Sebagai seorang praktisi (saat ini Budi menjabat Direktur PT Sari Ayu
Martha Tilaar), ia sendiri mengaku iri atas keberanian Wingsfood.
Pasalnya, di saat yang lain menghindari persaingan langsung dengan
berlindung di balik dalih Blue Ocean Strategy, Wingsfood malah
menantang sang pemimpin pasar. Hasilnya tidak mengecewakan, karena
Mie Sedaap berhasil mencuri pasar Indofood yang diperkirakan mencapai
20%. Padahal Indofood memiliki brand yang telah generik, ujarnya.
Budi juga melihat, selain berhasil melakukan terobosan pada aspek rasa,
Mie Sedaap pun mampu menghajar Indofood dari sisi distribusi. Ia
melihat, ketika pertama kali penetrasi ke pasar, Mie Sedaap menerobos
pasar modern dulu. Setelah itu baru masuk ke jalur yang susah ditembus,
yakni kalangan pedagang kelontong dan grosir. Sebab, untuk masuk ke
sini harus banyak melakukan promo dan memberikan hadiah, tuturnya.
Dalam praktiknya, Mie Sedaap memang tidak segan-segan memberi term
of payment atau jangka waktu pembayaran 30-60 hari. Langkah seperti
ini mengingatkan ketika Indofood pada masa awal berkiprah berani
memberikan hadiah emas dan lain-lain apabila penjualnya berhasil
mencapai target yang ditetapkan. Hebatnya lagi, sekarang warungwarung mi pinggir jalan juga berhasil ditembus Mie Sedaap. Padahal dulu
warung-warung pinggir jalan itu turut memperkokoh benteng pertahanan
Indofood.
Trik Wingsfood juga dinilai jitu dalam hal menciptakan merek. Kekuatan
Indofood di mereknya yang sudah menjadi generik, mi instan ya Indomie.
Lalu, Wingsfood mencari nama yang generik juga, yaitu sedap. Karena
orang menilai makanan yang nikmat, pasti sedap. Tapi kata umum tak
boleh dipatenkan, maka a -nya ditambah satu, sedaap, Budi
menguraikan.
Mencermati soal iklannya, menurut Budi, dalam teori periklanan dikenal
5M: mission, message, media, money and measurement. Dari sisi misi,
Wingsfood ingin menggantikan nama generik Indomie dengan merek
sedap. Dari sisi message, iklan-iklannya mengandung pesan yang jelas,
sedap, dengan slogan citra (tag line): Begitu nyoba langsung suka,
semua orang langsung suka. Kemudian pemilihan medianya, iklannya
hampir di semua media dan di program-program TV yang rating-nya
tinggi. Bahkan sebelum peluncuran ada soft launching, dengan billboardbillboard di tepi jalan dipenuhi kalimat misterius: Sebentar lagi, nantikan
yang satu ini. Kalau mie instan sudah biasa. Ini membuat orang bertanyatanya apa nih yang akan keluar, ujar Budi.
Tak kalah menarik, dana iklannya (money) menurut perhitungan Budi,
luar biasa. Dari durasi dan intensitas iklannya bisa diraba besarnya
investasi yang digelontorkan Wingsfood. Lalu terakhir, measurement atau
alat ukurnya. Wings pasti punya marketing intelligence sendiri untuk
mengukur pasarnya setelah beriklan. Dan hal ini diimbangi lagi dengan
consumer promo yang gila-gilaan, papar Budi. Ia sendiri mengaku
mendengar Grup Wings sampai merasa perlu membeli pabrik piring demi
menopang langkahnya terjun ke bisnis mi instan. Saya sempat
mendengar hal ini. Entah benar atau tidak, ujarnya buru-buru
mengoreksi.
Budi menduga kebiasaan Wingsfood berani melawan market leader justru
karena ada keuntungan yang bisa dipetik. Pasarnya sudah besar dan
pemimpin pasarnya lengah, kata Budi. Karena sering berhasil, ini seperti
sudah jadi trademark-nya, sambungnya.
Ia melihat tampaknya tim Wingsfood daripada repot-repot berpikir
inovasi, lebih baik mempelajari kunci sukses dan kekuatan sang
pemimpin pasar lalu dicari kelemahannya. Itu salah satu teori hardball,
ujar Budi.
Yadi Budi Setiawan memberi catatan khusus pada aspek strategi yang
digelar Wingsfood, yang dilihatnya memiliki strategi regional: Indonesia
Timur dan Indonesia Barat. Ini bukan cuma dari sisi penjualan, tapi juga
sisi pemasaran dan promosi. Contoh implementasi strateginya, di
Indonesia Timur (Jawa Timur sampai Sulawesi), distribusi produknya lebih
ke akar rumput. Mereka menjual ke gerobak dorong, rombong, depot dan
melayani pembelian mi yang hanya 300-500 ribu bungkus, paparnya.
Sementara di Indonesia Barat Wingsfood lebih fokus ke pasar modern dan
grosir menengah. Indofood seolah-olah menghadapi dua pasukan,
padahal mereka dari satu perusahaan, kata Yadi melukiskan.
Agaknya strategi Wingsfood ini juga didukung timing yang pas. Pasalnya,
Mie Sedaap hadir pada waktu monopoli terigu Indofood sudah runtuh. Di
saat yang sama pula pemain-pemain lain berguguran.
Meski tergolong berhasil, pihak Wingsfood tak mau banyak berkomentar
tentang Mie Sedaap. Namun, sebuah sumber di Wingsfood buka kartu
bahwa dalam menciptakan citarasa Mie Sedaap, Wingsfood sebelumnya
melakukan survei dan testing. Mereka melakukannya di beberapa kota
besar di Indonesia seperti Surabaya dan Jakarta yang prosesnya
memakan waktu sampai 6 bulan. Kami tidak khawatir sekalipun Indofood
mengeluarkan SuperMie Sedaap. Begitu dibuka persaingan bebas, mereka
kaget. Yang namanya orang berdagang yang penting kan pasar yang
menerimanya, ujarnya dengan santai. Diceritakannya, dulu saat
Wingsfood memberi hadiah piring, pihak Indofood kesal. Sekarang justru
mereka yang masih tetap mempraktikkan pola beli lima gratis satu, ia
menambahkan. Mengomentari langkah Indofood, Buat apa (Indofood)
promosi, kalau barangnya tidak ada yang cari, katanya rada jumawa.
Sayangnya, pihak Indofood tak bersedia berkomentar banyak seputar
gebrakan Wingsfood di pasar mi instan. Evelyn L. Atmaja, GM Pemasaran
dan Penjualan PT Indofood Sukses Makmur hanya mengklaim kini pangsa
pasarnya mencapai 80% dengan pendapatan per tahunnya menembus