Anda di halaman 1dari 16

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL

DALAM PEMBELAJARAN
Murwati Widiani
A. Pendahuluan
Sejak tahun 2007, Direktorat Pendidikan SMA mengembangkan sekolah-sekolah Rintisan
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL), dengan memberikan sejumlah danablock grant.
Program tersebut kini dilanjutkan oleh propinsi dengan pemberian block grantpada SMA BKL
yang ditunjuk. Kebijakan pengembangan PBKL dilaksanakan secara terintegrasi pada mata
pelajaran yang relevan, sebagai bagian integral dari keseluruhan proses penyelenggaraan
pendidikan pada satuan pendidikan. Dalam melaksanakan program ini, sekolah diberi
kesempatan
untuk
membekali
peserta
didik
tentang
pengetahuan
dan
sikap
menghargai sumber daya dan potensi yang ada di lingkungan setempat, serta mampu
menggali dan memanfaatkannya untuk dapat digunakan sebagai bekal kehidupan yang akan
dijalaninya di masa yang akan datang.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sekolah yang akan menyelenggarakan PBKL harus menempuh langkah-langkah sebagai


berikut.
analisis potensi daerah dan potensi satuan pendidikan atau analisis keunggulan lokal
penentuan program PBKL sesuai dengan hasil analisis
penentuan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
pengintegrasian substansi PBKL ke dalam SK/KD mapel beserta indikator yang dikembangkan
pemetaan standar isi - SK - KD
penyusunan silabus bermuatan PBKL
pengembangan RPP-PBKL
pengembangan bahan ajar untuk membantu pelaksanaan program PBKL
pelaksanaan pembelajaran PBKL sesuai dengan silabus dan RPP PBKL
Sebagai gambaran implementasi program PBKL di sekolah, dalam tulisan ini akan
dikemukakan mengenai (1) analisis potensi daerah dan potensi sekolah, (2) penentuan
program PBKL, (3) penentuan kompetensi yang diharapkan dicapai peserta didik, dan (4)
pengintegrasian substansi PBKL ke dalam SK/KD mata pelajaran beserta indikator yang
dikembangkan. Untuk pemetaan standar isi SK-KD, penyusunan silabus bermuatan
PBKL,pengembangan RPP-PBKL, dan pengembangan bahan ajar PBKL akan diuraikan pada
makalah lain.

B. Analisis Potensi Daerah dan Potensi Sekolah


Analisis potensi daerah dan potensi sekolah dilakukan sekolah (Tim Pengembang PBKL)
dengan melihat dan mencermati kondisi dan potensi daerah (kondisi eksternal) serta potensi
sekolah (kondisi internal). Analisis potensi daerah didasarkan pada lima komponen, yaitu
sumber daya alam, sumber daya manusia, potensi geografis, potensi budaya, dan potensi
historis. Adapun analisis potensi sekolah didasarkan pada komponen peserta didik, pendidik,
tenaga kependidikan, sarana prasarana, dan pembiayaan.
Sebagai gambaran konkret, berikut ini dikemukakan contoh hasil analisis yang dilakukan
SMA Muhammadiyah Pakem sebagai sekolah Rintisan PBKL pada tahun 2009.
TABEL 1
HASIL ANALISIS POTENSI DAERAH (KONDISI EKSTERNAL)

N POTENSI/KOMPON
O
EN
1 Sumber Daya Alam

Sumber Daya
Manusia

Geografis

Budaya

PELUANG

TANTANGAN

POTENSI PBKL

Daerah Pakem memiliki


tanah yang subur sehingga
cocok ditanami berbagai
jenis tanaman dan
dikembang-biakkan
berbagai jenis hewan
ternak:
1. Perkebunan salakpondoh d
an rambutan
2. Budidaya jamur
3. Budidaya tanamanhias
4. Ternak sapi perah
(penghasil sususapi)

Hasil
perkebunan
dan
peternakan
belum
dimanfaatkan
secara
optimal.

Peningkatan
pemanfaatan hasil
perkebunan dan
peternakan sebagai
makanan dan minuman
khas.

Di daerah sekitar sekolah


banyak tenaga ahli di
bidang pertanian (guru
SMK Pertanian) dan
peternakan

Tenaga ahli
belum
dimanfaatkan
untuk
membantu
pelaksanaan
pembelajara
n PBKL.
Objek wisata
belum
dimanfaatkan
sebagai
sumber
belajar

Pemanfaatan nara
sumber dari luar
sekolah untuk
membantu
terlaksananya program
PBKL

Secara geografis, wilayah


Pakem berada di dataran
tinggi di lereng Gunung
Merapi. Di samping
berhawa sejuk, banyak
panorama alam yang indah
sehingga banyak tempat
dikembangkan menjadi
objek wisata:
1. Panorama Alam Kaliurang
2. Wisata Alam Bebeng
3. Wisata Alam Kaliadem
4. Desa Wisata Sambi.

Potensi budaya di wilayah


Sleman adalah wisata
budaya seperti Museum
Ulen Sentalu di Kaliurang,
Situs Mbah Marijan,Candi
Prambanan,Jatilan,
danKarawitan.

Adanya
pengaruh
negatif dari
pengembang
an daerah
wisata dalam
hal pergaulan
remaja
Kepedulian
terhadap
pelestarian
potensi
budaya
tersebut masi
h kurang

Pemanfaatan daerah
wisata sebagai sumber
belajar
(pembuatanleaflet obj
ek wisata, pemasaran
makanan khas di
tempat wisata,
pembekalan pemandu
wisata).
Pengembangan
kegiatan PIK KRR
(Pusat Informasi dan
Konsultasi Kesehatan
Reproduksi Remaja)
bekerja sama dengan
Dinas Nakersos KB
Pelestarian dan
promosi potensi
budaya berupa
pembuatan dokumen
cetak (karya tulis)dan
audio visual (film)

N POTENSI/KOMPON
O
EN
5 Historis
1.

2.
3.
4.

PELUANG

TANTANGAN

Sleman memiliki tempattempat peninggalan


bersejarah:
Candi Prambanan, Candi
Sewu, Candi Kalasan,
Candi Sambisari, Candi
Gebang, Candi Sojiwan
Goa Jepang di Kaliurang
Gardu Pandang Merapi
Monumen Jogja Kembali

Potensi
hisoris yang
ada belum
dimanfaatka
sebagai
sumber
belajar

POTENSI PBKL
Promosi tempattempat bersejarah
melalui internet.

Pada tabel 1 dapat dilihat potensi PBKL yang dapat dikembangkan di SMA Muhammadiyah Pakem berdasarkan
hasil analisis potensi daerah terdapat pada kolom paling kanan. Adapun kesiapan sekolah dalam melaksanakan PBKL
dianalisis melalui potensi sekolah yang dimiliki. Hasil analisis tertuang pada tabel 2 berikut.
TABEL 2
HASIL ANALISIS POTENSI SEKOLAH (KONDISI INTERNAL)

N POTENSI/KOMPON
KEKUATAN
KELEMAHAN
O
EN
Sebagian
Peserta didik
1 Peserta Didik

KESIAPAN

Sekolah berupaya membekali


sebagian besar
& mengembangkan potensi
berasal dari
peserta didik melalui program
kalangan
PBKL dengan
ekonomi lemah
mengintegrasikan keunggulan
(45%
lokal ke dalam mata pelajaran
merupakan anak dan melalui mulok dan
asuh dari
pengembangan diri.

besar siswa
memiliki
kecerdasan
dan bakat
religius Islam
(Imtak).
Sebagian
berbagai panti
besar mereka
telah memiliki asuhan)
Rata-rata siswa
kesadaran
hidup
yang
beragama
melanjutkan di
yang cukup
perguru-an
tinggi.
tinggi hanya 25
%.
Kemampuan

Kurang memiliki
TIK peserta
didik cukup
minat untuk
berkembang
mengembangka
karena
n kemampuan
dukungan
akademik
sarana
prasarana.

Pendidik

Sebagian
Guru yang ahli
besar guru
di bidang PBKL
berkualifikasi S- masih kurang
1, mengajar
sesuai dengan lat
ar belakang
pendidikan ,
memiliki semangat pengabdian
yang ikhlas

Sekolah mendatangkan ahli


untuk melatih guru

N POTENSI/KOMPON
O
EN
3 Tenaga Kependidikan

Sarana Prasarana

Pembiayaan

KEKUATAN

KELEMAHAN

KESIAPAN

Tenaga
kependidikan
memiliki
semangat kerja
yang tinggi dan
keikhlasan
membantu
keberhasilan
program kerja
sekolah rintisan
PBKL.
Kondisi dan
kelengkapan
ruang AVA dan
laboratorium
komputer cukup
memadai

Kurangnya
koordinasi,
sosialisasi, dan
sinkronisasi progr
am kerja PBKL

Sekolah
mengadakanworkshop peningk
atan kesiapan dan dukungan
internal warga sekolah dalam
keseluruhan proses
penyelengg. Program R-PBKL

Kurangnya bukubuku referensi di


perpustakaan,saran
a pembelajaran
TIK masih perlu
ditambah,
dankurangnya
sarana
keterampilan boga
Masih kurangnya
dana untuk
melaksanakan
program PBKL

Penambahan buku-buku
referensi, pembelian sarana
pembelajaran TIK(laptop dan
LCD), dan pengadaan sarana
keterampilan boga

Kesediaan orang
tua untuk
memberikan
kontribusi
sumber dana

Penggalian sumber dana dari


berbagai sumber yang tidak
mengikat

C. Penentuan Program PBKL


Berdasarkan hasil analisis potensi daerah (keunggulan lokal) dan analisis potensi
sekolah (kesiapan sekolah), sekolah menentukan program PBKL Bernuansa
KEPARIWISATAANyang terintegrasi dalam mata pelajaran yang relevan. Mata pelajaran
tersebut adalah bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, ekonomi, biologi, kimia, fisika,
geografi, sejarah, PKn, TIK, seni budaya, dan mulok bahasa Jawa.
Adapun jenis program PBKL yang ditentukan adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.

Pembuatan makanan dan minuman khas (terintegrasi pada mapel kimia, biologi, fisika)
Pembuatan leaflet objek wisata (terintegrasi pada mapel bahasa Indonesia, TIK)
Pemasaran makanan khas di tempat wisata (terintegrasi pada mapel ekonomi dan matematika)
Pembekalan pemandu wisata (terintegrasi pada mapel bahasa Inggris dan mulok bahasa Jawa)
Pengembangan kegiatan PIK KRR (Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja) bekerja sama
dengan Dinas Nakersos KB (terintegrasi pada mapel biologi dan agama)
6. Pelestarian dan promosi potensi budaya berupa pembuatan dokumen cetak, audio visual (film),
dan website (terintegrasi pada mapel bahasa Indonesia, geografi, PKn, seni budaya, dan TIK)

7.

Promosi tempat-tempat bersejarah melalui internet (terintegrasi pada mapel sejarah dan TIK)

D. Kompetensi yang Diharapkan Dicapai Peserta Didik


Dari jenis program yang telah ditentukan, dapat dijabarkan kompetensi yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik yang lebih konkret. Penjabaran kompetensi disesuaikan
dan diintegrasikan pada SK dan KD mata pelajaran yang relevan. Beberapa contoh hasil
penjabaran kompetensi yang telah dilakukan guru mata pelajaran PBKL tertuang pada tabel
berikut.

TABEL 3
KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN DICAPAI PESERTA DIDIK

KOMPETENSI
TERDAPA
N PROGRAM
YANG
T PADA
O
PBKL
DIHARAPKA
MAPEL
N
1 Pembuatan
Siswa dapat
Kimia
makanan dan mempraktikkan
minuman
pembuatan
khas
makanan dan
minuman khas

Pembuatan
leaflet objek
wisata

Siswa dapat
membuat
leaflet objek
wisata

Pemasaran
makanan
khas di
tempat
wisata

Siswa dapat

mempraktikkan
pemasaran
makanan khas
di tempat
wisata

STANDAR
KOMPETENSI
(SK)

KOMPETENSI DASAR
(KD)

4.
4.1. Mengelompokkan sistem
Mendeskripsikan koloid berdasarkan hasil
sifat-sifat larutan, pengamatan dan penggunametode
annya di industri, khususnya
penukuran, serta
pada pengolahan susu sapi.
terapannya,khususny
a pada
pengolahan susu
sapi.
2. Memahami
2.2. Mendeskripsikan ciri-ciri
Biologi
prinsip-prinsip
Archaeobacteria dan
pengelompokan
Eubacteria dan peranan-nya
makhluk hidup
dalam kehidupan,pengawetan
makanan dari pembusukan
oleh bakteri
Menulis
4.2 Menulis hasil
Bahasa
4.
Mengungkapk
observasitempat-tempat
Indone-sia
an informasi
wisata lokal dalam
dalam berbagai
bentuk paragraf
bentuk paragraf
deskriptifberbentuk leaflet.
(naratif,
deskriptif,
ekspositif)
1. Membuat
1.3. Membuat grafistentang
TIK
perangkat lunak
potensi budaya lokal dengan
pembuat grafis
berbagai variasi warna,
bentuk, dan ukuran.
2.1.Mendeskripsikan pola
Ekonomi 2. Memahami
konsep dalam
perilaku konsumen dan
kaitannya dengan produsen dalam kegiatan
kegiatan ekonomi ekonomi, khususnya pada
konsumen dan
praktik pemasaran makanan
produsen,khususn
ya pada praktik
pemasaran
makanan
3.2. Merancang model
Matematik 3. Memecahkan
masalah yang
matematika dari masalah
a
berkaitan
yang berkaitan dengan hasil
denganhasil
pemasaran makanan
pemasaran makan khasdengan sistem persamaan
an khasdengan
linear.
sistem persamaan 3.3. Menyelesaikan model

N
O

KOMPETENSI
TERDAPA
PROGRAM
YANG
T PADA
PBKL
DIHARAPKA
MAPEL
N

STANDAR
KOMPETENSI
(SK)

KOMPETENSI DASAR
(KD)

linear dan
penafsirannya

Pengembang
an kegiatan
PIK KRR

Pelestarian
dan promosi
potensi
budaya
berupa
pembuatan
dokumen
cetak, audio
visual (film),
dan website

Promosi
tempattempat
bersejarah
melalui
internet.

matematika dari masalah


yang berkaitan dengan hasil
pemasaran makanan
khasdengan sistem persamaan
linear.
Siswa dapat
3. Menjelaskan
3.7 Menjelaskan keterkaitan
Biologi,
menjadi tutor
struktur
dan
antara struktur, fungsi,
kelas XI
sebaya tentang IPA/
fungsi organ
dan proses yang meliputi
kesehatan
manusia
dan
pembentukan sel kelamin,
semester 2
reproduuksi
hewan tertentu,
ovulasi, menstruasi,
remaja bagi
kelainan dan/atau fertilisasi, kehamilan, dan
remaja di
penyakit yang
pemberian ASI, serta
sekolah dan
mungkin terjadi
kelainan/penyakit yang dapat
luar sekolah
serta
terjadi pada sistem reproduksi
implikasinya
manusia,khususnya pada
pada Salingtemas remaja
Siswa dapat
Geografi ...
melestarikan
...
PKn
dan
...
Seni
mempromosika
budaya
n
1. Menggunakan
1.4.
potensi budaya TIK
internet
untuk
Menggunakan webbrowser un
berupa
keperluan
tuk memperoleh, menyimpan,
pembuatan
informasi
dan
dan mencetak informasi
dokumen
komunikasi
cetak,audio
visual (film),
dan website
Menulis
Siswa dapat
4.3 Melengkapi karya tulis
Bahasa
4.Mengungkapka dengan daftar pustaka dan
mendokumenta Indonen informasi
si-kan tempatcatatan kaki tentang tempatsiakelas
tempat
XI,semeste dalambentuk p tempat bersejarah di kawasan
roposal, surat
bersejarah di
Sleman berdasarkan hasil
r1
dagang,
kawasan
penelitian / survei.
karangan
Sleman melalui
ilmiah
karya tulis dan
mempromosika
1. Menggunakan
1.4. Menggunakan
TIK
n melalui
internet
untuk
webbrowser untuk
kelas
internet.
memperoleh, menyimpan,
XI,semeste keperluan
informasi
dan
dan mencetak
r1
komunikasi
informasitentang tempattempat bersejarah lokal.

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kompetensi yang diharapkan (pada
kolom ke-3) dijabarkan dalam SK dan KD yang terdapat dalam mata pelajaran yang relevan.
Pada SK dan KD tersebut, potensi keunggulan lokal diintegrasikan (tertulis pada kata-kata

yang bergaris bawah). Dengan demikian, guru tidak membuat SK dan KD baru sehingga
diharapkan tidak mengganggu target waktu dalam pencapaian kompetensi kurikulum.
E.

Integrasi Substansi PBKL ke dalam SK-KD Mata Pelajaran yang Relevan dan Indikator yang Dikembangkan
Setelah menentukan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, tiap guru mata pelajaran yang
terkait mengembangkan indikator yang sesuai. Salah satu contoh pengembangan indikator dari kompetensi PBKL
dapat dilihat pada yabel berikut.
TABEL 4
Integrasi Substansi PBKL dalam SK-KD dan Indikator yang Dikembangkan

N
O
1

MATA
PELAJARA
N
Bahasa
Indonesia,
Kelas X
Semester 2

STANDAR
KOMPETENSI
Menulis 4. Mengungkap
kan informasi dalam
berbagai bentuk paragraf
(naratif, deskriptif,
ekspositif)

KOMPETENSI
DASAR

INDIKATOR

ALOKA
SI
WAKTU

4.2 Menulis hasil Mendaftar topikobservasitempat- topik kepariwisataan


tempat wisata
yang dapat
lokaldalam
dikembangkan
bentuk paragraf
menjadi paragraf
deskriptif berbent deskriptif
uk leaflet
berdasarkan hasil
pengamatan
Menyusun kerangka
paragraf
deskriptif tentang
objek wisata lokal.
Mengembangkan
kerangka yang telah
disusun
menjadi paragraf
deskriptif tentang
objek wisata
Menggunakan frasa
ajektif dalam
paragraf deskriptif
Menyunting
paragraf
deskriptiftentang
objek wisata yang
ditulisteman
Menambah ilustrasi
yang
sesuaipada leaflet ya
ng dibuat.

Setelah merumuskan kompetensi PBKL yang diharapkan dan mengembangkan indikator


yang sesuai, langkah berikutnya adalah membuat pemetaan SK-KD, mengembangkan silabus
PBKL, mengembangkan RPP PBKL, dan membuat bahan ajar yang sesuai. Semua perangkat
yang dibuat guru haruslah memiliki kesesuaian. Untuk pemetaan SK-KD, pengembangan
silabus, RPP, dan bahan ajar akan disampaikan pada makalah lain.
F.

Penutup

Dalam menganalisis potensi eksternal dan internal, sekolah perlu membentuk tim yang
terdiri atas Kepala Sekolah, Waka Urusan Kurikulum, dan beberapa guru yang kompeten yang
ditunjuk oleh Kepala Sekolah. Berdasarkan analisis, sekolah dapat menentukan program PBKL
sekolah dengan tema besar yang bersifat khas, dengan mempertimbangkan kemudahan
pengintegrasian dalam berbagai mata pelajaran. Untuk itu, tema besar yang dipilih disarankan
tidak terlalu spesifik atau terlalu sempit.
Untuk efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan PBKL, dalam menentukan program dan
kompetensi PBKL, antara mata pelajaran satu dengan lainnya harus saling mengaitkan.
Dengan demikian, satu program PBKL dapat dilaksanakan oleh dua atau lebih mata pelajaran
yang KD-nya dapat dikaitkan. Dengan demikian, ketika melaksanakan pembelajaran PBKL
nantinya sekolah dapat melaksanakan pembelajaran proyek di luar sekolah dengan waktu
yang lebih panjang karena menggunakan gabungan jam pembelajaran beberapa mata
pelajaran. Tugas yang dibuat siswa pun efisien. Satu tugas merupakan gabungan kompetensi
beberapa mapel dan dinilai oleh beberapa guru sesuai dengan kompetensinya.
Dengan melakukan analisis yang cermat dan teliti, menentukan program PBKL yang
sesuai, dan menyiapkan segala perangkat pembelajaran PBKL, diharapkan sekolah akan dapat
menyelenggarakan pembelajaran PBKL dengan mudah dan memperoleh hasil sebagaimana
yang diharapkan.

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA


Murwati Widiani

Esensi Isi Perda Nomor 5 Tahun 2012

Perda DIY Nomor 5 Tahun 2011 berisi tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis
Budaya. Peraturan ini dibuat antara lain didasari pertimbangan bahwa pemerintah Provinsi DIY telah menetapkan
visi pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2025 sebagai pusat pendidikan, budaya dan tujuan
pariwisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera.

Konsep pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk memenuhi standar nasional
pendidikan yang diperkaya dengan keunggulan komparatif dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar
peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang unggul, cerdas,
visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta tanggap terhadap perkembangan dunia.

Nilai-nilai luhur budaya tersebut meliputi 18 macam nilai, yakni: kejujuran, kerendahan hati,
ketertiban/kedisiplinan, kesusilaan, kesopanan/kesantunan, kesabaran, kerjasama, toleransi, tanggung jawab,
keadilan, kepedulian, percaya diri, pengendalian diri, integritas, kerja keras/ keuletan/ketekunan, ketelitian,
kepemimpinan, dan/atau ketangguhan.

Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk:


a.

menyiapkan generasi muda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cinta tanah air dan bangsa,
berjiwa luhur, berbudaya, menjadi teladan, rela berkorban, kreatif dan inovatif serta profesional;

b.

mengembangkan pendidikan berkualitas untuk semua dan sepanjang hayat;

c.

mewujudkan Daerah sebagai acuan pendidikan Nasional;

d.

mewujudkan Daerah sebagai pusat pendidikan terkemuka di Asia Tenggara Tahun 2025;

e.

meningkatkan tata kelola dan akuntabilitas pendidikan;

f.

menciptakan inovasi pendidikan secara sistemik dan sinergis;

g.

h.
i.

menciptakan sinergitas satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat yang religius, berbudaya, edukatif, kreatif
dan inovatif serta menjunjung tinggi penegakan hukum;
mewujudkan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun; dan/atau
mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat.

Pengelolaan pendidikan meliputi: (a) perencanaan pendidikan; (b) penyediaan layanan pendidikan; (c) peningkatan
partisipasi pendidikan; (d) pemantauan dan evaluasi; (e) penjaminan mutu; dan (f) standar mutu pendidikan.

Standar mutu pendidikan berbasis budaya mencakup: standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan;
standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana; standar pengelolaan; standar pembiayaan;
dan standar penilaian pendidikan.

Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan berbasis budaya yang mengintegrasikan
muatan nilai luhur budaya dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, teknologi, humaniora, kesenian, olahraga dan
kegiatan sosial.
Standar Proses: mengedepankan partisipasi aktif peserta didik dengan memperhatikan keunikan pribadi, nilai
kebebasan berkreasi, kesopanan, ketertiban, kebahagiaan, kebersamaan, keadilan, dan saling menghormati.
SKL: Standar kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketentuan lebih lanjut mengenai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan diatur dengan Peraturan Gubernur.
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan: memenuhi prinsip profesionalitas dan memahami nilai luhur budaya;
wajib mengembangkan pemahaman dan menerapkan nilai luhur budaya. Pendidik dan tenaga kependidikan yang
tidak melaksanakan kewajiban mengembangkan pemahaman dan menerapkan nilai luhur budaya dikenai sanksi
administratif.
Standar sarpras meliputi SNP sebagai standar pelayanan minimal ditambah dengan sarana dan prasarana untuk
mendukung terlaksananya pendidikan berbasis budaya. Penyediaan sarpras merupakan tanggung jawab Pemda untuk
mendukung terlaksananya pendidikan berbasis budaya pada: rintisan sekolah bertaraf internasional; sekolah bertaraf
internasional; dan pendidikan khusus. Pemda membantu penyediaan sarana dan prasarana untuk mendukung
terlaksananya pendidikan berbasis budaya. Pemda melaksanakan pengawasan terhadap bantuan sarana dan
prasarana.

Standar Pengelolaan Pendidikan:


Standar pengelolaan pendidikan digunakan untuk kerangka dasar tata kelola pendidikan di jalur formal, nonformal
dan informal berbasis budaya. Pengelolaan satuan pendidikan jalur formal dilakukan melalui jenjang pendidikan
dasar dan menengah dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah. Pengelolaan satuan pendidikan jalur
nonformal dilakukan dengan menerapkan manajemen berbasis masyarakat. Pengelolaan pendidikan informal dikelola
secara mandiri oleh keluarga dan/atau lingkungan masyarakat.

Standar Pembiayaan:
Standar pembiayaan terdiri atas biaya investasi, biaya operasional dan biaya personal.
Pemda bertanggung jawab terhadap pembiayaan untuk mendukung terlaksananya pendidikan berbasis budaya pada
RSBI, SBI, dan pendidikan khusus.
Pemda bertanggung jawab terhadap pembiayaan untuk mendukung terlaksananya pendidikan layanan khusus sesuai
dengan kewenangannya.
Pemda membantu pembiayaan untuk mendukung terlaksananya pendidikan berbasis budaya pada satuan pendidikan di
jalur formal, nonformal, dan informal yang diselenggarakan masyarakat.
Pemda melaksanakan pengawasan terhadap bantuan pembiayaan.

Standar Penilaian:
Penilaian pendidikan meliputi: mekanisme; prosedur; dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian
dilaksanakan dengan pendekatan evaluasi berkesinambungan dan evaluasi otentik dengan menggunakan berbagai
metode. Evaluasi berkesinambungan adalah evaluasi hasil belajar yang diikuti dengan tindak lanjutnya, data hasil
evaluasi belajar dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyempurnakan program pembelajaran, memperbaiki
kelemahan-kelemahan pembelajaran, dan kegiatan bimbingan belajar pada peserta didik yang memerlukannya.
Evaluasi otentik adalah evaluasi yang berbasis kompetensi, peserta didik bisa dikatakan belajar dengan benar dan
baik bila sudah bisa mengimplementasikan hasil belajar dan mengaplikasikan keterampilannya dalam kehidupan
sehari-hari. Fokus pelaksanaan evaluasi otentik antara lain: mengevaluasi kemampuan peserta didik untuk
menganalisis materi pembelajaran dan kejadian di sekitarnya, mengevaluasi kemampuan peserta didik untuk
mengintegrasikan apa yang telah dipelajari, kreativitas, kemampuan kerja sama, dan kemampuan mengekspresikan
secara lisan dan praktik.

Penyelenggaraan Pendidikan di PAUD


Metoda pembelajaran yang digunakan dalam Pendidikan Anak Usia Dini dilakukan dengan cara belajar dan bermain
dengan mengedepankan pendidikan berbasis budaya dengan:
a.

mengenalkan nilai-nilai Agama dan Pancasila;

b.

mengenalkan lingkungan lokal;

c.

mengenalkan dasar-dasar kecakapan hidup;

d.

mengenalkan cara menyelamatkan diri dalam menghadapi bencana;

e.

menumbuhkan kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Penyelenggaraan Pendidikan Dasar


Metoda pembelajaran yang digunakan dilakukan melalui pengenalan, pemahaman, dan pengembangan IPTEK,
humaniora, kesenian, olahraga, dan kehidupan sosial serta budaya yang berkembang secara seimbang, sesuai
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
Pengenalan, pemahaman dan pengembangan dilakukan agar peserta didik:

mengerti dan mengamalkan nilai-nilai Agama dan Pancasila;

mampu mengembangkan kecerdasan dan dasar kepribadian;

mampu mengembangkan dasar-dasar kecakapan hidup;

memahami dan mampu melakukan perlindungan kebencanaan sesuai dengan usianya; dan

mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Penyelenggaraan Pendidikan Menengah


Metoda pembelajaran: dilakukan melalui pengenalan, pemahaman dan penerapan IPTEK, humaniora, kesenian dan
olahraga, kegiatan sosial serta budaya secara seimbang sesuai kebutuhan peserta didik serta kondisi perkembangan
dunia.
Pengenalan, pemahaman dan penerapan dilakukan agar peserta didik dapat mengembangkan diri dan melaksanakan
nilai-nilai luhur budaya sehingga:

mampu mengamalkan nilai-nilai Agama dan Pancasila;

menjadi manusia visioner yang cerdas;

mampu mengembangkan diri menjadi manusia yang berkualitas, mandiri, bijak, cerdas, terampil, bermoral, beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

mempunyai kesiapan dalam perlindungan kebencanaan untuk keselamatan diri dan lingkungan; dan

mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut dan atau dunia kerja.

Kewajiban satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik:


Satuan pendidikan harus menyelenggarakan pertemuan berkala dengan orang tua/wali peserta didik untuk:

memberikan pengetahuan pendidikan berbasis budaya;

menyelaraskan pola pendidikan dalam keluarga dan di sekolah; dan

mengkomunikasikan capaian belajar peserta didik.

Orang tua/wali peserta didik harus mendukung pertemuan berkala.

Implementasi Pendidikan Berbasis Budaya di Satuan Pendidikan

Setelah memahami isi Perda Nomor 5 Tahun 2011, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa satuan pendidikan
haruslah mengupayakan terwujudnya standar mutu pendidikan sesuai dengan 8 standar nasional pendidikan. Upaya
mewujudkan standar mutu pendidikan tersebut haruslah dilandasi dengan nilai-nilai luhur budaya. Nilai luhur budaya
yang dimaksud identik dengan pendidikan karakter yang harus ditanamkan pada peserta didik melalui berbagai
strategi.

Menanamkan nilai-nilai luhur budaya pada diri peserta didik bukan merupakan hal yang mudah, namun bisa
diupayakan dengan strategi keteladanan, program dan tindakan nyata, serta pembiasaan. Dari 18 nilai budaya yang
dimuat dalam peraturan daerah tersebut, masih kita jumpai kesenjangan yang mengilustrasikan belum tertanamnya
nilai-nilai tersebut pada diri peserta didik. Sebut saja hal tersebut sebagai potret buram di album sekolah.

Ada beberapa potret buram yang terlihat di banyak sekolah antara lain:

kurang percaya diri dan tidak jujur

kurang bisa mengendalikan diri dan terjadinya disintegrasi

lupa berterima kasih

tidak suka meminta maaf ketika melakukan kesalahan

tidak suka menolong orang lain

kurang menyayangi dan menjaga tanaman;

membuang sampah tidak pada tempatnya;

corat-coret tembok, bangku, meja, dan fasilitas sekolah lainnya.

Rasa kurang percaya diri dan sikap tidak jujur banyak terjadi pada siswa ketika harus menempuh ujian atau
mengerjakan tugas dari guru. Masih banyak siswa yang mencontek, meng-copy paste tugas dari milik orang lain
merupakan bukti nyata adanya ketidakjujuran.

Adanya perkelahian antarpelajar yang kini marak merupakan akibat dari kurangnya pengendalian diri dan kurangnya
sikap toleransi terhadap berbagai perbedaan dan keragaman. Akhirnya, terjadilah disintegrasi antarpelajar.

Lupa berterima kasih tampaknya merupakan hal sepele, namun sebenarnya budaya berterima kasih merupakan hal
penting yang harus ditanamkan pada peserta didik. Pernah terjadi dalam kegiatan Olimpiade Sains Nasional (OSN),
ketika dibagikan soal, dari 40 peserta, ternyata hanya ada 4 siswa (berasal dari sekolah yang sama) yang
mengucapkan terima kasih. Boleh dikatakan, sebagian besar siswa lupa berterima kasih ketika diberi kebaikan. Ini

adalah wacana menarik yang perlu dikaji asal muasalnya dan dicari solusinya agar peserta didik terbiasa berterima
kasih.

Selain dengan teguran, membiasakan berterima kasih harus dimulai dengan keteladanan. Para guru tidak cukup
menuntut siswanya mengucap terima kasih ketika diberi kebaikan sekecil apa pun, namun harus dimulai dari
gurunya. Mari kita melakukan refleksi diri, benarkah para guru di sekolah sudah terlebih dahulu mengucapkan terima
kasih, khususnya pada siswa? Misalnya ketika para siswanya sudah belajar dengan baik, mengumpulkan tugas tepat
waktu, memperhatikan guru, atau kebaikan lain yang tampaknya memang sudah sewajarnya? Jika kita (guru) sudah
melakukannya, niscaya tanpa banyak nasihat pun mereka akan terbiasa mengucapkan terima kasih. Benar kata
Rosihan Anwar, semua berawal dari keteladanan.

Sudaryanto (2011), seorang penulis muda yang terinspirasi menulis karena kisah dalam OSN yang pernah saya
ceritakan menyimpulkan, Bila orang tua biasa berucap terima kasih, anak secara alamiah akan mengikutinya.
Sebaliknya, jika orang tua enggan berucap terima kasih, anak akan mengikutinya juga. Demikian pula guru di lingkup
persekolahan. Pendek kata, keteladanan menjadi faktor dominan dalam pembentukan karakter seorang anak.

Potret buram berikutnya adalah tidak suka minta maaf jika melakukan kesalahan. Kita sering menegur siswa yang
memakai pakaian kurang rapi, bertanya mengapa terlambat, atau mengapa tidak mengerjakan PR. Semua yang
dilakukan siswa adalah kesalahan, namun amat jarang siswa yang meminta maaf secara spontan. Yang mereka
lakukan ketika terlambat atau tidak mengerjakan tugas adalah terburu-buru menyampaikan berbagai alasan untuk
menutupi kesalahannya. Lalu, mengapa para siswa agak sulit meminta maaf jika melakukan kesalahan? Sebagai
guru, kita wajib berwas-was. Jangan jangan karena gurunya juga jarang meminta maaf di hadapan para siswa.
Contoh konkret, kita dapat bertanya pada diri sendiri, apakah guru meminta maaf ketika terlambat masuk kelas?
Sudahkah guru meminta maaf ketika belum sempat mengoreksi dan mengembalikan pekerjaan siswa? Atau ketika
salah atau kurang jelas dalam menjelaskan suatu konsep?

Mungkin sebagian orang menganggap meminta maaf di hadapan siswa akan menurunkan kewibawaan. Pandangan
semacam itu merupakan pandangan yang sangat keliru. Justru ketika seseorang mengakui kesalahan dan meminta
maaf, keluhurannya akan tampak, jiwa ksatria akan terlihat. Tentu saja permintaan maaf haruslah disertai dengan
kesungguhan untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama. Dengan demikian, sebenarnya pengakuan salah dan
permintaan maaf dapat dijadikan cemeti diri bagi seseorang.

Sikap tidak suka menolong orang lain, masih terjadi pada diri peserta didik. Pernah suatu saat saya berkunjung ke
sebuah sekolah, sebut saja SMP A. Kebetulan saat itu jam istirahat. Dari luar pagar saya melihat banyak siswa sedang
bermain basket dan banyak pula yang sedang duduk-duduk santai. Pintu gerbang yang akan saya masuki hanya
terbuka separuh sehingga tidak cukup untuk masuk kendaraan. Saya sengaja menunggu beberapa saat, berharap ada
satu atau dua orang siswa yang berbaik hati untuk membukakan pintu. Beberapa menit saya tunggu, ternyata tidak
seorang pun yang beranjak. Akhirnya, saya turun, mendorong gerbang sendiri di hadapan anak-anak yang hanya
melihat. Cerita ini merupakan bukti nyata dari sikap tidak suka menolong orang lain atau kurang peduli sosial.
Budaya individualis memang sudah merambah di kalangan anak bangsa. Kebiasaan kebanyakan anak sekarang yang
sering sibuk dengan dunianya sendiri, terlalu sering bergelut dengan teknologi modern (HP, komputer dan internet)
telah membuat anak kurang bersosialisasi. Dari kondisi ini, terbentuklah sikap cuek dan tidak peduli.
Sering kita lihat banyak orang (juga siswa) berkumpul di suatu tempat dalam acara arisan, rapat, atau keakraban,
tetapi justru sibuk dengan dunianya masing-masing. Dengan HP di tangannya, mereka sibuk berkirim dan membalas

SMS, membuka facebook, bermain game, atau ngenet. Inilah dampak dari teknologi canggih yang kini menjajah
sebagian besar anak bangsa. Kebiasaan yang telah membentuk orang menjadi egois, individualis, dan cuek.

Jika dibiarkan, kita akan memiliki generasi yang kurang peduli, kurang peka, dan kurang bisa bekerja
sama dalam tim. Gurulah yang harus membiasakan anak tidak bersifat individualis. Oleh karena itu, dalam
proses pembelajaran, guru haruslah mengembangkan sikap kerja sama melalui learning
community dengan menerapkan metode yang kooperatif dan kolaboratif. Dalam Permendiknas nomor 41
tahun 2007 tentang standar proses disebutkan: proses pembelajaran harus interaktif,
inspiratif,menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran yang interaktif dapat dimaknai
pembelajaran yang memunculkan adanya interaksi antara siswa dan guru, siswa dan siswa, serta siswa
dengan sumber belajar lainnya. Melalui pembelajaran interaktif, kemampuan afektif siswa berupa
kemampuan kerja sama akan terwujud.

Selain itu, BUDAYA 3-S (Senyum, Sapa, Salam) yang kini terpampang di hampir semua sekolah, jika
diamalkan benar juga akan dapat mengurangi kebiasaan cuek. Untuk mengamalkan slogan tersebut
tentu harus dipelopori kepala sekolah, guru, dan juga tenaga kependidikan. Biasakan berada di sekolah
sebelum para siswa datang. Berdirilah di gerbang sekolah untuk menyambut kedatangan siswa. Salami
mereka, sapa dengan pertanyaan-pertanyaan ringan, tepuk bahunya sambil memberi sedikit nasihat. Jika
hal itu terus dilakukan, kedekatan antara siswa dan guru/tendik akan lebih terjalin. Begitu pula sikap
ramah dan peduli sosial pada siswa akan bertambah.

Kurang Peduli Lingkungan


Sering kita melihat siswa kurang peduli terhadap lingkungan, suka membuang sampah tidak pada
tempatnya, merusak lingkungan dengan corat-coret di tembok, meja, bangku dan fasilitas sekolah
lainnya. Apa sebenarnya yang menyebabkan mereka berbuat demikian? Kekurangpedulian terhadap
lingkungan memang merupakan kebiasaan yang sudah hampir membudaya di negeri ini. Tidak terbatas
hanya di sekolah, lihat saja banyak orang dengan sangat biasa membuang puntung rokok atau bungkus
permen di mana pun mereka berada. Mereka tidak pernah berpikir perbuatannya akan mengotori
lingkungan atau mengganggu kenyamanan orang.
Untuk menyikapi perilaku kurang peduli lingkungan yang sudah membudaya, sekolah dapat dijadikan
laboratorium untuk mengubah sedikit demi sedikit agar menjadi lebih peduli lingkungan.
Seperti dikemukakan Nana Supriatna, http://karakter-smkn2depoksleman.org, Sebagai laboratorium pendidikan
karakter, sekolah dapat menjadi contoh pembentukan karakter peduli pada lingkungan. Hal itu juga relevan dengan
semangat green living, ecoliving, ecocity, dan lain-lain yang kini menjadi jargon dalam gerakan hijau untuk
menangkal pemanasan global (global -warming) serta semakin terbatasnya sumber daya alam akibat eksploitasi yang
berlebihan guna memenuhi kebutuhan konsumen. Sebagai contoh, sekolah yang memiliki halaman yang sempit atau
luas yang ditanami oleh rumput, taman hijau serta pohon pelindung, memiliki ruang-ruang kelas dengan jendela
terbuka dan tanpa mesin pendingin (AC) merupakan tempat yang baik untuk mengondisikan siswa membentuk
karakter peduli lingkungan dan peduli sosial. Kebijakan kepala sekolah yang meminta para siswa yang bertempat
tinggal dekat dengan sekolah untuk berjalan kaki pulang dan pergi serta menggunakan sepeda bagi mereka yang
bertempat tinggal agak jauh merupakan kebijakan yang baik untuk menghemat penggunaan bahan bakar yang

semakin terbatas. Sebaliknya, sekolah yang mengganti halaman rumput dengan lapangan semen untuk upacara dan
tempat parkir, mengganti pohon dan pagar tanaman dengan gerbang sekolah dari beton, menciptakan ruang kelas
tertutup dengan penerangan listrik dan berpendingin (AC), merupakan kebijakan yang tidak relevan dengan
pendidikan karakter peduli lingkungan.

Jika sekolah berhasil berperan sebagai laboratorium pendidikan karakter peduli lingkungan, diharapkan para siswa
juga akan menerapkannya di rumah dan di masyarakat. Hal pertama yang sederhana, sekolah harus mencukupkan
fasilitas kebersihan seperti sapu, serok, tempat sampah yang lengkap, dan sarana air. Hal penting yang harus
diperhatikan sekolah adalah kamar kecil atau toilet. Pernah ada orang mengatakan bahwa jika ingin melihat
karakter bersih dari penghuni sebuah rumah atau sekolah, lihatlah toiletnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada puncak peringatan Hardiknas di Istana Negara (Selasa, 11 Mei 2010)
mengutarakan:
Saudara-saudara, kalau saya berkunjung ke SD, SMP, Saudara sering mendampingi saya, sebelum saya
dipresentasikan sesuatu yang jauh, yang maju, yang membanggakan, Saya lihat kamar mandi dan WC-nya bersih
tidak, bau tidak, airnya ada tidak. Ada nggak tumbuhan supaya tidak kerontang di situ. Kebersihan secara umum,
ketertiban secara umum. Sebab kalau anak kita TK, SD, SMP selama 10 tahun lebih tiap hari berada dalam
lingkungan yang bersih, lingkungan yang tertib, lingkungan yang teratur itu ada values creation. Ada character
building dari segi itu. Jadi bisa kita lakukan semuanya itu dengan sebaik-baiknya. (Puskurbuk, 2011:8).

Mengimplementasikan pendidikan berbasis budaya di sekolah dapat dilakukan dengan menganalisis berbagai
kesenjangan yang terjadi, kemudian berusaha menerapkan solusi. Berbagai potret buram di sekolah terkait dengan
pengamalan nilai-nilai budaya harus dicari penyebabnya, kemudian diupayakan agar tidak terjadi lagi. Jika
diupayakan dengan berbagai aksi, program kegiatan, teguran, keteladanan, dan pembiasaan, niscaya potret buram
itu akan terhapus. Penanaman nilai-nilai budaya bukan hanya tanggung jawab guru PKn, guru agama, atau guru BK,
melainkan juga tanggung jawab semua guru dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah. Secara umum, semua
guru sebagaimana yang sudah dilakukan adalah mengintegrasikan nilai-nilai budaya atau pendidikan karakter ke
dalam perencanaan pembelajaran atau memasukkannya ke dalam silabus dan RPP. Namun, tidaklah cukup atau
penting jika dalam implementasi masih miskin dengan tindakan nyata. Pendidikan berbasis budaya itu nyata bukan
teoretis. Jadi, keteladanan, tindakan nyata akan lebih baik daripada seribu nasihat.

Bahan Bacaan

Depdiknas. (2007). Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta.
Nana Supriatna. Sekolah sebagai Laboratorium Pendidikan Karakter. http://karakter-smkn2depoksleman.org,
diakses tanggal 5 Desember 2011.
Puskurbuk. (2011) Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Berdasarkan Pengalaman di Satuan Pendidikan
Rintisan). Jakarta: Balitbang, Kemendiknas.
Sudaryanto. Mata Kuliah Berterima Kasih dalam Alumny, Media Komunikasi Alumni UNY. Desember 2011.
Yogyakarta.

___Perda DIY Nomor 5 Tahun 2011

Anda mungkin juga menyukai