Donie Kadewandana
Donie Kadewandana
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh
Donie Kadewandana
NIM. 104051001897
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh
Donie Kadewandana
NIM. 104051001897
Di Bawah Bimbingan
Ketua
Sekretaris
Umi Musyarofah, MA
NIP. 150 281 980
Penguji I
Penguji II
Dr. Murodi, MA
NIP. 150 254 102
Pembimbing,
LEMBAR PERNYATAAN
Donie Kadewandana
ABSTRAK
Donie Kadewandana
NIM. 104051001897
102+vii hal, 7 Tabel, 9 Gambar/Bagan; 2008
KONSTRUKSI REALITAS DI MEDIA MASSA (ANALISIS FRAMING
TERHADAP PEMBERITAAN BAITUL MUSLIMIN INDONESIA PDI-P
DI HARIAN KOMPAS DAN REPUBLIKA)
Pembentukan organisasi sayap Baitul Muslimin Indonesia di dalam tubuh
PDI-P, banyak mendapat respon dari berbagai kalangan. Ada yang berpendapat
bila pembentukan Baitul Muslimin Indonesia merupakan langkah progresif karena
dapat menghapus dikotomi Islam dan nasionalis. Ada juga yang menganggap bila
pembentukan Baitul Muslimin Indonesia merupakan strategi PDI-P untuk
memperbaiki citra dan mendongkrak suara dalam pemilihan umum (Pemilu)
2009. Opini mengenai pembentukan dan citra Baitul Muslimin Indonesia
sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari media massa. Media massa memiliki
peran yang sangat penting dan strategis dalam pembentukan opini publik pada
suatu peristiwa.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui bagaimana Harian
Kompas dan Republika mengemas pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia PDI-P;
(2) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan struktur wacana framing
(sintaksis, skrip, tematik, retoris) dalam pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia
PDI-P di Harian Kompas dan Republika.
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konstruksi
realitas sosial yang diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann,
serta teori konstruksi sosial media massa Burhan Bungin. Kemudian dikaitkan
dengan teori framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
Metodologi penelitian dalam skripsi ini antara lain menggunakan:
paradigma konstruksionis, pendekatan kualitatif, sifat penelitian eksplanatif, dan
analisis data menggunakan framing model Zhongdang Pan dan Gerald M.
Kosicki.
Hasil penelitian menunjukan, (1) ada dua isu besar yang diangkat media
dalam pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia. Pertama, isu dikotomi Islam dan
nasionalis. Frame Kompas terhadap isu ini yaitu Baitul Muslimin Indonesia
merupakan bagian dari gerakan Islam progresif, karena dapat melahirkan titik
temu antara Islam dan nasionalis. Frame Republika adalah dikotomi Islam dan
nasionalis harus dihapuskan, karena selain terdapat titik temu, Islam dan
nasionalis juga dapat saling mendukung. Kedua, isu dukungan Baitul Muslimin
Indonesia terhadap PDI-P. Frame Kompas adalah pragmatisme politik. Frame
Republika pun juga sama, pragmatisme politik. (2) Dari segi struktur wacana
framing (sintaksis, skrip, tematik, retoris) terdapat perbedaan antara yang
ditampilkan Kompas dan Republika. Perbedaan tersebut terutama terlihat dari
struktur tematik dan retoris. Kompas lebih menonjolkan sisi pluralisme dan halus
KATA PENGANTAR
7. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., dan Istri, Ibu Ipah Fariah, yang telah
menyewakan tempat kos (Wisma Sakina) yang nyaman.
8. Rubrik Deteksi Harian Indopos, Pusat Penelitian Kompas, Womens
International Club (WIC), Orbit The Habibie Center, yang telah
memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk berkarya.
9. Harian Kompas dan Republika, tempat penulis melakukan penelitian
untuk skripsi ini.
10. Seluruh mahasiswa KPI angkatan 2004, terutama kelas KPI E. Untuk
Maheso, Odih, Hasan, Irfanuddin, Sholeha, Husnul, Ranita (Akhirnya kita
bisa wisuda ke-74 bersama-sama). Serta teman-temanku Hanif, Sita,
Renal, Afif, Daraz, dan nama-nama lain yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Ini baru langkah awal dari perjalanan kita, teruslah berjuang
untuk kehidupan dan kemanusiaan. Besarkanlah diri kita, keluarga kita,
dan bangsa kita!
Akhirnya teriring salam dan doa, penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amien.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................
D. Metodologi Penelitian .......................................................................
E. Kajian Pustaka...................................................................................
F. Sistematika Penulisan .......................................................................
1
8
9
10
15
17
TINJAUAN TEORITIS
A. Fungsi Media Massa .........................................................................
B. Konstruksi Realitas Sosial ................................................................
C. Ideologi Media ..................................................................................
D. Teori Framing (Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki) .....
E. Kerangka Pemikiran..........................................................................
18
24
32
36
49
50
50
61
64
65
65
67
69
1.............................................................................................. F
rame Kompas: Terdapat Titik Temu Antara Islam dan
Nasionalis (Dikotomi Islam dan Nasionalis Tidak Relevan)...... 73
2.............................................................................................. F
rame Republika: Dikotomi Islam dan Nasionalis Harus
Dihapuskan.................................................................................. 78
3.............................................................................................. P
erbandingan Frame ..................................................................... 82
B. Isu/Peristiwa 2: Dukungan Baitul Muslimin Indonesia terhadap
PDI-P................................................................................................. 85
1.............................................................................................. F
rame Kompas: Baitul Muslimin Indonesia Mendukung
Kemenangan PDI-P dalam pemilu.............................................. 86
2.............................................................................................. F
rame Republika: Untuk Menangkan Pemilu, PDI-P Perbaiki
Citra Lewat Baitul Muslimin Indonesia...................................... 89
3.............................................................................................. P
erbandingan Frame ..................................................................... 93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 96
B. Saran-saran........................................................................................ 97
DAFTAR TABEL
TABEL
HALAMAN
GAMBAR/ BAGAN
HALAMAN
BAB I
PENDAHULUAN
Komisi Pemilihan Umum, Partai Politik 2009, data diakses pada 9 Juli 2008 dari
http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=category§ionid=5&id=24&Itemi
d=83
negara melalui UU Partai Politik No. 2 tahun 2008 tentang partai politik.2 Di
dalam pasal 12 huruf (j) UU tersebut dinyatakan, bahwa salah satu hak partai
politik adalah membentuk dan memiliki organisasi sayap partai politik.3
Pengakuan dan jaminan yuridis ini merupakan dasar sekaligus peluang bagi
pengembangan struktur partai untuk menjangkau seluruh segmen masyarakat.
Menurut Abdul Khaliq Ahmad, organisasi sayap partai memiliki fungsi
dan peran yang penting bagi partai politik dalam upaya sosialisasi dan diseminasi
program kebijakan partai untuk lebih mengembangkan kualitas kehidupan
demokrasi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan memiliki organisasi
sayap yang beragam, partai politik akan diuntungkan karena bisa menjadikannya
sebagai instrumen pendukung untuk menarik simpati dan dukungan yang sebesarbesarnya dari segenap lapisan masyarakat.4
Salah satu partai politik yang giat membentuk organisasi sayap menjelang
Pemilu 2009 adalah Partai Demokrasi Indonesia perjuangan (PDI-P). PDI-P yang
merupakan salah satu partai terbesar di Indonesia, hingga tahun 2008 ini telah
mendirikan beragam organisasi sayap partai. Sejauh ini tercatat ada lima
organisasi sayap yang dimiliki oleh PDI-P, antara lain Banteng Muda Indonesia
(BMI), Baitul Muslimin Indonesia, Srikandi Demokrasi Indonesia (SDI), Taruna
Merah Putih (TMP) dan Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem).
Dari beragam organisasi sayap yang dimiliki PDI-P tersebut, yang
menurut penulis menarik untuk dicermati dan diteliti adalah Baitul Muslimin
Indonesia. Bila melihat AD/ART PDI-P, disebutkan bahwa PDI-P merupakan
2
Undang-undang Partai Politik: UU RI Nomor 2 Tahun 2008, cet. Ke-2 (Jakarta: Asa
Mandiri, 2008), h.1.
3
Ibid, h. 8.
4
Abdul Khaliq Ahmad, Urgensi Organisasi Sayap Partai, artikel diakses pada 1 Juli 2008
dari http://www.pdp.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=1721
partai yang berideologi nasionalis, yakni partai yang terbuka untuk semua
golongan dan tidak disebutkan bercorak keagamaan. Namun tanpa diduga pada
tahun 2007, PDI-P mendirikan organisasi sayap partai yang bercorak keagamaan,
yaitu Baitul Muslimin Indonesia.
Ide awal pembentukan Baitul Muslimin Indonesia diprakarsai oleh Ketua
Dewan Pertimbangan Pusat PDI-P, Taufik Kiemas. Kemudian gagasan ini baru
secara formal diumumkan pada saat acara buka puasa bersama di kediaman
Megawati Soekarno Putri pada hari kedua ramadhan 1427 H. Dalam acara
tersebut hadir Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin,
yang tampil memberikan tausiyah. Kemudian hadir pula Sekjen PDI-P Pramono
Anung, Hamka Haq, Adang Ruchiyatna, Daryatmo dan tokoh PDI-P lainnya.5
Setelah gagasan digulirkan, lalu PDI-P membentuk tim formatur yang
bertugas untuk menuntaskan berdirinya Baitul Muslimin Indonesia. Tim formatur
terdiri atas tujuh orang, diketuai oleh Hamka Haq. Sementara para anggotanya
adalah Arif Budimanta Sebayang, Irmadi Lubis, Said Abdullah, Zainun Ahmadi,
Ahmad Baskara dan Nova Andika.
Selanjutnya tim formatur dipandu oleh Taufik Kiemas serta seorang tokoh
non-Islam, Sabam Sirait melakukan konsultasi dan pendekatan kepada berbagai
organisasi dan tokoh Islam dalam rangka mematangkan pembentukan Baitul
Muslimin Indonesia. Konsultasi dilakukan oleh tim formatur dengan menghadap
langsung para ketua umum organisasi Islam, di antaranya KH. Hasyim Muzadi
Lihat Cholid Ghozali, Baitul Muslimin Indonesia: Tujuan dan Perannya di tengah
Pluralisme Indonesia, dalam Helmi Hidayat, ed., Bunga Rampai Pemikiran Islam Kebangsaan:
Edisi Buletin Jumat Baitul Muslimin (Jakarta: Baitul Muslimin Press, 2008), h. 1.
(PBNU), Asri Harahap (KAHMI), KH. Said Agil Siradj, Syafii Maarif dan Akbar
Tanjung.6
Kemudian organisasi ini dideklarasikan pada 29 Maret 2007, dengan nama
Baitul Muslimin Indonesia. Nama Baitul Muslimin, yang berarti rumah bagi
kaum muslim, awalnya diusulkan oleh Taufik Kiemas setelah didiskusikan oleh
H. Cholid Ghozali dengan H. Erwin Moeslimin Singajuru melalui konsultasi
kepada Din Syamsudin. Lambang organisasi ini menggambarkan siluet dan dua
kubah masjid di mana Bung Karno menjadi arsiteknya pada 1938 di Bengkulu.
Lambang ini mengabadikan rasa cinta Bung Karno terhadap Islam, sekaligus
mencerminkan nuansa Islam pada organisasi ini.
Setelah terbentuk, akhirnya pengurus Baitul Muslimin Indonesia dilantik
oleh ketua umum PDI-P Megawati Soekarno Putri pada 5 Agustus 2007 di kantor
pusat DPP PDI-P Lenteng Agung. Yang menjabat sebagai ketua Baitul Muslimin
adalah Hamka Haq, yang juga Ketua Bidang kerohanian DPP PDI-P sekaligus
Guru Besar UIN Alauddin Makassar. Hadir dalam acara tersebut Mantan Ketua
Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, dan Ketua PBNU, Said Agil Siradj.7
Menurut Ketua Dewan Penasehat Pengurus Pusat Baitul Muslimin, Cholid
Ghozali, Baitul Muslimin Indonesia dibentuk atas dua tujuan strategis, internal
dan eksternal. Secara internal, karena Baitul Muslimin Indonesia adalah sayap
PDI-P maka tujuan organisasi ini harus melekat secara inheren sekaligus sejalan
dengan tujuan PDI-P. Sebagai konsekuensi logisnya, ciri utama organisasi ini
harus mampu bertumpu kepada penghayatan terhadap wawasan kebangsaan, sense
of nationalism yang tinggi, berasas Pancasila, penghayatan terhadap pluralisme
6
Ibid
Megawati Lantik Pengurus Baitul Muslimin, artikel diakses pada 5 Juli 2008 dari
http://www.kompas.com/ver1/nasional/0708/05/145221.htm
7
dan cinta kepada tanah air, yang ujungnya bermuara kepada utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia.8
Dalam konteks ini, menjadi kewajiban Baitul Muslimin Indonesia untuk
dapat memaknai asas-asas yang di atas sesuai dengan cara pandang yang religius
dan Islami. Sejalan dengan ini, Baitul Muslimin Indonesia dituntut untuk
meningkatkan kualitas keIslaman bagi semua pemeluk Islam di dalam tubuh PDIP, sehingga pada gilirannya partai ini harus dapat dicitrakan sebagai partai
kebangsaan yang religius.
Sedangkan tujuan eksternalnya, Baitul Muslimin Indonesia harus sejalan
dengan tujuan PDI-P. Semua tujuan utama Baitul Muslimin Indonesia sebagai
sayap Islam PDI-P harus tercermin pada pelaksanaan tugas, kewajiban, gerakangerakan dan kiat-kiat yang semuanya bernuansa Islami seiring dengan asas
perjuangan PDI-P.
Sebagai contoh, manakala PDI-P memandang bahwa memenangkan
Pemilu dan Pilpres 2009 merupakan tujuan strategisnya, maka Baitul Muslimin
Indonesia harus all out dalam mendukung kemenangan PDI-P itu. Dalam
tingkat yang paling praktis, dengan tujuan eksternalnya ini Baitul Muslimin
Indonesia harus dapat merangkul semua eksponen Islam yang selama ini berada di
luar PDI-P untuk bersama-sama memberikan andil bagi kemenangan PDI-P.9
Dari tujuan eksternal tersebut di atas rupanya agak sedikit berbeda dengan
apa yang diungkapkan Megawati Soekarno Putri dalam sambutannya pada acara
pelantikan Baitul Muslimin Indonesia. Megawati Soekarno Putri menyatakan bila
pembentukan Baitul Muslimin Indonesia tidak ada kaitannya dengan persiapan
8
Cholid Ghozali, Baitul Muslimin Indonesia: Tujuan dan Perannya di tengah Pluralisme
Indonesia, dalam Helmi Hidayat, ed., Bunga Rampai Pemikiran Islam Kebangsaan, h. 2.
9
Ibid
10
Muhammad Jafar Anwar, Merebut Simpati Ulama dan Umat Islam, di akses pada 5 Juli
2008 dari http://www.hupelita.com/baca.php?id=36611
11
Megawati Soekarno Putri, Pidato Ketua Umum PDI-P pada Deklarasi Baitul Muslimin
Indonesia, di Akses pada 29 Maret 2008 dari http://www.PDI-Perjuangandenpasar.org/index.php/Deklarasi-Baitul-Muslimin-Indonesia.html
pekerja media secara individu, rutinitas media, organisasi media itu sendiri,
institusi diluar media, dan oleh ideologi.12
Berita atau pesan yang ditampilkan oleh media seringkali dimaknai apa
adanya oleh masyarakat. Artinya, masyarakat lebih terpengaruh pada judul berita
yang dimunculkan dan kesan yang disimpulkan oleh media massa daripada
menganalisis secara mendalami teks berita tersebut. Padahal dalam kenyataannya
sering terjadi misinformasi dan misinterpretasi antara apa yang seharusnya
disampaikan dan kenyataan yang diterima oleh pembaca.13
Menurut Robert N. Entman dalam Eriyanto, media melakukan framing
dalam dua dimensi besar, yaitu proses seleksi isu dan penekanan atau penonjolan
aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Sehingga realitas yang disajikan secara
menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan
dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.14
Dengan demikian, media massa atau pers bukanlah sesuatu yang objektif.
Pers bukan alat potret mekanik yang mampu menampilkan dan menggambarkan
suatu peristiwa serta even kehidupan secara apa adanya. Keterbatasan teknis
jurnalistik dan berbagai kepentingan manusia yang ada di balik media massa
menyebabkan penggambaran dan pemotretan yang dilakukan oleh pers
mengalami reduksi, simplifikasi, dan interpretasi. Sejalan dengan itu, McLuhan
menyatakan, pers merupakan alat untuk memotret suatu peristiwa tertentu dan
12
15
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Menurut pemikiran Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip Dedy
Nur Hidayat, paradigma ilmu pengetahuan (komunikasi) terbagi menjadi
tiga, (1) paradigma klasik (classical paradigm) yang terdiri dari positivist
dan postpositivist, (2) paradigma kritis (critical paradigm) dan (3)
paradigma konstruktivisme (constructivism paradigm).16
Karena penelitian ini menggunakan analisis framing, yaitu analisis
yang melihat wacana sebagai hasil dari konstruksi realitas sosial, maka
penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma konstruksionis.
Paradigma ini, menurut Eriyanto17, mempunyai posisi dan
pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya.
Konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas
yang natural, tetapi hasil dari konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis
pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa
atau realitas tersebut dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi itu
dibentuk.
Paradigma konstruktivis memandang bahwa untuk mengetahui
dunia arti (world of meaning) mereka harus menginterpretasikannya.
Mereka juga harus menyelidiki proses pembentukan arti yang muncul
dalam bahasa atau aksi-aksi sosial para aktor.18 Pendekatan interpretasi
16
bersangkutan
untuk
memperoleh
gambaran
mengenai
kategorisasi tertentu.20
Pendekatan kualitatif tidak menggunakan prosedur statistik dalam
pendekatannya, melainkan dengan berbagai macam sarana. Sarana tersebut
antara lain dengan wawancara, pengamatan, atau dapat juga melalui
dokumen, naskah, buku, dan lain-lain.21
Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif
yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil.
Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti
kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis
data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan
19
observasi
partisipasi
di
lapangan.
Keempat,
peneliti
kualitatif
(reasoning)
mengapa
sesuatu
dapat
terjadi,
diantaranya
22
Ibid., h. 303.
Ipah Farihah, Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta Press, 2006), h. 35-36.
23
24
25
Ibid, h. 71.
Ibid, h. 72.
26
E. Kajian Pustaka
Penelitian skripsi yang berjudul Konstruksi Realitas di Media Massa
(Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia PDI-P di
Harian Kompas dan Republika) ini terinspirasi dari kondisi pemberitaan media
massa cetak yang cenderung menonjolkan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu.
Selain itu, kajian framing terhadap organisasi yang bercorak keagamaan seperti
Baitul Muslimin Indonesia PDI-P belum pernah diteliti di fakultas ini. Sehingga
penulis merasa tertarik untuk lebih dalam meneliti kajian ini. Adapaun literatur/
kepustakaan yang penulis gunakan untuk penelitian skripsi ini antara lain:
1. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Buku ini
ditulis oleh Eriyanto dan diterbitkan LKIS Yogyakarta pada tahun 2002.
Buku ini merupakan buku teks berbahasa Indonesia pertama yang
membahas secara lengkap tentang: konsep dasar dan teori analisis framing,
pandangan kaum konstruksionis dalam melihat teks berita, hubungan
antara ideologi media dengan framing, serta membahas juga model-model
framing dari para pakar, seperti model framing Murray Edelman, Robert
N. Entman, William A. Gamson, Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
2. NU Politik: Analisis Wacana Media. Buku ini ditulis oleh Fathurin Zen
dan diterbitkan LKIS Yogyakarta pada tahun 2004. Buku ini merupakan
pengembangan dari hasil karya ilmiah (tesis S2) penulis tentang NU dalam
media massa. Isi buku ini antara lain membahas: profil NU, konstruksi
realitas sosial, komunikasi politik melalui media, analisis framing beserta
model yang digunakan, yakni Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki,
F. Sistematika Penulisan
Penelitian yang akan dibahas terdiri dari lima bab dan masing-masing bab
terdiri dari sub bab, yakni:
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
27
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), h.79.
28
Vincent Moscow, The Political Economy of Communication (London: Sage
Publications, 1996) h. 150.
29
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 22-25.
30
Ibid, h. 28.
Pengawasan
Peringatan
(warning
or
beware
31
Dalam penelitian ini yang dijadikan subyek penelitian ialah Surat Kabar
Harian Kompas dan Republika. Kompas dan Republika terbit setiap hari dengan
jenis kertas gambar kulit dan jenis kertas isinya sama. Di samping itu, Kompas
dan Republika menggunakan format 7 kolom, dan menampilkan informasi seharihari. Dengan demikian, Kompas dan Republika dapat digolongkan sebagai surat
kabar harian.
Penelitian ini berupaya melihat bagaimana konstruksi yang dilakukan oleh
Harian Kompas dan Republika di dalam pemberitaannya. Menurut Charnley dan
James M. Neal dalam AS. Haris Sumadirian, menjelaskan bahwa berita adalah
laporan tentang situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru,
yang penting disampaikan kepada khalayak.34
Pakar lain seperti Dean M. Lyle Spencer, Willard C. Bleyer, William S.
Maulsby, dan Eric C. Hepwood, sebagaimana dikutip Djafar H. Assegaff, samasama menekankan unsur menarik perhatian dari definisi berita yang mereka
32
buat, Berita adalah laporan tentang suatu kejadian yang dapat menarik perhatian
khalayak pembaca,35
35
Ibid.
Fathurin Zen, NU Politik: Analisis Wacana Media (Yogyakarta: LKIS, 2004), h. 52.
40
Ibid.
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h.202.
43
Ibid, h. 192.
44
Peter L. Berger and Thomas Luckman, The Social Construction of Reality, h. 75.
42
45
48
Almanak Pers Antara 1976 (Jakarta: Penerbit LKBN Antara, 1976), h. 45.
Ibid.
50
Ibnu Hamad, Agus Sudibyo, Mohamad Qodari, Kabar-kabar Kebencian: Prasangka
Agama di Media Massa (Jakarta: ISAI, 2001), h.69.
49
elemen utama berkomunikasi, diungkapkan Ibnu Hamad tidak lagi sebagai alat
semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan
gambaran (citra) yang akan dimunculkan di benak khalayak, terutama dalam
media massa.
Jadi, dapat dikatakan bahasa yang digunakan media massa memiliki
kekuatan untuk membentuk pikiran khalayak. Bahasa dengan unsur utama kata,
memiliki kekuatan yang besar dalam berinteraksi antar komunkitas sosial. Bahasa
adalah cermin budaya masyarakat pemakainya. Hubungan antara realitas, bahasa
dan budaya oleh Christian dan Christian digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1: Hubungan Bahasa, Realitas dan Budaya
(Christian and Christian, 1996)51
Language
Reality Creates
Creates
Creates Reality
Culture
51
Ibid, 71.
Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 203
53
Ibid, h. 204
52
Eksternalisasi
M
E
D
I
A
Objektivasi
M
A
S
S
A
Internalisasi
Source
Message
- Objektif
- Subjektif
- Intersubjektif
Channel
Realitas Terkonstruksi:
- Lebih Cepat
- Lebih Luas
- Sebaran Merata
- Membentuk Opini Massa
- Massa Cenderung
Terkonstruksi
- Opini Massa Cenderung
Apriori
- Opini Massa Cenderung
Sinis
Receiver
Effects
Ibid, h. 204
Ibid, h. 205-206.
55
konstruksi
citra
adalah
bangunan
yang
56
Ibid, h. 208.
Ibid
57
yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model; (1)
model good news (story) dan (2) model bad news (story).58
4. Tahap Konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca
dan pemirsa (penonton) memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap
pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi
media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi
terhadap alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan bagi pemirsa dan
pembaca (penonton), tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan
mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.59
C. Ideologi Media
Kata ideologi banyak dipergunakan dalam arti yang berbeda-beda, dan
tidak ada keseragaman mengenai pengertian ideologi. Kita tidak bisa berbicara
tentang ideologi tanpa menjabarkan dulu apa yang kita maksud. Bila kita ingin
merespon pendapat orang lain mengenai ideologi, maka kita harus paham terlebih
dulu dalam arti apa ideologi dipakai olehnya. Ini dilakukan supaya terjadi saling
kesepahaman.
Raymond William mengklasifikasikan kata ideologi ke dalam tiga arti.60
Pertama, ideologi merupakan sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki kelompok
atau kelas tertentu. Definisi ini banyak digunakan oleh kalangan psikologi yang
58
Ibid, h. 209.
Ibid, h. 212.
60
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKIS, 2007),
59
h. 87-92.
61
Franz Magnis, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 2001), h.230.
didominasi).
Kelompok
dominan
(pemilik
kekuasaan)
dapat
62
63
64
Ibid, h. 13.
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, Analisis Framing (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 138.
65
3. Pengaruh Organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah
mencari keuntungan materil. Tujuan-tujuan dari media akan berpengauh pada isi
yang dihasilkan.
4. Pengaruh dari luar organisasi. Pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok
kepentingan terhadap isi media, pseudoevent dari praktisi public relations dan
pemerintah yang membuat peraturan-peraturan dibidang pers.
5. Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling
menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi di sini diartikan sebagai mekanisme
simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam
masyarakat.66
Bila dikaitkan dengan masalah penelitian di dalam skripsi ini, maka Harian
Kompas dan Republika memiliki hegemoni dan ideologi di dalam medianya serta
mempengaruhinya dalam mengkonstruksi realitas.
Ibid, h. 138-139.
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 161-162.
67
kebenaran
tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, tetapi dibelokkan secara halus,
memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, menggunakan istilah-
68
Ibid, h. 162.
Bimo Nugorho, Eriyanto, Franz Sudiarsis, Politik Media Mengemas Berita (Jakarta:
Institut Studi Arus Informasi, 1999), h. 21.
70
Teguh Imawan, Media Surabaya Mengaburkan Makna (Jakarta: Pantau Edisi 09/Tahun
2000), h. 65-73.
71
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.68.
69
istilah yang punya konotasi tertentu, bantuan foto, karikatur, dan menggunakan
alat ilustrasi lainnya.72
Menurut Aditjondro, proses framing tidak hanya melibatkan pekerja pers,
tetapi pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu dan masingmasing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang ingin ditonjolkan dengan
menyembunyikan
sis-sisi
lain
serta
mengaksentuasikan
pada
kesahihan
melalui
beberapa
cara,
seperti
penempatan
(kontekstualisasi),
72
Arifatul Choiri Fauzi, Kabar-kabar Kekerasan dari Bali (Yogyakarta: LKIS, 2007), h.
28.
73
Ibid, h. 29.
SINTAKSIS
(Cara wartawan menyusun fakta)
SKRIP
(Cara wartawan
fakta)
Perangkat
Framing
1. Skema Berita
TEMATIK
(Cara wartawan menulis fakta)
Paragraf,
proposisi,
kalimat,
hubungan
antar-kalimat
RETORIS
(Cara wartawan
fakta)
74
3. Detail
4. Maksud
5. Nominalisasi
6. Koherensi
7. Bentuk kalimat
8. Kata ganti
9. Leksikon
menekankan 10. Grafis
11. Metafor
12. Pengandaian
1. Struktur Sintaksis
Sintaksis dalam pengertian umum adalah susunan kata atau frase
dalam kalimat.75 Sedangkan dalam tataran wacana, struktur sintaksis
terdiri atas susunan atau kerangka dari sebuah penyusunan artikel atau
wacana berita. Struktur sintaksis biasanya ditandai oleh struktur piramida
terbalik dan oleh aturan-aturan atributif (penandaan) sumber. Piramida
terbalik ini mengacu pada pengorganisasian bagian-bagian struktur yang
runtut, seperti headline (judul utama), lead (kepala berita atau
pendahuluan), episode (runtutan cerita), background (latar belakang), dan
ending atau conclusion (penutup atau kesimpulan).
Kadang kala struktur penulisan itu terdiri dari atas bagian yang
umum saja seperti lead, perangkat tubuh, dan penutup. Struktur sintaksis
dapat memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana wartawan
memaknai peristiwa dan hendak ke mana berita tersebut akan dibawa.76
Dengan bentuk struktur sintaksis tertentu, wartawan bisa menekankan
suatu isu, baik dengan meletakannya pada headline atau lead, pada
kesimpulan, atau pada kronologi peristiwa yang terdapat pada latar
informasi.
Sebuah headline dari berita tertentu pada surat kabar merupakan
tanda yang mencolok antara struktur semantik dalam wacana dengan
konsep atau gagasan yang ada di dalam pikiran pembaca. Dalam banyak
hal, struktur sintaksis yang sering digunakan untuk menggiring opini
khalayak ke arah tertentu dan yang bersifat menarik adalah headline.
75
Hasan Alwi dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2000),
h. 36.
76
Bimo Nugorho, Eriyanto, Franz Sudiarsis, Politik Media Mengemas Berita, h.31.
Dengan kata lain, headline ini merupakan framing device yang paling
penting.
Alat (device) selanjutnya adalah lead yang ada dalam sebuah cerita
atau tulisan surat kabar. Di lead inilah biasanya dapat diketahui angle
mana yang lebih ditekankan oleh reporter atau wartawan. Pada bagian
tengah (episodes) dan latar (background) para wartawan biasanya
memaparkan fakta secara kronologis. Di bagian inilah kita akan
memperoleh kesan dari isi surat kabar tersebut apakah cukup objektif,
berimbang, atau berpihak.
Di bagian ini pula bisa dikaji lebih jauh tentang framing device
melalui tiga cara, yaitu (1) pengakuan validitas empiris atau pengutipan
sumber atau perolehan data, (2) menghubungkan pandangan-pandangan
sumber berita yang dianggap pokok, dan (3) memisahkan pandanganpandangan sumber lain yang kurang popular.77
Dari struktur sintaksis, kita juga dapat menganalisis objektivitas
dan netralitas suatu pemberitaan media. Objektivitas pemberitaan memiliki
tiga unsur pokok. Pertama, unsur keseimbangan (balancing, yang meliputi
keseimbangan dalam jumlah kalimat atau kata yang digunakan oleh
wartawan dalam memaparkan fakta. Sebuah fakta peristiwa yang sama
akan diuraikan oleh dua orang wartawan secara berbeda dalam jumlah
kalimatnya. Keseimbangan juga mencakup narasumber atau sumber yang
dikutip. Dalam pemberitaannya, seorang wartawan bisa saja hanya
77
kurang
objektif
apabila
salah
satu
kelengkapan
konteks ini, media sering dianggap telah melakukan tindakan trial by the
press.
2. Struktur Skrip
Naskah (skrip) mengacu pada urutan aktivitas yang mapan dan
stabil serta komponen-komponen kejadian yang sudah diinternalisasikan
sebagai representasi mental yang terstruktur dari suatu kejadian tertentu.
Naskah berita memiliki struktur yang berbeda, di mana ia ditetapkan oleh
aturan-aturan yang dalam perspektif Van Djik disebut story grammars.
Struktur naskah dalam wacana, pada umumnya, merupakan
kelengkapan berita yang lazim dan terdiri atas unsur-unsur 5W+1H: Siapa
(Who), Apa (what), Kapan (When), Di mana (Where), Mengapa (Where),
dan Bagaimana (How). Dengan menghilangkan salah satu dari enam
kelengkapan berita tersebut, wartawan mampu menekankan atau
menghilangkan bagian terpenting dalam mengisahkan sebuah fakta.
Sebagai contoh ketika wartawan melaporkan Pertemuan Anggota
Komisi III DPR dengan Ketua KPK sehubungan dengan banyaknya
anggota DPR yang ditangkap pada tahun 2008. Dalam laporan itu, apabila
wartawan mengisahkan fakta hanya dengan memaparkan tiga atau empat
unsur kelengkapan berita, seperti Who (Anggota Komisi III DPR), What
(bertemu dengan Ketua KPK), When (pada tanggal 5 Agustus 2008), dan
Where (di gedung DPR), maka berarti ia hanya mengisahkan fakta itu
secara sepintas dan berusaha menutupi maksud pertemuan itu.
Akan tetapi, jika wartawan mengisahkan juga unsur Why dan How
(mengapa dan bagaimana pertemuan itu dilakukan?), barangkali khalayak
78
Ibid, h. 60-61.
atau
peristiwa
yang
dianggap
merugikan
dirinya
atau
Hipotesis dari fakta yang dipilih untuk ditulis wartawan juga dapat
didukung dengan mengatur pertalian antarkata, antarkalimat atau
antarposisi yang disebut koherensi.79 Pemilihan kata hubung, kata
sambung, dan kata ganti dalam merangkai kata atau kalimat juga dapat
berimplikasi luas pada opini khalayak terhadap suatu tema tertentu.
Misalnya kalimat (1) Surya Paloh dan Taufik Kiemas melakukan
pertemuan di Palembang (2) SBY menghadiri pertemuan tertutup
dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Penggabungan dua kalimat di
atas dengan kombinasi berbagai kata memiliki beragam konsekuesi.
Kalimat Surya Paloh dan Taufik Kiemas melakukan pertemuan di
Palembang, sementara SBY menghadiri pertemuan tertutup dengan Sri
Sultan Hamengkubuwono X, akan memberikan implikasi bahwa tidak
ada konflik di antara empat tokoh itu.
Akan tetapi bila kalimatnya berbunyi Surya Paloh dan Taufik
Kiemas melakukan pertemuan di Palembang, sehingga SBY menghadiri
pertemuan tertutup dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X, tentu akan
mengesankan adanya konflik di antara mereka.
Selain itu, penggunaan kata ganti yang berbeda, seperti Saya,
Kami, Mereka atau Kita, yang dalam beberapa kejadian lebih sering
menggunakan kata Kami, di mana sunber beritamengatasnamakan
organisasinya dalam suatu kutipan narasumber dapat meneguhkan atau
memiliki implikasi lain.
79
Perangkat framing dalam struktur tematik, seperti koherensi, memiliki banyak ragam,
yaitu koherensi kondisional, koherensi fungsional, koherensi pembeda. Pembahasan lebih detil
bisa dilihat pada buku Bimo Nugroho, Eriyanto, Frans Sudiarsis, Politik Media Mengemas Berita,
h. 37-41.
pilihan kata yang diambil adalah yang dapat menekankan fakta yang
dituliskan.
Pemanfaatan gambar, foto, angle foto, grafik, dan data lainnya,
termasuk warna dan besarnya ukuran huruf dan foto juga dapat
menekankan pesan yang ingin disampaikan. Dalam hal ini, termasuk
juga penempatan dan ukuran judul berita (dalam kolom). Ada judul yang
diletakan pada halaman muka tetapi ada juga yang diletakkan pada
halaman lainnya. Ini dimaksudkan untuk memberikan penekanan pesan.
Begitu juga penggunaan bahasa yang fantastik. Kalimat seperti
Perekonomian Indonesia akhir-akhir ini mengalami kemunduran
berbeda penekanannya dengan kalimat serupa, seperti Keadaan ekonomi
sekarang amburadul, atau Indonesia sedang mengalami keterpurukan
ekonomi.
Unsur lain yang termasuk struktur retoris adalah methapor. Yakni
kiasan yang mempunyai persamaan sifat dengan benda atau hal yang bisa
dinyatakan dengan kata atau frase. Misalnya, wartawan melukiskan
perjuangan mahasiswa yang gugur pada tragedi Semanggi sebagai
pejuang reformasi. Termasuk dalam kategori ini adalah pepatah,
peribahasa, pepatah leluhur, kata-kata kuno, atau bahkan ayat suci dan
sabda nabi, dan mungkin juga pasal dan ayat dalam undang-undang.
Semua unsur itu dipakai untuk mendukung dan menekankan pesan utama
yang disampaikan.
E. Kerangka Pemikiran
Paradigma Konstruksionis
Analisis framing merupakan metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian
konstruksionis. Paradigma ini memandang bahwa berita adalah hasil konstruksi dari
pekerja media. Berita bukanlah fakta yang utuh melainkan hasil realitas bentukan media.
Media Massa
(Kompas&Republika)
Fakta
Pembentukan
Baitul Muslimin Indonesia PDI-P
Berita
Proses Konstruksi
Ideologi
Realitas
Khalayak
BAB III
PROFIL MEDIA CETAK
A. Harian Kompas
1. Sejarah Perusahaan
Harian Kompas pertama kali terbit pada hari Senin, 28 Juni 1965.
Pada rencana awalnya harian ini bernama Bentara Rakyat. Nama ini
dipilih sebagai penegasan diri pembela rakyat. Akan tetapi, menjelang
diterbitkan, Frans Seda, salah seorang pencetus lahirnya koran ini, datang
ke Istana Bung Karno, yang saat itu sebagai presiden. Kemudian presiden
Soekarno memberi nama Kompas, dengan maksud agar jelas diterima
sebagai penunjuk arah. Akhirnya, koran yang rencananya bernama
Bentara Rakyat berganti nama menjadi Kompas, sedangkan bentara rakyat
dijadikan sebagai yayasan yang menerbitkan.80
Gagasan untuk menerbitkan koran ini bermula dari Panglima TNI
AD Ahmad Yani yang bertujuan untuk melawan pers komunis. Gagasan
ini disampaikan kepada Frans Seda yang saat itu menjabat sebagai menteri
perkebunan. Kemudian Frans Seda meneruskan ide ini kepada beberapa
orang sahabanya, yakni Ignatius Josep Kasino, Petrus Kanisius Ojong, dan
Jakob Oetama inilah yang kemudian mempersiapkan segala sesuatunya.81
Pada saat pertama terbit, Kompas dicetak sebanyak 4.800
eksemplar dan hanya empat halaman. Saat itu, oleh kalangan komunis,
Kompas diplesetkan sebagai Komando Pastor, sebab tokoh-tokoh pendiri
80
81
dan perintisnya banyak berasal dari kelompok atau partai katolik. Pada
tahun 1982 penerbit Kompas tidak lagi yayasan Bentara Rakyat. Sesuai
UU Pokok Pers tahun 1982 dan Ketentuan Surat izin Usaha Penerbitan
Pers (SIUPP) yang mewajibkan penerbitan pers harus berbadan hukum.
Motto Amanat Hati Nurani Rakyat yang diletakkan di bawah
logo Kompas menggambarkan visi dan misi Kompas dalam menyuarakan
hati nurani rakyat. Adapun tujuan Kompas, yaitu pertama, ingin
berkembang sebagai institusi pers yang mengedepankan keterbukaan,
meninggalkan pengkotakan, latar belakang suku, agama, ras, dan
golongan. Kedua, ingin berkembang sebagai Indonesia mini karena
Kompas sendiri adalah lembaga yang terbuka, kolekif, ingin ikut serta
dalam upaya mencerdaskan bangsa. Ketiga, ingin menempatkan
kemanusiaan sebagai nilai tertinggi, mengarahkan fokus perhatian dan
tujuan pada nilai-nilai yang transeden atau mengatasi kepentingan
kelompok.82
Pada awalnya jumlah wartawan Kompas hanya sepuluh orang,
namun saat ini jumlah wartawannya lebih dari 100 orang, dengan oplah
450.000-500.000 eksemplar. Kompas pernah mencapai tiras tertinggi
yakni 600.000 eksemplar. Jumlah oplah sebuah media menunujukan
kepercayaan masyarakat pembaca.
PT. Kompas Media Nusantara adalah lembaga media massa,
Pemimpin tertinggi adalah Pemimpin Umum, Pemimpin Umum dibantu
oleh Wakil Pemimpin Umum Bidang Non Bisnis dan Wakil Pemimpin
82
Ibid.
Lihat FA. Santoso, dkk., Media Kit Kompas 2007 (Jakarta: Kompas, 2007), h. 8.
Ibid.
84
85
Ibid, h.9.
86
Ibid, h.10.
terolah
87
Ibid, h.11.
bagi
permasalahan
software
dan
apilkasi,
dengan
88
Ibid, h.12.
kesadaran
dan
pemikiran
terhadap
situasi
pasar,
maupun
institusi
masyarakat
yang
memberikan
indonesia
yang
pencerahan
bagi
demokratis
dan
89
Ibid, h. 4.
90
Ibid.
menyebarkan
informasi
seluas-luasnya
dengan
meningkatkan tiras.
5) Untuk dapat merealisasikan visi dan misi Kompas harus
memperoleh keuntungan dari usaha. Namun keuntungan yang
dicari bukan sekedar demi keuntungan itu sendiri tetapi
menjunjung kehidupan layak bagi karyawan dan pengembangan
usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung jawab sosialnya
sebagai perusahaan.
c. Nilai-nilai Dasar Kompas91
Seluruh kegiatan dan keputusan harus berdasarkan dan
mengikuti nilai-nilai sebagai berikut:
1) Menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan
harkat dan martabatnya.
2) Mengutamakan watak baik.
3) Profesionalisme.
4) Semangat kerja tim.
91
Ibid, h.5-7.
5) Berorientasi pada kepuasan konsumen (pembaca, pengiklan, mitra kerjapenerima proses selanjutnya).
6) Tanggung jawab sosial.
7) Selanjutnya, kita bertingkah laku mengikuti nilai-nilai tersebut,
dengan begitu kita akan memberikan jasa yang memuaskan bagi
pelanggan.
3. Profil Pembaca92
Gambar 4: Profil Pembaca Kompas
92
Ibid.
A. Harian Republika
1. Sejarah Perusahaan93
Harian umum Republika yang terbit pada tahun 1993 merupakan
koran Islam yang berasosiasi dengan Ikatan Cendikiawan Muslim
Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abadi Bangsa yang dipimpin oleh
mantan Menristek BJ Habibie. Nama Republika berasal dari ide Presiden
Soeharto, yang saat itu disampaikan saat beberapa pengurus ICMI Pusat
menghadap untuk menyampaikan rencana peluncuran harian umum
tersebut. Pada awalnya, harian ini akan diberi nama Republik.
Yayasan Abadi Bangsa, sebagai pengelola harian Republika,
mendapatkan SIUPP dari pemerintah, yakni Departemen penerangan RI
pada tanggal 19 Desember 1992, melalui dukungan ICMI. Perolehan
SIUPP Republika ini sangat mudah bila dibandingkan dengan media lain,
karena lima tahun terakhir menjelang Republika lahir pemerintah tidak
pernah mengeluarkan SIUPP baru. Hal ini berkaitan dengan pernyataan
Menteri Penerangan Harmoko bahwa SIUPP baru untuk harian umum
tidak akan dikeluarkan karena peredarannya sudah jenuh.
Motto pada waktu itu yang dicanangkan Republika adalah
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Maksud motto tersebut adalah untuk
mewujudkan media massa yang mendorong bangsa menjadi kritis dan
berkualitas. Namun pada tahun 2008, motto tersebut diubah menjadi
93
Lihat Arifatul Choiri Fauzi, Kabar-kabar Kekerasan dari Bali (Yogyakarta: LKIS,
2007), h.199-200.
Lihat http//:www.republika.co.id
Arifatul Choiri Fauzi, Kabar-kabar Kekerasan dari Bali, h.201.
95
dan
profesional,
namun
mempunyai
prinsip
dalam
Ibid, hal.202.
Data diakses pada 1 Juli 2008 dari http://www.republika.co.id.
97
b. Misi Republika98
1) Menciptakan dan menghidupkan sistem manajemen yang efisien
dan
efektif,
serta
mampu
dipertanggungjawabkan
secara
profesional.
2) Menciptakan budaya kerja yang sehat dan transparan.
3) Meningkatkan kinerja dengan menciptakan sistem manajemen
yang kondusif dan profesional.
4) Meningkatkan penjualan iklan dan koran, sementara menekan
biaya operasional ( a.l. dengan memiliki Mesin Cetak ).
5) Memprioritaskan pengembangan pemasaran HU Republika di
jabodetabek, tanpa harus mematikan di daerah yang sudah ada.
6) Merajut tali persaudaraan dengan organisasi Islam di Indonesia.
7) Bekerjasama dengan mitra usaha di dalam pengembangan pasar
HU Republika di luar pulau Jawa.
8) Mengamati peluang pengembangan "Koran Komunitas" seperti
misalnya "Bintaro Pos", "Depok Pos", "Bekasi Pos" atau jenis
koran lainnya.
9) Mengelola Kantor Perwakilan sebagai "semi otonomi".
10) Menjadikan PT Republika Media Mandiri sebagai "sister
company" yang sehat.
11) Menjadikan HU Republika sebagai koran # ONE.
98
Ibid.
c. Profil Pembaca99
Profil pembaca Harian Umum Republika ditampilkan dengan
susunan yang terdiri dari :
Gambar 5: Jenis Kelamin Pembaca Republika
99
Ibid.
BAB IV
ANALISIS FRAMING TERHADAP PEMBERITAAN BAITUL
MUSLIMIN INDONESIA PDI-P DI HARIAN KOMPAS DAN
REPUBLIKA
Lihat Cholid Ghozali, Baitul Muslimin Indonesia: Tujuan dan Perannya di tengah
Pluralisme Indonesia, dalam Helmi Hidayat, ed., Bunga Rampai Pemikiran Islam Kebangsaan:
Edisi Buletin Jumat Baitul Muslimin (Jakarta: Baitul Muslimin Press, 2008), h. 1.
teks
berita
tersebut,
Kompas
mewawancarai
tiga
hal itu (who), mengapa mereka seperti itu (why), kapan dan di `mana
persitiwa tersebut berlangsung (when)-(where), serta bagaimana detail
pendapat mereka (how). Dengan cara seperti itu, Kompas ingin
menekankan kepada khalayak bahwa argumen dari tokoh Islam dan
nasionalis sama-sama benar dan kuat.
Dari struktur tematik, berita itu membawa tiga tema besar yang
ingin ditampilkan khalayak. Pertama, pembelaan terhadap kaum duafa
oleh pihak Islam dan pemihakan kaum marhaen oleh pihak nasionalis
merupakan titik temu antara Islam dan nasionalis. Pendapat tersebut
merupakan argumen yang dipakai oleh Din Syamsuddin dan Megawati
Soekarno Putri untuk menekankan bahwa sebenarnya di dalam Islam dan
nasionalis terdapat titik temu yang saling sinergis.
Tema tersebut disusun dengan begitu jelas. Sehingga elemen
wacana detail terpenuhi di dalam teks. Detail tema terletak pada
penjelasan mengenai titik temu antara Islam dan nasionalis yang dituliskan
dengan memberikan contoh kongkrit. Dengan cara penulisan seperti itu,
khalayak diajak berpikir bahwa pendapat kedua tokoh tersebut memang
benar sesuai dengan realita. Teks tersebut dituliskan sebagai berikut:
Menurut Din, Muhammadiyah memerintahkan anggotanya agar
tak menelantarkan fakir miskin dan yatim piatu. Celakalah mereka
apabila shalat yang dilakukan tak fungsional atau tak memberikan
pembelaan kepada kaum duafa, atau dalam bahasa PDI-P disebut kaum
marhaen, ujarnya.
kultur Indonesia. Sehingga isu dikotomi Islam dan nasionalis yang selama
ini menjadi perdebatan di Indonesia harus segera diakhiri. Tema tersebut
dijelaskan dengan detail oleh Kompas dengan menggunakan kata untuk
konteks Indonesia.
Tema ketiga, pembentukan Baitul Muslimin Indonesia merupakan
konsistensi PDI-P dalam memperjuangkan NKRI dan memperjuangkan
kaum marhaen atau duafa. Artinya, dengan terbentuknya Baitul Muslimin
Indonesia di tubuh PDI-P maka akan bisa menjadi titik temu antara Islam
dan nasional. Perangkat framing yang digunakan dalam tema tersebut
adalah kata sambung dan. Dengan penulisan seperti itu, Kompas ingin
menjelaskan bahwa keduanya saling terkait antara kalimat satu dengan
lainnya.
Frame Kompas yang menyatakan terdapat titik temu antara Islam
dan nasionalis juga didukung oleh penekanan-penekanan aspek retoris.
Retorika yang dipakai adalah pemberian label strata ekonomi, yakni
sebutan duafa bagi kaum Islam dan sebutan marhaen bagi kaum
nasionalis. Klaim tersebut ingin menjelaskan bahwa sesungguhnya
memang terdapat titik temu antara Islam dan nasionalis. Yakni keduanya
sama-sama ingin membela dan memperjuangkan kaum marjinal, dalam
hal ini kaum duafa atau marhaen.
Selain itu terdapat label otoritas ketokohan, yakni terdapat katakata Ketua PP Muhammadiyah pada Din Syamsuddin, Ketua PBNU
pada Hasyim Musyadi, dan Ketua Umum pada Megawati Soekarno
Putri. Otoritas ketokohan tersebut digunakan untuk memberikan
Penolakan itu dapat dilihat dari kata dicairkan yang mempunyai makna
sama dengan dihapuskan. Selain itu, Republika mengganti kata Islam
dengan kata agamis dalam judul maupun isi keseluruhannya. Ini bisa
diartikan bahwa bukan Islam saja yang harus di pertentangkan, melainkan
seluruh agama pun bisa terkena isu dikotomi.
Judul tersebut diperkuat dengan lead, yang menambahkan kalimat
tentang dikotomi Islam dan nasionalis harus dihapuskan. Argumen
tersebut dapat memperkuat pandangan Republika yang memandang isu
tentang dikotomi Islam dan nasionalis. Seperti berikut Republika
menampilkan lead-nya :
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin,
mengatakan, dikotomi nasionalis dan agamis harus bisa segera dicairkan.
Apalagi banyak kenyataan yang membuktikan ketaatan kaum nasionalis
sering lebih baik dari golongan agamis.
dari
Din
Syamsuddin.
Berita
tersebut
sangat
detail
Kompas
Terdapat Titik Temu Antara
Islam
dan
Nasionalis
(Dikotomi Islam dan Nasionalis
Tidak Relevan)
Skematis Wawancara terhadap tokoh Islam
dan nasionalis yang menyatakan
bahwa terdapat titik temu antara
Islam dan nasionalis. Kompas
menempatkan pendapat dari
kedua tokoh tersebut secara
berurutan. Dimulai dari pendapat
tokoh Islam, kemudian baru
tokoh nasionalis. Dalam teks,
tidak
terdapat
wawancara
terhadap tokoh yang menolak
pembentukan Baitul Muslimin
Indonesia di tubuh PDI-P.
Skrip
Pendapat dari kedua tokoh, baik
Islam
maupun
nasionalis
ditempatkan saling melengkapi,
saling menanggapi dalam posisi
yang setara. Pendapat satu tidak
ditempatkan
lebih
utama
dibanding
pendapat
lain.
Argumentasi
kedua
tokoh
menunjukan titik temu antara
Islam dan nasionalis.
Tematik (1) pembelaan terhadap kaum
Republika
Dikotomi Islam dan
Harus Dihapuskan
Nasiona
Retoris
101
Ibid, hal. 1.
preman, eks PKI, non-Muslim dan Islam abangan yang dulu melekat pada
PDI-P, akan dihilangkan dengan cara mendirikan Baitul Muslimin.
Pandangan itu dijelaskan dengan detail oleh Republika di dalam teks.
Ketiga, dari 19 juta lebih pemilih PDI-P dalam pemilu lalu,
mayoritas adalah muslim. Namun yang 50 persen yang menjadi anggota
legislatif adalah non-Muslim. Pandangan tersebut ingin menekankan bila
ada sesuatu ironi di dalam partai. Ini bisa dilihat dari pemakaian kata
namun di dalam teks tersebut.
Keempat, kegiatan di tubuh PDI-P tidak bisa dipisahkan dengan
kegiatan Baitul Muslimin Indonesia sebagai sayap partainya. Ini berarti
eksistensi Baitul Muslimin Indonesia terkait dengan PDI. Pandangan ini
ingin menegaskan bahwa keduanya tidak bisa berdiri satu sama lainnya.
Aspek retoris dalam wacana berita dapat dilihat dari adanya unsur
leksikon. Yakni bisa dilihat dari pemakaian kata seperti, merosot, Nonmuslim, Islam abangan serta eks PKI. Penggunaan label seperti itu bisa
mendukung pandangan sumber dan mempengaruhi khalayak.
3. Perbandingan Frame
Kehadiran organisasi sayap Baitul Muslimin Indonesia membawa
manfaat besar bagi PDI-P. Baitul Muslimin Indonesia dibentuk sebagai
salah satu terobosan untuk memperbaiki citra partai yang selama ini
negatif dan untuk membantu PDI-P dalam meraih suara dalam Pemilu.
Media mempunyai strategi wacana tersendiri dalam memaknai
peristiwa tersebut. Frame itu menentukan bagaimana fakta diambil,
dilakukan, bagaimana hasil wawancara diperlakukan, bagaimana ia ditulis
dan ditempatkan dalam halaman surat kabar.
Kompas memandang kehadiran Baitul Muslimin Indonesia sebagai
organisasi sayap, dapat mendukung kemenangan PDI-P dalam Pemilu.
Kompas
Baitul
Muslimin
Indonesia
Mendukung Kemenangan PDI-P
dalam Pemilu.
Skematis Memosisikan Baitul Muslimin
Indonesia sebagai organisasi sayap
yang siap mendukung kemenangan
PDI-P. Selain itu menempatkan
pendapat dari para pimpinan Baitul
Muslimin
Indonesia
yang
menyatakan
bahwa
Baitul
Muslimin mendukung kemenangan
PDI-P dalam pemilu.
Skrip
Republika
Untuk Menangkan Pemilu,
PDI-P Perbaiki Citra Lewat
Baitul Muslimin Indonesia.
Memaparkan
citra
PDI-P
sebelum dan sesudah Baitul
Muslimin Indonesia muncul,
serta mengaitkannya dengan
pemilu. Pandangan tersebut
didukung oleh dua orang tokoh
dari PDI-P yang menyatakan bila
PDI-P ingin memenangkan
Pemilu, maka PDI-P harus bisa
memperbaiki citra lewat BMI.
Penekanan hanya pada dukungan Pandangan mengenai perbaikan
Tematik
Retoris
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Assegaf, Djafar. Jurnalistik Masa Kini: Pengantar ke Praktek Kewartawanan.
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.
Berger, Peter L. and Thomas Luckman. The Social Construction of Reality, A
Treatise in the Sociological of Knowledge, Penerj. Hasan Basari. Jakarta:
LP3ES, 1990.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2007.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2001.
_____________________. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2003.
Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta:
LKIS, 2007.
_______. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS,
2006.
Fauzi, Arifatul Choiri. Kabar-kabar Kekerasan dari Bali. Yogyakarta: LKIS,
2007.
Hamad, Ibnu. Agus Sudibyo. Muhammad Qodari. Kabar-Kabar Kebencian
Prasangka Agama Di Media Massa. Jakarta: ISAI, 2001.
Hidayat, Helmi, ed. Bunga Rampai Pemikiran Islam Kebangsaan: Edisi Buletin
Jumat Baitul Muslimin. Jakarta: Baitul Muslimin Press, 2008.
Keraf, Gorys. Komposisi. Cet. ke-VIII. Flores: Nusa Indah, 1989.
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth
Publishing Company, 2001.
Magnis, Franz. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Mc Quail, Denis. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga,
2005.
McLuhan, Marshall. Understanding Media: The Extensions of Man. Cambridge:
The MIT Press, 1994.
Jurnal
Imawan, Teguh. Media Surabaya Mengaburkan Makna. Jakarta: Pantau Edisi
09/Tahun 2000.
Pan, Zhongdang and Gerald M. Kosicki. Framing Analysis: An Approach to News
Discourse. Politicial Communication. Vol.10 No.1.
Pennman, Robin. Good Theory and Good Practice: An Argument in Progress,
dalam Theory Communication Theory 2, 1992.
Sumber lain
Alwi, Hasan dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2000.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Ed. Ke-3. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Farihah, Ipah. Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta Press, 2006.
FA. Santoso, dkk. Media Kit Kompas 2007. Jakarta: Kompas, 2007
Gunadi, YS. (Peny.). Himpunan Istilah Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo, 1998.
Junaedhi, Kuniawan. Ensiklopedia Pers Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1985.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Yogyakarta: Indonesiatera, 2007.
Tim penyusun, 35 Tahun Kompas. Jakarta: Brosur Kompas, 2000.
Undang-undang Partai Politik: UU RI Nomor 2 Tahun 2008, cet. Ke-2 (Jakarta:
Asa Mandiri, 2008), h.1.
Surat Kabar
Kompas : Edisi 30 Maret 2007 dan 25 Agustus 2008.
Republika: Edisi 5 November 2007 dan 8 Mei 2008.
Media Online
Abdul Khaliq Ahmad. Urgensi Organisasi Sayap Partai, diakses pada 1 Juli 2008
darihttp://www.pdp.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id
=1721
Anwar, Muhammad Jafar Merebut Simpati Ulama dan Umat Islam, data di akses
pada 5 Juli 2008 dari http://www.hupelita.com/baca.php?id=36611
Komisi Pemilihan Umum. Partai Politik 2009, data diakses pada 9 Juli 2008 dari
http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=category&sec
tionid=5&id=24&Itemid=83
Megawati Lantik Pengurus Baitul Muslimin, artikel diakses pada 5 Juli 2008 dari
http://www.kompas.com/ver1/nasional/0708/05/145221.htm
Putri, Megawati Soekarno. Pidato Ketua Umum PDI-P pada Deklarasi Baitul
Muslimin Indonesia, data diakses pada 29 Maret 2008 dari
http://www.pdiperjuangan-denpasar.org/index.php/Deklarasi-BaitulMuslimin-Indonesia.html
http://www.republika.co.id
http://www.kompas.com
http://www.pdi-perjuangan.or.id
: Donie Kadewandana
Nama Pena
: Donie K. Malik
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Belum Menikah
Kebangsaaan
: Indonesia
Alamat
Nomor Telepon
: donie_kadewa@yahoo.com
Pendidikan Formal
2004-2008
2002-2008
1999-2002
1996-1999
1990-1996
Pengalaman Kerja
Pengalaman Organisasi
Pengalaman Penelitian
Karya Tulis
KPU,
dimuat
Harian