Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Rongga mulut mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai mastikasi, fonetik, dan

juga estetik. Hal tersebut mengakibatkan rongga mulut merupakan tempat paling rawan

dari tubuh karena merupakan pintu masuk berbagai agen berbahaya, seperti

produk mikroorganisme, agen karsinogek, selain rentan terhadap trauma fisik, kimiawi,

1
dan mekanis.

Berdasarkan penjelasan diatas, walaupun pengetahuan dan teknologi dalam

bidang kedokteran gigi semakin berkembang, namun berbagai penyakit gigi dan mulut

juga emakin beragam. Berbagai penyakit yang bisa dikatakan masih awam atau asing

pada mayarakat harus segera disosialisasikan agar pencegahan dan penyembuhannya

dapat diterapkan pada masyarakat. Tetapi, penyakit- penyakit yang sudah tidak

asing lagi tetap menjadi polemik dalam bidang kedokteran gigi, karena tidak jarang kita

temukan masyarakat yang pengetahuannya masih sangat minim untuk mencegah

maupun terapi penyakit tersebut.

Mulut merupakan pintu gerbang pertama di dalam sistem pencernaan. Makanan

dan minuman akan diproses didalam mulut dengan bantuan gigi- geligi, lidah,

saliva, dan otot. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu

upaya
1
meningkatkan kesehatan. Mulut bukan sekedar pintu masuk makanan dan minuman,

tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan

mulut bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Masyarakat akan sadar pentingnya

kesehatan gigi dan mulut ketika terjadi masalah atau ketika terkena penyakit.

Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang

kesehatan
2
seseorang.

Salah satu penyakit yang sudah tidak asing lagi ialah stomatitis. Stomatitis

dapat disebabkan oleh rangsangan mekanik, termal, kimia, dan fisik. Selain itu

juga disebabkan karena malnutrisi, diabetes, dan sistem hemopoietik. Faktor- faktor

lainnya yang meyebabkan stomatitis adalah protesa yang tidak tepat, benda asing,

2
makan atau minum yang panas, pengaruh alkali dan juga asam.

Stomatitis dapat menyerang segala usia termasuk pada anak. Kesadaran anak

dalam menjaga kesehatan rongga mulutnya tentu masih sangat rendah, dimana faktor

peran orangtua merupakan hal yang dominan. Peran serta orangtua sangat diperlukan

dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas

kepada anak agar dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu, orangtua

mempunyai peran yang cukup besar dalam mencegah terjadinya berbagai penyakit

gigi
3
dan mulut pada anak.

Salah satu jenis stomatitis yaitu angular cheilitis. Angular cheilitis

merupakan lesi yang ditandai dengan keretakan atau fisur pada sudut mulut. angular

cheilitis disebut juga cheilitis, angular stomatitis atau perleche dimana penderitanya

2
mencapai jutaan diseluruh dunia. angular cheilitis juga ditandai dengan ulser yang

merah dan sudut bibir

3
pecah- pecah. Meskipun tidak membahayakan kehidupan atau benar- benar

menular, ulser pada sudut bibir ini sangat mengganggu estetik dan membuat penderita

4
malu dan memberikan dampak sosial.

Ada berbagai alasan mengapa angular cheilitis terjadi. Hal ini dapat disebabkan

oleh infeksi jamur atau infeksi bakteri atau virus, dan malnutrisi atau kekurangan gizi.

angular cheilitis sering terjadi pada anak dikarenakan kekurangan gizi. Kekurangan

5
gizi memiliki dampak yang besar, salah satunya gangguan kesehatan.

Kesehatan adalah hak asaasi manusia, oleh karena itu menjadi suatu keharusan

bagi semua pihak untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan

demi kesejahteraan masyarakat. Masalah gizi masyarakat masih memerlukan

perhatian. Hal ini diketahui dari masih tingginya status gizi kurang pada anak. WHO

memperkirakan bahwa anak- anak yang kekurangan gizi sejumlah 181,9 juta (32%) di

Negara yang sedang berkembang. Di Asia Selatan bagian tengah dan Afrika

Timur, kira- kira setengah dari anak- anak mempunyai kemunduran pertumbuhan,

dibandingkan dengan
5
umurnya.

Penyebab utama lamanya penurunan prevalensi ialah karena rendahnya

kesadaran masyarakat terhadap upaya perbaikan gizi. Masalah gizi terjadi di

setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa

dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena

pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.

Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat

dipulihkan walapun kebutuhan

4
gizi pada masa selanjutnya
5
terpenuhi.

5
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi

penerus bangsa. Kualitas sumber daya manusia bangsa di masa depan ditentukan oleh

anak- anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan

sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah

yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik

serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan

makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul

masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang.

Penyimpangan

ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh anak
4,5

Kekurangan gizi merupakan penyebab terjadinya angular cheilitis. Kekurangan

vitamin B-2 (riboflavin), vitamin B-3 (niacin), Vitamin B-6 (pyridoxine), atau

vitamin B-12 (cyanocobalamin) dan kekurangan zat besi dapat menyebabkan seorang

6
anak mengalami angular cheilitis.

Anak- anak yang menderita angular cheilitis akan mengalami gangguan

psikologi. Mereka akan terisolasi dan tak seorangpun ingin berbicara dengan mereka

karena mereka berbeda. Perilaku ini akan memberikan dampak serius pada

perkembangan psikologis anak karena kepercayaan diri anak akan turun. Implikasi

psikologis dari kondisi kulit bisa cukup mendalam ketika pasien tersebut adalah anak –

6
anak.

6
Karena itu, mengetahui hubungan status gizi dan Angular cheilitis dapat

membantu pencegahan terhadap angular cheilitis. Penelitian dilakukan di puskesmas

dengan keadaan status gizi anak yang bervariasi. Hal ini dimaksudkan untuk melihat

pengaruh status gizi terhadap angular cheilitis.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut “Hubungan Status Gizi dengan Angular Cheilitis pada Anak”

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui Hubungan Status Gizi dengan Angular Cheilitis pada Anak

1.4 MANFAAT PENELITIAN

a. Bagi peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman

langsung dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.

b. Bagi masyarakat

Menjadi bahan masukan dalam mengetahui hubungan status gizi dengan

angular cheilitis

7
c. Bagi instansi terkait

Menjadi bahan masukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan mulut

dan upaya kesehatan gigi dan mulut anak usia sekolah dasar.

1.5 HIPOTESIS

Ada Hubungan Status Gizi dengan Angular Cheilitis

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Angular Cheilitis

Angular cheilitis atau perleche ialah reaksi inflamasi pada sudut bibir mulut

yang sering dimulai dengan penyimpangan mukokutaneus dan berlanjut hingga ke

kulit. Angular cheilitis ini dikarakteristik oleh kemerahan yang menyebar, bentuknya

seperti fisur- fisur, kulit yang nampak terkikis, ulser yang permukaannya berlapis dan

7
disertai dengan gejala yang subjektif seperti rasa sakit, rasa terbakar, dan nyeri.

Gejala awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut dan terlihat

tampilan kulit yang meradang dan bintik merah. Pada awalnya, hal ini tidak

berbahaya, tetapi akan terasa nyeri di sudut mulut dan mudah berdarah yang

dikarenakan oleh gerakan mulut seperti tertawa ataupun berbicara. Tingkat

keparahan inflamasi ini ditandai dengan retakan sudut mulut dan beberapa pendarahan

8
saat mulut dibuka. Hal ini terlihat pada gambar1.

Gambar 1. Angular Cheilitis


(Sumber: Barbara Herb. Angular Cheilitis natural
care(intenet).Available
from:http://www.barbaraherb.com/ac.html. Accessed 25 dec 2010)

9
Angular cheilitis menjadi masalah yang serius karena perkembangannya yang

cepat, karena itu tidak boleh ada keterlambatan dalam pengobatan jika gejala angular

cheilitis telah terjadi dan sangat jelas. Hal ini tidak terbatas pada kelompok

usia tertentu, dimana kondisi ini telah mempengaruhi anak- anak dan orangtua. Baik

anak- anak maupun remaja dapat terkena angular cheilitis tanpa melihat jenis

kelamin. Usia
7
yang paling sering ialah decade 4,5, dan 6.

Kasus unilateral pada angular cheilitis sering terjadi dikarenakan trauma

perawatan dental dan trauma pada sudut bibir, sedangkan kasus bilateral terjadi jika

penderita dengan penyakit sistemik seperti anemia, diabetes mellitus, dan infeksi

monomial yang kronis. Lama penyakit bisa bervariasi dari beberapa hari hingga

7
beberapa tahun, tergantung etiologinya.

2.2 Etiologi Angular Cheilitis

Ada beberapa faktor yang menyebabkan angular cheilitis, yaitu:

A. Kandidiasis

Kandidiasis adalah infeksi jamur yang berwarna merah dan krem yang awalnya

terlihat seperti bercak terbentuk pada permukaan lembab dimulut dan bisa

menyebabkan rasa sakit. Kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan menelan dan

mengubah indera perasa. Kandidiasis lebih sering terjadi pada anak yang masih

muda dan orangtua dan juga pada orang yang sistem imunnya sangat rendah. Hal ini

bisa dipicu oleh perawatan antibiotik, yang dapat mengganggu aktivitas normal bakteri

10
mulut. Jika antibiotik adalah

11
etiologinya, dokter gigi harus segera mengurangi dosis atau mengubah pengobatan.

8
Anti jamur dapat digunakan untuk mengobati kondisi gangguan kesehatan ini.

B. Trauma

Ada banyak penyebab trauma pada rongga mulut, seperti mekanik, kimia, dan

termal. Trauma mekanis bisa disebabkan oleh:

1. Trauma cups yang tajam

2. Peralatan ortodonti

3. Menggigit bibir atau pipi

Diagnosa jenis ini biasanya tidak sulit tergantung pada posisi, bentuk dan

ukuran ulserasi yang harus sesuai dengan penyebab yang dicurigai. Ulserasi biasanya

mulai sembuh dalam 10 hari. Jika penyembuhan tidak terjadi maka penyebab lain dari

9
ulserasi harus dicurigai.

C. Gigi Tiruan

Gigi tiruan termasuk etiologi yang sering terjadi, dimana ketidaknormalan

anatomi dari pemasangan gigi tiruan penuh atau sebagian dengan stabilitas yang tidak

baik, kehilangan vertikal dimensi atau lingual yang terletak pada gigi anterior,

kehilangan gigi posterior, atrisi, dan kehilangan gigi tanpa memakai gigi tiruan. Pada

kasus ini, pasien sering mengalami bilateral angular cheilitis dan dengan periode yang

lama. Selain itu, gigi tiruan yang tidak terpasang dengan baik dapat

menyebabkan penutupan mulut yang kurang tepat sehingga menyebabkan saliva

memenuhi sudut

12
mulut dan terjadi infeksi. Bagian- bagian yang tajam dan celah yang dihasilkan

oleh gigi tiruan yang tidak pas dapat menyebabkan angular cheilitis. Selain itu, gigi

tiruan yang tidak pas dapat menyebabkan saliva menumpuk pada sudut mulut dan

infeksi. 8

D. Status Gizi Anak

Angular cheilitis disebabkan oleh kekurangan zat besi dan beberapa jenis

vitamin. Kekurangan gizi paska usia dini mempunyai dampak yang buruk pada

masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat

produktivitas yang lebih rendah. Dampak kekurangan gizi pada usia dini makin

menjadi penting bila memperhatikan analisis berbagai data yang ada. Hasil-

hasil analisis tersebut memperkuat hipotesa mengenai besarnya peranan kekurangan

gizi pada usia dini terhadap terjadinya penyakit degenerative pada dewasa yang

justru merupakan usia


10
produktif.

Kekurangan gizi paska masa anak- anak selalu dihubungkan dengan vitamin dan

mineral yang spesifik, yang berhubungan dengan mikronutrien tertentu. Konsekuensi

10
defisiensi mikronutrien selama masa anak- anak sangat berbahaya.

1.Defisiensi Zat Besi

Defisiensi zat besi dapat menyebabkan angular cheilit is

mengganggu perkembangan mental dan motorik anak dan juga menyebabkan

anemia. Mengingat tingginya prevalensi defisiensi zat gizi tertentu serta efek

13
negatifnya, maka suplementasi zat gizi seperti zat besi pada anak- anak akan sangat

bermanfaat, khususnya karena

14
secara praktis sulit meningkatkan zat gizi yang adekuat dari pola makan bayi yang ada

selama ini. Beberapa makanan yang diberikan pada anak cenderung menghambat

penyerapan zat besi seperti asam filtrat yang terkandung di dalam padi- padian dan

11
susu sapi yang dapat menurunkan absorbsi zat besi.

Sampai saat ini, anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah gangguan

nutrisi yang paling umum di dunia dan mempengaruhi lebih dari 700 juta orang d i

dunia. ADB lebih banyak terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia.

Diperkirakan pada negara berkembang terjadi sebesar 36% atau sekitar 1,4 milyar

populasi. Walaupun pada pria dewasa juga memiliki resiko terjadinya ADB, namun

resiko terbesar adalah pada masa bayi, prasekolah, remaja, dan wanita usia

11
reproduktif.

Diet zat besi ditemukan terutama dalam daging. Zat besi sangat penting untuk

mengangkut oksigen dan respirasi intraseluler, yang melekat dibeberapa enzim.

Kebanyakan zat besi hadir dalam hemoglobin, beberapa disimpan dalam mkrofag

dalam hati dan limpa sebagai feritin dan haemosiderin. Zat besi diangkut sebagai

transferin. Defisiensi dapat timbul dari penyebab makanan atau serapan, tetapi biasanya

merupakan konsekuensi dari kehilangan darah yang kronis. Kekurangan zat besi

berpengaruh cepat,

dan membagi sel- sel seperti sumsum tulang dan mukosa otal.
10,11

Hipokrom mikrositik merupakan hasil anemia. Serum besi dan feritin

serum tingkat rendah. Manifestasi oral mukosa kekurangan zat besi yang umum dan

termasuk glossitis, stomatitis angular, dan burning mouth sindrom. Atrofi glossitis

ditemukan di hingga 40% dari pasien yang kekurangan zat besi. dan angular cheilitis
15
sebesar 15 %

16
dari pasien yang kekurangan zat besi. Sekitar sepertiga dari pasien memiliki lidah yang

10,11
terasa sakit.

Zat besi (Fe) merupakan mironutrien yang esensial dalam memproduksi

hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari paru- paru ke

jaringan tubuh, mengangkut elektron dalam sel dan dalam mensintesis enzim yang

mengandung zat besi dibutuhkan untuk menggunakan oksigen selama

11,12
memproduksi energ i selluler.

Keseimbangan zat besi ditentukan oleh simpanan zat besi di dalam tubuh,

absorbsi zat besi dan zat besi yang hilang. Sedikitnya 2/3 zat besi dalam tubuh

merupakan zat besi yang bersifat fungsional, kebanyakan dalam bentuk hemoglobin.

Selama masa sirkulasi sel darah merah, beberapa sebagai mioglobin di dalam sel

otot dan sebagian ada didalam enzim yang mengandung zat besi. Paling banyak sisa zat

besi dalam tubuh disimpan dalam bentuk cadangan zat besi (bentuk ferritin dan

hemosiderin) yang berfungsi sebagai cadangan zat besi yang rendah yang disebabkan

karena zat besi

digunakan untuk pertumbuhan dan pertambahan volume


11,12
darah.

Defisiensi zat besi merupakan kekurangan zat gizi yang biasa terjadi di negara

berkembang dan industri. Apabila tubuh mengalami kekurangan zat besi, dapat

menyebabkan anemia. Anemia defisiensi zat besi adalah keadaan penurunan

konsentrasi hemoglobin dalam darah sampai kadar dibawah 11 g/dl. Cut off point

11,12
hemoglobin anak usia 6 bulan- 6 tahun adalah 11 gr%.

Konsekuensi anemia defisiensi zat besi diakui memberi pengaruh terhadap

metabolisme energi dan fungsi kekebalan yang akan berpengaruh pada fungsi
17
kognitif

18
dan perkembangan motorik. Defisiensi zat besi juga berhubungan dengan menurunnya

fungsi kekebalan yang diukur dengan perubahan dalam beberapa komponen

sistem kekebalan yang terjadi selama defisiensi zat besi. Konsekuensi dari perubahan

fungsi kekebalan adalah resistensi terhadap penyakit infeksi. Pada anak- anak

defisiensi zat besi berhubungan dengan kelesuan, daya tangkap rendah,

mudah marah dan

menurunnya kemampuan
10,11,12
belajar.

Kelompok Umur (gr/dl)

Anak , Dewasa 6 bulan s/d 6 tahun, 6 1112

tahun s/d 14 tahun

Laki- laki 13

wanita 12

Wanita hamil 11

Tabel 1. Batas normal kadar hemoglobin. Sumber:Nasution N. Efek suplementasi zinc


dan besi pada pertumbuhan anak.J USU;2008;113 (75);p.82-96

Defisiensi zat besi umumnya terjadi pada usia 6-12 bulan atau 1-2 tahun, yaitu

70% kebutuhan zat besi pada usia 6- 12 bulan dan 50% kebutuhan zat besi pada usia 1-

2 tahun terjadi saat pertumbuhan jaringan yang cepat. Pada tahun pertama kehidupan,

kebutuhan sseorang bayi untuk mengabsorbsi zat besi sama besarnya dengan

11
kebutuhan seorang laki- laki dewasa, yang mana hal ini sulit untuk dipenuhi.

Prevalensi tertinggi defisiensi zat besi terjadi bersamaan dengan saat terakhir

pertumbuhan otak anak (6-24 bulan), yaitu pada saat terbentuknya kemampuan
19
kognitif

20
dan motorik. Kandungan zat besi dalam otak pada saat lahir hanya 10 % dan 50% pada

usia 10 tahun. Banyak penelitian menunjukkan bahwa anak- anak yang menderita

defisiensi zat besi hasil tes psikomotornya kurang baik dibandingkan anak- anak yang

11,12
tidak anemia.

Selain itu, jika terjadi defisiensi zat besi pada usia 6- 24 bulan yaitu, pada saat

terjadi pertumbuhan yang pesat dengan konsekuensi dapat mengganggu penggunaan

11,12
energi dan pertumbuhan fisik.

2. Defisiensi Vitamin B

Berbagai jenis vitamin B memiliki peran penting terhadap terjadinya angular

cheilitis.

a) Defisiensi Vitamin B 12

Kekurangan yang paling dikenal adalah vitamin B12. Vitamin ini

ditemukan terutama di hati, telur, daging, dan susu. Kekurangan vitamin B12

biasanya terlihat pada anemia pernisiosa, yang terdapat kekurangan faktor intrinsik

lambung yang dibutuhkan untuk penyerapan vitamin B12. Glossitis dan stomatitis

dapat disebabkan dari kekurangan vitamin B12. Ujung lidah memerah pada tahap

awal kekurangan dan pada akhirnya menyebar dengan fissuring yang disebut

dengan atrofi papiler. Angular stomatitis, apthae, dan lesi erosi juga dapat

dilihat.
13
Beberapa pasien mungkin memiliki burning mouth sindrom.

21
Vitamin B12 diperlukan sebanyak 2 mikro-gram perhari. Sumber utama

vitamin B12 hanya ditemukan di dalam daging hewan dan prduk- produk hewani.

Orang yang hanya makan sayuran dapat melindungi diri sendiri melawan

defisiensi dengan menambah konsumsi susu, keju,dan telur. Hal ini berarti

sekitar satu cangkir susu atau satu butir telur untuk satu harinya. Untuk seorang

vegetarian yang tidak memakan semua produk dari hewan dapat memperoleh

sumber vitamin B12 dari susu kedelai atau ragi yang sudah ditumbuhkan dalam

lingkungan yang kaya


13,14
akan vitamin B12.

Gambar 2. Telur
(sumber:Koop J. Nutrition for human(internet).
Available
from:http://www. naturalfood.com/ac.html. Accessed 27 Dec 2010)

Fungsi vitamin B12 berperan penting pada saat pembelahan sel yang

berlangsung dengan cepat. Vitamin B12 juga memelihara lapisan yang mengelilingi

dan melindungi serta syaraf dan mendorong pertumbuhan normalnya. Selain itu

juga berperan dalam aktivitas dan metabolisme sel- sel tulang. Vitamin B12 juga

22
dibutuhkan

23
untuk melepaskan folat, sehingga dapat membantu pembentukan sel- sel darah merah.
13,14

Kekurangan vitamin B 12 dapat menyebabkan kekurangan darah (anemia), yang

sebenarnya disebabkan oleh kekurangan folat. Tanpa vitamin B12, folat tidak

dapat berperan dalam pembentukan sel- sel darah merah. Gejala kekurangan lainnya

adalah sel- sel darah merah menjadi belum matang (immature) yang menunjukkan

sintesis DNA yang lambat. Kekurangan vitamin B12 dapat juga mempengaruhi system

syaraf, berperan pada regenerasi syaraf peripheral, mendorong kelumpuhan. Selain

itu juga
11,13,14
dapat menyebabkan hipersensitif pada kulit.

2.Vitamin B2 (Riboflavin)

Riboflavin yang dibutuhkan dalam tubuh ialah sebesar 0,6 mg/1000 kkal

perhari. Jadi sekitar 1,2 mg perhari untuk 2000 kkal diet. Anak- anak dan wanita hamil

membutuhkan tambahan riboflavin karena vitamin ini penting untuk pertumbuhan.

Riboflavin ditemukan dalam sayuran, daging, susu, dan ikan. Berfungsi sebagai

pembentukan dua koenzim, flavin adenine dinukleotida dan flavin

mononukleotida,
13,14
terlibat dalam metabolisme oksidatif.

Sumber- sumber utama vitamin B2 ialah susu dan produk- produk susu,

misalnya keju, merupakan sumber yang baik untuk riboflavin. Untuk itu

ketersediaannya dalam makanan sehari- hari sangat penting. Hampir semua sayuran

hijau dan biji- bijian mengandung riboflavin; brokoli, jamur dan bayam merupakan

24
13,14
sumber yang baik.

25
Gambar 3. Makanan mengandung vitamin B2
(Sumber:James C. Healthy food(Internet). Available from
:http://www. dishes.com/ac.ht ml.
Accessed 20 Dec 2010)

Kekurangan vitamin B2 terutama terlihat dalam pecandu alcohol, dan mengarah

ke dermatitis seboroik, vaskularisasi kornea, dan anemia dan manifestasi mukosa mulut

serupa dengan mereka kekurangan vitamin B 12. Angular cheilitis,glossitis dan ulserasi

10,13,14
oral telah dicatat dalam kekurangan vitamin B2.

3. Vitamin B3 (Niaci)

Niasin sebesar 6,6 mg NE (Niacin equivalents)/1000 kkal atau 13 mg

dibutuhkan perhari oleh manusia. NE merupakan jumlah niasin yang diperoleh dalam

makanan, termasuk niasin yang secara teori dibuat dari prekusor asam amino

14,15
tryptophan. 60 mg tryptophan dapat menghasilkan 1 mg niasin.

Sumber utama vitamin B3 ialah daging, unggas (ayam, itik) dan ikan merupakan

sumber utama niasin, sama halnya roti dan sereal (biji- bijian) yang telah diperkaya.

Jamur, asparagus dan sayuran hijau merupakan sumber yang paling baik. Fungsi

vitamin ini ialah membentuk Dua Koenzim yang dibantu oleh NAD dan NADP

dibutuhkan

26
untuk beberapa aktivitas metabolisme, terutama metabolisme glukosa, lemak dan

alkohol. Niasin memiliki keunikan diantara vitamin B karena tubuh dapat

membentuknya dari asam amino tryptophan. Niasin membantu kesehatan kulit, sistem

14
saraf dan sistem pencernaan.

Gambar 4. Daging Ayam


(Sumber:Kharisma S. Peran dunia pasar dalam nutrisi anak.MIKGI;2001:V:244
(Internet).Available from:htp://www.MIKGI.ac.html.Akses 10 Januari 2011)

Gejala kekurangannya ialah pellagra (penyakit kekurangan niasin),

menunjukkan gejala seperti dermatitis, diare dan dementia. Hal ini meluas di bagian

selatan Amerika Serikat pada awal 1900. Gejala kekurangan niasin lainnya adalah

kehilangan nafsu makan, lemah, pusing dan kebingungan mental. Kulit dapat

menunjukkan gejala dermatitis simetrik bilateral khususnya pada daerah yang

terkena sinar matahari


15
langsung.

Keracunan niasin dalam jumlah yang besar dapat menjadi racun pada

sistem saraf, lemak darah dan gula darah. Gejala- gejala seperti muntah, lidah

membengkak dan pingsan dapat terjadi. Lebih lanjut, hal ini dapat berpengaruh pada

14,15
fungsi hati dan dapat mengakibatkan tekanan darah rendah.
27
4.Vitamin B6 (pyridoxine)

Koenzim vitamin B6 berperan penting dalam metabolisme asam amino,

sehingga konsumsi sehari- hari harus sebanding dengan konsumsi protein karena

protein dibuat dari asam amino. RDA untuk vitamin B6 adalah 0,16 mg/m protein.

15
Rata- rata konsumsi adalah 2 mg/hari untuk pria dan 1,6 mg/hari untuk wanita.

Sumber utamanya ialah daging, ikan, dan unggas seperti itik, ayam yang

merupakan sumber utama vitamin B6. Sumber yang lain ialah kentang, beberapa

sayuran hijau dan buah berwarna ungu. Vitamin B6 berperan dalam metabolisme

asam amino dan asam lemak. Vitamin B6 membantu tubuh untuk mensintesis asam

15
amino nonesensial. Selain itu juga berperan dalam produksi sel darah merah.

Seseorang dengan kadar vitamin B6 rendah, menunjukkan gejala seperti lemah,

sifat lekas marah dan susah tidur. Selanjutnya gejala kegagalan pertumbuhan,

14,15
kerusakan fungsi motorik dan angular cheilitis.

Vitamin B6 terlibat dalam pembentukan fosfat dan fosfat pyridoxal

pyridoxamine, koenzim dalam metabolism asam amino. Kekurangan vitamin B6

terutama ditemukan pada alkoholisme, kehamilan dan penggunaan beberapa obat;

misalnya isoniazid. Kekurangan vitamin B6 menyebabkan dermatitis dan perifer

neuropati dan manifestasi mukosa mulut serupa kepada mereka yang

kekurangan
14,15
vitamin B12 dengan angular cheilitis dan kadang- kadang ulserasi.

28
E. Manifestasi berbagai penyakit sistemik

Banyak pasien yang menderita penyakit yang mempengaruhi

seluruh tubuh dan menunjukkan tanda- tanda dan gejala oral yang spesifik,

16
seperti:

1. Gangguan hematologis: anemia karena defisiensi zat besi

2. Gangguan endokrin: Diabetes mellitus

3. Infeksi virus: infeksi human immunodeficiency virus

4. Penyakit ganas: penyakit ganas lanjutan, leukemia

Gangguan hematological asien yang menderita anemia. Kekurangan zat

9
besi memiliki kecenderungan untuk beberapa penyakit mukosa oral. yaitu

meliputi:

a) Ulserasi apthous

b) Angular cheilitis: nyeri dan retak pada sudut mulut disebabkan

oleh jamur kandida albicans dan/ oleh bakteri staphylococcus aureus

c) Atrofi mukosa : mukosa nampak memerah dan


halus

Hal ini penting untuk memikirkan defisinesi zat besi, anemia pada

pasien dengan ulserasi apthous dan angular cheilitis. Jika kekurangan

9
zat besi anemia tidak terdeteksi maka penyebab lain harus diselidiki.

29
F. Infeksi Virus

Tidak seperti bakteri yang terdiri dari sel tunggal dan mampu

berkembang secara mandiri, virus terdiri dari fragmen nuklir kecil dikelilingi

oleh lapisan protein. Mereka tidak dapat membagi atau mereplikasi sendiri dan

untuk dapat bertahan harus mendapatkan akses hidup di dalam sel- sel

16
hospes.

Setelah masuk mereka menggunakan proses sendiri sel inang sintetik

untuk mereproduksi dan dan dalam prosesnya sering merusak sel inang. Dalam

kasus lain, tuan rumah akan menghancurkan virally sel yang terinfeksi dalam

16,17
rangka mengkilangkan virus.

Hal ini merupakan seluler kehancuran yang bertanggungjawab untuk

banyak klinis fitur dari infeksi virus yang mempengaruhi rongga mulut. Waktu

yang dibutuhkan bagi virus untuk menginfeksi host, replikasi dan untuk

kerusakan sel dan dengan demikian gejala klinis mungkin terjadi banyak hal,

3-

21 hari dan dikenal sebagai masa inkubasi.


16,17

Kebanyakan virus dengan infeksi berat antara 10 dan 14 hari, setelah

tuan rumah telah merespon kekebalan tubuh yang efektif dan infeksi

terselesaikan. Infeksi lain kurang virulen mungkin berlangsung hanya beberapa

hari. Pada infeksi virus umumnya mempengaruhi kelompok usia yang lebih

muda dan infeksi virus yang terjadi pada kelompok usia yang lebih tua

kemungkinan

imunosupresi yang
30
16,17
mendasarinya.

31
2.3 Status Gizi dan Angular Cheilitis

Angka kecukupan gizi (AKG) yang tidak dapat terpenuhi dapat menyebabkan

terjadinya keadaan kurang gizi yang disebabkan oelh rendahnya konsumsi energy dan

protein dalam makanan sehari- hari atau disebut dengan kekurangan energy protein

yang pertama sekali dikenal pada tahun 1920 dan paling sering terjadi di negara yang

sedang berkembang. Anak – anak dengan kekurangan energy protein di negara

manapun

menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan perkembangan


18
anak.

Pemeriksaaan mulut dapat memberikan informasi yang cepat dan vital tentang

keadaan gizi pasien. Dokter gigi dapat menjadi orang pertama yang menemukan tanda

klinis dari kekurangan gizi, yang mempunyai efek bukan hanya di mulut, tetapi juga

kesehatan secara umum dan fungsi mental. Oleh karena itu, dokter gigi hanya mengenal

18,19
manifestasi mulut dari kekurangan gizi.

Manifestasi mulut kekurangan gizi dapat berupa angular cheilitis. Angular

cheilitis karena kekurangan gizi sering dijumpai pada anak- anak yang masih muda

pada dekade pertama dan kedua kehidupan. Terdapat perdebatan tentang penyebab

angular cheilitis dan banyak faktor yang diduga tentang patogenitas dari keadaan ini,

termasuk kekurangan gizi dan infeksi. Kekurangan gizi dapat karena kekurangan

vitamin B2, riboflavin, vitamin B6, piridoksin, zat besi, asam folat, dan bioti.

Kekurangan vitamin B

kompleks lebih sering daripada hanya bitamin B


18
individual.

32
Pada angular cheilitis yang berhubungan dengan kekurangan gizi terjadi besi

bilateral yang biasanya meluas beberapa mm dari sudut mulut pada mukosa pipi

dan

33
kelateral pada kulit sirkum oral 1-10 mm. Dasar lesi lembab, adanya fisur yang

18
tajam, vertical dari tepi vermillon bibir dari area kulit yang berdekatan.

Biasanya tidak ada tanda inflamasi pada tepi lesi. Secara klinis, epitel

pada komisura terlihat mengerut dan sedikit luka. Pada waktu mengerut, menjadi lebih

jelas terlihat, membentuk satu atau beberapa fisur yang dalam, berulserasi tetapi

cenderung berdarah. Walaupun dapat terbentuk krusta eksudatif superfisial, fisur ini

tidak melibatkan permukaan mukosa pada komisura didalam mulut, tetapi

berhenti pada
18,19
mucocutaneus junction.

2.4 Pemberian Nutrisi yang Tepat pada Anak

Memberikan makanan yang benar pada anak usia sekolah harus dilihat

dari banyak aspek,seperti ekonomi, sosial ,budaya,agama,disamping aspek medik dari

anak itu sendiri. Makanan pada anak usia sekolah harus serasi,selaras dan seimbang.

Serasi artinya sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak. Selaras adalah sesuai

dengan kondisi ekonomi,sosial budaya serta agama dari keluarga. Sedangkan seimbang

artinya nilai gizinya harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia dan jenis bahan

makanan seperti kabohidrat, protein dan lemak. Karena besarnya variasi kebutuhan

makanan pada masing-masing anak,maka dalam memberikan nasehat makanan pada

anak tidak boleh


11,18,19
terlalu kaku.

Pemberian makanan pada anak tidak boleh dilakukan dengan kekerasan tetapi

dengan persuasif dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya. Pemberian makan


34
yang baik harus sesuai dengan jumlah, jenis dan jadwal pada umur anak tertentu.

Ketiga hal

35
tersebut harus terpenuhi sesuai usia anak secara keseluruhan, bukan hanya

mengutamakan jenis tapi melupakan jumlahnya atau sebaliknya memberikan

jumlah yang cukup tapi jenisnya tidak sesuai untuk anak. Contoh, pemberian

makanan jumlahnya sudah cukup banyak tapi jenis makanannya kurang mengandung

11,18,19
nilai gizi yang baik.

Pada usia sekolah sudah harus dibagi dalam jenis kelaminnya mengingat

kebutuhan mereka yang berbeda. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik

sehingga memerlukan kalori yang lebih banyak dibandingkan anak perempuan.

Pada usia ini biasanya anak perempuan sudah mengalami masa haid sehingga

11,18,19
memerlukan lebih banyak protein, zat besi dari usia sebelumnya.

Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangatlah penting, karena waktu sekolah

adalah penuh aktifitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar.

Untuk sarapan pagi harus memenuhi sebanyak ¼ kalori sehari. Dengan

mengkonsumsi 2 potong roti dan telur; satu porsi bubur ayam; satu gelas susu

dan buah; akan mendapatkan 300 kalori. Bila tidak sempat sarapan pagi sebaiknya

anak dibekali dengan makanan/snack yang berat (bergizi lengkap dan seimbang)

misalnya : arem-arem, mi goreng atau roti isi daging. Makan siang biasanya menu

makanannya lebih bervariasi karena waktu tidak terbatas. Makan malam merupakan

saat makan yang menyenangkan

karena bisa berkumpul dengan keluarga.


11,18,19

36
2.5 Penilaian Status Gizi

Secara sederhana dapat dijelaskan pengertian gizi yaitu segala asupan yang

diperlukan agar tubuh menjadi sehat. Gizi diperlukan oleh tubuh manusia untuk

kecerdasan otak dan kemampuan fisik. Gizi diperoleh dari asupan makanan yang

20
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Ada tiga macam kondisi dalam penilaian status gizi :

1. Ditujukan untuk perorangan atau untuk kelompok masyarakat.

2. Pelaksanaan pengukuran : satu kali atau berulang secara berkala.

3. Situasi dan kondisi pengukuran baik perorangan atau kelompok masyarakat :

pada saat kritis, darurat, kronis dan sebagainya.

Dengan memperhatikan ketiga macam kondisi tersebut, beberapa penilaian

status gizi dapat diaplikasikan, seperti penapisan (screening), penilaian status gizi

perorangan untuk keperluan rujukan, dari kelompok masyarakat atau dari puskesmas,

dalam kaitannya dengan tindakan atau intervensi. Dapat pula digunakan untuk

keperluan pemantauan pertumbuhan anak, dalam kaitannya dengan kegiatan

penyuluhan. Selain itu dapat dimanfaatkan untuk penilaian status gizi pada kelompok

masyarakat dalam rangka mengevaluasi suatu program atau sebagai bahan perencanaan

atau penetapan kebijakan.


20,21

37
Ada berbagai cara yang dilakukan untuk menilai status gizi, salah satunya

adalah pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan istilah “Antropometri”.

Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator peni-laian status gizi

perorangan maupun kelompok. Pengukuran antropometri dapat dilakukan oleh siapa

saja dengan hanya memerlukan lati-han yang cepat dan sederhana. Beberapa macam

antropometri yang te-


20,21
lah digunakan antara lain :

- Berat Badan (BB)

- Tinggi Badan (TB)/Panjang Badan (PB)

- Lingkar Lengan Atas (LLA)

- Lingkar Kepala (LK)

- Lingkar Dada (LD)

- Lapisan Lemak Bawah Kulit (LLBK)

Di Indonesia, jenis antropometri yang banyak digunakan, baik dalam kegiatan

program maupun penelitian, adalah BB dan TB. Yang menjadi obyek pengukuran

antropometri, pada umumnya anak-anak dibawah umur lima tahun (balita). Dalam

pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks

20,21
yang dikaitkan dengan variabel lain, seperti :

- Berat Badan menurut Umur (BB/U)

- Tinggi Badan/Panjang Badan menurut Umur (TB/U atau PB/U)

- Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dll

38
Masing-masing indeks antropometri tersebut memiliki buku rujukan atau nilai

patokan untuk memperkirakan status gizi seseorang atau kelompok. Jika antropometri

ditujukan untuk mengukur seseorang yang kurus kering , kecil pendek, atau

keterhambatan pertumbuhan, maka indeks BB/TB dan TB/U adalah yang cocok

20,21
digunakan.

Alternatif pengukuran lain yang juga banyak digunakan adalah indeks BB/U,

atau melakukan penilaian gizi dengan membandingkan berat badan dan usia pada saat

pengukuran. Penggunaan indeks BB/U ini sangat mudah dilakukan akan tetapi kurang

dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.

Seperti pada tabel 2 yang memperlihatkan distribus kasus gizi buruk di

Provinsi
20,21
Sulawesi Selatan.

Provinsi Jumlah Kasus Gizi Buruk Jumlah Kasus Meninggal

Dilaporkan

Sulawesi Utara 108 0

Sulawesi tengah 491 2

Sulawesi selatan 369 13

Sulawesi barat 879 3

Total 1847 18

Tabel 2. Distribusi kasus gizi buruk per Provinsi. Berdasarkan Laporan Dinas Kesehatan
Provinsi- Januari- December 2005

39
BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, dan ALUR PENELITIAN

III.1. KERANGKA TEORI

Defisiensi Vitamin B
dan Defisiensi Zat
Besi pada Anak

MALNUTRISI

ANGULAR CHEILITIS

40
III.2 KERANGKA KONSEP

STATUS GIZI Defisiensi vitamin B ANGULAR


dan zat besi CHEILITIS

Keterangan:

Variabel Bebas

Variabel Akibat

Variabel Antara

41
3.3.ALUR PENELITIAN

Pengumpulan Anak Binaan


Gizi Puskesmas Cendarwasih

Penimbangan Berat Badan

Anak dengan gizi yang


Anak dengan gizi
sedang mengalami
Buruk

Pemeriksaan
angular cheilitis Pemeriksaan
angular cheilitis

Ya Tidak Ya Tidak

PENGOLAHAN DATA
PENGOLAHAN DATA

ANALISIS DATA ANALISIS DATA

HASIL HASIL
BAB IV

Metode Penelitian

A. Jenis penelitian

Observasional Analitik

B. Lokasi penelitian

Puskesmas Cendrawasih

C. Waktu penelitian

Bulan April 2011

D. Subjek penelitian

Subjek : Anak Binaan Gizi puskesmas cendrawasih

E. Kriteria sampel :

1. Anak Binaan gizi puskesmas cendrwasih

2. Anak usia 6 -11 tahun yang pernah dan sedang mengalami angular cheilitis

3. Bersedia menjadi sampel

31
F. Variabel

1. Variabel bebas : Status Gizi

2. Variabel akibat : Angular Cheilitis

3. Variabel antara : Defisiensi vitamin B dan zat


besi

G. Alat dan bahan

Alat :

a. Kartu Status (Indentitas sampel dan orangtua)

1. Nama

2. Usia

3. Berat Badan

4. Alamat

5. Pekerjaan orangtua

b. Alat tulis : untuk mencatat data

c. Timbangan : untuk menimbang berat badan anak

H. Definisi operasional

1. Angular cheilitis : lesi yang ditandai dengan adanya fisur, retak- retak

pada sudut bibir, berwarna kemerahan, mudah berdarah, menimbulkan rasa

nyeri dan terlihat kering pada sudut bibir (bilateral)

32
2. Kekurangan Gizi : ketidakseimbangan antara suplai makanan dan

energi dengan kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan tubuh yang

ditandai dengan berat badan yang tidak sesuai dengan standar antropometri

berat badan/ umur.

I. Kriteria Penilian

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

995/MENKES/SK/XII/2010. Tentang penilaian antropometri untuk status

gizi anak. Tabel penilaian dilampirkan.

J. Pengambilan Data:

a. Data diperoleh dengan cara menimbang anak kemudian memeriksa

keadaan sudut bibirnya

b. Jenis data adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari objek

yang diteliti.

c. Analisis data yang digunakan ialah uji chi-

square d. Penyajian data dalam bentuk tabel

distribusi

33
BAB V

HASIL PENELITIAN

V.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian hubungan antara status gizi dan angular cheilitis yang

dilakukan di Puskesmas Cendrawasih menunjukkan ada keterkaitan. Hal ini didukung

dengan keadaan klinis pada 28 anak dengan gizi buruk yag menderita angular cheilitis

sebanyak 17 anak (42,5%), sedangkan yang tidak menderita angular cheilitis

sebanyak

11 anak (27,5%) yang disebabkan karena berbagai faktor.

Pada 18 anak yang sedang dalam proses perbaikan gizi terlihat adanya

angular cheilitis. Sebanyak 8 anak (20%) yang dalam proses perbaikan gizi menderita

angular cheilitis dan yang telah sembuh total sebanyak 4 anak (10%).

V.2 Deskripsi Hasil Penelitian

Setelah dilakukan pengolahan data, maka diperoleh hasil sebagai

berikut: Tabel 1. Tabel Frekuensi Usia Sampel

USIA

Distribusi Frekuensi Persen Valid persen Kumulatif


USIA Persen
Valid
6 15 37.5 37.5 37.5
7 6 15.0 15.0 52.5
8 9 22.5 22.5 75.0

34
9 3 7.5 7.5 82.5
10 4 10.0 10.0 92.5
11 3 7.5 7.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Berdasarkan tabel tersebut, jumlah anak usia 6 tahun merupakan sampel

terbanyak yaitu 15 anak (37,5 %). Anak usia 8 tahun menempati posisi kedua, yaitu

sebesar 9 anak. Usia 7 tahun menempati posisi ketiga dan berturut- turut diikuti

anak usia 10, 9, dan 11 tahun. Total sampel penelitian ialah 40 anak.

Tabel 2. Tabel Status Gizi Sampel

Frekuensi Persen Valid persen Kumulatif


Persen
Valid
Buruk 28 70.0 70.0 70.0
Dalam proses perbaikan 12 30.0 30.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Untuk menilai status gizi anak diperlukan standar antropometri yang mengacu

pada Standar World Health Organization (WHO). Hal ini juga telah ditetapkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:

1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak.

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut Umur

(BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan

35
severely

36
underweight (gizi buruk). Status gizi pada penelitian ini hanya mengambil status

gizi baik dan status gizi buruk, tidak memisahkan gizi kurang dan gizi cukup.

Adapun kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks Antropometri:

Indeks Kategori status Ambang Batas

Gizi (Z- score)

Berat Massa Tubuh Sangat kurus < -3 SD

menurut Umur Anak Kurus -3 SD sampai dengan <-2 Sd

umur 5- 18 tahun Normal -2 SD samapi dengan 1 SD

Gemuk >1 SD samapi dengan 2 SD

Obesitas >2 SD

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak.

Berdasarkan pengukuran berat badan sampel, anak dengan frekuensi gizi buruk

(70.%) lebih besar daripada gizi baik yaitu sebesar 30%. Cara perhitungan dilakukan

dengan mencocokkan berat badan anak dengan tabel standar Antropometri

penilaian status gizi anak.

37
Tabel 3. Tabel Status Angular Cheilitis Sampel

Frekuensi Persen Valid persen Kumulatif


Persen
Valid
Ya 25 62.5 62.5 62.5
Tidak 15 37.5 37.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa angular cehiltis pada anak

di puskesmas cendrawasih, yaitu sebanyak 25 anak dari total sampel 40 anak (62,5%)

Tabel 4. Tabel Crosstabs

Hubungan antara status gizi dengan angular cheilitis

Status Angular Cheilitis Total

Ya Tidak

Status Gizi Buruk Jumlah 17 11 28


% dengan status gizi 60.7% 39.3% 100.0%
% total 42.5% 27.5% 70.0%
Dalam proses Jumlah 8 4 12
perbaikan % dengan status gizi 66.7% 33.3% 100.0%
% total 20.0% 10.0% 30.0%

Total Jumlah 25 15 40
% dengan status gizi 62.5% 37.5% 100.0%
% total 62.5% 37.5% 100.0%

38
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh hasil bahwa anak dengan status gizi buruk

yang menderita angular cheilitis sebanyak 42,5 % , sedangkan yang tidak mengalami

angular cheilitis sebanyak 27,5 %. Tabel diatas juga menunjukkan anak dengan status

gizi yang dalam proses perbaikan , yaitu sebesar 20,0% untuk anak dengan angular

cheilitis sedangkan yang tidak mengalami angular cheilitis sebesar 10 %. Total anak

dengan angular cheilitis baik yang bergizi buruk maupun yang masih dalam proses

perbaikan ialah 62,5 % dan anak dengan tidak mengalami angular cheilitis sebesar

37,5

%.

Tabel 5. Tabel Chi-square

Value Df Asymp.sig Exact Sig Exact Sig


(2-sided) (1-Sided)
Pearson Chi-square .127
b
1 .722
Tes exact fisher 1.000 .001
Linear-by-linear .124 1 .725
Assosiasi
N dari Kasus 40

Nilai ekspektasi pada tabel diatas menunjukkan angka 0,1 yang berarti

hasil penelitian menunjukkan angka yang signifikan atau berarti. Tabel diatas

menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara status gizi dan angular cheilitis.

39
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Cendrawasih ini dilakukan

untuk mengetahui hubungan antara status gizi anak dengan angular cheilitis. Status gizi

memiliki penilaian antropometri yang kemudian dijadikan acuan dalam menilai status

gizi seorang anak. Status gizi tersebut memiliki tabel penilian tersendiri dengan

penilaian 6 kategori, sangat kurang gizi (-3 SD), cukup kurang gizi (-2 SD), kurang

gizi (-1SD), normal (Median), Cukup normal (1 SD), sangat normal (2 SD), Obesitas (3

SD).

Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan penilaian indeks gizi buruk dan

gizi baik dengan menggunakan timbangan. Berat badan. Setelah mencatat berat badan

anak, peneliti kemudian memeriksa keadaan sekitar rongga mulut pasien, apakah anak

tersebut menderita angular cheilitis. Selain itu, pada anak juga ditanyakan apakah

pernah mengalami angular cheilitis dengan menunjukkan gambar anak yang sedang

mengalaminya atau jika anak tidak mengerti peneliti menanyakan kepada orangtua

yang mengantar.

Banyak variasi jawaban yang diberikan oleh anak maupun orangtuanya. Pada

bab III peneliti menuliskan definisi operasional angular cheilitis yang

menyatakan bahwa peneliti tidak melihat apakah angular cheilitis tersebut telah masuk

dalam fase mengalami penyembuhan atau baru saja menjadi lesi. Sehingga,

setelah dilakukan
pemeriksaan, angular cheilitis tersebut sangat variasi, dari lesi kecil hingga lesi

yang sedang dalam proses penyembuhan.

Status Gizi dikaitkan dengan Angular cheilitis karena salah satu etiologi

utama angular cheilitis ialah defisiensi nutrisi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan

menurunnya system imun anak, sehingga berbagai virus dan bakteri dengan

mudah menyerang pertahanan tubuh anak. Salah satunya ialah menyebabkan angular

cheilitis pada sudut bibir anak secara bilateral.

Angular Cheilitis ditemukan pada sudut mulut pada pertemuan kulit wajah dan

bibir. Inflamasi, rasa terbakar, kemerahan dan ulserasi atau celah merupakan

karakteristik masalah kulit bibir dari angular cheilitis, yang juga dikenal sebagai

cheilitis, angular stomatitis, atau Perleche. Keadaan ini tentunya akan menggangu

aktivitas anak, ketika belajar maupun bermain.

Angka kecukupan gizi (AKG) yang tidak terpenuhi dapat

menyebabkan terjadinya keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari- hari. Ukuran dan berat badan

anak terutama sensitive akan masukan protein dan energy serta vitamin. Oleh Karena

itu ukuran status gizi dengan indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat

badan/umur.

Pemeriksaan mulut dapat memberikan informasi yang cepat dan vital tentang

keadaan gizi anak. Seorang dokter gigi dapat menemukan tanda klinis dari kekurangan

gizi, yang mempunyai efek bukan hanya di mulut, tetapi juga kesehatan secara

umum
dan fungsi mental. Oleh karena itu, dokter gigi harus mengenali manifestasi mulut

dari kekurangan gizi. Manifestasinya salah satunya ialah angular cheilitis.

Terdapat perdebatan tentang penyebab angular cheilitis dan banyak factor yang

diduga tentang patogenitas dari keadaan ini, termasuk kekurangan gizi dan

infeksi. Kekurangan gizi dapat karena kekurangan vitamin B2, riboflavin,

vitamin B6, piridoksin, zat besi, asam folat dan biotin. Kekurangan vitamin B

kompleks lebih sering daripada hanya vitamin B individual.

Fakta ini menjadi factor yang menyebabkan keakuratan status gizi anak

terhadap angukar cheilitis menjadi bias, karena tidak semua anak dengan gizi baik

mengkonsumsi vitamin tersebut dengan dosis yang cukup, sehingga ditemukan anak

dengan gizi baik tetpai menderita angular cheilitis. Selain itu, anak dengan gizi

burukpun ada yang tidak mengalami angular cheilitis, karena mereka mengalami KEP

atau kekurangan energy protein, tetapi mereka mengikuti program gizi baik dari

puskesmas cendrawasih yaitu berupa pemberian vitamin B komples.

Angular chelitis yang disebabkan kekurangan gizi terjadi lesi bilateral yang

biasanya meluas beberapa mm dari sudut mulut pada mukosa pipi dan kelateral

pada kulit sirkum oral 1-10 mm. Dasar lesi terlihat lembab, adanya fisur yang tajam,

vertical dari tepi vermillion bibir dan area kulit yang berdekatan. Pada sampel biasanya

tidak terlihat tanda inflamasi pada tepi lesi. Secara klinis, epitel pada komusira terlihat

mengerut dan sedikit luka. Pada waktu mengerut, menjadi lebih jelas terlihat,

membentuk satu atau beberapa fisur yang dalam, berulserasi tetapi tidak

cenderung
berdarah. Pada sampel, lesi terlihat tidak meibatkan permukaan mukosa pada

komisura dalam mulut, tetapi berhenti pada mucocutaneus junction.

Dari 40 anak yang berumur 6-11 tahun di Puskesmas Cendrawasih, terlihat 70%

mempunyai gizi buruk berdasarkan perhitungan antropometri berat badan/umur

anak. Hal ini menunjukkan lebih dari setengah anak bimbingan di Puskesmas

Cendrawasih masih kekurangan berat badan, yang berarti kekurangan gizi.

Menurut data WHO bahwa kira- kira 150 juta anak dibahawa umur s tahun di Negara

yangs edang berkembang adalah kekurangan gizi berdasarkan berat badan yang rendah

dibandingkan umurnya. Dua pertiga anak- anak kekurangan gizi tedapat di Asia dan

seperempat di Afrika.

Kekurangan gizi dipengaruhi oleh beberapa factor, seperrti sanitasi yang tidak

memadai, hygiene personal yang buruk, pelayanan kesehatan yang tidak cukup,

kapasitas pendapatan yang jelek, kebanyakan penduduk, sumber yang tidak cukup. Hal

ini yang sedang terjadi di daerah pusekesmas Cendrawasih sehingga banyak anak yang

mengalami gizi buruk. Namun, pada waktu penelitian berlangsung tidak seluruh anak

datang di puskesmas. Tabel hasil penelitian menunjukkan anak yang mengalami gizi

buruk ialah sebanyak 28 orang dan gizi baik sebanyak 12 orang. Keadaan

tersebut menjadi kendala penelitian mengenai hubungan status gizi dan angular

cheilitis.
Penelitian serupa yang dilakukan pada anak sekolah dasar Kecamatan

Pacet Kabupaten Cinajur menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian tersebut

menemukan, dari 85 anak yang menderita angular cheilitis, 47 anak didapatkan

dengan status gizi kurang dan 38 anak dengan status gizi baik. Kesimpulan enelitian

tersebut ialah adanya hubungan terjadinya angular cheilitis dan status gizi tetapi tidak

menemukan adanya hubungan keparahan angular cheilitis dan status gizi.

Penelitian tersebut mengambil sampel secara acak berbeda dengan peneliti yang

mengambil subjek dalam hal ini di anak binaan gizi puskesmas cendrawasih. Ketika

penelitian berlangsung jumlah anak yang masih mengikuti program tersebut

ialah hanya 40 anak dengan kondisi status gizi dan angular cheilitis yang berbeda.

Sebenarnya, pada anak dengan gizi baik yang masih mengalami angular

cheilitis, angular cheilitisnya dalam proses penyembuhan. Hal tersebut dapat dilihat

dari kondisi klinis angular cheilitis yang tidak parah, yaitu tidak terdapat lagi fisur

yang dalam dan bercak darah. Namun, definisi operasional peneliti tidak

membedakan tingkat keparahan angular cheilitis yang diderita anak, melainkan

hanya melihat apakah anak menderita angular cheilitis atau tidak.

Hasilnya, ada anak dengan gizi baik yang menderita angular cheilis walaupun

gizinya baik. Hal ini berbanding terbalik dengan teori yang ada, bahwa anak dengan

status gizi buruk yang menderita angular cheilitis. Selain itu, terdapat juga anak

dengan gizi buruk namun tidak menderita angular cheilitis. Untuk

mengetahui apa penyebabnya, peneliti melakukan wawancara terpimpin kepada

orangtua anak.
Anak dengan gizi buruk yang tidak menderita angular cheilitis ternyata

tercukupi dalam hal vitamin dan susu karena mengikuti program binaan gizi di

puskesmas cendrawasih secara rutin. Namun anak dengan keadaan ini hanya

berjumlah 11 anak dari 40 anak. Walaupun saat ini tidak menderita angular cheilitis

dengan gizi buruk, anak tersebut pernah menderita angular cheilitis beberapa minggu

sebelum mengikuti program binaan gizi tersebut.

Gambar 5. Anak dengan status gizi baik yang menderita angular cheilitis di Puskesmas
Cendrawasih

Keadaan tersebut menunjukkan bahwa anak dengan gizi buruk yang tidak

mengalami angular cheilitis pada waktu penelitian dilaksanakan dikarenakan telah

dilaksanakannya perbaikan gizi secara bertahap oleh pihak puskesmas, sehingga anak

dengan gizi yang berangsur- angsur membaikpun terlihat ada yang memiliki angular

cheilitis karena masih dalam tahap penyembuhan. Kita ketahui bersama juga bahwa

angular cheilitis adalah lesi dengan etiologi kompleks, salah satunya gizi

dengan
perhitungan yang kompleks, bukan hanya dari berat badan tapi dipengauhi

terutama oleh vitamin B kompleks yang menjadi variabel antara status gizi dan

angular cheilit is.

Penelitian lain yang mendukung pernyataan tersebut dilakukan di enam panti

asuhan di Kota Madya Medan yang menunjukkan keterkaitan antara status gizi

dengan angular cheilitis. Hasil penelitian tersebut menyatakan dari 107 anak panti

asuhan yang mempunyai status gizi baik dijumpai 39,25% menderita angular cheilitis

dan 60,75 % tidak menderita angular cheilits. Dari 56 anak dengan status gizi

ringan dijumpai

51,79% menderita angular cheilitis dan 48,21% tidak menderita angular cheilitis.

Dari 30 anak dengan status gizi sedang dijumpai 63,33% menderita

angular cheilitis dan 36,67% tidak menderita angular cheilitis. Sedangkan 7 anak

dengan status gizi buruk dijumpai 57,14% menderita angular cheilitis dan 42,86%

tidak menderita angular cheilitis. Data tersebut menunjukkan adanya variasi yang

sama dengan peneliti, bahwa baik anak dengan gizi baik maupun gizi buruk ada yang

menderita angular cheilitis dengn tingkat keparahan yang variatif.


BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dari hasil peneitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

1. Ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan angular cheilitis

2. Angular cheilitis dapat ditemukan pada anak dengan status gizi yang

masih dalam proses perbaikan dikarenakan takaran beberapa nutrisi yang belum

tepat pada anak

3. Vitamin B kompleks dan zat besi merupakan nutrisi yang sangat penting

untuk mencegah angular cheilitis

7.2 Saran

Dari peneitian yang ditemukan, status gizi anak yang buruk akan

mempengaruhi keadaan rongga mulut, untuk itu dokter gigi dapat berperan serta untuk

mendiagnosa status gizi seorang anak dan memberikan penanganan yang tepat. Namun,

informasi ini masih kurang diketahui oleh masyarakat. Penulis menyarankan perlu

diadakan penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut khususnya

mengenai hubungan status gizi dengan angular cheilitis pada masyarakat


Mengingat keterkaitan antara status gizi dengan angular cheilitis yang

singnifikan, penulis juga menyarankan adanya kerjasama antara praktisi kesehatan di

bidang gizi dengan para dokter gigi dalam pemberantasan gizi buruk dan gizi kurang di

Kota Makassar dengan segera mengenali anak dengan status gizi buruk atau gizi kurang

sehingga dapat diintervensi dengan segera


DAFTAR PUSTAKA

1. Chrismawaty E. Peran struktur mukosa rongga mulut dalam mekanisme

blockade fisik terhadap iritan. MIKGI; 2006:V:244

2. Yusran A, Barunawaty. Dua metode pemeriksaan untuk mendiagnosis lesi

pada mukosa mulut. Maj.Ked.Gigi. (Dent.J.); 2007:III:395

3. Parlak A, Koybasi S, Yavuz T, Yesildad N, Anul H, Aydign I. Prevalence of

oral lesion in 13 to 16 years old student in Duze, Turkey Oral

Dis;2006;12(6):553-8.

4. Devani, Barankin D. Angular cheilitis. Newyork: Can Fam Physician


2007;

53:1022-23

5. Atmarita S. Analisis situasi gizi dan kesehatan


masyarakat.

Jakarta:Gramedia;2006.p.23-7

6. Faiz R. Angular cheilitis-overview and symptoms of angular cheilitis.

[Internet]Available at:http://www.articlesbase.com/skin-care- articles/angular-

cheilitis-overview-and-sypmtoms-of-angular-cheilitis-

285629.html>.Accessed 28 December 2010

7. Dowl W.Effect of angular cheilitis on children and teenagers.[internet].

Available at URL:htt p://www.EzineArt icles/childandac.html. Accesses 25

December 2010
th
8. Muray J.J, Nunn J. H.Steele J. The prevention of oral disease 4 ed.

Newyork:oxford University Press; 2008,p.177

9. Hari S. Angular cheilitis:Review of etiology and clinical


management.
K.D.J.[Internet] Available at:htt p://www.trivandrum.co.uk. Accessed 27

December 2010.
10. Deritana N, Kombong A. Gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan.

J.WATCH Jayawijaya. 2007;p.5-18


th
11. Tegeman CA, Davis JR. Nutritional Care 3 ed.St,Louis; Saunders Elsevier;

2010;p.251-9

12. Nasution N. Efek Suplementasi zinc dan besi pada pertumbuhan anak.

J USU;2008:113 (75);p.82-96
th
13. Eschelemen MM. Introductory nutrition and nutrition therapy 3 ed. Lippincott:

Raven Publisher; 2007;p. 212-13

14. Muhilal, Fasli J. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Jakarta: Widya

Karya pangan dan gizi VI. LIPI; 2006;p.62-9

15. Decker RT. Oral manifestation of nutrient deficiencies. ADA Journal

2006;65:355-361

16. Susan ZL. Angular cheilitis; Etiologi and diagnose. J. Practical Hyg;2009;6:31-6

17. Irelands R. Clinical textbook of dental hygiene and therapy.

State avenue:Blackwell munksgaard; 2006,p. 52;6-3

18. Lubis S. Hubungan status gizi dengan keilitis angularis pada anak umur 6-

12 tahun di enam panti asuhan di Kota Madya Medan. Dentika J Dent;

2006;

11:117;180-1
st
19. Supariasa IND. Bakri B. Fajar I. Penilaian status gizi 1 ed;Jakarta: penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2006:36-63


th
20. Muray J.J, Nunn J.H, Steele J. G. The prevention of oral disease 4 ed.New

York: Oxford University Press; 2007,p.180-1


21. Kartika K. Indeks gizi. J USU. [Internet].

Available at:http://jada.ada.org/cgi/co ntent/full/133/3/391. Accessed 25 Januari

2011.

Anda mungkin juga menyukai