2
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Jl Ganeca no.10 bandung 40132
1
ABSTRAK
PT. Dirgantara Indonesia adalah perusahaan yang kegiatannya bergerak di bidang
industri penerbangan. Perusahaan ini terdiri dari empat kegiatan utama, yaitu
manufaktur dan desain pesawat terbang, pembuatan onderdil pesawat, jasa perawatan
pesawat terbang, dan pembuatan alat-alat pertahanan. Proses-proses produksi tersebut
tentunya membutuhkan air bersih . Selain untuk proses produksi, air bersih ini juga
diperlukan untuk kegiatan kerja sehari-hari. PT. Dirgantara Indonesia menggunakan
pasokan air bersih dari instalasi pengolahan air dan juga sumur bor. Instalasi air bersih
tersebut memiliki kapasitas produksi air 15 liter/detik. Sedangkan sumur bor nya
memiliki kapasitas produksi air 1,5 liter/detik. Sumber air baku Instalasinya berasal dari
Sungai Cibeureum. Untuk mengolah air tersebut menjadi air bersih yang layak
digunakan dan kondisinya sesuai untuk proses produksi dibutuhkan suatu sistem
pengolahan dan pendistribusian air yang baik mulai dari intake hingga reservoir dan air
tersebut siap untuk didistribusikan.
Kata Kunci: PT. Dirgantara Indonesia, Instalasi Pengolahan Air, Sumur Bor, dan
Proses Produksi
ABSTRACT
Indonesian Aerospace Company is a company which activities are engaged in the
aviation industry. The company consists of four main activities, namely manufacturing
and design of aircraft, aircraft parts manufacturing, aircraft maintenance services, and
manufacture of defense equipment. Production processes are surely need clean water.
Other than for production processes, the water is also needed for daily work activities.
Indonesian Aerospace Company use the water supply from the water treatment plant
and from artesian well. The Water Treatment Plants water production capacity is 15
litre/second. While the artesian wells is 1,5 liter/second. The Instalations Raw Water
supply is came from Cibeureum River. To treat water into a water that fit for use and
also fit for production processes use it is needed a treatment system and a good water
distribution from the intake to reservoir and then the water is ready to distribute.
Key Word: Indonesian Aerospace Company, Water Treatment Plant, Artesian Well ,
amd Processes Production
1. DAFTAR ISI
1.2
Tujuan ............................................................................................................. 2
1.3
1.4
Metodologi ...................................................................................................... 3
1.5
1.6
2.2
2.3
2.4
2.5
2.5.1
2.5.2
2.6
2.7
Umum ........................................................................................................... 26
3.2
Intake ............................................................................................................ 28
3.3
3.4
3.5
3.6
Sedimentasi ................................................................................................... 32
3.7
3.8
Reservoir ....................................................................................................... 34
ii
3.9
Umum ........................................................................................................... 37
4.2
4.3
4.3.1
4.3.2
4.4
Air Industri.................................................................................................... 42
4.4.1
4.4.2
4.5
4.5.1
Penyaringan ..................................................................................................... 44
4.5.2
4.5.3
Saluran transmisi.............................................................................................. 45
4.5.4
4.6
4.7
Koagulasi ...................................................................................................... 46
4.8
Sedimentasi ................................................................................................... 50
4.9
Filtrasi ........................................................................................................... 56
5.1.1
5.1.2
Intake............................................................................................................... 64
5.1.3
Prasedimentasi ................................................................................................. 65
5.1.4
5.1.5
5.1.6
Sedimentasi ..................................................................................................... 68
5.1.7
Filtrasi ............................................................................................................. 69
5.1.8
iii
5.2
5.3
Kesimpulan ................................................................................................... 74
6.2
Saran ............................................................................................................. 75
iv
2. DAFTAR GAMBAR
3. DAFTAR TABEL
vi
1. BAB I
PENDAHULUAN
Air Bersih adalah salah satu kebutuhan manusia yang paling krusial, dimana air
bersih tersebut digunakan untuk mandi, mencuci dan lain-lain. Selain dibutuhkan oleh
individu, air bersih juga dibutuhkan oleh perusahaan , salah satunya oleh perusahaan
manufaktur. Selain untuk memenuhi kebutuhan para pekerjanya, air bersih juga
diperlukan untuk proses produksinya.
(WTP) untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. Hingga kini WTP tersebut masih
dioperasikan sebagai pasokan air bersih untuk berbagai keperluan.
Sumber air baku WTP ini berasal dari sungai Cibeureum, yang merupakan anak
sungai dari sungai Citarum. Sungai Cibeureum ini mengandung banyak pencemar
terutama dari limbah rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh banyaknya rumah-rumah
penduduk di pinggir sungai tersebut, ditambah lagi dengan masyarakat yang masih
sering membuang sampahnya sembarangan ke dalam sungai , dan saluran pembuangan
limbah rumah tangga yang masih belum baik sehingga limbah seperti deterjen masih
banyak yang terbuang ke dalam sungai dan ikut larut dengan air sungai tersebut.
Selain dari air Sungai Cibeureum, PT.DI juga memiliki pasokan air bersih yang
berasal dari beberapa sumur. Namun karena suatu dan lain hal, saat ini hanya satu
sumur yang masih aktif . Dikarenakan hal hal yang sudah disebutkan diatas,
pengolahan air bersih di PT.DI ini dipilih sebagai tempat pelaksaan kerja praktik dengan
tema Evaluasi Water Treatment Plant.
1.2 Tujuan
Mengetahui detail proses intake air baku dari sumber menuju unit unit
pengolahan di WTP PT.DI
Mengetahui detail dari proses pengolahan yang terjadi pada unit unit
pengolahan yang terdapat pada WTP PT.DI
Penelitian lebih difokuskan pada evaluasi kinerja unit unit pengolahan yang
ada di Water Treatment Plant dan juga sumur bor yang ada di PT. Dirgantara Indonesia,
Bandung.
1.4 Metodologi
Studi Literatur
Waktu pelaksanaan kerja praktik sesuai dengan ketentuan kurikulum yang ada di
Program Studi Teknik Lingkungan ITB adalah minimal 30 hari kerja. Adapun
pelaksanaan kerja praktik di mulai pada tanggal 18 Juni 2010 sampai 31 Juli 2010 di PT.
Dirgantara Indonesia, Bandung. Pelaksanaan kerja praktik dilakukan oleh: Muhammad
Rezky Aditya (15309090).
Pendahuluan
Menjelaskan tentang latar belakang, tujuan kerja praktik, ruang lingkup
kerja praktik, metodologi, waktu dan tempat pelaksanaan, serta
sistematika penulisan laporan kerja praktik.
BAB II
BAB VI Penutup
Berisikan kesimpulan dan saran selama melakukan kerja praktik
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
2. BAB II
GAMBARAN UMUM PT. DIRGANTARA INDONESIA
Secara umum, PT. Dirgantara Indonesia memiliki tiga masa sejarah utama, yaitu
masa perintisan, masa pendirian, dan masa pengembangan. Berikut penjelasan tiga masa
tersebut secara lebih rinci :
1.
2.
3.
Boeing,
dengan
Bell
Helicopter
Textron,
memproduksi NBELL-412.
Selanjutnya, dengan penguasaan teknologi serta keahlian yang terus berkembang,
Dirgantara Indonesia merancang bangun N250, generasi pesawat penumpang subsonic
dengan daya angkut 64-68 penumpang dengan fly by wire system. Prototype
pertamanya telah berhasil diterbangkan pertama kalinya, pada tanggal 10 Agustus 1995,
dan telah menjalani sekitar 600 jam uji terbang. Kemudian diteruskan dengan
mengembangkan N2130 pesawat jet transonic dengan inovasi baru, dalam tahap
preliminary design. Namun, kedua program tersebut terhenti adanya kendala pendanaan.
Pada tahun 1998, sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter pada tahun
sebelumnya, industri ini mempersiapkan paradigma baru. Melalui paradigma ini, PT
Dirgantara Indonesia lebih berorientasi bisnis dengan memanfaatkan teknologi yang
telah diserap selama tiga windu, sebagai ujung tombak dalam menghasilkan produk dan
jasa.
Kini, PT Dirgantara Indonesia telah berhasil sebagai industri manufaktur dan
memiliki diversifikasi produknya, tidak hanya bidang pesawat terbang, tetapi juga
dalam bidang lain, seperti teknologi informasi, telekomunikasi, otomotif, maritime,
militer, otomasi dan kontrol, minyak dan gas, turbin industri, teknologi simulasi, dan
engineering services.
Pada awal tahun 2004, program restrukturisasi perusahaan yang mencakup
reorientasi bisnis dan penataan ulang SDM digulirkan, postur karyawan menyusut dari
9670 menjadi sekitar 3500 orang dan Dirgantara Indonesia memfokuskan bisnisnya dari
18 menjadi 5 satuan uasaha yang meliputi:
-
Aircraft
Aerostructure
Aircraft services
Defence
Engineering services
Dengan demikian diharapkan industri ini menjadi institusi bisnis yang adaptif
dan efisien.
Visi perusahaan ini adalah menjadi perusahaan kelas dunia dalam industri
dirgantara yang berbasis pada penguasaan teknologi tinggi dan mampu bersaing dalam
pasar global dengan mengandalkan keunggulan biaya.
Misi perusahaan ini adalah menjalankan usaha dengan selalu berorientasi pada
aspek bisnis dan komersil dan dapat menghasilkan produk dan jasa yang memiliki
keunggulan biaya. Sebagai pusat keunggulan di bidang industri dirgantara, terutama
dalam rekayasa, rancang bangun, manufaktur, produksi, dan pemeliharaan untuk
kepentingan komersial dan militer dan juga untuk aplikasi di luar industri dirgantara.
Selain itu misi perusahaan ini adalah menjadikan perusahaan sebagai pemain kelas
dunia di industry global yang mampu bersaing dan melakukan aliansi strategis dengan
industri dirgantara kelas dunia lainnya.
tipis dan Alluminium Blok, semacam balok-balok yang tebal (massive). Sedangkan
material lainnya selain metal, disebut Composite Material yang terdiri dari bahanbahan semacam fiberglass, carbon, kevlar, dan lain-lain.
2.
Pre-cutting shop
Bahan baku yang sudah diinspeksi dikirim ke bagian pemotongan awal disertai
jobcard yang tersedia. Proses ini dilaksanakan dengan tujuan antara lain untuk
menghemat bahan baku yang diproses, memudahkan prosedur pelaksanaan, dan
memudahkan pengontrolan bahan. Bahan baku yang telah dipotong diperiksa
kembali oleh Quality Assurance lalu dikirim ke Detail Part Manufacturing untuk
diperiksa lebih lanjut.
3.
4.
Surface Treatment
Surface treatment adalah proses khusus dalam rangkaian pembuatan komponen
yang menggunakan proses kimiawi, seperti chemical milling, galvanisasi,
chromatitation, anodizing, dan lain-lain. Selain itu, agar komponen pesawat terbang
lebih tahan terhadap korosi, di proses ini juga dilakukan proses oxidizing.
5.
Preliminary Painting
10
Preliminary painting adalah proses pengecatan dasar dari semua komponen yang
sudah dibuat dan dibentuk, sebelum komponen tersebut dikirim ke bagian perakitan
rotary wing atau fixed wing.
6.
Rotary Wing
Perakitan helikopter (NAS-332/NBELL-412/NBO-105), termasuk pemasangan
engine, sistem elektrik, sistem avionic, interior, dan sebagainya. Perakitan
disesuaikan dengan misi dan fungsi pesawat, atau kebutuhan pesanan.
7.
Fixed Wing
Perakitan pesawat bersayap tetap (CN-235/NC-212) termasuk pemasangan engine,
sistem elektrik, sistem avionic, interior, dan sebagainya. Perakitan disesuaikan
dengan misi dan fungsi pesawat, atau kebutuhan pesanan.
Pada gambar 2.2 dapat dilihat skema proses produksi pesawat terbang.
Keterangan:
1. Gudang penyimpanan material atau bahan baku
2. Precutting shop (pemotongan awal)
3. Detail part manufacturing
4. Surface treatment
5. Preliminary painting
11
NC-212
Pesawat berkapasitas 19-24 penumpang, dengan beragam versi, dapat lepas
landas dan mendarat dalam jarak pendek, serta mampu beroperasi pada landasan
rumput, tanah, atau lainnya (unpave run way).
CN-235
Pesawat angkut komuter serba guna dengan kapasitas 35-40 penumpang ini,
dapat digunakan dalam berbagai misi, dapat lepas landas dan mendarat dalam
jarak pendek dan mampu beroperasi pada landasan rumput, tanah, es, atau
lainnya (unpave run way).
NBO-105
Helicopter multi guna ini mampu membawa 4 penumpang, sangat baik untuk
berbagai macam misi, mepunyai kemampuan hovering dan maneuver dalam
situasi penerbangan apapun.
Superpuma NAS-332
Helicopter modern ini mampu membawa 17 penumpang yang dilengkapi dengan
aplikasi multi misi yang aman dan nyaman.
NBELL-412
Helicopter yang mampu mebawa 13 penumpang ini memiliki prioritas
rancangan yang rendah resiko, keamanan yang tinggi, biaya perawatan dan biaya
operasi yang rendah.
12
2. Aerostructure
Didukung oleh tenaga ahli yang berpengalaman dan mempunyai kemampuan tinggi
dalam manufaktur pesawat, dilengkapi pula dengan fasilitas manufaktur dengan
kecepatan tinggi (high precision), seperti mesin-mesin canggih, bengkel sheet metal
dan welding atau pengelasan, composite dan bonding center, jig dan tool shop,
calibration, testing equipment dan quality inspection (peralatan test dan uji kualitas),
pemeliharaan, dan sebagainya. Bisnis satuan usaha aerostructure meliputi:
-
3. Aircraft services
4. Defence
Dilengkapi dengan peralatan perancangan dan analisis yang canggih, fasilitas uji
berteknologi tinggi, serta tenaga ahli yang berlisensi dan berpengalaman standar
Internasional, Satuan Usaha Engineering Services siap memenuhi kebutuhan
produk dan jasa bidang engineering.
13
5. Engineering services
Bisnis utama Satuan Usaha Defence terdiri dari produk-produk militer, perawatan,
perbaikan, pengujian, dan kalibrasi baik secara mekanik maupun elektrik dengan
tingkat akurasi yang tinggi, integrasi alat-alat perang, produksi beragam sistem
senjata yang meliputi FFAR 2,75 rocket, SUT Torpedo, dan lain-lain.
PT DI - Eurocopter/Jerman : NBO-105
PT DI - Eurocopter/Perancis : NAS-332
14
(Good Corporate Governance). Tujuannya agar visi dan misi Perusahaan dapat
diwujudkan melalui perilaku bisinis yang efisien, efektif, ekonomis dan bebas dari KKN
serta dapat diterima secara etis.
20. Divisi Pengamanan
16
e. Menyusun Laporan Manajemen secara periodik dan tahunan (un-audit & Audited)
atas realisasi kinerja usaha
f. Menyusun Laporan hasil kajian bisnis korporasi sesuai kebutuhan Direksi,
Komisaris dan Pemegang Saham serta pihak-pihak yang berkepentingan
g. Melaksanakan pembinaan serta mengevaluasi kinerja Anak Perusahaan dan
Perusahaan Patungan
h. Merencanakan, mengevaluasi dan mengelola portfolio bisinis perusahaan seperti
mengembangkan bisnis perusahaan
i. Memfasilitasi, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan manajemen risiko
perusahaan
17
Mengelola dan mengembangkan semua sumber daya yang tidak hanya memproduksi
detail part & komponen pesawat terbang dan helikopter serta komponen keperluan
industri dengan High Quality Product akan tetapi juga mampu menghasilkan produk
dengan keunggulan biaya (low cost) & penyerahan tepat waktu (on time delivery) guna
memelihara pencapaian target produksi & penjualan yang telah ditetapkan oleh
organisasi dan perusahaan.
Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan semua kegiatan operasi yang
berkaitan dengan proses pembuatan detail part & komponen pesawat terbang dan
helikopter serta komponen keperluan industri termasuk mengelola pemeliharaan semua
fasilitas dan utiliyas produksi di Aerotructure.
Mengelola kegiatan pengendalian produksi dalam rangka menjamin penyelesaian proses
pembuatan produk dan komponen pesawat terbang dengan lead time manufacturing
yang sesuai dengan perencanaan produksi yang telah ditetapkan.
Mengelola kegiatan proses pembuatan detail part/ komponen yang meliputi proses
machining, metal forming, welding, heattreatment, surface treatment, bonding &
composite, dan assembly Aircraft.
18
Mengelola kegiatan proses pembuatan alat bantu yang digunakan dalam proses
pembuatan detail parts maupun major assembly komponen pesawat terbang yang
meliputi pembuatan detail part tools, sub-assembly tool, jig serta alat bantu produksi
lainnya.
Mengelola kegiatan maintenance seluruh fasilitas produksi, inspection dan laboratory
testing serta fasilitas/ utilitas pendukung lainnya dalam rangka untuk menjamin fasilitas
dan production readiness dalam rangka memenuhi target produksi dan delivery
program-program terkontrak di Direktorat Aerostructure.
20. Divisi Rekayasa Aerostructure
20
PT.
Dirgantara
Indonesia,
hingga
memperoleh
suatu
dan
menjaga
kesiapan
sumber
daya
manusia
yang
22
23
Jumlah
Direktorat
Organisasi
Direktorat Utama
Direktur Utama
Direktorat Utama
Sekretaris perusahaan
37
Direktorat Utama
29
Direktorat Utama
Divisi pengamanan
30
Direktorat Utama
Direktorat Utama
Karyawan
23
Direktorat Utama
Direktorat Aerostructure
Direktur aerostructure
201
Direktorat Aerostructure
128
Direktorat Aerostructure
1039
Direktorat Aerostructure
Divisi rekayasa
209
Direktorat Aerostructure
Direktorat Aircraft
Integration
Direktorat Aircraft
Integration
integration
Direktorat Aircraft
Integration
Direktorat Aircraft
Integration
Direktorat Aircraft
Services
126
199
28
417
171
59
24
Direktorat Aircraft
Services
services
Direktorat Aircraft
Services
Direktorat Aircraft
Services
178
56
Direktorat Aircraft
Services
services
45
141
198
Pengembangan
strategis
Pengembangan
Direktorat Teknologi dan
Pengembangan
228
185
Pengembangan
daya manusia
Administrasi
Direktorat Keuangan dan
Administrasi
Direktorat Keuangan dan
Administrasi
Direktorat Keuangan dan
Administrasi
Direktorat Keuangan dan
Administrasi
41
44
79
Divisi perbendaharaan
66
Divisi akuntansi
36
89
167
25
3. BAB III
KONDISI EKSISTING
3.1 Umum
Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia untuk
melakukan seluruh aktivitasnya sehari-hari. Namun tidak semua air dapat langsung
dimanfaatkan begitu saja. Air baku yang berasal dari air permukaan harus diolah
terlebih dahulu untuk dapat digunakan untuk kehidupan sehari hari, begitu pula untuk
penggunaan pada proses produksi di industri.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya, PT.DI menggunakan Water
Treatment Plant yang sumber air bakunya berasal dari Sungai Cibeureum (anak sungai
Citarum). Selain dari WTP , PT.DI juga menggunakan sumur air bawah tanah (ABT)
sebagai pasokan air bersih. Pada awalnya terdapat tujuh sumur ABT di tujuh titik,
namun sekarang yang masih beroperasi hanya 1 sumur saja.
Sungai Cibeureum memiliki debit rata-rata maksimum 38 m3/det dan minimum
0,75 m3/s. Air Baku yang berasal dari sungai Cibeureum ini memiliki permasalahan
sampah dan tingginya kandungan detergen. Hal tersebut dikarenakan terdapat
pemukiman penduduk pada bantaran sungai Cibeureum ini, dimana penduduk tersebut
mencuci pada sungai dan membuang sampah secara sembarangan.
Water Treatment Plant PT.DI memiliki kapasitas produksi sebesar 15 liter/detik.
Skema WTP di PT.DI dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut.
26
Air masuk ke Water Intake yang terdapat Bar screen untuk menyaring sampah-sampah
yang terbawa oleh arus sungai.
Air tersebut selanjutnya masuk ke dalam Bak Pengendap awal (Pra Sedimentasi).
Di dalam Bak Pengendap Awal ini partikel kasar dan partikel halus (lumpur-lumpur)
yang masih terbawa dalam aliran akan mengendap secara gravitasi.
Setelah dilakukan proses Pra Sedimentasi, air dialirkan ke ruang pompa yang
terdapat bar screen yang berguna untuk menyaring sampah yang lolos dari bar screen
sebelumnya. Dari ruang ini air dipompakan menuju Lamella Clarifier , dan dalam
perjalanannya air dibubuhi dengan koagulan PAC (Polyalumunium Chloride) dengan
cara dipompa dengan Dozing Pump. Di Lamella Clarifier ini air dibubuhi oleh bahan
kimia lagi, berupa Soda Ash dan Kaporit. Soda Ash ini berfungsi untuk menghilangkan
kesadahan, sedangkan kaporit berfungsi sebagai desinfektan.
Selain dipompa menuju Lamella Clarifier, sebagian air dari bak prasedimentasi
ini dipompa menuju reservoir untuk hydrant. Dari reservoir ini, air dialirkan menuju
sistem hydrant yang letaknya sekitar 10 meter dari reservoir. Ruangan sistem hydrant
yang ada di PT.DI ini dapat dilihat pada gambar 3.2.
27
Lalu pada proses selanjutnya air dimasukkan ke dalam filter, berupa Continuous
Sand Filter. Di proses ini flok dan besi yang masih terlarut dalam air akan terikat pada
saringan pasir ini.
Air yang telah jernih dari saringan pasir selanjutnya dialirkan ke dalam saluran
yang menuju ke reservoir. Pada saluran ini seharusnya air yang telah diproses.
diinjeksikan Khlor yang berfungsi sebagai desinfektan untuk membunuh kuman-kuman.
Namun dikarenakan alatnya sudah tidak berfungsi lagi, maka air yang telah diproses
tidak diinjeksikan Khlor lagi. Air yang dialirkan ke dalam reservoir akan ditransmisikan
menuju Reservoir Tower yang jaraknya cukup jauh dengan pompa. Dari Tower tersebut,
air didistribusikan ke seluruh bagian perusahaan.
3.2 Intake
Intake merupakan bangunan penangkap air. Bangunan ini terdiri dari 2 buah
pintu air. Pintu air tersebut bisa dinaikkan ataupun diturunkan yang berfungsi untuk
mengatur debit air baku yang akan masuk ke Bak Pra Sedimentasi. Gambar dari pintu
Intake pada WTP di PT.DI dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut.
Bangunan ini juga dilengkapi dengan Bar Screen yang berfungsi untuk menyaring
sampah-sampah yang besar agar tidak ikut masuk ke dalam Bak Pra Sedimentasi. Bar
Screen yang digunakan di WTP ini dapat dilihat pada gambar 3.4 dan 3.5 .
28
Pengurasan dilakukan setiap minggu, biasanya saat hari libur perusahaan atau
hari libur nasional agar tidak mengganggu proses produksi perusahaan.
29
Dari bak prasedimentasi ini, air dialirkan menuju ruang pompa air baku dimana
disini air dipompa menuju 2 tempat, yang pertama (pipa biru) menuju Lamella Clarifier,
dan yang kedua (pipa merah) menuju reservoir hydrant.
Bangunan pompa air dibangun dekat dengan Bak Pra Sedimentasi. Pompa yang
beroperasi hanya ada 1 buah yang memiliki kapasitas 15 liter/detik, dan terdapat 1 buah
pompa cadangan bilamana pompa yang beroperasi tidak dapat beroperasi dengan baik
dan perlu maintenance , akan diganti dengan pompa cadangan tersebut. Pipa saluran
dapat dilihat pada gambar 3.7 sedangkan untuk pompa air baku apat dilihat do gambar
3.8.
30
Gambar 3.9 Pengadukan zat kimia, biru: Soda Ash dan kaporit, putih: PAC
(Sumber: Dok. Pribadi)
Untuk senyawa soda ash dan kaporit, pelarutan dilakukan secara bersamaan
didalam satu wadah pengaduk (dicampur). Yang nantinya larutan campuran ini
dibubuhkan oleh dosing pump ke dalam clarifier, dapat dilihat pada gambar 3.10
berikut :
Gambar 3.10 Pembubuhan larutan campuran soda ash dan kaporit pada Lamella Clarifier
(Sumber: Dok. Pribadi)
31
3.6 Sedimentasi
Berikutnya air diproses sedimentasi pada Lamella Clarifier. Clarifier jenis ini
tidak memerlukan lahan yang besar, dan memiliki kemiringan sebesar 60o. Di WTP ini
terdapat 2 buah unit clarifier, namun yang masih berfungsi saat ini hanya 1 buah unit.
Setelah pembubuhan PAC sebelum memasuki clarifier, koagulan campuran dibubuhkan
pada clarifier. Hal ini berfungsi untuk mempercepat proses pembentukan lumpur pada
clarifier. Gambar Lamella Clarifier ini dapat dilihat pada gambar 3.11 dibawah.
Air yang dipompakan masuk melalui inlet yang letaknya dibawah dari posisi
outlet. Didalamnya air diproses melewati plat-plat lamella dengan aliran upflow. Lalu
air keluar dari outlet menuju unit filtrasi.
Clarifier ini memiliki tinggi sekitar 3,8 meter. Pada bagian bawahnya terdapat
saluran untuk membuang lumpur yang dihasilkan pada clarifier ini. Lumpur yang
tercampur dengan residu 3 koagulan yang dipakai tersebut tidak memiliki pengolahan
lanjutan, dimana lumpur nya langsung di buang kembali ke sungai.
32
33
3.8 Reservoir
Dari filtrasi, air yang telah jernih selanjutnya menuju reservoir. Dari reservoir
(gambar 3.18) ini air dipompakan menuju ruang pompa di reservoir tower (gambar
3.17), yang jaraknya sekitar 350 m dari WTP. Yang selanjutnya dari ruang pompa
tersebut air dipompakan menuju puncak tower (gambar 3.16), lalu air bersih
didistribusikan dengan menggunakan gravitasi ke seluruh bagian PT.DI.
34
Gambar 3.18 Pipa dari sand filter menuju reservoir (paling kiri)
(Sumber: Dok. Pribadi)
Air yang digunakan untuk proses produksi (dalam hal ini untuk elektroplating)
memerlukan treatment lebih lanjut. Treatment yang dilakukan adalah dengan Ion
exchange. Padi Ion Exchanger ini mineral-mineral/ion-ion yang ada di dalam air diikat
oleh resin kation dan resin anion. Sehingga air yang keluar tidak memliki mineral
apapun atau biasa disebut sebagai air murni/aquadest.
Unit yang digunakan disini adalah Ion Exchanger, dimana terdiri atas 3 tangki
kation, 3 tangki anion dan tangki filter. Tangki filter berfungsi untuk menyaring
partikulat kasar. Setelah melewati filter, air dimasukkan ke tangki kation terlebuih
dahulu.Di tangki ini terdapat resin kation yang berguna untuk mengikat ionnegatif yang
ada pada air. 3 tangki ini bekerja secara bergantian dimana bila satu tangki resinnya
telah jenuh, maka tangki yang lain akan bekerja. Begitu pula dengan tangki anion, yang
bekerja secara bergantian. Dalam tangki ini terdapat resin anion yang mengikat ion-ion
positif dalam air. Setelah selesai proses ion exchanging nya , air dialirkan menuju
bengkel elektroplating untuk selanjutnya digunakan pada proses produksi.
Resin resin yang telah jenuh dapat digunakan kembali dengan cara regenerasi,
dimana asam kuat (HCl) dialirkan ke resin kation yang jenuh, dan mengikat semua ion
yang ada di resin kation. Untuk regenerasi resin anion, resin dialirkan basa kuat (NaOH)
35
untuk mengikat ion-ion positif yang ada di resin anion. Air buangan dalam proses
regenerasi ini diproses kembali dengan menggunakan filter press yang akhirnya
membentuk lumpur kering. Lumpur kering tersebut akan masuk ke TPS B3, yang
nantinya akan diambil oleh PPLI.
3.10
Selain mempunyai pasokan air bersih dari WTP, PT.DI juga memiliki sumur air
bawah tanah (ABT) atau deep well (sumur dalam) sebagai pasokan air bersih. Pada
awalnya, PT.DI memiliki 7 titik sumur ABT yang digunakan. Namun seiring dengan
berjalannya waktu , 6 titik sumur tidak dapat beroperasi lagi dan izinnya tidak
diperpanjang lagi. Sehingga saat ini sumur ABT yang masih beroperasi hanya ada satu
buah, yang dapat dilihat pada gambar 3.19.
Sumur ABT yang masih beroperasi ini hanya melayani 1 gedung saja, yaitu
gedung pusat di PT.DI (gedung GPM). Dan letak sumur ini berada di bagian belakan
gedung tersebut.
Sumur dalam ini memiliki kapasitas debit sebesar 1,5 liter/detik, dimana per
bulannya dapat menghasilkan volume air sebesar 3888 m3 air bersih.
36
4. BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Umum
Suatu Instalasi Pengolahan Air (IPA) terdiri dari beberapa unit pengolahan. Setiap unit
memiliki desain dan fungsi masing-masing. Proses pengolahan air berlangsung secara
terpadu, di mana hasil pengolahan di satu unit akan berpengaruh pada unit lainnya dan
tidak dapat dipisahkan. Air yang akan diolah di Instalasi Pengolahan Air biasa disebut
air baku.
Air baku yang akan diolah di Instalasi Pengolahan Air dapat diambil dari berbagai
sumber air, yaitu :
1. Air Laut
Air laut mempunyai sifat asin karena mengandung garam NaCl, sehingga air laut
tidak cocok digunakan untuk air minum.
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Air permukaan
biasanya mengalami pengotoran selama pengaliran, misalnya oleh lumpur, sampah,
37
a. Air sungai
Air sungai sering digunakan sebagai air baku karena debitnya yang relatif besar
sehingga dapat mencukupi kebutuhan air. Namun air sungai umumnya memiliki
tingkat pencemaran yang relatif tinggi sehingga pengolahan yang diperlukan pun
lebih kompleks.
b. Air rawa/danau
Air rawa biasanya berwarna kuning kecoklatan. Hal itu disebabkan oleh adanya
zat-zat organik yang telah membusuk dan larut dalam air. Kadar zat organik
yang tinggi menyebabkan kadar Fe dan Mn menjadi tinggi pula dan akan larut
dalam keadaan O2 terlarut yang sangat rendah (anaerob). Pada permukaan air
rawa/danau juga biasanya ditumbuhi algae atau lumut karena adanya pengaruh
sinar matahari dan O2.
4. Air Tanah
Air tanah (ground water) adalah air yang berada di bawah permukaan tanah di dalam
zone jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan
atmosfer (Suyono, 1993:1)
Air tanah merupakan sumber air tawar terbesar di planet bumi, mencakup kira-kira
30 % dari total air tawar atau 10,5 juta km3 . Akhir akhir ini pemanfaatan air tanah
meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa tempat tingkat eksploitasinya sudah
sampai tingkat yang membahayakan. Air tanah biasanya diambil, baik untuk sumber
38
air bersih maupun untuk irigasi, melalui sumur terbuka, sumur tabung, spring, atau
sumur horizontal. Kecenderungan memilih air tanah sebagai sumber air bersih,
dibanding air permukaan mempunyai keuntungan:
Bersih dari kekeruhan, bakteri, lumut atau tumbuhan dan binatang air
Cara pengambilan air tanah yang paling tua dan sederhana adalah dengan membuat
sumur gali (dug wells) dengan kedalaman lebih rendah dari posisi permukaan air
tanah. Jumlah air yang dapat diambil dari sumur gali biasanya terbatas, dan yang
diambil adalah aier tanah dangkal. Untuk pengambilan yang lebih besar diperlukan
luas dan kedalaman galian yang lebih be sar. Sumur gali biasanya dibuat dengan
kedalaman tidak lebih dari 5-8 meter di bawah permukaan air tanah.
Untuk pengambilan air tanah dengan jumlah cukup besar, misalnya industri, cara
yang banyak dipakai adalah dengan membuat sumur dalam (deep wells) yang pada
umumnya terbuat dari pipa, dan air yang diambil adalah air tanah dalam. (Suripin,
2004).
39
c. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah.
Mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh musim
dan kualitas maupun kuantitasnya relatif sama dengan air tanah dalam.
Sumur merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk yang tinggal di
daerah pedesaan maupun di perkotaan Indonesia. Secara teknis dapat dibagi menjadi 2
jenis:
4.3.1 Sumur dangkal (shallow well)
Cara pengambilan air tanah yang paling tua dan sederhana adalah dengan
membuat sumur gali dengan kedalaman lebih rendah dari posisi permukaan air tanah.
Jumlah air yang dapat diambil dari sumur gali biasanya terbatas, dan air yang diambil
adalah air dangkal. Untuk pengambilan air yang lebih besar diperlukan luas dan
kedalaman galian yang lebih besar. Kedalaman sumur gali tergantung lapisan tanah,
ketinggian dari permukaan air laut, dan ada tidaknya air bebas di bawah lapisan tanah.
Sumur gali biasanya dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5-8 meter di bawah
permukaan tanah. Cara ini cocok untuk daerah pantai dimana air tanah berada di atas air
asin.
Berdasarkan jenis tanah dan kedalaman, air bebas sumur gali dapat diperoleh
sebagai berikut:
- Tanah berpasir: Sumur gali cukup 6-8 m telah memperoleh air bebas
40
Pengambilan air tanah dilakukan dengan membuat sumur dalam (deep well) atau
yang lazim disebut sumur bor. Kedalaman sumur bor berdasarkan struktur dan lapisan
tanah:
- Tanah berpasir: biasanya kedalaman 30-40 m sudah memperoleh air. Biasanya
airnya naik 5-7 m dari permukaan tanah
- Tanah liat/padas: biasanya kedalaman 40-60 m akan diperoleh air yang baik dan
air akan naik mencapai 7 m dari permukaan tanah
- Tanah berkapur: biasanya sumur dengan kedalaman di atas 60 m kemungkinan
baru mendapat air dan apabila ada air, airnya sukar/tidak bias naik ke atas dengan
sendirinya
- Tanah berbukit: biasanya sumur dibuat diatas 100 m atau diatas 200 m
kemungkinan tipis sekali untuk memperoleh air. Air yang diperoleh sukar/tidak
bias naik ke atas dengan sendirinya
41
Air industri merupakan air yang secara tidak langsung digunakan dalam industri,
contohnya untuk air pendingin, air umpan ketel (boiler), atau air proses. Untuk
memenuhi kriteria yang digunakan untuk air industri, air baku perlu mengalami
pengolahan yang terbagi menjadi:
a. External Treatment
Suatu kegiatan terhadap air baku agar diperoleh air yang relatif baik sebelum
mencapai sasaran dalam penggunaan air industri. Tujuan dari external treatment
antara lain untuk mengurangi kesadahan, alkalinitas, total solid, dan oksigen
terlarut dalam air.
b. Internal Treatment
Suatu kegiatan pengolahan terhadap air yang digunakan dalam suatu proses
industri agar tercapai standar kualitas air industri yang ditetapkan. Sasaran
internal treatment antara lain untuk mengendalikan kerak dan korosi dalam air
boiler, mengendalikan korosi, kerak, dan tumbuhnya mikroorganisme atau
bakteri dengan penambahan bahan kimia.
Bangunan penangkap air biasa disebut juga intake. Intake adalah suatu bangunan yang
berfungsi untuk mengambil air dari sumber air di permukaan tanah seperti sungai,
danau, atau kanal.
Terdapat beberapa jenis bangunan intake, di antaranya:
Shore intake, yaitu intake yang dibangun di tepi sungai berupa rumah pompa
dengan intake berada di bawah permukaan air minimum
Siphon well intake, yaitu bangunan intake pada tepi sungai. Air baku dialirkan
dengan menggunakan siphon menuju sumur pengumpul dan selanjutnya akan
dipompakan menuju instalasi pengolahan.
Menurut JWWA (1984), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi
intake:
Untuk sumber air baku dari sungai, struktur intake jangan sampai mengganggu
atau menghambat aliran untuk menghindari resiko banjir saat aliran sungai
meningkat seperti pada musim hujan.
Pengukuran ketinggian muka air dan laju aliran perlu dilakukan untuk
menentukan lokasi intake. Untuk menjaga kualitas air baku yang masuk, intake
sebaiknya tidak diletakkan berdekatan dengan sumber air limbah, seperti industri
atau permukiman warga, serta dilengkapi dengan pagar dan screen.
Untuk sumber air baku dari danau atau rawa, struktur intake harus sesuai dengan
volume air yang direncanakan, termasuk mengantisipasi resiko kekurangan air
saat muka air minimum. Pemilihan lokasi intake harus memperhatikan daerah
43
sekitar danau, jangan sampai ada aliran air dari sumber yang tidak diinginkan
seperti air limbah atau air dengan kandungan pasir yang tinggi, karena akan
mempengaruhi kualitas air di danau secara keseluruhan.
Untuk sumber air baku dari air permukaan, strukutur intake harus
memperhatikan resiko penyumbatan strainer oleh tanah yang dapat menghambat
air yang masuk ke intake. Pemilihan lokasi mempertimbangkan kondisi
geografis dan geologis tanah, serta terbebas dari air dengan kadar garam tinggi.
4.5.1 Penyaringan
Penyaringan merupakan tahap pengolahan awal. Penyaringan berfungsi untuk menahan
sampah-sampah dalam ukuran besar, seperti plastik, kayu, dan lain-lain, agar tidak
masuk ke dalam unit instalasi yang dapat menghambat proses pengolahan selanjutnya.
Menurut Degremont (1991), tipe screen atau saringan terdapat 3 macam dengan
berbagai kriteria desain, yaitu:
1.
Fine screening
Disebut juga saringan halus dengan ukuran saringan di bawah 10 mm.
2.
Medium screening
Disebut juga saringan sedang dengan ukuran saringan antara 10 mm sampai 40
mm.
3.
Coarse screening
Disebut juga saringan kasar dengan ukuran saringan di atas 40 mm.
Metode untuk membersihkan saringan ada yang secara manual ada pula dengan cara
otomatis. Metode membersihkan saringan dengan cara otomatis ini biasanya digunakan
untuk saringan pada instalasi yang besar dengan posisi saringan tegak lurus dan debit
aliran besar serta jumlah sampah yang sangat banyak. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya penyumbatan (clogging) pada saringan tersebut. Tipe saringan
yang dibersihkan secara manual pada umumnya memiliki kemiringan antara 60 sampai
80.
44
Bangunan pengendap pertama biasa disebut juga dengan bak prasedimentasi, fungsinya
untuk mengendapkan partikel-partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi. Pada
45
bak pengendap pertama tidak ada pembubuhan zat kimia. Jika air baku yang digunakan
sudah cukup jernih, bak pengendap pertama tidak diperlukan.
Sebelum masuk ke bak pengendap pertama, aliran air diatur debitnya menggunakan
pintu air, tujuannya agar aliran air yang masuk ke bak tetap laminair (tenang), sehingga
pengendapan secara gravitasi tidak terganggu. Proses pengendapan yang terjadi di bak
ini akan membentuk lumpur, oleh karena itu perlu adanya pembersihan atau
pengeluaran lumpur endapan yang terbentuk secara periodik untuk menjaga efektivitas
ruang pengendapan dan pencegahan pembusukan lumpur.
4.7 Koagulasi
Elektrokinetik
Tahap dimana nilai zeta potensial direduksi sehingga partikel koloid tidak stabil.
2.
Orthokinetik
Tahap dimana antar partikel sudah saling berikatan.
3.
Perikinetik
Tahap dimana sudah terbentuk flok-flok.
46
Jenis Koagulan
Aluminium sulfate
Sodium aluminate
Ferrous sulfate
Ferric sulfate
Ferric chloride
Chlorinated copperas
Rumus Kimia
Al2(SO4)3.18H2O
Na3AlO3
FeSO4.7H2O
Fe2(SO4)3
FeCl3
FeCl2Fe2(SO4)3
Alum [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum digunakan karena
harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam air bereaksi dengan
alumunium sulfat (alum) menghasilkan aluminium hidroksida sesuai dengan persamaan,
Al2(SO4)3 14 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O + 6 CO2
Beberapa air ada yang tidak memiliki alkalinitas yang cukup untuk bereaksi dengan
alum, sehingga perlu dilakukan penambahan alkalinitas. Alkalinitas biasanya dalam
bentuk ion hidroksida yaitu berupa kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan reaksi:
47
Pengadukan Mekanis
Pengadukan secara mekanis dapat dilakukan menggunakan turbine impeller,
propeller, atau paddle impeller. Setiap jenis pengadukan memiliki nilai gradien
kecepatan, daya pengadukan, dan spesifikasi mekanis yang berbeda. Apabila
terdapat beberapa bahan kimia yang akan dibubuhkan, aplikasi secara berurutan
lebih dianjurkan, sehingga akan membutuhkan kompartemen ganda. Untuk
48
menghasilkan pencampuran yang homogen, koagulan harus dimasukkan ke tengahtengah impeller atau pipa inlet.
2.
Pengadukan Pneumatis
Sistem ini menggunakan penginjeksian udara dengan kompresor pada bagian
bawah bak koagulasi. Gradien kecepatan dipengaruhi pengaturan laju aliran udara
yang diinjeksikan.
3.
Pengadukan Hidrolis
Pengadukan cepat menggunakan sistem hidrolis dilakukan dengan berbagai cara, di
antaranya melalui terjunan air, aliran air dalam pipa, dan aliran air dalam saluran.
Nilai gradient kecepatan dihitung berdasarkan persamaan sebelumnya. Untuk
pengadukan secara hidrolis, besar nilai headloss yang digunakan sangat
mempengaruhi efektifitas pengadukan. Nilai headloss ditentukan menurut tipe
pengadukan yang digunakan, yaitu terjunan air, aliran dalam pipa, atau aliran dalam
saluran (baffle).
a. Terjunan hidrolis
Metode pengadukan terjunan air merupakan metode pengadukan hidrolis yang
mudah dalam operasional. Besar headloss selama pengadukan dipengaruhi oleh
tinggi jarak terjunan yang dirancang. Metode ini tidak membutuhkan peralatan
yang bergerak dan semua peralatan yang digunakan berupa peralatan diam/statis.
b. Aliran dalam pipa
Salah satu metode pengadukan cepat yang paling ekonomis dan mudah adalah
pengadukan melalui aliran dalam pipa. Efektifitas pengadukan dipengaruhi oleh
debit, jenis dan diameter pipa, serta panjang pipa pengaduk yang digunakan.
c. Aliran dalam saluran baffle
Bentuk aliran dalam saluran baffle ada dua macam, yang paling umum
digunakan yaitu pola aliran mendatar (round end baffle channel) dan pola aliran
vertikal (over and under baffle). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
4.1.
49
4.8 Sedimentasi
Menurut Reynolds (1982), sedimentasi adalah pemisahan zat padat cair yang
memanfaatkan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan padatan tersuspensi.
Pengendapan diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu :
1.
2.
50
3.
4.
Concentration
Dilute
Dilute
Intermediate
Thick
Flocculancy
Discrete
Flocculant
Flocculant
Flocculant
Sedimentation tank
Plain
Horizontal flow
Upflow, thickener
Thickener
Pada umunya bak sedimentasi berbentuk persegi panjang dengan aliran horizontal
adalah konfigurasi bak yang paling menguntungkan. Hal ini disebabkan stabilitas
hidrolisnya dan toleransinya terhadap shock loading. Bak tipe ini juga memiliki
efektifitas kerja yang dapat diprediksi, mampu mengatasi debit 2 kali lipat dari desain,
51
mudah dioperasikan, dan mudah beradaptasi terhadap instalasi plate settler atau
sejenisnya. Unit sedimentasinya terdiri dari :
Zona inlet
Pada zona ini air yang masuk diasumsikan merata dengan potongan melintang bak
pengendapan. Dengan tingkat suspended solid yang homogen, ketidakmerataan
pada zona ini akan menghasilkan turbulensi sehingga dapat merusak flok yang
sudah terbentuk pada saat di tangki flokulator.
Untuk menghindari hal ini maka aliran air harus mempunyai kecepatan aliran sama
dengan atau di bawah 0,3 m/s.
Zona pengendapan
Pada zona ini, flok yang telah terbentuk diharapkan dapat mengendap. Secara ideal,
bidang pengendap ini harus memenuhi asumsi bahwa aliran harus merata atau
mempunyai kecepatan yang sama di seluruh potongan melintang dan kecepatan
sepanjang bidang pengendapan harus sama.
Jenis bidang pengendapan ini meliputi:
- Bak pengendap dengan aliran horizontal
- Bak dengan plat settler aliran miring
- Bak pengendap dengan aliran ke atas
Uniformitas dan turbulensi aliran pada bidang pengendap sangat berpengaruh. Oleh
sebab itu bilangan fraud yang menggambarkan tingkat uniformitas aliran dan
turbulensi aliran yang digambarkan oleh bilangan Reynold harus memenuhi kriteria
yang telah ditentukan.
Zona outlet
Zona outlet berfungsi untuk mengumpulkan supernatan dari seluruh bagian bak.
Zona outlet ini terdiri dari pelimpah, saluran pelimpah, saluran pengumpul dan
saluran outlet. Pada zona outlet ini digunakan pelimpah berupa mercu tajam
sehingga menghasilkan terjunan.
Zona lumpur
Zona lumpur berfungsi sebagai tempat akumulasi zat padat atau kotoran hasil
pengendapan. Pada umumnya dasar zona lumpur ini memiliki kemiringan antara
1/200 1/300 menuju titik pengumpulan lumpur.
52
Kriteria Desain
Kriteria desain dari zona pengendapan pada bak sedimentasi berbentuk persegi panjang
yang dilengkapi dengan plate settler adalah sebagai berikut (Kawamura, 1991) :
Kedalaman air : h = 3 5 m
Freeboard : fb = 0,6 m
53
Aliran dalam tangki sedimentasi harus laminer. Jenis aliran dalam saluran diketahui
dengan :
Bilangan Reynolds (1982)
Dalam pipa
Repipa =
vD
Di mana:
Repipa = Bilangan Reynolds di dalam pipa
= Massa jenis air (kg/m3)
= Viskositas absolut air (kg/m-dtk)
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
D = Diameter pipa (m)
Resal =
vR
Di mana:
Resal = Bilangan Reynolds di dalam saluran
= Massa jenis air (kg/m3)
= Viskositas absolut air (kg/m-dtk)
V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
R = Jari-Jari Hidrolis (m)
54
Dalam Clarifier
Recla =
v
(sin )
Dimana:
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
= Besar sudut kemiringan plate settler
V = Viskositas Kinematis (m2/s)
Bilangan Froud
Dalam Clarifier
Frcla =
v
(sin )2
Di mana:
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
= Besar sudut kemiringan plate settler
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Jenis Aliran:
- Fr < 1, Aliran Subkritis
- Fr = 1, Aliran Kritis
- Fr > 1, Aliran Superkritis
55
4.9 Filtrasi
Filtrasi adalah proses pemisahan padatan dengan cairan melalui suatu filter yang terdiri
dari beberapa material berpori yang dapat menahan padatan dan cairan dapat
melewatinya. Proses ini digunakan untuk menyaring koagulan dan menghasilkan air
bersih dengan kualitas yang tinggi.
Filter dikenal dengan 2 macam, yaitu:
1. Saringan dengan bangunan terbuka / secara gravitasi
Tangki filter berbentuk vertical dan memanfaatkan gaya gravitasi dalam
penyaringannya.
Menurut Peavy (1985) yang dikutip dari situs scribd dengan judul Buku Ajar PBPAM
(2010), dalam penjernihan air bersih dikenal dua macam saringan:
56
Nilai
Satuan
Rentang
Tipikal
Antrasit
Kedalaman
cm
45,72 60,96
60,96
Ukuran Efektif
mm
0,9 1,1
1,6 1,8
1,7
Koefisien keseragaman
Pasir
Kedalaman
cm
15,24 20,32
15,24
Ukuran Efektif
mm
0,45 0,55
0,5
1,5 1,7
1,6
176 496,35
293,34
Koefisien keseragaman
Laju Filtrasi
m3/hr m2
57
Kriteria Desain
Gravity filter:
a. Dimensi bak dan media filtrasi
- kecepatan filtrasi : 5 - 7,5 m/jam
- kecepatan back wash : 15 - 100 m/jam
- luas permukaaan filter : 10 - 20 m2
- ukuran media :
ukuran efektif : 0,5 - 0,6 mm
koefisien keseragaman : 1,5
tebal media penyaring : 0,45 - 2 m
tebal media penyangga : 0,15 - 0,65 m
b. Sistem Underdrain
- perbandingan luas orifice dan luas media (1,5-5) x 10-3 : 1
- perbandingan luas lateral dan luas orifice (2-4) : 1
- perbandingan luas manifold dan luas lateral : (1,5-3) : 1
- diameter orifice : 0,25 - 0,75
- jarak antar orifice terdekat : 3 - 12
- jarak antar pusat lateral terdekat : 3 - 12
c. Pengaturan Aliran
- kecepatan aliran dalam saluran inlet : 0,6 - 1,8 m/s
- kecepatan aliran dalam saluran outlet : 0,9 - 1,8 m/s
- kecepatan aliran dalam pencuci : 1,5 - 3,7 m/s
- kecepatan aliran dalam saluran pembuangan : 1,2 - 2,5 m/s
58
d. Pressure Filter
Pada Tabel 5 dapat dilihat ukuran efektif untuk filter bertekanan.
Tabel 5 Ukuran Efektif untuk jenis filter bertekanan
Effective Size (mm)
0,35
0,55
0,75
0,95
Rate (m/jam)
25 35
40 50
55 70
70 90
4.10
Desinfeksi
59
2 H+ + 2 HCO3 2 H2CO3
Ca(OCl)2 + 2 H2O + 2 HCO3 Ca(OH)2 + 2 OCl + 2 H2CO3
Hipoklorit (HOCl) yang terbentuk akan terlebih dahulu bereaksi dengan ammonia yang
terkandung di dalam air membentuk monokloramin, dikloramin, dan trikloramin
menghasilkan klor terikat. Persamaan kimia yang memperlihatkan terbentuknya
kloramin ini adalah sebagai berikut.
NH3 + HOCl NH2Cl + H2O
NH3 + 2 HOCl NHCl2 + 2 H2O
NH3 + 3 HOCl NCl3 + 3 H2O
Oleh sebab itu, dosis klor yang harus diaplikasikan ke dalam air baku harus disesuaikan
dengan break point chlorination yang dapat dilihat pada gambar 4.3. Pada gambar 4.3
dapat dilihat bahwa pada kurva bagian A-B, klor beraksi dengan agen-agen pereduksi
yang terdapat di dalam air. Kemudian pada kurva bagian B-C adalah ketika klor
bereaksi membentuk kloramin. Pada kurva bagian C-D, terdapat sejumlah klor bebas
sehingga terjadi oksidasi dari kloramin yang sebelumnya terbentuk, sehingga jumlah
sisa klor di dalam air terus berkurang, hal ini disebabkan oleh reduksi atom klor sampai
dengan angka oksidasinya yang paling rendah.
60
Setelah oksidasi selesai, penambahan klor lebih lanjut akan menghasilkan pembentukan
sisa klor bebas di dalam air yang dibutuhkan pada saat distribusi air minum dengan
dosis kurang lebih 0,5 mg/L. Pada kurva di atas yang dimaksud dengan break point
chlorination adalah titik D. Sehingga jumlah klor yang dibutuhkan untuk desinfeksi
pada suatu unit pengolahan air minum adalah :
Kebutuhan Klor (mg/L) = Kebutuhan BPC (mg/L) + Sisa Klor (mg/L)
Kriteria Desain
Desinfektan yang digunakan adalah Kalsium Hipoklorit dengan persentase Cl2
yang terkandung adalah 50 % dengan berat jenis 0,86 kg/L.
Jumlah sisa klor yang dibutuhkan pada saat distribusi berkisar antara 0,2 - 0,5 mg/L.
Bak penampung desinfektan dapat terbuat dari plastik atau tanah liat dengan jumlah
bak minimum 2 buah. Volume bak penampung sangat tergantung pada periode
pengisian bak pelarut dan konsentrasi larutan yang keduanya dapat diatur
sedemikian rupa sehingga memudahkan kegiatan operasi dan perawatan.
Klor yang terdapat dalam bak penampung dapat dialirkan secara gravitasi maupun
dengan pemompaan melalui sistem perpipaan.
Waktu kontak diatur berdasarkan pH larutan.
4.11
Reservoir
Reservoir yang digunakan pada instalasi pengolahan air bersih berfungsi untuk
menampung air hasil pengolahan sebelum didistribusikan dan melindungi air hasil
pengolahan dari kontaminasi oleh air hujan, debu, algae, maupun sinar matahari
langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang reservoir adalah :
1. Volume reservoir
Volume ditentukan berdasarkan tingkat pelayanan dengan memperhatikan fluktuasi
pemakaian dalam satu hari di satu kota yang akan dilayani.
61
3. Letak reservoir
Reservoir diusahakan terletak di dekat daerah distribusi. Bila topografi daerah
distribusi rata maka reservoir dapat diletakkan di tengah-tengah daerah distribusi.
Bila topografi naik turun maka reservoir diusahakan diletakkan pada daerah tinggi
sehingga dapat mengurangi pemakaian pompa dan menghemat biaya.
4. Pemakaian pompa
Jumlah pompa dan waktu pemakaian pompa harus bisa mencukupi kebutuhan
pengaliran air.
5. Konstruksi reservoir
a. Ambang Bebas dan Dasar Bak
Ambang bebas minimum 30 cm di atas muka air tertinggi.
Dasar bak minimum 15 cm dari muka air terendah.
b. Inlet dan Outlet
Posisi dan jumlah pipa inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan bentuk dan
struktur tanki sehingga tidak ada daerah dengan aliran yang mati.
Pipa outlet dilengkapi dengan saringan dan diletakkan minimum 10 cm di
atas lantai atau pada muka air terendah.
62
63
5. BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
milik PT.
Dirgantara Indonesia ini berasal Sungai Cibeureum yang merupakan anak sungai dari
sungai Citarum. Sungai Cibeureum ini memiliki debit rata-rata maksimum sebesar
38000 liter/detik dan debit rata-rata minimum sebesar 750 liter/detik.
Sungai Cibeureum ini memiliki masalah yang sama dengan anak sungai Citarum
yang lainnya yaitu banyaknya sampah yang dibuang ke sungai itu sendiri. Pada musim
penghujan, sampah yang ada akan bertambah banyak dan kekeruhan air pun akan tinggi
dikarenakan aliran yang cukup deras sehingga banyak lumpur yang ikut terbawa ke
dalam intake.
Dilakukan pengerukan sungai pada hari libur perusahaan atau hari libur nasional
setiap minggunya. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan lumpur yang berlebih dan
biasanya pengerukan lebih sering dilakukan di musim penghujan.
5.1.2 Intake
Intake pada WTP ini menggunakan jenis intake gate yang dilengkapi dengan
pintu air dan bar screen. Intake ini memiliki barscreen untuk menahan sampah kasar
yang masuk melewati pintu air. Barscreen pada intake ini memiliki kemiringan sebesar
900. Sedangkan kriteria desain untuk kemiringan batang bar screen adalah dalam
rentang 30 600 .
Dengan kemiringan 900 tersebut, maka kehilangan tekan yang melalui batang
screen nya akan lebih besar. Sedangkan menurut kriteria desain dari Qasim (1985) batas
maksimum dari headloss yang melewati barscreen adalah sebesar 0.5 m. Jika melebihi
64
nilai tersebut, maka aliran air yang melewati barscreen tidak akan optimal dan
kecepatan alirannya akan berkurang.
5.1.3 Prasedimentasi
Pada Bak Prasedimentasi terjadi proses pengendapan secara gravitasi untuk
memisahkan benda-benda tersuspensi yang terdiri dari pasir kasar, pasir halus, dan
lumpur yang sangat halus.
Bak prasedimentasi ini memiliki 2 screen, yang pertama merupakan screen kasar
yang diletakkan sebelum memasuki bak prasedimentasi dimana berfungsi untuk
menahak sampah kasar yang masih masuk dan yang kedua merupakan screen halus
yang diletakkan sebelum memasuki pompa air baku dimana berfungsi untuk menahan
pasir halus yang belum terendapkan.
Aliran yang masuk ke bak pra sedimentasi ini cenderung laminer, sehingga
memungkinkan terjadinya pengendapan tipe I. Pada pengendapan tipe I ini terjadi
pengendapan partikel diskrit atau partikel nonflokulan dimana tidak terjadi interaksi
antar partikel. Partikel diskrit atau partikel nonflokulan yang memiliki densitas yang
lebih besar dari air kemudian akan mengendap ke dasar waduk sebagai lumpur,
sedangkan partikel yang memiliki densitas lebih kecil dari akan melayang (terjadi
flotasi) dan membentuk suatu lapisan (film) berwarna coklat di permukaan air bak.
65
berlainan
sebagai
pembentuk
polynuclear
mempunyai
rumus
umum
PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak
diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.
2.
3.
Kadar klorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan cepat
bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen yang
umumnya dalam struktur ekuatik membentuk suatu makromolekul terutama
gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan lipida.
4.
5.
66
6.
Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air
sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga penghematan dalam
penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan.
7.
PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari
gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan
ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolit sehingga
gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus hidroksil kedalam
rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian
walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi overload bagi
instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh.
67
Untuk limbah yang dihasilkan, terdapat koagulan yang sudah jenuh dan tidak
bisa dipakai lagi. Namun limbah tersebut tidak diolah terlebih dahulu dan langsung di
buang ke sungai begitu saja. Hal ini mungkin dapat disebabkan petugas WTP yang
menganggap koagulan ini (PAC) tidak menimbulkan pencemaran pada badan air.
5.1.6 Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan flok-flok dengan memanfaatkan gaya
gravitasi. Dalam proses ini aliran air harus laminer, mendekati 0 m/s. Hal ini ditujukan
agar flok-flok dapat mengendap dengan baik dan tidak terbawa aliran air.
Di WTP PT.DI ini bak sedimentasi yang digunakan adalah bak Lamella
Clarifier yang terbuat dari bahan besi baja. Lamella Settler dipasang dengan kemiringan
600 agar flok-flok yang naik menuju permukaan air dapat terhenti karena menabrak
dinding settler. Flok-flok tersebut pun akan menyatu sehingga membentuk flok dengan
massa yang lebih besar dan menyebabkan flok tersebut dapat terendapkan ke bawah
dengan bantuan gaya gravitasi. Terdapat 2 unit Lamella clarifier untuk masing-masing
bagian. Namun saat ini yang masih dapat beroperasi hanya 1 unit saja.
Penggunaan metode Lamella settler ini memiliki banyak keuntungan, yang
merupakan alasan dipilihnya metode ini untuk proses sedimentasi pada WTP ini. Yang
pertama adalah desainnya yang tidak memerlukan lahan yang besar, dimana dapat
menghemat 85% lahan dibandingkan dengan tangki sedimentasi konvensional. Selain
itu juga biaya operasi clarifier ini rendah dan tidak membutuhkan energi yang banyak,
maintenance yang tidak rumit dan juga biaya pembuatannya yang murah.
Letak WTP yang berada di outdoor dapat berdampak kurang baik kepada kinerja
settler ini. Terlebih dengan tidak adanya atap pelindung untuk WTP nya (khususnya
pada lamella clarifier ini dan unit filtrasi). Dengan tidak adanya atap, sampah daun
dapat dengan mudah masuk ke clarifier, dan bila hujan airnya akan bercampur dengan
air yang sedang diolah, dimana kualitas air yang sedang diolah dapat berubah. Selain itu,
keadaan clarifier ini cukup parah, dimana sekat-sekat didalamnya sudah keropos. Dan
bagian luarnya terdapat banyak karat.
68
5.1.7 Filtrasi
Setelah proses Sedimentasi pada lamella clarifier, air dialirkan menuju bak
filtrasi. Proses filtasi ialah proses pemisahan zat padat dari air dengan melewatkan air
pada media berpori. Zat padat yang dipisahkan adalah partikel-partikel halus, flok, dan
partikel tersuspensi yang tidak tersisihkan pada pengolahan sebelumnya.
Di WTP ini metode saringan yang digunakan adalah metode Rapid sand
filtration atau saringan pasir cepat dengan satu media (single media). Media pasir yang
digunakan adalah pasir kuarsa. Untuk 1 bagiannya , terdapat 2 bak filtrasi (total 4 bak
secara keseluruhan WTP, 2 tidak beroperasi). Saat ini, hanya 1 bak filtrasi saja yang
masih dapat beroperasi, dimana yang satunya lagi rusak. Dikarenakan hal ini, terdapat
kelebihan air debit yang dialirkan dari lamella clarifier. Kelebihan debit ini dialirkan
kembali menuju sungai.
Air yang masuk ke dalam area bak filtrasi adalah air yang masih mengandung
partikel-partikel padat yang tersuspensi di dalam air. Partikel-partikel padat yang tidak
bisa disisihkan oleh unit pengolahan sebelumnya akan tersaring oleh media pasir pada
bak filtrasi. Apabila pasir sudah menahan begitu banyak partikel padat, maka akan
terjadi clogging yang dapat mengurangi efisiensi dari bak filtrasi. Untuk itulah
dilakukan pencucian filter dengan metode backwash. Disini metode backwash yang
digunakan adalah metode compressor sand backwash. Keadaan unit filtrasi ini hampir
sama dengan lamella clarifier yang sebelumnya, dimana banyak karat dibagian luarnya.
Compressor untuk backwashnya pun perlu perbaikan.
69
PT.Dirgantara Indonesia pada awalnya memiliki tujuh titik sumur dalam (deep
well) namun saat ini yang masih beroperasi dan masih terdapat izin operasi hanya ada 1
buah. Metode pengambilan air sumur ini menggunakan metode sumur bor (denah
konstruksi terlampir). Sumur yang masih aktif tersebut (sumur KPII GPM) hanya
mendistribusikan air nya ke gedung GPM (Gedung Pusat Manajemen) saja.
Dengan mengoperasikan banyak sumur, PT.DI seharusnya memperhatikan apa
saja dampak dari penggunaan air tanah ini. Pengambilan air tanah yang melampaui
batas akan mengakibatkan krisis air tanah dan gejala kemerosotan lingkungan. Misalnya
penurunan permukaan air tanah dan penurunan permukaan tanah. Setidaknya dilakukan
pemantauan dengan mendata penurunan permukaan air tanah dan penurunan permukaan
tanah. Sehingga dapat dilakukan tindakan preventif untuk menghindari collapse nya
permukaan tanah.
Selain melakukan pemantauan, dapat juga melakukan konservasi air tanah
dengan menggunakan sumur resapan , polder ataupun rorak. PT. DI sendiri memiliki
Rencana Anggaran Biaya untuk pembangunan sumur resapan.
70
Data karakteristik air bersih dari WTP dan sumur dalam PT.DI dapat dilihat
pada tabel di bawah. Dikarenakan PT.DI tidak memiliki lab kualitas air sendiri, maka
PT.DI melakukan uji lab untuk air hasil WTP dan air sumur ini di Laboratorium
Pengendalian Kualitas Lingkungan milik PDAM Tirtawening Kota Bandung. Hasil dari
pengujian kualitas air WTP dan deep well nya terdapat pada tabel 6 dan 7.
Tabel 6 Hasil Pengujian Kualitas Air Water Treatment Plant PT.DI per Mei 2012
Parameter
Satuan
Warna
Daya Hantar Listrik
Kekeruhan
TCU
mhos/Cm
NTU
mg/L
mg/L
mg/L
-
Tabel 7 Hasil Pengujian Kualitas Air Deep Well PT.DI per Mei 2012
Parameter
Satuan
Warna
Daya Hantar Listrik
Kekeruhan
TCU
mhos/Cm
NTU
mg/L
mg/L
mg/L
-
Sedangkan untuk kualitas sumber air untuk WTP (Sungai Cibeureum) dapat dilihat di
Tabel 8.
71
Parameter
Satuan
Baku Mutu
mg/L
Besi (Fe)
Hasil Pengujian
Hulu
Hilir
400
33,3
13
mg/L
0,12
0,11
BOD5
mg/L
4,8
4,3
COD
mg/L
50
<5
<5
mg/L
0.03
0,18
0,16
mg/L
0.05
0,04
0,03
pH
69
7,58
7,41
DO
mg/L
4,53
4,68
Untuk pengujian air hasil pengolahan WTP dan air sumur, Lab Kualitas dari PDAM
Bandung ini menggunakan baku mutu dari Permenkes No.416/Men-Kes/PER/IX/1990
tentang air bersih (pada tabel 6 dan 7 digunakan baku mutu Permenkes no 492 tahun
2010) dikarenakan air bersih yang diolah dan akan dipakai oleh PT.DI tidak
dipergunakan sebagai air minum, melainkan sebagai air bersih (untuk proses produksi
dan kegiatan sehari-hari). Namun dikarenakan Permenkes 416 thn 1990 sudah cukup
lama dan mungkin sudah tidak relevan lagi, seharusnya Lab kualitas PDAM ini
menggunakan baku mutu yang lain yang terbaru , contohnya Permenkes no. 492 tahun
2010.
Untuk air WTP masih terdapat parameter yang belum memenuhi baku mutu Permenkes
no 492/2010, yaitu Warna dan kekeruhan. Untuk parameter warna sendiri terdapat
perbedaan sebesar 20 TCU. Namun bila melihat Permenkes no 416/1990 , baku mutu
untuk air bersih adalah sebesar 50 TCU. Maka dilihat dari penggunaan PT.DI untuk air
WTP ini yang tidak digunakan untuk air minum , nilai warna tersebut tidak menjadi
masalah. Begitu pula halnya dengan parameter kekeruhan dimana hasil uji lab melebihi
dari bakumutu permenkes no.492/2010 namun tidak melebihi baku mutu Permenkes
no.416/1990. Untuk air dari sumur dalam, hasil uji lab nya menunjukan bahwa
kualitasnya memenuhi baku mutu mutu baik Permenkes no.492/2010 maupun
Permenkes no.416/1990.
72
Untuk kualitas sungai, pada tabel digunakan baku mutu PP no.82/2001 pada kelas III.
Dimana parameter yang tidak memenuhi baku mutu kelas III hanyalah parameter klorin
bebas, sehingga sungai Cibeureum ini dapat dikategorikan kelas IV walaupun hanya 1
parameter yang tidak memenuhi baku mutu kelas III.
Dapat dilihat juga dari uji lab nya bahwa sungai Cibeureum ini tidak terlalu tercemar,
dikarenakan sampel yang diuji diambil pada bagian hulu dan hilir. Bila dilihat dari hasil
uji di hilir dapat dikatakan bahwa sungai Cibeureum ini masih dapat melakukan SelfPurification melihat dari hasil wawancara dengan petugas WTP bahwa di hampir
sepanjang bantaran sungai Cibeureum ini sering dipakai untuk mencuci pakaian, mandi
dan kegiatan sehari-hari lainnya oleh warga yang tinggal di dekat ataupun di bantaran
Sungai Cibeureum ini .
73
6. BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pelaksaan kerja praktik di PT. Dirgantara Indonesia Bandung, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. PT. Dirgantara Indonesia memiliki Water Treatment Plant yang memiliki
kapasitas sebesar 15 liter/detik. Unit pengolahannya terdiri dari unit intake,
prasedimentasi, pompa air baku, dosing pump (koagulasi dan desinfeksi),
sedimentasi (menggunakan lamella clarifier), dan Filtrasi (continuous sand
filter). Selain itu, digunakan juga Ion Exchanger dengan resin untuk pengolahan
lanjutan khusus untuk bagian produksi.
2. Sumber air baku yang digunakan WTP ini berasal dari sungai Cibeureum.
Dimana sungai Cibeureum ini memiliki debit rata rata maksimum sebesar 38
m3/s dan debit rata rata minimum sebesar 0.75 m3/s.
3. Selain menggunakan WTP sebagai sumber pasokan air bersih, PT. DI juga
menggunakan air tanah yang diambil dengan metode sumur bor. Pada awalnya
PT .DI memiliki 7 titik sumur, namun saat ini hanya tinggal satu titik yang
masih beroperasi dan masih memiliki izin operasi.
4. Pengecekan kualitas air hasil pengolahan di WTP dilakukan sebulan sekali.
PT.DI tidak memiliki lab kualitas air sendiri, oleh karena itu PT>DI melakukan
pengecekan kualitas air di laboratorium kualitas air di PDAM Bandung Jl Atlas
Raya.
5. Dari hasil uji lab, dapat disimpulkan Sungai Cibeureum ini termasuk pada kelas
IV berdasarkan PP 82 thaun 2001.
6. Hasil uji lab air WTP dan sumur dalam menunjukan bahwa berdasarkan
Permenkes no.416 tahun 1990 kedua air tersebut layak untuk dipakai untuk
kegiatan sehari-hari. Bila berdasarkan Permenkes no.492 tahun 2010 , air hasil
pengolahan pada WTP masih belum bisa digunakan sebagai air minum,
74
sedangkan untuk air sumur dalam dapat digunakan sebagai air minum
dikarenakan memenuhi baku mutunya.
7. Permasalahan pengelolaan air bersih yang terjadi di PT.DI :
- Umur WTP yang sudah cukup tua, banyak unit yang sudah tidak bisa
beroperasi lagi. Dimana bila dibenahi dengan baik dapat menghasilkan
kapasitas produksi air yang lebih besar.
- Unit sedimentasi dan filtrasi yang masih beroperasi kondisinya dipaksakan
untuk beroperasi.
- Belum dilaksanakannya produksi bersih di WTP ini.
- Tidak terdapatnya data penurunan muka air tanah , dimana data tersebut
berguna untuk mengendalikan penggunaan air tanah.
- Belum ada usaha konservasi air tanah.
- Pompa air baku hanya beroperasi satu. Minimal ada 3 pompa yang masih
dapat beroperasi dengan baik, 2 pompa utama dan 1 pompa cadangan .
6.2 Saran
1. Dilakukannya pembenahan/rehabilitasi unit-unit pengolahan di WTP, atau
bahkan melakukan penggantian unit unit dengan unit yang baru. Dilakukan
secara bertahap akan membuat rehabilitasi lebih efektif . Hanya melakukan
pemeliharaan rutin saja sudah tidak cukup untuk mempertahankan performa unit
unit pengolahan.
2. Segera melakukan usaha konservasi air tanah. Salah satunya dengan
menggunakan sumur resapan, dimana sudah terdapat RAB untuk pembuatan
sumur resapan.
3. Membangun unit pengolahan untuk limbah yang dihasilkan oleh WTP ini.
4. Perlu dilakukan jar-test saat kondisi air baku berubah drastis untuk mengetahui
dosis optimum koagulan.
5. Memodifikasi unit filtrasi dari single media menjadi dual media, dengan
menambah media antrasit sebagai media kedua.
75
6. Penampungan debit air yang berlebih yang dikarenakan rusaknya 1 unit filtrasi.
Dan jika mungkin aliran debit berlebih itu dapat dimasukkan kembali ke saluran
intake untuk membentuk closed loop.
7. Penggantian unit unit menjadi menggunakan stainless steel, agar tidak terjadi
korosi yang dapat mencemari air yang diolah
8. Saat akan melakukan uji lab airnya, seharusnya dilakukan pengajuan ke lab uji
kualitas PDAM untuk menggunakan baku mutu yang lebih up-to-date.
9. Diberlakukan prinsip produksi bersih untuk WTP .
76
4. DAFTAR PUSTAKA
Adipati Rahmat S.Pi, M. (2012, Maret 28). Bijak Menggunakan Air << Rujak. Dipetik
Agustus 15, 2012, dari Rujak.org: http://rujak.org/2012/03/air-dan-kota/
Al-Layla, M., Ahmad, S., & Middlebrooks, E. (1978). Water Supply Engineering
Design. Michigan: Ann Arbor Science Publishers, Inc.
Joko, T. (2010). Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Kawamura, S. (1991 ). Integrated Design of Water Treatment Facilities. New York:
John Wiley & Sons, Inc.
Leiblein Mining. (2011). Lamella Separator / Lamella Clarifier - Leiblein GmbH.
Dipetik Agustus 15, 2012, dari Leiblein.com: http://www.leiblein.com/processwater/lamella-separator.html
Reynolds, T. (1982). Unit Operations and Processes in Environmental Engineering.
California: Wadsworth, Inc.
Siswanto, B. (2011). Evaluasi kebijakan pengambilan dan pemanfaatan air tanah di
Provinsi DKI Jakarta. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
77