2.1. Pendahuluan
Dalam pertemuan ini anda akan mempelajari pengertian metode kekakuan,
rumus umum dan derajat ketidak tentuan kinematis atau Degree Of Freedom (DOF).
Dengan mengetahui prinsip-prinsip perhitungan diatas, maka sangat berguna untuk
aplikasi perhitungan pada struktur : balok menerus, portal dan rangka batang.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat :
Menentukan matriks deformasi (A), matriks kekakuan (K), matriks lendutan (D)
dan gaya luar ekivalen (Q)
2.2. Penyajian
Di dalam konteks metoda geometri, analisis struktur digolongkan atas dua,
yaitu (a) metoda gaya dan (b) metoda perpindahan. Pada dasarnya, kedua metoda ini
tetap menggunakan kriteria yang sama, yaitu keseimbangan, keserasian perpindahan,
dan hubungan gaya-perpindahan. Akan tetapi dalam implementasi, kedua jenis metoda
memiliki ciri khas yang sangat berbeda.
Sebelum membahas satu persatu, ada baiknya ditinjau terlebih dahulu
perbedaan kedua metode tersebut.
Tabel 2.1. Perbedaan metoda gaya dan perpindahan
Aspek
1.
2.
3.
4.
5.
Besaran anu
Asumsi awal
Kriteria penyusunan pers.
dasar
Penentuan orde persamaan
Nama
Metoda
Gaya
Perpindahan
Komponen gaya
Gaya berseimbang
Keserasian perpindahan
Komponen perpindahan
Perpindahan yang serasi
Keseimbangan
Ketidaktentuan Statis
Metoda Keserasian Deformasi
Metoda Gaya
Metoda Fleksibilitas
Ketidaktentuan Kinematis
Metoda Keseimbangan
Metoda Perpindahan
Metoda Kekakuan
19
(2.1)
Keterangan :
{Q} = menyatakan gaya-gaya yang timbul pada titik-titik diskrit akibat
diberikannya lendutan {D} pada titik-titik tersebut.
[K] = menyatakan kekakuan dari struktur.
Secara garis besarnya urutan kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Kompatibiliti : yaitu mencari hubungan antara deformasi dengan lendutan, atau
secara tegasnya mencari deformasi apa yang terjadi pada elemen-elemen dititiktitik diskrit akibat diberikannya lendutan pada struktur dititik tersebut.
2. Persamaan hubungan stress dan strain, yaitu mencari hubungan mengenai gayagaya dalam yang timbul sebagai akibat adanya deformasi pada elemen-elemen
struktur tersebut.
3. Kesetimbangan : langkah terakhir yang menyatakan hubungan gaya luar dititik
diskrit dengan gaya-gaya dalam, atau mencari berapa besar gaya luar diujung
elemen yang tepat diimbangi oleh gaya-gaya dalam elemen dititik diskrit.
Perlu kiranya ditambahkan disini, karena metode kekakuan ini analisanya
dimulai dengan lendutan, kemudian mencari hubungan pada gaya-gaya yang timbul
dititik-titik diskrit, maka akan sangat menguntungkan untuk memakai metode ini
menganalisa
suatu
konstruksi
dimana
ketidak-tentuan
kinematisnya
(yang
berhubungan erat dengan derajat kebebasan atau degree of freedom) adalah lebih
kecil bila dibandingkan dengan ketidak tentuan statisnya. Dengan demikian,
konstruksi-konstruksi statis tak tentu yang sering dijumpai pada umumnya, akan lebih
menguntungkan bila dianalisa dengan metode kekakuan ini, karena umumnya
kontruksi-konstruksi ini mempunyai derajat ketidak tentuan statis yang besar.
20
(2.2)
Keterangan :
{d} = menyatakan deformasi dari elemen struktur
[A] = matriks deformasi
{D} = menyatakan lendutan di titik diskrit.
(2).Matriks kekokohan interan elemen [S], suatu matriks yang memenuhi Hukum
Hooke, dalam mana dinyatakan hubungan antara gaya dalam dan deformasi.
{H} = [S] {d}
(2.3)
Keterangan :
{H} = menyatakan gaya dalam elemen
[S] = adalah matriks kekokohan intern elemen
{d} = menyatakan deformasi elemen.
(3).Matriks statis [B], suatu matriks yang menyatakan kesetimbangan, antara gaya
luar dan gaya dalam :
{Q} = [B] {H}
(2.4)
Keterangan :
{Q} = menyatakan gaya luar yang bekerja dititik diskrit
[B] = adalah matriks statis
{H} = menyatakan gaya dalam elemen
21
(2.5)
Persamaan (2.5) merupakan persamaan inti dari metode kekakuan ini, dimana
[K] adalah matriks kekakuan struktur. Jadi salah satu tujuan utama dalam proses
analisa ini ialah dapat menurunkan matriks kekakuan struktur [K]
menurut
persamaan (2.5). Selanjutnya akan mudah dicapai tujuan akhir, yaitu analisa
lendutan dan gaya dalam elemen.
2.4.2. Derajat ketidak-tentuan kinematis
Analisa akan dimulai dengan mengambil lendutan dititik-titik diskrit sebagai
sasaran yang harus dihitung. Untuk mengetahui dimana harus dipasang besaran
lendutan yang akan dicari tersebut, maka harus diketahui dahulu berapa derajat
ketidak-tentuan kinematis atau derajat kebebasan (degree of freedom) dari struktur.
Derajat ketidak-tentuan kinematis ialah suatu besaran yang menyatakan jumlah
komponen bebas dari lendutan dititik diskrit yang mungkin terjadi yang berhubungan
dengan diberikannya suatu pembebanan pada struktur.
Pada struktur dengan titik hubung kaku, pada titik diskrit umumnya timbul :
Tabel 2.2. Jumlah lendutan translasi dan rotasi
Konstruksi
Bidang
Dua
komponen
Ruang
tegak lurus
Tiga komponen
tegak lurus
Pada bangunan rangka batang dengan sambungan engsel (titik hubung tidak
kaku), maka komponen rotasi dengan sendirinya tidak ada. Suatu struktur dengan
derajat ketidak-tentuan kinematis sama dengan nol juga disebut kinematis tertentu.
Rumus umum yang menyatakan jumlah derajat ketidaktentuan kinematis pada
struktur yaitu :
D = nt + nr
nt = 2k b p . rj
nr = k p . rj
Keterangan :
D
nt
nr = Jumlah rotasi
22
= Jumlah perletakan,
rj
b = Jumlah batang
23
Contoh :
Diketahui suatu portal seperti gambar berikut. Tentukan jumlah derajat
ketidaktentuan kinematisnya.
Jawab :
-
D3
D5
D7
D4
D6
D8
D2
Perjanjian tanda :
D9
Dibawah ini diberikan beberapa macam struktur bidang yang akan ditunjukkan
berapa derajat ketidak-tentuan kinematisnya.
24
Derajat ketidak-tentuan
kinematis
(a)
(b)
0
D2
D1
D1
(c)
D2
(d)
D1
D2
D5
D3
D6
D4
D1
(e)
(f)
D1
D2
D3
D2
D5
D3
D6
D4
D7
(g)
D2 D4 D6
D1 D3 D5
12
D7
D8
D9 D
11
D10 D
12
25
Dalam pasal ini, akan dijelaskan secara mendetail urut-urutan analisa dari
suatu konstruksi bidang (gambar 2.1) dengan mendasarkan pada metode kekakuan.
D3
1
(b) derajat ketidak-tentuan
kinematis2 : 3
Q1
Q2
Q3
EI 2
EI 3
L1
L3
L3
D1
d3
D2
D5
D3
26
d2
d3
d5
d6
d4
D1
D2
D3
[A] =
(2.6)
(2.7)
d1
d2
d3
d4
d5
d6
D1=1
D2=1
D3=1
(2.8)
Langkah kedua menyelidiki hubungan gaya dalam dan deformasi dengan melihat
tiap-tiap elemen sebagai bagian yang diskrit (gbr 2.1.h)
27
Ditinjau batang 1 2 :
1
11
H2
21
+
H1
Jadi : 1
2
+ 11 - 12 (2.9)
- 21 + 22 (2.10)
H1
21
22
H2
Akibat H1 :
a.
Bidang momen
b. Diagram H1/EI1
H1
H1
EI1
1/3 L
Dari gambar b :
R =
R =
211 = 111/6 . H1 . L21/EI 21
11 = 1/3 . H1 . L1/EI
-
2/3 L
Akibat H2 :
a.
Bidang momen
b. Diagram H2/EI1
H2
H2
EI1
2/3 L
L
R1 = 21
1/3 L
R2 = 22
Dari gambar b :
12 = 1/6 . H2 . L1/EI1
22 = 1/3 . H2 . L1/EI1
Dari persamaan 1 dan 2 diperoleh :
1
Jika persamaan (2.11) dan (2.12) ditransformasi ke dalam bentuk matriks maka :
d1
1/3
-1/6
H1
28
= L1/EI1
(2.13)
d2
1/6
-1/3
H2
Keterangan :
d = menyatakan deformasi yang terjadi diujung elemen.
H= menyatakan gaya dalam yang ada diujung elemen (momen lentur)
Bila pers. (2.13) diinverskan, akan didapat :
4 EI1
2 EI1
H1 =
2 EI1
d1 +
d2
L1
4 EI1
H2 =
d1 +
L1
d2
L1
(2.14)
L1
2 EI2
d3 +
2 EI2
d4
4 EI2
H4 =
d3 +
L2
L2
L2
L2
4 EI3
2 EI3
2 EI3
4 EI3
H5 =
d5 +
d6
L3
H6 =
d5 +
L3
L3
d4
(2.15)
d6
(2.16)
L3
4 EI1
2 EI1
L1
L1
2 EI1
4 EI1
L
01
0L1
d1
d2
d3
d4
4 EI2
2 EI2
L2
L2
2 EI2
4 EI2
H5
H6
01
4 EI
0
2 EI
1
L1
L1
2 EI1
4 EI1
L1
L1
L2
L2
4 EI3
2 EI3
d5
L3
L3
d6
2 EI3
4 EI3
L3 matriks
L3 :
atau : {H} = [S] {d}, matriks [S] merupakan band
[S] =
4 EI2
2 EI2
L02
0L2
2 EI2
4 EI2
L2
L2
4 EI3
2 EI3
L3
L3
2 EI3
4 EI3
(2.17)
H1
29
H2
H3
H4
H5
H6
d1=1
d2=1
d3=1 d4=1
d5=1
d6=1
Sebenarnya matriks [S] = suatu matriks yang menyatakan berapa besar gaya dalam
[H] yang timbul diujung elemen bila dititik-titik tersebut diberikan satu satuan
deformasi {d}.Langkah ketiga, menyelidiki tentang kesetimbangan gaya luar dan
gaya dalam . Dari gambar 2.1. (i) diperoleh :
Q1 = H2 + H3
Q2 = H4 + H5
Q3 = H6
(2.18)
Q3
H2
H3
H4
(2.19)
H5
H6
atau :
[B]
(2.20)
Q1
Q2
Q3
H1
H2
H3
H4
H5
H6
(2.21)
(2.22)
(2.23)
(2.24)
Keterangan :
{Q}= gaya-gaya luar yang bekerja dititik-titik diskrit.
30
[B] = [A]T
(2.25)
(2.26)
{d}
= [A] {D}
(2.27)
{Q*}
= [B] {H*}
(2.28)
(2.29)
(2.30)
[B]
= [A]T
(2.31)
(2.32)
(2.33)
{D} ialah matriks lendutan dititik diskrit dari perhitungan persamaan (2.24)
Untuk lebih memudahkan pemahaman mengenai urutan / prinsip perhitungan dapat
dilihat pada skema perhitungan metode kekakuan (Gambar 2.3).
31
Hitung momen
primer
Gambar diagram
keseimbangan
Susun matriks deformasi
[A] berdasarkan *
Susun dan hitung matriks [S]
Hitung : [K] = [A]T [A] [S]
Hitung : {D} = [K]-1 {Q}
Rangka batang
Momen akhir
32
2.5. Penutup
Kesimpulan :
Berhubung dengan hakekat dari metode kekakuan ini, maka analisa struktur
akan selalu dimulai dengan memberikan pada struktur bersangkutan beberapa besaran
anu yang dalam hal ini ialah merupakan lendutan pada titik diskrit sebagai besaran
yang harus dicari, maka dalam proses analisa tersebut akan mengenal beberapa matriks
yang penting sebagai berikut :
Matriks kekokohan interan elemen [S], suatu matriks yang memenuhi Hukum
Hooke, dalam mana dinyatakan hubungan antara gaya dalam dan deformasi.
{H} = [S] {d}
antara
Selanjutnya akan diberikan beberapa contoh pemakaian metode kekakuan ini pada
analisa struktur.
Tentukan lendutan dan momen lentur balok menerus dibawah ini.
33
Penyelesaian :
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
diberikan D1 = 1 satuan
d1
d3
H2
H4
H1
H3
d2
(f)
diagram H-d
(g)
diagram kesetimbangan
H
D4
Q1
H3
34
[A] =
d1
d2
d3
d4
D1 = 1
Dari gambar 2.4.(f) :
[S] =
[S] = EI
4 EI
10
2 EI
10
2 EI
0
10
4 EI
10
0
H1
H2
2 EI
8
H3
4 EI
8
2EI
8
4EI
8
d1=1
d2=1
d3=1
d4=1
0,4
0,2
0,2
0,4
0,5
0,25
0,25
0,5
H4
35
[K]
= 0 1 1 0
0,4
0,2
0,2
0,4
0,5
0,25
0,25
0,5
EI
0
= 0,2
0,4
0,5 0,25
EI
1
0
1
0,9 EI
Dengan mengubah gaya q menjadi gaya titik ekivalen diujung elemen (gambar 2.4.b
dan d) dan dengan melihat persamaan (2.24) :
{D}
= [K]-1 {Q}
1
0,9 EI
{D} =
{1800} D1 =
2000
EI
H1
0,4
0,2
0,2
0,4
0,5
0,25
0,25
0,5
0,2
EI
H1
= 400 kg.m
800
H2
= 800 kg.m
H3
1000
H3
= 1000 kg.m
H4
500
H4
= 500 kg.m
A
800
0,5
2000
B
400
0,4
0,25
400
H2
2000
EI =
1000
500
36
Gambar 2.5 menyatakan besarnya momen lentur batang, bukan sebagai momen titik.
Jadi gaya dalam {H} yang didapat dari hasil perhitungan ini bukan merupakan
momen lentur yang sebenarnya bekerja. Momen lentur yang sebenarnya bekerja
(gambar 2.4.b) yaitu :
MA
400
- 5000
+ 5400 kg.m
MBA =
800
+ 5000
- 4200 kg.m
MBC =
+ 1000
- 3200
+ 4200 kg.m
MC
+ 3200
- 2700 kg.m
500
momen primer
Momen akhir ini adalah momen yang bekerja pada batang atau disebut sebagai
momen batang.
Contoh 2.2
Tentukan lendutan dan momen lentur balok menerus dibawah ini.
= 1000 kg
A
EI
6M
4M
Penyelesaian :
B
D2
d3
D2
d2
37
d2
d3
H2
H1
d4
H4
H3
(e) diagram H d
Q1
Q2
H3
H2
H1 + H2
6
H3 + H4
6
-6
[A] =
d1
-6
d2
1
4
d3
1
4
d4
D1=1
D2=1
4
6
2
6
2
3
2
3
2
6
4
6
1
3
2
3
4
4
2
4
2
4
4
4
1
2
1
2
38
2
3
1
3
-6
1
4
1
3
2
3
-6
1
2
-4
1
2
1
4
-1
-1 - 1 3
6 8
2 1
3
6
1
3
K=
-6 - 6 4
0,2430
0,2083
0,2083
1,667
3
8
1
2
EI
6
-1
6
-1
4
1
4
1
1
EI
0
1
EI
1
0
[K]-1 =
1
0,3617 EI
1,667
-0,2083
-0,2083
0,2430
1
0,3617 EI
D1
1,667
-0,2083
- 1000
-0,2083
0,2430
4607,85
EI
575,89
EI
D2
1
3
1
6
1
4
1
4
39
= EI
4607,85
EI
575,89
EI
1
3
2
3
1
2
1
2
1
3
2
3
3
8
3
8
1
2
= EI
H1
H2
575,89
EI
960
=
1152
H3
-1152
H4
-1440
960
4607,85
EI
1152
6M
1152
4M
1440
MB = - 1440 kg.m
10
MB =
1000 . 62 . 4
=
102
40
Contoh 2.3. :
Tentukan lendutan dan momen lentur balok menerus dibawah ini.
1000 kg
B
A
EI
perletakan elastis
k = 0,5 EI
C
6M
4M
Penyelesaian :
D1
D2
l
(a)
d3
d4
d1
(b)
diberikan D1 = 1 satuan
Q = -1000
D1
k.D1
(c)
Q = -1000 k D1
41
(d)
Persoalan pada contoh soal ini sebenarnya sama dengan contoh 2.2, yang berbeda
hanya dalam menetapkan vektor gaya yang bekerja, disamping ditentukan oleh gaya
luar Q = 1000 kg, juga dipengaruhi oleh gaya pegas kD1.
D1
{D} = [K]-1 {Q}
1,6667 -0,2083
(- 1000 kD1)
0,3617 EI
-0,2083 0,2430
=
D2
1
D1
. 1,6667
(- 1000 kD1)
0,3617 EI
1,6667
D1
D2
Berdasarkan hasil lendutan D1 dan D2 yang didapat, bisa dihitung gaya dalam yang
timbul pada elemen struktur.
6
1
3
2
3
3
8
3
8
1
2
-1
{H} = EI
-1
-1394,7 / EI
174,3 / EI
42
H1
H2
290,5
=
348,7
H3
-3480,7
H4
-435,9
= 290,5 kg.m
MCB
= - 348,7 kg.m
MB
= -435,9 kg.m
(c)
q = 300 kg/m
C
2.00
600 kg
600 kg
3.00
A
D
5.00
43
Penyelesaian :
(a)
600 . 32 . 2
= +288 kg.m
MBA =
= - 432 kg.m
52
52
1
x 300 x 52 = -625 kg.m
MBC = -MCB =
12
625
432
432
288
288
(b)
Momen primer
Q1 = -193
D2
D1
D1
d3
d2
d1
44
D2
H2
H4
d4
H3
d4
d2
d6
d1
H1
H5
d3
d5
d5
d6
(g)
Diagram H-d
Q2
H4
H3
H6
H2
H5
[A]
4
5
2
5
2
5
4
5
0 0
[S] = EI
d1
d2
d3
d4
d5
d6
D1=1
D2=1
0 0
0 0
2 0
4
50
2
50
4 0
0 0
4 (2) 2 (2)
5
5
2 (2) 4 (2)
5
5
0 0
0
02 4
5
2 EI
5
=
45
[K] =
0 1 1 0 0 0
2 EI
5
0 0 0 1 1 0
0 0
[K] =
2EI
5
1 0
1
1 0
0 1
= 2EI
5
0 1
0 0
Dengan mengubah gaya-gaya luar menjadi gaya ekivalen terpusat di ujung
elemen atau dititik-titik diskrit (gambar 2.10.b dan d), dan dengan melihat
persamaan (2.24) :
{D} = [K]-1 {Q}
D1
6
=
-2
- 965
-193
D2
-2
193
8EI
965
8EI
D1 = -D2 =
965
8EI
2 EI
5
H1
0 0
-48,25
965
8EI
+ 965
8EI
46
H2
H3
-96,5
=
-96,5
H4
96,5
H5
96,5
H6
48,25
48,25
288
239,75 kg.m
MBA =
96,5
+ 432
528,5 kg.m
MBC =
96,5
625
528,5 kg.m
MCB =
96,5
+ 625
528,5 kg.m
MCD =
96,5
432
528,5 kg.m
48,25
+ 288
239,75 kg.m
MD
Momen primer
47