Bab 1 Fixx
Bab 1 Fixx
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan tambang yang
Tujuan
Tujuan pembuatan laporan ini yaitu untuk mengetahui tentang :
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
menandatangani kontrak karya pada tanggal 2 Desember 1986 untuk lahan seluas
1.127.134 Ha yang mencakup wilayah Sekotong, Pulau Lombok, Batu Hijau dan
Rinti di Pulau Sumbawa. Isi kontrak ini adalah untuk melakukan eksplorasi dan
eksploitasi di dalam wilayah Kontrak Karya di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB). PT NNT menemukan cebakan tembaga porfiri pada 1990, yang kemudian
diberi nama Batu Hijau. Newmont Nusa Tenggara melakukan beberapa kali
penciutan wilayah sehingga wilayah kontrak karya saat ini sekitar 116.900 Ha.
Tambang Batu Hijau saat ini mempekerjakan lebih dari 4.000 pekerja dan
3.000 pekerja kontrak. Lebih dari 60% pekerja berasal dari Provinsi NTB.
Kegiatan konstruksi dan produksi ditargetkan menghasilkan
266.500 ton tembaga dan 19 ton emas per tahun.
2.2.
Gambar 2.2. Jalur Busur Magmatik Utama tempat Kedudukan Mineralisasi Logam
(dimodifikasi dari beberapa sumber,2000)
(An>50). Plagioklas ini secara intersif telah terubah dan terpotong oleh urat
kuarsa. Mineral mafik sebagian besar telah terubah menjadi biotit sekunder
dan klorit. Satuan batuan ini didaerah penelitian disetarakan dengan tonalit
tua.
b. Tonalit teralterasi lemah
Tonalit muda merupakan satuan intrusi batuan yang termuda di Batu Hijau.
Menurut Mitchell, dkk. (1998), tonalit muda berwarna abu-abu terang,
dengan ukuran butir medium-kasar, dicirikan dengan tekstur porfiritik,
fenokris berupa kuarsa (5-10 mm), plagioklas, dan hornblenda (2-10 mm),
dengan masa dasar yang ekuigranular, berukuran kasar-sedang. Fenokris
hornblenda yang berukuran cukup besar membuat tonalit muda mudah
dikenali. Perbedaan antara tonalit muda dengan tonalit tua adalah kehadiran
fenokris kuarsa yang relatif lebih kasar yakni 8-10 mm dan bentuk kristal
rounded-bipiramid. Mineral mafik hadir lebih sedikit dalam tonalit muda
dengan masadasar yang relatif lebih kasar daripada tonalit tua. Hornblenda
hanya mengalami perubahan menjadi mineral biotit sekunder dalam jumlah
kecil. Urat-urat kuarsa sangat jarang dijumpai dan bahkan kadang-kadang
absen. Satuan batuan ini didaerah penelitian disetarakan dengan tonalit
muda.
2.2.2. Alterasi hidrothermal
Alterasi hidrotermal yang berhubungan erat dengan mineralisasi pada
sistem porfiri Batu Hijau terbagi menjadi beberapa tahap berdasarkan waktu
pembentukannya (Mitchell, dkk., 1998), yaitu :
1. Alterasi tingkat awal (early alteration) Alterasi tingkat awal terdiri dari
proses biotisasi fenokris dan masadasar mineral mafik serta pembentukan
shreddy biotit, magnetit, kuarsa dan anhidrit berasosiasi dengan biotitkuarsamagnetit stringer, urat biotit serisit dan potong-memotong urat tipe A
dan AB. Alterasi awal terjadi pada bagian dalam dan proksimal intrusi
tonalit. Pada tingkat ini terdapatkalkosit, digenit dan digenit-bornit.
2. Alterasi tingkat transisi (transitional alteration) Alterasi tingkat transisi
ditandai dengan terubahnya biotit menjadi klorit, oligoklas menjadi albit di
sepanjang urat dan hadir serisitkalsit. Berasosiasi dengan urat AB dan B.
Magnetit terubah menjadi hematit.Mineralisasi berupa bornit dan kalkopirit.
3. Alterasi tingkat akhir (late alteration) Alterasi tingkat akhir dicirikan oleh
kehancuran feldspar (feldspar destruction), alterasi serisit dan pembentukan
urat sulfida tipe D. Urat terisi oleh pirit dan kuarsakalkopirit. Urat pada
Tahap alterasi ini umumnya dikelilingi oleh halo urat-urat kecil pirit-biotit
dan feldspar yang terubahkan menjadi serisit. Pada perbatasan suatu tipe
endapan alterasi, tahapan alterasi ini sulit dibedakan dengan bagian luar
tahap alterasi transisi. Hal ini umumnya disebut zona propilitik (Clode
dkk., 1999).
4. Alterasi tingkat sangat akhir (very late alteration) Alterasi tingkat sangat
akhir dicirikan oleh kehancuran feldspar, tetapi berbeda dengan late
alteration, feldpar digantikan oleh smektit berasosiasi dengan serisit dan
klorit. Mineral sulfida berupa sfalerit, galena, tennantit, pirit, kalkopirit dan
sedikit bornit.
5. Alterasi zeolit (zeolit alteration) Alterasi zeolit dicirikan oleh kehadiran
mineral zeolit (stilbit dan laumonit) yang terbentuk pada temperatur rendah.
Kehadiran mineral penciri ini bersamaan dengan munculnya kalsit, kuarsa,
dan kristobalit yang mengisi rekahan/rongga.
Alterasi yang berkembang pada daerah Batu Hijau berdasarkan
karakteristik alterasi dan asosiasi mineral ubahannya dapat diklasifikasikan
menjadi 5 zona alterasi (Mitchell dkk., 1998), yaitu:
a. Parsial Biotit
Zona alterasi ini merupakan zona alterasi awal yang terbentuk pada batuan
tonalit. Alterasi ini dicirikan mineral hornblenda yang sebagian terubah
menjadi biotit, disamping masih ditemukannya mineral hornblenda primer
yang utuh. Alterasi ini dapat dibedakan dengan alterasi biotit sekunder
dengan masih ditemukannya kristal hornblenda yang berbentuk prismatik.
Penyebaran Zona Alterasi Partial Biotit mengikuti pola penyebaran intrusi
tonalit muda.
b. Biotit Sekunder
Zona ini merupakan alterasi tingkat awal yang dicirikan dengan hadirnya
biotit sekunder dan magnetit serta umumnya berasosiasi dengan urat kuarsa,
dan hornblenda yang teralterasi menjadi biotit. Mineral plagioklas bersifat
relatif stabil namun dapat teralterasi menjadi biotit, kalsit, anhidrit, K-
feldspar pada bagian pinggir atau bidang belahan. Alterasi ini juga biasanya
ditandai dengan asosiasi mineral porfiri tingkat tinggi seperti bornit, digenit,
magnetit, serta secara bergradasi keluar menjadi kalkopirit dan pirit.
Intensitas alterasi padazona alterasi ini pada umumnya lebih tinggi daripada
zona alterasi parsial biotit.
c. Pale Green Mica (PGM)
Zona ini merupakan alterasi tingkat transisi yang dicirikan dengan kehadiran
mika hijau yang mengandung klorit dan serisit, klorit overprint dengan biotit
sekunder, berasosiasi dengan kalkopirit dan urat tipe B.
d. Klorit-Epidot Klorit-epidot merupakan alterasi tingkat awal yang dicirikan
dengan hadirnya klorit dan epidot, serta pirit, magnetit, kalsit. Plagioklas
teralterasi menjadi epidot dan kalsit serta mineral-mineral mafik menjadi
klorit.
e. Hancuran Feldspar (Feldspar Destructive)
Zona alterasi yang terbentuk paling akhir,dicirikan dengan clay, serisit,
andalusit, dan piropilit. Zona ini dicirikan dengan biotit, magnetit yang
rusak, dan berasosiasi dengan urat yang terisi mineral pirit.
Beberapa peneliti sebelumnya telah meneliti tentang endapan bahan galian
di tambang Batu Hijau PT Newmont Nusa tenggara yang juga menyebutkan
genesa bahan galiannya. Yaitu :
1. Simon J. Meldrum, Aquino R.S., Gonzales R.I., Burke R.J., Suyadi A.,
Irianto B. dan Clark D.S., Tahun 1994, mengenai Endapan Porfiri
Tembaga-Emas Batu Hijau menyebutkan bahwa hostrock dari mineralisasi
adalah batuan tonalit menengah yang merupakan intrusi berbentuk stock
dan alterasinya termasuk zona potasik.
2. Ali Edison,Tahun 1997,mengenai Eksplorasi dan Evaluasi Endapan Porfiri
Batu Hijau menghasilkan data mengenai total cadangan emas dan tembaga
sebanyak 913 milyar ton dengan kadar tembaga rata-rata 0,53% (484
milyar ton) dan kadar emas rata-rata 0,41g/ton (375 milyar ton).5
3. Chris Clode,Tahun 1999,mengenai Hubungan Antara Intrusi, Alterasi dan
Mineralisasi di Endapan Porfiri Batu Hijau menghasilkan data berupa
kelompok mineral alterasi yang dapat dijadikan petunjuk alterasi tahap
awal, alterasi tahap transisi, alterasi tahap akhir dan alterasi tahap sangat
tembaga
berupa
bornit
dan
kalkopirit
dimana
ketika
emas di Tambang Batu hijau telah dilakukan selama periode 1987 - 1998 oleh
PT.Newmont Nusa Tenggara di wilayah-wilayah Kontrak Karya di P ulau
Sumbawa.
1. Tahap Eksplorasi Pendahuluan
Tahap eksplorasi pendahuluan ini dilakukan untuk mencari daerah prospek
untuk endaan yaitu daerah yang menunjukkan tanda-tanda adanya endapan
bahan galian tembaga-emas, serta untuk mendapatkan gambaran mengenai
geologi regional di daerah tersebut.
a. Studi Literatur
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan
studi terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei
terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-laporan temuan dan lai-lain,
lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan lokasi
ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan
provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk
memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian
dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah
terjadi, dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.
model
geologi
hepatitik
tersebut
kemudian
dirancang
pengambilan conto dengan cara acak, pembuatan sumur uji (test pit),
pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan dilakukan pemboran.
Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot dengan tepat di peta
(dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dan lain-lain).
Survei lapangan untuk penyelidikan awal berupa survey geofisika
kemagnetan bumi, pengambilan perconto geokimia dan pemetaan
geologi pada lokasi contoh/ perconto geokimia terdiri dari conto tanah
dan batuan dan endapan sungai dengan jarak yang relatif renggang (5-10
Km). Dari perconto geokimia ini, diproleh informasi mengenai daerah
yang beranomali. Selain itu, juga akan dihasilkan model geologi, model
penyebaran endapan, gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal,
dll. Hal ini dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei yang
bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau
daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan
dengan tahap eksplorasi selanjutnya.
2. Tahap Eksplorasi Detail
Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada
mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi
detail yang dipusatkan pada daerah yang beranomali mencakup pemetaan
geologi rinci, pengambilan perconto geokimia lanjutan, maupun penelitian
Biaya Eksplorasi
Biaya eksplorasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk setiap usaha dalam
yang belum terbukti mengandung bahan galian lalu biaya tersebut dikapitalisasi
menjadi aset pada periode berjalan. Biaya Eksplorasi terdiri dari :
a.Biaya ijin untuk memulai eksplorasi
b. Biaya Survey Eksplorasi
Biaya survey eksplorasi terdiri atas biaya survei pendahuluan dan biaya
survey rinci (fase prakelayakan). Biaya-biaya ini yaitu penyelidikan
topografi, geologi, dan geofisika, biaya hak untuk mengolah properti yang
terkait dengan penyelidikan (topografi, geologi, dan geofisika), gaji dan
biaya-biaya lainnya untuk para ahli geologi, petugas geofisik, dan biayabiaya lain yang terkait dengan penyelidikan tersebut. Biaya-biaya tersebut
secara keseluruhan disebut sebagai biaya geologi dan geofisika (biaya
G&G) Biaya survei pendahuluan adalah biaya yang dikeluarkan untuk
survei awal yang terdiri dari survei geofisika dan geokimia.
c. Biaya sampling
d. Biaya pemboran dan peralatan sumur eksplorasi.
Biaya pemboran sumur u tuk eksplorasi terdiri atas biaya untuk sewa rig,
ongkos pengangkutan alat pemboran ke lokasi serta pemasangannya, biaya
casing, bit, lumpur, semen bahan kimia, fasilitas kepala sumur,
pengangkutan casing dari pabrik ke tempat penyediaan dan biaya analisa
core. Faktorfaktor yang mempengaruhi biaya pemboran antara lain adalah
jenis sumur (tegak atau miring), lokasi sumur, kedalaman sumur, teknologi
pemboran yang digunakan, diamter pipa selubung.
e. Biaya lahan, jalan, persiapan lahan dan lainlain
Yang termasuk kedalam kelompok biaya ini adalah biaya pembelian dan
pembebasan lahan, penyiapan jalan masuk ke lokasi (road), dan perataan
lahan (excavation).
Tabel 2.1. Biaya Tahapan Kegiatan Usaha Pertambangan Umum Sesuai PSAK 33
(Revisi 1994)
2.5.
Perhitungan Cadangan
Perhitungan cadangan ini merupakan hal yang paling vital dalam kegiatan
melakukan
perhitungan
sumberdaya
harus
memperhatikan
boleh ada pembobotan data yang berbeda dan harus dilakukan dengan
dasar yang kuat.
4. Metode perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat
diuji ulang atau diverifikasi. Tahap pertama setelah perhitungan
sumberdaya selesai, adalah memeriksa atau mengecek taksiran kualitas
blok (unit penambangan terkecil). Hal ini dilakukan dengan menggunakan
data pemboran yang ada di sekitarnya. Setelah penambangan dimulai,
taksiran kadar dari model sumberdaya harus dicek ulang dengan kualitas
dan tonase hasil penambangan yang sesungguhnya.
2.5.3. Metode Perhitungan Cadangan
Perhitungan cadangan bahan galian industri sangat sederhana dibandingkan
dengan bahan galian yang lain. Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh
kesederhanaan geometri endapan bahan galian tersebut.
Perhitungan cadangan secara manual masih sering dilakukan pada tahaptahap paling awal dari perhitungan. Hasil perhitungan secara manual ini dapat
dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih
canggih dengan menggunakan komputer. Beberapa rumus perhitungan cadangan
manual ini yaitu :
1. Rumus prismoida :
V = (S1 + 4M + S2) L/6
Keterangan :
S1, S2 = Luas penampang ujung
M = Luas penampang tengah
L = Jarak antara S1 dan S2
V = Volume
2. Rumus kerucut terpancung :
V = L/(( S1 + S2 + S1S2 ))
Keterangan :
S1 = Luas penampang atas
S2 = Luas penampang alas
L = Jarak antar S1 dan S2
V = Volume
Tabel 2.3. Cadangan emas terbukti dan terkira di Lokasi Batu Hijau, Newmont
Nusa Tenggara
Tabel 2.3. Cadangan tembaga terbukti dan terkira di Lokasi Batu Hijau, Newmont
Nusa Tenggara
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
PT. Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan modal asing yang
menandatangani kontrak karya pada tanggal 2 Desember 1986 untuk lahan seluas
1.127.134 Ha yang mencakup wilayah Sekotong, Pulau Lombok, Batu Hijau dan
Rinti di Pulau Sumbawa. Eksplorasi logam tembaga dan emas yang telah
dilakukan selama periode 1987 - 1998 oleh PT.Newmont Nusa Tenggara di
wilayah-wilayah Kontrak Karya di Pulau Sumbawa dan berhasil menemukan
sistem mineralisasi tembaga-emas porfiri dengan cadangan bijih tembaga-emas
bernilai ekonomis dan layak tambang di daerah Batu Hijau, Sumbawa Barat dan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
Estimasi
Sumber
daya
Mineral.
hadiwijayatambang.blogspot.co.id/2011_05_01_archive.html
Anonim. http://eprints.undip.ac.id/43232/1/BAB_I_Pendahuluan.pdf
Bumi Resources Minerals Tbk. 2012. Laporan Tahunan.
Herman, Z. Danny. 2007. Kajian Potensi Tambang Dalam Pada Kawasan Hutan
Lindung Daerah Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara
Barat.
Hikari,irfan. 2011. Tahapan Eksplorasi Dalam Penambangan. http://duniaatas.blogspot.com/
Permatasari, Ghita Intan. 2011. Eksplorasi Blok Elang, Newmont Gelontarkan
USD8 Juta. http://m.okezone.com/
PT Newmont Nusa Tenggara. 2012. http://ptntt.co.id/
Qadrya, Dani AL. 2011. Analisis Perbandingan Produktivitas Alat Angkut Hasil
Simulasi Talpac Untuk Penentuan Jumlah Alat Angkut Caterpilar 793 C Di
PT. Newmont Nusa Tenggara, Nusa Tenggara Barat.
Saptono, Prianto Budi SAK Khusus untuk Industri Pertambangan Umum .2013.
http://www.transformasi.net/articles/read/149/sak-khusus-untuk-industripertambangan-umum.html
Soeharto, R.Simpwee. Hasil Ekplorasi Mineral Logam Di Jalur Busur Magmatik
Sunda-Banda.Http://Psdg.Bgl.Esdm.Go.Id/ Kolokium%202000/Logam.Pdf