Anda di halaman 1dari 6

Afonso de Albuquerque

Afonso de Albuquerque (juga dieja Afonso d'Albuquerque atau Alfonso de Albuquerque; Alhandra, Portugal, 1453 - Goa, 16
Desember 1515) adalah seorang pelaut Portugis terkenal yang berperan dalam pembentukan Pemerintahan Kolonial Portugis di Asia.
Awal Hidup
Lahir di Alhandra pada tahun 1453 ,[1] di dekat kota Lisbon, Portugal, dia pada suatu masa dikenal sebagai The Great, The Caesar of
the East and as The Portuguese Mars. Ayahnya, Gonalo de Albuquerque, Lord of Vila Verde dos Francos (yang menikah dengan
Leonor de Menezes) memegang posisi yang cukup penting di pemerintahan. Dari ayahnya pula ia memiliki hubungan darah /
keturunan dengan keluarga kerajaan Portugal. Dia mendapatkan pendidikan dalam bidang matematika dan Latin Klasik pada masa
kekuasaan Afonso V dari Portugal, dan setelah wafatnya bangsawan itu, ia sepertinya bekerja di Arzila, Morocco untuk beberapa saat.
Pada saat ia kembali ia ditunjuk se estribeiro-mor (kepala penasihat) untuk Joo II dari Portugal.
Magellan Del Cano
Ferdinand Magelhaens (1480-1521)
Ferdinand Magelhaens (Magelhaens atau Magelhaens) adalah keturunan Porugis. lahir di Sabrosa
sebelah utara Portugis pada tahun 1480 dari pasangan Rui de Magalhaes dan Alda de Mesquita. Pada usia
10 tahun, Magelhaens telah ditinggal mati orang tuanya. Untunglah pada usia 12 tahun ia bisa bekerja di
istana Ratu, sebagai pengantar surat di lingkungan istana. Magelhaens memanfaatkan waktu untuk belajar
dan bertemu dengan para penjelajah. Cita-citanya berkembang, ambisi dan semangatnya terpompa
karena ia memiliki teman dekat yang selalu berkorespondensi dengannya, seorang Kapten Portugis yang
terkenal Francisco Serrao yang membuatnya terobsesi hingga meninggalkan portugis dan mengabdi pada
Raja Spanyol.
Magelhaens sudah lama bekerja untuk pemerintah Spanyol. Ia mempersiapkan suatu ekspedisi
untuk mencari jalan menuju daerah penghasil rempah-rempah (Maluku). Pada tanggal 10 Agustus 1519,
rombongan Magelhaens dengan lima buah kapal berangkat dari Spanyol. Rombongan Magelhaens itu
berjumlah sekitar 265 orang. Sebagai wakil dari Magelhaens adalah Kapten Juan Sebastian del Cano.
Dalam rombongan itu juga terdapat seorang penulis dari Italia bernama Pigafetta. Penulis inilah yang
mengisahkan perjalanan Magelhaens.
Maret 1521 Magelhaens tewas dalam pertempuran suku Mactan dengan rombongannya saat dia
melakukan penguasaan daerah dan penyebaran agama di Filipina. Karena kematian Magelhaens
kepemimpinan pun di ambil alih oleh Yuan Sebastian del Cano seorang bangsawan Spanyol. Setelah
menempuh perjalanan panjangnya, armada Spanyol yang kelelahan dalam perjalanan selama 27 bulan itu
sampai juga di kepulauan Maluku.
Pieter Both
Potret Pieter Both
Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-1
Masa
jabatan
19 Desember 1610 6 November 1614
Didahului oleh
tidak ada, politik mulai
Digantikan oleh
Gerard Reynst
Informasi pribadi
1568
Lahir
Amersfoort, Republik Belanda
6
Maret
1615
Meninggal
Samudra Hindia (dekat Mauritius)
Untuk pendeta Belanda, lihat Pieter Both (pendeta).
Pieter Both (lahir di Amersfoort, 1568 - meninggal di Mauritius, 1615 pada umur 47 tahun) adalah wakil VOC pertama di Hindia dan
bisa pula dikatakan Gubernur-Jenderal pertama Hindia Belanda. Ia memerintah antara tahun 1610 1614.
Monopoli perdagangan
Selesai penugasannya sebagai perwira laut utama di Hindia Belanda (1599-1601), Pieter Both ditunjuk sebagai 'penguasa tertinggi'
pada November 1609 dengan tugas utama untuk menciptakan monopoli perdagangan antara pulau pulau di Hindia Belanda hanya
dengan Kerajaan Belanda, dan tidak dengan negara lain, terutama Inggris. Dan Pieter Both memulainya dengan mendirikan pos
perdagangan di Banten dan Jakarta (1610). Pieter Both memegang jabatan sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari 19December-1610 hingga 6-November-1614. Dan dia berhasil mengadakan perjanjian perdagangan dengan Pulau Maluku, menaklukan

Pulau Timor dan mengusir Spanyol dari Pulau Tidore.Sesudah digantikan oleh Gubernur Jenderal Gerard Reynst, Pieter Both bertolak
kembali ke Belanda dengan 4 kapal, tetapi malangnya dia tenggelam di perairan Mauritius bersama 2 kapalnya.
Jan Pieterszoon Coen
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jan Pieterszoon Coen
Jan Pieterszoon Coen (1587-1629)
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda ke-4
Masa
jabatan
16191623
Didahului oleh
Laurens Reael
Digantikan oleh Pieter de Carpentier
Masa
jabatan
16271629
Didahului oleh
Pieter de Carpentier
Digantikan oleh Jacques Specx
Informasi pribadi
08
Januari
1587
Lahir
Hoorn, Belanda, Republik Belanda
21
September
1629
(umur 42)
Meninggal
Batavia, Hindia Belanda
Kebangsaan
Belanda
Pekerjaan
Gubernur Kolonial
Jan Pieterszoon Coen (lahir di Hoorn, Belanda, 8 Januari 1587 meninggal di Batavia, 21 September 1629 pada umur 42 tahun)
adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang keempat dan keenam. Pada masa jabatan pertama ia memerintah pada tahun 1619
1623 dan untuk masa jabatan yang kedua berlangsung pada tahun 1627 1629.
Masa kecil
JP Coen lahir di Hoorn pada tahun 1586 atau 1587. Tanggal kelahirannya kurang jelas, yang jelas ialah bahwa ia dibaptis pada tanggal
8 Januari 1587 sebagai putra Pieter Janszoon. Pada usia ke 13 ia dikirim ayahnya ke Roma. Disana ia magang pada seorang pedagang
Flandria, Belgia bernama Joost de Visscher. Di Roma ia tinggal selama 6 tahun. Selain belajar dagang, ia juga belajar berbagai macam
bahasa.
Perjalanan pertama ke Hindia
Patung Jan Pieterszoon Coen di Hoorn
Pada tahun 1607 ia kembali ke Hoorn lalu pada tanggal 22 Desember pada tahun yang sama ia berangkat ke Hindia. Pada kesempatan
ini ia diberi nama Coen. Ia kembali lagi pada tahun 1610. Pada perjalanan pertamanya ke Hindia tidak banyak yang diketahui selain
bahwa atasannya, Pieter Willemszoon Verhoeff konon dibunuh orang Banda saat negosiasi pembelian rempah-rempah. Hal ini bisa
jadi memicu kekejian Coen dalam menghadapi orang Banda pada masa depan.
Pengangkatan sebagai Gubernur-Jenderal
Lalu di Banten, pada usia 31 tahun, pada tanggal 18 April 1618, ia diangkat menjadi Gubernur-Jenderal. Akan tetapi baru pada 21 Mei
1619 ia resmi memangku jabatan tersebut dari Gubernur Jenderal sebelumnya, Laurens Reael. Setelah menjadi Gubernur-Jenderal, ia
tidak tahan terhadap orang Banten dan orang Inggris di sana, maka iapun memindahkan kantor Kompeni ke Jakarta, di mana ia
membangun pertahanan. Pada tanggal 30 Mei 1619 dia menaklukkan Jayakarta dan namanya diubah menjadi Batavia (Batavieren).
Sementara itu orang-orang Inggris tidak diam, mereka marah atas perlakuan orang Belanda terhadap orang Inggris di Maluku. Sebagai
dendam mereka merebut sebuah kapal Belanda De Swarte Leeuw yang berisi penuh dengan muatan. Maka setelah itu pertempuran
antara kedua kubu pun dimulai. J.P. Coen sebagai pemimpin Belanda, bisa memenangkan pertempuran melawan orang Inggris.
Setelah menang melawan Inggris, ia merusak Jakarta dan membangun benteng Belanda di kota itu. Di atas puing-puing kota Jakarta ia
membangun kota baru yang dinamakannya menjadi Batavia.
Penyerahan kekuasaan dan masa jabatan kedua
Patung Jan Pieterszoon Coen di Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng), Batavia ca. 1942, setahun sebelum dihancurkan tentara
Jepang
Kemudian pada tahun 1623, ia menyerahkan kekuasaan kepada Pieter de Carpentier dan ia sendiri pulang ke Belanda. Oleh pimpinan
Kompeni (VOC) ia disuruh kembali ke Hindia dan menjadi Gubernur-Jenderal kembali. Maka iapun datang pada tahun 1627. Pada
masa jabatannya kedua ia terutama berperang melawan Kesultanan Banten dan Mataram. Mataram menyerang Batavia dua kali, yaitu

pada tahun 1628 dan 1629. Kedua-duanya gagal, tetapi Coen tewas secara mendadak pada tanggal 21 September 1629, empat hari
setelah istrinya, Eva Ment, melahirkan seorang putri yang juga meninggal.
J.P. Coen dikenang sebagai pendiri Hindia Belanda di Belanda. Namanya banyak dipakai sebagai nama-nama jalan dan bahkan di
Amsterdam ada sebuah gedung yang dinamai dengan namanya (Coengebouw). Sebaliknya, di Indonesia ia terutama dikenal sebagai
seorang pembesar Kompeni yang kejam.
Meninggal
Makam JP Coen, yang sekarang menjadi bagian Museum Wayang, Jakarta Jan Pieterszoon Coen meninggal di Batavia pada tanggal
21 September 1629. Terdapat 2 versi yang berbeda mengenai penyebab kematian Coen. Menurut versi Belanda, Coen meninggal
karena kolera yang kini lebih dikenal dengan muntaber (muntah berak), sedangkan versi lainnya meyakini bahwa kematian Coen
akibat serangan bala tentara Sultan Agung dari Mataram. Dari kedua versi ini kemudian diyakini bahwa Coen meninggal karena
terjangkit wabah kolera yang sengaja disebarkan oleh pasukan Mataram di Sungai Ciliwung setelah peristiwa Serangan Besar di
Batavia tahun 1628.
Untuk mengenang Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen, pemerintah kolonial Belanda telah mendirikan sebuah monumen dan
patung pendiri Kota Batavia itu. Gubernur Jenderal VOC (1619-1623 dan 1627-1629) ini, dibuat patungnya pada 1869, bertepatan
dengan 250 tahun usia kota Batavia oleh Gubernur Jenderal Pieter Mijer (1866-1872). Patung Coen yang berdiri dengan angkuh
sambil menunjuk jari telunjuknya dengan mottonya yang terkenal: Dispereet Niet ("pantang berputus asa").
Setelah berdiri selama 74 tahun di depan Gedung Putih yang kini jadi Gedung Departemen Keuangan di Lapangan Banteng, Jakarta
Pusat, patung dari tembaga ini pun digusur dan dihancurkan pada 7 Maret 1943 selama pendudukan Jepang. Di masa kolonial
Belanda, ulang tahun Jakarta selalu diperingati pada 30 Mei, ketika di tanggal tersebut tahun 1619, Coen menghancurkan Jayakarta.
Napoleon Bonaparte
Napoleon Bonaparte
Napoleon beralih ke artikel ini. Untuk kegunaan lainnya, lihat Napoleon (disambiguasi)
Kaisar Napoleon Bonaparte (lahir di pulau Korsika, 15 Agustus 1769 meninggal 5 Mei 1821 pada umur 51 tahun) berasal dari
sebuah keluarga bangsawan lokal dengan nama Napoleone di Buonaparte (dalam bahasa Korsika, Nabolione atau Nabulione). Di
kemudian hari ia mengadaptasi nama Napolon Bonaparte yang lebih berbau Perancis.
Asal-usul dan pendidikan
Ayah Napoleon, Carlo Bounaparte adalah perwakilan Korsika di Kerajaan Louis XVI.
Napoleon Bonaparte adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Ia lahir di Casa Bounaparte, di kota Ajaccio, Korsika, pada tanggal 15
Agustus 1769, satu tahun setelah kepulauan tersebut diserahterimakan Republik Genova kepada Perancis.[1] Ia lahir dengan nama
Napoleone di Bounaparte, namun ia mengubah namanya menjadi Napolon Bonaparte yang lebih berbau Perancis.[note 1]
Keluarga Bounaparte adalah keluarga bangsawan yang berasal dari Italia, yang pindah ke Korsika di abad ke-16/ [3] Ayahnya, Nobile
Carlo Bounaparte, seorang pengacara, pernah menjadi perwakilan korsika saat Louis XVI berkuasa pada tahun 1777. Ibunya bernama
Maria Letizia Ramolino. Ia memiliki seorang kakak, Joseph; dan 5 adik, yaitu Lucien, Elisa, Louis, Pauline, Caroline, dan Jrme.
Napoleon di baptis sebagai katolik beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang kedua, tepatnya tanggal 21 Juli 1771 di Katerdal
Ajaccio.[4]
Kebangsawanan, kekayaan, serta koneksi keluarganya yang luas memberikan Napoleon kesempatan yang luas untuk belajar hingga ke
jenjang yang tinggi.[5] Pada bulan Januari 1779, Napoleon didaftarkan pada sebuah sekolah agama di Autun, Perancis, untuk belajar
bahasa Perancis, dan pada bulan Mei ia mendaftar di sebuah akademi militer di Brienne-le-Chteau. Di sekolah, ia berbicara dengan
logat Korsika yang kental sehingga ia sering dicemooh teman-temannya; memaksanya untuk belajar. [6] Napoleon pintar matematika,
dan cukup memahami pelajaran sejarah dan geografi.[7] Setelah menyelesaikan pendidikannya di Brienne pada 1784, Napoleon
mendaftar di sekolah elit cole Militaire di Paris. Di sana ia dilatih menjadi seorang perwira artileri. Ketika bersekolah di sana,
ayahnya meninggal. Ia pun dipaksa menyelesaikan sekolah yang normalnya memakan waktu dua tahun itu menjadi satu tahun. Ia diuji
oleh ilmuwan terkenal Pierre-Simon Laplace, yang di kemudian hari ditunjuk oleh Napoleon untuk menjadi anggota senat.[8]
Karier militer
Lukisan terkenal Napoleon Melintasi Alpen, karya Jacques-Louis David.
Ia menjadi siswa di Akademi Militer Brienne tahun 1779 pada usia 10 tahun, kecerdasannya membuat Napoleon lulus akademi di usia
15 tahun. Karier militernya menanjak pesat setelah dia berhasil menumpas kerusuhan yang dimotori kaum pendukung royalis dengan
cara yang sangat mengejutkan: menembakkan meriam di kota Paris dari atas menara. Peristiwa itu terjadi tahun 1795 saat Napoleon
berusia 26 tahun. Berbagai perang yang dimenangkannya diantaranya melawan Austria dan Prusia.
Masa kejayaan
Pada masa kejayaannya, Napoleon Bonaparte menguasai hampir seluruh dataran Eropa baik dengan diplomasi maupun peperangan.
Diantaranya adalah Belanda dengan diangkatnya adiknya Louis Napoleon,Spanyol dengan diangkatnya Joseph Napoleon, Swedia

dengan diangkatnya Jenderal Bernadotte sebagai raja yang kemudian melakukan pengkhianatan, sebagian besar wilayah Italia yang
direbut dari Austria dan Polandia dengan diangkatnya Joseph Poniatowski sebagai wali negara Polandia.
Herman Willem Daendels
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Herman Willem Daendels
Potret H. W. Daendels (* 1762, 1818), oleh E. Maaskamp / J.
Wiseman.
Gubernur Jenderal Pantai Emas Belanda
Masa
jabatan
9 Desember 1815 30 Januari 1818
Didahului oleh
Abraham de Veer
Digantikan oleh
Frans Christiaan Eberhard Oldenburg
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda
Masa
jabatan
1808 1811
Didahului oleh
Albertus Wiese
Digantikan oleh
Jan Willem Janssens
Informasi pribadi
21
Oktober
1762
Lahir
Hattem, Gelderland, Republik Belanda
2
Mei
1818
(umur 55)
Meninggal
Elmina, Pantai Emas Belanda
Meester in de Rechten Herman Willem Daendels (lahir di Hattem, Gelderland, Republik Belanda, 21 Oktober 1762 meninggal di
Elmina, Belanda Pantai Emas, 2 Mei 1818 pada umur 55 tahun), adalah seorang politikus Belanda yang merupakan Gubernur-Jenderal
Hindia Belanda yang ke-36. Ia memerintah antara tahun 1808 1811. Masa itu Belanda sedang dikuasai oleh Perancis.
Masa dewasa
Pada tahun 1780 dan 1787 ia ikut para kumpulan pemberontak di Belanda dan kemudian melarikan diri ke Perancis. Di sana ia
menyaksikan dari dekat Revolusi Perancis dan lalu menggabungkan diri dengan pasukan Batavia yang republikan. Akhirnya ia
mencapai pangkat Jenderal dan pada tahun 1795 ia masuk Belanda dan masuk tentara Republik Batavia dengan pangkat LetnanJenderal. Sebagai kepala kaum Unitaris, ia ikut mengurusi disusunnya Undang-Undang Dasar Belanda yang pertama. Bahkan ia
mengintervensi secara militer selama dua kali. Tetapi invasi orang Inggris dan Rusia di provinsi Noord-Holland berakibat buruk
baginya. Ia dianggap kurang tanggap dan diserang oleh berbagai pihak. Akhirnya ia kecewa dan mengundurkan diri dari tentara pada
tahun 1800. Ia memutuskan pindah ke Heerde, Gelderland.
Karier
Pada tahun 1806 ia dipanggil oleh Raja Belanda, Raja Louis (Koning Lodewijk) untuk berbakti kembali di tentara Belanda. Ia ditugasi
untuk mempertahankan provinsi Friesland dan Groningen dari serangan Prusia. Lalu setelah sukses, pada tanggal 28 Januari 1807 atas
saran Kaisar Napoleon Bonaparte, ia dikirim ke Hindia Belanda sebagai Gubernur-Jenderal.
Thomas Stamford Bingley Raffles
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Thomas Stamford Raffles
Sir Thomas Stamford Bingley Raffles (lahir di Jamaica, 6 Juli 1781 meninggal di London, Inggris, 5 Juli 1826 pada umur 44
tahun) adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang terbesar. Ia adalah seorang warganegara Inggris. Ia dikatakan juga pendiri kota
dan negara kota Singapura. Ia salah seorang Inggris yang paling dikenal sebagai yang menciptakan kerajaan terbesar di dunia.
Latar belakang keluarga
Tak banyak diketahui tentang orangtua Raffles. Ayahnya, Kapten Benjamin Raffles, terlibat dalam perdagangan budak di Kepulauan
Karibia, dan meninggal mendadak ketika Thomas baru berusia 15 tahun, sehingga keluarganya terperangkap utang. Ia langsung mulai
bekerja sebagai seorang pegawai di London untuk Perusahaan Hindia Timur Britania, perusahaan dagang setengah-pemerintah yang
berperan banyak dalam penaklukan Inggris di luar negeri. Pada 1805 ia dikirim ke pulau yang kini dikenal sebagai Penang, di negara
Malaysia, yang saat itu dinamai Pulau Pangeran Wales. Itulah awal-mula hubungannya dengan Asia Tenggara.
Raffles di Hindia Belanda

Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa pada tahun 1811, ketika Kerajaan Inggris mengambil alih jajahan-jajahan Kerajaan
Belanda dan ia tidak lama kemudian dipromosikan sebagai Gubernur Sumatera, ketika Kerajaan Belanda diduduki oleh Napoleon
Bonaparte dari Perancis.
Sewaktu Raffles menjabat sebagai penguasa Hindia Belanda, ia telah mengusahakan banyak hal, yang mana antara lain adalah sebagai
berikut: beliau mengintroduksi otonomi terbatas, menghentikan perdagangan budak, mereformasi sistem pertanahan pemerintah
kolonial Belanda, menyelidiki flora dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti Candi Borobudur dan Candi
Prambanan, Sastra Jawa serta banyak hal lainnya. Tidak hanya itu, demi meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu yang
mengilhami pencarian Raffles akan Candi Borobudur, ia pun kemudian belajar sendiri Bahasa Melayu. Hasil penelitiannya di pulau
Jawa dituliskannya pada sebuah buku berjudul: History of Java, yang menceritakan mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam melakukan
penelitiannya, Raffles dibantu oleh dua orang asistennya yaitu: James Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie.
Istri Raffles, Olivia Mariamne, wafat pada tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg dan dimakamkan di Batavia, tepatnya di tempat
yang sekarang menjadi Museum Prasasti. Di Kebun Raya Bogor dibangun monumen peringatan untuk mengenang kematian sang istri.
Johannes van den Bosch
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Graaf Johannes van den Bosch. Lukisan potret dibuat oleh Raden Saleh.
Untuk Menteri Perang Belanda pada tahun 1860-an, lihat Johannes Adrianus van den Bosch.
Johannes graaf van den Bosch (lahir di Herwijnen, Lingewaal, 1 Februari 1780 meninggal di Den Haag, 28 Januari 1844 pada
umur 63 tahun) adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-43. Ia memerintah antara tahun 1830 1834. Pada masa
pemerintahannya Tanam Paksa (Cultuurstelsel) mulai direalisasi, setelah sebelumnya hanya merupakan konsep kajian yang dibuat
untuk menambah kas pemerintah kolonial maupun negara induk Belanda yang kehabisan dana karena peperangan di Eropa maupun
daerah koloni (terutama di Jawa dan Pulau Sumatera).
Biografi
Van den Bosch dilahirkan di Herwijnen, Provinsi Gelderland, Belanda. Kapal yang membawanya tiba di Pulau Jawa tahun 1797,
sebagai seorang letnan; tetapi pangkatnya cepat dinaikkan menjadi kolonel. Pada tahun 1810 sempat dipulangkan ke Belanda karena
perbedaan pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Setelah kepulangannya ke Belanda pada bulan November
1813, Van den Bosch beragitasi untuk kembalinya Wangsa Oranje. Dia diangkat kembali sebagai kolonel di ketentaraan dan menjadi
Panglima Maastricht. Di Belanda karier militernya membuatnya terlibat sebagai komandan di Maastricht dengan pangkat sebagai
mayor jenderal. Di luar kegiatan karier, Van den Bosch banyak membantu menyadarkan warga Belanda akan kemiskinan akut di
wilayah koloni. Pada tahun 1827, dia diangkat menjadi jenderal komisaris dan dikembalikan ke Batavia (kini Jakarta), hingga
akhirnya menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1830. Van den Bosch kembali ke Belanda sesudah lima tahun. Dia pensiun secara
sukarela pada tahun 1839.
Douwes Dekker
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Douwes Dekker adalah nama keluarga (surname) dari Belanda, yang merupakan gabungan dari klan Douwes dan Dekker. Silsilah
keluarga ini dimulai sejak abad ke-19. Beberapa anggota klan ini yang menjadi tokoh, adalah sebagai berikut.
Eduard Douwes Dekker, sastrawan, dikenal dengan nama pena Multatuli
Ernest Douwes Dekker, wartawan, tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia
Olaf Douwes Dekker, penyair kota Breda, Belanda
Dr. Ernest Franois Eugne Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi; lahir di
Pasuruan, Hindia Belanda, 8 Oktober 1879 meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950 pada umur 70 tahun) adalah
seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.
Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20, penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah
penjajahan Hindia Belanda, wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia Belanda yang
merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.
Kehidupan pribadi
Douwes Dekker terlahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal 8 Oktober 1879, sebagaimana yang dia tulis pada riwayat hidup
singkat saat mendaftar di Universitas Zurich, September 1913. Ayahnya, Auguste Henri Edoeard Douwes Dekker, adalah seorang agen
di bank kelas kakap Nederlandsch Indisch Escomptobank. Auguste ayahnya, memiliki darah Belanda dari ayahnya, Jan (adik Eduard
Douwes Dekker) dan dari ibunya, Louise Bousquet. Sementara itu, ibu Douwes Dekker, Louisa Neumann, lahir di Pekalongan, Jawa
Tengah, dari pasangan Jerman-Jawa.[1] Dia terlahir sebagai anak ke-3 dari 4 bersaudara, dan keluarganya pun sering berpindah-pindah.
Saudaranya yang perempuan dan laki-laki, yakni Adeline (1876) dan Julius (1878) terlahir sewaktu keluarga Dekker berada di

Surabaya, dan adik laki-lakinya lahir di Meester Cornelis, Batavia (sekarang Jatinegara, Jakarta Timur pada tahun 1883. Dari situ,
keluarga Dekker berpindah lagi ke Pegangsaan, Jakarta Pusat.[1]
Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije (1885-1968), anak dokter campuran Jerman-Belanda pada tahun 1903, dan
mendapat lima anak, namun dua di antaranya meninggal sewaktu bayi (keduanya laki-laki). Yang bertahan hidup semuanya
perempuan. Perkawinan ini kandas pada tahun 1919 dan keduanya bercerai.
Kemudian Douwes Dekker menikah lagi dengan Johanna Petronella Mossel (1905-1978), seorang Indo keturunan Yahudi, pada tahun
1927. Johanna adalah guru yang banyak membantu kegiatan kesekretariatan Ksatrian Instituut, sekolah yang didirikan Douwes
Dekker. Dari perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat Douwes Dekker dibuang ke Suriname pada tahun 1941 pasangan
ini harus berpisah, dan di kala itu kemudian Johanna menikah dengan Djafar Kartodiredjo, yang juga merupakan seorang Indo
(sebelumnya dikenal sebagai Arthur Kolmus), tanpa perceraian resmi terlebih dahulu. Tidak jelas apakah Douwes Dekker mengetahui
pernikahan ini karena ia selama dalam pengasingan tetap berkirim surat namun tidak dibalas.
Sewaktu Douwes Dekker "kabur" dari Suriname dan menetap sebentar di Belanda (1946), ia menjadi dekat dengan perawat yang
mengasuhnya, Nelly Alberta Geertzema ne Kruymel, seorang Indo yang berstatus janda beranak satu. Nelly kemudian menemani
Douwes Dekker yang menggunakan nama samaran pulang ke Indonesia agar tidak ditangkap intelijen Belanda. Mengetahui bahwa
Johanna telah menikah dengan Djafar, Douwes Dekker tidak lama kemudian menikahi Nelly, pada tahun 1947. Douwes Dekker
kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiabuddhi dan Nelly menggunakan nama Haroemi Wanasita, nama-nama yang
diusulkan oleh Sukarno. Sepeninggal Douwes Dekker, Haroemi menikah dengan Wayne E. Evans pada tahun 1964 dan kini tinggal di
Amerika Serikat.
Walaupun mencintai anak-anaknya, Douwes Dekker tampaknya terlalu berfokus pada perjuangan idealismenya sehingga perhatian
pada keluarga agak kurang dalam. Ia pernah berkata kepada kakak perempuannya, Adelin, kalau yang ia perjuangkan adalah untuk
memberi masa depan yang baik kepada anak-anaknya di Hindia kelak yang merdeka. Pada kenyataannya, semua anaknya
meninggalkan Indonesia menuju ke Belanda ketika Jepang masuk. Demikian pula semua saudaranya, tidak ada yang memilih menjadi
warga negara Indonesia.
Conrad Theodore van Deventer
Conrad Theodore van Deventer (1857-1915) dikenal sebagai seorang ahli hukum Belanda dan juga tokoh Politik Etis.
Dia pada usia muda bertolak ke Hindia Belanda. Dalam waktu sepuluh tahun, Deventer telah menjadi kaya, karena perkebunan
perkebunan swasta serta maskapai minyak BPM yang bermunculan saat itu banyak membutuhkan jasa penasihat hukum.
Pada sebuah surat tertanggal 30 April 1886 yang ditujukan untuk orang tuanya, Deventer mengemukakan perlunya sebuah tindakan
yang lebih manusiawi bagi pribumi karena mengkhawatirkan akan kebangkrutan yang dialami Spanyol akibat salah pengelolaan tanah
jajahan.
Lalu pada 1899 Deventer menulis dalam majalah De Gids (Panduan), berjudul Een Eereschuld (Hutang kehormatan). Pengertian
Eereschuld secara substasial adalah "Hutang yang demi kehormatan harus dibayar, walaupun tidak dapat di tuntut dimuka hakim".
Tulisan itu berisi angka-angka konkret yang menjelaskan pada publik Belanda bagaimana mereka menjadi negara yang makmur dan
aman (adanya kereta api, bendungan-bendungan, dst) adalah hasil kolonialisasi yang datang dari daerah jajahan di Hindia Belanda
("Indonesia"), sementara Hindia Belanda saat itu miskin dan terbelakang. Jadi sudah sepantasnya jika kekayaan tersebut
dikembalikan.
Ketika Deventer menjadi anggota Parlemen Belanda, ia menerima tugas dari menteri daerah jajahan Idenburg untuk menyusun sebuah
laporan mengenai keadaan ekonomi rakyat pribumi di Jawa dan Madura. Dalam waktu satu tahun, Deventer berhasil menyelesaikan
tugasnya (1904). Dengan terbuka Deventer mengungkapkan keadaan yang menyedihkan, kemudian dengan tegas mempersalahkan
kebijakan pemerintah. Tulisan itu sangat terkenal, dan tentu saja mengundang banyak reaksi pro-kontra. Sebuah tulisan lain yang tak
kalah terkenalnya adalah yang dimuat oleh De Gids juga (1908) ialah sebuah uraian tentang Hari Depan Insulinde, yang menjabarkan
prinsip-prinsip etis bagi beleid pemerintah terhadap tanah jajahannya.

Anda mungkin juga menyukai