Anda di halaman 1dari 4

Cita Rasa Silaturrakhim Edisi Idul Fitri

Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang menciptakan


kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari
pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan
silaturrakhim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS.
An-Nisaa: 1)
Assalamualaykum, alkhamdulillah, rasa syukur yang tak pernah putus
terucap atas lisan yang penuh dosa ini dan taqabalallahu minna wa minkum atas
masuknya kita pada bulan Syawal. Idul fitri menjadi momen yang paling ampuh
mengingatkan kita dengan silaturrakhim, jauh mengalahkan daya reminder
silaturrakhim dalam kehidupan sehari-hari seperti bertetangga, saat rekan ada
yang sakit, dengan siapapun yang kita kenal, benar?
Pulang kampung, mudik, takbiran bersama, lebaran, salam-salaman,
merupakan wujud nyata semangat dan konsistensi masyarakat saat mengilhami
perintah memelihara hubungan silaturrakhim, edisi Idul Fitri. Tentunya hal ini
juga berlaku bagi seorang Mahardhika Anggoro Widyantoko, asal Mojokerto dan
merantau ke Surabaya.
Dilematisnya Mudik
Ibu yang berasal dari Nganjuk dan bapak yang berasal dari Sidoarjo,
menjadikan destinasi pulang kampung dan mudik dari tahun ke tahun berkutat
pada 2 kota ini, Sidoarjo dan atau Nganjuk. Normalnya sebuah keluarga akan
mudik bersama, namun alangkah lucunya keluarga saya, terutama seorang Mahar
yang menjadi anggota keluarga paling susah diajak bepergian. Bagaimana tidak,
saya tidak pernah mau diajak pergi ke Nganjuk, alasannya simple tidak ada
teman. Ya alasan ini paling ampuh meluluhkan hati orang tua karena memang
disana tidak ada orang yang seusia dengan saya, semuanya masih kecil, alhasil
saya tidak pernah bisa bertahan lama disana #UsiaMempengaruhi.

Sebaliknya saya sangat antusias bila harus bepergian ke Sidoarjo, selain


karena sudah sering kesana, alkhamdulillah ada yang seusia dengan saya sehingga
ada

banyak

teman

dan

tak

sungkan

bila

harus

kesana

kemari

#UsiaMempengaruhi. Alhasil seringkali keluarga bepergian tanpa saya dan seakan


kerabat di Nganjuk sudah tidak terjangkau bagi saya. Ada satu hal yang saya
takutkan Dari Jubair bin Muthim r.a., Ia mendengar Nabi saw bersabda tidak
akan masuk surga orang yang memutus silaturrakhim (HR. Al-Bukhari dan
Muslim), apakah hal ini termasuk memutus silaturrakhim?
Kenal tidak Kenal sama-sama Akur
Takbiran bersama, merupakan tradisi Idul Fitri yang alkhamdulillah masih
eksis di daerah saya, bagaimana dengan daerah Pembaca sekalian? Sungguh
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat
nama Tuhannya, lalu dia shalat (QS. Al-Alaa: 14-15). Ketika satu bulan penuh
manusia berusaha membersihkan diri lalu dia ingat nama Tuhannya, sungguh
cocok dengan momen takbiran yang mana umat islam bersama-sama menyebut
dan mengagungkan nama Allah mulai petang hingga shalat Ied. Kalau kata ustadz
YM, Allah dulu, Allah lagi, dan Allah terus.
Tidak hanya di masjid, mereka yang berjiwa muda, ngakunya punya
semangat 45, mulai dari anak-anak hingga lansia, Takbiran on the Road menjadi
hal yang tak rela bila disia-siakan. Selain menggaungkan dan mengagungkan
nama Allah, takbiran di jalan juga mempererat silaturrakhim antar pesertanya,
kenal tidak kenal sama-sama akur, anak maupun dewasa sama-sama membaur.
Namun alangkah lucunya seorang Mahar, ikut Takbiran on the Road baru sekali
itupun saat masih kecil, hehe selebihnya hingga sekarang cuma lihat saja,
alkhamdulillah #MasaKecilTerselamatkan.
Antara Ampunan dan Tusukan
Dari Al-Barra berkata, bersabda Rasulullah saw tidak bertemu dua
orang muslim lalu bersalaman, maka pasti diampuni dosa keduanya, sebelum
keduanya berpisah (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi). Setelah shalat Idul
Fitri, rasanya momen inilah puncaknya. Puncak dari segala silaturrakhim edisi

Idul Fitri. Berkumpul bersama keluarga besar, berkumpul bersama tetangga,


berkumpul bersama rekan senasib seperjuangan, saling memohon maaf dan saling
memaafkan dengan ritual wajib yaitu bersalaman. Menilik kembali hadits diatas,
semakin lama kita bertemu semakin banyak pula dosa kita yang berguguran,
benar? Tentunya syarat dan ketentuan tetap berlaku. Dengan dalil tradisi,
kebiasaan, dan sejenisnya, terkadang kita lupa dengan siapa kita bersalaman.
Kepala seseorang diantara kamu ditusuki dengan jarum besi, itu lebih
baik baginya, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (HR. AtThabrani dari Maqil bin Yasar). Sungguh mungkin kita khilaf, atau bahkan
sengaja bersalaman dengan siapapun yang tidak halal bagi kita, yang bukan
mahram kita. Terutama para muda mudi remaja, tidak afdhal, tidak enak, sungkan
kalau tidak mau diajak bersalaman oleh rekan yang bukan mahramnya.
Tak terkecuali dengan orang yang lebih tua, dengan dalil menghormati
juga melalaikan kita dari menjaga adab dalam bersalaman. Tentunya sungguh
disayangkan manakala berkahnya silaturrakhim ini harus berkurang dan
berkurang hanya karena salah sikap dalam bersalaman. Inilah wujud silaturrakhim
edisi Idul Fitri yang saya rasakan dan alami di Indonesia, wa bil khusus di daerah
sekitar saya.
Berbekal Maaf dan Ijin
Namun alangkah lucu lagi seorang Mahar, yang pada tahun ini merasakan
Idul Fitri sedikit berbeda dengan sebelum-sebelumnya. 3 Tahun merantau di
Surabaya, inilah kali pertama saya memilih ber-Idul Fitri di Surabaya, dari yang
biasanya lebih memilih dan H-3 Idul Fitri sudah stay di Sidoarjo bersama keluarga
besar dari Mojokerto, Jombang, Surabaya, bahkan Cilegon.
Di saat H-2 pekan dari Idul Fitri rekan mahasiswa yang lain sudah
berkemas dan pulang ke daerah masing-masing, berkumpul dan menikmati buka
puasa dengan rekan SMA, SMP, bahkan SD, serta keluarga tercinta, saya meminta
maaf dan ijin kepada ibu dan bapak untuk berbuka puasa di masjid kampus
tercinta, Masjid Nuruzzaman UNAIR.

Disaat H-1 pekan rekan lain sudah mulai berkendara, melakukan safar
menyusuri ramainya jalur darat bersama para pemudik lain dengan satu tujuan
yaitu kota kelahiran, saya meminta maaf dan ijin pada ibu dan bapak untuk
pulang-pergi bolak-balik Surabaya-Mojokerto hanya untuk melepas rindu dan
menghilangkan kejenuhan sesaat meskipun serasa terlihat jauh lebih melelahkan.
Pun saat H-1 hari Idul Fitri rekan mahasiswa sudah siap berlebaran
bersama keluarga dan kerabat tersayang, saya memberanikan diri untuk meminta
maaf dan ijin kepada ibu dan bapak untuk tetap tinggal di Surabaya dan
insyaaAllah melaksanakan shalat Idul Fitri di masjid kampus tercinta.
Saya pribadi hanya berharap tidak dicap sebagai anak yang lupa
keluarganya, tidak berharap dicap sebagai anak yang lupa akan kewajiban birul
walidain, tidak berharap dicap sebagai anak yang tidak bisa memanfaatkan waktu
libur untuk memperoleh quality time bersama keluarga, lebih-lebih tidak berharap
dicap sebagai anak yang memutus silaturrakhim. Ini kisah saya, silaturrakhim
edisi Idul Fitri beserta cita rasa yang nikmat untuk dialami dan dituliskan, saya
tunggu kisah Pembaca sekalian. Mohon maaf bila ada hal yang kurang berkenan
dibaca dan diketahui. Wassalamualaykum. (mw)

Anda mungkin juga menyukai