Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2 .1 Angular Cheilitis
Angular cheilitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada sudut mulut yang
ditandai dengan adanya fisur-fisur, retak-retak pada sudut bibir, berwarna kemerahan,
mengalami ulserasi disertai rasa terbakar, nyeri dan rasa kering pada sudut mulut.
Pada kasus yang parah, retakan tersebut dapat berdarah ketika membuka mulut dan
menimbulkan ulser dangkal atau krusta.6,7
Menurut Stannus, lesi ini ditandai dengan adanya fisur-fisur dan eritema pada
sudut mulut yang menyebar sampai ke bawah bibir dan kemungkinan meluas ke
mukosa pipi. Angular cheilitis memiliki nama lain perleche, angular cheilosis dan
angular stomatitis. Istilah perleche sebenarnya digunakan untuk angular cheilitis
yang

disebabkan

defisiensi

vitamin

B kompleks,

namun sekarang

telah

digeneralisasikan untuk semua angular cheilitis dengan berbagai etiologi.7


2.1.1 Etiologi
Etiologi angular cheilitis dapat berupa defisiensi nutrisi, defisiensi imun, infeksi
bakteri dan faktor mekanikal.7 Penyebab angular cheilitis yang menonjol pada anakanak adalah defisiensi nutrisi. Defisiensi nutrisi yang dimaksud biasanya disebabkan
kurangnya asupan vitamin B kompleks (riboflavin), zat besi dan asam folat.8

Universitas Sumatera Utara

Dalam menimbulkan angular cheilitis, setiap faktor etiologi terutama


defisiensi nutrisi berkorelasi dengan kondisi lingkungan, pada anak sekolah yang
paling berpengaruh adalah kondisi lingkungan dalam keluarga dan di sekolah.
Kondisi lingkungan yang dimaksud dapat berupa tingkat sosial ekonomi keluarga,
pengaruh adat dalam keluarga, kebiasaan atau pola makan anak dan pengetahuan
gizi.9
Infeksi bakteri dan faktor mekanikal sebagai etiologi angular cheilitis sering
terjadi pada anak yang mempunyai kebiasaan buruk seperti menjilat sudut bibir dan
menghisap jari. Hal tersebut menyebabkan saliva berkumpul pada sudut mulut dan
tanpa disadari turut menyediakan lingkungan yang sempurna untuk agen infeksi
dalam menyebabkan angular cheilitis.10

2.1.2 Gambaran Klinis


Secara umum angular cheilitis mempunyai simtom utama bibir kering, rasa
tidak nyaman, adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur (celah) yang diikuti dengan
rasa terbakar pada sudut mulut. Yang paling sering sebagai daerah eritema dan udema
yang berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa atropi, eritema, ulser,
krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi eksudasi yang berulang. Reaksi jangka
panjang, terjadi supurasi dan jaringan granulasi.6,8,11
Pada pasien angular cheilitis yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi
dapat terlihat penipisan papilla lidah (depapillated tongue) dikarenakan defisiensi
besi. Lidah yang merah dan berkilat (depapillated glossy red tongue) pada pasien

Universitas Sumatera Utara

dengan defisiensi asam folat, atau lidah ungu kemerahan (reddish-purple depapillated
tounge) pada defisiensi vitamin B. Angular cheilitis yang disertai alopesia, diare dan
ulserasi oral non-spesifik yang biasanya terdapat di lidah dan mukosa bukal, dapat
diduga dikarenakan defisiensi seng.11,12

Gambaran klinis angular cheilitis pada anak.


( Gambar sebelah kiri angular cheilitis disertai depapillated tongue)13

Universitas Sumatera Utara

2.2 Defisiensi Nutrisi


Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), defisiensi nutrisi adalah
ketidakseimbangan selular antara suplai makanan dan energi dengan kebutuhan tubuh
untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi spesifik.14
Defisiensi nutrisi yang sering terjadi pada pasien penderita angular cheilitis
antara lain ialah defisiensi vitamin B2 (riboflavin), B6 (piridoksin), B12 (kobalamin),
zat besi, dan asam folat. Sumber vitamin dan mineral tersebut banyak terdapat pada
buah, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran, khususnya sayuran hijau.15
Masukan makanan yang tidak seimbang sebagai hasil dari kondisi rumah
tangga yang buruk merupakan salah satu penyebab defisiensi nutrisi pada anak,
UNICEF juga menyatakan bahwa kebiasaan makan yang tidak baik sama
berperannya dalam menyebabkan defisiensi nutrisi. Data Dinas Kesehatan DKI
Jakarta menunjukkan bahwa terdapat 6.516 anak usia sekolah yang kekurangan gizi
sepanjang tahun 2006 dan 2,38% dari 281.131 anak usia sekolah di lima wilayah Ibu
Kota DKI Jakarta menderita kurang gizi.16 Selain faktor ekonomi, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang nutrisi yang baik dapat menyebabkan kurangnya
kualitas asupan gizi mereka, masyarakat tidak mengerti bagaimana memilih makanan
yang berkualitas baik dengan harga murah yang dapat di konsumsi. Masyarakat tidak
memanfaatkan sumber yang tersedia dengan baik karena kekurangan informasi atau
pengetahuan mengenai bagaimana cara pemberian makanan sehingga mereka lebih
mengutamakan rasa kenyang tanpa memperhatikan kualitas dan variasi makanan.
Penyebab lain terjadinya defisiensi nutrisi ialah pengaruh adat dan kebiasaan

Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang tidak sesuai dengan praktek mengenai cara pemberian makanan
yang benar.17
Defisiensi nutrisi pada anak dapat dinilai dengan mengukur lingkaran lengan
atas (LLA). LLA mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot, dapat
digunakan untuk identifikasi anak dengan gangguan gizi atau pertumbuhan.
Keuntungan penggunaan LLA ini adalah alatnya murah, dapat dibuat sendiri, mudah
dibawa dan cepat penggunaannya.18

Tabel 1. Ukuran Lingkar Lengan anak Usia 6-17 Tahun


Lingkaran lengan (cm)
Baku
90% Baku
80% Baku
70% Baku
60% Baku

6
17.3
17.3
15.6
15.5
13.8
13.8
12.1
12.1
10.4
10.4
7
17.8
17.8
16.0
16.0
14.2
14.2
12.5
12.5
10.7
10.7
8
18.4
18.4
16.5
16.6
14.7
14.7
12.9
12.9
11.0
11.1
9
19.0
19.1
17.1
17.2
15.2
15.3
13.3
13.4
11.4
11.5
10
19.7
19.9
17.7
17.9
15.8
15.9
13.8
13.9
11.8
11.9
11
20.4
20.7
18.4
18.6
16.3
16.7
14.3
14.5
12.2
12.4
12
21.2
21.5
19.1
19.3
16.9
17.2
14.8
15.0
12.7
12.9
13
22.2
22.4
20.0
20.2
17.7
17.9
15.5
15.7
13.3
13.4
14
23.2
23.2
20.9
20.9
18.6
18.5
16.3
16.2
13.9
13.9
15
25.0
24.4
22.5
20.0
20.0
19.5
17.5
17.1
15.0
14.6
16
26.0
24.7
23.4
22.2
20.8
19.7
18.2
17.3
15.6
14.8
17
26.8
24.9
24.1
22.3
21.4
19.9
18.8
17.4
16.1
15.5
(Dikutip dari: "The assessment of nutritional status of the community" oleh Jelliffe, WHO
1966)18
Usia
(thn)

Nilai pada kolom Baku dan 90% Baku merupakan parameter LLA yang
dimana menunjukkan status gizi yang baik. Nilai pada kolom 80% Baku, 70% Baku,

Universitas Sumatera Utara

60% Baku menunjukkan status kekurangan gizi. Kolom 80% Baku merupakan
kekurangan nutrisi cukup. Kolom 70% Baku merupakan kekurangan nutrisi sedang
dan kolom 60% Baku merupakan parameter kekurangan nutrisi buruk. Pada setiap
tingkatan status gizi tersebut dibedakan ukuran untuk anak laki-laki dan perempuan.18

2.3 Kebiasaan atau Pola Makan Anak Usia Sekolah


Pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian
anak-anak mulai masuk kedalam dunia baru, dimana mulai banyak berhubungan
dengan orang-orang diluar keluarganya. Hal ini dapat mempengaruhi kebiasaan
makan mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan-kegembiraan di sekolah,
menyebabkan anak-anak menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah
diberikan orang tua kepada mereka.19
Pada usia 7-9 tahun anak pandai menetukan makanan yang disukai karena
mereka sudah mengenal lingkungan. Untuk itu perlu pengawasan dari orang tua
supaya tidak salah memilih makanan karena pengaruh lingkungan. Disini anak masih
dalam tahap pertumbuhan sehingga kebutuhan gizinya harus tetap seimbang. Banyak
makanan yang dijual dipinggir jalan atau tempat umum hanya mengandung
karbohidrat dan garam yang hanya akan membuat cepat kenyang dan banyak disukai
anak, sayangnya hal ini bisa mengganggu nafsu makan anak dan jika hal ini dibiarkan
berlarut-larut akan dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan tubuhnya.19
Pola makan pada anak usia 10-12 tahun sudah harus dibagi dalam jenis
kelaminnya mengingat kebutuhan mereka yang berbeda. Anak laki-laki lebih banyak

Universitas Sumatera Utara

melakukan aktivitas fisik sehingga memerlukan kalori yang lebih banyak


dibandingkan anak perempuan. Pada usia ini biasanya anak perempuan sudah
mengalami masa haid sehingga memerlukan lebih banyak protein dan zat besi dari
usia sebelumnya.19,20
Pada dasarnya kebiasaan makan pada anak telah terpola pada masa
pertumbuhan. Salah satu teori mengenai terbentuknya kebiasaan makan pada anak
dikemukakan oleh Lund & Burk dalam a analysis of childrens food consumption
behavior model, atau model Lund & Burk. Dalam model tersebut kebiasaan makan
pada anak dimulai dari dorongan dasar(motivasi) yang kemudian dinyatakan dalam
bentuk tindakan makan.21
Pada penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner untuk mengukur
kebiasaan atau pola makan anak usia sekolah. Pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner tersebut meliputi frekuensi makan dalam satu hari, keteraturan makan,
menu makan sehari-hari, kebiasaan makan bersama keluarga, kebiasaan sarapan pagi,
kebiasaan minum susu, konsumsi makanan jajanan dan makanan selingan. Setiap
pertanyaan memiliki tiga pilihan dan setiap pilihan tersebut mengandung poin.
Pilihan pertama mengandung 2 poin, pilihan kedua mengandung 1 poin dan pilihan
ketiga 0 poin. Jika jumlah poin 11-15 termasuk kategori kebiasaan atau pola makan
baik. Poin 6-10 termasuk kategori pola makan sedang atau cukup baik. Poin 1-5
merupakan kategori pola makan buruk.

2.4 Pengetahuan Gizi Anak Usia Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Pengetahuan gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan


sumber zat-zat gizi. Pengetahuan gizi anak dapat diperoleh baik secara internal
maupun eksternal. Untuk pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal
dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup sedangkan secara eksternal yaitu
pengetahuan yang berasal dari orang lain, misalnya dari orang tua si anak.
Pengetahuan gizi yang dimiliki orang tua secara tidak langsung akan diterapkan
terhadap anak, sehingga anak memiliki pengetahuan tentang gizi. Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama. Apabila dalam sebuah keluarga
telah terpenuhi kebutuhan gizinya, pola makan serta kebiasaan makan yang baik,
maka secara tidak langsung akan mempengaruhi pengetahuan anak tentang gizi.
Selain itu, anak-anak juga mendapatkan pengetahuan gizi dari pendidikan sekolah.22
Pengetahuan gizi anak dinilai dengan menggunakan kuesioner yang terdiri
atas 18 pertanyaan. Setiap pertanyaan harus dijawab dengan pilihan Ya dan
Tidak. Untuk pilihan Ya mengandung 2 poin dan Tidak mengandung 1 poin.
Jumlah poin 13-18 merupakan kategori pengetahuan gizi baik atau tinggi. Jumlah
poin 7-12 kategori pengetahuan gizi sedang atau cukup baik. Poin 1-6 merupakan
kategori pengetahuan gizi buruk atau rendah.

2.5 Pengaruh Adat Terhadap Nutrisi Anak


Pengaruh budaya juga sangat menentukan status kesehatan anak, dimana
terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dengan pengetahuan. Budaya di
masyarakat dapat menimbulkan penurunan kesehatan anak, misalnya ada makanan

Universitas Sumatera Utara

pantangan dalam keluarga atau anggapan bahwa status anak perempuan lebih rendah
daripada anak laki-laki. Selain itu, terdapat beberapa budaya di masyarakat yang
dianggap baik oleh masyarakat padahal budaya tersebut justru menurunkan kesehatan
anak. Sebagai contoh, anak yang badannya panas akan dibawa ke dukun dengan
keyakinan terjadi kesurupan, kebiasaan memberikan pisang pada bayi baru lahir
dengan anggapan anak cepat besar dan berkembang, atau anak tidak boleh makan
daging dan telur karena dapat menimbulkan penyakit cacingan. Berbagai contoh
budaya yang ada dalam masyarakat tersebut sangat besar mempengaruhi derajat
kesehatan anak, mengingat anak pada usia sekolah merupakan pada masa
pertumbuhan dan perkembangan yang tentunya memerlukan nutrisi yang cukup.23
Ketaatan beragama juga berpengaruh penting dalam kebiasaan makan bagi
pemeluk agama tertentu. Dilaporkan bahwa pembatasan pola makan atau makanan
pantangan diterapkan oleh 80-95% kelompok populasi yang berasal dari Asia.
Kelompok utamanya ialah umat Muslim, Hindu, Adven dan Sikh. Ketaatan pada
praktek beragama sebagai bagian dari iman memiliki peran yang penting dalam
mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga.24
Dalam kuesioner, pengaruh adat dan budaya dapat diketahui berupa frekuensi
subjek dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan, apakah menggunakan pelayanan
dukun atau puskesmas dan rumah sakit. Dilakukan juga penilaian prinsip diet atau
makanan pantangan yang dianut dalam keluarga dan jenis makanan yang termasuk
dalam diet tersebut. Jika subjek memiliki prinsip diet atau makanan pantangan,
dalam kuesioner diberikan pilihan apakah makanan pantangan tersebut berasal dari

Universitas Sumatera Utara

golongan karbohidrat, protein nabati, protein hewani, sayur-sayuran dan buahbuahan. Untuk setiap golongan disebutkan jenis makanan yang termasuk dalam diet
keluarga. Poin 4-5 menunjukkan pengaruh adat atau budaya yang tinggi. Poin 2-3
menunjukkan pengaruh adat sedang dan poin hanya 1 berarti pengaruh adat yang
rendah.

2.6 Kerangka Teori

Tingkat
Sosial Ekonomi

Kebiasaan
atau pola
makan

Pengetahuan
Gizi

Pengaruh adat,
budaya dan
agama

Defisiensi Nutrisi

Defisiensi vitamin B
kompleks, asam folat dan
zat besi

Angular Cheilitis
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai