SEMINOMA TESTIS
Disusun oleh :
Pembimbing :
2012
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN .................................................................................. 1
DAFTAR ISI ............................................................................................... 2
I.
PENDAHULUAN ........................................................................ 3
II.
1. PENDAHULUAN
Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis. Lebih
dari 90% berasal dari sel germinal. Tumor ini memiliki derajat keganasan tinggi
tetapi dapat sembuh bila diberi penanganan yang adekuat. Tumor ini memiliki
petamda tumor sejati yang berharga sekali untuk diagnosis, rencana terapi dan
kontrol4,5.
Tumor testis sel germinal merupakan tumor yang agak jarang ditemukan
dan meliputi kurang lebih 1% dari keganasan lelaki. Kebanyakan ditemukan pada
usia antara 20 sampai 36 tahun4,5.
Faktor penyebab karsinoma testis tidak jelas, faktor genetic, infeksi virus
atau penyebab lain atau trauma testis tidak mempengaruhi terjadinya tumor ini.
Penderita kriptokismus atau bekas kriptokismus mempunyai risiko lebih tinggi
untuk tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptokismus pada usia muda
mengurangi insiden tumor testis sedikit, risiko terjadinya tumor tetap tinggi.
Rupanya kriptokismus merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang
berhubungan dengan transformasi ganas4,5.
Penggunaan hormone dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES, oleh ibu
pada kehamilan dini meningkatkan risiko tumor ganas pada alat-alat kelamin bayi
pada usia dewasa muda, yang berarti karsinoma testis untuk janin lelaki4,5.
Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi WHO makin sering
dipakai. Selain seminoma yang memang berasal dari sel germinal, terdapat
karsinoma
embrional,
teratoma,
dan
koriokarsinoma
yang
digolongkan
nonseminoma, yang dianggap berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan
lain histogenesis. Seminoma meliputi sekitar 40% dari tumor ganas testis.
Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%)4,5.
Seminoma testis adalah tumor ganas yang berasal dari sel germinal yaitu
berasal dari spermatogonium. Seminoma cenderung tumbul secara lebih lambat
dibanding dengan tumor germinal lainnya. Pada penampilan klinisnya, 75% akan
melibatkan testis, 15% melibatkan kelenjar limfe regional, dan 10% telah
menyebar sampai ke visera atau nodus limfatikus yang jauh4,5.
Secara keseluruhan angka bertahan hidup adalah 85%, dengan lebih dari
90% bertahan bila tumor hanya terdapat di testis. Seminoma sangat radiosensitif.
HCG dihasilkan oleh 5% sampai 10%, tapi tidak ada seminoma diferensiasi buruk
yang memproduksi AFP. Peningkatan kadar AFP mengekslusikan diagnosis
seminoma diferensiasi buruk. Seminoma memiliki beberapa subtype diantaranya
seminoma
klasik
(85%),
seminoma
anaplastikj
(10%)
dan
seminoma
spermatositik (5%)4,5.
Gambaran khas seminoma sama seperti tumor testis lainnya yaitu adanya
benjolan dalam skrotum yang tidak nyeri dan tidak diafan. Gejala lain seperti
nyeri pinggang, perut kembung, dispnea atau batuk dan ginekomastia, gejalagejala ini menunjukkan metastase yang luas. Radioterapi masih merupakan terapi
yang paling baik untuk seminoma, karena seminoma merupakan kanker yang
radiosensitif4,5.
2. TESTIS
2.1 Anatomi dan Histologi
Setiap testis dikelilingi oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen, yaitu
tunika albuginea. Tunika albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan
membentuk mediastinum
kelenjar, yang membagi kelenjar menjadi sekitar 250 kompartemen pyramid yang
disebut lobulus testis. Setiap lobulus dihuni oleh 1-4 tubulus seminiferus yang
terpendam dalam dasar jaringan ikat longgar yang banyak mengandung pembuluh
darah dan limfe, saraf dan sel interstitial (leydig). Tubulus seminiferus
menghasilkan sel kelamin pria, yaitu spermatozoa, sedangkan sel interstitial
menyekresikan androgen testis1,6,9,11.
Spermatozoa dihasilkan di tubulus seminiferus. Setiap testis memiliki 2501000 tubulus seminiferus . setiap tubulus seminiferus dilapisi oleh epitel berlapis
majemuk, garis tengahnya lebih kurang 150-250 m dan panjangnya 30-70 cm.
panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250 m. tubulus itu berkelok-kelok
dan berawal sebagai saluran buntu. Diujung setiap lobules, lumennya menyempit
dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang dikenal sebagai tubulus rectus, atau
Epitel tubulus seminiferus terdiri atas dua sel yaitu sel sertoli atau sel
penyokong dan sel-sel yang membentuk garis keturunan spermatogenik. Sel-sel
turunan spermatogenik tersebar dalam 4 sampai 8 lapisan. Fungsinya adalah
menghasilkan spewrmatozoa. Produksi spermatozoa disebut spermatogenesis,
yaitu suatu proses yang emncakup pembelahan sel melalui mitosis dan meiosis
serta diferensiasi akhir spermatozoa yang disebut spermiogenesis6.
Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa. Proses ini
dimulai dengan sel benih primitive, spermatogonium, yang reltif kecil,
berdiameter sekitar 12 m, dan berada dekat dengan lamina basal epitel. Pada saat
terjadinya pematangan sistem kelamin, sel ini mulai mengalami mitosis, dan
menghasilkan generasi sel-sel yang baru. Sel-sel yang baru dibentuk dapat
mengikuti satu dari dua jalur; sel ini dapat terus membelah sebagai sel induk, yang
dcisebut juga spermatogonium tipe A dan bisa berdiferensiasi selama siklus
mitosis yang progresif mnenjadi spermatogonium tipe B. spermatogonium tipe B
merupakan sel progenitor yang akan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer6.
Dari pembelahan meiosis pertama ini timbul sel yang berukutran lebih
kecil
disebut
spermatosit
sekunder,
pembelahan
spermatosit
sekunder
350C dan dikendalikan oleh beberapa mekanisme. Suatu pleksus vena yang luas
(pleksus pampiniformis) mengelilingi setiap arteri testikularis dan membentuk
sistem arus balik sistem pertukaran panas yang penting untuk mempertahankan
suhu testis yang rendah. Faktor lainnya adalah penguapan keringat dari skrotum
yang membantu pengeluaran panas dan kontraksi m.kremaster di funikulus
spermatikus, yang menarik testis dari kanalis inguinalis, tempat terjadinya
peningkatan suhu testis6.
Spermiogenesis
Spermiogenesis
merupakan
tahap
akhir
produksi
spermatozoa.
beberapa
enzim
hidrolitik,
seperti
hialuronidase,
10
11
12
3. SEMINOMA TESTIS
Definisi
Seminoma testis adalah salah satu jenis karsinoma testis yang berasal dari
sel germinativum turunan gonadal dengan gambaran histopatologis yang ditandai
oleh bentukan sel besar dengan batas yang jelas, sitoplasma jernih kaya akan
glikogen dan nucleus bulat dengan nucleolus jelas1,2,3.
Epidemiologi
Kanker testis, secara histopatologis oleh WHO dikalsifikasikan menjadi
sel tumor germinal dan sel tumor nongerminal. 95% tumor testis berasal dari
tumor germinal, tumor germinal terdiri atas seminoma dan nonseminoma.
Seminoma berdasarkan histopatologisnya Secara keseluruhan, germinal sel tumor
adalah tumor ganas yang paling sering pada laki-laki muda. Di Amerika tahun
2005, diperkirakan terdapat 8000 kasus diagnosa baru kanker testis, sedikit lebih
sering dibanding limfoma Hodgkin. Germinal sel tumor memiliki distribusi umur
bimodal, sebagian besar didiagnosa pada laki-laki berumur 15 sampai 25 tahun,
dan yang kedua, puncak yang lebih kecil pada usia 60 tahun. Diantara kanker
germinal, yang paling besar insidensinya adalah seminoma, dan memiliki
histologis yang berbeda serta biologi yang kurang agresif dibanding yang
lainnya1,2,3.
Faktor Risiko
Tidak ada etiologi yang jelas yang telah disimpulkan untuk kanker testis,
beberapa tampilan klinis telah ditemukan berhubungan dengan insidensi kanker
testis1,2,3.
Beberapa penelitian case control dan cohort telah menyimpulkan bahwa
kriptokismus adalah faktor risiko mayor yang telah diidentifikasi
dalam
terjadinya kanker testis, meski hanya 10% kasus yang berhunungan dengan faktor
13
risiko ini. Saat muncul, kriptokismus menyumbakan risiko relative sebesar 2,5
smapai 17,1. Luasnya kisaran risiko relative ini terjadi karena adanya
kebingungan diagnosis yang konsisten antara
dengan retraktil testis, dan testis yang terlambat mengalami desensus padahal
kemudian akan mengalami desensus. sangat penting bahwa risiko ini juga terjadi
pada testis kontralateral yang secara normal mengalami desensus. dilakukannya
orkidopeksi memberikan efek protektif
Diantaranya
adalah
trauma
skrotum,
namun
sulit
menemukan
14
Gejala Klinis
Hampir duapertiga pasien dengan kanker testis datang dengan keluhan
testis yang membesar atau membengkak, atau benjolan pada testis yang tidak
nyeri. Diantara 30% kasus pembesaran testis dapat disertai dengan nyeri sekunder
akibat perdarahan atau infark yang terjadi karena tumor. Adanya nyeri disertai
dengan riwayat trauma dan tanda-tanda peradangan, harus dipikirkan differensial
diagnosis lainnya seperti diantaranya torsio testis, epididimitis, orkhitis, hidrokel,
spermatokel dan hematoma. Harus sangat dipikirkan bahwa tidak adanya nyeri,
pada semua massa intraskrotal harus diduga kea rah adanya keganasan2.
Seminoma biasanya paling awal akan melibatkan nodus retroperitoneal
sebagai daerah metastase awalnya. Mereka memiliki kecenderungan untuk
meloncati nodus mediastinal untuk kemudian bernetastase dan melibatkan nodus
supraklavikular sinistra. Paru-paru dan tulang adalah area paling sering sebagai
metastase non kelenjar getah bening. Penyebaran ke otak tidak teradi. Gejala
konstitusional biasanya tidak sering terjadi, namun rasa nyeri dari kelenjar getah
bening retroperitoneal yang membesar adalah gejala yang lebih sering muncul1,2,3.
Evaluasi Radiografi
USG adalah sarana diagnostic yang reliable dan efektif untuk
membedakan abnormalitas testicular dan paratestikular. USG transskrotal adalah
pilihan pertama untuk mengevaluasi lebih lanjut pasien dengan massa dan atau
nyeri di testis. Testis yang normal memiliki echotekstur yang normal, sementara
kanker testis biasanya muncul sebagai lesi hipoekoik soliter. Dalam kasus dimana
terdapat perdarahan atau nekrosis intratumor akan didapatkan gambaran ekogenik
yang lebih heterogen. Secara jarang, MRI testis digunakan bila hasil dari USG
meragukan. Sangat penting diingat bahwa, semua pasien memerlukan evaluasi
bilateral agar insiden penyakit bilateral sangat meningkat2,3.
15
16
17
18
19
20
orkiektomi
harus
dilakukan
pada
pembedahan
untuk
21
dengan
\dengan TIN dan tanpa tumor gonad, orchiectomy lebih dipilih dibanding iradiasi
karena berpotensi merusak testis yang kontralateralnya. Pada pasien TIN yang
menerima kemoterapi, kemoterapi mengeradikasi TIN pada dua pertiga pasien.
Kesimpulannya, terapi pada TIN hanya diindikasikan bila biopsy ulang setelah
kemoterapi dipertimbangkan; namun tidak kurang dari 2 tahun setelah
kemoterapi.
Terapi untuk Stadium 1
75% pasien dengan seminoma yang didiagnosis sedang berada pada
stadium 1, dengan angka bertahan hidup >99% dengan strategi terapi terpilih.
Terapi aktif melalui kemoterapi adjuvant harus dicegah dan digantikan dengan
surveilen risiko individual untuk kambuh.
Angka kekambuhan 5 tahun adalah 12%, 16% dan 32% pada pasien tanpa
faktor risiko, dengan satu faktor risiko dan dengan dua faktor risiko (ukuran tumor
4 cm; invasi pada rete testis). Pada 97% kekambuhan terjadi pada nodus
retroperitoneal atau iliaca atas. Kekambuhan setelah 10 tahun adalah kasus yang
sangat jarang. Dengan strategi surveilen tersebut, hampir 88% pasien populasi
standar tidak membutuhkan suatu terapi setelah ablasi tumor lokal. Bila surveilen
tidak diterapkan, ajuvan paling efektif adalah carboplatin (satu siklus) atau ajuvan
radioterapi (20 Gy dalam 2 Gy fractions; para-aorticfields).
Terapi Stadium IIA (lymph nodes12 cm)/borderline IIB (lymph nodes 22.5
cm)
Stadium klinik seminoma IIA harus diverifikasi dengan imaging standar
contohnya seperti biopsy, sebelum dilakukan kemoterapi sistemik awal..
Terapi standar radioterapi pada
22
23
24
IV. KEPUSTAKAAN
1. Guyton, A. C., Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi
11). Alih Bahasa oleh Irawati et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
2. Anderson, MD. 2005. Mannual of Medical Oncology. Texas : Mc. Graw
hill.
3. Chabner, B.A., et all., 2007. Harrisons Mannual of Oncology. London :
Mc. Graw Hill.
4. Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : EGC.
5. Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi (Konsep Klinis ProsesProses Penyakit) (Edisi Keenam). Alih Bahasa oleh Brahm U. Pendit et al.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Faiz, O., and Davidz, M. 2002. At a glance Anatomy. London : Blackwell
Science.
7. Hellman, et all., 2001. Cancer: Principles and Practice of Oncology 6th
edition. William & Wilkins Publishers.
8. Kumar and Kotran. 2007. Buku Ajar Patologi Robins 7th. Jakarta : EGC
9. Junqueira and Carneiro. 2004. Histologi Dasar Edisi 10. Alih bahasa oleh
Jan Tambayong et al. Jakarta: EGC
10. William and Weinberg. 2002. Rules for Making Human Tumor Cells.
http://nejm.org//021902
11. Putz and Pabs. 2007. Atlas Anatomi Sobotta. Alih bahasa oleh Joko
Suyono, dkk. Jakarta : EGC.
12. Isabell A, et al. 2004. Pathology of Germ Cell Tumors of the Testis.
Department of Genitourinary Pathology at the Armed Forces Institute of
Pathology,Washington, DC.
13. Schmoll,
et
al.
2009.
Testicular
seminoma:
ESMO
Clinical
25