Anda di halaman 1dari 20

TK 4102-EVALUASI

KINERJA PROSES
Tugas 3 Optimisasi Pencairan Gas Alam
(LNG)

Amanda Putri Ashari 13012014


Rahma Wulandari

13012070

Hashfi Rijal Isradi

13012120

TINJUAN PUSTAKA
1. Proses Pencairan Gas
Salah satu cara pengolahan gas alam adalah mengubah gas alam tersebut menjadi cair atau
disebut juga dengan Natural Gas Liquefaction. Gas alam yang telah dicairkan atau yang biasa
disebut LNG (Liquefied Natural Gas) digunakan sebagai bahan bakar maupun diperdagangkan.
LNG secara umum merupakan gas alam yang telah dibersihkan dari pengotor-pengotor seperti
Hg, H2S, H2O, serta CO2, serta dihilangkan dari fraksi beratnya sehingga sebagian besar dari
LNG terdiri dari metana.
Proses pembentukan LNG dimulai dengan penghilangan gas alam dari H 2S dan CO2 sebagai acid
gas, kemudian dilanjutkan penghilangan H2O dan Hg. Setelah pengotor-pengotor dihilangkan,
gas alam di fraksionasi, untuk menghilangkan fraksi-fraksi berat yaitu butana, propana, serta
etana, dan sehingga hanya menyisakan metana. Gas metana yang tersisa selanjutnya dicairkan
dengan cara didinginkan dan dan dikondensasi sehingga menjadi cair (LNG). Diagram alir
proses dari pembuatan LNG secara umum ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir proses LNG

Proses pencairan gas metana, saat ini dikenal melalui beberapa paten teknologi yang telah ada,
antara lain Linde Process serta Claude Process. Secara umum kedua proses tersebut
menggunakan prinsip yang sama yaitu mencairkan gas metana dengan peningkatan tekanan gas
yang diikuti pendinginan, kemudian gas tersebut dikondensasi dengan cara menurunkan
tekanannya. Claude Process merupakan pengembangan dari Linde Process dimana terdapat
beberapa perbedaan yang berpengaruh pada efektifitas prosesnya. Berikut merupakan penjabaran
dari Linde Process serta Claude Process.
1.1.

Proses Linde

Proses Linde atau bisa disebut pula Joule-Thomson Process merupakan proses pencairan gas
yang dikembangkan oleh Carl Linde pada tahun 1895, dan dapat digunakan pada proses
refrigerasi pada level temperatur nitrogen. Linde Process merupakan proses pencairan gas
dengan prinsip self-refrigeration, dimana gas tersebut didinginkan menggunakan gas itu sendiri,
sehingga tidak memerlukan gas refrigeran lain. Unit utama yang digunakan pada proses ini
antara lain multistage compressor dengan intercoolers dan aftercooler, heat exchanger dengan
tipe counter-current, serta throttling valve (Joule-Thomson valve). Diagram alir prose dari Proses
Linde ditampilkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir Proses Linde

Proses Linde diawali dengan mengkompresi gas umpan menggunakan kompresor multistage
sampai tekanan yang cukup tinggi, nilai dari tekanan yang dituju bergantung pada gas yang
digunakan. Gas bertekanan tinggi didinginkan menggunakan aftercooler hingga temperatur
rendah (ambient). Kemudian gas didinginkan sampai temperatur yang sangat rendah (dibawah
0C) menggunakan heat exchanger. Aliran gas keluaran heat exchanger kemudian di ekspansi
secara isentalpi menggunakan JT-valve untuk menurunkan tekanannya (proses kondensasi)
sehingga dapat terbentuk fasa cairnya. Kemudian antara gas dan cairan yang terbentuk
dipisahkan menggunakan separator dua fasa. Produk bawah dari separator dua fasa merupakan
produk LNG yang dikehendaki, sedangkan produk atas merupakan gas dingin. Gas dingin
tersebut dikembalikan ke aliran umpan, dan digunakan pula sebagai refrigerant pada heat
exchanger. Hal tersebut bertujuan untuk memanfaatkan gas keluaran atas separator yang bersuhu
sangat rendah untuk mendinginkan gas umpan melalui heat exchanger. Gambar 3 menunjukkan
siklus JT Thomson yang digunakan pada proses Linde.

Gambar 3. Siklus JT Thomson

Proses Linde memiliki beberapa kelebihan dibandingan proses pencairan gas menggunakan
teknologi lain, yaitu :

Gas terevaporasi pada temperatur konstan, sehingga temperatur pendinginan relatif stabil
Densitas dari cairan lebih tinggi dibandingkan densitas gas, maka salah satunya dapat

menggunakan small cooling channel


Kapasitas panas volumetrik dari cairan lebih besar
Koefisien perpindahan panas untuk boliling liquid tinggi
Adanya kemungkinan untuk memperoleh cairan dari back-up purpose.

Selain itu kelemahan dari proses Linde adalah membutuhkan tekanan yang relatif tinggi, dimana
dibutuhkan high-pressure multistage compressor.
1.2.

Proses Claude

Pada proses pencairan gas alam terdapat proses yang juga biasa digunakan, yaitu proses Claude.
Proses Claude menggabungkan keunggulan yang ada pada siklus Joule-Thomson (proses Linde)
dan siklus Brayton sehingga terbentuk siklus seperti pada Gambar 4. Proses Claude dapat
mencairkan gas alam melalui tahap Joule-Thomson dan memiliki tahap pendinginan yang sangat
efisien menggunakan turbin ekspansi. Hal ini membuat proses Claude lebih efisien jika
dibandingkan dengan proses Linde.

Gambar 4. Siklus Claude


Seperti halnya proses pencairan gas lain, proses Claude terdiri dari tahap kompresi dan ekspansi
untuk mencapai tekanan fluida yang tinggi dan temperatur sangat rendah. Tahap kompresi pada
proses Claude dilakukan sebanyak satu kali untuk menaikkan tekanan gas alam sebelum

memasuki tahap penurunan temperatur maupun ekspansi. Tahap ekspansi pada proses Claude
dilakukan sebanyak dua kali melalui ekspansi isentropi menggunakan Turboexpander dan
ekspansi isentalpi menggunakan JT Valve. Ekspansi isentropi memungkinkan penurunan
temperatur yang lebih besar daripada ekspansi isentalpi pada nilai turun tekan yang sama.
Diagram alir proses Claude ditunjukkan pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Diagram alir proses Claude


Proses Claude diawali dengan mengkompresi gas umpan menggunakan kompresor sampai
tekanan tertentu. Gas bertekanan tinggi didinginkan menggunakan cooler hingga temperatur
rendah (ambient). Kemudian gas didinginkan sampai temperatur yang sangat rendah (dibawah
0C) menggunakan heat exchanger dengan memanfaatkan aliran pendingin produk yang didaur
ulang. Aliran gas keluaran heat exchanger kemudian dibagi menjadi dua aliran menggunakan
splitter. Aliran pertama akan didinginkan kembali melalui heat exchanger, sedangkan aliran
kedua akan diekspansi menggunakan Turboexpander untuk didaur ulang sebagai aliran pendingin
maupun umpan. Aliran pertama didinginkan oleh aliran produk yang didaur ulang, lalu
diekspansi secara isentalpi menggunakan JT-valve untuk menurunkan tekanannya (proses
kondensasi) sehingga terbentuk fasa cairnya. Kemudian antara gas dan cairan yang terbentuk
dipisahkan menggunakan separator dua fasa untuk menghasilkan produk LNG.

Produk bawah dari separator dua fasa merupakan produk LNG yang dikehendaki, sedangkan
produk atas merupakan gas dingin. Gas dingin tersebut merupakan fluida yang didaur ulang ke
aliran umpan, dan digunakan pula sebagai pendingin pada heat exchanger. Hal ini bertujuan
untuk memanfaatkan gas keluaran atas separator yang bersuhu sangat rendah untuk
mendinginkan gas umpan melalui heat exchanger.

2. Spesifik Brake Horse Power (SBHP)

SBHP (kW/ton)

tekanan (bar)

Dari

pembahasan

sebelumnya diketahui bahwa proses pencairan gas dapat dilakukan dengan beberapa teknologi
yang sudah ada, yaitu contohnya Linde Process dan Claude Process. Dari kedua proses tersebut
membutuhkan daya yang cukup besar, daya tersebut digunakan untuk kerja kompresor. Daya
pada proses pencairan gas, khususnya proses LNG dinamakan Spesific Brake Horse Power
(SBHP) dengan satuan kWatt per ton produk yang dihasilkan (kW/ton). Disini nilai SBHP dari
proses LNG dapat dioptimasi dengan mengubah tekanan keluaran kompresor sehingga nantinya
berpengaruh pada nilai SBHPnya. Untuk Claude Process SBHP juga dipengaruhi oleh flow rasio
splitter yang digunakan. Gambar 6 dan gambar 7 menunjukkan niali SBHP terhadap parameter
yang mempengaruhi.

Gambar 6. Grafik SBHP terhadap tekanan aliran keluaran kompresor

SBHP (kW/ton)

splitter rasio

Gambar 7. Grafik SBHP terhadap splitter rasio

RUMUSAN MASALAH

Diketahui suatu gas metana pada suhu 30C dengan tekanan 1,2 kg/cm2 akan dicairkan dengan
menggunakan proses Linde. Gas umpan ditekan hingga P3 kg/cm 2, kemudian didinginkan hingga
T4 = 30C dan diekspan menggunakan JT valve ke tekanan awal. Eksplorasi pengaruh
perubahan tekanan P3 dengan rentang 20-100 kg/cm 2 terhadap Spesific Brake Horse Power
(SBHP) untuk 1 ton/hari LNG. Minimal approach yang digunakan yaitu 5C, serta P peralatan
= 0 kg/cm2 . Process Flow Diagram proses Linde yang digunakan ditampilkan oleh gambar 8.

Gambar 8. PFD proses Linde

Setelah optimasi proses Linde selesai, kemudian dilanjutkan dengan membuat kasus tersebut
dengan proses Claude. Pada proses Claude digunakan parameter-parameter hasil optimasi dari
proses Linde, dan dioptimasi kembali. Process Flow Diagram proses Claude ditampilkan pada
gambar 9.

Gambar 9. PFD proses Claude

Proses Linde serta proses Claude yang telah dioptimasi dibandingkan keefektifannya, sehingga
dapat ditentukan proses pembuatan LNG yang paling efektif.

METODOLOGI

PEMBAHASAN
1. Proses Linde
Pembuatan LNG menggunakan proses Linde sesuai rumusan masalah, disimulasikan
menggunakan software HYSYS 8.8. Gambar 10 menampilkan PFD dari proses Linde yang dibuat.

Gambar 10. PFD proses Linde

Proses diawali dengan memasukkan umpan berupa gas metana murni kedalam mixer dimana
dicampur dengan aliran recycle gas metana. Kemudian aliran keluaran mixer dikompresi
menggunakan kompresor dan dilanjutkan dengan pendinginan menggunakan cooler. Gas yang
sudah bertekanan tinggi dan bersuhu rendah didinginkan kembali menggunakan heat exchanger.
Heat exchanger menggunakan gas metana recycle sebagai gas refrigerant. Gas keluaran heat
exchanger kemudian dikondensasi menggunakan JT-valve sehingga tekanan gas turun dan
membentuk fasa cair. Gas dan cairan pada aliran dipisahkan menggunakan separator dua fasa,
dimana produk bawahnya adalah metana cair yang merupaka produk LNG, sedangkan produk
atas adalah gas metana yang bertemperatur rendah. Gas mentana dingin tersebut di alirkan
kembali sebagai aliran recycle ke mixer, namun sebelumnya gas ini dimanfaatkan sebagai
refrigerant oleh heat exchanger. Kondisi operasi tiap aliran pada simulasi proses Linde
ditunjukkan oleh tabel 1.

Tabel 1. Kondisi operasi aliran


Nomor

Temperatur (C)

Tekanan (bar)

Laju alir (ton/hari)

Vapour fraction

aliran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Prod LNG
Nilai SBHP dari proses ini akan menurun dengan meningkatnya tekanan aliran keluaran
kompresor. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi tekanan aliran keluaran kompresor maka
semakin banyak produk yang dihasilkan dan semakin sedikit aliran recycle yang masuk bersama
umpan. Dari optimasi proses Linde yang telah dibuat didapatkan nilai Spesific Brake Horse
Power (SBHP) sebesar 12 kW/ton.

2. Proses Claude
Proses Claude untuk mencairkan gas alam disimulasikan menggunakan HYSYS 8.8 yang
ditunjukkan pada Gambar 11 berikut.

Gambar 11. Simulasi HYSYS 8.8 proses Claude

Umpan gas alam sebesar 1 ton/hari masuk pada aliran 1 dan bercampur dengan gas alam hasil
daur ulang produk LNG. Kemudian, gas dikompresi untuk menaikkan tekanan dan didinginkan
menggunakan cooler hingga temperatur 5oC. Aliran gas didinginkan melalui heat exchanger
sebelum memasuki splitter. Aliran keluraran splitter dibagi menjadi dua, yaitu aliran yang
didinginkan melalu heat exchanger lalu diekspansi menggunakan JT Valve sehingga
menghasilkan fasa cair (LNG) dan aliran yang diekspansi menggunakan Turboexpander untuk
didaur ulang. Aliran gas alam yang telah mengandung fraksi cair hasil ekspansi JT Valve masuk
ke dalam separator dua fasa untuk dipisahkan fasa gas dan cairnya. Produk atas dari separator
tersebut berupa gas yang akan didaur ulang menjadi umpan, sedangkan produk bawah berupa
produk LNG yang diharapkan dengan laju 1 ton/hari. Kondisi operasi dan spesifikasi aliran dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kondisi operasi aliran proses Claude
Aliran
1
2
3
4
5
5a
5b
5c
5d
6
Produk
LNG
8
9
10
11
12

Temperatur (oC)

Tekanan (bar)

Laju alir (ton/hari)

Vapor fraction

Pada proses ini dilakukan optimasi object function berupa SBHP dengan memvariasikan variabel
proses berupa tekanan keluaran kompresor dan flow ratio splitter. Tetapi proses optimasi diberi
batasan berupa process constraint berupa minimum approach HE E-101 dan E-102 sebesar 2oC
serta vapor fraction aliran suction kompresor sebesar 1,00. Hal ini dilakukan untuk menurunkan
nilai SBHP sehingga proses pencairan gas alam menjadi efisien. Hasil optimasi proses Claude
dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil optimasi proses Claude

Parameter
SBHP
Tekanan discharge
Flow ratio
Min approach HE1
Min approach HE2
Vapor fraction suction kompresor

Nilai
8.3639
72.22 kg/cm2
0.1202
2.424 oC
2.858 oC
1.00

45
40
35
30
25

SBHP (Kw/tonne day) 20


15
10
5
0
60

65

70

75

80

85

90

95 100 105

Discharge presure (kg/cm2)

Gambar 12. Pengaruh tekanan discharge kompresor terhadap SBHP


Gambar 12. menunjukkan hasil pengaluran nilai SBHP proses Claude terhadap variasi variabel
proses berupa tekanan keluaran kompresor dalam rentang 60-100 kg/cm 2. Pada Gambar x.
ditunjukkan bahwa terjadi penurunan serta kenaikan nilai SBHP pada tekanan discharge
(keluaran) kompresor tertentu sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan keluaran kompresor
mempengaruhi nilai SBHP proses pencairan gas alam. Pada variasi awal kenaikan tekanan
keluaran kompresor, nilai SBHP menurun signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tekanan keluaran kompresor, maka semakin efisien pula proses tersebut karena produk LNG
yang dapat dihasilkan semakin banyak.
Pada hasil pengaluran nilai SBHP terhadap tekanan keluaran kompresor didapat nilai minimum
SBHP dapat dicapai pada tekanan 70 kg/cm2 yakni sebesar 7,4127. Nilai ini mendekati nilai
tekananan keluaran kompresor hasil optimasi simulasi yang dilakukan, yaitu 72,2 kg/cm 2. Pada
tekanan yang lebih besar dari 70 kg/cm 2, nilai SBHP cenderung naik sehingga tak lagi efisien
bagi proses.

9
8
7
6
5

SBHP (Kw/tonne day) 4


3
2
1
0
0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55

flow ratio splitter

Gambar 13. Pengaruh flow ratio terhadap SBHP


Gambar 13. menunjukkan hasil pengaluran nilai SBHP proses Claude terhadap variasi variabel
proses berupa flow ratio dalam rentang 0,12-0,14. Flow ratio merupakan perbandingan aliran 5a
terhadap 5b. Berdasarkan hasil tersebut, nilai SBHP cenderung turun seiring kenaikan flow ratio
dan tidak didapatkan nilai minimum. Namun, berdasarkan hasil optimasi didapatkan flow ratio
optimum sebesar 0,1202.

3. Perbandingan Proses Linde dengan Proses Claude

Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa proses Calude merupakan pengembangan dari
proses Linde, sehingga dapat dipastikan bahwa kedua proses tersebut berbeda untuk kondisi
operasi yang dihasilkan maupun daya yang dibutuhkan. Tabel 4 menunjukkan perbedaan dari
vapour fraction aliran keluaran JT-valve antara proses Linde dengan proses Claude.

Tabel 4. Perbandingan vapour fraction keluaran JT-valve proses Linde dengan proses Claude
Tipe proses

Vapour fraction

Proses Linde
Proses Claude

keluaran JT-valve
0,864
0,0571

Dari tabel x diketahui bahwa vapour fraction dari proses Claude lebih rendah dari proses linde.
Hal tersebut dikarenakan pada proses Claude gas didinginkan menggunakan heat exchanger
sebanyak dua kali, sedangkan pada proses Linde hanya satu kali, sehingga menyebabkan gas
yang masuk ke JT-valve pada proses Claude memiliki temperatur lebih rendah. Dikarenakan gas
yang masuk pada JT-valve memiliki suhu yang lebih rendah, dengan usaha JT-valve yang sama
maka vapour fraction yang dihasilkan proses Claude lebih rendah dari proses Linde.
Selain vapour fraction, parameter pembanding lain antara proses Linde dengan proses Claude
adalah nilai SBHP hasil optimasi proses. Menurut hukum 1 dan 2 termodinamika, nilai SBHP
untuk proses Linde dinyatakan sebagai berikut.

Nilai SBHP untuk proses Claude dinyatakan sebagai berikut

dengan x merupakan flow ratio splitter dan komponen x(h3-he) merupakan energi yang dihasilkan
dari ekspansi Turboexpander. Komponen energi ekspansi ini dapat menurunkan nilai SBHP pada
proses Claude. Hal ini mengakibatkan nilai SBHP proses Claude lebih kecil jika dibandingankan
dengan nilali SBHP proses Linde.
Pada proses Claude, energi yang dimiliki gas sebagian digunakan untuk menghasilkan kerja
melalui ekspansi isentropik menggunakan Turboexpander. Sebagian lainnya diekspansi
menggunakan JT Valve sehingga dapat menghasilkan fasa cair yang lebih tinggi. Selain itu,
proses Claude lebih efisien karena gas hasil ekspansi isentropi mampu menurunkan temperatur
yang cukup besar sehingga mengefektifkan pendinginan gas yang akan dicairkan. Kerja yang
dihasilkan oleh Turboexpander dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kerja kompresor
sehingga dapat menurunkan nilai SBHP pula seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5. berikut.

Tabel 5. Kerja kompresor dan expander serta SBHP yang dihasilkan


Wcomp

Wexp

Nilai SBHP dengan


Wcomp+Wexp

- 8.356 kW

1.937 kW

6.425

KESIMPULAN

Proses pencairan gas khususnya pada pembuatan LNG dapat dilakukan melalui dua pilihan
proses yaitu proses Linde dan proses Claude. Kedua proses tersebut menggunakan prinsip
operasi yang sama yaitu menekan gas ke tekanan yang tinggi kemudian mendinginkan gas
tersebut, namun proses Claude merupakan pengembangan dari proses linde sehingga alur
prosesnya lebih rumit. Setelah memperoleh hasil optimasi kedua proses tersebut dapat
disimpulkan bahwa proses yang dinilai lebih efektif adalah proses Claude karena memiliki nilai
SBHP yang lebih kecil. Dengan nilai SBHP yang kecil maka daya yang dibutuhkan proses
Claude lebih sedikit dibandingkan dengan proses Linde dengan jumlah produk yang sama. Maka
dari itu proses Claude dinilai lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA
AG, Linde. Basics of Low-temperature Refrigeration. Germany : Munich
Atrey, Milind D. Cryogenic Engineering : Lecture No-15. IIT Bombay : Departemen of
Mechanical Engineering
www.badaklng.co.id (10 Desember 2015, 13:41)
www.linde-engineering.com (9 Desember 2015, 9:27)

Anda mungkin juga menyukai