Anda di halaman 1dari 16

FAKTOR KEAMANAN DALAM PERENCANAAN

PARIWISATA

OLEH:

RAHMAT INGKADIJAYA

PENDAHULUAN
Kunjungan
wisatawan
mancanegara ke Indonesia pada
tahun
1998
dan
1999
dipastikan
akan
mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan
kejadian-kejadian
beruntun
yang menimpa negeri kita
sempat
menciptakan
citra
Indonesia di mata dunia sebagai
tempat yang tidak aman untuk
dikunjungi. Pemerintah Jepang
misalnya, telah mengeluarkan
larangan
terhadap
warga
negaranya untuk mengunjungi
Indonesia kecuali Bali. Citra
tidak aman tersebut kemudian
diperteguh dengan banyaknya
warga negara asing, baik swasta
maupun anggota kedutaan dan
keluarganya,
dan
warga
keturunan
Cina
yang
meninggalkan
negeri
ini
menjelang
pelaksanaan
kampanye dan pemilu 1999
(Tempo, Edisi 11-17 Mei 1999).

Kenyataan tersebut tentu


saja memprihatinkan. Kita tahu
dari data statistik bahwa hingga
tahun 1996 sektor pariwisata
terus menunjukkan sumbangan
yang berarti dalam perolehan
devisa negara (lihat Tabel-1),
sehingga banyak kalangan, baik
pemerintah maupun para pakar,
memperkirakan
pada
tahun
2003
pariwisata
akan
menyumbang devisa terbesar
dari sektor non-migas, dan pada
tahun 2005 akan menjadi
penghasil
devisa
utama
menggantikan
posisi
migas.
Tetapi apa mau dikata, harapan
ini menjadi pupus setelah
terjadinya kebakaran hutan dan
wabah demam berdarah di
beberapa tempat di negeri ini
pada tahun 1997, dan disusul
kemudian
dengan
berbagai
huru-hara
dan
kerusuhan
sebagai
akibat
instabilitas
politik
(political
instability).
Indonesia menjadi negara yang

Drs. Rahmat Ingkadijaya, Ka. UPT Perpustakaan, Dosen STP Trisakti

56

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

dianggap tidak aman untuk


dikunjungi.
Biro-biro
perjalanan, hotel-hotel, tempattempat tujuan wisata menjadi
sepi. Karena tidak adanya
pemasukan, banyak di antara
mereka
yang
kondisinya
sekarat. Kondisi ini diperparah
lagi
dengan
berlangsungnya
krisis ekonomi yang berkepanjangan yang tidak hanya
berdampak
buruk
terhadap
sektor pariwisata, melainkan
juga terhadap hampir semua
sektor riil lainnya.

menganggap
tidak aman.

Namun, apapun yang terjadi


janganlah membuat kita putus
asa. Setiap musibah pasti ada
hikmahnya dan kita mesti
pandai-pandai
mengambil
pelajaran dari hikmah tersebut.
Adapun hikmah yang dapat kita
ambil sebagai pelajaran dari
musibah yang menimpa dunia
pariwisata adalah bahwa faktor
keamanan
ternyata
begitu
penting
dalam
menarik
wisatawan untuk berkunjung ke
suatu
tempat.
Sedemikian
pentingnya sehingga betapapun
suatu
tempat
mempunyai
keindahan alam yang tiada tara
dan keanekaragaman budaya
yang sangat unik, itu semua
belumlah
cukup
sebagai
magnet
untuk
menarik
wisatawan
berkunjung
ke
tempat
itu
bila
mereka

Pariwisata
dapat
memberikan manfaat dan juga
mudlarat. Manfaat pariwisata
dalam bidang ekonomi misalnya,
menciptakan
lapangan
pekerjaan,
meningkatkan
income
per-capita,
meningkatkan
devisa,
dlsb.
(lihat
Tabel-2).
Sedangkan
mudlarat-nya,
bisa
menimbulkan
kerusakan
lingkungan alami, lingkungan
terbangun,
dan
lingkungan
budaya (lihat Tabel-3, Tabel-4,
dan
Tabel-5).
Perencanaan
pengembangan
pariwisata
dimaksudkan
agar
aktivitas
pariwisata dapat menghasilkan
keuntungan
atau
manfaat
sebesar-besarnya,
dan
menghilangkan atau menekan
mudlarat/dampak
negatifnya
seminimal mungkin.

ISSN 1411-1527

tempat

tersebut

Mengingat peranannya yang


begitu penting sebagai daya
tarik pariwisata, maka faktor
keamanan perlu diberi porsi
yang
sewajarnya
dalam
perencanaan
pariwisata
di
masa-masa mendatang. Apalagi
bila kita hendak menjadikan
sektor pariwisata sebagai sektor
andalan dalam perolehan devisa
negara.
PERENCANAAN PARIWISATA

Drs. Rahmat Ingkadijaya, 55-67

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

Tujuan
tersebut
tampak
sederhana,
tetapi
untuk
mencapainya tidaklah mudah
karena pariwisata merupakan
suatu kegiatan yang sangat
kompleks
yang
mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a)

Multi-dimensional. Pariwisata
berdimensi
banyak,
mencakup dimensi fisik,
sosial, ekonomi, politik, dan
budaya.

b)

Multi-sektoral.
Pariwisata
berkaitan
erat
dengan
sektor-sektor
lainnya,
seperti
pertanian,
perikanan,
manufaktur,
transportasi,
berbagai
pelayanan
dan
fasilitas
umum, dan infrastruktur
lainnya.

c)

Multi-produk. Produk yang


ditawarkan pariwisata itu
bermacam-macam
sesuai
dengan demand wisatawan,
di antaranya ialah wisata
alam, wisata agro, wisata
lingkungan, wisata budaya,
wisata bahari, wisata air,
wisata
ziarah,
konvensi,
dlsb.

d)

Multilevel. Pariwisata juga


melibatkan
banyak
tingkatan, mulai dari tingkat
komunitas lokal, provinsial,
nasional, sampai tingkat
global.

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

57

Melihat begitu kompleksnya


aktivitas
pariwisata,
maka
pengembangan pariwisata perlu
direncanakan
secara
komprehensif,
holistik,
dan
integratif.
Inskeep
(1991)
menyatakan
bahwa
dalam
melakukan perencanaan pariwisata
karenanya
harus
menggunakan
suatu
pendekatan
yang
mencakup
unsur-unsur berikut ini:
a) Pendekatan
yang
berkesinambungan,
incremental, dan fleksibel
(Continuous, incremental, and
flexible
approach).
Perencanaan
pariwisata
dipandang sebagai suatu
proses
yang
berlangsung
terus
menerus
dengan
dimungkinkan
melakukan
penyesuaian-penyesuaian
yang diperlukan berdasarkan
hasil monitoring dan umpan
balik (feedback), tetapi dalam
kerangka
pemeliharaan
tujuan dasar dan kebijakan
pengembangan pariwisata.
b) Pendekatan sistem (Systems
approach).
Pariwisata
dipandang sebagai suatu
sistem yang saling terkait
dan
harus
direncanakan
menggunakan teknik analisis
sistem.

ISSN 1411-1527

58

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

sebagai sumberdaya yang


hidup terus menjadi dasar
permanen
untuk
penggunaan terus-menerus
di masa depan. Analisis daya
angkut/muat
(carrying
capacity
analysis)
merupakan
suatu
teknik
yang
penting
digunakan
dalam
pendekatan
pembangunan berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan
ini.

c) Pendekatan
komprehensif
(Comprehensive
approach).
Berkaitan
dengan
pendekatan sistem, seluruh
aspek
pengembangan
pariwisata, termasuk unsurunsur institusional, implikasi
sosio-ekonomi
dan
lingkungan dianalisis dan
direncanakan
secara
komprehensif. Karena itu
pendekatan ini disebut juga
sebagai pendekatan holistik.
d) Pendekatan yang terintegrasi
(Integrated
approach).
Berkaitan
dengan
pendekatan
sistem
dan
komprehensif,
pariwisata
direncanakan
dan
dikembangkan sebagai suatu
sistem
terintegrasi,
baik
antar unsur-unsur di dalam
sistem itu sendiri maupun
dengan rencana dan polapola pembangunan secara
keseluruhan.

f)

e) Pendekatan
pembangunan
yang
berkelanjutan
dan
berwawasan
lingkungan
(Environmental
and
sustainable
development
approach).
Pariwisata
direncanakan,
dikembangkan,
dan
dikelola
sedemikian rupa sehingga
sumberdaya
alam
dan
budaya tidak habis atau
menurun, tetapi terpelihara

g) Pendekatan
implementable
(Implementable
approach).
Kebijakan,
rencana,
dan
rekomendasi pengembangan
pariwisata
diformulasikan
menjadi realistik dan dapat
diimplementasikan.
Formulasi kebijakan dan
rencana itu menggunakan
teknik-teknik implementasi,
yang mencakup strategi atau

ISSN 1411-1527

Pendekatan
komunitas
(Community
approach).
Terdapat
keterkaitan
maksimum komunitas lokal
dalam
perencanaan
dan
pengambilan
keputusan
kepariwisataan dan, lebih
jauh lagi, terdapat partisipasi
maksimum komunitas dalam
pengembangan dan manajemen
pariwisata,
serta
keuntungan-keuntungan
sosio-ekonominya.

Drs. Rahmat Ingkadijaya, 55-67

59

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

program
aksi
pengembangan.

dan

h) Aplikasi proses perencanaan


sistematik.
Proses
perencanaan
sistematik
diterapkan
dalam
perencanaan
pariwisata
berdasarkan pada urutan
logik
aktivitas-aktivitas.
(Inskeep, 1991:29)
Pendekatan tersebut di atas
diaplikasikan secara konseptual
pada semua tingkat dan jenis
perencanaan pariwisata. Tetapi
bentuk
spesifik
aplikasinya,
tentu saja, bervariasi tergantung
pada jenis perencanaan yang
diambil.
Perencanaan
pariwisata
dipersiapkan
pada
berbagai
tingkatan.
Setiap
tingkatan
memfokuskan diri pada derajat
kekhususan
yang
berbeda.
Perencanaan
tersebut
hendaknya dipersiapkan dalam
urutan dari yang umum ke yang
spesifik, sebab tingkatan yang
umum memberikan kerangka
dan
arahan
untuk
mempersiapkan
rencanarencana
spesifik.
Urutan
tingkatan
itu
dimulai
dari
tingkat
perencanaan
internasional,
perencanaan
nasional,
perencanaan
regional/provinsial,
perencanaan
sub-

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

regional/provinsial,
perencanaan
daerah
wisata,
perencanaan fasilitas pariwisata,
dan design fasilitas pariwisata.
DAYA TARIK WISATA
Perencanaan pengembangan
pariwisata tersebut di atas
mencakup komponen-komponen
sebagai berikut:
a)

Daya tarik wisata. Yaitu


semua sumber daya alam
dan budaya, keistimewaankeistimewaan dan aktivitasaktivitas
yang
menarik
wisatawan
untuk
berkunjung.

b)

Akomodasi. Hotel dan jenis


akomodasi lainnya tempat
wisatawan menginap selama
melakukan perjalanannya,
beserta
pelayananpelayanan yang diberikan.

c)

Fasilitas dan pelayanan pariwisata lainnya. Fasilitas dan


pelayanan
pariwisata
lainnya
yang
diperlukan
dalam
pengembangan
pariwisata
di
antaranya
ialah
biro
dan
agen
perjalanan
(disebut
juga
receptive services), restoran
dan jenis tempat makan
lainnya,
toko
barang
kerajinan, souvenir, bank,
tempat penukaran uang,
dan fasilitas dan pelayanan

ISSN 1411-1527

60

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

keuangan lainnya, kantor


informasi wisata, pelayanan
pribadi seperti pemangkas
rambut
dan
salon
kecantikan,
fasilitas
pelayanan medis, fasilitas
pelayanan
polisi
dan
pemadam kebakaran, dan
fasilitas
kepabeaan
dan
imigrasi.
d)

Transportasi.
Transportasi
ke
negara
yang
bersangkutan, transportasi
antar provinsi dan antar
kota, transportasi ke dan
dari daerah tujuan wisata.
Mencakup
semua
jenis
transportasi,
yaitu
transportasi darat, laut, dan
udara.

e)

Infrastruktur
lainnya.
Di
samping
transportasi,
infrastruktur lainnya yang
diperlukan antara lain air,
listrik, telepon, drainage,
dlsb.

f)

Unsur-unsur
institusional.
Unsur-unsur
institusional
yang
diperlukan
dalam
pengembangan
dan
pengelolaan
pariwisata
mencakup
perencanaan
sumber
daya
manusia
beserta
program-program
pelatihan
dan
pendidikannya,
strategi
pemasaran dan program

ISSN 1411-1527

promosi, struktur organisasi


kepariwisataan
baik
pemerintah maupun swasta,
peraturan
perundangundangan
kepariwisataan,
kebijakan-kebijakan
investasi, program-program
pengawasan
mengenai
dampak
ekonomi, sosiobudaya, dan lingkungan.
(Inskeep, 1991: 38-39)
Yang paling penting dari
keenam
komponen
tersebut
adalah komponen daya tarik
wisata. Komponen inilah yang
menyebabkan
seorang
wisatawan mengunjungi suatu
tempat/daerah tujuan wisata.
Wisatawan datang ke Yogya
misalnya, bukan untuk menginap di hotel berbintang,
tetapi untuk melihat kraton,
borobudur, sekatenan, melihat
kehidupan masyarakat setempat
beserta adat-istiadatnya, dan
sebagainya.
Sedangkan
komponen-komponen
lainnya
merupakan
penunjang
dari
komponen daya tarik. Misalnya,
biro
perjalanan
merupakan
sarana
yang
memudahkan
wisatawan dalam melakukan
perjalanan wisata, dan hotel
atau
akomodasi
lainnya
membuat
wisatawan
dapat
menikmati daya tarik wisata
lebih lama.

Drs. Rahmat Ingkadijaya, 55-67

61

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

Daya tarik wisata biasanya


dikelompokkan ke dalam tiga
kategori, yaitu:
a)

Daya tarik wisata alam


(Natural attractions) ialah
daya
tarik
wisata
dari
sumber daya alam, seperti
iklim, pemandangan alam,
laut dan pantai, flora dan
fauna, cagar alam, dll.

b)

Daya tarik wisata budaya


(Cultural attractions) ialah
daya
tarik
wisata
dari
sumber daya budaya, seperti
situs
dan
peninggalanpeninggalan sejarah budaya,
adat istiadat, seni dan
kerajinan tangan, museum,
festival budaya, dll.

c)

Daya tarik wisata khusus


(Special types of attractions)
ialah daya tarik wisata yang
tidak termasuk ke dalam
dua kategori di atas yang
sengaja
dibuat
atau
diciptakan, seperti tamantaman hiburan dan sirkus,
pusat perbelanjaan, fasilitas
pertemuan/konferensi/konvensi,
peristiwa
khusus
(Olympiade, ASIAN Games,
Sea Games, PON, dll), kasino
dan
tempat
hiburan
(nightclub
dan
disco),
fasilitas rekreasi dan olah
raga, dll.

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

Ketiga kategori daya tarik


wisata tersebut memberikan
peluang bagi suatu daerah atau
negara untuk mengembangkan
pariwisatanya. Dan agar daya
tarik wisata ini memberikan
keuntungan sebesar-besarnya,
maka pengembangannya harus
direncanakan dengan sebaikbaiknya.
FAKTOR KEAMANAN
Selain ketiga daya tarik
wisata tersebut di atas masih
ada daya tarik wisata lainnya
yang tidak kalah pentingnya,
yaitu keamanan atau rasa
aman.
Meskipun
suatu
daerah/negara
mempunyai
keindahan alam yang sangat
menawan dan keanekaragaman
budaya yang sangat unik,
wisatawan tidak akan berani
berkunjung ke daerah/negara
itu bila mereka menganggap
daerah/negara tersebut tidak
aman bagi dirinya.
Menurut
Richter
(1992)
pengaruh keamanan terhadap
pariwisata sebetulnya sangat
jelas, tetapi banyak negaranegara
berkembang
tidak
memasukkannya
dalam
perencanaan
pengembangan
pariwisata
mereka
sebelum
masalah-masalah
yang
ditimbulkan oleh faktor ketidak-

ISSN 1411-1527

62

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

amanan
terjadi.
(Richter,
1992:39)
Kasus
yang
diungkapkan
oleh
Richter
tersebut rupanya teralami juga
oleh Indonesia. Untuk itu di
masa-masa mendatang faktor
keamanan ini perlu mendapat
porsi yang sewajarnya dalam
perencanaan
pariwisata
nasional maupun daerah.
Adapun faktor-faktor yang
dapat
menyebabkan
atau
menimbulkan
ketidakamanan
(insecurity), antara lain adalah:
a)

Wabah penyakit, misalnya


demam berdarah, malaria,
muntaber, dsb.

b)

Bencana
alam,
seperti
gempa bumi, banjir, lahar
gunung berapi, dsb.

c)

Kecerobohan manusia yang


menimbulkan bencana dan
kecelakaan,
misalnya
bencana kebakaran hutan.

d)

Kriminalitas,
seperti
perampokan,
perkosaan,
penodongan, dsb.

e)

Kesenjangan sosial-ekonomi
masyarakat sekitar daerah
tujuan
wisata
yang
menimbulkan kecemburuan
sosial terhadap pengusaha
pariwisata dan wisatawan,
yang diungkapkan melalui
perbuatan-perbuatan
kriminal
(penjarahan,

ISSN 1411-1527

pencurian,
dsb.).

pengrusakan,

f)

Pelanggaran
norma-norma
atau
nilai-nilai
budaya
setempat
oleh
para
wisatawan, yang menimbulkan
konflik
antara
wisatawan
dengan
penduduk setempat.

g)

Instabilitas politik (political


instability)
yang
menimbulkan
huru-hara,
kerusuhan,
kekerasan,
pembunuhan, dsb.

Lebih jauh lagi untuk faktor


instabilitas
politik,
Richter
(1992)
membaginya
menjadi
empat macam, yaitu:
a)

Instabilitas
di
negara
kawasan/tetangga
dapat
mempengaruhi
negara
lainnya karena mengganggu
lalu lintas udara, laut, dan
darat;
atau
karena
publisitas
mengenai
instabilitas
tersebut
mempengaruhi
seluruh
kawasan.

b)

Pergolakan internal di suatu


negara
yang
walaupun
mungkin daerah rawannya
jauh dari daerah tujuan
wisata namun pemberitaan
media
massa
dapat
menciptakan
citra
tidak
aman negara tersebut secara
keseluruhan,
sehingga
Drs. Rahmat Ingkadijaya, 55-67

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

negara
lain
melarang
warganya
untuk
mengadakan perjalanan ke
negara itu.
c)

Aksi-aksi
dari
kelompok
anti-pemerintah
yang
mengganggu
para
wisatawan. Apakah untuk
mepermalukan pemerintah
yang bersangkutan, atau
untuk
melemahkan
perekonomiannya,
atau
sekedar
untuk
mencari
perhatian
dunia
internasional
terhadap
permasalahan politik yang
terjadi di negara tersebut.

d)

Instabilitas politik yang disebabkan kebijakan-kebijakan


pengembangan
pariwisata
itu sendiri yang tidak peka
terhadap aspirasi rakyat,
seperti
yang
terjadi
di
Philipina pada jaman rezim
Marcos berkuasa. Saat itu
Keluarga
Marcos
dan
kroninya membangun hotel
mewah
dengan
menggunakan
dana
pinjaman yang sebenarnya
diperuntukkan untuk Jaring
Pengaman
Sosial.
Hal
tersebut
tentu
saja
menimbulkan
kemarahan
rakyat.(Richter, 1992: 3346).

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

63

Semua faktor yang dapat


menyebabkan
ketidakamanan
tersebut di atas harus ditangani
secara
komprehensif
dalam
perencanaan pariwisata. Untuk
itu perlu adanya kerjasama
dengan
lembagalembaga/instansi-instansi
lainnya. Untuk masalah wabah
penyakit
misalnya,
perlu
kerjasama dengan Departemen
Kesehatan, dan untuk masalah
kriminalitas perlu kerjasama
dengan pihak kepolisian. Perlu
juga adanya pengamanan jalurjalur wisata dari serangan
orang-orang
yang
ingin
mengganggu wisatawan.
Di
samping
itu,
pihak
pengusaha
pariwisata
pun
harus peka terhadap keadaan
sosial-budaya
dan
sosialekonomi masyarakat sekitar
kawasan wisata, agar konflik
antara
masyarakat
dengan
pihak pengusaha pariwisata dan
wisatawan dapat dihindarkan.
PENUTUP
Di dalam milenium ketiga
nanti,
sektor
pariwisata
diharapkan akan menjadi sektor
andalan sebagai penyumbang
terbesar devisa negara. Karena
itu,
dengan
menimba
pengalaman
dari
kejadiankejadian belakangan ini yang

ISSN 1411-1527

64

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

sangat tidak menguntungkan


bagi berkembangnya sektor ini,
kita perlu memperhatikan faktor
keamanan dalam perencanaan
pariwisata
di
masa-masa
mendatang.
Perhatian terhadap faktor
keamanan ini akan semakin
penting lagi bilamana ternyata
sektor pariwisata benar-benar
menjadi sektor andalan peraih
devisa. Karena dengan begitu
sektor pariwisata akan menjadi
penentu
keberhasilan
perekonomian kita. Sementara
itu kita tahu sektor ini sangat
rawan
terhadap
isu
ketidakamanan.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. Statistik
kunjungan
tamu
asing
1996. Jakarta, 1997.
Departemen Pariwisata, Pos dan
Telekomunikasi. Direktorat
Jenderal
Pariwisata.
Analisis pasar wisatawan
mancanegara
1997.
Jakarta, 1997

kebijaksanaan
dalam
Prosiding pelatihan dan
lokakarya
perencanaan
pariwisata berkelanjutan,
editor Myra P. Gunawan.
Bandung: Penerbit ITB,
1997
Inskeep,
Edward.
Tourism
planning: an integrated and
sustainable
development
approach. New York: Van
Nostrand Reinhold, 1991
Mencari rasa aman. Tempo,
Edisi 11-17 Mei 1999: hal.
15
Richter, Linda K. Political
instability and tourism in
the Third World in Tourism
&
the
less
developed
countries, edited by David
Harrison.
London:
Belhaven Press, 1992
Rudini. Jaring pengaman sosial
untuk pemulihan ekonomi
dalam
Sinergi,
EdisiXXI/1998: hal. 23-26.
***ksm***

Gunn,
Clare
A.
Tourism
planning, 2nd edition. New
York: Taylor & Francis,
1988
Hartanto,
Frans
Mardi.
Menjelang pembangunan
pariwisata
yang
berkelanjutan:
perspektif
perencanaan
ISSN 1411-1527

Drs. Rahmat Ingkadijaya, 55-67

65

Lampiran:
J. Ilm.
Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999
Tabel-1
PERKEMBANGAN KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA
DAN JUMLAH PENGELUARAN DI INDONESIA
TAHUN 1992-1996
JUMLAH

DEVISA

WISATAWAN

(juta US $)

1992

3.064.161

3278,19

1993

3.403.138

3987,56

1994

4.006.312

4785,26

1995

4.324.229

5228,34

1996

5.034.472

6307,69

1997

5.036.271

---

TAHUN

Sumber: Biro Pusat Statistik 1997 & Ditjen Pariwisata 1997

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

ISSN 1411-1527

66

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

Tabel-2
ECONOMIC BENEFITS OF TRAVEL AND TOURISM

A. PRIMARY or DIRECT BENEFITS


1. Business receipts
2. Income
a. Labor and proprietors income
b. Corporate profits, dividends, interest, and rent
3. Employment
a. Private employment
b. Public employment
4. Government receipts
a. Federal
b. State
c. Local
B. SECONDARY BENEFITS
1. Indirect benefits generated by primary business
outlays,
including investment
a. Business receipts
b. Income
c. Employment
d. Government receipts
2. Induced benefits generated by spending of primary
income
a. Business receipts
b. Income
c. Employment
d. Government receipts
(Source: Frechtling,
1988:3-4)

ISSN 1411-1527

1987:330

in

Gunn,

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

67

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

Tabel-3
DAMPAK NEGATIF POTENSIAL PARIWISATA TERHADAP
LINGKUNGAN ALAMI
Komponen
Lingkungan
Flora dan

Kegiatan Pariwisata yang Menimbulkan

Fenomena Dampak Negatif

Dampak Negatif

Gangguan perkembangbiakan

Fauna

Pengamatan burung

Gerak jalan

Perburuan liar

Hewan yang diawetkan atau


cenderamata yang dibuat dari bagian

Hilangnya atau kepunahan

tubuh hewan

binatang

Masakan istimewa

Lingkungan alam yang dipadati


pengunjung

Perubahan

pola

migrasi

Kegiatan pariwisata di jalur migrasi

hewan

Kerusakan vegetasi

Pembangunan sarana wisata baru


Kegiatan wisatawan di kawasan
lindung

Polusi

Polusi air

Limbah cair

Ceceran (minyak atau zat kimia


berbahaya lainnya)

Pembuangan sampah padat ke badan


air

Polusi udara
Polusi suara

Emisi kendaraan

Terlampau padat

Kemacetan lalu-lintas

Erosi

Pengikisan permukaan tanah

Tanah longsor

sungai

kawasan

Lalu lintas yang terlalu padat


Lingkungan binaan yang tak
terkendali

Kerusakan

Kehidupan malam yang tak terkendali

tepi

Penggundulan hutan
Wisata berperahu yang tak terkendali
Daerah tepi sungai yang terlampau
dipadati penghuni/pengunjung

Sumber daya Habisnya cadangan air tanah

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

Terlalu banyak kawasan terbangun

ISSN 1411-1527

68

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

alam

dan air permukaan


Tingginya
kebakaran

Dampak

Kawasan

Kerusakan sumber air

kemungkinan

Api yang tak terkendali


Wisatawan tak bertanggung jawab

terbangun

yang

Tidak ada perencanaan dan

pemandangan tampak buruk

pengendalian (lansekap)

Pemandangan yang kotor

Sampah

Kebersihan tak terjaga

Sumber: Hartanto, 1997:52

Tabel-4
DAMPAK NEGATIF POTENSIAL PARIWISATA TERHADAP
LINGKUNGAN TERBANGUN
Komponen

Fenomena Dampak

Lingkungan
Lingkungan
perkotaan

Negatif

Pemanfaatan lahan

Kegiatan Pariwisata yang Menimbulkan


Dampak Negatif

yang tidak benar

Lokasi sarana pariwisata yang tidak


benar

Pelaksanaan rencana pemanfaatan


lahan yang tidak efektif

Perubahan pola

Tidak ada perencanaan

Pembangunan perkotaan yang tak

hidrologi

Dampak

pemandanga
n

Perubahan kaki langit

Gaya arsitektur baru

kota

Pertumbuhan daerah terbangun

Perubahan gaya

Perubahan perilaku

hidup di kota

Prasarana

terkendali

Prasarana terlalu

Perubahan kehidupan ekonomi

Kepadatan yang tinggi

sarat beban

Pemanfaatan sarana

secara tidak benar

ISSN 1411-1527

Perubahan demografi

Pembangunan prasarana penunjang


kegiatan pariwisata tidak memadai
Tidak ada manajemen lingkungan
perkotaan

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

69

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

Bentuk

Perubahan

perkotaan

Pergeseran lokasi pemukiman dan

Sarana pariwisata yang tidak tepat

Perubahan pekerjaan dan kebiasaan

pemanfaatan lahan

tempat kerja

Perubahan struktur

masyarakat perkotaan
Kerusakan bangunan

Tempattempat

bersejarah

bersejarah

masyarakat

Perubahan pola interaksi sosial

Bangunan tak terpelihara

Bangunan yang terlalu banyak


dipajang

Pemeliharaan yang tidak memadai

Penggunaan

Tidak adanya ruang kerja di daerah

secara tidak benar

tsb.

bangunan bersejarah

Benturan (konflik) kepentingan

Komersialisasi yang mengabaikan


nilai sejarah dan budaya

Pemugaran bangunan

Penerapan gaya arsitektur yang tidak

bersejarah secara

sesuai

tidak benar

Tidak adanya pemahaman akan


unsur budaya

Terlalu dikomersilkan

Sumber: Hartanto, 1997:53


Tabel-5
DAMPAK NEGATIF POTENSIAL PARIWISATA TERHADAP
LINGKUNGAN BUDAYA
Komponen

Lingkungan
Nilai dan

kepercayaan

Fenomena Dampak

Kegiatan Pariwisata yang

Negatif

Menimbulkan Dampak Negatif


Interaksi intensif dengan

Adopsi nilai-nilai dan

sesuai

Gaya hidup hedonis

Tidak mengindahkan

Tidak menghormati adat

penduduk setempat

kepercayaan yang tidak

nilai-nilai adat

setempat

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

Tidak memahami adat setempat

ISSN 1411-1527

70

Moral

J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999

Pelacuran
Mabuk

Promosi tak resmi negatif

Wisatawan yang suka melacur

Adopsi kebiasaan minum


wisatawan yang buruk

Mudahnya memperoleh
minuman beralkohol

Perilaku

Kebarat-baratan

dengan perilaku orang Barat

Gaya hidup Barat yang menarik

Perilaku orang asing yang


menarik

Mengabaikan perilaku

Seni dan

kerajinan

Indonesia

Kerusakan bentuk seni

adat

Mengacaubalaukan modernisasi

Perilaku wisatawan yang bebas


berbuat apa saja

Komersialisasi seni

Bentuk seni adat asli tidak


menarik bagi wisatawan

Kerusakan dan hilangnya


benda budaya

Tindakan buruk wisatawan

Benda budaya tidak dilindungi


dengan baik

Akses tak terkendali ke benda


budaya

Hukum dan
ketertiban

Meningkatnya

pelanggaran hukum

Tidak adanya perawatan

Wisatawan menarik penjahat

Narkotik dan obat bius lainnya

Wisatawan sebagai kurir

gang/kelompok penjahat

Tidak memahami sistem legal


Indonesia

Sejarah

Salah menafsirkan

Fakta sejarah tidak cermat

sejarah nasional

Fakta sejarah diabaikan

Fakta sejarah dibelokkan

Sumber: Hartanto, 1997:54

ISSN 1411-1527

Drs. Rahmat Ingkadijaya 55-67

Anda mungkin juga menyukai