
molekul protein, dan bahkan partikel-partikel sebesar eritrosit dan lekosit ke dalam darah vena.
Tekanan normal dari sistem CSS ketika seseorang berbaring pada posisi horisontal rata-
rata 130 mmH2O (10 mmHg) meskipun serendah 65 mmH2O atau setinggi 195 mmH2O pada
orang normal. Secara normal CSS hampir seluruhnya diatur oleh absorpsi cairan melalui vili
arachnoidalis. Dengan alasan bahwa kecepatan normal pembentukan CSS bersifat konstan,
sehingga dalam pengaturan tekanan jarang terjadi faktor perubahan dalam pembentukan cairan.
Sebaliknya vili berfungsi seperti katup yang memungkinkan cairan dan isinya mengalir ke
dalam darah dalam sinus venosus dan tidak memungkinkan aliran sebalikanya.
2.5 PATOFISIOLOGI
Hakim menjelaskan mekanisme tekanan normal atau tinggi-normal pada CSS yang
mana dapat memberikan efek. Menggunakan perhitungan, kekuatan sama dengan tekanan
berbanding lurus dengan luas permukaaan, peningkatan tekanan CSS lebih memperluas
permukaan ependima dengan memakai kekuatan yang sangat besar sehingga melawan otak
daripada tekanan yang sama pada ventrikel dengan ukuran normal. NPH bisa diawali dengan
transient high pressure hidrosephalus dengan penambahan luas pemukaan ventrikel. Dengan
perluasan lebih lanjut pada ventrikel tekanan CSS kembali normal, keadaan ini disebut NPH,
pada akhirnya yang tampak pada proses patofisiologi inisial adalah suatu ketidaksesuaian.
Teori klasik menjelaskan bahwa tekanan CSF tidak meningkat pada NPH karena ventrikel
mengembang untuk menampung volume CSF yang meningkat; oleh karena itu, tekanan
CSF normal. Teori lain menjelaskan bahwa terjadi peningkatan tekanan sementara selama
ventrikel mengembang (terjadi inflasi ventrikel) tetapi normal kembali setelah luas
ventrikel seimbang dengan volume CSF. Seiring waktu perkembangan gejala klinis,
ventrikel mengalami pelebaran, dan tekanan dapat berada dalam batas normal. Jadi,
mengukur tekanan CSF tidak membantu dalam menegakkan diagnosis. Tidak adanya
peningkatan tekanan CSF, sebagaimana terlihat pada bentuk hidrocefalus lain, maka hal ini
Pembesaran ventrikel dapat terjadi saat timbul tekanan antar lapisan. yaitu: perbedaan
tekanan antara ventrikel dan ruang subarachnoid meningkat, bahkan sementara. Penurunan
resorpsi CSF (cerebrospinal fluid) meningkatkan tekanan transmantle (antar lapisan). Walau
banyak ahli menyatakan bahwa resorpsi CSF terjadi pada tingkat vili arachnoidal
(mikroskopis) atau arachnoid granulations (macroscopis), para ahli lainnya yakin bahwa
sebahagian besar resorpsi subtansial CSF terjadi pada tingkat parenkim otak, yaitu melalui trans
kapiler atau trans venular. (hal ini terbukti bahwa pada pasien hydrocepfalus obstruktif dapat
5
terjadi reabsorbsi sebahagian kecil CSF).
Ketika otak berfungsi secara baik, cairan serebrospinal diproduksi oleh plexus choroid
dengan kecepatan 20-25 mL per jam. CSF kemudian bersirkulasi dari ventrikel lateral
melewati garis tengah ventrikel tiga dan akhirnya masuk kedalam ventrikel empat mengisi ke
dalam fossa posterior otak. Dari ventrikel empat, CSF keluar dari system ventrikel dan masuk
ke ruang subarachnoid melingkupi otak dan spinal cord, dimana CSF berperan sebagai
bantalan membantu mencegah cedera kepala. Cairan serebrospinal normalnya diserap oleh
villi arachnoid dan masuk ke dalam sinus venosus dalam jumlah yang sama dari jumlah
produksi untuk menjaga konsistensi sirkulasi dan tekanan. Gambar 2. Menampilkan aliran
normal CSF dalam otak. Pada pasien NPH, bagaimanapun, CSF tidak
direabsobsi adekuat, menyebabkan penumpukan terlalu banyak cairan dalam otak dan
menimbulkan trias gejala khas.
Kelebihan CSF dalam otak dapat diakibatkan baik oleh perubahan idiopatik maupun
trauma, sekitar 50% untuk tiap katagori tersebut.2 Walaupun, kekacauan reabsobsi CSF
oleh villi arachnoid tidak sepenuhnya dipahami, beberapa teori menghubungkan proses
terjadinya akumulasi cairan dengan adanya scar (parut) jaringan. Hal ini dipercaya
bahwa scar tissue menurunkan kemampuan villi arachnoid untuk menyerap CSF secara
baik, atau scar tissue dapat terjadi pada sekeliling sinus venosus dalam otak yang
menghalangi CSF masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah. Adanya riwayat bedah
kepala atau bedah saraf, intracranial hemorrhage, dan meningitis juga berhubungan dengan
NPH. Sayangnya, tingkat progresifitas NPH sering lambat, hingga mengelapkan etiopatologi
pasti.
2.6 GEJALA KLINIS
NPH dapat terjadi pada semua umur, meski penyakit ini lebih umum terjadi pada usia tua.
Frekuensi lebih sering pada usia decade 6 atau decade 7 kehidupan. Walaupun gejala Adams triad
berhubungan erat dengan NPH fase lanjut, tidak semua gejala tersebut dapat muncul saat stadium awal.
Salah satu gejala yang paling awal muncul adalah gaya berjalan yang tidak normal, yang
umumnya digambarkan sebagai shuffling atau berjalan terseok-seok (langkah pendek), magnetic
(sulit mengangkat tungkai atau berjalan dengan kaki terseret lantai), broad based / berdiri dengan kedua
tungkai dibuka lebar (kedua tungkai berpisah untuk menjaga keseimbangan).
Gejala lengkap NPH dijelaskan berdasarkan faktor mekanik dan faktor iskemik.
Pembesaran ventrikel menyebabkan peregangan dan penurunan kelenturan pembuluh darah dan tekanan
nadi yang tinggi menyebabkan local ''barotrauma'' atau tegangan geser tangensial. Hal ini juga terbukti
dari tujuan pemasangan shunt yaitu untuk menambah kapasitas sistem dan meningkatkan
perfusi, bukan untuk menurunkan tekanan (yang sudah normal).
NPH ditandai trias klinis yaitu gangguan berjalan, demensia dan inkontinensia urin.
Kumpulan gejala khas tersebut berkembang perlahan, dan umumnya terjadi antara usia decade
6 dan decade 8. Gangguan gaya berjalan adalah ciri khas pertama yang muncul pada INPH,
dan digambarkan secara bervariasi seperti apraxic, bradykinetic, glue-footed, magnetic,
parkinsonian dan shuffling. Pasien sering datang dengan riwayat terjatuh. Gaya berjalan yang
menyimpang ini dicirikan pada INPH seperti lambat, berdiri dengan kedua tungkai dibuka
lebar, melangkah dengan langkah pendek dan terseok-seok, dan sulit menyusun atau melangkah
dengan kedua kaki bergantian secara berurutan. Selain itu juga tidak didapatkan adanya
kelemahan gerak yang signifikan.
Inkontinensia urin adalah gejala primer yang ketiga pada NPH. Masalah fungsi kemih ini
ditandai perasaan urgensi, dan dalam tahap lanjut pasien tidak mampu menahan kencing.
Gejala ini mungkin diakibatkan adanya keterlibatan serat saraf corticospinal sacral. Stadium
awal INPH, timbul frekuensi urin dan urgensi. Seiring perjalanan penyakit, terjadi
inkontinensia urin dan inkontinensia feses harus diwaspadai. Masalah urologi dapat
muncul tergantung tingkat keparahan penyakit Perlu uji urodynamic dan demonstrasi bladder
hyperactivity.
Lemahnya gaya berjalan dapat memperbesar masalah berkemih, seperti inkontinesia,
dimana saat semakin sulitnya bergerak sementara pasien harus mendadak ke kamar mandi.
Akibat ventikulomegali menimbulkan trias gejala oleh karena adanya penekanan
atau peregangan nervus pada area-area otak. Dengan demikian, menimbulkan tanda-tanda
neurologis tidak normal. Gambar 1. menampilkan otak dengan ukuran ventrikel normal dan
dengan ventrikulomegali.
2.7DIAGNOSTIK
Untuk menegakkan diagnosis INPH bukan perkara yang mudah. Penampakan klinis
pasien yang mirip penyakit degeneratif otak yang lain sering mengaburkan diagnosis. Selama ini
penegakan diagnosis didasarkan pada trias gejala yang menjadi ciri khas Normal Pressure
Hydrocephalus ditambah dengan pemeriksaan CT Scan atau MRI serta pengukuran tekanan
cairan otak. Tiga gejala klinis tersebut adalah gangguan gaya berjalan, demensia, dan
inkontinensia urin. Pemeriksaan Radiologi berupa CT Scan atau MRI menunjukkan
gambaran pembesaran ventrikel, tetapi pada pengukuran tekanan cairan otak
menunjukkan bahwa cairan otak mempunyai tekanan yang normal yaitu sebesar 5-18 mmHg
(70-245 mmH2O).
Terdapat variasi gambaran klinis, progressifitas dan keparahan gejala yang signifikan,
dan semua trias tersebut tidak selalu harus muncul untuk menegakkan diagnosis INPH.
Secara khusus, bagaimanapun, gaya berjalan dan kurangnya keseimbangan muncul sebelum
atau bersamaan dengan inkontinensia urin atau saat onset munculnya demensia. Diagnosis
lengkap INPH membutuhkan bukti anamnesis gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan neuroimaging.
Anamnesis
Pasien datang dengan gangguan progressif yang bertahap. Sebagai catatan, trias gejala klasiknya
adalah gaya berjalan abnormal, inkontinensia urin, dan demensia. Kekacauan gaya berjalan
sebagai ciri utama dan perlu dipetimbangkan adanya respon terhadap terapi.
Gejala yang menonjol adalah keluhan gaya berjalan menyerupai apraxia. Kelemahan nyata atau ataxia
1
adalah tipe gejala yang tidak khas pada NPH. Gaya berjalan pasien NPH khas seperti bradikinetik, gaya
berdiri dengan kedua tungkai dibuka lebar, berjalan menyeret lantai dan terseok-seok. Gejala
urinaria dapat berupa frekuensi, urgensi, atau inkontinensia. Sedangkan inkontinensia dapat terjadi
1,6
sebagai akibat dari gangguan gaya berjalan dan demensia. Demensia pada pasien NPH ditandai
kehilangan memory yang mencolok dan bradiprenia. Defisit frontal dan subcortikal adalah lafal yang
utama. Selain itu, defisit juga mencakup lupa, penurunan perhatian, inersia/kelembaman dan
bradiprenia. Kehadiran tanda kortikal seperti aphasia atau agnosia akan menimbulkan kecurigaan untuk
patologi alternative lainnya sepeti Alzheimer disease atau dementia vascular. Bagaimanapun, patologi
1
komorbid tidaklah berhubungan dengan umur. Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
lengkap, diperlukan tes diagnostik selanjutnya untuk menegakkan diagnosis. Umumnya, uji
laboratorium tidak banyak membantu. Bagaimanapun, foto radiologis memegang peranan penting
1,4
menegakkan diagnostic NPH.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan peninjang yang dapat digunakan untuk diagnosis normal preasure hydrocephalus
dapat diuraikan sebagai berikut:
a.Laboratorium
Hiponatermi dilaporkan pada pasien NPH karena tekanan pada hipotalamus yang
menggambarkan sindroma ketidaksesuaian sekresi hormon anti diuretik.Ini bukanlah penemuan yang
konsisten. Umumnya, uji laboratorium tidak banyak membantu.
b.Radiologi
Pemeriksaan esensial untuk evaluasi pasien yang dicurigai INPH adalah neuroimaging
dengan CT atau MRI untuk menilai ukuran ventrikel. (gambar 1). Walaupun tidak didapatkan tanda
yang sesuai untuk diagnosis INPH pada pemeriksaan neuroimaging, pelebaran ventrikel perlu
untuk menegakkan diagnosis INPH pada pasien yang mengalami gejala yang sesuai. Rasio frontal
horn (Evans' index), didefinisikan sebagai lebar ventrikel dari frontal horn maximal dibagi diameter
transversal tulang tengkorak diukur dari bagian dalam, dikatakan ventrikulomegali jika nilainya 0,3 atau
10
lebih. Gambaran radiologis lain yang dapat ditemukan pada INPH termasuk: periventricular
hyperintensities, yang berhubungan karena terjadinya iskemia mikrovaskuler subkortikal (disebut juga
small-vessel disease), tetapi tidak mengeluarkan kemungkinan INPH, peningkatan aliran cairan
serebrospinal (CSF) secara cepat ke dalam aquaduktus; akan menipiskan dan meninggikan atau elevasi
4
corpus callosum pada gambaran foto sagittal; dan tidak ada bukti adanya obstruksi aliran CSF.
Gambar 1. Neuroimaging dari 2 pasien dengan idiopathic normal pressure hydrocephalus. (A)
CT scan kepala menunjukkan ventrikulomegali tanpa disertai atrofi kortikal yang signifikan. (B)
MRI kepala menunjukkan ventrikulomegali dan adanya perubahan iskemik subkortikal. Kedua
pasien
idiopathic normal pressure hydrocephalus tersebut mengalami perbaikan gejala setelah
pemasangan shunt.
Computed tomography (CT) scans dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat digunakan untuk
diagnosis NPH, Meskipun, tidak ada kriteria yang dihandalkan untuk memastikan diagnosis
dengan kedua modalitas tersebut. Beberapa pasien berusia tua yang mengalami pembesaran ventrikel
normal tidak selamanya diakibatkan oleh NPH; jadi, ventrikel bisa saja melebar sebagai akibat adanya
atrofi otak atau penyusutan. Dalam kasus ini, pola dan tekanan aliran CSS akan normal.
Bagaimanapun pemeriksaan radiologis merupakan alur menegakkan diagnosis NPH dengan
memperhatikan Evans ratio (rasio antara frontal horns berbanding dengan lebar tulang tengkorak yang
diukur dari tepi bagian dalam calvaria). Demensia non-NPH dengan ventrikulomegali biasanya
berhubungan dengan meningkatnya Evan’s ratio. Ahli radiologi akan memastikan adanya atrofi
2
hipocampus atau adanya peningkatan volume CSF. MRI kepala adalah pemeriksaan penunjang
yang dianjurkan untuk menegakkan diagnosis NPH, khususnya T2-weighted images. CT scan kepala
dapat digunakan jika MRI tidak tersedia. Kedua teknik radiologis tersebut disesuaikan dengan
1
kebutuhan klinis.
Axial nonenhanced CT scan kepala pasien NPH pada level fossa cranial tengah. Pembesaran
bagian temporal pada ventrikel lateral yang tidak proporsional dibandingkan ukuran sulkus
1
normal. Factor progostik negative yang dikenal adalah adanya penyakit serebrovaskuler.
Axial T2-weighted MRI kepala pasien NPH. Tampak pembesaran system ventrikel khususnya
1
atrium ventrikel lateral (V) yang keluar dari ukuran sesuai dengan atrofi sulkus.
Keterbatasan teknik pemeriksaan CT scan dan MRI hanya untuk menilai hidrosefalus dengan
ventrikulosulcal yang tidak seimbang. Pengamatan ini termasuk penilaian subjektif, dan pada pasien
dengan pelebaran beberapa sulkus hanya terdapat ventrikulomegaly minimal, dan pemeriksaan ini
1
tidak sensitive atau tidak spesifik. Terdapat beberapa tes penunjang yang dapat meningkatkan
diagnositik akurat dan perlu dipertimbangkan pada pasien yang dicurigai INPH. Tes tersebut
mencakup CSF tap test, external CSF drainage via spinal drainage, dan CSF outflow resistance
determination. Selain itu, beberapa teknik pemeriksaan radiologic lain telah dicoba investigasi pada
pasien INPH, termasuk single-photon emission CT,PET, nuclear cisternography, dan CSF flow
velocity. Penilaian diagnostik dengan pemeriksaan tersebut tidak dianjurkan dan saat ini pemeriksaan
4
penunjang demikian tidak rutin dilakukan pada pasien INPH. Cisternography, salah satu tes yang
dilakukan untuk diagnosis NPH, menghandalkan monitoring CT terhadap injeksi radionucleotides
kedalam ruang subarachnoid melalui spinal tap. Adanya refluks radionucleotides kedalam ventrikel
8
dipantau menggunakan CT secara berskala lebih 4 kali sehari. Pasien NPH memperlihatkan
reabsorbsi CSF yang rendah, kondisi ini mengakibatkan zat warna radionucleotide tidak akan diabsorbsi
sempurna seperti yang terjadi pada pasien non-NPH. Untuk mereka yang kemungkinan didiagnosis
NPH, dapat pula dilakukan lumbal punksi, pertama, dilakukan tes gaya berjalan yang direkam
selama pasien berjalan 50 langkah dan nantinya rekaman tersebut diputar ulang. Lalu, diaspirasi CSF
sekitar 30 ml, dan kemudian dievaluasi kembali gaya berjalan pasien. Setelah
lumbal punksi, akan menunjukkan perbaikan segera pada pasien yang benar-benar menderita NPH,
meskipun beberapa kasus, dibutuhkan beberapa hari untuk terjadinya perbaikan. Dengan
metode drainase lumbalsecara kontineus, diperbolehkan drainase CSF untuk setiap 2 hingga 3 hari
sekali, dan harus dinilai adanya perbaikan klinis secara periodik. Pemeriksaan ini dipercaya sebagai
2,8
metode yang lebih baik untuk memastikan diagnosis NPH. Tap test CFS disebut juga large volume
lumbal punksi, didapatkan volume saat penarikan 40-50 ml CSF dari rata-rata lumbal punksi. Terjadi
perbaikan gejala setelah pembuangan CSF, kemungkinan menunjukkan respon yang baik terhadap
pemasangan shunt (nilai prediksi positif 73-100%).Tap test CSF memiliki sensitivitas yang
rendah (26-61%), bagaimanapun, dan tes negative tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan
7
diagnosis INPH. tekanan terbuka juga diukur.Range tekanan terbuka INPH adalah 60-240
mmH2O, atau 4,4-17,6 mmHg.Dokumentasi detail pemeriksaan klinis yang didapatkan oleh dokter
atau tenagakesehatan professional lainnya sebelum dan sesudah penarikan CSF sangat
4
dianjurkan. Penilaian respon klinis dari drainase CSF yang lama melalui kateter spinal memiliki
kombinasi sensitivitas yang tinggi (50-100%), spesifitas (60-100%) dan nilai prediksi positif (80-
100%). Metode ini memerlukan perawatan di rumah sakit dan staf perawat yang terlatih berkompeten
dalam managemen drainase CSF external. dan memiliki risiko komplikasi tinggi (infeksi, iritasi serat
saraf). Konsekuensinya, cara ini hanya digunakan secara terbatas di center-center Amerika.
Identifikasi peningkatan abnormal resistensi aliran keluar CSF juga meningkatkan respon yang baik
terhadap pemasangan shunt dibandingkan dengan evaluasi klinis dan radiologis. dan teknik ini lebih
4
umum digunakan di Eropa daripada di Amerika.
2.8 DIAGNOSA BANDING
Gejala nonspesifik pada pasien NPH harus dievaluasi secara hati-hati untuk menghindari
misdiagnositik NPH sebagai kelainan neurologis lain seperti AD, PD, atau demensia vaskuler. Pada
pasien NPH, perubahan gaya berjalan, kesulitan urologis, dan kemunduran fungsi kognitif tidaklah
2
selalu muncul secara dini.
Idiopathic Normal Pressure Hydrocephalus merupakan penyakit pada populasi usia tua, suatu kelompok
usia yang umumnya memang mengalami gejala seperti kesulitan berjalan, demensia, dan inkontinesia
urin, beberapa diagnosis banding perlu dipertimbangkan berdasarkan gejala simtomatik tersebut,
termasuk penyakit neurodegenerative, etiologi vaskuler dan ganguan urologi. INPH adalah satu dari
sekian banyak gangguan yang mempengaruhi gaya berjalan; kondisi umum lainnnya termasuk neuropati
perifer, stenosis lumbal atau servikal, arthritis, penyakit vestibular dan Parkinson. Perbedaan
INPH dan Parkinson dapat membingungkan. Kedua penyakit ini sama-sama dengan gaya berjalan
hipokinetik meperlihatkan langkah pendek, tetapi gambaran spesifik INPH mencakup pola berdiri
dengan gaya kaki lebar dengan kedua telapak kaki berputar arah keluar dan tidak dapat
mengangkat tinggi langkahnya, kemampuan mempertahankan ayunan tangan relative. Selain itu,
penggunaan tongkat external hanya sedikit memperbaiki gaya berjalan pada INPH, sedangkan
4
penggunaan tongkat efektif untuk mengatur dan memperlebar langkah pada pasien Parkinson. Gaya
berjalan abnormal dapat timbul pada pasien NPH maupun pasien arkinson; namun, cara berdiri
pada pasien Parkinson khasnya berdiri sempit (keduatungkai dirapatkan), sedangkan cara berdiri pasien
NPH lebih luas (kedua tungkai
dijarangkan). Pasien NPH sering tidak disertai rigiditas/kekakuan cogwheel (rahang), tidak terdapat
tremor saat istirahat, dan tidak menunjukkan respon terhadap terapi levodopa. Onset dan karakteristik
gangguan gaya berjalan pasien NPH juga berbeda dengan pasien Alzheimer. Gangguan berjalan pada
pasien AD tidak mendahului penurunan kemampuan kognitif sebagai mana terjadi pada pasien NPH.
Selain itu,pasien NPH tidak terdapat apraxia yang khas seperti yang tampak pada pasien
2
Alzheimer. Gangguan traktus urinarius diperburuk oleh perubahan gaya berjalan pada pasien NPH.
Pasien NPH sulit mengontrol kandung kemih hingga terjadi pergeseran dari peningkatan urgency atau
peningkatan frekuensi hingga inkontinensia. Persoalan yang berkaitan kandung kemih bila diamati
pada NPH sama seperti apa yang ditemukan pada pasien AD, PD dan demensia vaskuler, tetapi
tidak dapat berhubungan langsung dengan kondisi tersebut. Jadi, pasien yang datang dengan
keluhan gejala urologi harus selalu dievaluasi kemungkinan adanya infeksi, penyakit
prostat (pada pria), atau inkontinensia stress sebelum mencurigainya disebabkan masalah
2
neurologis. Demensia merupakan gejala klinis umum pada usia tua dan punya banyak penyebab.
merosotnya kemampuan kognitif yang dipantau pada pasien INPH banyak kesamaan pada demensia
subkortikal lainnya, termasuk penyakit Parkinson, diffuse Lewy body disease dan demensia vaskuler.
Jika tidak ditemukan adanya apraxia, agnosia dan aphasia dapat membantu untuk membedakan
INPH dari demensia kortikal, termasuk pula penyakit demensia yang paling umum yaitu
4
Alzheimer's disease. Walaupun perburukan kognitif pada AD, PD, demensia vaskuler dan NPH sama-
sama didapatkan, karakteristik tiap kelainan tersebut berbeda jelas. Lemahnya kognitif pada NPH
khasnya ditandai penurunan kemampuan verbal, skill perencanaan dan tidak ada
inisiatif. Sedangkan masalah prilaku, seperti agitasi, sikap terlalu agresif, beranga-angan, dan
halusinasi, jarang muncul pada pasien NPH.
Meskipun, gejala-gejala ini umumnya muncul pada parkinson, Alzheimer, dan demensia vaskuler.
Panurunan kemampuan kognitif antara pasien Alzheimer biasanya ditandai dengan agnosia dan
afasia, yang secara normal tidak berhubungan dengan pasien NPH. Merosotnya fungsi kognitif akibat
demensia vaskuler khas, dibandingkan berdasarkan munculnya gangguan gaya melangkah pada pasien
dengan stroke. Pada semua pasien stroke, kemampuan kognitif pasien tersebut semakin memburuk,
sedangkan pada NPH, kemunduran ini cenderung berjalan sejajar.
2.9 PENATALAKSANAAN
Medis
Tidak ada bukti definitif untuk terapi farmakologis NPH yang memuaskan. Meskipun
levodopa/carbidopa pernah dilaporkan bermanfaat dalam laporan anekdot (tidak memenuhi syarat
ilmiah), tetapi kemungkinan pasien dengan NPH pada laporan tersebut merupakan penderita
Parkinsons yang salah didiagnosis dan dimasukkan dalam kelompok penderita NPH. Saat ini,
tidak ada bukti definitive bahwa levodopa/cardidopa adalah terapi efektif untuk NPH. Namun demikian,
Pada
pasien miskin yang direncanakan shunt, lumbal punksi secara berulang yang dikombinasikan
1,11
acetazolamide perlu dipertimbangkan. Acetazolamide merupakan pilihan terapi farmakologis untuk
NPH karena Acetazolamide dapat mengurangi sekresi CSF. Walaupun beberapa laporan
merekomendasi penggunaan Acetazolamide sebagai terapi efektif pasien NPH, namun tidak
2
menunjukkan adanya perbaikan klinis sesuai harapan.
Pemberian levodopa mungkin bermanfaat pada penyakit Parkinson idiophatik. Pasien dengan NPH
1
tidak menunjukkan respon menggembirakan terhadap levodopa atau agonis dopamine.
Bedah
Pengobatan NPH dilakukan melalui tindakan pembedahan untuk mengalihkan kelebihan cairan
serebrospinal (CSF). Usaha ini dilakukan dengan cara implant shunt untuk drainase CSF dari
system ventrikel intracranial atau dari runag subarachnoid lumbalis menuju arah distal, seperti ke
peritoneum, cavum pleura atau system vena, dimana ditempat tersebut CSF dapat di reabsorbsi. Shunt
yang umum digunakan saat ini adalah ventriculoperitoneal (VP) dan ventriculoatrial (VA) shunt.
Beberapa faktor perlu dipertimbangkan saat evaluasi pasien untuk pemasangan shunt, termasuk risiko,
rasio keuntungan prosedur, arah kateter proximal atau distal, katub spesifik, dan komplikasi akibat
2,4
shunt. . VP shunt dilakukan dengan menempatkan kateter ke dalam ventrikel dan memasang
sebuah katub dibawah SCALP. Kateter lain, menempus lapisan subkutaneus, mulai dari katub
2
hingga cavum peritoneum, disini CSF didrainase dan siap untuk diabsorbsi (gambar 3). Pemilihan
tempat kateter proximal dan distal dan tipe katub tergantung individu. Kateter proximal
ditempatkan dalam ventrikel, walaupun ruang subarachnoid lumbal dapat digunakan pada
pasien yang mempunyai masalah cedera kepala yang ditakutkan memasukkan kateter ventrikel,
sebagai contoh, seorang pasien dengan riwayat trauma hemisfer kanan, yang dapat mengalami
komplikasi akibat memasukkan shunt kedalam hemisfer kiri akan menyebabkan trauma kepala
bilateral. Tempat kateter distal tergantung penilaian riwayat pembedahan dan anatomi pasien.
Sebagai contoh, riwayat bedah abdomen sebelumnya atau pernah mengalami peritonitis dapat
membuat cavum peritoal kurang sesuai untuk absorbsi CSF. Dalam kondisi demikian, digunakan
4
ventrikuloatrial shunt, pilihan ketiga adalah dengan menempatkan kateter distal ke dalam cavum pleura.
Design katub bervariasi, termasuk differential pressure valves (DPVs), dan flow-limiting valves.
Untuk DPVs, shunt terbuka dan CSF mengalir saat ada perbedaa tekanan melebihi nilai tekanan yang
telah diatur pada katub tersebut. Katub ini dapat dikelompokkan dalam katub bertekanan, rendah,
medium, atau tekanan tinggi. Dengan DPV, perubahan posisi tubuh dari posisi supine miring ke
kanan dapat menyebabkan drainase berlebihan dari CSF karena afek perpindahan gradient tekanan
hidrostatik. (contoh, jarak vertical antara ventrikel dan kateter distal) adalah lebih besar dibandingkan
tekanan untuk terbukanya DPV. Untuk menurunkan drainase akibat pengaruh gaya grafitasi ini,
dikembangkan alat anti-siphon. Flow-limiting valves didesign untuk beroperasi lebih 'fisiologis'
dengan pemeriharan konstanta nilai aliran melebihi range perbedaan tekanan. Aliran melalui katub
ini
diatur oleh peningkatan resistensi terhadap peningkatan tekanan intrakranial. Menurut kondisi
tingginya tekanan intracranial, bagaimanpun, katub ini beroperasi dalam model nilai aliran yang tinggi.
Sebelumnya, tidak ada bukti bahwa sebagian design shunt atau bentuk produk memberi hasil yang
lebih baik dari bentuk lain untuk terapi INPH, dan pemilihan shunt biasanya tergantung pilihan ahli
4
bedah dengan mempertimbangkan faktor-faktor di lapangan saat pemasangan shunt.
Design katub shunt yang terbaru adalah mengembangkan katub yang dapat disesuaikan (adjustable
shunts) atau diprogramkan. Katub ini, yang didesign agar memungkinkan suatu range tekanan diatur
antara 20-200 mmH2O, tergantung model dan pembuatannya, dapat disesuaikan transkutaneus dengan
penggunaan peralatan magnetik. Katub ini memberikan manfaat dalam hal managemen INPH,
karena antara kemungkinan drainase berlebihan atau kurangnya drainase dapat diatur secara noninvasive.
(Gambar 4). Pembatasan penting pada shunt yang dapat disesuaikan (adjustable shunts) mudah
4
dikendalikan melalui bidang magnetic external.
2.10 PROGNOSIS
Gejala NPH biasanya semakin buruk jika tidak mendapat terapi, walaupun beberapa pasien dapat
mengalami perbaikan sementara. Sedangkan tingkat kesuksesan terapi dengan pemasangan shunt
berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya.
Beberapa pasien sembuh sempurna setelah terapi dan kembali hidup normal seperti biasa.
3
Diagnosis dini dan terapi yang sempurna meningkatkan prognosis kesembuhan.
Prognosis secara keseluruhan dari NPH menetap adalah buruk karena kurang menunjukkan
perbaikan pada pasien sekalipun sudah dilakukan pembedahan, hal ini akibat komplikasi yang
berat. Dalam studi Vanneste et al, studi komprehensif menjelaskan pernyataan di atas,
perbaikan hanya 21% pada pasien yang dilakukan shunt. Angka komplikasi kira-kira 28%
meninggal atau morbiditas residual berat mencapai 7% pasien. Langkah yang perlu diperhatikan
1
adalah pemilihan pasien yang baik. Nilai hasil perbaikan bervariasi setelah pemasangan shunt.
Variasi ini dapat dijelaskan karena sebahagian besar menggunakan kriteria dengan metode
seleksi pasien dan penilaian postoperatif berbeda, dan variasi pada periode follow up
lanjutan. Guideline INPH melaporkan angka perbaikan mencapai 30-96%. Sebuah metaanalisis 2001
melaporkan bahwa 59% pasien mengalami perbaikan setelah pemasangan shunt, dan 29%
membutuhkan waktu yang lama untuk perbaikan. Walaupun semua gejala dapat berubah setelah
pemasangan shunt, gaya berjalan adalah gejala yang paling baik mengalami kesembuhan. Kami
mendapatkan 75% pasien mengalami perbaikan salah satu gejala INPH, dan 46% mengalami perbaikan
untuk semua gejala setelah 18 bulan. Seluruhnya, terdapat 93% mengalami perbaikan gaya berjalan,
tetapi demensia dan inkontinensia urin hanya mengalami perbaikan pada sebagian pasien. Waktu
melakukan intervensi sangat penting: kebanyakan studi melaporkan bahwa lamanya masa mengalami
4
gejala INPH berhubungan dengan rendahnya respon yang baik untuk pemasangan shunt. Dari ketiga
gejala klasik tersebut, buruknya kemampuan kognitif sangat sedikit mengalami perbaikan setelah
pengobatan. sekalipun nilai perbaikan yang dilaporkan bervariasi. Kami dan ahli lainnya telah
mengamati adanya perbaikan kognitif yang signifikan pada lebih 50% pasien setelah pemasangan
shunt. Hal ini berbeda dengan hasil pengamatan pada pasien Alzheimer's disease, yang lebih sedikit dari
4
setengah pasien yang menunjukkan respon klinis yang baik terhadap terapi antikolinesterase. Karena
tidak ada tes prognostic yang sesuai untuk tingkat sensitifitas 100%, terdapat pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan setelah pemasangan shunt. Jika hasil CT scan menunjukkan tidak ada masalah
yang membutuhkan intervensi bedah, perlu dievaluasi indikasi yang jelas alasan pemasangan shunt.
Jika shunt terjadi obstruksi, shunt dapat diperbaiki. Jika shunt berfungsi adekuat dan pasien tidak
mengalami perbaikan klinis, mungkin saja pasien tidak hanya mempunyai masalah NPH, atau,
alternatifnya, pasien punya penyakit comorbid berat dimana terapi INPH tidak dapat memperbaiki
4
berbagai keluhan simtomatis pasien.
BAB III
PENUTUP
1. Konsep VP shunt
1.1 Definisi
Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) adalah alat kesehatan yang dipasang
untuk melepaskan tekanan dalam otak. VP shunt direkomendasi bagi
pasien yang menderita hidrosefalus. Kondisi ini disebabkan oleh cairan
serebrospinal (CSF) berlebih yang membuat perluasan ruang dalam otak
(ventrikel) menjadi sangat cepat, sehingga memicu tekanan yang tak
semestinya. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat berujung pada
kerusakan otak.
1.3 Indikasi
Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan
untuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu
banyaknya cairan serbrospinal (hidrosefalus). Cairan dialirkan dari
ventrikel di otak menuju rongga peritoneum. Sejumlah komplikasi dapat
terjadi setelah pemasangan ventriculoperitoneal shunt untuk manajemen
hidrosefalus. Komplikasi ini termasuk infeksi, blok, subdural hematom,
ascites, CSSoma, obstruksi saluran traktus gastrointestinal, perforasi organ
berongga, malfungsi, atau migrasi dari shunt. Migrasi dapat terjadi pada
ventrikel lateralis, mediastinum, traktus gastrointestinal, dinding abdomen,
vagina, dan scrotum.
1.6.2 Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,
pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah
pemeriksa beradaptasi selama 3 menit .Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,
lebar halo dari tepi sinarakan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
1.6.4 Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras
lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior
langsung masuk kedalam ventrikel. Setelah kontras masuk
langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela
telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang
dengan bor pada cranium bagian frontal atau oksipitalis.
Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi.
Di rumahs akit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini
telah ditinggalkan.
1.6.5 Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan
USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang
melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada
penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan system ventrikel hal ini disebabkan oleh
karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi system ventrikel
secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
VP SHUNT
Untuk lebih jelasnya kita lihat dalamnya otak sebagai berikut, jadi
diletakkan dimasukkan melalui ventrikel bagian lateral atau luar