Referat Penurunan Kesadaran
Referat Penurunan Kesadaran
PENURUNAN KESADARAN
Pembimbing :
Disusun oleh :
Bellinda Paterasari
030.09.046
BAB I
PENDAHULUAN
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan gangguan pada otak dan sekitarnya
atau karna pengaruh gangguan metabolik. Penurunan kesadaran dapat terjadi secara akut/cepat
atau secara kronik/progresif. Penurunan kesadaran yang terjadi secara cepat ini yang biasanya
merupakan kasus gawat darurat dan butuh penanganan sesegera mungkin.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri
dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini,
baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya
penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System
merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal medulla spinalis menuju
rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS
tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus,
thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan
pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric
acid (GABA).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari
susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap
lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai awareness.
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunan
kesadaran, patofisiologi , diagnosis serta diagnosis penurunan kesadaran akibat metabolik dan
struktural dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik umum maupun
khusus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex
serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan. 2 Pasien dengan
gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat merespon dengan baik
beberapa rangsangan-rangsangan, seperti membedakan warna, raut wajah, mengenali bahasa atau
simbol, sehingga sering kali dikatakan bahwa penderita tampak bingung. Penurunan kesadaran
atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak
pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada
gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka terjadi
disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh.3 Dalam
beberapa kasus, kesadaran tidak hanya mengalami penurunan, namun dapat terganggu baik
secara akut maupun secara kronik/progresif.2 Terganggunya kesadaran secara akut, antara lain:
diberikan.
Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak merespon,
respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus. Dalam keadaan ini
suatu masalah.
Hypersomnia keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal namun saat
The minimally conscious state (MCS) keadaan dimana terdapat penurunan kesadaran
yang drastis/berat tetapi pasien dapat mengenali diri sendiri dan keadaaan sekitar.
Keadaan ini biasanya timbul pada pasien yang mengalami perbaikan dari keadaan koma
vegetative state jika keadaan vegetative menetap selama lebih dari 30 hari.
Brain death merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak mengalami
kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan fungsi jantung dan paru yang
menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh. Kematian otak tidak hanya terjadi
pada hemisfer otak, namun juga dapat terjadi pada batang otak.
Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik
yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut
bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif,
dengan menggunakan skala koma Glasgow. Penilaian kesadaran biasanya berdasarkan respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan oleh pemeriksa.
II.1.1 Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan
panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan
dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan
waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti
mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan
orientasi terhadap sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan
rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik
hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
5
II.2
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.
II.2.1 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Gangguan iskemik
Gangguan metabolik
Intoksikasi
Infeksi sistemis
Hipertermia
Epilepsi
II.2.2 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak (meningitis)
3. Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)
II.2.3 Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1.
2.
3.
4.
II.3
Tumor otak
Perdarahan otak
Infark otak
Abses otak
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang
otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus, maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness)
kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah
Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana terjadinya penurunan kesadaran, ada baiknya
mengetahui RAS yang mempengaruhi kesadaran itu sendiri. RAS (reticular activating system)
adalah merupakan suatu sistem yang mengatur beberapa fungsi penting seperti, tidur dan bangun,
perhatian/fokus, kelakuan seseorang, pernapasan dan detak jantung. Sistem ini berada pada
batang otak, dibagia menjadi ascending (yang menerima impuls/rangsangan) dan descending
(yang memberi respon terhadap impuls/rangsangan yang diberikan). Area yang mengatur ARAS
(ascending) adalah formation reticularis, mesencephalon, thalamic intralaminar nucleus, dorsal
hipotalamus, dan tegmentum. Pada DRAS (descending), impuls diteruskan ke saraf-saraf perifer
yang berakhir pada motor end plate dan cerebellum. Neurotransmitter yang berperan dalam jalur
RAS adalah kolinergik dan adrenergik, kadang GABA juga berperan dalam rangsangan nyeri
yang diberikan untuk menilai kesadaran seseorang.
Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung
pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses
tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya. Proses ini
menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro kaudal sepanjang batang
otak.
Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi kerusakan ARAS baik oleh
proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu
simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan
anatomic tertentu pada susunan saraf pusat.
Kekurangan 02
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02 /100 gr otak/menit yang disebut Cerebral
Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak
banyak berubah. Hanya pada kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul gangguan
fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit
9
akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc 0 2/100 gram
otak/menit terjadi koma.
Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr
glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada
serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut
Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai
pada formasio reti-kularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.Pada
hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini.
Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan
penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah juga akan berkurang
Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit
metabolic dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma
disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolik primer
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf
dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang
mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun
keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem
motorik simetris dan utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan
glutethmide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien
mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor dan
koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat pada otak
menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan
metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks serebri.
2
3
4
5
6
7
Endokrin
Vaskular
Toksik
Nutrisi
Gangguan metabolik
Gagal organ
Keterangan
Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal
dan gagal hati.
Hipoglikemia, ketoasidosis diabetic
Ensefalopati hipertensif
Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)
Defisiensi vitamin B12
Asidosis laktat
Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatic
1. Koma supratentorial
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan batang
otak tetap normal.
2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri)
beserta
edema
sekitarnya
misalnya
tumor
otak,
abses
dan
hematom
tekanan
pada
pembuluh
darah
serta
jaringan
otak,
12
II.5
Penyebab struktural
Vaskular
Infeksi
Neoplasma
Trauma
Herniasi
Peningkatan tekanan
intrakranial
Keterangan
Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal
bilateral
Abses, ensefalitis, meningitis
Primer atau metastasis
Hematoma, edema, kontusi hemoragik
Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli
Proses desak ruang
13
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan hati dan
stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma,
kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati-hati atau tidak boleh
dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka
lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada
tidaknya bruit.
Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas,
kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
Toraks/ abdomen dan ekstremitas
Perhatikan ada tidaknya fraktur.
- Pemeriksaan fisik neurologis
Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif
dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi
derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik.
Umum
- Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
- Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral
- Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas
petunjuk
bahwa
integritas
mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (-),
-
14
Funduskopi
Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)
Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan diatur oleh
nervus oculomotorius. Nuclei nervus oculomotor mendapat impuls aferen dari
cortical, tectal, dan tegmental sistem oculomotor, serta impuls langsung dari
sistem vestibular dan vestibulocerebellum. Reflex okulovestibuler diperiksa
dengan menolehkan kepala pasien, namun harus hati-hati pada pasien trauma
yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari tulang cervical. Selain dengan
menolehkan kepala pasien, dapat juga tes kalori. Respon normal dari gerakan
yang menimbulkan impuls pada vestibular menuju sistem oculomotor dan
membuat mata berputar berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan
pemeriksa. Pada pasien sadar, refelks memfokuskan pandangan menutupi
reflex tesebut, sehingga pemeriksaan dolls eye tidak dilakukan pada pasien
sadar, namun pada pasien dengan penurunan kesadaran, reflex okulosefalik
lebih dominan.
15
16
dalam keadaan koma. Respon mengedip terhadap suara keras atau sinar lampu
pada pasien dalam persistent vegetative state menggambarkan bahwa jaras
sensoris aferen ke batang otak masih baik, namun tidak berarti pasien aktif
dalam menerima respon, bahkan pasien dengan kerusakan total pada cortex
yang mengatur visual masih dapat merespon kedip terhadap sinar, tetapi tidak
pada respon langsung/sentuhan. Reflek dalam menutup kelopak mata dan
elevasi kedua bola mata (Bells Phenomenon) menandakan jaras reflek dari
nervus trigeminal menuju tegmentum batang otak lalu kembali ke nervus
oculomotor dan facial masih dalam keadaaan intak/baik. Lesi struktural pada
mesencephalon dapat menyebabkan hilangnya Bells phenomenon, tetapi
respon mengedip tetap ada.
Refleks muntah
Respons motorik
Refleks fisiologik dan patologik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam darah, juga
- Pola pernafasan
Mengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan kadang menentukan jenis
gangguan.
Respirasi cheyne stoke
Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan diselingi apnoe.
Keadaan seperti ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral sedangkan batang otak
masih baik. Pernafasan ini dapat merupakan gejala pertama herniasi transtentorial.
Selain itu, pola pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan metabolik dan
gangguan jantung.
Respirasi hiperventilasi neurogen sentral
Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal ini, lesi
biasanya pada tegmentum batang otak (antara mesensefalon dan pons). Ambang
respirasi rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi, PCO2 arterial rendah,
pH meningkat dan ada hipoksia ringan. Pemberian O2 tidak akan mengubah pola
pernafasan. Biasanya didapatkan pada infark mesensefalon, pontin, anoksia atau
hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan kompresi mesensefalon karena herniasi
transtentorial.
Respirasi apneustik
Terdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat ekspirasi dengan frekuensi 1-11/2
varolii.
Respirasi ataksik (irregular)
Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau iramanya. Kerusakan
terdapat di pusat pernafasan medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal.
19
Pernapasan
abnormal
Pergerakan
Perlu melakukan
spontan
observasi
pasien
istirahat.
waktu
menghilang.
- Repons motorik terhadap stimuli
Defisit fokal motorik biasanya
menunjukkan
kerusakan
struktur,
sedangkan
dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu
umum dan khusus.
20
II.6.1 Umum
Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila
tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial yang
meningkat.
Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial,
pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di
elektrokardiogram (EKG).
Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi,
lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv,
berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin,
berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran pulih
(maksimal 2 mg).
II.6.2 Khusus
- Pada herniasi
Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg.
Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20
21
BAB III
KESIMPULAN
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang
menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common pathway dari
gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak
dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Penurunan kesadaran disebabkan oleh kelainan metabolik dan struktural yang mempengaruhi
korteks dan ARAS. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum,
pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang.
22
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Batubara, AS. (1992). Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80. FK
USU. Hal 85-87.
2. Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. (2007). Plum and Posners Diagnosis of
Stupor and Coma. Oxford University Press. New York. Hal. 5-9.
3. Dewanto, G. Suwono, WJR. Budi, dkk. (2007). Diagnosis & Tatalaksana Penyakit
Saraf. Fakultas UNIKA ATMAJAYA. EGC
4. Harris, S. (2004). Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in
Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
5. Harsono. (2005). Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
6. Lindsay, KW dan Bone I. (1997). Coma and Impaired Conscious Level dalam
Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone. UK. Hal.81
7. Greenberg, MS. (2001). Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed. Thieme. NY.
Hal 119-123
23