Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam
pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod
jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon
tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air,
eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian
dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan
seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau
setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain
hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu
campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai
terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara
larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Vogel,1986).
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih, jadi
pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara
padatan dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan
pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi
bereaksi pada fase yang sama. Kesetimbangan heterogen ditandai dengan
adanya beberapa fase. Antara lain fase kesetimbangan fisika dan kesetimbangan
kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara yaitu dengan
mempelajari
tetapan
kesetimbangannya,
cara
ini
digunakan
utntuk
kesetimbangan kimia yang berisi gas. Yang kedua dengan hukum distribusi
Nernest, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut. Yang terakhir yaitu
dengan hukum fase,untuk kesetimbangan yang umum. Hukum distribusi adalah
suatu metode yang digunakan untuk menentukanaktivitas zat terlarut dalam
suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain yang diketahui, asalkan
kedua pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain. Hukum distribusi
banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan
kesetimbangan. Oleh karena hukum distribusi ini banyak digunakan dalam
penentuan tetapan kesetimbangan, maka dari itu dilakukanlah percobaan
distribusi solute(zat terlarut) antara dua pelarut yang tak saling campur ini, agar
dapat menentukankonstanta
kesetimbangan suatu pelarut yang tidak
bercampur.
1.2 Prinsip Percobaan
Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut ke dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur yaitu ait dan dietil eter, dimana menurut
hukum distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling
bercampur dimasukkan solute yang tak dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan, karena perbedaan kepolaran antara
air(polar) dan dietil eter(non polar), menghasilkan dua lapisan berupa lapisan air
dibawah dan lapisan eter diatas berdasarkan densitas yang dimiliki oleh kedua

cairan, d air = 0,0998 g/cm3, dan d eter = 0,7134 g/cm3. Ada penambahan zat
ketiga berupa asam asetat dan asam oksalat, sehingga zat terdistribusi antara
lapisan air dan petroleum eter, dilakukan pemisahan, dan hasil pisahan berupa
lapisan airnya dititrasi dengan NaOH standar dengan bantuan indikator PP, yang
akan menunjukkan titik akhir titrasi. Perbandingan konsentrasi solut di dalam
kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu ketetapan pada suhu tetap.
Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi (KD).
Penentuan KD bisa dengan rumus berikut: K=C1/C2.

1.3 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini yaitu memperlajari kelarutan suatu zat terlarut dalam
dua pelarut yang tidak saling campur dan menentukan harga konstanta
distribusinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum distribusi atau partisi. Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat
pelarut yang tidak saling campur dan ketiga-tiganya ada bersama, maka zat
tersebut akan terbagi kedalam dua pelaruttersebut. Pada keadaan setimbang,
perbandingan fraksi mol dari zat terlarut dalam kedua pelarut berharga tetap
pada temperatur tetap. Pernyataan ini dikenal dengan hukum distribusi.
Hukum ini hanya berlaku bila larutannya encer dan zat terlarut mempunyai
struktur molekul yang sama dalam dua pelarut(Sukardjo,1996).
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling
bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya
pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya
ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah.
Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan
merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan
distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan
berbagai rumus sebagai berikut(Soebagio. 2002):
KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca
Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur
ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga
akan terdistribusi diantara ke dua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan
jenuh I2 dalam CHCl3 dikocok dalam air yang tidak larut dalam CHCl3, maka I2
akan terbagi dalam air dan dalam CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan
perbandingan konsentrasi I2 dalam air dan CHCl3 pada temperatur tetap juga
tetap, kenyataan ini merupakan akibat langsung hukum termodinamika pada
kesetimbangan(Basset,dkk,1994 ).

Jika tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut
dan keadaan yang kita punya adalah ideal, maka harga KD sama dengan D.
untuk tujuan praktis sebagai ganti harga KD atau D, lebih sering digunakan
istilah persen ekstraksi (E). ini berhubungan dengan perbandingan distribusi
dalam persamaan sebagai berikut(Khopkar,2008):
D = (Vw/Vo E)/(100-E) , dimana Vw = volume fase air, Vo = volume fase
organik
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut
antaradua pelarut yang tidak saling campur, maka pada suatu temperatur yang
konstanuntuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi ini tidak
tergantunngpada spesi molekul yang lain. Harga angka banding berubah dengan
sifat dasarpelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla,1990)
Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu
larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua
(biasanya organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang
pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke
dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara
dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi) Nernst
menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan
temperatur adalah konstan(Basset,dkk, 1994).
Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak
dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti
CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan bas a-basa yang
dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air
dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali
dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi
ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dala percobaan ini yaitu corong pisah
250ml 3 buah, erlenmeyer 250ml 8 buah, buret 50ml 2 buah, pipet volume 10ml
2 buah, gelas kimia 2 buah, bulb 2 buah, statif kayi dan besi lengkap, labu ukur,
corong kaca, botol semprot, batang pengaduk, spatula, cawan petri, dan lainlain.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percbaaan ini yaitu akuades (H2O),
indikator fhenolfthalein(PP),
larutan asam asetat(CH3COOH), larutan asam
oksalat(H2C2O4), larutan natrium hidroksida (NaOH) standar dan pelarut
organik(dietil eter).
3.2 Prosedur Kerja

Pertama-tama, dibuat larutan asam asetat, NaOH, dan asam oksalat.


Dalam membuat larutan asam asetat dibuat dengan konsentrasi 0,5M dalam
50ml akuades, selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat untuk memperoleh
asam asetat dengan variasi konsentrasi 0,25M, 0,125M, dan 0,0625M. Dibuat
larutan oksalat dalam 50ml untuk 3 gram sampel, demikian pula untuk NaOH
ditimbang 2 gram dan ditepatkan hingga 500ml akuades.
Kemudian mengambil 20 ml asam asetat salah satu kosentrasi dan
ditambahkan eter 20 ml, kedua larutan tersebut dimasukkan kedalam corong
pisah. Setelah itu dikocok sampai terjadi kesetimbangan selama 15 menit dan
larutan terdistribusi dengan baik. Kemudian didiamkan sehingga terjadi
pemisahan antara pelarut air dan pelarut organik. Setelah dipisahkan kedua
lapisan dengan cara mengambil lapisan paling bawah sampai garis batas
lapisan.
Selanjutnya, diambil 5ml hasil pemisahan tersebut yang berupa lapisan
air, ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan larutan standar NaOH.
Sebelum dilakukan titrasi hasil pemisahan lapisan air, terlebih dahulu menitrasi
asam oksalat dengan 2ml asam oksalat dan ditambahkan indikator PP. Dicatat
perubahan yang terjadi, dan dicatat volume NaOH yang dipakai.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat
organik A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur
dengan air, maka zat A akan terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan
lapisan organik (fasa organik). Dimana pada saat kesetimbangan terjadi,
perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa itu dinyatakan
sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan perbadingan
konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada
temperatur tetap.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap
merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk
pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan
distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap
adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu cukup dengan
menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut
semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan
konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua
lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat
terlarut tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang
dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak zat
terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna proses
pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali mengekstraksi
juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak

terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh
dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil.
Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam percobaan ini digunakan asam
asetat umumnya relatif lebih suka larut ke dalam pelarut-pelarut organik
daripada ke dalam air, sehingga senyawa-senyawa organik mudah dipisahkan
dari campurannya yang mengandung air atau larutannya. Metode penentuan
koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan penentuan konsentrasi asam
asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut organik yang
digunakan dalam percobaan ini adalah dietil eter.
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut
umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solut di dalam
kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap.
Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang
dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik dan fasa air. Prinsip pada
praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernst,yaitu terlarut dengan
perbandingan tertentu antara 2 pelarut yang tidak salingmelarut atau bercampur
seperti eter, kloroform, karbon sulfida. Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi
asam basa yang melibatkan asammaupun basa sebagai titer ataupun titran.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana kadar lalrutan basa
dapat ditentukan dengan menggunakanlarutan asam.Dalam percobaan ini
digunakan 4 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5 M,
0,25M, 0,125M, dan 0,0625M. Sebanyak 20 mL asam asetat dicampur dengan 20
mL dietil eter, dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15
menit.
Setelah pencampuran asam asetat dengan dietil eter dalam corong
pemisah, larutan menjadi berasa dingin (terjadinya penurunan temperatur
larutan) dan saat pengocokan dilakukan, larutan sering menghasilkan gas
dimana gas yang terbentuk itu berasal dari larutan dietil eter yang bersifat
mudah menguap. Oleh sebab itu ketika pengocokan dilakukan, sesekali gas
harus dikeluarkan melalui kran.Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan
tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah. Jika gas tidak dikeluarkan, dapat
menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pemisah. Dalam prosedur
percobaan seharusnya dilakukan pengocokan dilakukan selama 30 menit dengan
menggunakan pengocok magnetik sehingga kecepatan pengocokan konstan
namun prosedur tersebut tidak dapat dilakukan dengan baik karena pengocokan
dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengocokan tidak dapat berjalan
dengan konstan dan hanya dilakukan selama 15 menit. Fungsi pengocokan disini
untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat
pada kedua fasa. Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran
kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. fasa atasdan fasa bawah. Dari
kedua fsa tersebut yang diambil adalah fasa bawah karena pada fasa tersebut
dicurigai terdapat asam asetat. Pada pelarut eter, asam asetat yang larut dalam

air akan berada di lapisan bawah, sedangkan larutan asam asetat yang larut
dalam pelarut petroleum eter berada di lapisan bawah. Hal ini terjadi karena
perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air
lebihbesar di banding masa jenis petroleum eter dimana massa jenis petroleum
eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99)Setelah proses
pemisahan lapisan larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air yang
mengandung asam asetat dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 5mL larutan
tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M Titrasi ini merupakan jenis titrasi
asam basa dimana asamnya yaitu asam asetat (CH3COOH) bertindak sebagai
titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai titran. Dilakukan pula untuk
konsentrasi 0,25M, 0,125M dan 0,0625M. Penggunaan indikator berguna untuk
mendeteksi titik akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening
menjadi merah muda. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator
fenolftalein (pp). Indikator ini merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Saat
direkasikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan
kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion
terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda, pada titik akhir titrasi
terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan
untuk menetralkan asam dalam larutan yaitu asam asetat, dimana untuk tiap
konsentrasi asam asetat dilakukan pengulangan. Adapun volume NaOH
yangdiperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M adalah 4,5ml; yang 0,25
adalah 11,1ml; yang o,125 adalah 4,6ml dan dan yaang 0,0625 adalah 6,7ml.
Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa antara konsentrasia sam asetat
dengan volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi memiliki hubunganyang
sebanding. Walaupun ada volume yang sangat sedikit dan ada agat naik drastis,
itu dikarenakan, kurangnya distribusi saat pengocokan, kemudian ada zat yang
tumpah/keluar saat pengocokan, sehingga berpengaruh pada saat proses titrasi
yaitu pada volumenya. Pada dasarnya, Semakin besar konsentrasi asam asetat
yang digunakan, maka volume larutan NaOH yang diperlukan untuk menetralkan
asam asetat tersebut juga akan semakin banyak. Secara teknik, faktor
pengocokan sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan
organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu,
temperatur juga mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus
dilakukan pada tempertur konstan.
Dari volume NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk
mencari nilai koefisien distribusi dari percobaan yang dilakukanNilai KD untuk
larutan asam asetat pada konsentrasi tiapkonsentrasi secara berurutan sebesar
0,108 M; 0,107 M; 0,107 M; dan 0,107 M. Dari perhitungan yang dilakukan
diperoleh nilai Kddengan perbandingan hampir sama. Hal ini hampir sesuai
dengan literatur dimana semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka nilai KD
yang diperoleh juga semakin tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini adalah

kecepatan dari pengocokan yang tidak sama antara kedua larutan sehingga
tidak terjadi pemisahan secara sempurna.
Adapun fungsi bahan dan alat sebagai berikut : asam cuka (CH3COOH)
berfungsi sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya. Natrium
hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai larutan standar untuk menitrasi asam
cuka(titran). Indikator Phenolphtalein (pp) berfungsi sebagai indikator yang
menunjukkan titik akhir titrasi dan untuk akuades berfungsi sebagai pelarut.
Fungsi petroleum eter adalah sebagai pelarut organik yang digunakan untuk
melarutkan asam asetat.Untuk fungsi alatnya yaitu : pipet tetes berfungsi untuk
mengambil indikator dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer
sendiri berfungsi sebagai wadah zat yang akan dititrasi. Statif dan klem
berfungsi sebagai penyanggah berdirinya buret. Fungsi buret itu sendiri adalah
sebagai wadah untuk titrannya(NaOH). Beaker glass berfungsi sebagai wadah
campuran yang diaduk. Corong pisah disini berfungsi untuk memasukkan larutan
standar ke dalam buret. Maupun ke dalam Erlenmeyer. Dan fungsi untuk batang
pengaduk adalah alat untuk mengaduk dua zat yang dicampur agar terbentuk
larutan yang homogen. Sifat fisika dari asam asetat adalah memiliki rumus
molekul CH3COOH, massamolar 60.05 gr/mol, densitas dan fase 1.049 g/cm3,
cairan. 1.266 g/cm3, padatan. Titik lebur 16.50C (289.6 0,5 K) (61.60F). titik
lebur sebesar 118.10C (391.2 0.6 K)(244.50F). Penampilan cairan higroskopis
tak berwarna. Sedangkan sifat kimianyaa dalah melarut dengan mudah dalam
air, bersifat higroskopis dan korosif, asam asetat merupakan asam lemah dan
monobasik. Asam asetat dapat merubah kertas lakmus biru menjadi merah.
Asam asetat membebaskan CO2
dari karbonat dan asam asetat menyerang logam yang melibatkan hidrogen.
Sifat fisika untuk NaOH adalah memiliki densitas dan fase 2.100 g/cm3, cairan,
memiliki titik lebur dan titik didih sebesar 3180C dan 13900C, penampilan yaitu
cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan untuk sifat kimianya yaitu mudah
menyerap gas CO2, senyawa ini sangat mudah larut dalam air, merupakan
larutan basa kuat, sangat korosif terhadap jaringan tubuh dan tidak berbau. Sifat
fisika untuk indikator pp yaitu memiliki rumus molekul C20H14O4, penampilan
berupa padatan Kristal tak berwarna, memiliki massa jenis 1,227, berbentuk
larutan, termasuk asam lemah dan larut dalam air. Sedangkan untuk sifat
kimianya adalah trayek pH berkisar pada 8,2-10, dan merupakan indikator dalam
analisis kimia, tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya
sebagai indikator, larut dalam 95 % etil alkohol, merupakan asam dwiprotik,
tidak berwarna saat asam dan saat kondisi basa akan berwarna merah
lembayung. Adapun sifat fisik dan kimia dari dietil eter yaitu memiliki rumus
molekul CH3CH2-O-CH2-CH3, dengan titik didih 35 C dan konstanta
dielektriknya sebesar 4.3, serta memiliki massa jenis sebesar 0.713 g/ml.
Adapun faktor kesalahan dalam percobaan kali ini yaitu :
Kesalahan pada saat pengocokan, penyebabkan cairan ada yang keluar dan
distribusi terhambat, sehingga berpengaruh pada jumlah volume NaOH yang
bereaksi

Kesalahan pada saat pengenceran asam asetat, kemungkinan larutan tidak


tepat pada batas tepat,
-mungkin kesalahan pada mentitrasi juga.

BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Diketahui kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling
campur (yaitu air yang tidak bercampur dengan petroleum eter), serta telah
didapat harga konstanta distribusinya yaitu sebesar 0,1073M
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. N. 1997. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta.
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press.


Jakarta.
. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press

Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. PT.
Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Soebagio. 2000. Kimia Analitik II (JICA). Malang : Universitas Negeri Malang.
Vogel. 1986. Buku Teks Analisis Secara Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta :
PT. Kalman Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai