Anda di halaman 1dari 13

Bab 1 Pendahuluan

BAB 1
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG STUDI


Pembangunan sarana dan prasarana perhubungan (darat, laut maupun udara)
merupakan upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa serta
pemerataan hasil-hasil pembangunan keseluruh wilayah Indonesia demi
terwujudnya wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Dilihat dari kondisi geografis Indonesia yang merupakan kepulauan, sub sektor
perhubungan udara memiliki peranan yang sangat penting karena transportasi
udara memiliki jangkauan dan kecepatan yang memungkinkan untuk
menjangkau berbagai daerah kepulauan di Indonesia. Pembangunan dan
pengembangan bandar udara merupakan upaya menyediakan prasarana yang
mampu menampung semua kegiatan bandar udara. Peranan bandar udara
akan semakin meningkat karena pengembangan sektor-sektor lain akan
semakin memerlukan dukungan dari keberadaan bandar udara.
Bandar udara sebagai prasarana penyelenggaraan penerbangan dalam
menunjang aktivitas suatu wilayah perlu ditata secara terpadu guna
mewujudkan penyediaan jasa kebandarudaraan sesuai dengan tingkat
kebutuhannya. Agar penyelenggaraan layanan jasa bandar udara dapat
terwujud dalam satu kesatuan tatatan kebandarudaraan secara nasional yang
handal dan berkemampuan tinggi, maka dalam proses penyusunan penataan
bandar udara tetap perlu memperhatikan tata ruang, pertumbuhan ekonomi,
kelestarian lingkungan, keamanan dan keselamatan penerbangan secara
nasional. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No.27 Tahun 2006 tentang
Penataan Ruang, UU No. 01 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan KM Menteri
Perhubungan No. 48 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara
Umum.
Penataan bandar udara harus mempertimbangkan kebandarudaraan, rencana
tata ruang, pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, keamanan dan
keselamatan penerbangan, sehingga dapat terwujud penyelenggaraan
penerbangan yang handal dan berkemampuan tinggi, serta memenuhi
standar internasional perencanaan bandar udara yang diberlakukan oleh
Internastional Civil Aviation Organization (ICAO) dalam rangka menunjang
pembangunan nasional disegala bidang.
Bandar Udara Torea yang berada di Kabupaten Fakfak merupakan prasarana
perhubungan yang sangat penting bagi wilayah Kabupaten Fakfak, karena
aksesibilitas wilayah Kabupaten Fakfak dengan daerah lainnya pada saat ini
hanya terlayani dengan moda transportasi udara dan transportasi laut.
Bergantungnya perhubungan wilayah Kabupaten Fakfak kepada kedua moda
transportasi tersebut terbukti dengan padatnya lalu lintas angkutan udara dan
angkutan laut. Angkutan udara memiliki karakteristik yang spesifik yaitu pada
tingkat kecepatan layanan dan kenyamanan sehingga moda ini merupakan
pilihan pertama bagi pelaku perjalanan dari/ke wilayah Kabupaten Fakfak.
Namun, pelayanan transportasi udara dari atau ke wilayah Kabupaten Fakfak
pada saat ini belum mampu berkembang mengikuti perkembangan
permintaan jasa angkutan udara.

1-1

Bab 1 Pendahuluan
Hal ini ditengarai karena kendala prasarana bandar udara yang tidak bisa
dikembangkan secara optimal karena kondisi lahan dan geografis lokasinya
yang tidak mendukung.
Dimana lokasi Bandar Udara Torea berada pada tebing bukit berbatu dengan
topografi yang sangat curam (>40%). Panjang runway 1.040 m yang dapat
dioperasikan, keberadaanya pada jarak beberapa ratus meter dari tepi laut,
namun memiliki elevasi 135 m dari permukaan laut. Kondisi yang demikian
ini merupakan salah satu indikasi kondisi topografi yang cukup ekstrim untuk
sebuah bandara.
Posisi bandar udara berada pada bibir tebing bukit berbatu dengan daerah
yang sangat terbatas mengakibatkan kemungkinan pengembangan melalui
perpanjangan ujung landasan R/W 10 sangat sulit dilakukan. Perpanjangan
landasan yang dilakukan dengan menimbun bibir tebing terpaksa harus
dilakukan jika ingin menambah kapasitas bandara agar dapat didarati pesawat
yang lebih besar dari pesawat DHC-6 dan ATR-72-500 yang beroperasi pada
saat ini.
Di sisi lain meskipun perpanjangan landasan dapat dilakukan sampai batas
tertentu namun dengan ujung landasan yang berada pada bibir tebing
menunjukan kurangnya jaminan keselamatan pengguna Bandar Udara Torea.
Atas dasar itu, maka perpanjangan landasan dilakukan pada ujung R/W 28
dengan memotong dan meratakan bukit berbatu. Itupun dilakukan sepanjang
maksimum 160 m ke arah R/W 28. Perpanjangan tersebut tidak dapat
ditambah lagi mengingat ujung runway R/W 28 juga berbatasan dengan bibir
tebing yang cukup curam >20% (kelandaian maksismum antara 19,25 %
sampai 24,9%.
Kendala tersebut diperparah dengan kondisi angin utama yang menunjukan
arah Utara-Selatan, atau menyilang dengan arah landasan. Hal tersebut,
menjadikan utilisasi bandar udara Torea berkurang akibat adanya crosswind.
Bahkan berdasarkan data angin 5 tahunan BMKG, utilitas bandar udara di
bawah 95% yaitu hanya 89%.
Dengan adanya bukit yang curam disisi utara dan crosswind menjadikan
Bandar Udara ini rentan terhadap keselamatan operasi penerbangan.
Dengan panjang runway 1.040 m, maka tidak memungkinkan pengoperasian
pesawat Dash-8 dan ATR 72-500 dengan full capacity. Keterbatasan
kemampuan angkutan penumpang pada rute FakfakSorong dan keterbatasan
penerbangan 1 kali perhari menyebabkan tingginya antrian calon penumpang
baik untuk rute Fakfak Sorong, FakfakKaimana atau sebaliknya.
Akibat hal tersebut, maka rute langsung menuju Fakfak menjadi terbatas
karena keterbatasan kapasitas (berat pesawat pada waktu take-of atau
landing), sehingga penerbangan menuju Fakfak akan mahal dan tidak efektif.
Permasalahan operasi adalah keterbatasan jumlah armada DHC-6 yang
dikelola PT. Merpati Nusantara Airline dan DASH-8 dan ATR72-500 yang
Dioperasikan Wings Air. Sebenarnya jumlah armada DHC-6 yang dioperasikan
di Irian Jaya ada 5 buah dan yang bisa dioperasikan sebanyak 3 buah pesawat
pada rute FakfakKaimana, FakfakSorong dan rute lainnya yang tidak dapat
ditempuh dengan angkutan laut secara langsung. Perkembangan pada saat ini
menunjukan bahwa jumlah pesawat yang beroperasi melewati Fakfak
berkurang dengan tidak beroprasinya PT. Wings Air untuk melayani daerah
Fakfak.
Permasalahan lain, dari bandar udara Fakfak adalah letak bandara yang
berada di kawasan perkotaan (pusat kota) Fakfak (< 3 km). Akibatnya bisa
menjadi keterbatasan dalam pengembangan kota ataupun bandar udara.
1-2

Bab 1 Pendahuluan
Sedangakan keterbatasan apron yang hanya mencukupi 2 buah pesawat
sekelas DHC-6 Twin Otter.
Dengan pertimbangan pengembangan wilayah dalam jangka panjang,
Pemerintah Kabupaten Fakfak telah melakukan Studi Kelayakan Pembangunan
Bandar Udara Baru Siboru di Kabupaten Fakfak.
Sehubungan rencana pembangunan bandar udara baru di wilayah Siboru
Kabupaten Fakfak serta dengan memperhatikan persyaratan yang diperlukan
tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Fakfak melakukan Studi Penyusunan
Master Plan Bandar Udara yang merupakan tindak lanjut dari Studi Kajian
Kelayakan bandar udara baru di wilayah ini.

KEBIJAKAN STRATEGI NASIONAL PERHUBUNGAN UDARA


1.1.1.

Kebijakan Pemerintah
Penyelenggaraan transportasi udara merupakan bagian dari pelaksanaan
tugas penyediaan transportasi, baik sebagai servicing function maupun
promoting function tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi
masyarakat pengguna jasa transportasi udara yang dilayani dan juga
kecenderungan perkembangan global yang terjadi.
Pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dan dengan tingkat
pergerakan manusia/masyarakat yang juga rendah, penyelenggaraan
transportasi khususnya transportasi udara bukan merupakan kegiatan usaha
yang mendatangkan untung bagi penyelenggaranya. Namun demikian tetap
harus dilaksanakan untuk menjamin adanya pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah.
Pada kondisi seperti ini peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjamin
tersedianya fasilitas transportasi yang memadai. Oleh karena itu banyak
kegiatan usaha jasa transportasi udara yang dilaksanakan oleh pemerintah
melalui BUMN/swasta yang ditunjuk. Peran pemerintah ini secara bertahap
akan berkurang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional dalam arti
bahwa telah tercipta permintaan jasa transportasi udara yang cukup, sehingga
kegiatan usaha di bidang ini menguntungkan. Jika kondisi demikian ini
tercapai, maka peran pemerintah akan berubah, dari yang semula sebagai
penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi menjadi regulator yang bertugas
menerbitkan berbagai aturan, mensertifikasi dan pelaksanaan pengawasan
guna menjamin terselenggaranya transportasi udara yang memenuhi standar
keselamatan penerbangan, karena pada masa mendatang dimungkinkan
swasta dan masyarakat luas untuk lebih berperan aktif.
Dari uraian di atas, pembentukan profil transportasi udara masa mendatang
disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal, antara lain:
1. Mengarah kepada pemberdayaan masyarakat
2. Mengurangi peran serta pemerintah dalam pelaksanaannya
3. Menempatkan pemerintah sebagai regulator dengan tugas menerbitkan
standar, sertifikasi serta pengawasan tentang berjalannya sistem
transportasi udara secara benar, sesuai kebutuhan
4. Peningkatan aspek keamanan dan keselamatan penerbangan
5. Terciptanya mekanisme pasar dalam penyediaan jasa transportasi udara
6. Penyederhanaan dan bilamana perlu menghilangkan berbagai perijinan
serta mengganti dengan penerbitan sertifikasi yang didasarkan kepada
kemampuan pelaku

1-3

Bab 1 Pendahuluan
7. Pelimpahan wewenang berbagai urusan kepada penyelenggara jasa
transportasi udara, kecuali untuk yang menyangkut keamanan dan
keselamatan penerbangan, yang bersifat lingkup internasional yang hanya
dapat diserahkan kepada Badan Hukum Indonesia yang khusus dibentuk
untuk keperluan tersebut
8. Kendala organisasi dan peraturan perundang-undangan yang dipandang
menghambat, akan disesuaikan
9. Mengadaptasi kemajuan teknologi
10. Pembentukan dan peningkatan profesionalisme SDM, baik teknik, operasi
maupun manajemen
1.1.2.

Visi Ditjen Perhubungan Udara


Terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang handal, berdaya
saing dan memberikan nilai tambah.
Penjelasan Visi

1.1.3.

Andal

: Mempunyai keunggulan dan memenuhi aspek


ketersediaan, ketepatan waktu, kelaikan, keselamatan
dan keamanan dalam menyelenggarakan transportasi
udara

Berdaya saing

: Efektif, efisien, berkualitas, ramah lingkungan,


berkelanjutan, SDM yang profesional, mandiri dan
produktif

Nilai tambah

: Dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat baik


secara langsung maupun tidak langsung

Misi Ditjen Perhubungan Udara


Memenuhi standar keamanan, keselamatan penerbangan dan pelayanan:

1.1.4.

a.

Menyediakan sarana, prasarana dan jaringan transportasi udara


yang andal, optimal dan terintegrasi

b.

Mewujudkan iklim usaha bidang


kompetitif dan berkelanjutan (sustainable)

c.

Mewujudkan kelembagaan yang efektif, efisien didukung oleh


SDM yang profesional dan peraturan perundang-undangan yang
komprehensif serta menjamin kepastian hukum

transportasi

udara

yang

Sasaran Pembangunan
1.

Terciptanya efisiensi penggunaan sumber daya dari kegiatan operasi


penerbangan

2.

Terwujudnya reformasi kelembagaan, peraturan perundang-undangan,


SDM, dan pelayanan transportasi udara

3.

Tersedianya aksesibilitas angkutan udara di daerah terpencil, pulaupulau kecil dan kawasan perbatasan negara

4.

Terwujudnya pemulihan fungsi sarana dan prasarana transportasi udara


agar mampu memberi dukungan maksimal bagi kegiatan ekonomi nasional

5.

Terciptanya persaingan usaha yang wajar di dunia industri penerbangan


sehingga kelangsungan usaha terjamin
1-4

Bab 1 Pendahuluan

1.1.5.

Kebijakan Pembangunan
1.

Menciptakan sistem pelayanan transportasi udara yang hemat sumber


daya

2.

Merestrukturisasi peraturan perundang-undangan, kelembagaan, SDM


dan pelayanan transportasi udara guna menciptakan kondisi yang mampu
menarik minat swasta dalam pembangunan infrastruktur transportasi
udara

3.

1.1.6.

Penyediaan penyelenggaraan angkutan udara perintis

4.

Mengembangkan/meningkatkan prasarana prasarana transportasi udara


di daerah rawan bencana alam dan daerah perbatasan serta daerah
potensi ekonomi

5.

Menciptakan iklim usaha jasa angkutan udara dalam persaingan sehat


dan kondusif sehingga mempunyai kelangsungan hidup jangka panjang

Kebijakan Angkutan Udara


1. Membuka peluang usaha bidang angkutan udara dan mendorong investor
untuk berinvestasi di bidang jasa angkutan udara sepanjang layak secara
ekonomi dan keuangan
2. Menciptakan iklim usaha jasa angkutan udara dalam persaingan sehat dan
kondusif, dalam rangka pasar global
3. Menciptakan perusahaan nasional efisien, efektif dan competitive dalam
pasar internasional serta mempunyai kelangsungan hidup jangka panjang
4. Mendorong investor asing untuk berinvestasi di bidang jasa angkutan
udara niaga (kepemilikan modal asing maksimum 49%)
5. Dimasa mendatang, untuk menciptakan investasi bidang jasa angkutan
udara yang mempunyai kelangsungan hidup jangka panjang:
- Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal minimum mempunyai 5
unit pesawat yang salah satunya wajib dimiliki

- Meningkatkan load factor menjadi 70%-80%


1.1.7.

Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri


1.

Menciptakan rute dan jaringan penerbangan menjadi lebih kuat


agar pangsa perusahaan nasional meningkat

2.

Memperhatikan aspek pemerataan pelayanan di seluruh


wilayah, dengan menerapkan prinsip subsidi silang (keseimbangan rute)
yaitu selain menerbangi rute sangat padat/padat juga menerbangi rute
kurang padat/tidak padat

3.

Menerapkan multi airlines system,


penerbangan dilayani lebih dari satu perusahaan

4.

Memperhatikan keterpaduan antar rute penerbangan dalam


negeri atau rute penerbangan dalam negeri dengan rute penerbangan luar
negeri

yaitu pada satu rute

1-5

Bab 1 Pendahuluan
1.1.8.

1.1.9.

Kebijakan Angkutan Udara Internasional


1.

Pertukaran traffic rights atas dasar reciprocal

2.

Open sky dilakukan secara selektif & bertahap


memperhatikan kemampuan perusahaan penerbangan nasional

dengan

3.

Mempermudah penerbangan langsung ke tujuan


(penerbangan charter dapat langsung ke daerah tujuan wisata)

wisata

4.

Optimalisasi traffic rights dengan negara mitra wicara

5.

Mempermudah hak pengangkutan & co-terminal

6.

Memperbanyak perjanjian hubungan udara bilateral dengan


negara potensial bagi pariwisata

7.

Penunjukkan perusahaan penerbangan lebih dari satu

8.

Penunjukkan tempat persinggahan di Indonesia lebih dari satu

Kebijakan Tarif
Dalam rangka meningkatkan aspek keamanan, keselamatan dan pelayanan
penerbangan serta menjaga kelangsungan hidup jangka panjang dan
berkelanjutan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri,
pemerintah telah menerbitkan tarif referensi sebagai salah satu alat atau tolok
ukur bagi pemerintah untuk meningkatkan pengawasan secara intensif dan
ekstensif bagi perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.
Untuk tarif Komersial dan Perintis disajikan sebagai berikut :

TARIF
A. PENUMPANG :
- Tarif dasar
- kelas ekonomi
tarif jarak = tarif dasar
x jarak tempuh)
- kelas non ekonomi
(tarif jarak + tarif
pelayanan tambahan)
B. KARGO :

KOMERSIAL

PERINTIS

Ditetapkan Pemerintah
Pemerintah hanya
Ditetapkan Pemerintah
menetapkan
Tarif Batas Atas
Mekanisme pasar
Tidak ada
Mekanisme pasar

Ditetapkan pemerintah

1.1.10. Strategi Pembangunan


a. Implementasi Reduce Vertical Separation Minima
Navigation Performance, Mach Number Technique

(RVSM),

Required

b. Implementasi Air Traffic Flow Management (Slot Time)


c. Implementasi Segregated Runway (Bandara Soekarno Hatta)
d. Modifikasi Rapid Exit Taxiway dan Terminal Penumpang
e. Meninjau kembali Standard Operation Procedures terkait sumber daya
f.

Peningkatan Kemampuan Personil Pelayanan LLU untuk menggunakan


Direct Route

1-6

Bab 1 Pendahuluan
g. Pembangunan bandara baru sebagai pengganti bandara lama guna
antisipasi peningkatan permintaan angkutan udara dengan melibatkan
pihak swasta dan atau BUMN
h. Pengembangan bandara-bandara yang sudah ada guna antisipasi
peningkatan permintaan angkutan udara dengan melibatkan pihak dan
atau BUMN
i.

Pengembangan bandara-bandara di daerah rawan bencana dan


perbatasan negara sehingga mampu didarati pesawat sejenis C130/Hercules

j.

Pengembangan bandara-bandara guna memenuhi kebutuhan minimum


secara bertahap

k. Pengadaan pesawat udara baru untuk angkutan udara komersial, perintis


dan kalibrasi terutama pesawat udara yang hemat BBM dan ramah
lingkungan
l.

Penyelenggaraan angkutan udara perintis

m. Unifikasi penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia dan


reorganisasi ruang udara dari 4 FIR menjadi 2 FIR
n. Pemenuhan fasilitas bandar udara untuk peningkatan keamanan dan
keselamatan penerbangan terkait dengan pengoperasian pesawat udara:
RESA
o. Pemenuhan fasilitas peralatan keamanan dan keselamatan penerbangan
secara bertahap, termasuk pemasangan Radar di Merauke serta ATS
Center di Natuna dan pengadaan ADSB yang belum tercover radar
khususnya di Kawasan Timur Indonesia
p. Penerapan tarif referensi secara konsisten
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud pelaksanaan studi ini adalah melakukan analisis dan pengkajian
terhadap kebutuhan untuk pengembangan bandar udara dengan cara
penataan fasilitas yang sudah direncanakan ditinjau dari segi teknis, ekonomi,
lingkungan dan keselamatan operasi penerbangan guna penyusunan Master
Plan Pembangunan Bandar Udara Baru Siboru Kabupaten Fakfak Provinsi
Papua Barat.
Adapun tujuan pelaksanaan studi ini adalah untuk mendapatkan pedoman
serta informasi yang komprehensif dalam bentuk Master Plan/Rencana Induk
Pembangunan Bandar Udara Baru Siboru Kabupaten Fakfak Provinsi Papua
Barat.
LINGKUP PEKERJAAN
Lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam tahap penyusunan rencana
induk bandar udara meliputi kriteria berikut ini:
a. Pengumpulan data dan survey lapangan, yang terdiri dari:
1. Inventarisasi data sekunder
2. Inventarisasi data kebijakan/strategi pengembangan wilayah dalam
lingkup kabupaten/kota, provinsi dan nasional
3. Inventarisasi data topografi, fisiografi dan meteorologi
4. Inventarisasi data Roster atau schedule karyawan

1-7

Bab 1 Pendahuluan
5. Inventarisasi data lalu lintas angkutan (kondisi eksisting)
6. Inventarisasi
sekitarnya

data

penggunaan

ruang

udara

bandar

udara

dan

7. Survey pengukuran topografi dan pemetaan situasi


8. Survey penyelidikan tanah
9. Survey hidrologi dan klimatologi
10. Survey potensi dan permintaan jasa angkutan udara
11. Survey identifikasi dampak lingkungan hidup
b. Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara
1.

Mengkaji aspek tata guna lahan di wilayah studi dan kawasan


keselamatan operasi penerbangan.

2.

Mengkaji hasil prediksi permintaan angkutan penumpang dan


barang dan rencana pemilihan jenis pesawat udara yang beroperasi.

3.

Menyusun rencana kebutuhan fasilitas bandar udara serta pola


perletakan untuk jangka pendek, jangka menengah dan suatu ultimate
plan (rencana akhir) yaitu rencana pengembangan bandar udara yang
mampu mengantisipasi kebutuhan pengembangan transportasi udara di
masa mendatang.

4.

Menyusun suatu rencana tata ruang kawasan bandar udara dan


wilayah sekitarnya, yang meliputi rencana tata guna lahan dan
penempatan fasilitas utama sesuai dengan tingkat kedalamannya.

5.

Menyusun prakiraan awal biaya pembangunan secara


keseluruhan termasuk biaya pemeliharaan dan biaya operasi bandar
udara.

6.

Menyusun urutan prioritas pengembangan serta tahapan


pembangunan (construction staging) dari komponen-komponen yang
akan dibangun.

7.

Memperkirakan
kemungkinan
pentahapan
pembiayaan
pembangunan serta program pemilihan biaya pembangunan.

8.

Memperkirakan indikasi dampak lingkungan yang akan


ditimbulkan dari rencana pembangunan bandar udara dan upaya
pengelolaan lingkungannya.

Dalam lingkup pekerjaan ini faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah


sebagai berikut:
1.
2.

Tatanan kebandarudaraan nasional


Keamanan dan keselamatan penerbangan yang meliputi antara
lain terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Persyaratan ruang udara (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan)
antara lain perbukitan dan bangunan
b. Prosedur pendaratan dan lepas landas, rute penerbangan dan pelayanan
lalu lintas udara
c. Jarak dengan bandar udara lain
d. Persyaratan meteorologi
e. Gangguan elektromagnetik
1-8

Bab 1 Pendahuluan
3.

Prakiraan permintaan jasa angkutan udara

4.

Pedoman dan standar/kriteria perencanaan yang berlaku antara


lain:
a. Standar/kriteria yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara dan/atau
b. Rekomendasi dari International Civil Aviation Organization (ICAO) bila
tidak diatur dalam standar/kriteria pada butir a di atas
c. Kajian teknis yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

5.

Pengelolaan lingkungan hidup

6.

Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota

7.

Faktor teknis antara lain:


a. Kondisi topografi
b. Kondisi dan ketersediaan lahan
c. Potensi genangan air
d. Kendala pelaksanaan konstruksi
e. Jalan Masuk
f. Ketersediaan Utilitas

Rencana induk bandar udara ini terdiri dari:


1) Rencana layout bandar udara yang memberikan konfigurasi, lokasi dan
ukuran seluruh fasilitas fisik.
1) Konfigurasi runway, taxiway dan apron
2) Letak dan ukuran fasilitas terminal
3) Lokasi runway approach zone
2) Rencana tata guna lahan yang menggambarkan penggunaan lahan terinci
dalam batas kawasan bandar udara serta penggunaan lahan di luar batas
kawasan bandar udara yang dipengaruhi oleh adanya bandar udara.
Rencana tata guna lahan berisi:
1) Kaitan dengan tata guna lahan setempat
2) Tata guna lahan yang akan datang, yang telah mempertimbangkan
ketinggian dan gangguan (hazard)
3) Kebijakan rencana
4) Program pengembangan pada tingkat lokal dan regional
5) Dua tingkatan tata guna lahan adalah:
Di dalam batas bandar udara yang berisikan rencana terinci tata
guna lahan
Di luar bandar udara (kawasan sekitar bandar udara) yang berisi
usulan tata guna lahan secara umum
3) Rencana terminal yang menunjukkan lokasi dan ukuran
bangunan dan kawasan kegiatan di dalam kompleks terminal.

berbagai

Rencana terminal harus sudah jelas menggambarkan penanganan


berbagai fungsi terminal serta pengadaan kebutuhan untuk menunjang
kegiatan di dalam bandar udara, yang dituangkan dalam konsep desain.
Lokasi dan layout fasilitas terminal memperlihatkan akomodasi
1-9

Bab 1 Pendahuluan
penumpang, bagasi, kargo dan aliran kendaraan. Komponen yang ada di
dalam rencana terminal mencakup:
1) Bangunan terminal penumpang dan barang
2) Gerbang (gate)
3) Pertokoan
4) Bangunan pelayanan lainnya
5) Parkir kendaraan
6) Penyimpanan/penitipan kendaraan
7) Pelayanan yang berkaitan dengan bandar udara
8) Jalan masuk dan jalan di dalam bandar udara
4) Rencana akses bandar udara yang menunjukkan usulan rute untuk akses
berbagai moda transportasi. Rencana akses bandar udara harus
menggambarkan:
1) Akses terhadap perjalanan udara lainnya
2) Pembangkit perjalanan udara lainnya
3) Simpul hubungan dengan sistem transportasi regional
4) Moda transportasi yang ada dan diharapkan akan dikembangkan
5) Data perjalanan serta perkiraan volume perjalanan
5) Rekomendasi pembaruan (up dating) rencana pengembangan:
1) Elemen khusus rencana induk harus ditinjau ulang paling tidak secara
berkala setiap tahun dan disesuaikan dengan keadaan yang berlaku
pada saat ditinjau ulang. Misalnya mengenai hasil forecasting dengan
keadaan yang sebenarnya.
2) Rencana pengembangan harus dievaluasi dan disesuaikan setiap lima
tahun atau lebih sering bilamana perubahan dalam situasi ekonomi,
operasional,
lingkungan
dan
keuangan/pembiayaan
yang
mengindikasikan perlunya perubahan.
1.2.

STANDAR ACUAN DAN PERUNDANGAN - UNDANGAN

1.2.1.

Peraturan Perundang-Undangan
1. Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
2. Peraturan Pemerintah PP 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan
Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara
3. Peraturan Pemerintah No
Keselamatan Penerbangan

Tahun

2001

tentang

Keamanan

dan

4. Keputusan Menteri Perhubungan Udara No T.11/2/4-U tanggal 30


November 1960 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Perhubungan No 52 Tahun 2010
5. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 11 Tahun 2010 tentang Tatanan
Kebandarudaraan Nasional
6. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 45 Tahun 2002 tentang
Penyerahan Bandar Udara Unit Pelaksana Teknis Pusat kepada Daerah

1-10

Bab 1 Pendahuluan
7. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 47 Tahun 2002 tentang Sertifikasi
Operasi Bandar Udara
8. Keputusan Menteri Perhubungan No
Penyelenggaraan Bandar Udara Umum
9. Peraturan Menteri Perhubungan
Keselamatan Penerbangan

KM

Nomor

48
24

Tahun

2002

tentang

Tahun

2009

tentang

10.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No SKEP/32/IV/1988 tentang Pedoman Pemberian Tanda, Pemasangan
Lampu dan Pemberian Rekomendasi di sekitar Bandar Udara
11.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No SKEP/110/VI/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan di Bandar Udara dan sekitarnya
12.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No SKEP/120/VI/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Rencana
Induk Bandar Udara
1.2.2.

Ketentuan Teknis Tingkat Internasional


1. ICAO; ANNEX 14 tentang Aerodromes dan Konvensi Chicago Tahun 1944
2. ICAO; Airport Service Manual (DOC 9137-An/898/2 part 6 tentang Control
of Obstacle) Part 2 tentang Land Use and Environmental Control
3. ICAO; ANNEX 10 Volume 1 Part 1 Chapter 3 beserta Attachment C tentang
spesifikasi untuk Alat Bantu Radio Navigasi
4. Advisory Circular FAA; chapter 1, chapter 2; chapter 3 tentang perletakan
Alat Bantu Navigasi Udara dan ketentuan obstacle yang kemudian
dimodifikasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk syarat-syarat
kawasan di sekitar perletakan Alat Bantu Navigasi Udara

1.3.

HASIL/PRODUK YANG DIHARAPKAN


Hasil/Produk yang diharapkan dari pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan Master
Plan Bandar Udara Baru, adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan dokumen Rencana Induk Bandar Udara
2. Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri tentang Penetapan Lokasi
Bandar Udara
3. Maket, Studi Penyusunan Rencana Induk (Master Plan) dengan ukuran 1,00
m x 1,50 m.

1.4.

BAGAN ALIR PELAKSANAAN PEKERJAAN


Perencanaan bandar udara merupakan suatu pekerjaan yang kompleks, yang
membutuhkan integrasi dari berbagi bidang. Dalam proses pembangunan dan
pengembangan prasarana bandar udara pada umumnya dilakukan melalui
beberapa tahapan, yaitu: Feasibility Study, penetapan lokasi, Master Planning,
AMDAL, sampai pada tahapan Detailed Engineering Design. Dalam proses
pelaksanaannya, terdapat kasus-kasus perencanaan yang melibatkan banyak
kepentingan atau berbagai kontroversi. Seperti dalam hal pembangunan
bandar udara baru, diperlukan kesepakatan dari berbagai pihak, seperti
pemerintah dan perusahaan penerbangan mengenai tujuan proyek, sistem
transportasi, maupun kebijakan umum mengenai layaknya suatu bandar
udara baru dibangun.
1-11

Bab 1 Pendahuluan
Sedangkan untuk kasus pengembangan bandar udara yang sudah ada
biasanya tidak terdapat pertentangan pokok antara berbagai pihak yang
berkepentingan karena sasarannya cukup jelas, yaitu peningkatan
kemampuan sistem transportasi atau mutu pelayanan dalam mengantisipasi
peningkatan permintaan jasa transportasi di masa depan.
Proses penyusunan Studi Rencana Induk pada dasarnya adalah penjabaran
dari persepsi dan pemahaman konsultan dalam bentuk alur logika inter relasi
komponen terkait yang berisi proses pendekatan dari awal sampai akhir yang
dilakukan konsultan dalam menangani pekerjaan.
Gambar 1.1 menjelaskan proses alur pikir yang digunakan konsultan dalam
menangani pekerjaan Rencana Induk Bandar Udara Siboru Kabupaten Fakfak.

Mulai
Persiapan

Phase
Persiapan

1. Inventarisasi Data
2. Kajian Awal
3. Persiapan Survey Lapangan
Kajian Awal
Rencana Pengembangan

1.
2.
3.
4.

Pendahuluan
Instasional
Pasar
Lingkungan

Survey
Topografi

Survey
Penyelidikan
Tanah

1. Permintaan Jasa Angkutan Udara


2. Lokasi (DLKR, DLKP, BKK & Lingkungan)
3. Ruang Udara (KKOP) & PLLU (SID - STAR)
4. Kapasitas & Kebutuhan Fasilitas Bandara
5. Tata Letak dan Tata Guna Lahan

Phase
Analisa

Analisa Data

6. Ekonomi dan Finansial

Penyusunan Rencana Induk


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Prakiraan Kebutuhan Jasa Angkutan Udara


Prakiraan Kebutuhan Fasilitas Bandara
Rencana Tata Guna Lahan & Tata Letak Fasilitas Bandara
Rencana Aksesibilitas dan Jaringan Jalan
Rencana Struktur Ruang dan PLLU
Rencana Kebutuhan Biaya dan Pentahapan Pembangunan

Penyusunan RPM

Selesai

Phase
Perencanaan

Phase
Survey

Survey Lapangan

1-12

Bab 1 Pendahuluan

Gambar 1.1 Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan

1-13

Anda mungkin juga menyukai