Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS BAHAN MAKANAN


(Analisis Kulaitatif Zat Warna Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis)

KELOMPOK 11 - (FARMASI 4A)


Irma Nurlistiawati

31112024

Novy Novyawati

31112034

Rizal Nur Fadillah

31110042

Yayu Tresnasari

31112055

PRORGAM STUDI S1 FARMASI


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2015

I.

Tujuan
Untuk mengetahui zat warna violet 6B pada sampel agar dengan menggunakan
metode kromatografi lapis tipis.

II.

Prinsip
Pemisahan komponenn kimia berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi
secara selektif adanya perbedan daya serap terhadap adsorben dan kelarutan
komponen kimia terhadap cairan pengelusi.

III.

Dasar teori
Warna merupakan salah satu aspek penting dalam hal penerimaan
konsumen terhadap suatu produk pangan. Warna dalam bahan pangan dapat
menjadi ukuran terhadap mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator
kesegaran atau kematangan (Winarno, 1992) bahwa apabila suatu produk pangan
memiliki nilai gizi yang baik, enak dan tekstur yang sangat baik akan tetapi jika
memiliki warna yang tidak sedap dipandang akan memberi kesan bahwa produk
pangan tersebut telah menyimpang.
Menurut International food information council foundation (IFIC) 1994,
pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan
warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat
produk lebih menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes 1999 lebih sederhana,
yaitu Bahan Tambahan Pangan (BTP) dapat memperbaiki atau memberi warna
pada pangan.
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada
beberapa faktor, diantaranya adalah cita rasa, tekstur, nilai gizinya, serta sifat
mikrobiologis. Tetapi, sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual
faktor warna akan tampil lebih dahulu dan terkadang akan sangat menentukan. Zat
warna makanan merupakan penentu nilai gizi suatu bahan makanan. Selain
sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai
indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau
pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
Ada hal-hal yang mungkin memberikan dampak negatif dalam penggunaan
bahan pewarna sintetis apabila :

a.

Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun


berulang.

b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.


c.

Kelompok masyarakat yang luas dengan daya tahan yang berbedabeda yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu
makanan sehari-hari dan keadaan fisik.

d.

Beberapa masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis secara


berlebihan.

e.

Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang


tidak memenuhi persyaratan.

Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya daun
suji, atau daun pandan untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning. Dan
seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka saat ini
juga telah ditemukan suatu zat warna sintetis yang penggunaannya lebih praktis
dan harganya yang juga lebih murah. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya
dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan
pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.
Semua zat pewarna alami dapat digunakan dalam pengolahan pangan, tetapi
tidak begitu dengan pewarna sintetis. Pewarna sintetis yang biasa digunakan
dalam pengolahan pangan biasa di sebut dengan Food Colour.
a.

Pewarna Alami
Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,

hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu
digunakan

untuk

pewarna

makanan

dan

sampai

sekarang

umumnya

penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis.


Warna makanan dapat disebabkan oleh pigmen alam atau pewarna yang
ditambahkan. Pigmen alam adalah segolongan senyawa yang berasal dari hewan
atau tumbuhan. Pigmen alam mencakup pigmen yang sudah terdapat dalam
makanan dan pigmen yang terbentuk pada pemanasan, penyimpanan, atau
pengolahan. Masing masing pigmen warna mempunyai kestabilan yang berbeda
terhadap kondisi pengolahan.

Umumnya zat warna alam terbentuk dari kombinasi tiga unsur, yaitu
karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi ada beberapa zat warna yang mengandung
unsur lain seperti nitrogen pada indigotin dan magnesium pada klorofil. Jaringan
tumbuhan seperti bunga, batang, kulit, kayu, biji, buah, akar dan kayu mempunyai
warna warna karakteristik yang disebut pigmen dalam botani.
Banyak warna cemerlang yang dimiliki oleh tanaman dan hewan yang dapat
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami juga dapat
menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, kobalamin), berfungsi
sebagai bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan
olahannya.
Saat ini, sudah terdapat banyak pewarna olahan yang awalnya menggunakan
pewarna sintetik, kemudian berpindah menjadi pewarna alami. Contohnya adalah
serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetik FD & C No.2. Namun,
penggantian dengan pewarna alami secara keseluruhan masih harus menunggu
para ahli untuk dapat menghilangkan kendala, seperti bagaimana menghilangkan
rasa beet-nya, mencegah penggumpalan dalam penyimpanan, dan menjaga
kestabilan dalam penyimpanan.

b.

Pewarna Sintetis
Pada pengolahan makanan modern, bahan pewarna sering ditambahkan

dengan tujuan memperbaiki warna dari bahan makanan atau untuk memperkuat
warna asli dari bahan makanan tersebut. Awalnya makanan diwarnai dengan zat
warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan atau mineral, akan tetapi
proses untuk memperoleh zat warna alami adalah mahal. Selain itu, zat warna
alami umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya dan panas sehingga tidak
cocok untuk digunakan dalam industry makanan. Suatu zat pewarna sintetik harus
melalui berbagai prosedur pengujian sebelum digunakan sebagai zat pewarna
makanan yang dikenal dengan proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi
pengujian kimia, biokimia, toksikologi,dan analisis media terhadap zat warna
tersebut. Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dikenal sebagai permitted
color atau certified color.
Keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap
berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang
warna yang luas, lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan
Peraturan mengenai zat warna dalam makanan telah ditetapkan oleh masing
masing negara, dengan tujuan antara lain untuk menjaga kesehatan dan
keselamatan rakyat dari hal hal yang dapat timbul karena pemakaian zat warna
tertentu yang dapat membahayakan kesehatan. Peraturan di suatu negara berbeda
dengan negara lainnya, suatu zat warna yang dilarang di suatu negara belum tentu
dilarang oleh negara lainnya.

IV.

Alat Dan Bahan


Alat
1. Gelas kimia

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Timbangan analitik
Corong pisah
Batang pengaduk
Chamber
Kertas saring
Plat KLT

Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sampel (Jelly rasa anggur)


NH4OH
Etanol
Aquades
Amonia
Eluen (Etanol : Butanol : Air)
Zat warna standar (metyl violet 6b)

V. Prosedur
a. Isolasi sampel

b. Analisis Zat Warna

VI. Hasil Pengamatan dan Perhitungan

Rf sampel =

=
= 0,8125 cm
Rf zat warna pembanding

=
=
= 0,8125 cm

VII. Pembahasan
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu
ciri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan
kualitas makanan, antara lain warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan
kimia dalam makanan, seperti pencoklatan (deMan JM. 1997). Tujuan dari
penggunaan zat warna tersebut adalah untuk mem-buat penampilan makanan dan
minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi keinginan konsumen.

Saat ini, zat warna sintetik untuk makanan semakin banyak diproduksi,
dijual, dan digunakan dalam masyarakat. Hal itu disebabkan karena keunggulankeunggulan zat warna sintetik dibandingkan zat warna alami. Proses pembuatan
zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam
nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang
bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa
kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 % dan timbale tidak boleh lebih
dari 0,001 %, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada.
Sampel makanan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah agar yang
beredar di pasaran yang memiliki warna ungu. Diduga makanan tersebut
menggunakan pewarna sintetik yaitu zat warna violet. Zat warna Violet 6B
merupakan zat pewarna berbentuk tepung berwarna ungu, larut dalam air, gliserol,
glikol dan alkohol 95%. Menghasilkan warna ungu cerah, tidak larut dalam
minyak dan eter. Zat pewarna ini mudah luntur oleh cahaya, sedangkan terhadap
asam asetat agak tahan.
Tujuan dari praktikum kali ini untuk mengetahui adanya kandungan zat
warna sintetik secara kualitatif pada sampel makanan agar dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis merupakan salah
satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan
komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya
memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan
pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk
plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin
dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen.
Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin
terbawa oleh fase gerak tersebut.
Sebelum dilakukan analisis KLT, sampel di isolasi terlebih dahulu dengan
diasamkan menggunakan asam asetat 10% sebanyak 5 mL karena zat pewarna
pangan biasanya dalam bentuk garam yang bersifat asam lemah. Kemudian
dimasukan benang wool dan direndam sambil dipanaskan 10 menit. Benang
wool memiliki gugus polar yang dapat menyerap zat warna yang bersifat polar.
Penggunaan benang wool karena serat woolnya memiliki sifat mengabsorfsi zat

warna asam maupun basa. Serat mengandung protein amfoter yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam. Benang
wool dapat menarik zar warna pada sampel, dan penarikan dipercepat dengan
adanya pemanasan. Selanjutnya ambil benang wool, lakukan pencucian dengan
aquadest sampai zat warna yang tertarik dengan benang wool hilang. Uapkan hasil
pencucian sampai mengental untuk selanjutnya dilakukan analisis dengan
menggunakan KLT.
Sebagai zat warna pembanding digunakan zat warna ungu yaitu Violet 6B,
karena sampel yang kami gunakan agar-agar berwarna ungu. Sebelum sampel
ditotolkan pada plat terlebih dahulu plat tersebut diaktivasi dengan cara di oven,
hal ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat pada plat
yang dapat mengganggu pada saat proses elusi berlangsung. Eluen yang
digunakan pada metode KLT adalah etanol-butanol-air (20:25:25). Sebelum
dilakukan pengelusian pada sampel chamber yang digunakan di jenuhkan terlebih
dahulu dengan menggunakan eluen, hal ini bertujuan karena ketika fase gerak
mulai naik pada fase diam sedapat mungkin tidak ada penghalang atau gangguan,
bila chamber tidak jenuh maka di dalam chamber masih terdapat udara dengan
tekanan yang berbeda dengan uap eluen, maka aliran eluen akan tertahan yang
dapat menyebabkan pemisahan tidak berjalan dengan baik. Dilihat dari hasil
analisis KLT dapat dilihat jarak bercak larutan pembanding dan sampel hampir
sejajar, dan dapat diketahui nilai Rfnya. Rf, merupakan parameter karakteristik
kromatografi lapis tipis (KLT). Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi
suatu komponen pada kromatogram dan pada kondisi tetap merupakan besaran
karakteristik dan reproduksibel. Rf didefenisiskan sebagai perbandingan jarak
yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh pelarut (fase bergerak).
Dari hasil praktikum diketahui nilai Rfnya yaitu 0,81.
Hasil menunjukan bahwa setelah dilakukan analisis menggunakan metode
KLT sampel dari jajanan pasar mengandung zat pewarna sintesis yaitu Violet 6B.
Adapun yang menjadi keterbatasan pada penelitian ini yaitu pada pewarna sintetik
hanya menggunakan satu standar baku pewarna, sebaiknya menggunakan 2 atau
lebih standar baku pewarna sehingga pewarna yang terdapat dalam sampel
makanan lebih terdeteksi.

VIII. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari hasil pengujian diketahui bahwa samepl makanan
agar yang digunakan mengandung pewarna sintesis violet 6B. Dari hasil
pengujian dengan kromatografi lapis titps diketahui nilai Rfnya sebesar 0,81.
IX. Daftar Pustaka
Osborne.D.R and vgoot, 1978, The Analysis of Nutrients in Foods, Academic
Press, London
Khopkar, S.M. 1998. Basic Concepts of Analytical Chemistry. Ed. 2. USA:
New Age International. pp. 6376.
Gandjar, Ibnu G,. Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi ke Tiga. Jakarta:
Erlangga
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai