Anda di halaman 1dari 29

BAB II METODE KEKAKUAN

2.1. Pendahuluan
Dalam pertemuan ini anda akan mempelajari pengertian metode kekakuan,
rumus umum dan derajat ketidak tentuan kinematis atau Degree Of Freedom (DOF).
Dengan mengetahui prinsip-prinsip perhitungan diatas, maka sangat berguna untuk
aplikasi perhitungan pada struktur : balok menerus, portal dan rangka batang.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat :

Menjelaskan metode kekakuan

Menjelaskan dasar-dasar perhitungan

Menentukan matriks deformasi (A), matriks kekakuan (K), matriks lendutan (D)
dan gaya luar ekivalen (Q)

Menghitung gaya dalam (momen, normal dan lintang)

Menerapkan perhit.terhadap struktur balok menerus, portal dan rangka batang.

2.2. Penyajian
Di dalam konteks metoda geometri, analisis struktur digolongkan atas dua,
yaitu (a) metoda gaya dan (b) metoda perpindahan. Pada dasarnya, kedua metoda ini
tetap menggunakan kriteria yang sama, yaitu keseimbangan, keserasian perpindahan,
dan hubungan gaya-perpindahan. Akan tetapi dalam implementasi, kedua jenis metoda
memiliki ciri khas yang sangat berbeda.
Sebelum membahas satu persatu, ada baiknya ditinjau terlebih dahulu
perbedaan kedua metode tersebut.
Tabel 2.1. Perbedaan metoda gaya dan perpindahan
Aspek
1.
2.
3.
4.
5.

Besaran anu
Asumsi awal
Kriteria penyusunan pers.
dasar
Penentuan orde persamaan
Nama

Metoda
Gaya

Perpindahan

Komponen gaya
Gaya berseimbang
Keserasian perpindahan

Komponen perpindahan
Perpindahan yang serasi
Keseimbangan

Ketidaktentuan Statis
Metoda Keserasian Deformasi
Metoda Gaya
Metoda Fleksibilitas

Ketidaktentuan Kinematis
Metoda Keseimbangan
Metoda Perpindahan
Metoda Kekakuan

19

2.3. Metode kekakuan


Dengan metode kekakuan ini sebenarnya dicari hubungan gaya dengan
lendutan, atau dinyatakan secara sistematis :
{Q} = [K] . {D}

(2.1)

Keterangan :
{Q} = menyatakan gaya-gaya yang timbul pada titik-titik diskrit akibat
diberikannya lendutan {D} pada titik-titik tersebut.
[K] = menyatakan kekakuan dari struktur.
Secara garis besarnya urutan kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Kompatibiliti : yaitu mencari hubungan antara deformasi dengan lendutan, atau
secara tegasnya mencari deformasi apa yang terjadi pada elemen-elemen dititiktitik diskrit akibat diberikannya lendutan pada struktur dititik tersebut.
2. Persamaan hubungan stress dan strain, yaitu mencari hubungan mengenai gayagaya dalam yang timbul sebagai akibat adanya deformasi pada elemen-elemen
struktur tersebut.
3. Kesetimbangan : langkah terakhir yang menyatakan hubungan gaya luar dititik
diskrit dengan gaya-gaya dalam, atau mencari berapa besar gaya luar diujung
elemen yang tepat diimbangi oleh gaya-gaya dalam elemen dititik diskrit.
Perlu kiranya ditambahkan disini, karena metode kekakuan ini analisanya
dimulai dengan lendutan, kemudian mencari hubungan pada gaya-gaya yang timbul
dititik-titik diskrit, maka akan sangat menguntungkan untuk memakai metode ini
menganalisa

suatu

konstruksi

dimana

ketidak-tentuan

kinematisnya

(yang

berhubungan erat dengan derajat kebebasan atau degree of freedom) adalah lebih
kecil bila dibandingkan dengan ketidak tentuan statisnya. Dengan demikian,
konstruksi-konstruksi statis tak tentu yang sering dijumpai pada umumnya, akan lebih
menguntungkan bila dianalisa dengan metode kekakuan ini, karena umumnya
kontruksi-konstruksi ini mempunyai derajat ketidak tentuan statis yang besar.

20

2.4. Dasar-dasar Perhitungan


2.4.1. Rumus umum
Berhubung dengan hakekat dari metode kekakuan ini, maka analisa struktur
akan selalu dimulai dengan memberikan pada struktur bersangkutan beberapa besaran
anu yang dalam hal ini ialah merupakan lendutan pada titik diskrit sebagai besaran
yang harus dicari. Sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah disinggung pada pasal
2.2, maka dalam proses analisa tersebut akan mengenal beberapa matriks yang penting
sebagai berikut :
(1) Matriks deformasi [A], suatu matriks yang menyatakan hubungan
kompatibiliti, atau hubungan deformasi dan lendutan :
{d} = [A] {D}

(2.2)

Keterangan :
{d} = menyatakan deformasi dari elemen struktur
[A] = matriks deformasi
{D} = menyatakan lendutan di titik diskrit.
(2).Matriks kekokohan interan elemen [S], suatu matriks yang memenuhi Hukum
Hooke, dalam mana dinyatakan hubungan antara gaya dalam dan deformasi.
{H} = [S] {d}

(2.3)

Keterangan :
{H} = menyatakan gaya dalam elemen
[S] = adalah matriks kekokohan intern elemen
{d} = menyatakan deformasi elemen.
(3).Matriks statis [B], suatu matriks yang menyatakan kesetimbangan, antara gaya
luar dan gaya dalam :
{Q} = [B] {H}

(2.4)

Keterangan :
{Q} = menyatakan gaya luar yang bekerja dititik diskrit
[B] = adalah matriks statis
{H} = menyatakan gaya dalam elemen

21

{Q} = [K] {D} [K] = [B] [S] [A]

(2.5)

Persamaan (2.5) merupakan persamaan inti dari metode kekakuan ini, dimana
[K] adalah matriks kekakuan struktur. Jadi salah satu tujuan utama dalam proses
analisa ini ialah dapat menurunkan matriks kekakuan struktur [K]

menurut

persamaan (2.5). Selanjutnya akan mudah dicapai tujuan akhir, yaitu analisa
lendutan dan gaya dalam elemen.
2.4.2. Derajat ketidak-tentuan kinematis
Analisa akan dimulai dengan mengambil lendutan dititik-titik diskrit sebagai
sasaran yang harus dihitung. Untuk mengetahui dimana harus dipasang besaran
lendutan yang akan dicari tersebut, maka harus diketahui dahulu berapa derajat
ketidak-tentuan kinematis atau derajat kebebasan (degree of freedom) dari struktur.
Derajat ketidak-tentuan kinematis ialah suatu besaran yang menyatakan jumlah
komponen bebas dari lendutan dititik diskrit yang mungkin terjadi yang berhubungan
dengan diberikannya suatu pembebanan pada struktur.
Pada struktur dengan titik hubung kaku, pada titik diskrit umumnya timbul :
Tabel 2.2. Jumlah lendutan translasi dan rotasi
Konstruksi

Jumlah lendutan translasi

Jumlah lendutan rotasi

Bidang

Dua

komponen

saling Satu komponen anguler

Ruang

tegak lurus
Tiga komponen

saling Tiga komponen anguler

tegak lurus
Pada bangunan rangka batang dengan sambungan engsel (titik hubung tidak
kaku), maka komponen rotasi dengan sendirinya tidak ada. Suatu struktur dengan
derajat ketidak-tentuan kinematis sama dengan nol juga disebut kinematis tertentu.
Rumus umum yang menyatakan jumlah derajat ketidaktentuan kinematis pada
struktur yaitu :
D = nt + nr

nt = 2k b p . rj

nr = k p . rj

Keterangan :
D

= Jumlah derajat ketidaktentuan kinematis

nt

= Jumlah translasi linear,

nr = Jumlah rotasi

22

= Jumlah titik tumpul (termasuk perletakan)

= Jumlah perletakan,

rj

= Koefisien lendutan, misalnya :

b = Jumlah batang

Untuk perletakan jepit, translasi 2 dan rotasi 1

Untuk perletakan sendi translasi 2 dan rotasi 0

Untuk perletakan rol translasi 1 dan rotasi 0

23

Contoh :
Diketahui suatu portal seperti gambar berikut. Tentukan jumlah derajat
ketidaktentuan kinematisnya.

Jawab :
-

Jumlah titik kumpul (k) = 9

Jumlah batang (b) = 10

Koefisien lendutan untuk perletakan jepit :


P = 2, rj untuk rotasi = 1 dan translasi = 2

Koefisien lendutan untuk perletakan sendi :


P = 1, rj untuk rotasi = 0 dan translasi = 2

Jumlah rotasi (nr) = k - p. rj = 9 (2 . 1 + 1 . 0) = 7


Jumlah translasi (nt) = 2k b - p. rj = 2 . 9 10 (2 . 2 + 1 . 2) = 2
sehingga D = 7 + 2 = 9
D1

D3

D5

D7

D4

D6

D8

D2

Perjanjian tanda :

D9

Arah vektor rotasi berlawanan arah jarum jam (+)

Arah vektor translasi ke kanan dan ke atas (+)

Dibawah ini diberikan beberapa macam struktur bidang yang akan ditunjukkan
berapa derajat ketidak-tentuan kinematisnya.

24

Tabel 2.3. Derajat ketidak-tentuan kinematis dari struktur


Struktur

Komponen bebas dari lendutan


dititik pertemuan

Derajat ketidak-tentuan
kinematis

(a)

(b)

0
D2

D1

D1

(c)

D2

(d)

D1

D2

D5

D3

D6

D4

D1
(e)

(f)

D1

D2

D3

D2

D5

D3

D6

3 ( deformasi axial dari


Elemen diabaikan)

D4

D7
(g)

D2 D4 D6
D1 D3 D5
12
D7
D8

D9 D
11
D10 D
12

2.4.3. Dasar Perhitungan

25

Dalam pasal ini, akan dijelaskan secara mendetail urut-urutan analisa dari
suatu konstruksi bidang (gambar 2.1) dengan mendasarkan pada metode kekakuan.

(a) konstruksi statis tak tentu dengan pembebanan gaya-gaya

D3

1
(b) derajat ketidak-tentuan
kinematis2 : 3

Q1

Q2

Q3

(c) diagram gaya luar ekivalen Q yang koresponding dengan lendutan D,


pengganti dari sistim pembebanan pada gambar (a).
EI 1

EI 2

EI 3

L1

L3

L3

(d) struktur dasar yang merupakan struktur yang dikekang


d2

D1

d3

(e) diberikan D1 = 1 satuan


d4

D2

D5

(f) diberikan D2 = 1 satuan


D6

D3

(g) diberikan D3 = 1 satuan


(h) diagram H-d, dimana {H} merupakan reaksi elemen yang dikekang terhadap
diberikannya deformasi {d}

26

(i) diagram kesetimbangan


Gambar. 2.1. Analisa balok menerus
Langkah pertama ialah menyelidiki kompabilitas dari struktur dengan jalan
memberikan berturut-turut lendutan D1 = 1, D2 = 1, dan D3 = 1 (gambar 2.1.e,
2.1.f dan 2.1.g), jadi d2 = d3 = D1, d4 = d5 = D2 , d6 = D3 , d1 = 0
atau disusun secara sistematis :
d1 =
0
d2 = D1
d3 = D1
d4 =
D2
d5 =
D2
d6 =
D3
Bila dinyatakan dalam hubungan matriks :
d1

d2

d3

d5

d6

d4

D1
D2
D3

atau : {d} = [A] {D}

[A] =

(2.6)

(2.7)

d1

d2

d3

d4

d5

d6

D1=1

D2=1

D3=1

(2.8)

Langkah kedua menyelidiki hubungan gaya dalam dan deformasi dengan melihat
tiap-tiap elemen sebagai bagian yang diskrit (gbr 2.1.h)

27

Ditinjau batang 1 2 :
1

11

H2

21
+

H1

Jadi : 1

2
+ 11 - 12 (2.9)

- 21 + 22 (2.10)

H1

21

22

H2

Dengan metode momen area nilai 1 dan 2 dapat ditentukan yaitu :


-

Akibat H1 :
a.

Bidang momen

b. Diagram H1/EI1
H1

H1

EI1

1/3 L

Dari gambar b :

R =
R =
211 = 111/6 . H1 . L21/EI 21

11 = 1/3 . H1 . L1/EI
-

2/3 L

Akibat H2 :
a.

Bidang momen

b. Diagram H2/EI1
H2

H2

EI1

2/3 L
L

R1 = 21

1/3 L

R2 = 22

Dari gambar b :
12 = 1/6 . H2 . L1/EI1
22 = 1/3 . H2 . L1/EI1
Dari persamaan 1 dan 2 diperoleh :
1

= + 1/3 . H1 . L1/EI1 1/6 . H2 . L1/EI1 = d1 .. (2.11)

= - 1/6 . H1 . L1/EI1 + 1/3 . H2 . L1/EI1 = d2 .. (2.12)

Jika persamaan (2.11) dan (2.12) ditransformasi ke dalam bentuk matriks maka :
d1

1/3

-1/6

H1

28

= L1/EI1

(2.13)

d2

1/6

-1/3

H2

Keterangan :
d = menyatakan deformasi yang terjadi diujung elemen.
H= menyatakan gaya dalam yang ada diujung elemen (momen lentur)
Bila pers. (2.13) diinverskan, akan didapat :
4 EI1

2 EI1

H1 =

2 EI1

d1 +

d2

L1

4 EI1

H2 =

d1 +

L1

d2

L1

(2.14)

L1

Analogi dengan pers. (2.14) akan didapatkan hubungan ;


4 EI2
H3 =

2 EI2
d3 +

2 EI2
d4

4 EI2

H4 =

d3 +

L2

L2

L2

L2

4 EI3

2 EI3

2 EI3

4 EI3

H5 =

d5 +

d6

L3

H6 =

d5 +

L3

L3

d4

(2.15)

d6

(2.16)

L3

Bila hubungan ini dinyatakan dalam bentuk matriks,


H1
H2
H3
H4

4 EI1

2 EI1

L1

L1

2 EI1

4 EI1

L
01

0L1

d1

d2

d3

d4

4 EI2

2 EI2

L2

L2

2 EI2

4 EI2

H5

H6

01
4 EI

0
2 EI
1

L1

L1

2 EI1

4 EI1

L1

L1

L2

L2

4 EI3

2 EI3

d5

L3

L3

d6

2 EI3

4 EI3

L3 matriks
L3 :
atau : {H} = [S] {d}, matriks [S] merupakan band

[S] =

4 EI2

2 EI2

L02

0L2

2 EI2

4 EI2

L2

L2

4 EI3

2 EI3

L3

L3

2 EI3

4 EI3

(2.17)
H1

29

H2

H3

H4

H5

H6

d1=1

d2=1

d3=1 d4=1

d5=1

d6=1

Sebenarnya matriks [S] = suatu matriks yang menyatakan berapa besar gaya dalam
[H] yang timbul diujung elemen bila dititik-titik tersebut diberikan satu satuan
deformasi {d}.Langkah ketiga, menyelidiki tentang kesetimbangan gaya luar dan
gaya dalam . Dari gambar 2.1. (i) diperoleh :
Q1 = H2 + H3

Q2 = H4 + H5

Q3 = H6

(2.18)

Bila dinyatakan secara matriks :


H1
Q1
Q2

Q3

H2
H3
H4

(2.19)

H5
H6

atau :

[B]

{Q} = [B] {H}

(2.20)

Q1

Q2

Q3

H1

H2

H3

H4

H5

H6

(2.21)

Tujuan utama, ialah mendapatkan hubungan : {Q} = [K] {D}

(2.22)

Menurut persamaan (2.5) dapat dinyatakan :

(2.23)

[K] = [B] [S] [A]

Untuk mendapatkan lendutan, persamaan (2.22) diinvers {D} = [K]-1 {Q}

(2.24)

Keterangan :
{Q}= gaya-gaya luar yang bekerja dititik-titik diskrit.

30

{D}= lendutan dititik bersangkutan yang koresponding dengan gaya {Q}.


Dari persamaan (2.8) dan (2.21), didapatkan :

[B] = [A]T

(2.25)

Persamaan (2.25) ini dapat dibuktikan dengan prinsip kerja virtuil.


Q*
(a) gaya luar virtuil

(b) lendutan aktuil

Gambar 2.2. Konstruksi balok menerus dikerjakan gaya virtuil.


Pada konstruksi tersebut dikerjakan gaya virtuil Q* (gambar 2.2.a) sehingga
timbul gaya dalam H* pada elemennya, maka dari prinsip kerja virtuil akan
didapatkan hubungan (dinyatakan dalam perkalian matriks) :
{Q*}T {D} = {H*}T {d}

(2.26)

{d}

= [A] {D}

(2.27)

{Q*}

= [B] {H*}

(2.28)

{Q*}T = {H*}T [B]T

(2.29)

maka persamaan (2.26) bisa dituliskan :


{H*}T [B]T {D} = {H*}T [A] {D}

(2.30)

Bila disederhanakan, akan memberikan :


[B]T = [A]

[B]

= [A]T

(2.31)

Dengan demikian persamaan (2.5) akan bisa dituliskan :


[K]

= [A]T [S] [A]

(2.32)

Untuk menghitung gaya dalam, digunakan hubungan :


{H} = [S] {d}

{H} = [S] [A] {D}

(2.33)

{D} ialah matriks lendutan dititik diskrit dari perhitungan persamaan (2.24)
Untuk lebih memudahkan pemahaman mengenai urutan / prinsip perhitungan dapat
dilihat pada skema perhitungan metode kekakuan (Gambar 2.3).

31

Skema Perhitungan Metode Kekakuan


Tentukan struktur dasar
yang dikekang

Hitung dan tentukan degree


of freedom (DOF)

Hitung momen
primer

Hitung dan tentukan gaya luar


ekivalen dititik diskrit
koresponden dengan lendutan
Diberikan gaya 1 satuan pada
lendutan dititik diskrit sesuai
jumlah DOF
*
Gambar diagram
hubungan H d

Gambar diagram
keseimbangan
Susun matriks deformasi
[A] berdasarkan *
Susun dan hitung matriks [S]
Hitung : [K] = [A]T [A] [S]
Hitung : {D} = [K]-1 {Q}

Rangka batang

Portal dan balok

Hitung : {H} = [S] [A]{D}

Hitung : {H} = [S] [A]{D}

Gambar diagram distribusi


gaya dalam

Gambar diagram distribusi


gaya dalam

Momen akhir

Gambar 2.3. Skema perhitungan metode kekakuan

32

2.5. Penutup

Kesimpulan :
Berhubung dengan hakekat dari metode kekakuan ini, maka analisa struktur

akan selalu dimulai dengan memberikan pada struktur bersangkutan beberapa besaran
anu yang dalam hal ini ialah merupakan lendutan pada titik diskrit sebagai besaran
yang harus dicari, maka dalam proses analisa tersebut akan mengenal beberapa matriks
yang penting sebagai berikut :

Matriks deformasi [A], suatu matriks yang menyatakan hubungan


kompatibiliti, atau hubungan deformasi dan lendutan :
{d} = [A] {D}

Matriks kekokohan interan elemen [S], suatu matriks yang memenuhi Hukum
Hooke, dalam mana dinyatakan hubungan antara gaya dalam dan deformasi.
{H} = [S] {d}

Matriks statis [B], suatu matriks yang menyatakan kesetimbangan,

antara

gaya luar dan gaya dalam :


{Q} = [B] {H}
{Q} = [K] {D} [K] = [B] [S] [A]
Persamaan diatas merupakan persamaan inti dari metode kekakuan ini,
dimana [K] adalah matriks kekakuan struktur. Jadi salah satu tujuan utama dalam
proses analisa ini ialah dapat menurunkan matriks kekakuan struktur [K].

Contoh Soal Aplikasi Perhitungan Balok Menerus

Selanjutnya akan diberikan beberapa contoh pemakaian metode kekakuan ini pada
analisa struktur.
Tentukan lendutan dan momen lentur balok menerus dibawah ini.

33

Penyelesaian :

(a)

struktur dasar yang dikekang


. 600 . 102 = -5000 kg.m

Momen primer : MAB = -MBA = -

MBC = -MCB = - 1_ . 600 . 82 = -3200 kg.m


12
1_
12

(b)

momen primer (fixed-end momen)

(c)

derajat ketidak-tentuan kinematis : 1

(d)

gaya luar ekivalen dititik diskrit yang koresponding


dengan lendutan D1 . Q1 = 5000 3200 [kg . m]

(e)

diberikan D1 = 1 satuan
d1

d3
H2

H4

H1

H3
d2

(f)

diagram H-d

(g)

diagram kesetimbangan
H

D4
Q1

H3

34

Gambar 2.4. Balok atas tiga tumpuan


Dari gambar 2.4 (e) dengan mudah akan didapatkan :

[A] =

d1

d2

d3

d4

D1 = 1
Dari gambar 2.4.(f) :

[S] =

[S] = EI

4 EI
10

2 EI
10

2 EI
0
10

4 EI
10
0

H1

H2

2 EI
8

H3

4 EI
8

2EI
8

4EI
8

d1=1

d2=1

d3=1

d4=1

0,4

0,2

0,2

0,4

0,5

0,25

0,25

0,5

H4

35

Dari persamaan (2.32)


= [A]T [S] [A]

[K]

= 0 1 1 0

0,4

0,2

0,2

0,4

0,5

0,25

0,25

0,5

EI

0
= 0,2

0,4

0,5 0,25

EI

1
0

1
0,9 EI

[K] = [0,9 EI] [K]-1 =

Dengan mengubah gaya q menjadi gaya titik ekivalen diujung elemen (gambar 2.4.b
dan d) dan dengan melihat persamaan (2.24) :
{D}

= [K]-1 {Q}

1
0,9 EI

{D} =

{1800} D1 =

2000
EI

Dari persamaan (2.33)


{H} = [S] [A] {D}
{H} =

H1

0,4

0,2

0,2

0,4

0,5

0,25

0,25

0,5

0,2
EI

H1

= 400 kg.m

800

H2

= 800 kg.m

H3

1000

H3

= 1000 kg.m

H4

500

H4

= 500 kg.m

A
800

0,5

2000

B
400

0,4
0,25

400

H2

2000
EI =

1000

500

Gambar. 2.5. Distribusi gaya dalam

36

Gambar 2.5 menyatakan besarnya momen lentur batang, bukan sebagai momen titik.
Jadi gaya dalam {H} yang didapat dari hasil perhitungan ini bukan merupakan
momen lentur yang sebenarnya bekerja. Momen lentur yang sebenarnya bekerja
(gambar 2.4.b) yaitu :
MA

400

- 5000

+ 5400 kg.m

MBA =

800

+ 5000

- 4200 kg.m

MBC =

+ 1000

- 3200

+ 4200 kg.m

MC

+ 3200

- 2700 kg.m

500

momen primer

Momen akhir ini adalah momen yang bekerja pada batang atau disebut sebagai
momen batang.
Contoh 2.2
Tentukan lendutan dan momen lentur balok menerus dibawah ini.
= 1000 kg
A

EI

6M

4M

Penyelesaian :

(a) struktur dasar yang dikekang


D1

B
D2

(b) derajat ketidak-tentuan kinematis : 2


D1
D1

(c) diberikan D1 = 1 satuan

d3

D2

d2

37

(d) diberikan D2 = 1 satuan


d1

d2

d3

H2

H1

d4

H4

H3

(e) diagram H d

Q1
Q2
H3

H2
H1 + H2
6

H3 + H4
6

(f) diagram kesetimbangan


Gambar 2.6. Balok atas dua tumpuan.
Pertama yang dilakukan ialah menganggap konstruksi ini terdiri atas dua elemen
diskrit,ACdan CB (gambar 2.6.a). Titik C sebagai titik diskrit mempunyai dua derajat
kebebasan, yaitu translasi dan rotasi.Dari gambar 2.6, akan didapatkan hubunganhubungan sebagai berikut :
1

-6
[A] =

d1

-6

d2

1
4

d3

1
4

d4

D1=1

D2=1

4
6

2
6

2
3

2
3

2
6

4
6

1
3

2
3

4
4

2
4

2
4

4
4

1
2
1
2

38

Selanjutnya dihitung matriks kekakuan : [K] = [A]T [S] [A]

2
3

1
3

-6

1
4

1
3

2
3

-6

1
2

-4

1
2

1
4

-1
-1 - 1 3
6 8
2 1
3

6
1
3

K=

-6 - 6 4

0,2430

0,2083

0,2083

1,667

3
8
1
2

EI

6
-1
6
-1
4
1
4

1
1

EI

0
1

EI

1
0

[K]-1 =

1
0,3617 EI

1,667

-0,2083

-0,2083

0,2430

{D} = [K]-1 {Q}


{D} =

1
0,3617 EI

D1

1,667

-0,2083

- 1000

-0,2083

0,2430

4607,85
EI
575,89
EI

D2

Selanjutnya akan bisa dihitung gaya dalam :


{H} = [S] [A] {D}
1
6
2
3

1
3

1
6
1
4
1
4

39

= EI

4607,85
EI
575,89
EI

1
3

2
3

1
2

1
2

1
3

2
3

3
8

3
8

1
2

= EI

H1
H2

575,89
EI

960
=

1152

H3

-1152

H4

-1440

960

4607,85
EI

1152

6M

1152

4M

1440

Gambar 2.7. Distribusi gaya dalam


Maka didapatkan hasil analisa :
MA = 960 kg.m

MB = - 1440 kg.m

MCA = - MCB = 1152 kg.m

Bila dibandingkan hasil ini dengan rumus yang sudah diketahui :


2
MA = 1000 . 62 . 4 = 960 kg.m

10

MB =

1000 . 62 . 4
=
102

1440 kg.m Hasilnya sama.

40

Contoh 2.3. :
Tentukan lendutan dan momen lentur balok menerus dibawah ini.
1000 kg
B

A
EI
perletakan elastis

k = 0,5 EI
C

6M

4M

Penyelesaian :
D1
D2

l
(a)

derajat ketidak-tentuan kinematis : 2


D1
d2

d3
d4

d1
(b)

diberikan D1 = 1 satuan
Q = -1000

D1
k.D1

(c)

gaya ekivalen dititik diskrit yang koresponding dengan lendutan D1

Q = -1000 k D1

41

(d)

penyederhanaan dari gambar (c)


Gambar 2.8. Konstruksi balok menerus atas perletakan elastis.

Persoalan pada contoh soal ini sebenarnya sama dengan contoh 2.2, yang berbeda
hanya dalam menetapkan vektor gaya yang bekerja, disamping ditentukan oleh gaya
luar Q = 1000 kg, juga dipengaruhi oleh gaya pegas kD1.
D1
{D} = [K]-1 {Q}

1,6667 -0,2083

(- 1000 kD1)

0,3617 EI

-0,2083 0,2430

=
D2

1
D1

. 1,6667

(- 1000 kD1)

0,3617 EI
1,6667
D1

(- 1000 0,5EI . D1) D1 = -1394,7 / EI


0,3617 EI
1

D2

(-0,2083) (-1000 + 0,5 EI . 1394,7/EI) D2 = 174,3/EI


0,3617 EI

Berdasarkan hasil lendutan D1 dan D2 yang didapat, bisa dihitung gaya dalam yang
timbul pada elemen struktur.
6

1
3

2
3

3
8
3
8

1
2

-1
{H} = EI

-1

-1394,7 / EI
174,3 / EI

42

H1
H2

290,5
=

348,7

H3

-3480,7

H4

-435,9

Maka didapatkan hasil analisa :


MA

= 290,5 kg.m

MCA = 348,7 kg.m

MCB

= - 348,7 kg.m

MB

= -435,9 kg.m

Contoh Soal Aplikasi


Portal bidang tanpa pergoyangan (deformasi axial diabaikan)
Sebagai contoh dari konstruksi portal bidang tanpa pergoyangan dapat dilihat pada
gbr. 2.9 berikut ini.

(a) portal tanpa pergoyangan

(c)

(b) portal menerus tanpa pergoyangan

portal dengan pergoyangan

Gambar 2.9. Konstruksi portal bidang tanpa pergoyangan.


Contoh 2.4 :
Tentukan lendutan dan momen lentur portal bidang tanpa pergoyangan dibawah ini.

q = 300 kg/m
C
2.00

600 kg

600 kg
3.00
A

D
5.00

43

Penyelesaian :

(a)

struktur dasar yang dikekang.


Momen primer :
600 . 3 . 22
MAB = +

600 . 32 . 2
= +288 kg.m

MBA =

= - 432 kg.m

52

52
1
x 300 x 52 = -625 kg.m

MBC = -MCB =
12

MCD = -MBA = -432 kg.m


625

625

432

432

288

288

(b)

MDC = -MAB = +288 kg.m

Momen primer

Q1 = -193

D2

D1

(c) Derajat ketidak-tentuan kinematis : 2


Q2 = 193

D1

d3
d2

d1

(d) Gaya ekivalen dititik diskrit yang

(e) Diberikan D1 = 1 satuan

koresponding dengan lendutan D.


Q1 = 432 625 = - 193 kg.m
Q2 = 625 432 = 193 kg.m

44

D2

H2

H4

d4

H3

d4

d2

d6

d1
H1

H5

d3

d5

d5

(f) Diberikan D2 = 1 satuan


Q1

d6

(g)

Diagram H-d
Q2

H4

H3

H6

H2

(h) Diagram kesetimbangan

H5

Gambar 2.10. Portal simetris


Dengan memperhatikan gambar 2.10. akan didapatkan :

[A]

4
5

2
5

2
5

4
5

0 0
[S] = EI

d1

d2

d3

d4

d5

d6

D1=1

D2=1

0 0

0 0

2 0

4
50

2
50

4 0

0 0

4 (2) 2 (2)
5
5
2 (2) 4 (2)
5
5

0 0
0

02 4
5

2 EI
5
=

45

Dari persamaan (2.32) :


[K] = [A]T [S] [A]

[K] =

0 1 1 0 0 0

2 EI
5

0 0 0 1 1 0

0 0

[K] =

2EI
5

1 0
1

1 0

0 1

= 2EI
5

0 1
0 0
Dengan mengubah gaya-gaya luar menjadi gaya ekivalen terpusat di ujung
elemen atau dititik-titik diskrit (gambar 2.10.b dan d), dan dengan melihat
persamaan (2.24) :
{D} = [K]-1 {Q}
D1

6
=

-2

- 965

-193

D2

-2

193

8EI

965
8EI

Jadi putaran sudut dititik B dan C ialah sebesar :

D1 = -D2 =

965
8EI

{H} = [S] [A] {D}

2 EI
5

H1

0 0
-48,25

965
8EI
+ 965
8EI

46

H2
H3

-96,5
=

-96,5

H4

96,5

H5

96,5

H6

48,25

Momen akhir diperoleh :


MA

48,25

288

239,75 kg.m

MBA =

96,5

+ 432

528,5 kg.m

MBC =

96,5

625

528,5 kg.m

MCB =

96,5

+ 625

528,5 kg.m

MCD =

96,5

432

528,5 kg.m

48,25

+ 288

239,75 kg.m

MD

Momen primer

47

Anda mungkin juga menyukai