Bab 1 Pendahuluan
Bab 1 Pendahuluan
BAB 1
PENDAHULUAN
1-1
Bab 1 Pendahuluan
Hal ini ditengarai karena kendala prasarana bandar udara yang tidak bisa
dikembangkan secara optimal karena kondisi lahan dan geografis lokasinya
yang tidak mendukung.
Dimana lokasi Bandar Udara Torea berada pada tebing bukit berbatu dengan
topografi yang sangat curam (>40%). Panjang runway 1.040 m yang dapat
dioperasikan, keberadaanya pada jarak beberapa ratus meter dari tepi laut,
namun memiliki elevasi 135 m dari permukaan laut. Kondisi yang demikian
ini merupakan salah satu indikasi kondisi topografi yang cukup ekstrim untuk
sebuah bandara.
Posisi bandar udara berada pada bibir tebing bukit berbatu dengan daerah
yang sangat terbatas mengakibatkan kemungkinan pengembangan melalui
perpanjangan ujung landasan R/W 10 sangat sulit dilakukan. Perpanjangan
landasan yang dilakukan dengan menimbun bibir tebing terpaksa harus
dilakukan jika ingin menambah kapasitas bandara agar dapat didarati pesawat
yang lebih besar dari pesawat DHC-6 dan ATR-72-500 yang beroperasi pada
saat ini.
Di sisi lain meskipun perpanjangan landasan dapat dilakukan sampai batas
tertentu namun dengan ujung landasan yang berada pada bibir tebing
menunjukan kurangnya jaminan keselamatan pengguna Bandar Udara Torea.
Atas dasar itu, maka perpanjangan landasan dilakukan pada ujung R/W 28
dengan memotong dan meratakan bukit berbatu. Itupun dilakukan sepanjang
maksimum 160 m ke arah R/W 28. Perpanjangan tersebut tidak dapat
ditambah lagi mengingat ujung runway R/W 28 juga berbatasan dengan bibir
tebing yang cukup curam >20% (kelandaian maksismum antara 19,25 %
sampai 24,9%.
Kendala tersebut diperparah dengan kondisi angin utama yang menunjukan
arah Utara-Selatan, atau menyilang dengan arah landasan. Hal tersebut,
menjadikan utilisasi bandar udara Torea berkurang akibat adanya crosswind.
Bahkan berdasarkan data angin 5 tahunan BMKG, utilitas bandar udara di
bawah 95% yaitu hanya 89%.
Dengan adanya bukit yang curam disisi utara dan crosswind menjadikan
Bandar Udara ini rentan terhadap keselamatan operasi penerbangan.
Dengan panjang runway 1.040 m, maka tidak memungkinkan pengoperasian
pesawat Dash-8 dan ATR 72-500 dengan full capacity. Keterbatasan
kemampuan angkutan penumpang pada rute FakfakSorong dan keterbatasan
penerbangan 1 kali perhari menyebabkan tingginya antrian calon penumpang
baik untuk rute Fakfak Sorong, FakfakKaimana atau sebaliknya.
Akibat hal tersebut, maka rute langsung menuju Fakfak menjadi terbatas
karena keterbatasan kapasitas (berat pesawat pada waktu take-of atau
landing), sehingga penerbangan menuju Fakfak akan mahal dan tidak efektif.
Permasalahan operasi adalah keterbatasan jumlah armada DHC-6 yang
dikelola PT. Merpati Nusantara Airline dan DASH-8 dan ATR72-500 yang
Dioperasikan Wings Air. Sebenarnya jumlah armada DHC-6 yang dioperasikan
di Irian Jaya ada 5 buah dan yang bisa dioperasikan sebanyak 3 buah pesawat
pada rute FakfakKaimana, FakfakSorong dan rute lainnya yang tidak dapat
ditempuh dengan angkutan laut secara langsung. Perkembangan pada saat ini
menunjukan bahwa jumlah pesawat yang beroperasi melewati Fakfak
berkurang dengan tidak beroprasinya PT. Wings Air untuk melayani daerah
Fakfak.
Permasalahan lain, dari bandar udara Fakfak adalah letak bandara yang
berada di kawasan perkotaan (pusat kota) Fakfak (< 3 km). Akibatnya bisa
menjadi keterbatasan dalam pengembangan kota ataupun bandar udara.
1-2
Bab 1 Pendahuluan
Sedangakan keterbatasan apron yang hanya mencukupi 2 buah pesawat
sekelas DHC-6 Twin Otter.
Dengan pertimbangan pengembangan wilayah dalam jangka panjang,
Pemerintah Kabupaten Fakfak telah melakukan Studi Kelayakan Pembangunan
Bandar Udara Baru Siboru di Kabupaten Fakfak.
Sehubungan rencana pembangunan bandar udara baru di wilayah Siboru
Kabupaten Fakfak serta dengan memperhatikan persyaratan yang diperlukan
tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Fakfak melakukan Studi Penyusunan
Master Plan Bandar Udara yang merupakan tindak lanjut dari Studi Kajian
Kelayakan bandar udara baru di wilayah ini.
Kebijakan Pemerintah
Penyelenggaraan transportasi udara merupakan bagian dari pelaksanaan
tugas penyediaan transportasi, baik sebagai servicing function maupun
promoting function tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi
masyarakat pengguna jasa transportasi udara yang dilayani dan juga
kecenderungan perkembangan global yang terjadi.
Pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dan dengan tingkat
pergerakan manusia/masyarakat yang juga rendah, penyelenggaraan
transportasi khususnya transportasi udara bukan merupakan kegiatan usaha
yang mendatangkan untung bagi penyelenggaranya. Namun demikian tetap
harus dilaksanakan untuk menjamin adanya pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah.
Pada kondisi seperti ini peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjamin
tersedianya fasilitas transportasi yang memadai. Oleh karena itu banyak
kegiatan usaha jasa transportasi udara yang dilaksanakan oleh pemerintah
melalui BUMN/swasta yang ditunjuk. Peran pemerintah ini secara bertahap
akan berkurang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional dalam arti
bahwa telah tercipta permintaan jasa transportasi udara yang cukup, sehingga
kegiatan usaha di bidang ini menguntungkan. Jika kondisi demikian ini
tercapai, maka peran pemerintah akan berubah, dari yang semula sebagai
penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi menjadi regulator yang bertugas
menerbitkan berbagai aturan, mensertifikasi dan pelaksanaan pengawasan
guna menjamin terselenggaranya transportasi udara yang memenuhi standar
keselamatan penerbangan, karena pada masa mendatang dimungkinkan
swasta dan masyarakat luas untuk lebih berperan aktif.
Dari uraian di atas, pembentukan profil transportasi udara masa mendatang
disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal, antara lain:
1. Mengarah kepada pemberdayaan masyarakat
2. Mengurangi peran serta pemerintah dalam pelaksanaannya
3. Menempatkan pemerintah sebagai regulator dengan tugas menerbitkan
standar, sertifikasi serta pengawasan tentang berjalannya sistem
transportasi udara secara benar, sesuai kebutuhan
4. Peningkatan aspek keamanan dan keselamatan penerbangan
5. Terciptanya mekanisme pasar dalam penyediaan jasa transportasi udara
6. Penyederhanaan dan bilamana perlu menghilangkan berbagai perijinan
serta mengganti dengan penerbitan sertifikasi yang didasarkan kepada
kemampuan pelaku
1-3
Bab 1 Pendahuluan
7. Pelimpahan wewenang berbagai urusan kepada penyelenggara jasa
transportasi udara, kecuali untuk yang menyangkut keamanan dan
keselamatan penerbangan, yang bersifat lingkup internasional yang hanya
dapat diserahkan kepada Badan Hukum Indonesia yang khusus dibentuk
untuk keperluan tersebut
8. Kendala organisasi dan peraturan perundang-undangan yang dipandang
menghambat, akan disesuaikan
9. Mengadaptasi kemajuan teknologi
10. Pembentukan dan peningkatan profesionalisme SDM, baik teknik, operasi
maupun manajemen
1.1.2.
1.1.3.
Andal
Berdaya saing
Nilai tambah
1.1.4.
a.
b.
c.
transportasi
udara
yang
Sasaran Pembangunan
1.
2.
3.
Tersedianya aksesibilitas angkutan udara di daerah terpencil, pulaupulau kecil dan kawasan perbatasan negara
4.
5.
Bab 1 Pendahuluan
1.1.5.
Kebijakan Pembangunan
1.
2.
3.
1.1.6.
4.
5.
2.
3.
4.
1-5
Bab 1 Pendahuluan
1.1.8.
1.1.9.
2.
dengan
3.
wisata
4.
5.
6.
7.
8.
Kebijakan Tarif
Dalam rangka meningkatkan aspek keamanan, keselamatan dan pelayanan
penerbangan serta menjaga kelangsungan hidup jangka panjang dan
berkelanjutan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri,
pemerintah telah menerbitkan tarif referensi sebagai salah satu alat atau tolok
ukur bagi pemerintah untuk meningkatkan pengawasan secara intensif dan
ekstensif bagi perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.
Untuk tarif Komersial dan Perintis disajikan sebagai berikut :
TARIF
A. PENUMPANG :
- Tarif dasar
- kelas ekonomi
tarif jarak = tarif dasar
x jarak tempuh)
- kelas non ekonomi
(tarif jarak + tarif
pelayanan tambahan)
B. KARGO :
KOMERSIAL
PERINTIS
Ditetapkan Pemerintah
Pemerintah hanya
Ditetapkan Pemerintah
menetapkan
Tarif Batas Atas
Mekanisme pasar
Tidak ada
Mekanisme pasar
Ditetapkan pemerintah
(RVSM),
Required
1-6
Bab 1 Pendahuluan
g. Pembangunan bandara baru sebagai pengganti bandara lama guna
antisipasi peningkatan permintaan angkutan udara dengan melibatkan
pihak swasta dan atau BUMN
h. Pengembangan bandara-bandara yang sudah ada guna antisipasi
peningkatan permintaan angkutan udara dengan melibatkan pihak dan
atau BUMN
i.
j.
1-7
Bab 1 Pendahuluan
5. Inventarisasi data lalu lintas angkutan (kondisi eksisting)
6. Inventarisasi
sekitarnya
data
penggunaan
ruang
udara
bandar
udara
dan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Memperkirakan
kemungkinan
pentahapan
pembiayaan
pembangunan serta program pemilihan biaya pembangunan.
8.
Bab 1 Pendahuluan
3.
4.
5.
6.
7.
berbagai
Bab 1 Pendahuluan
penumpang, bagasi, kargo dan aliran kendaraan. Komponen yang ada di
dalam rencana terminal mencakup:
1) Bangunan terminal penumpang dan barang
2) Gerbang (gate)
3) Pertokoan
4) Bangunan pelayanan lainnya
5) Parkir kendaraan
6) Penyimpanan/penitipan kendaraan
7) Pelayanan yang berkaitan dengan bandar udara
8) Jalan masuk dan jalan di dalam bandar udara
4) Rencana akses bandar udara yang menunjukkan usulan rute untuk akses
berbagai moda transportasi. Rencana akses bandar udara harus
menggambarkan:
1) Akses terhadap perjalanan udara lainnya
2) Pembangkit perjalanan udara lainnya
3) Simpul hubungan dengan sistem transportasi regional
4) Moda transportasi yang ada dan diharapkan akan dikembangkan
5) Data perjalanan serta perkiraan volume perjalanan
5) Rekomendasi pembaruan (up dating) rencana pengembangan:
1) Elemen khusus rencana induk harus ditinjau ulang paling tidak secara
berkala setiap tahun dan disesuaikan dengan keadaan yang berlaku
pada saat ditinjau ulang. Misalnya mengenai hasil forecasting dengan
keadaan yang sebenarnya.
2) Rencana pengembangan harus dievaluasi dan disesuaikan setiap lima
tahun atau lebih sering bilamana perubahan dalam situasi ekonomi,
operasional,
lingkungan
dan
keuangan/pembiayaan
yang
mengindikasikan perlunya perubahan.
1.2.
1.2.1.
Peraturan Perundang-Undangan
1. Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
2. Peraturan Pemerintah PP 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan
Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara
3. Peraturan Pemerintah No
Keselamatan Penerbangan
Tahun
2001
tentang
Keamanan
dan
1-10
Bab 1 Pendahuluan
7. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 47 Tahun 2002 tentang Sertifikasi
Operasi Bandar Udara
8. Keputusan Menteri Perhubungan No
Penyelenggaraan Bandar Udara Umum
9. Peraturan Menteri Perhubungan
Keselamatan Penerbangan
KM
Nomor
48
24
Tahun
2002
tentang
Tahun
2009
tentang
10.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No SKEP/32/IV/1988 tentang Pedoman Pemberian Tanda, Pemasangan
Lampu dan Pemberian Rekomendasi di sekitar Bandar Udara
11.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No SKEP/110/VI/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan di Bandar Udara dan sekitarnya
12.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No SKEP/120/VI/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Rencana
Induk Bandar Udara
1.2.2.
1.3.
1.4.
Bab 1 Pendahuluan
Sedangkan untuk kasus pengembangan bandar udara yang sudah ada
biasanya tidak terdapat pertentangan pokok antara berbagai pihak yang
berkepentingan karena sasarannya cukup jelas, yaitu peningkatan
kemampuan sistem transportasi atau mutu pelayanan dalam mengantisipasi
peningkatan permintaan jasa transportasi di masa depan.
Proses penyusunan Studi Rencana Induk pada dasarnya adalah penjabaran
dari persepsi dan pemahaman konsultan dalam bentuk alur logika inter relasi
komponen terkait yang berisi proses pendekatan dari awal sampai akhir yang
dilakukan konsultan dalam menangani pekerjaan.
Gambar 1.1 menjelaskan proses alur pikir yang digunakan konsultan dalam
menangani pekerjaan Rencana Induk Bandar Udara Siboru Kabupaten Fakfak.
Mulai
Persiapan
Phase
Persiapan
1. Inventarisasi Data
2. Kajian Awal
3. Persiapan Survey Lapangan
Kajian Awal
Rencana Pengembangan
1.
2.
3.
4.
Pendahuluan
Instasional
Pasar
Lingkungan
Survey
Topografi
Survey
Penyelidikan
Tanah
Phase
Analisa
Analisa Data
Penyusunan RPM
Selesai
Phase
Perencanaan
Phase
Survey
Survey Lapangan
1-12
Bab 1 Pendahuluan
1-13