Anda di halaman 1dari 36

TRANSFUSI MASIF

dan
KOAGULOPATI :
Patofisiologi dan Implikasi
untuk Manajemen Klinis
Dr.Saut Hutasoit.
Pembimbing
Dr.Yutu Solihat,SpAn

Tujuan:
untuk
meninjau
patofisiologi
koagulopati pada orang dewasa yang
ditransfusi masif, yang sebelumnya memiliki
sistem hemostasis yang kompeten pada
kasus bedah elektif maupun trauma, serta
untuk
merekomendasikan
strategi
penanganan yang paling tepat.

Metode : dengan pencarian artikel yang


berkaitan dengan transfusi masif, transfusi,
trauma, bedah dan koagulopati. Sekelompok
ahli mengulas temuan-temuan tersebut

Temuan Utama : koagulopati dikibatkan


oleh hemodilusi, hipotermia, penggunaan
produk darah terfraksinasi dan koagulasi
intravaskular disseminata. Manifestasi
klinis dari efek larutan HES pada
hemostasis masih belum jelas. Menjaga
temperatur tubuh normal merupakan
strategi
efektif
pertama
untuk
memperbaiki hemostasis selama transfusi
masif. Sel-sel darah merah berperan
penting dalam koagulasi dan hematokrit
>
30%
dibutuhkan
untuk
mempertahankan hemostasis.

Pada pasien bedah elektif, pada awalnya


terjadi penurunan konsentrasi fibrinogen
sedangkan
trombositopenia
timbul
belakangan.
Pada pasien trauma, trauma jaringan, syok,
anoxia jaringan dan hipotermia berperan
dalam perkembangan KID dan perdarahan
mikro-vaskular. Penggunaan platelet dan/atau
FFP sebaiknya tergantungpada penilaian
klinis serta tes koagulasi dan terutama harus
digunakan untuk penangan koagulopati klinis

Kesimpulan
:
Koagulopati
yang
berkaitan dengan transfusi masif
masih tetap merupakan masalah klinis
yang penting. Strategi penanganan
mencakup menjaga perfusi jaringan
adekuat, koreksi hipotermia dan
anemia, serta penggunaan produkproduk darah untuk mengkoreksi
perdarahan mikrovaskular.

PENDAHULUAN
Transfusi Masif (TM) secara umum
didefinisikan sebagai penggantian volume
darah secara besar-besaran dalam waktu
24 jam.
Definisi dinamik TM, a.l. transfusi > 4 unit
PRC dalam 1 jam saat kebutuhan terus
menerus dapat diramalkan, atau
penggantian 50% dari volume darah total
dalam 3 jam, lebih relevan dalam situasi
klinis akut.

Pada kebanyakan kasus, pasien yang


ditransfusi masif akan menunjukkan
tanda-tanda defek hemostasis.
Dalam ulasan jurnal ini,
koagulopati disamakan dengan
hemostasis defek dan mencakup
defek hemostasis primer (berkaitan
dengan fungsi platelet) dan
koagulopati (berkaitan dengan
perubahan fase plasma dalam
koagulasi)

Insidens defek hemostatis yang


berkaitan dengan TM bervariasi menurut
situasi klinis (trauma tajam vs tumpul,
adanya cedera otak, bedah elektif),
menurut definisi koagulopati (penemuan
klinis vs hasil laboratorium) dan menurut
produk darah yang digunakan pada
pasien yang mengalami perdarahan
masif (whole blood, PRC, dll)
Baru-baru ini ditunjukkan bahwa
kelainan PT dan aPTT timbul setelah
transfusi 12 unit PRBC dan
trombositopenia timbul setelah 20 unit.

PATOFISIOLOGI
A. Hemodilusi
1. Kristaloid
Pada bedah elektif, hemodilusi oleh
kristaloid merangsang perubahan
dalam thromboelastografi yaitu
peningkatan pembentukan thrombin
dan keadaan hiperkoagulasi.
Manifestasi klinis efek tersebut masih
belum jelas.

2. Koloid
Karakteristik koloid yang berbeda serta
efeknya pada koagulasi dapat dilihat
dalam tabel berikut.

B. Hipotermia
Menjaga keadaan normotermi penting
dalam pemeliharaan sistem
hemostasis baik selama maupun
setelah operasi.
Definisi hipotermia yang paling banyak
digunakan adalah < 350C
Hipotermia memperlambat aktivitas
kaskade koagulasi, proses enzim,
mengurangi sintesis faktor-faktor
koagulasi, meningkatkan fibrinolisis
dan mempengaruhi fungsi platelet.

Valeri et al. mengamati efek temperatur


kulit pada 33 pasien yang menjalani
CPB. Hipotermia lokal meningkatkan
waktu perdarahan dan terjadi
penurunan signifikan thromboxane B2,
suatu indikator aktivasi platelet pada
tempat perdarahan. Pemanasan lokal
kembali meningkatkan thromboxane B2
secara signifikan. Oleh karena itu,
hipotermia menyebabkan disfungsi
platelet reversibel dan pemanasan
meningkatkan fungsi platelet dan
mengurangi waktu perdarahan.

Data tesebut dikonfirmasi oleh


Michelson et al. yang menunjukkan
keterlibatan perubahan reseptor
glikoprotein (GP Ib) dan GMP 140)
dalam defek hemostasis tersebut.
Pemanasan akan mengembalikan
fungsi hemostasis dengan sempurna
pada suhu 370C.

Hipotermia berperan penting dalam


koagulopati pada pasien trauma.
Ferari et al. melaporkan bahwa pasien
yang mengalami hipotermi dan
asidosis mengalami perdarahan hebat
walaupun telah diberikan penggantian
volume darah, plasma dan platelet
yang adekuat.

C. Komponen Darah dan Perubahan


Hemostasis
1. Sel Darah Merah
Eritrosit bisa memodulasi respons fungsional
dan biokimia platelet aktif, mengindikasikan
eritrosit berperan dalam thrimbosis dan
hemostasis dan mendukung konsep bahwa
pembentukan thrombus melibatkan banyak
sel.
Eritrosit mengandung adenosine diphosphate
yang bisa mengaktivasi platelet. Mereka
juga mengaktivasi siklooksigenase platelet,
meningkatkan pembentukan thromboxane
A2 dan secara langsung meningkatkan
gumpalan thrombin melalui pemaparan
prokoagulan fosfolipid.

Pada situasi normal, eritrosit mengalir


maksimal di tengah pembuluh darah,
cenderung mendorong platelet ke
arah perifer lumen pembeluh darah,
sehingga mengoptimalkan interaksi
platelet dengan endothelium yang
cedera dan merangsang hemostasis

2. Faktor-faktor Koagulasi

3. Platelet
Hemostasis primer ditandai oleh pembentukan
platelet plug. Mekanisme pembentukan
plug tersebut sangat kompleks dan
melibatkan fibrinogen dan aktivasi reseptorresepto.r glikoprotein pada platelet.
Sejak publikasi penelitian Miller tentang defek
koagulasi yang berkaitan dengan transfusi
darah masif, trombositopenia akibat
hemodilusi diperkirakan sebagai kelainan
hemostatis yang paling penting yang
berkaitan dengan transfusi masif.
Penggantian volume darah yang hilang
dengan cairan yang tidak mengandung
platelet (atau faktor koagulasi) akan
mengakibatkan koagulopati dilusional.

4. Koagulasi Intravaskular Disseminata


KID merupakan suatu sindrom yang didapat akibat
aktivasi sistemik koagulasi yang berlebihan.
Kriteria diagnosis KID ada pada tabel berikut.

Sindroma KID bisa dijumpai pada


berbagai situasi klinis dan sering
menimbulkan komplikasi pada
penangan transfusi masif.

MANAJEMEN KOAGULOPATI PADA


TRANSFUSI MASIF
A. Diagnosis
Saat ini belum ada uji diagnostik sederhana,
cepat dan dapat dipercaya untuk
memonitorperubahan pada sistem
koagulasi yang berkaitan dengan trauma,
pembedahan dan transfusi masif.
Tes-tes yang ada hanya menghitung kadar
faktor-faktor pembekuan spesifik atau
mengukur fungsi pembekuan.

Walaupun platelet berperan penting dalam


koagulasi, jumlah platelet yang menurun bukan
indikator spesifik untuk koagulopati.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
penurunan platelet a.l. :
- apakah fungsi platelet normal?
- apakah konsentrasi fibrinogen cukup?
- apakah konsentrasi Hb adekuat?
- apakah ada tanda-tanda adanya koagulopati
konsumtif?
Jawaban pertanyaan diatas akan membantu
menegakkan diagnosa koagulopati dengan
tepat.

Penelitian Rodgers dan Levin


menyimpulkan bahwa kelainan masa
perdarahan tidak terlalu signifikan
untuk menegakkan diagnosa
koagulopati akibat transfusi masif.
Masa perdarahan meningkat di awal
pembedahan dan transfusi, tetap
meningkat selama beberapa hari
setelah operasi sehingga tidak bisa
dibedakan adanya perdarahan atau
tidak pada pasien.

Pemanjangan PT dan aPTT sangat


sering terjadi pada pasien-pasien
yang ditransfusi masif. Pemanjangan
minor rasio PT dan aPTT merupakan
prediktor buruk perdarahan pada
pasien-pasien yang ditransfusi masif.
Penggunaan tes skrining perdarahan
sebagai pedoman terapi pengganti
volume darah masih merupakan
kontroversi

B. Terapi

terima kasih

Anda mungkin juga menyukai