EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA (Carica Papaya, Linn.) Setelah Pemberian Obat TBC PDF
EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA (Carica Papaya, Linn.) Setelah Pemberian Obat TBC PDF
)
TERHADAP AKTIVITAS AST & ALT PADA TIKUS
GALUR WISTAR SETELAH PEMBERIAN OBAT
TUBERKULOSIS (Isoniazid & Rifampisin)
oleh:
Santi Dwi Astuti
11051968A
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
yang hampir selalu digunakan dengan kombinasi obat anti tuberkulosis yang lain.
Efek samping INH adalah neuropati perifer dan hepatotoksik. Efek hepatotoksik INH
akan bertambah besar pada usia tua dan pada individu yang mempunyai asetilasi
lambat. Kerusakan hati diduga karena hasil metabolit INH berupa asetilhidrazin. Pada
orang normal metabolit yang toksik lebih sedikit dari metabolit yang nontoksik.
Kombinasi INH dengan rifampisin lebih toksik dari kombinasi INH dengan
streptomisin karena pada kombinasi tersebut dihasilkan lebih banyak metabolit toksik
(Arsyad 1996).
Rifampisin 85-90% dimetabolisme di hati dan metabolit aktifnya disekresikan melalui urin
dan saluran cerna, bekerja secara sinergis dengan INH. Pada penderita dengan kelainan hepar akan
ditemukan kadar rifampisin serum yang lebih tinggi. Rifampisin akan menginduksi sistem enzim
sitokrom P450 yang akan terus berlangsung hingga 7-14 hari setelah obat dihentikan. Efek
hepatotoksik dipengaruhi oleh dosis yang digunakan, dan proses metabolisme obat dipengaruhi oleh
faktor umur, jenis kelamin, lingkungan dalam lambung dan penyakit hepar (Prihatni et al 2005).
Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal
akan cepat dan mudah terjadi resistensi. INH merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati
semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan untuk
mengkonsumsi vitamin piridoksin sebagai penambah darah (Ganiswarna 1995).
Obat yang biasa digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu obat primer
meliputi INH, rifampisin, ethambutol, streptomisin, pirazinamid. Obat sekunder meliputi exionamid,
para amino salisilat, sikloserin, amiksasin, dan kanamisin (Ganiswarna 1995).
Penanda dini dari hepatotoksik adalah peningkatan enzim-enzim transaminase dalam serum
yang terdiri dari AST yang disekresikan secara paralel dengan ALT yang merupakan penanda yang
lebih spesifik untuk mendeteksi adanya kerusakan hepar (Prihatni et al 2005).
Trauma pada tingkat sel akan mengakibatkan perubahan yang bersifat irreversibel dalam
waktu 20-60 menit pertama. Perubahan irreversibel yang akan berakhir pada kematian sel, meliputi
kerusakan membran sel, pembengkakan lisosom dan vakuolisasi mitokondria dengan penurunan
kapasitas pembentukan Adenosin Tri Phosphat (ATP). Apabila telah terjadi gangguan fungsi
mitokondria dan membran sel, maka sel hepatosit akan mengeluarkan enzim-enzim transaminase
merupakan penanda dini hepatotoksik (Prihatni et al 2005).
terlarut dan mampu mengendapkan albumin. Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah
bahan aktif yang optimal, bahan pengotor hanya dalam skala kecil dalam cairan pengekstraksi (Voight
1995).
Pal (2006) meneliti bahwa ekstrak bawang putih dapat mencegah kerusakan
hati pada tikus yang diinduksi oleh INH dosis 10 mg/200 gram berat badan tikus dan
rifampisin dosis 10 mg/ 200 gram berat badan tikus selama 28 hari. Senyawa yang
berkasiat sebagai hepatoprotektor dari bawang putih adalah flavonoid .
Efek flavonoid terhadap berbagai organisme antara lain flavonoida merupakan
senyawa pereduksi yang baik, flavonoid menghambat banyak reaksi oksidasi.
Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik bagi radikal hidroksi dan
superoksida serta melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas
antioksidannya mungkin dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan
komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati
gangguan fungsi hati (Robinson 1995).
Ekstrak etanol daun papaya telah diteliti mampu meningkatkan kekebalan
tubuh pada mencit jantan. Daun pepaya digunakan untuk penelitian hepatoprotektor,
diharapkan senyawa yang terkandung didalamnya mampu mengobati gangguan
fungsi hati yang dibuktikan dengan adanya aktivitas penurunan kadar AST dan ALT
Hewan yang paling banyak digunakan untuk pengujian adalah tikus dan
mencit. Hewan ini digunakan karena mudah didapat, ukurannya kecil, harganya
murah, mudah ditangani, dan data toksikologinya relatif telah banyak. Penetapan
toksisitas pada hati sering merupakan bagian penelitian jangka pendek dan jangka
panjang yang biasanya dilakukan pada tikus dan mencit (Frank 1995).
B. Konteks Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak etanol 70% daun
pepaya mempunyai efek menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus galur Wistar
setelah pemberian obat TBC (INH dan rifampisin) ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol 70%
daun pepaya terhadap penurunan kadar AST dan ALT pada tikus galur Wistar setelah
pemberian obat TBC (INH dan rifampisin).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi dan ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang obat tradisional sehingga dapat bermanfaat sebagai
dasar pengobatan alternatif untuk meningkatkan efek hepatoprotektor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman
1. Sistematika
Sistematika tanaman daun pepaya (Carica papaya, Linn.) adalah:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Cistales
Suku
: Caricacea
Marga
: Carica
Jenis
2. Nama daerah
Pente (Aceh), Pertek (Gayo), Pastela (Batak), Embetik (Karo), Botik (Batak
Toba), Bala (Nias), Sikailo (Mentawai), Kates (Palembang), Kalikih (Minangkabau),
Gedang (Lampung), Gedang (Sunda), Kates (Jawa Tengah), Kates (Madura), Bali
(Gedang), Kustela (Banjar), Bua medung (Dayak Busang), Buah dong (Dayak
Kenya), Kates (Sasak), Kampaya (Bima), Kala jawa (Sumbawa), Padu (Flores),
Papaya (Gurontalo), Papaya (Buol), Kaliki (Baree), Papaya (Manado), Unti jawa
(Makasar), Kaliki riaure (Bugis), Papai (Buru), Papaya (Halmahera), Papae (Ambon),
Getah
mengandung
papain,
kemokapain,
lisosim,
lipase,
glutamine,
dan
5. Kegunaan
Daun pepaya berkhasiat sebagai bahan obat malaria dan menambah nafsu
makan. Akar dan biji berkhasiat sebagai obat cacing, getah buah berkhasiat sebagai
obat memperbaiki pencernakan (Depkes 2000).
Getah buah pepaya untuk kulit melepuh karena panas, daun pepaya muda
untuk pengobatan malaria, demam dan susah buang air besar, akar jari pepaya untuk
pengobatan karena digigit ular berbisa, biji pepaya untuk pengobatan rambut beruban
sebelum waktunya dan obat cacing gelang, serta pengobatan lain misalnya maag,
sariawan dan merangsang nafsu makan (Muchlisah 2004).
Khasiat tanaman pepaya antara lain sebagai anti inflamasi dari ekstrak etanol
akar pepaya (Adjirni dan Saroni 2000), efek spermisid (antifertilitas) dari ekstrak biji
pepaya (Ilyas dkk) anti kanker dari ekstrak daun pepaya (Sukardiman dan Ekasari
2006), peningkatan kemampuan belajar pada tikus yang diberi ekstrak daun pepaya
(Rachmawati 2007) dan buah pepaya sebagai obat kerusakan hati (Hembing 2008).
kasar) disatukan dengan bahan ekstraksi, disimpan ditempat yang terlindung dari
cahaya langsung untuk mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan
warna lalu dikocok kembali. Waktu maserasi adalah berbeda-beda, masing-masing
farmakope mencantumkan 4-10 hari, kira-kira 5 hari menurut pengalaman sudah
memadai, diperas dengan kain pemeras (Voigt 1994).
Maserasi dilakukan dengan mencampur 10 bagian simplisia yang mempunyai
derajat halus yang cocok dengan 75 bagian cairan penyari dalam sebuah bejana
sambil sesekali diaduk. Campuran setelah lima hari diperas, dicuci ampasnya dengan
penyari secukupnya sampai diperoleh 100 bagian. Maserat disuling atau diuapkan
pada tekanan rendah tidak lebih 50oC sampai konsistensi yang dikehendaki (Anief
1999).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara ini adalah
pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna.
2. Larutan penyari
Pemilihan larutan penyari harus memperhatikan banyak faktor. Larutan
penyari harus memenuhi kriteria yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara
fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,
selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi
zat berkhasiat, diperbolehkan oleh peraturan.
Farmakope Indonesia menetapkan sebagai cairan penyari adalah air, etanol,
etanol-air dan eter. Etanol digunakan sebagai larutan penyari dalam metode soxhlet
C. Hewan Uji
1. Sistematika tikus putih
Sistematika tikus putih adalah sebagai berikut :
Filum
: Chordata
Sub filum
: Vertebrata
Classis
: Mamalia
Sub classis
: Placentalia
Ordo
: Rodentia
Familia
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
kandang asal masih mendengar atau melihat tikus lain. Aktivitasnya tidak terganggu
dengan kehadiran manusia. Tikus mudah ditangani, menjadi agresif terutama saat
diperlakukan kasar atau mengalami defisiensi nutrisi. Hewan uji merupakan suatu
sumber variasi avaibilitas sistemik, distribusi, dan kecepatan eliminasi obat-obatan.
Tikus jantan kecepatan metabolismenya lebih cepat dibandingkan dengan tikus
betina. Kondisi biologis tubuh tikus jantan juga lebih stabil dibanding tikus betina.
Pada tikus betina secara berkala dalam tubuhnya mengalami perubahan kondisi
seperti masa kehamilan, menyusui, dan menstruasi (Sugiyanto 1995).
Tikus putih yang dibiakkan di laboratorium lebih cepat dewasa dan lebih
mudah berkembang biak. Berat badan tikus di laboratorium cenderung lebih ringan
dibanding tikus liar. Tikus tidak dapat muntah seperti hewan coba lainnya karena
struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung
dan tikus tidak memiliki kantung empedu (Sugiyanto 1995).
Hewan yang paling banyak digunakan untuk pengujian adalah tikus dan
mencit. Tikus mudah didapat, ukurannya kecil, harganya murah, mudah ditangani,
dan data toksikologinya relatif telah banyak. Penetapan toksisitas pada hati sering
merupakan bagian penelitian jangka pendek dan jangka panjang yang biasanya
dilakukan pada tikus dan mencit (Frank 1995).
D. Hati
1. Hati
Hati atau liver merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hati
terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi,
pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan
penetralan racun atau obat yang masuk dalam tubuh. Hati merupakan kelenjar
terberat didalam tubuh, beratnya 1,5 kg atau lebih, konsistensinya lunak dan terletak
didalam diafragma dalam rongga abdomen atas. Dalam keadaan segar warnanya
metah tua atau merah coklat, warna tersebut terutama disebabkan oleh adanya darah
yang amat banyak. Hati tidak hanya menerima pandarahan dari arteri tetapi juga
menerima pendarahan dari saluran cerna melalui vena porta (Leeson 1996).
Hati mudah rusak oleh bagian-bagian toksik yang diserap. Hati penting untuk
mempertahankan kadar gula darah. Sel mengambil gula darah dan menyimpannya
sebagai glikogen, juga dibentuk dari bahan lain seperti asam laktat dan asam piruvat.
Hati penting terhadap metabolisme lipid, karena lipid diangkut didalam darah sebagai
lipoprotein, dan lipoprotein ini dibentuk didalam hati. Hati juga menyimpan vitamin
A dan B dan heparin (dihasilkan dari sel mast). Hati mengsekresi garam empedu ke
dalam sistem biliaris, dan fibrinogen (faktor anti anemia) dan albumin plasma ke
dalam darah. Hati juga mensintesis kolesterol, mengeluarkan pigmen empedu dari
uraian hemoglobin sel darah merah yang rusak, dan menghasilkan urea (hasil
samping metabolit protein). Menawarkan berbagai bahan toksik dalam peredaran
darah (Lesson 1996).
2. Penyakit-penyakit hati
Penyakit hati karena infeksi misalnya hepatitis virus yaitu ditularkan melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi, suntikan, tato, tusukan jarum yang
terkontaminasi, kegiatan seksual. Penyakit hati karena racun misalnya karena alkohol
atau obat tertentu. Alkohol bersifat toksik terhadap hati. Adanya penimbunan obat
dalam hati maupun gangguan pada metabolisme obat dapat menyebabkan penyakit
pada hati. Penyakit hati karena genetik atau keturunan misalnya hemochromatosis
yang merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan adanya
pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Gangguan imun misalnya
hepatitis autoimun merupakan penyakit yang ditimbulkan karena adanya perlawanan
terhadap jaringan tubuh sendiri. Pada hepatitis autoimun umumnya yang dilawan
adalah sel-sel hati, sehingga terjadi peradangan yang kronis (Anonim 2004)
Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5% dari berat hati
atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati sering berpotensi
menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena
mengkonsumsi alkohol berlebih. Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang sudah
lanjut dimana fungsi hati sudah sangat terganggu akibat banyaknya jaringan parut di
dalam hati. Sirosis hati dapat terjadi karena virus hepatitis B dan hepatitis C yang
berkelanjutan, karena alkohol, salah gizi, atau karena penyakit lain yang
menyebabkan sumbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan,
pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi seperti muntah dan
berak darah, asites atau perut membesar, mata kuning serta koma hepatikum (Anonim
2004)
Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan memproduksi atau
pengeluaran empedu. Lamanya menderita kolestasis dapat menyebabkan gagalnya
penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus, juga adanya penumpukan asam
empedu, bilirubin dan kolesterol di hati. Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi
darah dan penumpukan pigmen empedu pada kulit, membran mukosa dan bola mata
disebut jaundice. Pada keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna urin menjadi
lebih gelap, sedangkan faeses lebih terang (Anonim 2004).
Kanker hati dapat disebabkan oleh senyawa karsinogenik diantaranya
aflatoxin, polyvinyl chloride (bahan pembuat plastik) dan virus. Kanker hati terjadi
apabila sel kanker berkembang pada jaringan hati. Kanker hati yang banyak terjadi
adalah hepatocellular carcinoma yaitu merupakan komplikasi akhir yang serius dari
hepatitis kronis, terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B, hepatitis C dan
hemochromatosis (Anonim 2004).
INH merupakan obat yang hampir selalu digunakan dengan kombinasi obat
anti tuberkulosis yang lain. Efek samping INH adalah neuropati perifer dan
hepatotoksik. Kombinasi INH dengan rifampisin lebih toksik dari kombinasi INH
E.
Sebuah langkah awal dalam mendeteksi kerusakan hati adalah tes darah yang
sederhana untuk menentukan adanya enzim tertentu di dalam darah. Dalam keadaan
normal, enzim berada di dalam sel hati. Enzim membantu mempercepat proses
katalisis rutin yang diperlukan dan reaksi kimia dalam tubuh. Aspartate
aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) adalah enzim
aminotransferase yang paling sensitif dan paling banyak digunakan di hati. Apabila
terjadi kerusakan hati maka enzim yang berada pada sel-sel hati akan tumpah ke
dalam darah, sehingga akan meningkatkan kadar enzim AST/ALT di dalam darah dan
merupakan suatu tanda bahwa ada kerusakan hati. Enzim aminotransferase
mengkatalisis reaksi kimia dalam sel yang terdapat sebuah asam amino sedang
membentuk suatu protein yang ditransfer dari molekul donor ke molekul penerima
sehingga disebut dengan aminotransferase. Nama lain untuk aminotransferase adalah
transaminase. Enzim AST juga dikenal sebagai serum glutamic oxaloacetic
transaminase (SGOT), dan ALT
Ketoglutaric
Oxaloacetic + Glutamic
acid
Alanine
acid
acid
+
Ketoglutaric
acid
(AST)
(ALT)
acid
Pyruvit
acid
acid
+ Glutamic
acid
Pengujian aktivitas AST dan ALT pada hewan uji yang dilakukan secara
fotometrik dengan mencampur serum darah 100 l dengan reagen kerja 1000 l,
didiamkan selama satu menit kemudian dibaca kadarnya pada panjang gelombang
340 nm, tebal kuvet 1 cm, pada temperatur 370C dengan spektrofotometer. Reagen
AST yang terdiri dari larutan R1 (L-aspartate, Lactate dehydrogenase, Malat
dehydrogenase, dan TRIS pH 7,8) larutan R2 (2- Oxoglutarate dan NADH). Reagen
ALT yang terdiri dari larutan R1 (L-alanin, Lactate dehydrogenase dan TRIS pH 7,5)
larutan R2 (2-Oxoglutarate dan NADH). R1 ditambah dengan R2 pada masingmasing reagen tersebut apabila direaksikan dengan serum darah yang mengandung
AST atau ALT akan menunjukkan adanya aktivitas kerja enzim transaminase.
Gangguan hati yang disertai dengan kenaikan AST dan ALT yang menonjol
adalah bersifat hepatosellular. Kadar yang meningkat secara mencolok 500 unit/liter
khas terdapat pada kerusakan sel hati akut misalnya karena virus, obat-obatan,
hepatitis karena ischemia sedangkan kenaikan berderajat sedang (kurang dari 300
unit/liter) dapat terlihat pada berbagai keadaan kerusakan hepatosellular akut atau
kronik. ALT pada umumnya lebih sensitif dari pada AST untuk mendeteksi hepatitis
viral. Pada penyakit hati karena alkoholisme, AST atau meningkat melebihi ALT,
khas dua kali atau lebih tinggi (Woodley & Whelan 1992).
Dosis pada TBC oral sehari 450-600 mg sekaligus tiap pagi sebelum makan,
karena kecepatan dan kadar resorpsinya dihambat oleh isi lambung. Selalu
dikombinasi dengan INH 300 mg (Tan et al 1978).
2. Isoniazid (INH)
INH merupakan derivat asam isonikotinat berkhasiat antituberkulosis paling
kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat
bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Aktif terhadap kuman yang
berada intraseluler dalam makrofag maupun di luar sel (ekstraseluler). INH masih
tetap merupakan obat khemoterapi terpenting terhadap berbagai tipe tuberkulosis dan
selalu dalam bentuk multipel terapi dengan rifampisin dan pirazinamida (Tan et al
1978).
Efek samping pada dosis normal (200-300 mg sehari) jarang dan ringan
(gatal-gatal, ikterus), tetapi lebih sering terjadi bila dosis melebihi 400 mg
menimbulkan polyneuritis, kerusakan hati dengan hepatitis dan ikterus yang fatal
(Tan et al 1978).
G. Methicol
Methicol tablet merupakan sediaan farmasi dari pabrik Otto yang tiap tablet
mengandung metionin 100 mg, kolin bitartrat 100 mg, vitamin B1 nitrat 2 mg,
vitamin B6 HCl 2 mg, vitamin B12 0,67 g, Vitamin E 3 mg, vitamin H 100 g,
vitamin kalsium pantotenat 3 mg, asam folat 400 g, nikotinamid 6 mg. Methicol
mempunyai indikasi untuk penyakit hati menular, degenerasi lemak atau infiltrasi
hati, gangguan hati akibat obat-obatan (Anonim 2008).
Metionin bersama dengan sistein adalah asam amino yang memiliki atom
Sulfur. Asam amino ini penting dalam sintesis protein yaitu dalam proses transkripsi
yang menerjemahkan urutan basa nitrogen di DNA untuk membentuk RNA. Kode
metionin sama dengan kode awal untuk suatu rangkaian RNA, metionin awal tidak
akan terikat dalam protein yang akan terbentuk karena dibuang dalam proses pasca
transkripsi. Asam amino bagi manusia bersifat esensial, sehingga harus dipasok dari
bahan pangan. Sumber utama metionin adalah buah-buahan, daging, susu, sayuran,
serta kacang-kacangan. Biosintesis metionin dilakukan oleh tumbuhan dan mikrobia
menggunakan asam aspartat dan sistein sebagai bahan baku (sistein juga dibuat dari
metionin, suatu proses timbal balik) (Anonim 2008).
H.
Landasan Teori
merupakan gejala dini dari kelainan hati. Isoniazid (INH) merupakan obat yang
hampir selalu digunakan dengan kombinasi obat anti tuberkulosis yang lain. Efek
samping INH adalah neuropati perifer dan hepatotoksik. Efek hepatotoksik INH akan
bertambah besar pada usia tua dan pada individu yang mempunyai asetilasi lambat.
Kerusakan hati diduga karena hasil metabolit INH berupa asetilhidrazin. Pada orang
normal metabolit yang toksik lebih sedikit dari metabolit yang nontoksik. Kombinasi
INH dengan rifampisin ternyata lebih toksik dan kombinasi INH dengan streptomisin
karena pada kombinasi tersebut dihasilkan lebih banyak metabolit toksik (Arsyad
1996).
AST dan ALT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama
oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis,
biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Lewat hasil tes laboratorium, keduanya
dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati.
ALT pada umumnya lebih sensitif dari pada AST untuk mendeteksi hepatitis
viral. Pada penyakit hati karena alkoholisme, AST meningkat melebihi ALT, dua kali
atau lebih tinggi (Woodley dan Whelan 1992).
Daun mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, pseudo karpaina,
glikosid, karposid, dan saponin. Buah mengandung beta karotene, pectin, d-galaktosa,
l-arabinosa, papain, papayotimin papain. Biji mengandung glukosida cacirin, karpain.
Getah
mengandung
papain,
kemokapain,
lisosim,
lipase,
glutamine,
dan
Pal (2006) meneliti bahwa ekstrak bawang putih dapat mencegah kerusakan
hati pada tikus yang diinduksi oleh INH dosis 10 mg/200 gram berat badan tikus dan
rifampisin dosis 10 mg/ 200 gram berat badan tikus selama 28 hari.
Hewan yang paling banyak digunakan untuk pengujian adalah tikus dan
mencit. Hewan ini digunakan karena mudah didapat, ukurannya kecil, harganya
murah, mudah ditangani, dan data toksikologinya relatif telah banyak. Penetapan
toksisitas pada hati sering merupakan bagian penelitian jangka pendek dan jangka
panjang yang biasanya dilakukan pada tikus dan mencit (Frank 1995).
I. Hipotesis
Berdasarkan hasil studi literatur ekstrak etanol 70% daun pepaya mempunyai
efek menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus galur Wistar setelah pemberian
obat TBC (INH dan rifampisin).
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Variabel Penelitian
1. Identifikasi variabel utama
Variabel utama dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pepaya.
Variabel utama yang kedua adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan berat badan
kira-kira 180-200 gram, dengan usia kira-kira 2 bulan.
2. Klasifikasi variabel utama
Klasifikasi variabel utama memuat pengelompokan variabel-variabel utama
sesuai dengan jenis dan perananya dalam penelitian. Klasifikasi ini diperlukan untuk
menentukan alat pengambil data dan metode analisa data yang sesuai.
kendali
merupakan
variabel
yang
mempengaruhi
variabel
tergantung, sehingga perlu dinetralisir atau ditetapkan kualifikasinya agar hasil yang
didapatkan tidak tersebar dan dapat diulang oleh peneliti yang lain secara tepat.
Variabel kendali dalam penelitian ini adalah kondisi pengukur atau peneliti,
laboratorium, dan kondisi fisik hewan uji yang meliputi berat badan, usia jenis
kelamin, galur dan lingkungan tempat tinggal.
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah aktivitas enzim AST dan ALT
dari serum hewan uji yang diperiksa.
3. Definisi operasional variabel utama
Pertama, ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah ekstrak yang diperoleh
dengan cara maserasi, kemudian diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental. Kedua,
dosis INH dan rifampisin adalah dosis terapi untuk pengobatan tuberkulosis yang
diberikan pada hewan uji.
Ketiga, dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah dosis ekstrak daun
pepaya yang diberikan terhadap hewan uji sebagai model hepatoprotektor. Keempat,
hewan uji dalam penelitian ini adalah tikus putih yang sehat usia kira-kira 2 bulan
dengan berat badan antara 180-200 gram.
Kelima, parameter uji fungsi hati dalam penelitian ini adalah AST dan ALT.
Pengujian aktivitas AST dan ALT pada hewan uji dilakukan secara fotometrik
dengan metode kinetik GPT-ALAT (Alanin Amino Transferase) dan GPT-ASAT
(Aspartat Amino Transferase).
umur
kira-kira 2 bulan dengan berat badan antara 180-200 gram. Pelarut yang
D. Jalannya Penelitian
1. Determinasi dan diskripsi tanaman pepaya
Tahap pertama penelitian ini adalah menetapkan kebenaran sampel tanaman
pepaya berkaitan dengan ciri-ciri morfologis yang ada pada tanaman berdasarkan
kepustakaan (C.A Backer 1968) yang dilakukan di Laboratorium Morfologi
Sistematik Tumbuhan Obat Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Obat dan Obat
Tradisional, Tawangmangu, Karanganyar.
2. Pengambilan bahan
Daun pepaya diambil dari daerah Karang Pandan, Karanganyar pada bulan
Pebruari 2009.
berwarna gelap, ditambah etanol 70% sebanyak 750 ml aduk hingga homogen, tutup
segera kemudian disimpan dalam ruangan yang terhindar dari cahaya matahari
selama 5 hari dan sering kali dikocok. Rendaman tersebut disaring dengan kain
flanel, ampas dicuci dengan pelarut sampai volume 750 ml. Hasil dipekatkan dengan
vakum evaporator sampai didapat ekstrak kental.
5. Identifikasi etanol pada ekstrak etanol 70% daun pepaya
Identifikasi etanol dalam ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah pertama,
ekstrak dilarutkan dalam aquadest lalu ditambahkan CH3COOH dan H2SO4 pekat
(Depkes 1977)
6. Identifikasi senyawa flavonoid, saponin dan alkaloid dalam ekstrak etanol
70% daun pepaya
Identifikasi kandungan flavonoid dalam ekstrak etanol 70% daun pepaya pada
uji pendahuluan yang menggunakan ekstrak kemudian diencerkan dengan aquadest,
larutan tersebut kemudian diteteskan pada kertas saring terbentuk warna kuning pada
kertas saring setelah diuapi dengan ammonia (Depkes 1977).
reagen dragendorf. Uji alkaloid kedua dengan menggunakan ekstrak ditambah HCL 2%
dan reagen mayer (Depkes 1977).
7. Pembuatan sediaan uji
Ekstrak etanol 70% daun pepaya, INH, rifampisin dan methicol yang
diperoleh ditimbang sesuai dengan dosis kelompok perlakuan yang diinginkan
kemudian dilarutkan dalam suspensi CMC 1% disesuaikan dengan volume maksimal
yang bisa diberikan pada tikus. Stok sediaan uji yang dibuat tersebut selalu dibuat
baru setiap 7 hari sekali, penyimpanan dalam kulkas.
8. Penentuan dosis INH, rifampisin dan methicol, ekstrak etanol 70% daun
pepaya
Dosis INH yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 mg/200 gram berat
tikus. Dosis rifampisin yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 mg/200 gram
berat tikus. Dosis methicol yang digunakan sebagai hepatoprotektor pada manusia
adalah 700 mg 1 x hari. Dosis methicol untuk tikus adalah hasil perkalian antara
faktor konversi dari dosis manusia ke tikus. Faktor konversi dari manusia ke tikus
adalah 0,018. Dosis methicol adalah 700 x 0,018= 12,6 mg/200 gram berat badan
tikus. Dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah 20 mg/ 200 gram berat badan
tikus.
9. Perlakuan hewan uji
Sebelum dilakukan uji pada tikus, dilakukan aklimatisasi terhadap lingkungan
minimal satu minggu. Suhu dan kelembaban relatif dari kandang harus diperhatikan
karena hal tersebut dapat mempengaruhi uji penelitian. Sebelum perlakuan, semua
tikus ditimbang untuk pengaturan dosis. Hewan uji dikelompokan menjadi empat
kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus, satu hari sebelumnya tikus
dipuasakan. Sebelum perlakuan (hari ke-0) setiap ekor tikus diambil darahnya untuk
diukur kadar AST dan ALT.
Kelompok I kelompok pemberian suspensi INH dosis 10 mg/200 gram berat
tikus dan suspensi rifampisin dosis 10 mg/200 gram berat tikus serta ekstrak etanol
70% daun pepaya dosis 20 mg/200 gram berat badan tikus.
Kelompok II adalah sebagai kontrol negatif yaitu kelompok yang mendapat
perlakuan suspensi INH dosis 10 mg/200 gram berat tikus dan suspensi rifampisin
dosis 10 mg/200 gram berat tikus.
Kelompok III adalah sebagai kontrol positif yaitu kelompok pemberian
suspensi INH dosis 10 mg/ 200 gram berat tikus dan suspensi rifampisin dosis 10
mg/200 gram berat tikus serta obat hepatoprotektor methicol yaitu 12,6 mg/200
gram berat tikus.
Kelompok IV tanpa perlakuan yaitu tikus tanpa ada perlakuan, setiap hari
diberi makan dan minum secukupnya hingga kenyang.
Setiap kelompok perlakuan dilakukan setiap hari selama 28 hari, kemudian
hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28 diambil darahnya untuk diukur kadar
AST/ALT. Selama penelitian berlangsung tikus tetap diberi makan dan minum.
4 kelompok
perlakuan
@ 5 ekor tikus
Kelompok II
Kontrol (-)
INH
+
Rifampisin
Kelompok III
Kontrol (+)
INH
+
Rifampisin
+
Methicol
Analisis Data
Kelompok IV
Kontrol netral
Tanpa perlakuan
Kesimpulan
Gambar 1. Skema Penelitian
Prosedur
Pada suhu 370C
Sampel / Serum
100 l
Reagent kerja
1000 l
Dicampur lalu didiamkan selama satu menit
kemudian dibaca kadarnya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 340 nm
Aktivitas AST dan ALT yang dihitung dinyatakan dalam Unit/Liter dan
dihitung pada masing-masing kelompok tikus. Makin kuat daya hepatoprotektor
bahan
uji,
makin
besar
kemampuan
untuk
mempertahankan
aktivitas
aminotransferase. Semakin tinggi kadar AST / ALT maka akan semakin tinggi
tingkat kerusakan hati. Pengujian aktivitas AST dan ALT pada hewan uji dilakukan
signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka disimpulkan ada beda nyata (diberi tanda*)
diantara dua faktor yang dibandingkan.
Kriteria uji yang mempunyai nilai varian sama, maka uji lanjutan yang perlu
dilakukan adalah uji SNK. Kriteria uji ini adalah dua hari pengamatan dinyatakan ada
perbedaan bila terletak dalam kolom (subset) yang berbeda, tidak ada perbedaan bila
terletak dalam kolom yang sama.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
77.Caricaceae
Carica
Carica papaya,L.
Deskripsi tanaman pepaya adalah sebagai berikut: habitus perdu, tinggi 10
meter, batang tidak berkayu, silindris, berongga, putih kotor. Daun tunggal, bulat,
ujung runcing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi, diameter 25-75 cm, pertulangan
menjari, panjang tangkai 25-100 cm, hijau. Bunga tunggal, bentuk bintang, diketiak
daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada tandan yang
serupa malai, kelopak kecil, kepala sari bertangkai pendek atau duduk, kuning,
mahkota bentuk terompet, tepi bertaju lima, bertabung panjang, putih kekuningan.
Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima, duduk, bakal buah
beruang satu, putih kekuningan. Buah buni, bulat memanjang, berdaging, masih
muda hijau setelah tua jingga. Biji bulat atau panjang, kecil, bagian luar dibungkus
selaput yang berisi cairan, masih muda putih setelah tua hitam. Akar tunggang,
bercabang, putih kekuningan.
2. Pengambilan bahan
Daun pepaya diambil yaitu daun pepaya yang masih segar dan agak tua
kemudian dibuat ekstrak daun pepaya (Carica papaya, Linn.) pada bulan Pebruari
2009 dari daerah Karang Pandan, Karanganyar.
3. Hasil Pembuatan serbuk daun pepaya
3.1. Hasil prosentase bobot kering terhadap bobot basah daun papaya. Daun
pepaya yang masih basah sebanyak 5300 gram dikeringkan sehingga menghasilkan
bobot daun kering 1111,41 gram, setelah diserbuk menjadi 1000,27 gram. Hasil
prosentase bobot kering terhadap bobot basah daun pepaya adalah 20,97%.
3.2. Hasil pengukuran kandungan lembab serbuk daun papaya. Kandungan
lembab serbuk daun pepaya diukur di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional dengan menggunakan alat pengukur kelembaban
yaitu moisture balance. Kandungan lembab serbuk daun pepaya adalah 1,44%.
Hasil pustaka
(Depkes 1977)
tercium bau ester
yang khas
Hasil uji
Tidak tercium bau
ester yang khas
Hasil identifikasi etanol menunjukkan hasil negatif, maka ekstrak etanol daun
pepaya sudah tidak mengandung etanol 70%.
No.
1.
Identifikasi
Flavonoid
1.1. ekstrak pada kertas
saring + uap ammonia
1.2. ekstrak + serbuk
Mg + 2 ml alkohol :
HCL 2N (1:1) dalam
amil alkohol
2.
3.
Saponin
ekstrak + 10 ml air
panas,
didinginkan
lalu dikocok kuat
+ HCL 2N
Alkaloid
3.1. ekstrak + HCL
2%
+
reagen
dragendorf
3.2. ekstrak + HCL
2% + reagen mayer
Hasil Pustaka
(Depkes 1977)
Hasil uji
kekeruhan coklat
kekeruhan coklat
Endapan putih
kekuningan
NO
1
SEDIAAN UJI
ekstrak etanol
70% daun
pepaya
KADAR
4%
CARA PEMBUATAN
mencampur 4 gram ekstrak etanol
70% daun pepaya kedalam suspensi
CMC hingga volume 100 ml
INH
2%
rifampisin
2%
methicol
2%
tikus. Dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah 20 mg/ 200 gram berat badan
tikus.
E. Analisis statistik
1. Analisis Aktivitas ALT.
Kadar rata-rata ALT dari masing-masing kelompok, disajikan dalam data
seperti dibawah ini:
Tabel 10. Kadar rata-rata ALT (unit/liter)
Kelompok
I
II
III
IV
Perlakuan
INH, rifampisin,
ekstrak papaya
INH, rifampisin
Ke-0
20,20
Ke-14
14,40
Ke-21
14,40
Ke-28
10,75
24,40
18,40
24,00
32,80
INH, rifampisin,
methicol
Tanpa perlakuan
26,80
18,80
16,20
12,20
21,80
19,60
21,00
19,60
K
A
D
A
R
Kelompok
I
II
III
IV
Perlakuan
INH, rifampisin,
ekstrak papaya
INH, rifampisin
INH, rifampisin,
methicol
Tanpa
perlakuan
[0 - 14]
6,6
[0 - 21]
5,6
[0 - 28]
9,45
6
8
0,4
10,6
8, 4
14,6
3,2
0,8
2,2
K
A
D
A
R
Kelompok dan hari ke- perlakuan
Gambar 16. Grafik penurunan rata-rata ALT
kelompok sampel yang diteliti. Pada faktor Hari, nilai signifikansinya sebesar 0,002.
Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaaan nilai ALT
pada hari pengamatan ke 0, 14, 21, 28.
Terlihat nilai ALT kelompok INH, rifampisin, dan methicol (Kelompok III)
berbeda secara nyata dengan kelompok INH dan rifampisin (Kelompok II) dan
kelompok tanpa perlakuan (Kelompok IV). Kelompok INH, rifampisin, dan
methicol mempunyai rata-rata penurunan ALT paling tinggi maka mempunyai efek
menurunkan nilai ALT paling baik walaupun demikian kelompok INH, rifampisin,
dan ekstrak pepaya (Kelompok I) mempunyai kemampuan terhadap aktivitas
penurunan kadar ALT, yang mempengaruhi efek tersebut dimungkinkan karena
adanya senyawa alkaloid flavopiridol yang merupakan senyawa semisintesis dari
alkaloid piperidina dengan senyawa flavonoid (Sukardiman 2000). Adanya
penurunan kadar ALT dalam darah merupakan salah satu indikasi adanya efek
hepatoprotektor.
2. Analisis Aktivitas AST.
Hasil perhitungan nilai rata-rata kadar AST dari masing-masing kelompok,
disajikan dalam data seperti dibawah ini:
Tabel 11. Kadar rata-rata AST (unit/liter)
Kelompok
I
II
III
IV
Perlakuan
INH, rifampisin,
ekstrak pepaya
INH, rifampisin
INH, rifampisin,
methicol
Tanpa perlakuan
Ke-0
Ke-14
Ke-21
304,300 119,020 129,140
Ke-28
121,440
220,184
111,860
180,680
K
A
D
A
R
Kelompok
I
II
III
IV
Perlakuan
INH, rifampisin,
ekstrak papaya
INH, rifampisin
INH, rifampisin,
methicol
Tanpa
perlakuan
[0 - 14]
185,28
[0 - 21]
175,16
[0 - 28]
182,86
6,06
126,6
29,28
146,2
53,26
175,06
9,6
6,9
4,74
K
A
D
A
R
II (kontrol negatif) 100,2 unit/liter, kelompok III (kontrol positif) 447,86 unit/liter dan
pada kelompok IV (kontrol normal) 21,24 unit/liter. Kelompok dengan pemberian
ekstrak etanol 70% daun pepaya mampu menurunkan kadar AST lebih baik
dibanding dengan kelompok dengan pemberian methicol.
Data analisis nilai signifikansi (Asymp.Sig.) AST sebesar 0,09. Nilai ini lebih
besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data pengukuran nilai AST terdistribusi
secara normal. Pada faktor Hari, nilai signifikansinya sebesar 0,392. Nilai ini lebih
besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan nilai AST pada hari
pengamatan ke 0-14, 0-21, 0-28.
Terlihat penurunan AST semua kelompok uji berbeda secara nyata satu sama
lain kecuali antara kelompok INH, rifampisin, dan ekstrak pepaya (Kelompok I) dan
INH, rifampisin, dan methicol (Kelompok III). Urutan kelompok perlakuan
berdasarkan pada penurunan AST adalah kelompok INH, rifampisin, dan ekstrak
pepaya (Kelompok I), INH, rifampisin, dan methicol (Kelompok III), kelompok
INH dan rifampisin (Kelompok II) terakhir kelompok tanpa perlakuan (Kelompok
IV). Kelompok yang terbaik dalam menurunkan AST adalah kelompok INH,
rifampisin, dan ekstrak pepaya (Kelompok I) dan kelompok INH, rifampisin, dan
methicol (Kelompok III).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun pepaya
pada dosis pemberian 20mg/200 gram berat badan tikus galur Wistar setelah
pemberian obat TBC ( INH dosis 10 mg/200 gram berat tikus dan rifampisin dosis 10
mg/200 gram berat tikus) mampu menurunkan kadar ALT dan AST. Aktivitas
penurunan kadar AST dan ALT merupakan salah satu indikasi adanya efek
hepatoprotektor.
Aktivitas enzim ALT sesuai dengan ketentuan, menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan, yaitu adanya penurunan kadar
ALT, sedangkan pada aktivitas enzim AST tidak menunjukkan adanya perbedaan
antara kelompok perlakuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALT lebih sensitif
bila digunakan sebagai parameter untuk mendeteksi adanya kerusakan hati daripada
AST. Hal ini dikarenakan AST merupakan salah satu enzim yang lebih banyak
terdapat pada otot jantung, otot bergaris, dan sebagian kecil berada di hati, sehingga
adanya aktivitas AST belum dapat dipastikan bahwa penyebab utama karena
kerusakan hati, aktivitas tubuh seperti infark miocard, kerusakan otot karena latihan
fisik yang terlalu berat mampu meningkatkan kadar AST. Proses pengambilan darah
tikus pada saat penetapan kadar, bila darah mengalami hemolisis maka dapat
meningkatkan kadar enzim AST, sehingga AST tidak spesifik untuk parameter
kerusakan hati.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa ekstrak etanol 70% daun
pepaya mempunyai efek terhadap aktivitas penurunan kadar AST dan ALT pada tikus
galur Wistar setelah pemberian obat TBC (INH dan rifampisin).
B. Saran
Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah
1. Perlu dilakukan adanya peningkatan variasi dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya
sehingga dapat diketahui dosis yang paling efektif mampu menurunkan kadar
AST dan ALT.
2. Isolasi senyawa yang diduga paling efektif terhadap penurunan kadar AST dan
ALT.
DAFTAR PUSTAKA
Adjirni dan Saroni. 2000. Penelitian Antiinflamasi dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar
Carica papaya,L. pada Tikus Putih. Cermin Dunia Kedokteran:129.
Arsyad Z. 1993. Tuberculosis manifestations in Dr. M. Jamil Hospital Andalas
University Padang Indonesia. Bangkok: Abst 17th Eastern Regional
Conference on Tuberculosis and Respiratory Diseasis.
Arsyad Z. 1996.Evaluasi Faal Hati Pada Penderita Tuberkulosis Paru yang
Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis. Cermin Dunia Kedokteran: 110
Bahri S. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dari Buah Lada dengan Uji
Aktivitas Antifeedant terhadap Hama Ulat Bayam. Lampung:Research Report.
Digital Library Universitas
Dalimarta S. 2003. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Kanker. Seri Agrosehat.
Jakarta: Penebar Swadaya: 1-5.76-77
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia (I). Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1974. Farmakope Indonesia. edisi II.Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 1985. Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta
Departemen Kesehatan. 1977. Materia Medika Indonesia jilid I. Jakarta
Ganiswarna E. 1995. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia. Jakarta
Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalis
Tumbuhan. Bandung: ITB.234-245.
Huda N. 2001.Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metanol Daun Carica papaya Linn.
Pada Kultur Sel Mieloma Mencit dengan Metode Viabilitas Sel. Skripsi.
Surabaya : Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Ilyas S. Nursahara P dan Nursal. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya Medan
(Carica papaya, L.) Terhadap Gambaran Histopatologi Beberapa Aspek
Reproduksi dan non Reproduksi Mencit Jantan (Mus musculus,L.). Sumatera:
Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.
Katzung B.G. 1995. Basic and Clinical Pharmacology. 7th edition. Prentice Hall
International.
Leeson CR. 1996. Buku Teks Histologi Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
Lenny S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, Alkaloida. USU Repository
Markham KR.1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung : ITB.
Linawati Y, Antonius P, Erly S, Imelda W, Imono A.D. Efek Hepatoprotektif
Rebusan Herba Putri Malu Pada Tikus Terangsang Parasetamol. Yogja:
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.Universitas Gadjah Mada.
Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar . Jakarta: UI Press.
Muchlisah F. 2004. Tanaman Obat Keluarga (TOGA).Jakarta: Penebar Swadaya.
Mustikawati I. 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari Daun
Gendarusa vulgaris Ness. Thesis. Digital Library. Surabaya: Universitas
Airlangga.
Nugraha E. 1995. Toksikologi Dasar Edisi ke-2. Jakarta. UI Press.
Prihatni D. Ida P. Idaningroem S. Coriejati R. 2005. Efek Hepatotoksik Tuberkulosis
Terhadap Kadar Aspatate Aminotransferase dan Alanine Aminotransferase
Serum Penderita Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory. Vol.12.No 1.Nov 2005:1-5.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung:ITB.
Sadiyah ER.2007.Pengaruh Ekstrak Kasar Daun Pepaya (Carica papaya ,L.)
Terhadap Kemampuan Belajar Pada Tikus (Rattus norvegicus Berkenhout)
Wistar Jantan Lepas Sapih.
Sugiyanto. 1995. Petunjuk Praktikum Farmakologi Edisi IV. Fakultas Farmasi
laboratorium Farmakologi dan Toksikologi. Jogja:UGM.
Sukardiman dan Wiwied E. Uji Anti Kanker dan Induksi Apoptosis Fraksi Kloroform
dari Daun Papaya (Carica papaya,L.) terhadap Kultur Sel Kanker.
http://digilib.litbang.depkes.go.id/gophp?node=146 jkpkbppk-gdl-res-2007sukardiman-2328
LAMPIRAN 1
Berat serbuk
gram
Berat cawan
kosong
gram
Berat cawan
+ ekstrak
gram
Berat
ekstrak
gram
prosentase
rendemen
%
100
116,144
128,629
12, 484
12, 48
NO
1
2
3
4
5
Rata-rata
Berat badan
(gram)
Kelompok
III
200
200
200
210
200
202
Berat badan
(gram)
Kelompok
IV
150
200
150
150
150
160
Keterangan :
Kelompok I adalah kelompok perlakuan ekstrak daun papaya + INH + rifampisin
Kelompok II adalah kelompok perlakuan eksINH + rifampisin
Kelompok III adalah kelompok perlakuan INH + rifampisin + methicol
Kelompok IV adalah kelompok tanpa perlakuan
LAMPIRAN 2
KLMP
NO
I
II
III
IV
N
O
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
EXTR.
PEPAYA (ml)
0.48
0.5
0.53
0.48
0.38
-
INH
(ml)
0.48
0.5
0.53
0.48
0.38
0.5
0.5
0.5
0.48
0.38
0.5
0.5
0.5
0.53
0.5
-
RIFAMPISIN
(ml)
0.48
0.5
0.53
0.48
0.38
0.5
0.5
0.5
0.48
0.38
0.5
0.5
0.5
0.53
0.5
-
METHICOL
(ml)
0.63
0.63
0.63
0.66
0.63
-
LAMPIRAN 3
KEL
A
I
II
III
IV
N
O
B
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
HARI
KE-0
C
22
19
18
22
20
21
30
27
21
23
19
27
37
29
22
18
25
23
19
24
HARI
KE-14
D
7
18
16
14
17
18
21
23
15
15
11
21
29
20
13
15
19
19
19
26
HARI
KE-21
E
15
14
15
16
12
21
20
29
29
21
9
12
20
19
21
19
20
21
23
22
HARI
KE-28
F
10
11
7
10
12
30
41
36
31
26
8
11
12
16
14
20
18
20
21
19
H
7
5
3
6
8
0
10
2
8
2
10
15
17
10
1
1
5
2
4
2
I
12
8
11
12
8
9
11
9
10
3
11
16
25
13
8
2
7
3
2
5
LAMPIRAN 4
KEL
A
I
II
III
IV
N
O
B
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
HARI
KE-0
C
319,3
340,3
296,6
233,8
331,5
158,3
147
200,2
163,7
165
242,6
387,4
265,9
245,5
293,2
178
147,8
198
200,6
155,3
HARI
KE-14
D
75
89
185
118,7
127, 4
166
186
207,6
173,9
141
169,9
171
162,3
151,8
146,6
200,3
141,6
189,8
192,3
158,3
HARI
KE-21
E
104,7
148,3
134,4
118,7
127,4
172,3
193,2
250,1
189
176
147
125,6
146,6
148,3
136,1
178,6
158,3
186,7
206,6
149,2
HARI [C-D]
KE-28
F
G
125,6
244,3
111,7
251,3
165,8
111,6
106,4
115,1
99,5
204,1
196
7,7
200,1
39
294
7, 4
210,1
10,2
200.7
24
130,3
72,7
103
216, 4
128,7
103,6
136,2
93,7
61,1
146,6
170,5
22,3
144,5
6,2
203,6
8,2
198,1
8,3
160,1
3
[C-E]
[C-F]
H
214,6
192
162,2
115,1
204,1
14
46,2
49,9
25,3
11
95,6
261,8
119,3
97,2
157,1
0,6
10,5
11,3
6
6,1
I
193,7
228,6
130,8
127,4
232
37,7
53,1
93,8
47
35,7
112,3
284,4
137,2
109,3
232,1
7,5
3,3
5,6
2,5
4,8
LAMPIRAN 5
Tabel 12. Test Kolmogorov-Smirov ALT
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT
N
Normal Parametersa,b
Most Extreme
Differences
60
6,92
4,890
,105
,105
-,080
,814
,521
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Hari
Value Label
Pepaya
INH dan Rifampisin
INH, Rifampisin, dan Methicol
Tanpa perlakuan
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
1
2
3
4
1
2
3
N
15
15
15
15
20
20
20
df1
df2
11
48
Sig.
,062
df
11
1
3
2
6
48
60
59
Mean Square
70,453
2870,417
164,994
97,517
14,161
13,242
F
5,321
216,772
12,460
7,364
1,069
a,b
Subset
2
1
15
15
15
3,20
5,73
5,73
7,67
15
11,07
,063
,152
1,000
Sig.
,000
,000
,000
,002
,394
ALT
Student-Newman-Keuls
a,b
Subset
Hari
Hari ke 0-21
Hari ke 0-14
Hari ke 0-28
Sig.
1
20
20
20
2
5,40
5,90
,666
9,45
1,000
15
Pepaya
12.5
Tanpa perlakuan
10
7.5
2.5
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari
Hari ke 0-28
60
92.717
86.2069
,160
,160
-,143
1,243
,091
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
df
11
1
3
2
6
48
60
59
Mean Square
30684,849
515786,525
109318,630
2008,965
926,586
2102,772
F
14,593
245,289
51,988
,955
,441
df1
df2
15
64
Sig.
,297
Sig.
,000
,000
,000
,392
,848
Multiple Comparisons
Dependent Variable: AST
Dunnett T3
(I) Kelompok
Pepaya
INH, Rifampisin,
dan Methicol
Tanpa perlakuan
(J) Kelompok
INH dan Rifampisin
INH, Rifampisin,
dan Methicol
Tanpa perlakuan
Pepaya
INH, Rifampisin,
dan Methicol
Tanpa perlakuan
Pepaya
INH dan Rifampisin
Tanpa perlakuan
Pepaya
INH dan Rifampisin
INH, Rifampisin,
dan Methicol
Mean
Difference
(I-J)
147.699*
Std. Error
14.9836
Sig.
,000
31.813
22.0974
,629
-30.680
94.307
174.020*
-147.699*
13.7865
14.9836
,000
,000
132.461
-191.293
215.579
-104.105
-115.885*
18.3350
,000
-169.819
-61.952
26.321*
-31.813
115.885*
6.1601
22.0974
18.3350
,004
,629
,000
7.934
-94.307
61.952
44.708
30.680
169.819
142.207*
17.3704
,000
89.794
194.619
-174.020*
-26.321*
13.7865
6.1601
,000
,004
-215.579
-44.708
-132.461
-7.934
-142.207*
17.3704
,000
-194.619
-89.794
Multiple Comparisons
Dependent Variable: AST
Dunnett T3
(I) Hari
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
(J) Hari
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Hari ke 0-14
Hari ke 0-28
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Mean
Difference
(I-J)
-4.600
-19.196
4.600
-14.596
19.196
14.596
Std. Error
27.2950
27.8095
27.2950
27.7162
27.8095
27.7162
Sig.
,998
,867
,998
,935
,867
,935
200.0
Pepaya
INH dan Rifampisin
150.0
100.0
50.0
0.0
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari
Hari ke 0-28
INH, Rifampisin,
dan Methicol
Tanpa perlakuan
Total
Hari
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Mean
6,60
5,60
10,80
7,67
6,00
2,60
8,60
5,73
8,00
10,60
14,60
11,07
3,00
2,80
3,80
3,20
5,90
5,40
9,45
6,92
Std. Deviation
5,595
1,673
1,643
3,994
2,550
3,130
3,362
3,788
1,225
6,189
6,504
5,599
2,236
1,643
2,168
1,935
3,582
4,717
5,375
4,890
N
5
5
5
15
5
5
5
15
5
5
5
15
5
5
5
15
20
20
20
60
INH, Rifampisin,
dan Methicol
Tanpa perlakuan
Total
Hari
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Hari ke 0-14
Hari ke 0-21
Hari ke 0-28
Total
Mean
185.280
175.160
182.860
181.100
17.660
29.280
53.264
33.401
126.600
146.200
175.060
149.287
9.600
6.900
4.740
7.080
84.785
89.385
103.981
92.717
Std. Deviation
68.0995
61.2862
37.7250
53.1481
13.7451
17.9927
23.7349
23.3001
56.9663
69.2227
78.9072
67.0797
7.4172
4.2854
1.9655
5.1288
86.6141
86.0135
89.2490
86.2069
N
5
5
5
15
5
5
5
15
5
5
5
15
5
5
5
15
20
20
20
60
LAMPIRAN 6
PERHITUNGAN SEDIAAN PER ORAL
EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA, INH dan RIFAMPISIN
Konsentarasi obat 4% = 4 gram/100 ml = 40 mg/ml
Obat per oral untuk berat badan tikus 200 gram =
20mg
x1ml = 0,5ml
40mg
190mg
x0,5ml = 0, 48 ml
200mg
Tabel 23. Pemberian sediaan per oral ekstrak etanol 70% daun pepaya, INH dan rifampisin
Kelmpk
I
II
III
IV
No.
tikus
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Berat badan
gram
190
200
210
190
150
200
200
200
190
150
200
200
200
210
200
150
200
150
150
150
Volume
ml
0, 48
0,5
0,53
0, 48
0,38
0,5
0,5
0,5
0, 48
0,38
0,5
0,5
0,5
0,53
0,5
0,38
0,5
0,38
0,38
0,38
LAMPIRAN 7
12,6mg
x1ml = 0,63ml
20mg
Kelmpk
III
No.
tikus
1
Perhitungan
200mg
x0,63ml
200mg
Volume
ml
0,63
200mg
x0,63ml
200mg
0,63
200mg
x0,63ml
200mg
0,63
210mg
x0,63ml
200mg
0,66
200mg
x0,63ml
200mg
0,63
LAMPIRAN 8
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
No
1
2
4
5
Tahun 2009
Feb Mar Apr
V
V
V
V
V
V
Mei
V
V
V
V
V
LAMPIRAN 9
PERHITUNGAN DOSIS PEPAYA
Data empiris diperoleh dosis daun pepaya untuk pengobatan kanker sebanyak
45 gram daun pepaya segar untuk manusia.
Dari data penelitian :
5300 gram daun basah
45
x1111, 41 = 9, 44 gram daun kering
5300
9,44
x1000,27 = 8,50 gram serbuk kering
1111,41
8,50
x12,48 4 = 1,061 gram ekstrak kental (dosis untuk manusia)
100
Jadi, dosis ekstrak kental untuk tikus = 1,061 x faktor konversi manusia ke tikus
= 1,061 x 0,018
= 19,10 mg ~ 20 mg
LAMPIRAN 10
Gambar 6. Fotometer
LAMPIRAN 10
LAMPIRAN 11
LAMPIRAN 12