Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan tambang yang

beroperasi di Kecamatan Jereweh dan Kecamatan Sekongkang, Kabupaten


Sumbawa Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat. PT Newmont Nusa Tenggara
(PTNNT) adalah perusahaan patungan Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh
Nusa Tenggara Partnership (Newmont & Sumitomo), PT Pukuafu Indah
(Indonesia) dan PT Multi Daerah Bersaing. Newmont dan Sumitomo bertindak
sebagai operator PT NNT.
Salah satu wilayah tambang PT Newmont adalah wilayah Batu Hijau.
Tambang Batu Hijau merupakan tambang terbuka tembaga dan emas dengan skala
besar yang terletak di barat daya Sumbawa, Indonesia.
1.2.

Tujuan
Tujuan pembuatan laporan ini yaitu untuk mengetahui tentang :

1. PT Newmont Nusa Tenggara,


2. Genesa bahan galian di PT Newmont Nusa Tenggara
3. Tahapan eksplorasi PT Newmont Nusa Tenggara
4. Perhitungan cadangan PT Newmont Nusa Tenggara.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.

PT Newmont Nusa Tenggara


PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan modal asing yang

menandatangani kontrak karya pada tanggal 2 Desember 1986 untuk lahan seluas
1.127.134 Ha yang mencakup wilayah Sekotong, Pulau Lombok, Batu Hijau dan
Rinti di Pulau Sumbawa. Isi kontrak ini adalah untuk melakukan eksplorasi dan
eksploitasi di dalam wilayah Kontrak Karya di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB). PT NNT menemukan cebakan tembaga porfiri pada 1990, yang kemudian
diberi nama Batu Hijau. Newmont Nusa Tenggara melakukan beberapa kali
penciutan wilayah sehingga wilayah kontrak karya saat ini sekitar 116.900 Ha.

Gambar 2.1. Wilayah prospek PT Newmont

Kajian kontrak tersebut disetujui Pemerintah Indonesia pada 1996 dan


menjadi dasar dimulainya pembangunan Proyek Tambang Batu Hijau dengan total
investasi US$ 1,8 Miliar. Proyek pembangunan tambang, pabrik dan prasarananya
selesai pada 1999 dan mulai beroperasi secara penuh pada Maret 2000 dan bila
pemerintah memperpanjang ijin pakainya maka NNT akan mengolah tambang
sampai dengan tahun 2022 dengan target reklamasi hingga tahun 2033
mendatang.

Tambang Batu Hijau saat ini mempekerjakan lebih dari 4.000 pekerja dan
3.000 pekerja kontrak. Lebih dari 60% pekerja berasal dari Provinsi NTB.
Kegiatan konstruksi dan produksi ditargetkan menghasilkan
266.500 ton tembaga dan 19 ton emas per tahun.
2.2.

Genesa Bahan Galian


Eksplorasi logam tembaga dan emas yang telah dilakukan selama periode

1987 - 1998 oleh PT.Newmont Nusa Tenggara di wilayah-wilayah Kontrak Karya


di Pulau Sumbawa dan berhasil menemukan sistem mineralisasi tembaga-emas
porfiri dengan cadangan bijih bernilai ekonomis dan layak tambang di daerah
Batu Hijau, Sumbawa Barat dan telah/sedang ditambang sejak tahun 2000 untuk
masa operasional penambangan hingga tahun 2025. Endapan bijih di Batu Hijau
ini adalah endapan tembaga-emas porfiri yang terletak di busur Sunda-Banda
yang berkaitan dengan intrusi-intrusi kompleks tersier. Mineralisasi tembaga-emas
terletak disekitar pusat intrusi utama dan terpusat pada batuan tonalite yang
menerobos zona kontak antara batuan vulkanik dan diorit. Intrusi kompleks ini
terdiri atas phaneritic hornblende, diorit laccolith, tonalite dome dan tonalite dike.
Iklim meyebabkan bagian atas endapan teroksidasi menjadi tudung lindi (leach
cap), supergen, serta zona transisi antara supergen dan tudung lindi. Batuan tidak
berharga terdapat pada zona transisi dan tudung lindi, sedangkan supergen
merupakan bagian dari bijih.
Endapan Porfiri ini adalah endapan mineral yang terjadi akibat suatu
intrusi yang bersifat intermediet-asam, yang kemudian terjadi kontak dengan
batuan samping yang mengakibatkan terjadinya mineralisasi. Porfiri terbentuk
dari beberapa aktifitas intrusi, terdiri dari kumpulan dike dan breksi intrusi.
Mineralisasi terjadi akibat alterasi batuan samping, disseminated dan stockwork
mineralization. Alterasi yang terjadi pada host rock intensif dan ektensif akibat
dari fluida hidrotermal yang terbentuk. Pada dasarnya endapan porfiri mempunyai
tonnase yang besar dan grade yang kecil.

Gambar 2.2. Jalur Busur Magmatik Utama tempat Kedudukan Mineralisasi Logam
(dimodifikasi dari beberapa sumber,2000)

2.2.1. Satuan batuan tonalite


Batuan tonalit pada satuan tonalit porfir merupakan batuan pembawa
mineralisasi di endapan pofiri Cu-Au Batu Hijau. Batuan tonalit porfir menorobos
kontak antara batuan volkanik dan batuan diorit kuarsa ekuigranular. Batuan ini
membentuk stock dan dike yang semakin melebar ke dalam dan menyempit ke
arah permukaan. Intrusi tonalit ini terbagi menjadi dua, yaitu tonalit tua dan
tonalit muda. Kedua intrusi ini mempunyai kesamaan komposisi dan fenokris,
perbedaannya terletak pada umur, persentase urat kuarsa, kelimpahan dan ukuran
fenokris kuarsa, serta kadar Cu dan Au-nya. Kedua unit batuan tersebut memiliki
umur yang berdekatan yaitu tonalit tua 3,76 0,10 Ma, sedangkan tonalit muda
3,74 0,14 Ma. Menurut Mitchell, dkk. (1998), tonalit tua dan tonalit muda
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Tonalit teralterasi kuat
Batuan ini bertekstur porfiritik, berukuran butir halus-sedang, fenokris
berupa kuarsa berukuran 0,7-1 mm dengan kelimpahan lebih dari 20%,
bentuk kristal umumnya anhedral-subhedral, dengan masa dasar yang
ekuigranular tersusun oleh kuarsa, hornblenda, dan plagioklas. Dalam
sayatan tipis, dapat terlihat bahwa plagioklas dalam batuan ini
diidentifikasi sebagai oligoklas (An 40-50), dan beberapa sebagai andesin

(An>50). Plagioklas ini secara intersif telah terubah dan terpotong oleh urat
kuarsa. Mineral mafik sebagian besar telah terubah menjadi biotit sekunder
dan klorit. Satuan batuan ini didaerah penelitian disetarakan dengan tonalit
tua.
b. Tonalit teralterasi lemah
Tonalit muda merupakan satuan intrusi batuan yang termuda di Batu Hijau.
Menurut Mitchell, dkk. (1998), tonalit muda berwarna abu-abu terang,
dengan ukuran butir medium-kasar, dicirikan dengan tekstur porfiritik,
fenokris berupa kuarsa (5-10 mm), plagioklas, dan hornblenda (2-10 mm),
dengan masa dasar yang ekuigranular, berukuran kasar-sedang. Fenokris
hornblenda yang berukuran cukup besar membuat tonalit muda mudah
dikenali. Perbedaan antara tonalit muda dengan tonalit tua adalah kehadiran
fenokris kuarsa yang relatif lebih kasar yakni 8-10 mm dan bentuk kristal
rounded-bipiramid. Mineral mafik hadir lebih sedikit dalam tonalit muda
dengan masadasar yang relatif lebih kasar daripada tonalit tua. Hornblenda
hanya mengalami perubahan menjadi mineral biotit sekunder dalam jumlah
kecil. Urat-urat kuarsa sangat jarang dijumpai dan bahkan kadang-kadang
absen. Satuan batuan ini didaerah penelitian disetarakan dengan tonalit
muda.
2.2.2. Alterasi hidrothermal
Alterasi hidrotermal yang berhubungan erat dengan mineralisasi pada
sistem porfiri Batu Hijau terbagi menjadi beberapa tahap berdasarkan waktu
pembentukannya (Mitchell, dkk., 1998), yaitu :
1. Alterasi tingkat awal (early alteration) Alterasi tingkat awal terdiri dari
proses biotisasi fenokris dan masadasar mineral mafik serta pembentukan
shreddy biotit, magnetit, kuarsa dan anhidrit berasosiasi dengan biotitkuarsamagnetit stringer, urat biotit serisit dan potong-memotong urat tipe A
dan AB. Alterasi awal terjadi pada bagian dalam dan proksimal intrusi
tonalit. Pada tingkat ini terdapatkalkosit, digenit dan digenit-bornit.
2. Alterasi tingkat transisi (transitional alteration) Alterasi tingkat transisi
ditandai dengan terubahnya biotit menjadi klorit, oligoklas menjadi albit di
sepanjang urat dan hadir serisitkalsit. Berasosiasi dengan urat AB dan B.
Magnetit terubah menjadi hematit.Mineralisasi berupa bornit dan kalkopirit.

3. Alterasi tingkat akhir (late alteration) Alterasi tingkat akhir dicirikan oleh
kehancuran feldspar (feldspar destruction), alterasi serisit dan pembentukan
urat sulfida tipe D. Urat terisi oleh pirit dan kuarsakalkopirit. Urat pada
Tahap alterasi ini umumnya dikelilingi oleh halo urat-urat kecil pirit-biotit
dan feldspar yang terubahkan menjadi serisit. Pada perbatasan suatu tipe
endapan alterasi, tahapan alterasi ini sulit dibedakan dengan bagian luar
tahap alterasi transisi. Hal ini umumnya disebut zona propilitik (Clode
dkk., 1999).
4. Alterasi tingkat sangat akhir (very late alteration) Alterasi tingkat sangat
akhir dicirikan oleh kehancuran feldspar, tetapi berbeda dengan late
alteration, feldpar digantikan oleh smektit berasosiasi dengan serisit dan
klorit. Mineral sulfida berupa sfalerit, galena, tennantit, pirit, kalkopirit dan
sedikit bornit.
5. Alterasi zeolit (zeolit alteration) Alterasi zeolit dicirikan oleh kehadiran
mineral zeolit (stilbit dan laumonit) yang terbentuk pada temperatur rendah.
Kehadiran mineral penciri ini bersamaan dengan munculnya kalsit, kuarsa,
dan kristobalit yang mengisi rekahan/rongga.
Alterasi yang berkembang pada daerah Batu Hijau berdasarkan
karakteristik alterasi dan asosiasi mineral ubahannya dapat diklasifikasikan
menjadi 5 zona alterasi (Mitchell dkk., 1998), yaitu:
a. Parsial Biotit
Zona alterasi ini merupakan zona alterasi awal yang terbentuk pada batuan
tonalit. Alterasi ini dicirikan mineral hornblenda yang sebagian terubah
menjadi biotit, disamping masih ditemukannya mineral hornblenda primer
yang utuh. Alterasi ini dapat dibedakan dengan alterasi biotit sekunder
dengan masih ditemukannya kristal hornblenda yang berbentuk prismatik.
Penyebaran Zona Alterasi Partial Biotit mengikuti pola penyebaran intrusi
tonalit muda.
b. Biotit Sekunder
Zona ini merupakan alterasi tingkat awal yang dicirikan dengan hadirnya
biotit sekunder dan magnetit serta umumnya berasosiasi dengan urat kuarsa,
dan hornblenda yang teralterasi menjadi biotit. Mineral plagioklas bersifat
relatif stabil namun dapat teralterasi menjadi biotit, kalsit, anhidrit, K-

feldspar pada bagian pinggir atau bidang belahan. Alterasi ini juga biasanya
ditandai dengan asosiasi mineral porfiri tingkat tinggi seperti bornit, digenit,
magnetit, serta secara bergradasi keluar menjadi kalkopirit dan pirit.
Intensitas alterasi padazona alterasi ini pada umumnya lebih tinggi daripada
zona alterasi parsial biotit.
c. Pale Green Mica (PGM)
Zona ini merupakan alterasi tingkat transisi yang dicirikan dengan kehadiran
mika hijau yang mengandung klorit dan serisit, klorit overprint dengan biotit
sekunder, berasosiasi dengan kalkopirit dan urat tipe B.
d. Klorit-Epidot Klorit-epidot merupakan alterasi tingkat awal yang dicirikan
dengan hadirnya klorit dan epidot, serta pirit, magnetit, kalsit. Plagioklas
teralterasi menjadi epidot dan kalsit serta mineral-mineral mafik menjadi
klorit.
e. Hancuran Feldspar (Feldspar Destructive)
Zona alterasi yang terbentuk paling akhir,dicirikan dengan clay, serisit,
andalusit, dan piropilit. Zona ini dicirikan dengan biotit, magnetit yang
rusak, dan berasosiasi dengan urat yang terisi mineral pirit.
Beberapa peneliti sebelumnya telah meneliti tentang endapan bahan galian
di tambang Batu Hijau PT Newmont Nusa tenggara yang juga menyebutkan
genesa bahan galiannya. Yaitu :
1. Simon J. Meldrum, Aquino R.S., Gonzales R.I., Burke R.J., Suyadi A.,
Irianto B. dan Clark D.S., Tahun 1994, mengenai Endapan Porfiri
Tembaga-Emas Batu Hijau menyebutkan bahwa hostrock dari mineralisasi
adalah batuan tonalit menengah yang merupakan intrusi berbentuk stock
dan alterasinya termasuk zona potasik.
2. Ali Edison,Tahun 1997,mengenai Eksplorasi dan Evaluasi Endapan Porfiri
Batu Hijau menghasilkan data mengenai total cadangan emas dan tembaga
sebanyak 913 milyar ton dengan kadar tembaga rata-rata 0,53% (484
milyar ton) dan kadar emas rata-rata 0,41g/ton (375 milyar ton).5
3. Chris Clode,Tahun 1999,mengenai Hubungan Antara Intrusi, Alterasi dan
Mineralisasi di Endapan Porfiri Batu Hijau menghasilkan data berupa
kelompok mineral alterasi yang dapat dijadikan petunjuk alterasi tahap
awal, alterasi tahap transisi, alterasi tahap akhir dan alterasi tahap sangat

akhir serta menyebutkan bahwa mineralisasi di Batu Hijau merupakan


sulfida tembaga.
4. Steve Garwin,Tahun 2002,mengenai Tatanan Geologi Yang Berhubungan
dengan Endapan Porfiri Batu Hijau menghasilkan data jenis litologi, zonasi
alterasi, tipe urat dan mineralisasi yang terdapat di Batu Hijau.
5. Eddy Priowasono dan Adi Maryono,Tahun 2002, mengenai Struktur
Geologi dan Implikasinya terhadap Endapan Porfiri Batu Hijau
menghasilkan data trend struktur geologi dari tua ke muda berarah UtaraSelatan, Timur-Barat, Utara-Timur, radial dan berpola Baratlaut.
6. Bosta Pratama,Tahun 2002,mengenai Aplikasi Teknologi PIMA dalam
Menentukan Target Eksplorasi Endapan Emas-Tembaga Pada Busur
Kepulauan menyebutkan bahwa aplikasi reflektansi spektroskopi SWIR
merupakan alat yang efektif dalam pemetaan lapangan dan logging karena
membantu dalam mengidentifikasi komposisi mineral penting yang
berukuran halus.
7. Johan Arif dan T. Baker,Tahun 2004,mengenai Paragenesis dan Kimia
Endapan Batu Hijau menghasilkan datatentang keberadaan emas yang
terdapat pada urat kuarsa, dalam bentuk emas bebas dan berasosiasi dengan
sulfida

tembaga

berupa

bornit

dan

kalkopirit

dimana

ketika

berasosiasidengan bornit, emas tersebut lebih melimpah daripada saat


berasosiasi dengan kalkopirit.
8. Akira Imai dan Satoshi Ohno,Tahun 2005,mengenai Studi Inklusi Fluida
dan Kelompok Mineral Ore Primer Pada Endapan Porfiri Batu Hijau
menyebutkan bahwa inklusi fluida yang melimpah ditemukan pada urat
kuarsa yang kaya akan gas dan inklusi polyphase dengan kisaran
temperatur270o472oC dan salinitas 36 hingga47 wt% (NaCl equiv).
9. Arifudin Idrus, J. Kolb dan Michael Meyer,Tahun 2007,mengenai Studi
Komposisi Kimia Mineral Pembentuk Batuan Pada Batuan Intrusi Tonalit.
Endapan porfiri Batu Hijau menyebutkan bahwa intrusi tonalit menengah
terjadi pada temperatur76422oC dengan tekanan litostatik 1.5 0.3
105kPa yang menerangkan bahwa kedalamannya sekitar 5,5 km sedangkan
intrusi tonalit muda terjadi pada temperatur 540o-590oC

10. Terry Hoschke,Tahun 2008,mengenai Anomali Geofisika Endapan Porfiri


Batu Hijau menyebutkan bahwa adanya magnetit yang berasosiasi dengan
alterasi potasik memberikan anomali aeromagnetik dan magnetik yang
dapat menjadi petunjuk adanya endapan porfiri.
11. Anggraini Rizkita Puji,Tahun 2011,mengenai Geologi dan Studi Ubahan
Hidrotermal Daerah Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa menyebutkan bahwa
terdapat 4 zona ubahan hidrotermal di Batu Hijau yaitu zona kuarsabiotit
klorit-magnetit (potasik), zona kloritepidot-kalsit (propilitik), zona
kuarsaserisit-klorit (filik), zona kuarsakaolinit-ilit (argilik). Temperatur
pembentukan mineral berkisar antara 13003600C dan keterdapatan zonasi
alterasi potasik merupakan ciri endapan sistem porfiri.
2.3.

Tahapan Eksplorasi Emas dan Tembaga di Batu Hijau


Seperti telah disebutkan bahwa kegiatan eksplorasi logam tembaga dan

emas di Tambang Batu hijau telah dilakukan selama periode 1987 - 1998 oleh
PT.Newmont Nusa Tenggara di wilayah-wilayah Kontrak Karya di P ulau
Sumbawa.
1. Tahap Eksplorasi Pendahuluan
Tahap eksplorasi pendahuluan ini dilakukan untuk mencari daerah prospek
untuk endaan yaitu daerah yang menunjukkan tanda-tanda adanya endapan
bahan galian tembaga-emas, serta untuk mendapatkan gambaran mengenai
geologi regional di daerah tersebut.
a. Studi Literatur
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan
studi terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei
terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-laporan temuan dan lai-lain,
lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan lokasi
ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan
provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk
memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian
dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah
terjadi, dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.

b. Survei dan pemetaan


Survei ini didasarkan pada peta topografi sebagai peta dasar untuk
membuat peta singkapan dengan mencari tanda-tanda endapan tembagaemas yang dicari (singkapan) atau gejala geologi lainnya. Selain
singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian, yang perlu juga
diperhatikan adalah perubahan/batas batuan, orientasi lapisan, orientasi
sesar dan tanda-tanda lainnya. Hal-hal penting tersebut harus diplot pada
peta dasar dengan bantuan alat-alat seperti kompas geologi, inklinometer,
altimeter, serta tanda-tanda alami seperti bukit, lembah, belokan sungai,
jalan, kampung, dan lain-lain. Dengan demikian peta geologi dapat
dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).
Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan
dan dibuat penampang tegak atau model penyebarannya (model geologi).
Dengan

model

geologi

hepatitik

tersebut

kemudian

dirancang

pengambilan conto dengan cara acak, pembuatan sumur uji (test pit),
pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan dilakukan pemboran.
Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot dengan tepat di peta
(dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dan lain-lain).
Survei lapangan untuk penyelidikan awal berupa survey geofisika
kemagnetan bumi, pengambilan perconto geokimia dan pemetaan
geologi pada lokasi contoh/ perconto geokimia terdiri dari conto tanah
dan batuan dan endapan sungai dengan jarak yang relatif renggang (5-10
Km). Dari perconto geokimia ini, diproleh informasi mengenai daerah
yang beranomali. Selain itu, juga akan dihasilkan model geologi, model
penyebaran endapan, gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal,
dll. Hal ini dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei yang
bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau
daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan
dengan tahap eksplorasi selanjutnya.
2. Tahap Eksplorasi Detail
Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada
mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi
detail yang dipusatkan pada daerah yang beranomali mencakup pemetaan
geologi rinci, pengambilan perconto geokimia lanjutan, maupun penelitian

geofisika seperti geomagnetik dan polarisasi terimbas. Pengambilan


perconto ini dilakukan dengan jarak pengambilan yang relatif lebih rapat
(50x 1000 m). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih
teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume cadangan),
penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari sampling
yang rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur,
dengan kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan demikian
perencanaan tambang yang dibuat menjadi lebih teliti dan resiko dapat
dihindarkan.
Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan,
kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebartebal) serta data mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan
penyebaran struktur (kalau ada) akan sangat memudahkan perencanaan
kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan lereng
tambang. Juga penting untuk merencanakan produksi bulanan/tahunan dan
pemilihan peralatan tambang maupun prioritas bantu lainnya.
3. Pegeboran eksplorasi
Bila semua hasil analisa geokiia menunjukan hasil yang menjanjikan, maka
kegiatan eksplorasi ditindak lanjuti dengan tahap pengeboran eksplorasi
guna pengambilan conto inti bor dari bawah permukaan tanah. Interpretasi
hasil pemboran dapat memberikan data kedalaman endapan, bentuk endapan
dan batas-batas keberadaan endapan bahan galian.
4. Studi Kelayakan
Pada tahap ini dibuat rencana peoduksi, rencana kemajuan tambang, metode
penambangan, perencanaan peralatan dan rencana investasi tambang.
Dengan melakukan analisis ekonomi berdasarkan model, biaya produksi
penjualan dan pemasaran maka dapatlah diketahui apakah cadangan bahan
galian yang bersangkutan dapat ditambang dengan menguntungkan atau
tidak.
2.4.

Biaya Eksplorasi
Biaya eksplorasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk setiap usaha dalam

rangka mencari dan menemukan cadangan endapan bahan galian di daerah-daerah

yang belum terbukti mengandung bahan galian lalu biaya tersebut dikapitalisasi
menjadi aset pada periode berjalan. Biaya Eksplorasi terdiri dari :
a.Biaya ijin untuk memulai eksplorasi
b. Biaya Survey Eksplorasi
Biaya survey eksplorasi terdiri atas biaya survei pendahuluan dan biaya
survey rinci (fase prakelayakan). Biaya-biaya ini yaitu penyelidikan
topografi, geologi, dan geofisika, biaya hak untuk mengolah properti yang
terkait dengan penyelidikan (topografi, geologi, dan geofisika), gaji dan
biaya-biaya lainnya untuk para ahli geologi, petugas geofisik, dan biayabiaya lain yang terkait dengan penyelidikan tersebut. Biaya-biaya tersebut
secara keseluruhan disebut sebagai biaya geologi dan geofisika (biaya
G&G) Biaya survei pendahuluan adalah biaya yang dikeluarkan untuk
survei awal yang terdiri dari survei geofisika dan geokimia.
c. Biaya sampling
d. Biaya pemboran dan peralatan sumur eksplorasi.
Biaya pemboran sumur u tuk eksplorasi terdiri atas biaya untuk sewa rig,
ongkos pengangkutan alat pemboran ke lokasi serta pemasangannya, biaya
casing, bit, lumpur, semen bahan kimia, fasilitas kepala sumur,
pengangkutan casing dari pabrik ke tempat penyediaan dan biaya analisa
core. Faktorfaktor yang mempengaruhi biaya pemboran antara lain adalah
jenis sumur (tegak atau miring), lokasi sumur, kedalaman sumur, teknologi
pemboran yang digunakan, diamter pipa selubung.
e. Biaya lahan, jalan, persiapan lahan dan lainlain
Yang termasuk kedalam kelompok biaya ini adalah biaya pembelian dan
pembebasan lahan, penyiapan jalan masuk ke lokasi (road), dan perataan
lahan (excavation).
Tabel 2.1. Biaya Tahapan Kegiatan Usaha Pertambangan Umum Sesuai PSAK 33
(Revisi 1994)

2.5.

Perhitungan Cadangan
Perhitungan cadangan ini merupakan hal yang paling vital dalam kegiatan

eksplorasi. Perhitungan yang dimaksud di sini dimulai dari sumberdaya sampai


pada cadangan yang dapat di tambang yang merupakan tahapan akhir dari proses
eksplorasi. Hasil perhitungan cadangan tertambang kemudian akan digunakan
untuk mengevaluasi apakah sebuah kegiatan penambangan yang direncanakan
layak untuk di tambang atau tidak.
Perhitungan cadangan berperan penting dalam menentukan jumlah,
kualitas dan kemudahan dalam eksplorasi secara komersial dari suatu endapan.
Sebab hasil dari perhitungan cadangan yang baik dapat menentukan investasi
yang akan ditanam oleh investor, penentuan sasaran produksi, cara penambangan
yang akan dilakukan bahkan dalam memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh
perusahaan dalam melaksanakan usaha penambangannya.
Dalam ilmu perhitungan cadangan terdapat berbagai metode yang dapat
dipergunakan untuk menentukan kadar hingga akhirnya besar cadangan suatu
endapan.

2.5.1. Perhitungan Sumberdaya


Perhitungan sumberdaya bermanfaat untuk hal-hal berikut ini :
1. Memberikan besaran kuantitas (tonase) dan kualitas terhadap suatu
endapan bahan galian.
2. Memberikan perkiraan bentuk 3-dimensi dari endapan bahan galian serta
distribusi ruang (spatial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan
urutan/tahapan penambangan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi
pemilihan peralatan dan NPV (net present value).
3. Jumlah sumberdaya menentukan umur tambang. Hal ini penting dalam
perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan infrastruktur lainnya.
Batas-batas kegiatan penambangan (pit limit) dibuat berdasarkan besaran
sumberdaya. Faktor ini harus diperhatikan dalam menentukan lokasi pembuangan
tanah penutup, pabrik pengolahan, bengkel, dan fasilitas lainnya. Karena semua
keputusan teknis di atas sangat tergantung pada besaran sumberdaya, perhitungan
sumberdaya merupakan salah satu tugas terpenting dan berat tanggung jawabnya
dalam mengevaluasi suatu kegiatan pertambangan. Perlu diingat bahwa
perhitungan sumberdaya menghasilkan suatu taksiran. Model sumberdaya yang
disusun adalah pendekatan dari realitas, berdasarkan data/informasi yang dimiliki,
dan masih mengandung ketidakpastian.

2.5.2. Persyaratan Perhitungan Sumberdaya


Dalam

melakukan

perhitungan

sumberdaya

harus

memperhatikan

persyaratan tertentu, antara lain :


1. Suatu taksiran sumberdaya harus mencerminkan secara tepat kondisi
geologi dan karakter/sifat dari endapan bahan galian.
2. Harus sesuai dengan tujuan evaluasi. Suatu model sumberdaya yang akan
digunakan untuk perancangan tambang harus konsisten dengan metode
penambangan dan teknik perencanaan tambang yang akan diterapkan.
3. Taksiran yang baik harus didasarkan pada data aktual yang diolah/
diperlakukan secara objektif. Keputusan dipakai-tidaknya suatu data dalam
penaksiran harus diambil dengan pedoman yang jelas dan konsisten. Tidak

boleh ada pembobotan data yang berbeda dan harus dilakukan dengan
dasar yang kuat.
4. Metode perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat
diuji ulang atau diverifikasi. Tahap pertama setelah perhitungan
sumberdaya selesai, adalah memeriksa atau mengecek taksiran kualitas
blok (unit penambangan terkecil). Hal ini dilakukan dengan menggunakan
data pemboran yang ada di sekitarnya. Setelah penambangan dimulai,
taksiran kadar dari model sumberdaya harus dicek ulang dengan kualitas
dan tonase hasil penambangan yang sesungguhnya.
2.5.3. Metode Perhitungan Cadangan
Perhitungan cadangan bahan galian industri sangat sederhana dibandingkan
dengan bahan galian yang lain. Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh
kesederhanaan geometri endapan bahan galian tersebut.
Perhitungan cadangan secara manual masih sering dilakukan pada tahaptahap paling awal dari perhitungan. Hasil perhitungan secara manual ini dapat
dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih
canggih dengan menggunakan komputer. Beberapa rumus perhitungan cadangan
manual ini yaitu :
1. Rumus prismoida :
V = (S1 + 4M + S2) L/6
Keterangan :
S1, S2 = Luas penampang ujung
M = Luas penampang tengah
L = Jarak antara S1 dan S2
V = Volume
2. Rumus kerucut terpancung :
V = L/(( S1 + S2 + S1S2 ))
Keterangan :
S1 = Luas penampang atas
S2 = Luas penampang alas
L = Jarak antar S1 dan S2
V = Volume

3. Rumus luas rata-rata (mean area) :


V = (S1 + S2)/L
Keterangan :
S1, S2 = Luas penampang
L = Jarak antar penampang
V = Volume cadangan

2.5.4. Cadangan PT Newmont Nusa Tenggara


PT Newmont Nusa Tenggara merupakan salah satu dari tiga tambang di
dunia dengan jumlah tonase bijih lebih dari 1 miliar ton dan kadar emas di atas
0,2g/t. Cadangan Batu Hijau sebesar 7,2 miliar lbs tembaga dan 7,3 juta oz emas
(Usia cadangan 13 tahun untuk emas dan tembaga berdasarkan puncak produksi
2010). Besar cadangan tembaga dan emas di tambang Batu Hijau sesuai
perhitungan pada tahun 2012 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2.3. Cadangan emas terbukti dan terkira di Lokasi Batu Hijau, Newmont
Nusa Tenggara

Tabel 2.3. Cadangan tembaga terbukti dan terkira di Lokasi Batu Hijau, Newmont
Nusa Tenggara

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan modal asing yang

menandatangani kontrak karya pada tanggal 2 Desember 1986 untuk lahan seluas
1.127.134 Ha yang mencakup wilayah Sekotong, Pulau Lombok, Batu Hijau dan
Rinti di Pulau Sumbawa. Eksplorasi logam tembaga dan emas yang telah
dilakukan selama periode 1987 - 1998 oleh PT.Newmont Nusa Tenggara di
wilayah-wilayah Kontrak Karya di Pulau Sumbawa dan berhasil menemukan
sistem mineralisasi tembaga-emas porfiri dengan cadangan bijih tembaga-emas
bernilai ekonomis dan layak tambang di daerah Batu Hijau, Sumbawa Barat dan

telah/sedang ditambang sejak tahun 2000 untuk masa operasional penambangan


hingga tahun 2025.
Kegiatan eksplorasi logam tembaga dan emas di Tambang Batu hijau telah
dilakukan selama periode 1987 - 1998 oleh PT.Newmont Nusa Tenggara di
wilayah-wilayah Kontrak Karya di Pulau Sumbawa. Tahapan eksplorasi pada
tambang batu hijau meliputi tahapan ekslorasi pendahuluan yaitu studi literatur,
suvey dan pemetaan ; tahapan eksplorasi detail; pengeboran eksplorasi; dan studi
kelayakan.
Biaya eksplorasi yaitu biaya yang dikeluarkan untuk setiap usaha dalam
rangka mencari dan menemukan cadangan endapan bahan galian di daerah-daerah
yang belum terbukti mengandung bahan galian. Biaya ini meliputi: biaya ijin
untuk memulai eksplorasi, biaya survey eksplorasi, biaya sampling, biaya
pemboran dan peralatan sumur eksplorasi dan biaya lahan, jalan, persiapan lahan
dan lainlain.
Perhitungan untuk cadangan dimulai dari sumberdaya sampai pada
cadangan yang dapat di tambang yang merupakan tahapan akhir dari proses
eksplorasi. Hasil perhitungan cadangan tertambang kemudian akan digunakan
untuk mengevaluasi apakah sebuah kegiatan penambangan yang direncanakan
layak untuk di tambang atau tidak. Perhitungan cadangan secara manual masih
sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari perhitungan yang dapat
dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih
canggih dengan menggunakan komputer. Beberapa rumus perhitungan cadangan
manual ini yaitu : rumus prismoida, rumus kerucut terpancung dan rumus luas
rata-rata (mean area).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

Estimasi

Sumber

daya

Mineral.

hadiwijayatambang.blogspot.co.id/2011_05_01_archive.html
Anonim. http://eprints.undip.ac.id/43232/1/BAB_I_Pendahuluan.pdf
Bumi Resources Minerals Tbk. 2012. Laporan Tahunan.
Herman, Z. Danny. 2007. Kajian Potensi Tambang Dalam Pada Kawasan Hutan
Lindung Daerah Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara
Barat.
Hikari,irfan. 2011. Tahapan Eksplorasi Dalam Penambangan. http://duniaatas.blogspot.com/
Permatasari, Ghita Intan. 2011. Eksplorasi Blok Elang, Newmont Gelontarkan
USD8 Juta. http://m.okezone.com/
PT Newmont Nusa Tenggara. 2012. http://ptntt.co.id/

Qadrya, Dani AL. 2011. Analisis Perbandingan Produktivitas Alat Angkut Hasil
Simulasi Talpac Untuk Penentuan Jumlah Alat Angkut Caterpilar 793 C Di
PT. Newmont Nusa Tenggara, Nusa Tenggara Barat.
Saptono, Prianto Budi SAK Khusus untuk Industri Pertambangan Umum .2013.
http://www.transformasi.net/articles/read/149/sak-khusus-untuk-industripertambangan-umum.html
Soeharto, R.Simpwee. Hasil Ekplorasi Mineral Logam Di Jalur Busur Magmatik
Sunda-Banda.Http://Psdg.Bgl.Esdm.Go.Id/ Kolokium%202000/Logam.Pdf

Anda mungkin juga menyukai