Pel Vi Metri
Pel Vi Metri
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
II. ANATOMI PELVIS..
III. JALAN LAHIR.
a. Pintu Atas Panggul..
b. Ruang panggul
c. Pintu Bawah Panggul..
d. Jenis Panggul
IV. PELVIMETRI ROENTGENOLOGIS.
a. Indikasi Pemeriksaan pelvimetri Roentgenologis .
b. Bahaya Radiasi..
c. Keterbatasan Pelvimetri Roentgenologis..
d. Tehnik Pelvimetri Roentgenologis
1. Metode Modifikasi Thoms..
2. Metode Ball
3. Metode Coicher-susman.
e. Penghitungan dan Pengukuran
1. Pengukuran dengan Penghitungan Geometris dan koreksinya..
2. Pengukuran Menurut Metode Thoms.
3. Pengukuran Metode Ball
4. Pengukuran Metode Coicher Sussman..
5. Pengukuran Metode Emerik Markoviks
6. Pengukuran menurut David Sutton..
7. Pengukuran Menurut Isodine Meschan.
8. Pengukuran Menurut Mangert..
V. KESIMPULAN..
VI. DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Suatu persalinan merupakan suatu proses penyesuaian diri dari fetus terhadap luasnya
bagian bagian keras jalan lahir,yang terutama ditentukan oleh bentuk panggul dal ukuran
ukuran panggul. Karena itu, panggul merupakan salah satu factor apakah persalinan dapat
berjalan baik atau tidak. Salah satu maksud utama pemeriksaan prenatal adalah untuk
memastikan apakah panggul seorang ibu cukup untuk melahirkan dengan normal . Salah
satu pemeriksaan yang penting untuk mendapat keterangan yang lebih banyak tentang
keadaan panggul yaitu dengan pengukuran panggul yang dikenal dengan pelvimetri.
Pelvimetri adalah pengukuran dimensi tulang jalan lahir untuk meentukan apakah bayi
dapat dilahirkan pervaginam.Prognosis untuk suksesnya persalinan pervaginam tentu
tidak dapat dipastikan berdasarkan pelvimetri roentgenologis saja, karena kapasitas
panggul merupakan salah satu factor yang menentukan hasil akhir. 9,10,11
Terdapat sekurangnya lima factor yang dihadapi : (1) ukuran dan bentuk panggul
tulang, (2) Ukuran kepala janin, (3) Kekuatan kontraksi uterus, (4) kekuatan moulage
kepala janin, (5) presentasi dan posisi janin. Hanya factor yang pertama yang dapat
dipertanggung jawabkan dengan pengukuran radiografik yang agak teliti. Dikenal dua
macam pelvimetri yaitu pelvimetri klinis dan radiologis. Pelvimetri klinis mempunyai arti
penting untuk menilai secara kasar pintu atas panggul,panggul tengah dan memberi
gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri roentgenologis
akan diberikan gambaran yang jelas tentang bentuk panggul, ketepatan tambahan dalam
pengukuran pelvis , serta dapat dilakukan pengukuran diameter penting yang sulit
diperoleh secara tepat dengan cara pengukuran manual yaitu diameter tranversa pintu atas
dan tengah panggul .1
Pelvimetri radiology pertama kali dikembangkan oleh Albert di jerman serta Budin dan
Varnier di prancis pada tahun 1895. sejak saat itu banyak tulisan yang dibuat mengenai
pelvimetri, yang berhubungan dengan macam-macam tehnik pengukuran. Dari yang
mudah hingga yang sukar dengan suatu kecenderungan saat ini untuk kembali lagi pada
cara yang mudah. Thoms menerbitkan hasil karyanya tentang pelvis pada tahun 1922,dan
saat ini banyak dijadikan sebagai pedoman metode-metode radiology. Johnson, Cliffort
dan Hodges melakukan penelitian dalam metode posisi untuk mengurangi bayangan
palsu agar didapat ukuran yang sebenarnya. Guthmann, pada tahun 1928 adalah orang
yang pertama menegaskan pentingnya proyeksi lateral pelvis untuk pengukuran diameter
sagital. Ball pada tahun 1932 menegaskan pentingnya sifat-sifat kwalitatif terhadap
masalah penyesuaian kepala janin terhadap pelvis dalam mekanisme persalinan yang
disebut pelvimetri dan sepalometri. Metode ini sukar dikerjakan karena:
1. jarak objek tidak dapat diukur dengan seksama oleh karena objek adalah kepala yang
letaknya dalam pelvis yang kebanyakan kasus tidak horizontal dan tidak terdapat titik
anatomi yang tetap untuk dilokalisasi
2. Untuk mendapat diameter-diameter tersebut, diperlukan foto yang dibuat paralaks dan
masing masing pengukuran dibuat dua kali ekposisi.
3. Saat ini terdapat Ultrasonografi yang dapat mengukur diameter biparietal dengan
cukup memuaskan dan tidak membahayakan janin.
Sekarang pelvimetri Roentgenologis tidak lagi dianggap perlu dalam penanganan
persalinan dengan presentasi kepala janin pada ibu yang diduga mempunyai panggul
sempit. Tetapi, kalau persalinan pervaginam diantisipasi untuk seorang janin dengan
presentasi sungsang, pelvimetri rentgenologis masih tetap merupakan standart perawatan
yang dapat diterima dibanyak pusat kedokteran9,10,11
Pelvimetri Roentgenologis mempunyai keuntungan keuntungan dibandingkan
pengukuran secara manual:
1. Pemeriksaan ini memberikan ketelitian sampai ke tingkat pengukuran yang tidak
dapat dilakukan secara klinis. Arti klinis ketelitian ini menjadi jelas kalau hasil
pengukuran konjugata diagonalis dianggap pendek. Kalau conjugate diagonalis lebih
dari 11,5 cm, dimensi anteroposterior PAP sangat jarang sempit. Tetapi bila conjugate
diagonalis kurang dari 11,5 ukuran ini tidak selalu merupakan indek yang dapat
diandalkan sebagai konjugata obstetrk, karena perbedaan antara kedua diameter ini,
biasanya sekitar 1,5 cmdapat berkisar dari kurang dari 1 atau lebih dari 2 cm.
2. pemeriksaan ini dapat memberikan ukuran yang tepat. Dua diameter penting yang
tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter tranversal PAP
dan diameter interspinarum (diameter tranversa panggul tengah)4
B. RUANG PANGGUL
Ruang panggul merupakan saluran diantara PAP dan Pintu bawah panggul (PBP).
Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri atas os pubis dengan simpisisnya. Dinding posterior
dibentuk oleh ossakrum dan os koksigis, sepanjang 12 cm. Karena itu ruang panggul
berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan.2,3
D. JENIS PANGGUL
Menurut Caldwell-Moloy panggul terdiri dari :2,3,5
1. Jenis ginekoid: ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior
hamper sama dengan transversa
2. Jenis android: Bentuk PAP hamper segitiga. Pada umumnya pada pria. Diameter
anteroposterior hamper sama panjangnya dengan diameter tranversa, tetapi
diameter tranversa dekat dengan sacrum. Bagian dorsal PAP gepeng, bagian
ventral menyempit ke muka. Ditemukan pada 15% wanita
3. Jenis anthropoid: bentuk PAP agak lonjong seperti telur, ditemukan pada 35 %
wanita. Jenis panggul ini diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter
tranversa
4. Jenis platipelloid: ditemukan pada 5 % wanita . diameter transversa lebih besar
dapirada diameter anteroposterior.
Tipe panggul campuran disebut bila tidak memenuhi criteria 4 macam bentuk pelvis
dasar yang dibagi oleh Cadwell. Untuk menentukan kombinadi ini mula mula yang
disebut adalah jenis segmen pelvis bagian belakang dahulu kemudian baru bagian
segmen depan.
Android
Antopoid
Platipellod
Jenis kelamin
Wanita normal
Pria
Seperti kera
Wanita pendek
Insidensi
45%
15%
35%
5%
Bentuk
Bulat/oval
Jantung/baji
Anteroposterior oval
Oval melintang
memanjang
Diameter
Adekuat
Adekuat
Panjang
pendek
Adekuat
Adekuat
panjang
anteroposterior
Diameter
pendek
tranversa
Diameter sagitalis
Adekuat
Sangat panjang
Sangat pendek
adekuat
posterior
Diameter sagitalis
Sanhgat pendek,tidak
Adekuat
Panjang
Panjang
pendek
Dangkal, promontorium
Dalam
dangkal
Dalam
dangkal
anterior
Segmen posterior
menonjol
Segmen anterior
Lengkung depan
cukup
PA NGGUL TENGAH
Diameter
Ginekoid
Android
Antropoid
Platipellod
Adekuat
Kurang
Panjang
pendek
Adekuat
Kurang
Adekuat
lebar
Adekuat
Kurang
Adekuat
pendek
Adekuat
Kurang
Adekuat
pendek
Lebar lengkung
Datar; inklinasi ke
Inklinasi ke
Lebar,lengkung
dalam,pendekinklinasi
depan
belakang
dalam;seringkali
kebelakang:ringan
;panjang;sempit;berat
anteroposterior
Diameter
tranversa
Diameter sagitalis
posterior
Diameter sagitalis
anterior
Sacrum
menyudut tajam
dengan fossa
sakralis yang
membesar
Dinding samping
Sejajar,lurus
Konvergen,seperti
Lurus
sejajar
corong
Spina ischiadika
Tidak menonjol
Menonjol
Bermacam-macam
Bermacam-macam
Kapasitas
Adekuat
Adekuat
kurang
diameter
Diameter
Ginekoid
Android
Anthropoid
PLATIPELLOID
Panjang
Pendek
Panjang
pwndek
Adekuat
Sempit
Adekuat
lebar
Sempit;dalam 700
Sangat lebar
anteroposterior
Diameter tranversa
(distansia
intertuberosum)
Arkus pubis
sempit
Kapasitas
Adekuat
Kurang
Adekuat
Tidak adekuat
B.Bahaya Radiasi
Terdapatnya kesadaran tentang potensi bahaya radiasi telah menjadikan focus
perhatian utama akan manfaat dari diagnostic pelvimetri dengan sinar X disbanding
dengan potensi kerusakan pada ibu, fetus dan generasi yang akan datng. Banyak ahli
genetic dan ahli radio-biologis percaya berdasarkan ekperimental pada binatang bahwa
dosis aman terhadap radiasi adalah sebesar nol. Steward dkk. Melaporkan meningkatnya
keganasan dan leukemia pada anak-anak dari ibu-ibu yang mendapat sinar X selama
kehamilan. Sejak saat itu beberapa laporan ilmiah menunjang sebuah teori bahwa radiasi
yang diabsorbsi janin akibat tindakan diagnostic akan meningkatkan resiko bahaya
leukemia dan macam-macam keganasan. Perbandingan dari 16b peneliti dari berbagai
penulis dikumpulkan oleh Brent dari tahun 1958-1985 tentang resiko anak yang
mendapat sinar X antepartum menunjukan 8 peneliti menyatakan ada hubungan yang
bermakna dan 8 peneliti menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna. Oppenheim
melaporkan pada penelitianya bahwa mortalitas yang meningkat pada anak-anak yang
terekpos oleh sinar X pada pemeriksaan pelvimetri dengan kelompok control menunjukan
perbedaan tidak bermakna. Tampaknya bahaya yang ringan dari sinar X akibat pelvimetri
dapat diterima jika muncul kemungkinan tentang bahaya yang dapat mengganggu
keamanan janin atau ibunya. Pada tahun 1977 American College Of Obsetricians and
Gynecologist bersama-sama dengan American College of radiology, mengeluarkan
kegijakan bahwa resiko akibat pemeriksaan radiologist pada wanita hamil harus
diterangkan kepada penderita dan harus dicatat dalam dokumen medik. Komisi
internasional tentang proteksi radiasi (ICRP) memberikan rekomendasi bahwa dosis
radiasi dari fetus tidak boleh melampaui 1 rad selama kehamilan. Dengan pelvimetri
radiologi secara konvensional oleh komite bahaya radiasi diperkirakan bahaya radiasi
pada gonad fetus sebesar 885115 mrad. Sehingga tanpa menambag posisis radiology ,
perkiraan radiasi sudah mendekati nilai 1 rad . Berman R mengadakan pengukuran dosis
radiasi yang diterima oleh seorang ibu yang dilakukan pelvimetri secara konvensional
yaitu dengan memasukan alat intravagina dengan hasil sebagai berikut:
1. Posisi lateral: penderita berdiri true lateral atau posisi tiduran lateral. Jarak FFD:
37 inci (90 cm) 75-80 Kv, 50 mA: ekposisi 4 detik dengan sentralisasi trokanter
mayor , camber ionisasi dipasang pada vagina posterior dekat servik , dosis
radiasi antara 1,0-1,7 rad. Rata rata 1,4 rad
2. posisis inlet: penderita dengan posisis supine dengan penggung diganjal 250 FFD:
37 inci (90 cm) 70=80 Kv, 50 mA, ekposisi 6 detik camber ionisasi intravagina .
dosis radiasi antara 0,4-1,1 rad, rata-rata 0.5 rad
3. Posisi outlet : penderita posisi supine. Tube diputar 450 sepalad dengan
sentralisasi sudut arcus pubis FFD : 25 inci ( 60 cm) , 65-75 KV, 50 mA, ekposisi
4 detik . camber ionisasi intravagina. Dosis radiasi berkisar 0,5-1,1 rad, rata rata:
0,7 rad
4. Posisi lateral pada uterus: penderita tiduran dengan miring ke kiri atau kanan:
FFD: 37 inci ( 90 Cm) 60-70 KV, ekposisi 4 detik, sentralisasi pada titik tertinggi
uterus dekat umbilicus dengan camber ionisasi pada vagina. Dosis radiasi antara
0.3-0,6 rad, rata-rata 0,4 rad.
Kemungkinan terjadinya malignansi dikemukakan oleh steward dkk (1956) dimana
terdapat peningkatan insidensi leukemia pada anak yang selama kehamilan ibunya
mendapat paparan sinar X. Perbandingan dibuat oleh Brent (1974) dimana resiko untuk
terjadinya leukemia setelah dilakukan pelvimetri Roentgenologis bervariasi seperti table
2 dibawah ini12,13,14
Tabel 2. Resiko leukemia pada anak setelah mendapat radiasi pelvimetri sinar X in utero
Kategori resiko
Resiko perkiraan
Pada 10 th pertama
Relatif risk
1 : 2800
1 : 2000
1,5
1 : 710
(control)
Terpapar pelvimetri sinar
X intra uteri
Leukemia pada anak saudara
Kandung
Leukemia pada anak kembar
1 : 3
1000
identik
C.Keterbatasan Pelvimetri
Pelvimetri hanya dapat mengukur bagian keras panggul (tulang) dan tidak dapat
mengevaluasi dari bagian jaringan lunak, perubahan pengecilan kepala, kekuatan uterus
dalam persalinan dan derajat relaksasi ligamentum pelvis. Fine melakukan penelitian
retrospektif masing-masing pada 100 wanita dengan tehnik Thoms dan Ball: didapat 28,6
% penderita yang dilakukan pengukuran pelvimetri dengan metode Thoms didapatkan
kesempitan PAP atau bidang tengah panggul. Begitu pula terdapat 22,5% disproporsi
absolute dengan cara modifikasi ball, ternyata dapat dilahirkan pervagimam tanpa
komplikasi. Adanya kemungkinan false positif dan false negative pada pemeriksaan
Ketinggian skala sentimeter Thoms (Thoms pale) yang berjarak tiap titik
1 cm diatur
Pada ekposisi yang kedua penderita bergeser sedang film dan tabung tetap
pada posisi semula
b. sentralisasi : dengan sinar vertical dibidang sagitalis media ke titik 2,5 inci
belakang simpisis
c. jarak FFD ; 36 inci
d. ukuran film: 12 x 12 inci
Posisi lateral
a. Posisi penderita
-
Skala sentimeter Thoms diukur sesuai jarak yang didapat dan ditempatkan
pada meja pelvimeter
Pada ekposisi kedua penderita bergeser, sedang film dan tabung tetap pada
posisi semula
Pada pembuatan foto yang baik ,maka pada posisi lateral harus tampak dengan jelas batas
atas dan bawah simpisis pubis,acetabelum,spina ischiadica,tuberositas ischiadika ,
vertebrae lumbal bawah dan permukaan anterior sacrum,arcus sacroischiadika . kaput
femoris kiri dan kanan harus superposisi satu dengan yang lain. Sedang posisi inlet
tampak pandangan aksial PAP, spina ischiadica dan dinding pintu bawah panggul serta
titik hitam dari proyeksi skala sentimeter Thoms.
2. Metode ball10
posisi anteroposterior
a. Posisi penderita
- penderita berdiri tegak dan dipusatkan pada bidang sagitalis media dari tubuh
pada garis tengah diafragma Potter Bucky
- Film ditempatkan melintang agar kedua trokhanter mayor masuk bidang film
- Diatur diafragma Potter Bucky sehingga batas bawah film satu inci dibawah
garis tuber ischiadica (sebagai tanda adalah lipatan gluteofemoral)
- Pasiaen difiksir agar tidak bergerak dan pada waktu ekposisi penderita menahan
nafas
b. Sentralisasi : sinar melalui sagitalis mediam tegak lurus pada batas atas simpisis
pubis. Bila diperlukan . Bila diperlukan film yang stereoskopis dilakukan dengan
menggerakan tube ke atas 3 inci dari level yang digunakan posisi lateral agar
didapat film yang stereoskopis
d. Ukuran film : 18 x 24 inci atau 14x 17 inci
Posisi Lateral
a. posisi penderita :
- Penderita dari anteroposterior diputar 900 menjadi true lateral dan penderita
berdiri pada posisi lateral kanan , sehingga gluteus kanan menyentuh
diafragma potter Bucky
- ditempatkan film memanjang sehingga fundus uteri masuk dalam bidang film
- Posisi tubuh diatur agar tepi lateral gluteus tepat pada batas lateral film
b. Sentralisasi : pada jarak 1 inci diatas tepi superior trochanter mayor
c. Jarak FFD = 36 inci
d. Ukuran film : 18 x 14 inci atau 14 x 17 inci
kedua lengan disamping tubuh dan kedua bahu diletakan pada satu bidang
tranversa. Lutut ditekuk untuk menaikan pelvis bagian atas serta kedua
telapak kaki menapak pada meja dan diberi bantalan pasir agar tidak
bergerak
pasien berbaring miring pada sisi atau kana sedemikian rupa sehingga
trokhanter mayor pada garis tengah meja
kedua lengan membentuk sudut 900 dengan sumbu panjang tubuh dan
kedua lutut flexi saling berlipat. Scapula terletak pada satu bidang vertical
lipatan glutea.
Jika : T
S1S2=F1F2=TS/TF
TF3 TF
Jadi : Ukuran yang sebenarnya dapat dihitung dari ukuran bayangan film yang yerbentuk
dikalikan dengan factor koreksi (TS/TF) .pembilang factor koreksi TS dihitung
dari TF SF
2.Pengukuran menurut metode modifikasi Thoms 10,12,13,14
Pintu Atas Panggul
1.Anteroposterior: berasal dari titik dipermukaan belakang simpisis 1 cm dibawah batas
superior belakang bagian permukaan anterior sacrum pada titik permukaan dari
perpanjangan linea iliopektinea ( titik posterior ini dapat tidak terletak pada
promontoriuum sacrum)
2.Tranversa: jarak melintang terlebar diantara garis iliopectinea
3.Sagital posterior: bagian dari diameter anteroposterior dari perpotongan dari diameter
tranversa
(10,4 cm)
Ukuran harga normal dari pengukuran diameter anteroposterior dan tranversa secara
Colcher Sussman:
-
Atas dasar perhitungan diatas maka diambil pengertian batasan panggul sempit yaitu:
2. Kesempitan PAP
-
Konjugata vera kurang dari 8,5 disebut panggul sempit absolute. Prognosa
persalinan pervagina buruk, diakhiri dengan seksio sesaria primer
Tetapi diagnosa panggul sempit ini tidak dapat menunjukan imbang feto pelvic. Imbang
feto pelvic ini dapat dicari dengan
diameter tranversa merupakan angka yang menentukan luas PAP maupun bidang tengah
panggul , kemudian dilakukan perhitungan kapasitas panggul. Kapasitas panggul adalah
perbandingan antara luas bidang yang didapat dibandingkan dengan luas standar dalam
persentase.
8. PengukuranMenurut Mengert13,14
Kapasital inlet = Anteroposterior x tranversa x100%
145
pada penelitian
pada 935
penderita menunjukan bahwa kapasitas pelvis sebesar 85% menunjukan suatu keadaan
borderline
persalinan.Sedang daya akomodasi suatu pelvis adalah volume bayi terbesar yang masih
dapat dilahirkan spontan dan normal melalui pelvis dan yang dinyatakan dalam gram
berat badan. Pengertian ini adalah bila suatu pelvis dengan kapasitas 100%
maka
haruslah dapat melahirkan bayi sampai 4000 gram. Penyelidikan selanjutnya dengan
partus percobaan menunjukan bahwa daya akomodasi turun seimbang dengan
kapasitasnya. Sehingga daya akomodasi suatu pelvis dapat diperkirakan dari besarnya
kapasitas pelvis karena panggul jenis android dan patipelloid relative banyak dipemukan
persalinan patologis sehingga daya akomodasi pada jenis panggul ini
memerlukan
koreksi. Demikian pula koreksi dilakukan pada pelvis yang lain bila ditemukan terdapat
arsitektur dan tulang pelvis yang tidak normal
dam
menekuk ke depan biarpun panggul tersebut berjenis ginekoid atau anthropoid. Sebagai
factor koreksi diambil 10 % . Percobaan-percobaan dalam partus menunjukan bahwa
hasil tersebut tidak jauh dari kebenaran dengan mengurangi daya akomodasi dengan 10
% pada pelvis yang demikian. Maka hubungan daya akomodasi dan taksiran berat janin
dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Bila taksiran berat janin kurang dari daya akomodasi dikurangi 10%
V.KESIMPILAN
1. Pelvimetri radiologist dapat lebih memberikan penilaian objektif terhadap bentuk dan
pengukuran panggul disbanding pelvimetri klinis
2. adanya keterbatasan pelvimetri radiologist agar tidak
Mochtar R. Sinopsis obstetric. 2nd ed, Jakarta :EGC 1992; 81-86, 359-364
2.
Wiknjosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan. 2nd ed, Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono prawiroharjo
1991; 1-14
3.
Wiknjosastro H. Anatomi jalan lahir. Dalam: Wiknjosastro H. Saifuddin AB, Rachimhadi T Ilmu
Kebidanan 3rd ed. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 1992; 102-112
4.
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. The Normal Pelvis. In: William Obstetrics, 19th ed.
Appleton and Lange, 1993; 283-294
5.
Oxorn H. Panggul Obstetrik.In: Hakimi M. Human labor And Birth ed. Bahasa Indonesia: Yayasan
Esentia Medica,1990 21-37
6.
Thurnau GR, Hales KA, Morgan MA. Evaluation Of The Feral Pelvic Relationship. Clin Obstet
Gynecol 1992; 35: 570-579
7.
Varner MW, Cruikshank DP, Douglas WL. X-Ray Pelvimetry in Clinical Obstetrics. Am J Obstet
Gynecol 1980; 56: 296-299
8.
Mathies HJ. X-Ray Pelvimetry. In: Sciarra JJ Gynecology and Obstetrics, revised ed. Philadelphia:
Harper and Row, 1883; 1-4
9.
Prawirohardjo S. (ed) : Ilmu Kebidanan Edisi II, Yayasan Bina Pustaka Jakarta 1981: 94-104,587-599
10. Shanks S.C, Kerley P : Texbook Of X-Ray Diagnostic, Volume III second Edition , HK. Lewis,
London ,1950: 576-638
11. Tadjuludin T: Imbang Foto Pelvic Mimeograft, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fak KedoK Univ
Indonesia, Jakarta,1961: 1-3
12. Theodore E. Keats, Lee B. Lusted: Atlas of Roentgenographic Measurement 5th ed. 1985: 403-435
13. David Sutton: Texbook of Radiology And Medical Imaging International Student Edition Volume II,
Curcil Livingstone,1987; 12081240
14. Alfred CB, Alexander HR: Obstetric Practice 7th ed. Baltimore: The Williams And Wilkins Compani
1958; 305-319
15. Eastman, Helman: Pelvimetri in Williams Obstetric 12th ed. Appleton Century Crofts Mc: new york;
245-260