KASUS MEDIS
Disusun oleh:
dr. Deborah Josephine Theresia
dr. Gloria Katrin Evasari
dr. Raja Amelia Putriana
dr. Dhita Andini
dr. Aldila Vidya
dr.Muhammad Nur Hanief
RSUD BENDAN
KOTA PEKALONGAN
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Lokasi Wahana
No.
Tanda Tangan
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia
Bumil
Deskripsi : Dewasa , laki-laki, 21 tahun, mengalami rasa mengganjal pada
tenggorokan
Tujuan
Tonsil
Bahan bahasan
Cara membahas
Pos
Data pasien
:Nama : Tn.S
Nama Klinik : RSUD Telp :
Bendan
2015
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Selama satu tahun,pasien mengeluhkan
nyeri menelan disertai benjolan dilehernya dan rasa mengganjal di
tenggorokan.Jika tidur sering mendengkur.Pasien juga merasakan nyeri
ketika berbicara.Riwayat infeksi telinga tengah (-),riwayat sinusitis (-)
: (+)
:disangkal
:disangkal
:disangkal
: (+)
5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik : Pasien tinggal bersama orang tua.
Lingkungan pemukiman padat di Kota Pekalongan.
6. Pemeriksaan Fisik:
a. Status Generalis
Kesadaran
: Compos mentis
Aktivitas
: Normoaktif
Kooperativitas : Baik
Status Gizi
: Cukup
Vital Sign
: Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Denyut Nadi
: 82 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 37,5C
Kulit
:turgor kulit cukup
Konjungtiva :pucat (-/-)
Jantung
:tak ada kelainan
Paru
:tak ada kelainan
Hati
:tak ada kelainan
Limpa
:tak ada kelainan
Anggota gerak :dalam batas normal
Ekstremitas
Atas
Bawah
7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah (25 Novwmber 2015)
Leukosit
: 12,89 x 103/uL
Eritrosit
: 5,6 x 106/uL
Haemoglobin
: 15,6 g/dL
Hematokrit
: 46,1%
Trombosit
: 409 x 103/uL
Hitung Jenis
: - Neutrofil
: 59%
: 32,3%
: 5,8%
: 2,10%
: 0,6%
Lymphosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
PT
: 12,0 detik
APTT
: 22,4 detik
INR
: 1,04 detik
: Tekanan Darah
Denyut Nadi
Pernapasan
Suhu
: 120/80 mmHg
: 110 x/menit
: 24 x/menit
: 37.5 C
b. Status Umum
Kepala dan leher
Kepala
: mesosefal
Wajah
: simetris
Leher
: karies (+)
Lidah
Palatum
Pipi
Tenggorok
Orofaring
Palatum
Arkus faring
: simetris
Mukosa
Tonsil
KANAN
- Ukuran
KIRI
T3
T3
Tonsil
KANAN
KIRI
Warna
: hiperemis (+)
hiperemis (+)
Permukaan
: tidak rata
tidak rata
Detritus
(+)
Membran
: (-)
(-)
Kripte
melebar
melebar
Peritonsil
abses (-)
abses (-)
(+)
Sinus
Rinoskopi anterior
KANAN
KIRI
Discaj
(-)
Mukosa
hiperemis (-)
hiperemis
hipertrofi (-)
hipertrofi
Septum
deviasi
deviasi
Diafanoskopi
tidak dilakukan
(-)
(-)
Konka
(-)
(-)
(-)
tidak
dilakukan
Telinga
KANAN
KIRI
Mastoid
nyeri tekan
tanda radang
(-)
(-)
Preaurikula
tragus(-)
Fistel (-)
Retroaurikula
Fistel (-)
nyeri
Abses
abses
tekan(-)
(-)
(-)
Aurikula
nyeri tarik
(-)
Kanalis eksternus
edema(-),hiperemis(-)
edema(-),hiperemis(-)
Discaj
(-)
(-)
MEMBRANA TIMPANI
Warna
Putih(+)
Putih(+)
Tonsil
KANAN
KIRI
- Ukuran
T0
T0
Tonsil
KANAN
KIRI
Warna
: hiperemis (-)
hiperemis (-)
tidak rata
Detritus
: (-)
(-)
Membran
: (-)
(-)
Kripte
: melebar
melebar
Peritonsil
abses (-)
abses (-)
Sinus
KIRI
Discaj
(-)
(-)
Mukosa
hiperemis (-)
hiperemis (-)
Konka
hipertrofi (-)
hipertrofi (-)
Septum
deviasi
deviasi
Diafanoskopi
tidak dilakukan
(-)
(-)
tidak dilakukan
Telinga
KANAN
KIRI
Mastoid
nyeri tekan
tanda
nyeri tekan
Fistel (-)
Fistel (-)
nyeri
(-)
radang (-)
Preaurikula
tragus(-)
Retroaurikula
tekan(-)
Abses
(-)
abses
(-)
Aurikula
nyeri tarik
(-)
Kanalis eksternus edema(-),hiperemis(-)
edema(-),hiperemis(-)
Discaj
(-)
(-)
MEMBRANA TIMPANI
Warna
Putih (+)
Putih(+)
Arkus faring
: simetris
Mukosa
Tonsil
KANAN
KIRI
T0
T0
Tonsil
KANAN
KIRI
Warna
: hiperemis (-)
hiperemis (-)
Permukaan
: tidak rata
tidak rata
Detritus
: (-)
(-)
Membran
: (-)
(-)
Kripte
: melebar
melebar
Peritonsil
: abses (-)
abses (-)
- Ukuran
Sinus
Rinoskopi anterior
KANAN
KIRI
Discaj
(-)
(-)
Mukosa
hiperemis (-)
hiperemis (-)
Konka
hipertrofi (-)
hipertrofi (-)
Septum
deviasi
(-)
Diafanoskopi
tidak dilakukan
deviasi
(-)
tidak dilakukan
Telinga
KANAN
KIRI
Mastoid
Fistel (-)
Fistel (-)
nyeri tekan(-)
Abses (-)
abses
Aurikula
Kanalis eksternus
edema(-), hiperemis(-)
edema(-),hiperemis(-)
Discaj
(-)
(-)
Preaurikula
Retroaurikula
(-)
MEMBRANA TIMPANI
Warna
Putih(+)
Putih(+)
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Odinofagi
Odinofagi atau nyeri tenggorok merupakan gejala yang sering dikeluhkan
akibat adanya kelainan atau peradangan di daerah nasofaring, orofaring dan
hipofaring.
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini
mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra
servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring,
sedangkan dengan taring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke
bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada
orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding
faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar)
selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring
(hipofaring).
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan
otot.
Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergan-tung pada letaknya. Pada
nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya
bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di
bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk
saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang
terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan
tubuh terdepan.
10
11
membentuk
arkus
anterior
faring
dan
kerjanya
media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening
retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media
mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal
dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah
bening servikal dalam bawah. Berdasarkan letaknya faring dibagi atas :
12
1. Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian
bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan
ke belakang adalah vertebra servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat
dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada
dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa
Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring
di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare,
yang dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus dan n.asesorius spinal saraf
kranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan
foramen laserum dan muara tuba Eustachius.
2. Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah
palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah
rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatin, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior,
uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.
Dinding Posterior Faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada
radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otototot di bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan
otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.
Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas
lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut
kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fosa supra
13
tonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat
nanah memecah ke luar bila lerjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang
merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya
bukan merupakan kapsul yang sebenarnya
Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.
Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan
tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam
fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya
melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam
dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah
epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya
ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut
kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah
dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari a. palatina
minor, a. palatina asendens, cabang tonsil a. maksila eksterna, a. faring
asendens dan a. lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan
dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di
sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut
yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang
menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan
tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus
tiroglosus.
14
3. Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas
anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah
vertebra servikal. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada
pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan
laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah
ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral
pada tiap sisi. Valekula disebut juga "kantong pil" (pill pockets), sebab pada
beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ.
Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk
omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadangkadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya
sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita
suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke
sinus piriformis dan ke esofagus.
Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap
sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia
lokal di faring dan laring pada tindakari laringoskopi langsung.
Ruang Faringeal
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik
mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang para-faring.
1. Ruang Retrofaring (Retropharyngeal Space)
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri
dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini
berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari
dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia
servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada
15
16
disini disengaja (voluntary). Fase faringal yaitu pada waktu transpor bolus
makanan melalui faring. Gerakan disini tidak sengaja (involuntary). Fase
esofagal. Di sini gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan
bergerak secara peristaltik di esofagus menuju lambung. Proses menelan
selanjutnya dibicarakan dalam bab esofagus.
Fungsi Faring Dalam Proses Bicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole
ke arah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat
dan melibatkan mula-mula m.salpingo faring dan m. palatofaring, kemudian
m.levator veli palatini bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada
gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole
ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa
ini diisi oieh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang
terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakan m.palatofaring (bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada
waktu yang bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada
periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolian ini timbul
dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
17
18
kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok dan minum alkohol, inhalasi uap
yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya
faringitis kronis adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena
hidungnya tersumbat.
a. Faringitis kronis hiperplastik
Patologi
Pada faringitis kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan
lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata, disebut granular.
Gejala
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok gatal dan kering dan
akhirnya batuk yang bereak.
Terapi
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat
kimia larutan nitras argenti. Kaustik juga dapat dilakukan dengan listrik
(electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet
isap di samping obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit di hidung
dan sinus paranasal harus diobati.
b. Faringitis kronis atrofi
Etiologi
Faringitis kronis atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi.
Pada
rinitis
atrofi,
udara
pernapasan
tidak
diatur
suhu
serta
19
Terapi
Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis
kronis atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan
mulut.
3. Faringitis spesifik
a. Faringitis iuetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring
seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung
pada stadium penyakit primer, sekunder atau tertier.
Stadium primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole,
tonsil dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila
infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti
ulkus pada genetalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran
kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.
Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring
yang menjalar ke arah laring.
Stadium tertier
Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan
palatum. Jarang pada dinding posterior faring. Guma pada dinding
posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal dan bila pecah dapat
menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila
sembuh akan terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan
fungsi palatum secara permanen.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan serologik dan terapi
Penisilin dalam dosis tinggi merupakan obat pilihan utama.
20
b. Faringitis tuberkulosa
Faringitis tuberkulosa merupakan proses sekunder dari tuberkulosis
paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul
tuberkulosis faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan
sputum yang mengandung kuman atau inahalasi kuman melalui udara.
Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis
miliaris. Saat ini juga penyebaran secara limfogen. Bila infeksi timbul
secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering
ditemukan pada dirtding posterior faring, arkus faring anterior, dinding
lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional
leher membengkak.
Gejala
Keadaan, umum pasien buruk karena anoreksi dan odinbfagi. Pasien
mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta
pembesaran kelenjar limfa servikal.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil
tahan asam, foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru dan biopsi
jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta
mencari basil tahan asam di jaringan
Terapi
Sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.
21
Tonsilitis
(1) Tonsilitis akut
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus
hemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridan dan Streptokokus piogenes.
22
23
24
napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila
diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila
infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck)
atau disebut juga Burgemeester's hals.
c. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat
terjadi miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai saraf
kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot
pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.
Diagnosis
Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik
dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan
bawah membran semu dan didapatkan kuman Coryne bacterium
diphteriae.
Terapi
Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil
kultur, dengan dosis 20.000 - 100.000 unit tergantung dari umur dan
beratnya penyakit.
Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25 -50 mg per kg berat badan
dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.
Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari.
Antipiretik untuk simtomatis.
Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus
istirahat di tempat tidur selama 2 - 3 minggu.
Komplikasi
Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke
laring dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda pasien makin cepat
timbul komplikasi ini.
25
26
27
Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa
juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses
berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula:
Gejala dan tanda
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang
mengganjal di tenggorok, tenggorok dirasakan kering dan napas berbau.
Terapi
Terapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur atau obat
isap
Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, artritis, miositis, nefritis. uveitis, iridosiklitis, dermatitis,
pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
Tonsilektomi diiakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.
Indikasi tonsilektomi
(1) Sumbatan
(a) Hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan napas
(b) Sleep apnea
(c) Gangguan menelan
28
29
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik, pemeriksaan
rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada
waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit),
pemeriksaan digital dan pemeriksaan radiologik dengan membuat foto lateral
kepala (pemeriksaan ini lebih sering dilakukan pada anak).
Terapi
Pada hiperplasia adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara
kuretase memakai adenotom.
30
31
DAFTAR PUSTAKA
Ajar
Penyakit
THT
32
(+).demam (+).
Pemeriksaan fisik :keadaan umum baik,compos
mentis,normoaktif,demam 37,5 C
Pada pemeriksaan tenggorok,tonsil kanan dan kiri ukuran T4-T4, tidak
hiperemis pada tonsil kanan dan kiri,permukaan tidak rata,detritus
,kripte melebar.
Pemeriksaan laboratorium (ASTO 1/400).
3. Assesment (penalaran klinis):
Pada tanggal 26 November 2015,pukul 09.30 WIB di poli THT-KL RSUD
BENDAN,keadaan umum pasien tampsak sakit sedang,nyeri tenggorokan
(+),nyeri saat minum (+),nyeri saat menelan ludah (+),sakit mdenelan
(+),tidur mengorok (+),napas berbau (-),demam 37,5 C.Pasien mengalami
riwayat tonsilitis berulang sejak usia dini.Selain itu,kedua orang tua pasien
mengalami
riwayat
penyakit
serupa.Pada
tanggal
25
November
spesialis
33
THT-KL.
Pada tanggal 27 November 2015,pukul 17.30 WIB,pasca operasi dilakukan
rawat inap di bangsal.Keadaan umum dan vital sign baik,compos
mentis.Pada pemeriksaan fisik THT-KL pasca operasi ,pemeriksaan telinga
tidak
didapatkan
kelainan,pemeriksaan
hidung
tidak
didapatkan
kelainan,pemeriksaan tenggorokan ukuran tonsil kanan dan kiri T0T0,permukaan tonsil kanan dna kiri rata,pada tonsil kanan dan kiri tidak
terdapat detritus,tonsil kanan dan kiri tidak hiperemis.
4. Plan
:
Diagnosis
Pengobatan
Pada kasus ini,karena terjadi tonsilitis berulang kali sejak usia dini
hingga dewasa,tidak mengalami penyembuhan tuntas dengan pengobatan
yang lama,pada hasil lab terdapat peningatan nilai ASTO >1/200,yaitu
1/400,sehingga dilakukan tindakan operatif,yaitu tonsilektomi bilateral,yang
dilakukan oleh dokter spesialis THT-KL.
Terapi post operasi adalah Infus RL 20 tpm,Injeksi Pycin 1 amp/8
jam,Inj Ketorolac 1 amp/8 jam,Injeksi Deksam4etason
Pemantauan
1. Respon terapi
2. ASTO turun tidak segera,tetap harus diwaspadai dan dievaluasi pasca
operasi.
3. Komplikasi tonsilektomi
Penyuluhan
1. Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat teratur.
2. Menjelaskan kepada pasien untuk makan makan bergizi, banyak minum
air putih, tidak mengkonsumsi air es, dan istirahat cukup.
3. Menganjurkan pasien untuk menjaga higienitas oralnya, berhenti
34
35
2016
Dokter Internsip
Pendamping
36