Anda di halaman 1dari 116

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Air
merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada
kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi
malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas
maupun kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia,
baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk
kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.
Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan
mengakibatkan lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan manusia serta mahluk hidup lainnya. Penurunan
kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung
dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan
kekayaan sumberdaya alam. Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan standar
tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar
oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia, sehingga
secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian pula secara
kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.
Salah satu badan air yang merupakan kekayaan sumberdaya air adalah
1

sungai. Sungai merupakan sebuah fenomena alam yang terbentuk secara alamiah.
Fungsi sungai adalah sebagai penampung, penyimpan irigasi dan bahan baku air
minum bagi sejumlah kota disepanjang alirannya. Sungai merupakan suatu bentuk
ekositem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan
berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di
sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik
yang dimiliki oleh lingkungan di sekitarnya.
Sungai juga merupakan tempat yang mudah dan praktis untuk
pembuangan limbah, baik padat maupun cair, sebagai hasil dari kegiatan rumah
tangga, industri rumah tangga, garmen, peternakan, perbengkelan, dan usahausaha lainnya. Dengan adanya pembuangan berbagai jenis limbah dan sampah
yang mengandung beraneka ragam jenis bahan pencemar ke badan-badan
perairan, baik yang dapat terurai maupun yang tidak dapat terurai akan
menyebabkan semakin berat beban yang diterima oleh sungai tersebut. Jika
beban yang diterima oleh sungai tersebut melampaui ambang batas yang
ditetapkan berdasarkan baku mutu, maka sungai tersebut dikatakan tercemar, baik
secara fisik, kimia, maupun biologi.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali Tahun 2009 menyebutkan bahwa
sepuluh sungai di Provinsi Bali telah mengalami penurunan kualitas, karena
terkontaminasi limbah. Kesepuluh sungai yang terkena limbah tersebut, antara
lain Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Ayung, Tukad Jinah, Tukad Pakerisan,
Tukad Unda, Tukad Sangsang, Tukad Saba, Tukad Bubuh, dan Tukad Yeh Sungi.
Sungai tersebut masih digunakan sebagai tempat untuk mandi dan kebutuhan lain.

Sungai-sungai tersebut terindikasi mengandung Biological Oxygen Demand


(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), lapisan minyak, phosfat dan lainnya.
Limbah tersebut bersumber dari kegiatan rumah tangga, aktivitas komersial,
seperti usaha pembuatan tempe dan tahu, kegiatan peternakan, sablon dan lainnya
(BLH Provinsi Bali, 2009).
Tukad Yeh Sungi merupakan salah satu sungai dari sepuluh sungai telah
mengalami penurunan kualitas, karena terkontaminasi limbah. Tukad Yeh Sungi
merupakan tukad lintas Kabupaten yang melintasi Kabupaten Tabanan dan
Badung yang pada aliran air di daerah hilir dipergunakan sebagai sumber bahan
baku air minum. Sungai/Tukad Yeh Sungi bermuara di perbatasan wilayah
Kabupaten Tabanan dan Badung. Beberapa parameter pencemar yang telah
melampaui baku mutu yaitu : BOD, COD, Total Fosfat, Total coliform, dan
Faecal coliform.
Berdasarkan data tersebut dan terkait dengan pemanfaatannya sebagai air
baku air minum menimbulkan ide untuk mengadakan penelitian di Tukad Yeh
Sungi sehingga diketahui tingkat pencemaran yang terjadi sebagai upaya
mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1.

Bagaimana sumber dan karakter pencemar yang berdampak pada


perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan biologi

pada hulu,

tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi ?


2.

Bagaimana Indeks Pencemaran Tukad Yeh Sungi pada wilayah hulu,


tengah dan hilir ?

3.

Bagaimana kualitas air Tukad Yeh Sungi secara fisik, kimia, dan
biologi ?

1.3. Tujuan Penelitian


2.

Menentukan sumber dan karakter pencemar yang berdampak pada


perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan biologi pada tengah dan
hilir Tukad Yeh Sungi.

3.

Menentukan Indeks Pencemaran pada hulu, tengah dan hilir Tukad


Yeh Sungi.

4.

Mengetahui kualitas air pada Tukad Yeh Sungi secara fisik, kimia, dan
biologi.

1.4. Manfaat Penelitian


1.

Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan


pertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalam
pengendalian pencemaran yang terjadi di Tukad Yeh Sungi.

2.

Sebagai bahan pertimbangan bagi upaya pemeliharaan dan pemanfaatan


Tukad Yeh Sungi.

3.

Memberikan data dan informasi awal bagi para peneliti untuk


melaksanakan penelitian lanjutan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Air
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat
penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama
pembangunan (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2010).
Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara
berlimpah-limpah akan tetapi ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi
keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor (Effendi,
2003). Dari sekitar 1.386 juta km3 air yang ada di bumi, sekitar 1.337 km3
(97,39%) berada di samudera atau lautan dan hanya sekitar 35 juta km3 (25,53%)
berupa air tawar di daratan dan sisanya dalam bentuk gas/uap. Jumlah air tawar
tersebut sebagian besar (69%) berupa gumpalan es dan glasier yang terperangkap
di daerah kutub, sekitar 30% berupa air tanah dan hanya sekitar 1% terdapat
dalam sungai, danau dan waduk (Suripin, 2002). Kuantitas air di alam ini
jumlahnya relatif tetap namun kualitasnya semakin lama semakin menurun.
Kuantitas/jumlah air umumnya dipengaruhi oleh lingkungan fisik daerah seperti
curah hujan, topografi dan jenis batuan sedangkan kualitas air sangat dipengaruhi
oleh lingkungan sosial seperti kepadatan penduduk dan kepadatan sosial (Hadi
dan Purnomo, 1996 dalam Lutfi, 2006). Air yang memadai bagi konsumsi
manusia hanya 0,003% dari seluruh air yang ada (Effendi, 2003).

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan
bumi dibandingkan habitat laut dan daratan namun habitat ini mempunyai
kepentingan bagi manusia yang jauh lebih berarti karena habitat air tawar
merupakan sumber air yang praktis dan murah untuk berbagai keperluan, baik
rumah tangga, domestik, maupun industri. Selain itu ekosistem air tawar
menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum, 1996).
2.2

Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah aliran sungai dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi

tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosialekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik
hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi
atau yang dikenal sebagai siklus air. Kegiatan sosial-ekonomi dan budaya
masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS,
seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin
meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang
disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada
perubahan kondisi tata air DAS.
Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan
kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang
diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas
lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya
berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan

penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan
masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya.
Oleh karena itu ekosistem DAS perlu ditata pemanfaatannya agar dapat digunakan
untuk berbagai keperluan antara lain pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan,
peternakan, industri, pertambangan, pariwisata dan pemukiman (Bappedal Jateng,
2002).
Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang
searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 1,0 m/detik, serta
sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan),
jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin
besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air
semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan
dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair
jernih dan mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar,
tebingnya curam atau landai badan air dalam, keruh dan aliran air lambat
(Mulyanto, 2007). Menurut Newson (1997) sungai merupakan bagian lingkungan
yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktifitas manusia di
sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari daerah
hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya daerah aliran
sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum,
1996).
Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri (self
purification) dengan cepat, terutama terhadap limbah penyebab penurunan kadar

oksigen (oxygen demanding wastes) dan limbah panas.

Kemampuan sungai

dalam memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada ukuran sungai dan laju
aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang masuk (Lehler dalam
Miller, 1975).
Kemampuan sungai untuk memulihkan diri sendiri dari pencemaran
dipengaruhi oleh (1) laju aliran air sungai, (2) berkaitan dengan jenis bahan
pencemar yang masuk ke dalam badan air. Senyawa nonbiodegradable yang
dapat merusak kehidupan di dasar sungai, menyebabkan kematian ikan-ikan
secara masif, atau terjadi magnifikasi biologis pada rantai makanan (Lehler dalam
Miller, 1975).
2.3

Gambaran Umum Tukad Yeh Sungi


Tukad Yeh Sungi merupakan sungai

lintas kabupaten dengan daerah

aliran terletak disebelah Timur Kabupaten Tabanan yang berbatasan langsung


dengan wilayah administrasi Kabupaten Badung. Sungai-sungai yang melintas di
Kabupaten Tabanan pada bagian timur merupakan sungai yang mengalir
sepanjang tahun karena hampir semua hulunya terletak di Kecamatan Penebel dan
Kecamatan Baturiti yang merupakan daerah resapan air dan merupakan sungai
dengan sumber mata air dalam jumlah yang banyak. Debit air dari mata air pada
dua Kecamatan tersebut memiliki total debit air paling tinggi di bandingkan
dengan debit air dari mata air di kecamatan lain karena kecamatan ini terletak
pada dataran tinggi dengan perkebunan tanaman tahunan dan berdekatan dengan
punggung dari wilayah bergelombang yang menjorok ke pantai yang telah

mengalami pengikisan selama ratusan tahun (Kantor Lingkungan Hidup


Kabupaten Tabanan, 2010).
Panjang aliran Tukad Yeh Sungi 40,5 km dan luas daerah pengaliran
sungai 39,2 km. Daerah hulu terletak di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan
dan bermuara di wilayah Banjar Nyanyi, Desa Beraban, Kediri, Tabanan. (BLH
Provinsi Bali, 2009). PDAM Kabupaten Tabanan sebagai punyuplai air bersih
bagi masyarakat di Kabupaten Tabanan mengembangkan pemanfaatan sumber air
di daerah muara Tukad Yeh Sungi sebagai air baku air minum (Kantor
Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2009)
2.4

Pencemaran
Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak

menguntungkan, sebagian karena tindakan-tindakan manusia yang disebabkan


oleh perubahan pola pembentukan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahanbahan fisika, kimia dan jumlah organisme. Perubahan ini dapat mempengaruhi
manusia secara langsung atau tidak langsung melalui hasil pertanian, peternakan,
benda-benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Fardiaz. 1992)
Menurut Hidayat (1981), pada dasarnya pencemaran lingkungan dapat
dibagi dalam tiga tingkatan yaitu : (1) gangguan, merupakan bentuk pencemaran
yang paling ringan, (2) pencemaran temporer, berjangka pendek karena alam
mampu mencernakannya sehingga lingkungan dapat kembali seperti semula, dan
(3) pencemaran permanen, bersifat tetap karena alam tidak mampu kembali
mencernakannya (dikenal sebagai perubahan sumberdaya alam).

10

Pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2009 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009) adalah masuk atau
dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
2.4.1 Pencemaran Air
Pencemaran adalah suatu penyimpangan dari keadaan normalnya. Jadi
pencemaran air adalah suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan
dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor
penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Wardhana, 2004).
Cottam

(1969)

mengemukakan

bahwa

pencemaran

air

adalah

bertambahnya suatu material atau bahan dan setiap tindakan manusia yang
mempengaruhi kondisi perairan sehingga mengurangi atau merusak daya guna
perairan. Industri pertambangan dan energi mempunyai pengaruh besar terhadap
perubahan lingkungan karena mengubah sumber daya alam menjadi produk baru
dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan (Darsono, 1992).
Kumar (1977) berpendapat bahwa air dapat tercemar jika kualitas atau
komposisinya baik secara langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas
manusia sehingga tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah
tangga, pertanian, rekreasi atau maksud lain seperti sebelum terkena pencemaran.
Polusi air merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal.
Ciri-ciri yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis dan
polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi (Sumengen, 1987).

11

2.4.2 Hal-hal yang Umumnya Menjadi Penyebab Pencemaran di dalam Perairan.


Perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah meningkatkan
pencemaran sungai-sungai, terutama sungai sungai yang melintasi daerah
perkotaan dimana sebagian air bekas kegiatan manusia dibuang ke sistem
perairan yang sedikit atau tanpa pengolahan sama sekali terlebih dahulu. Hal ini
menyebabkan penurunan kualitas air sungai (Darsono, 1992).
Penyebab pencemaran air berdasarkan sumbernya secara umum dapat
dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber
langsung meliputi effluent yang keluar dari industri, TPA (Tempat Pemrosesan
Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang
memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan
air tanah mengandung mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk
dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia
yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Penyebab pencemaran
air dapat juga digolongkan berdasarkan aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga, dan
pertanian (Suriawiria, 1996).
Beberapa jenis pencemar dan sumber pencemar yang dikemukakan oleh
Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi (2003), secara ringkas seperti terlihat
pada Tabel 2.1

12

Tabel 2.1
Jenis Pencemar dan Sumbernya
Sumber Tertentu (point
source)
Jenis Pencemar

Sumber Tak Tentu (non


point source)

Limbah
Domestik

Limbah
Industri

Limpasan
Daerah
Pertanian

Limpasan
Daerah
Perkotaan

1. Limbah yang dapat


menurukan kadar
oksigen

2. Nutrien

3. Patogen

4. Sedimen

5. Garam-garam

6. Logam yang toksik

7. Bahan organik yang


toksik

8. Pencemaran panas

Sumber : Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003)


2.4.3. Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan berupa
sampah, air kakus (black water), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik
lainnya (grey water). Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, 2009), limbah didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan.
Limbah cair adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah, bisnis
dan industri. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

13

terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1% dari
padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan an-organik.
Pelimbahan akan berbeda kekuatan dan komposisinya dari suatu kota ke kota
yang lain disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata dalam kebiasaankebiasaan masyarakat yang berbeda-beda, sifat makanan dan pemakaian air
perkapita. Tidak ada dua jenis sampah yang benar-benar sama. Pelimbahan pada
kota-kota non industri, kebanyakan terdiri dari sampah domestik yang murni
(Mahida, 1986).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak
dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
2.4.4. Komponen Limbah Cair
Komponen limbah cair (Tchobanoglous and Eliassen dalam Soeparman,
2001) antara lain limbah cair domestik (domestic waste water), limbah cair
industri (industrial waste water), rembesan dan luapan (infiltration and inflow).
Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan,
perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya. Limbah cair domestik
mengandung susunan senyawa organik, baik itu alami maupun sintetis. Senyawa
ini masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Penyusun

14

utamanya berupa polysakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats)


dan asam nukleat (nucleic acid).
Sugiharto (1987) menyebutkan bahwa komposisi yang sangat bervariasi dari
setiap tempat dan setiap saat sesuai dengan sumber asalnya. Secara garis besar zat
yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan seperti Gambar 2.1.

Air Limbah
Bahan Padat (0,1 %)

Air (99, 9%)

An Organik
(30%)

Organik (70%)
Protein (65 %)

Butiran

Karbohidrat (25
%)
Lemak (10 %)

Garam
Metal
Gambar 2.1

Komposisi dan Persentase Komponen Bahan Organik dalam Limbah (Sugiharto,


1987)
2.4.5 Indikator Pencemaran Perairan
Beberapa karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan untuk
dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan,
antara lain parameter fisika, kimia dan biologi (Effendi, 2003).
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
-

Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan


tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya
perubahan warna, bau dan rasa.

15

Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan


zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.

Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan


mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.
Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah

pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO),


kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) serta
kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
Pemantauan kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran dan
pencatatan debit air agar analisis hubungan parameter pencemaran air dan debit
badan air sungai dapat dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya
(Irianto dan Machbub, 2003).
- Parameter Fisika
a. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan
air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air. Hal ini
erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan
untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek
kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan
beberapa akibat sebagai berikut : (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air
menurun. (2) kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) kehidupan ikan dan hewan air
lainnya terganggu.(4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan
air lainnya akan mati. (Fardiaz, 1992)

16

b.

Daya Hantar Listrik


Daya hantar listrik adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan

cair untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion,
total konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran.
Makin tinggi konduktivitas dalam air, air akan terasa payau sampai asin. (Mahida,
1986).
c.

Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS) dan Total Padatan
Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS)
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami

evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1989). Padatan yang
terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter partikel Tabel
2.2.
Tabel 2.2
Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter
Klasifikasi Padatan
Padatan terlarut
Koloid
Padatan tersuspensi

Ukuran Diameter (m)

Ukuran Diameter (mm)

<10-3

<10-6

10-3 1

10-6 10-3

>1

>10-3

Sumber : APHA, 1989


Sugiharto (1987) mendefinisikan sebagai jumlah berat dalam air limbah
setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikro. Total
padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik
terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam
badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan

17

kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton,


sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya
menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan.

Padatan tersuspensi

yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama,
menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga
mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya.
Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti
ikan karena tersaring oleh insang.
Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi
cahaya ke dalam air.

Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam

analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan.
Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu
pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna
perairan. Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang
tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 m.
Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut
dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah
bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh
air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut
air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.
d. Kekeruhan dan Kecerahan

18

Mahida (1986) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di


dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan
umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat,
lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya.
Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat
menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada
proses penjernihan air.
- Parameter Kimia
a.

Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar


tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7
adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7
dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat,
bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asamasam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Mahida (1986) menyatakan bahwa limbah
buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai
pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur
renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak
ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.
b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

19

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam


bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya
dinyatakan dalam mg/l (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas dalam air dapat
berkurang bila dalam air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang degradable.
Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang
anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi
persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi
persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen
bebas dalam air habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh
dan berkembang adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992)
Oksigen larut dalam air dan tidak bereaksi dengan air secara kimiawi.
Pada tekanan tertentu, kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Faktor
lain yang mempengaruhi kelarutan oksigen adalah pergolakan dan luas
permukaan air terbuka bagi atmosfer (Mahida, 1986). Persentase oksigen di
sekeliling perairan dipengaruhi oleh suhu perairan, salinitas perairan, ketinggian
tempat dan plankton yang terdapat di perairan (di udara yang panas, oksigen
terlarut akan turun). Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut jika
dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar. Daya larut O2 dalam air
limbah kurang dari 95% dibandingkan dengan daya larut dalam air tawar (Setiaji,
1995)
Terbatasnya kelarutan oksigen dalam air menyebabkan kemampuan air
untuk membersihkan dirinya juga terbatas, sehingga diperlukan pengolahan air
limbah untuk mengurangi bahan-bahan penyebab pencemaran. Oksidasi biologis

20

meningkat bersama meningkatnya suhu perairan sehingga kebutuhan oksigen


terlarut juga meningkat (Mahida, 1986).
Ibrahim (1982) menyatakan bahwa kelarutan oksigen di perairan
bervariasi antara 7-14 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari > 20
ppm. Besarnya kadar oksigen di dalam air tergantung juga pada aktivitas
fotosintesis organisme di dalam air. Semakin banyak bakteri di dalam air akan
mengurangi jumlah oksigen di dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam
umumnya < 2 ppm. Kalau kadar DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan
instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0
ppm yaitu melalui pemanasan (Setiaji, 1995).
c. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5)
Biochemical Oxygen Demand merupakan ukuran jumlah zat organik yang
dapat dioksidasi oleh bakteri aerob/jumlah oksigen yang digunakan untuk
mengoksidasi sejumlah tertentu zat organik dalam keadaan aerob. BOD5
merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan
dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh
bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan
mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat
menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada
tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerobik yang dapat
mengakibatkan kematian organisme akuatik.
Menurut Mahida (1981) BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran
limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk

21

menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang
telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 200C. Nilai BOD
yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air
limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30
ppm.
Kristianto (2002) menyatakan bahwa uji BOD mempunyai beberapa
kelemahan di antaranya adalah: (1) dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang
dikonsumsi oleh bahan-bahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang
disebut juga Intermediate Oxygen Demand, (2) uji BOD membutuhkan waktu
yang cukup lama, yaitu lima hari (3) uji BOD yang dilakukan selama lima hari
masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD, melainkan 68 % dari total
BOD, (4) uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air
tersebut, misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil
uji BOD kurang teliti.
d. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)
Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O.
Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling
baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat
didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Uji ini disebut dengan uji
COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

22

bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan


organik yang terdapat di dalam air.
Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis secara
cepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa-senyawa organik
tersebut juga menurunkan kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik
menjadi CO2 dan H2O. Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi,
sehingga menghasilkan nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang
sama. Di samping itu bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan
mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh enam
persen hasil uji COD yang selama 10 menit, kira-kira akan setara dengan hasil uji
BOD selama lima hari (Kristianto, 2002).
e. Fosfat (PO4)
Keberadaan fosfor dalam perairan adalah sangat penting terutama berfungsi
dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga
berguna di dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine trifosfate (ATP)
dan adenosine difosfate (ADP) (Boyd, 1982)
Menurut Peavy et al. (1986), fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair
dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam
atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap
senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di
dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan
pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan.
Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang

23

menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industri


pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air
buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan.
Menurut Boyd (1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air
minum adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar
antara 0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang
eutrof.
- Parameter Biologi
Air mempunyai peranan untuk kehidupan manusia, hewan tumbuhtumbuhan dan jasad lain. Salah satu sumber daya air yang dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia adalah sungai. Sungai sering dipakai untuk
membuang kotoran baik kotoran manusia, hewan maupun untuk pembuangan
sampah, sehingga air yang terdapat dalam sungai tersebut sering mengandung
bibit penyakit menular seperti disentri, kolera, tipes dan penyakit saluran
pencernaan yang lain. Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme
pathogen (berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman,
pertanian dan peternakan.
Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan
air adalah bakteri Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang
tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan
sehingga disebut juga Faecal coliform. Faecal coliform adalah anggota dari
coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,50C dan merupakan

24

bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi,
2003).
Alaerts dan Santika (1994) menyatakan bahwa Faecal coliform merupakan
bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang paling efisien, karena Faecal
coliform hanya dan selalu terdapat dalam tinja manusia. Jika bakteri tersebut
terdapat dalam perairan maka dapat dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan
tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Bakteri coliform lainnya berasal
dari hewan dan tanaman mati disebut dengan koliform non fecal.
2.5 Baku Mutu Lingkungan Hidup
Baku mutu lingkungan hidup didefinisikan sebagai ukuran batas atau
kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009), sedangkan
baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam air .
Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi
kelangsungan hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya,
sehingga dipandang perlu untuk melakukan upaya-upaya melestarikan fungsi air.
Upaya yang dilakukan adalah dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi
sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis yaitu dengan menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

25

Pencemaran Air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga
tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjaga agar
kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air
dilakukan untuk menjamin kualitas agar sesuai dengan baku mutu air melalui
upaya pencegahan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air
(Pemerintah Republik Indonesia, 2001).
Upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air yang dilakukan
oleh Pemerintah Provinsi Bali akibat makin meningkatnya kegiatan pembangunan
yang mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga
dapat mengancam kelangsungan hidupnya yang ditimbulkan oleh limbah yang
dibuang ke dalam media lingkungan hidup adalah dengan disusunnya Peraturan
Daerah tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
(Pemerintah Provinsi Bali, 2005). Tindak lanjut dari Peraturan Daerah maka
Pemerintah Provinsi Bali menyusun Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2007
tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup
yaitu sebagai dasar dalam penetapan kelas air di Provinsi Bali.
Arti penting baku mutu lingkungan adalah untuk mencegah terjadinya
pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas
manusia, sebagai penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup serta untuk
pengendalian terhadap pencemaran lingkungan.
2.6

Status Mutu Air Sungai


Status mutu air adalah kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar

atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan

26

membandingkan terhadap baku mutu air yang ditetapkan. Banyak cara untuk
melakukan penilaian status mutu air pada suatu sumber air, yaitu diantaranya
yang disajikan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115
Tahun 2003 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003), tentang Pedoman
Penentuan Status Mutu Air, yaitu dengan Metoda Storet dan Metoda Indeks
Pencemaran.
Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat
memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan
air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas
jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Metode ini
menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat tidaknya air yang diperiksa
dipakai untuk penggunaan tertentu dengan nilai nilai parameter tertentu.
Prosedur penggunaan Metode Indeks Pencemaran (Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, 2003) adalah :
a) Memilih parameter menjadi tiga kelompok.
b) Menghitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan
cuplikan
c) Menentukan nilai rata rata dan maksimum dari keseluruhan data, masingmasing dinyatakan sebagai (Ci/Lij) R dan Ci/Lij M

d) Menentukan nilai PIj dengan perhitungan :

27

(Ci/Lij) 2M + (Ci/Lij) 2R
PIj =

Keterangan :
(Cij/Lij) R = konsentrasi parameter kualitas air rata - rata
(Cij/Lij) M = konsentrasi parameter kualitas air maksimum
Pij

= Indeks Pencemaran

Evaluasi terhadap nilai PI (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003) adalah:

0 PIj 1,0

kondisi baik (memenuhi baku mutu)

1,0 < PIj 5,0

tercemar ringan

5,0 < PIj 10,0

tercemar sedang

PIj > 10,0

tercemar berat

28

BAB III
KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1

Kerangka Berfikir Penelitian


Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan

peningkatan aktivitas pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi


pada akhirnya akan memacu peningkatan aktivitas di segala bidang. Kondisi ini
berpotensi menyebabkan besarnya volume limbah yang dihasilkan oleh aktivitas
tersebut. Bahan pencemar yang berasal baik dari aktivitas perkotaan (domestik),
industri, pertanian dan sebagainya yang terbawa bersama aliran permukaan (run
off), langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya gangguan dan
perubahan kualitas fisik, kimia dan biologi pada perairan sungai tersebut yang
pada akhirnya menimbulkan pencemaran. Pencemaran pada badan air selalu
berarti turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu akan menyebabkan air
tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Tukad Yeh Sungi merupakan sungai lintas kabupaten yang melintasi
Kabupaten Tabanan dan Badung. Tukad Yeh Sungi bukan merupakan sungai
yang bermuara di laut, melainkan menjadi satu dengan muara Tukad Yeh Penet,
yang terletak di Banjar Nyanyi, Desa Beraban, Kediri, Tabanan. Aliran air pada
daerah muara dipergunakan sebagai air baku air minum oleh PDAM Kabupaten
Tabanan. Data Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali Tahun 2009 (BLH
Provinsi Bali, 2009) menunjukkan bahwa pada Tukad Yeh Sungi terdapat
beberapa parameter pencemar yang telah melampaui baku mutu yaitu : BOD,
COD, Fosfat, Total coliform, dan Faecal coliform. Berdasarkan data tersebut dan
mengingat pemanfataanya sebagai air 28
baku air minum maka dipandang perlu

29

melaksanakan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara


bijaksana dengan tetap memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan
mendatang serta untuk menjaga agar keseimbangan ekologis tetap terjaga.
Rangkaian penelitian yang dilakukan adalah menentukan karakter sumber
pencemar dengan melakukan identifikasi terhadap sumber pencemar dan
melakukan analisis kualitas air dibandingkan dengan baku mutu untuk
mengetahui tercemar atau tidak tercemarnya badan perairan akibat limbah yang
dihasilkan dari aktivitas masyarakat. Secara singkat kerangka berfikir penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Tukad Yeh Sungi

Pengukuran Ex Situ
(Laboratorium)

Pengambilan
Sampel Air

Limbah yang berasal


dari aktivitas manusia
Pengukuran In Situ

Analisis Data
1. Hasil Pengukuran Sampel Air Dibandingkan
dengan Baku Mutu Kualitas Air berdasarkan
Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007.
2. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode
Indeks Pencemaran
Tercemar / Tidak Tercemar
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir Penelitian
3.2

Kerangka Konsep Penelitian


Sungai sebagai salah satu sumber daya air selama ini telah dimanfaatkan

sebagai sumber air baku air minum, sumber air sektor industri, untuk pengairan,
untuk badan air penerima berbagai limbah dan lain-lain. Sungai seringkali

30

dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah hasil kegiatan


manusia, yang dapat menambah beban pencemaran (Widyastuti dan Marfa, 2004).
Oleh karena itu, untuk melestarikan sumber daya air diperlukan upaya
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan
memperhatikan keseimbangan ekologis. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan
untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap
dalam kondisi alamiahnya. Demikian pula pengendalian pencemaran air
dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui
upaya pencegahan dan mengendalikan masukan bahan-bahan pencemar terutama
yang berasal dari kegiatan manusia serta penanggulangan pencemaran air serta
pemulihan kualitas air.
Salah satu upaya mencegah sedini mungkin terjadinya pencemaran oleh
bahan - bahan tertentu di perairan adalah dengan melaksanakan kegiatan
pemantauan kualitas air secara rutin dan terstruktur oleh pemerintah sesuai
kewenangannya. Melalui kegiatan pemantauan nantinya dapat dilakukan evaluasi
terhadap kualitas air sehingga sangat menunjang dalam menetapkan suatu
kebijakan yang strategis dalam pencegahan dan pengendalian terhadap degradasi
kualitas air.
Ruang lingkup penelitian meliputi : identifikasi sumber-sumber pencemar
dan analisis kualitas air dengan melakukan pengamatan terhadap parameter fisika,
kimia air serta biologi pada Tukad Yeh Sungi dibandingkan dengan baku mutu air
kelas 1 berdasarkan ketentuan Peraturan Gubernur Bali Nomor 08 Tahun 2007
tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan

31

Hidup (Pemerintah Provinsi Bali, 2007). Penentuan status mutu air Tukad Yeh
Sungi bertujuan untuk mengetahui tingkat kondisi mutu airnya apakah
menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada dalam waktu tertentu dengan
mempergunakan Metode Indeks Pencemaran sesuai dengan ketentuan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penentuan Status Mutu Air (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003).
Penentuan status mutu air dilakukan dengan menggunakan metode Indeks
Pencemaran untuk memperoleh evaluasi setiap kali sampling diambil, yaitu
minimal sebanyak 3 kali pemantauan serta untuk menentukan tingkat pencemaran
relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow,1974 dalam
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003). Secara ringkas konsep penelitian

dapat dilihat pada Gambar 3.2.

32

Tukad Yeh Sungi

Pengukuran Ex Situ :
BOD, COD, Fosfat,
TSS, Total coliform
dan Fecal coliform

Pengambilan
Sampel Air

Pengukuran In Situ :
Debit, TDS, Suhu,
Daya Hantar Listrik,
pH, DO

Analisis Kualitas Air


- Fisik
: Debit, TSS, TDS, Suhu, Daya Hantar
Listrik
- Kimia : pH, DO, BOD, COD, dan Total Fosfat
- Biologi : Total coliform dan Faecal coliform

Analisis Data
1. Hasil Pengukuran Sampel Air Dibandingkan
dengan Baku Mutu Kualitas Air berdasarkan
Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007.
2. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode
Indeks Pencemaran

Tercemar/Tidak tercemar

Rekomendasi

Gambar 3.2
Kerangka Konsep Penelitian

33

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan pedoman bagi seorang peneliti dalam

melaksanakan penelitian agar data dapat dikumpulkan secara efisien, efektif serta
dapat diolah dan dianalisis sesuai tujuan yang ingin dicapai. Manfaat rancangan
penelitian adalah : (1) memberi pegangan yang lebih jelas kepada peneliti dalam
melakukan penelitian, (2) menentukan batas-batas penelitian yang bertalian
dengan tujuan penelitian, (3) memberi gambaran yang jelas tentang apa yang
harus dilakukan dan memberi gambaran tentang macam-macam kesulitan yang
akan dihadapi pada saat melakukan penelitian.
Merujuk pada kondisi perairan Tukad Yeh Sungi yang dituangkan dalam
Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2009, memunculkan ide untuk
mengadakan penelitian pada perairan tersebut. Untuk mendukung ide tersebut
maka perlu dilakukan studi kepustakaan mengenai situasi dan kondisi yang
terdapat di Daerah Aliran sungai tersebut. Data sekunder yang diperlukan adalah
peta DAS, aktivitas yang terdapat di sepanjang Tukad Yeh Sungi yang bertujuan
untuk menentukan

lokasi dan cara pengambilan sampel. Ide penelitian

dituangkan dalam usulan penelitian. Usulan penelitian merupakan acuan dalam


melaksanakan penelitian di lapangan. Data primer yang diperoleh dari
pengambilan sampel air maupun data sumber pencemar yang menyebabkan
turunnya kualitas air kemudian dianalisis dengan Metode Indeks Pencemaran

33

34

sehingga diketahui Status Mutu Air Tukad Yeh Sungi. Secara singkat penelitian
ini dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut : (a) mengumpulkan dan
mempelajari pustaka yang ada kaitannya dengan topik penelitian, (b) orientasi
lapangan, (c) menentukan wilayah penelitian, (d) menentukan variabel penelitian,
(e) pengumpulan data primer dan data sekunder seperti : peta, data debit sungai,
aktivitas manusia, data kualitas air, (f) analisis data, (g) hasil dan pembahasan
dan (h) simpulan dan saran. Secara skematis tahapan pelaksanaan penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4.1.
4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Tukad Yeh Sungi karena merupakan sungai yang

sangat potensial yaitu dimanfaatkan sebagai sumber air baku bagi PDAM, irigasi
pertanian, dan aktivitas manusia laiinya. Muaranya terletak di perbatasan wilayah
Kabupaten Tabanan dan Badung dengan panjang aliran 40,5 km. Pengambilan
sampel kualitas air dilakukan di titik pantau 1: Br. Palian, Desa Luwus,
Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, titik pantau 2: Br. Dakdakan, Desa
Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, titik pantau 3: Br. Nyanyi,
Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dasar penentuan titik
pantau tersebut adanya perbedaan karakteristik dan aktifitas pada masing
masing titik pantau.
Pengambilan sampel air dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 selama 3
(tiga) minggu hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak stabil serta
pengulangan sebanyak 3 minggu diharapkan mendekati kondisi yang sebenarnya
dengan 9 (Sembilan) kali pengambilan dengan rincian sebagai berikut : minggu I

35

dilaksanakan tanggal 3, 5 7 Oktober 2011, minggu II dilaksanakan tanggal 10,12,


14 Oktober 2011 dan minggu III dilaksanakan tanggal 17, 19, 21 Oktober 2011.
Peta

Lokasi

Tukad

Yeh

Sungi

dapat

dilihat

pada

Gambar

4.2.

Ide Penelitian

Studi Kepustakaan/
Pengumpulan Data Sekunder

Rancangan Usulan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian

Identifikasi Aktivitas Masyarakat

Pengambilan Sampel Air

Pengukuran Kualitas Air


(in situ dan ex situ)

Observasi Lapangan dan


wawancara

Analisis Data

Hasil dan Pembahasan

Simpulan dan Saran


Gambar 4.1

Skema Rancangan Penelitian

36

Lokasi Penelitian

Gambar 4.2
Peta Lokasi Penelitian
(Bappeda Kabupaten Tabanan, 2010)

4.3

Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian yang dilaksanakan pada Tukad Yeh Sungi mencakup :

1. Identifikasi terhadap sumber pencemar yang menyebabkan terjadinya


penurunan kualitas air. Identifikasi dibagi menjadi 2 (dua) wilayah yaitu
wilayah I yang meliputi daerah hulu tengah dengan karakteristik yang
didominasi oleh areal pertanian dan pemukiman yang relatif cukup jauh dari

37

sungai dan wilayah II yang meliputi daerah tengah hilir yang meliputi
dengan karakteristik yang didominasi oleh pemukiman penduduk yang padat
serta adanya kegiatan industri/usaha. Dasar pertimbangan penentuan masingmasing wilayah tersebut adalah bahwa karakteristik dan aktivitas pada kedua
wilayah tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan sehingga
diketahui dampak yang terjadi pada masing-masing wilayah tersebut.
2. Analisis kualitias air, mempergunakan baku mutu sebagai pembanding untuk
kelayakan kualitas parameter sungai yaitu baku mutu air kelas I berdasarkan
Peraturan Gubernur Bali No 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan
Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dengan alasan bahwa
peruntukan air sungai sebagai air baku bagi PDAM Kabupaten Tabanan.
3. Data hasil pengukuran selanjutnya dianalisis dengan Metode Indeks
Pencemaran untuk mengetahui status mutu air Tukad Yeh Sungi.
4.3.1. Metode Pengambilan Sampel Air
Metode yang dipergunakan dalam pengambilan sampel air oleh peneliti
bersama tim dari UPT Laboratorium Dinas PU Provinsi Bali adalah sampel
gabungan (composite sampel) yaitu dengan cara mengambil sampel air dari
beberapa titik dengan menggunakan alat botol sampel yang terbuat dari plastik
untuk parameter fisika serta kimia dan untuk parameter mikrobiologi dengan botol
kaca yang telah steril pada satu titik pantau kemudian dijadikan satu pada
kedalaman 30 cm dari permukaan perairan sehingga diperoleh gambaran kondisi
perairan yang sesungguhnya.

38

4.3.2. Penentuan Titik Pantau


Penentuan titik pantau air dilakukan dengan cara purposive sampling
yaitu dengan memperhatikan berbagai pertimbangan masukan limbah rumah
tangga, limbah pertanian serta limbah usaha dan dari berbagai kegiatan manusia
yang berlangsung di DAS dan dampak yang ditimbulkan pada sungai tersebut
sehingga dapat diketahui kualitas air sebelum memasuki kawasan penelitian dan
perubahan kualitas air yang diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti pada
daerah pemukiman, industri maupun pertanian. Pengambilan titik sampel di
sungai dilakukan pada lokasi

dimana air sungai tersebut telah betul-betul

homogen atau tercampur dengan baik. Verifikasi bahwa pada titik sampel tersebut
sudah terjadi percampuran air sungai yang baik maka perlu dilakukan
pemeriksaan homogenitas dengan cara pengambilan beberapa sampel pada titik
sepanjang lebar dan kedalaman sungai untuk dianalisis beberapa parameter yang
khas seperti pH dengan alat pH meter, temperatur dengan alat termometer dan
oksigen terlarut dengan metode titrasi langsung dilapangan. Jika hasil yang
diperoleh tidak berbeda secara signifikan maka suatu titik sampling dapat
ditentukan di tengah aliran atau titik lain yang mudah pengambilannya. Bila hasil
analisis berbeda nyata dari satu titik dengan yang lainnya maka perlu diambil
sampel dari beberapa titik yang dilalui aliran dengan ketentuan sebagai berikut :
1.

Titik Pantau 1
(Hulu)

2.

Titik Pantau 2
(Tengah)

: Br. Palian, Ds. Luwus, Baturiti, Tabanan


S :

08 24 2,87

E : 115 11 5,43

: Br. Dakdakan, Ds Abiantuwung, Kediri, Tabanan


S :

08 33 6,65

E : 115 09 3,28

39

3.

Titik Pantau 3

: Banjar Nyanyi, Ds. Beraban, Kediri, Tabanan

(Hilir)

S :

08 37 0,78

E : 115 06 7,78

Peta lokasi titik pantau seperti terlihat pada Gambar 4.3.


DENAH TITIK PANTAU PADA
TUKAD YEH SUNGI

Hulu. S: 08242,87
MEKAR
SARI E:115115,43
TUA
LUWUS

PEREAN

PETAKA

Wilayah I

SEMBUNG

C
A
U
B
E
L
A
Y
U

MARGA
BELANWAK

Tengah
S: 08336,65
E:115093,28

SABONGAN

KUWUM
WERDI
BUANA

A
Y
U
N
A
N

KUKUH
DAHA
BERINGKIT
BANJAR
ANYAR

Hilir

ABIAN
TUWUNG

S: 08370,78
E:115067,78

MENGWI
GULINGAN

KEDIRI
MENGWI TANI

PANDAK BADUNG
NYITDAH

MAMBU

Wilayah II
KABA KABA
PANDAK GEDE

BELALANG

BUWIT

CEPAKA

KETERANGAN
Batas Desa

MUNGGU
BERABAN

Tukad Sungi

CEMAGI

Titik Pengambilan Sampel

Gambar 4.3
Denah Titik Pengambilan Sampel pada Tukad Yeh Sungi
4.4

Penentuan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : data primer dan

data sekunder.

40

4.4.1. Data Aktivitas Manusia di Wilayah I dan Wilayah II


a. Data primer
Data primer ini diperoleh dari pengumpulan data dari informan dilakukan
dengan wawancara mendalam mengenai jenis kegiatan dan aktifitas yang terjadi
sepanjang tukad yeh sungi. Data yang diperoleh dari informan dituangkan dalam
tabel aktifitas sumber pencemar (Tabel 4.2). Selain itu, pengumpulan data primer
juga dilakukan melalui pengamatan (observasi).
Data primer yang dikumpulkan terdiri dari :
1. Faktor penyebab penurunan kualitas air.
2. Hubungan-hubungan antar berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas air
b. Data sekunder
Data sekunder bersumber dari instansi terkait yang menangani masalah
DAS, buku, situs internet, jurnal - jurnal, skripsi dan tesis serta laporan
penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian perubahan kualitas air sungai
Data sekunder yang dikumpulkan:
1. Gambaran umum DAS dan profil masyarakat desa.
2. Hasil penelitian atau artikel pada

jurnal mengenai pencemaran yang

terjadi pada DAS.


4.4.2 Data Kualitas Air
a. Data Primer
Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan (in-situ)
dan analisis laboratorium (ex-situ). Analisis secara ex-situ dilakukan pada

41

Laboratorium Dinas PU Provinsi Bali dan Laboratorium Kantor Lingkungan


Hidup Kabupaten Tabanan.
b. Data Sekunder
Data sekunder bersumber dari instansi terkait yang menangani masalah
DAS,

buku, situs internet, jurnal-jurnal, skripsi dan tesis serta laporan

penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian perubahan kualitas air sungai.
4.5

Variabel Penelitian.

4.5.1 Variabel Kualitas Air


1. Fisika

debit air, suhu, kekeruhan, TDS dan TSS, daya hantar listrik.

2. Kimia

pH, DO, BOD, COD, dan Total Fosfat.

3. Biologi :

faecal coliform dan total coliform.

Pengambilan parameter di atas karena karakteristik daerahnya didominasi


oleh aktivitas pertanian dan pemukiman yang disertai dengan peternakan dan
beberapa kegiatan/usaha antara lain bengkel, laundry, pencucian mobil dll.
Parameter pengukuran secara in situ dan ex situ ditentukan dengan cara
seperti yang tercantum pada Tabel 4.1.
4.5.2 Variabel Aktivitas Manusia.
Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah yang masuk
ke perairan sungai dilakukan dengan wawancara dan dari data sekunder. Metode
survei digunakan untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam penurunan
kualitas air di sungai tersebut.

Halhal yang diamati adalah (1) jenis

kegiatan/usaha yang ada, (2) jumlah kegiatan/usaha dan (3) lokasi. Variabel
aktivitas manusia ditampilkan dalam bentuk tabel seperti terlihat pada Tabel 4.2.

42

Tabel 4.1
Parameter Kualitas Air yang Diukur, Metode Analisis dan Alat-alat Pengukuran
Parameter

Satuan

Metode Analisis

Peralatan

I. Fisika
000

Suhu

Pemuaian

Thermometer

mg/l

Gravimetri
Potensiometri

Timbangan analitik
TDS Meter

Potensiometri

Conductovitymeter

NTU

Turbidimetri

Turbidimeter

Potensiometri

pH meter

DO

mg/l

Titrimetri winkler

Peralatan titrasi

BOD5

mg/l

Titrimetrik

Peralatan titrasi

COD

mg/l

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

Total Phosfat

mg/l

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

TSS
TDS
Daya Hantar Listrik
Kekeruhan

II. Kimia
pH

III. Mikrobiologi
Fecal coliform

MPN/100 ml

Metode MPN

Tabel MPN, filter

Total coliform

MPN/100 ml

Metode MPN

Tabel MPN, filter

Sumber : Alaerts dan Santika (1994)


Tabel 4 .2
Aktivitas Sumber Pencemar

No

Jenis
Kegiatan

Pemukiman

Laundry

Pertanian

Hotel/Villa

Jumlah

Lokasi

43

4.6 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :
seperangkat alat pengambilan sampel kualitas air, meteran, stop watch dan bola
pingpong, GPS, alat dokumentasi, komputer, peta sungai, wadah sampel air, dan
bahan pengawet,
4.7. Prosedur Penelitian
4.7.1.Parameter Fisika
a. Suhu
Alat yang dipergunakan adalah termometer gelas air raksa, pengukuran suhu
dilakukan dengan tujuan mengetahui suhu air dan suhu lingkungan.
Cara Kerja :
Termometer yang dipergunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan
termometer presisi atau dengan percobaan titik beku dan titik didih air.
Pengukuran sampel air sungai dilakukan secara in situ. Langkah pertama yang
harus dilakukan sebelum mengukur sampel air adalah dengan mencatat suhu
udara sekitar. Termometer gelas air raksa dicelupkankan ke dalam perairan,
ditunggu beberapa menit. Diangkat dan dicatat suhunya. Pengukuran temperatur
pada kedalaman tertentu adalah dengan memasang termometer pada water
sampler.
b. Total Suspended Solid (TSS)
Pengukuran TSS dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat atau jumlah
zat-zat yang tersuspensi di dalam 1000 ml air sampel yaitu dengan cara
menimbang berat zat-zat tersuspensi dalam air yang tertinggal pada kertas saring.

44

Metode :yang dipergunakan adalah Gravimetri dan cara kerjanya adalah :

(1)

ditimbang dan dicatat berat kertas saring bersih yang dipakai (A gram), (2)
Sebanyak 500 ml sampel air disaring dan disisihkan air yang telah disaring di
dalam gelas piala, (3) kertas saring yang telah dipakai tadi dikeringkan dengan
didiamkan pada suhu kamar, (4) selanjutnya kertas saring beserta padatannya
ditimbang (B gram) dan dihitung padatan tersuspensi air sampel tersebut.
Perhitungan :
1000 x (B A)
Volume sampel (ml)

. gram/Liter.................................(1)

Keterangan :
A = berat kertas saring bersih yang akan dipakai.
B = berat kertas saring beserta padatannya.

c. Total Dissolved Solid (TDS)


Pengukuran TDS dilakukan untuk mengukur banyaknya zat padat total
dalam contoh uji dalam satuan mg/l. Alat yang digunakan untuk mengukur TDS
adalah TDS meter. Metode yang dipergunakan adalah Potensiometri.
Cara kerja:
Alat dihidupkan dengan menekan tombol mode, kemudian set ditekan untuk
mencari analisis TDS lalu ditunggu hingga pada layar tertera nilai ppm, kemudian
dimasukkan elektrode alat pada sampel yang diukur lalu ditunggu hingga nilai
yang tertera pada layar menunjukkan nilai yang stabil / tidak berubah-ubah dalam
satuan ppm. Nilai yang tertera pada alat merupakan nilai TDS yang terkandung di
dalam sampel yang diukur. Setelah selesai pengukuran eletroda TDS meter

45

diangkat dan dibilas dengan air suling / aquades lalu dikeringkan dengan tisue.
Kemudian alat matikan dengan menekan tombol mode hingga pada layar tidak
muncul nilai.
d. Kekeruhan
Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-bahan terlarut
di dalam air, misalnya lumpur, alga (ganggang), detritus dan bahan-bahan kotoran
lainnya. Sungai yang keruh menyebabkan cahaya matahari yang masuk ke
permukaan air berkurang mengakibatkan menurunnya proses fotosinstesis oleh
tumbuhan air sehingga suplai oksigen yang diberikan oleh tumbuhan dari proses
fotosintesis berkurang. Bahan-bahan terlarut dalam air juga menyerap panas yang
mengakibatkan suhu air meningkat sehingga jumlah oksigen terlarut dalam air
berkurang. Pengukuran kekeruhan air sungai diukur dengan turbidity meter.
Pengukuran ini dapat langsung dilakukan di lapangan dan secara otomatis nilai
kekeruhannya dapat diketahui dalam satuan NTU (Nephlometer Turbidity Units).
Metode yang digunakan adalah visual dengan turbidimeter Hellige. Cara uji
adalah dengan membandingkan intensitas cahaya yang melalui contoh air dengan
intensitas cahaya yang melalui larutan baku silika. Langkah-langkah pengukuran
kekeruhan adalah :
a. Alat turbidimeter dikalibrasi dengan tujuan untuk menjamin tingkat ketelitian
dalam pengukuran.
b. Cara pengoperasian alat
1. Ditekan tombol on/off untuk menghidupkan alat, ditunggu hingga layar
menyala dan tertera Rd.

46

2. Sampel dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian ditutup lalu read


ditekan dan ditunggu hingga muncul nilai pada layar, nilai tersebut
merupakan nilai kekeruhan sampel.
e. Daya Hantar Listrik (DHL)
Daya hantar listrik adalah kemampuan air untuk menghantarkan listrik.
Daya hantar listrik menunjukkan adanya bahan kimia terlarut seperti NaCl.
Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion logam berat yang
dilepaskan oleh bahan-bahan polutan. Daya hantar listrik dinyatakan sebagai
umhos/cm adalah konduktan dari suatu konduktor dengan panjang 1 cm dan
mempunyai

penampang

cm2.

Peralatan

yang

dipergunakan

adalah

konduktometer. Konduktometer yang digunakan dikalibrasi terlebih dahulu


dengan cara alat dihidupkan kemudian tombol ditekan. Cara kerja untuk
pengukuran daya hantar listrik adalah :
a. Kalibrasi alat untu menjamin tingkat ketelitian hasil pengukuran.
b. Cara penggunaan
1. Electrode dicelupkan ke dalam wadah yang berisi sampel lalu dilihat pada
nilai yang tertera pada alat, ditunggu hingga nilai pada layar stabil.
2. Nilai yang tertera pada layar merupakan nilai sampel.
4.7.2 Parameter Kimia
a. pH
Besarnya angka pH dalam air dapat dijadikan indikator adanya
keseimbangan unsur-unsur kimia dan unsur hara yang bermanfaat bagi kehidupan
vegetasi akuatis. Kondisi pH air mempunyai peran penting bagi kehidupan

47

organisme yang ada di dalamnya (Odum, 1996). Alat yang dipergunakan adalah
pH meter
Cara Kerja :
Alat dihidupkan dengan menekan tombol on/off, kemudian ditekan Cal
hingga muncul insert pH pada layar monitor, selanjutnya elektroda dimasukkan
ke larutan buffer pH 7, setelah itu Cal ditekan sampai muncul nilai 7 pada layar
monitor. Eletroda diangkat dibilas menggunakan akuades. Langkah selanjutnya
Cal ditekan sampai muncul insert buffer pH 4 pada layar monitor, lalu eletroda
pH dimasukkan ke dalam larutan buffer pH 4 sampai muncul nilai pH 4 pada
layar monitor. Setelah selesai dikalibrasi, alat dapat digunakan dengan cara
sebagai berikut : (1) elektroda dimasukkan ke dalam sampel yang akan di ukur (2)
kemudian tombol read pada alat ditekan, ditunggu hingga nilai pada alat stabil.
Angka yang stabil tersebut merupakan nilai pH pada sampel yang diukur.
b. DO (Dissolved Oxygen)
Pengukuran DO dilakukan untuk mengetahui berapa banyak jumlah oksigen
yang dikonsumsi oleh mikroorganisme dalam mendegradasi bahan buangan
organik secara aerob (Fardiaz, 1992). Metode yang dipergunakan untuk analisis
oksigen terlarut di lapangan dan di laboratorium adalah metode titrasi.
Alat dan bahan yang dipergunakan adalah :
-

Botol Winkler, pipet tetes, perangkat titrasi, pipet volume

Iodida alkali (perekasi Winkler), H2SO4 pekat, larutan Mangan sulfat/ MnSO4
48 %.Natrium tiosulfat 0,025 N , Indikator amylum 1 %

Cara Kerja Metode titrasi :

48

a. Sebanyak 1 ml MnSO4 ditambahkan ke dalam sampel di dalam botol Winkler,


lalu dikocok dan ditunggu hingga terbentuk endapan.
b. Sebanyak 1 ml larutan alkali iodida azide ditambahkan. Setiap penambahan
pereaksi dihindarkan terjadinya gelembung udara, kemudian dikocok dengan
membalik-balikkan botol beberapa kali sampai terbentuk endapan. Jika proses
pengendapan sudah sempurna (endapan terjadi kira-kira bagian botol)
kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat, yang dialirkan melalui dinding
bagian dalam dari leher botol, kemudian ditutup kembali. Selanjutnya dikocok
hingga endapan larut. Sebanyak 100 ml sampel tersebut diambil, lalu dititrasi
dengan larutan Natrium tiosulfat 0,025 N sampai berwarna coklat muda.
Ditambahkan indikator amilum (biru) 1 ml (timbul warna biru). Dititrasi
kembali dengan larutan Natrium tiosulfat, dari biru sampai menjadi bening.
Dicatat berapa ml Natrium tiosulfat yang dipakai.
Perhitungan :
Kadar oksigen terlarut (DO) dengan titrasi
DO (mg/L) = ml. titran x N thiosulfat x 8000
(ml contoh)

..(2)

c. ` BOD (Biochemical Oxygen Demand)


Pengukuran BOD dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah oksigen
yang dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan
organik yang ada dalam air secara aerob, pengukuran BOD dilakukan selama lima
hari. Nilai BOD tinggi berarti jumlah bahan buangan yang ada dalam air tinggi
(Wardhana, 1995).

49

Alat : Botol Winkler, pipet tetes, pipet volumetric, Erlenmeyer, buret dan statif
Bahan yang dipergunakan dapat dilihat pada pemeriksaan O2 (DO)
Cara kerja :
Sebanyak 100 ml sampel air disaring dari lumpur, kemudian diambil 75 ml
sampel air yang telah disaring, diencerkan dengan aquadest 100X dan dimasukkan
ke dalam 2 botol Winkler. Disimpan dalam keadaan gelap (dibungkus dengan
kertas karbon atau plastik hitam) dan ditempat yang gelap. Dicatat suhu air dan
jam penyimpanan. Dihitung kadar O2 nya setelah 5 hari kemudian. Terhadap
sampel juga dihitung kadar O2 sesaat. Kemudian dicatat kadarnya.
Perhitungan : Kadar BOD (mg/l) = (DO sesaat DO5) x pengenceran .............(3)
d. COD (Chemical Oxygen Demand)
Tes COD digunakan untuk menghitung kadar bahan organik yang dapat
dioksidasi. Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan buangan
dalam air yang dapat dioksidasi secara kimia dengan menggunakan larutan
K2Cr2O7. Angka COD biasanya lebih tinggi dari angka BOD karena lebih banyak
bahan buangan organik yang dapat dioksidasi secara kimia, selain itu waktu untuk
pengukuran COD lebih singkat, hanya 15 menit (Fardiaz, 1992).
Bahan yang diperlukan untuk Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand)
adalah sebagai berikut :
Air suling, Larutan pencerna / digestion solution (K2Cr2O7, H2SO4 pekat,
HgSO4), pereaksi asam sulfat (Ag2SO4, H2SO4 pekat), asam sulfamat (NH2SO3H),
dan larutan standar KHP/Kalium Hidrogen Phtalat (HOOCC6H4COOK).
Cara Kerja :

50

Pengukuran COD dilakukan dengan menghomogenkan contoh uji,


Sebanyak 2,5 ml volume contoh uji dipipet ke dalam tabung yang telah berisi
larutan pencerna (1,5 ml) dan larutan pereaksi asam sulfat (3,5 ml), tabung ditutup
dan dikocok perlahan sampai homogen, tabung diletakkan pada pemanas yang
telah dipanaskan pada suhu 150oC, dilakukan refluks selama 2 jam. Contoh yang
sudah direfluks didinginkan perlahan lahan sampai suhu ruang, suspensi
dibiarkan mengendap dan dipastikan bagian yang diukur benar benar jernih,
contoh diukur pada panjang gelombang 600 nm dengan spektrofotometer DR
2010, absorbansi blanko yang tidak direfluks yang mengandung dikromat diukur,
dengan pereaksi air sebagai contoh uji, lalu dilakukan analisis yang sama untuk
larutan standar (pembuatan larutan standar menggunakan Kalium Hidrogen
Phtalat (KHP) dengan berbagai konsentrasi). Pengukuran COD dilakukan dengan
menggunakan larutan blangko dan ferroammoniumsulfat (Alaerts dan Santika,
1994).
4.7.3 Parameter Biologi
Penghitungan Bakteri Golongan Koli (Total coliform) dan Bakteri koli Tinja
(Faecal coliform)
Tujuan analisis bakteri golongan koli dan bakteri golongan koli tinja
adalah untuk mengetahui adanya pencemaran dari kotoran manusia dan hewan
berdarah panas pada sungai, saluran air minum, tempat pemandian dan sumur.
Bakteri golongan koli tinja digunakan sebagai indikator adanya pencemaran air
karena bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan manusia atau hewan, dan
sisa sisa pembusukan tumbuhan sehingga apabila diketemukan dalam jumlah

51

besar memberi petunjuk bahwa air telah mengalami pencemaran, disamping itu
karena bakteri golongan koli tinja paling tahan terhadap lingkungan yang kurang
menguntungkan, sehingga apabila bakteri lain sudah mati, bakteri golongan koli
tinja masih bertahan hidup. Penggunaan bakteri golongan koli sebagai indikator
pencemaran masih perlu dilengkapi dengan analisis bakteri golongan koli tinja,
karena sebagian dari spesies golongan koli mempunyai habitat pada tanah
sehingga dengan dilakukannya analisis golongan koli tinja dapat menjamin
kemantapan hasil analisis.
A. Bakteri Total coliform
Penghitungan jumlah bakteri koliform mengikuti prosedur tabung ganda
dilakukan dalam beberapa tingkatan yaitu : pengujian perkiraan, pengujian
penegasan dan pengujian lengkap. Pengujian perkiraan merupakan uji
pendahuluan untuk menduga apakah di dalam air terdapat bakteri golongan koli.
Pengujian perkiraan dinyatakan positif jika terbentuk gas pada tabung peragian,
tetapi yang positif pada pengujian ini belum tentu merupakan bakteri golongan
koli sebab banyak bakteri lain yang dapat meragikan laktose dengan
menghasilkan gas sehingga perlu pengujian lanjutan. Pengujian penegasan
dilakukan dengan cara meneruskan pengujian perkiraan yang positif ke dalam
media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB), jika dalam media cair ini
terbentuk gas berarti dinyatakan positif. Pengujian Lengkap dilakukan dengan
tujuan untuk untuk meyakinkan terhadap hasil dari pengujian penegasan. Hasil
pengujian tersebut kemudian dapat dilihat pada penentuan MPN (Most Probable
Number) (APHA, 1989).

52

Bahan untuk pemeriksaan bakteri koliform dalam air:


Komposisi medium fermentasi laktosa cair (3 g ekstrak daging, 5 g
pepton, 5 g laktosa, NaCl), komposisi medium BGLBB (Brilliant Green Lactose
Bille Broth) , 10 g pepton, 3,5 g K2HPO4, 5 g laktosa.
Cara Kerja :
Sebelum pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pembuatan medium
fermentasi laktosa cair dengan mencampur bubuk laktosa dan akuades sampai
homogen lalu dipanaskan sampai larut dengan sempurna. Kemudian dilakukan tes
pH, setelah itu baru dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang di dalamnya berisi
tabung durham, sebelum digunakan disterilisasi terlebih dahulu dengan
menggunakan autoclave pada suhu 121o C selama 15 menit. Medium BGLBB
(Brilliant Green Lactose Bile Broth) dibuat dengan mencampur bubuk BGLBB
dengan akuades sampai homogen lalu, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang sudah berisi tabung durham, lalu disterilisasi dengan menggunakan
autoclave pada suhu 121o C selama 15 menit sebelum digunakan (Fardiaz, 1992).
a. Tes Pendugaan
Tahapan tes pendugaan dilakukan sebagai berikut:
1. Sampel dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi yang telah diisi media
laktose dengan pipet yang steril.
2. Tabung-tabung dalam rak digoyang, supaya contoh air dengan media
bercampur rata.
3. Diinkubasi pada temperatur 35 C 0,5 C selama 24 jam. Pengamatan
dilakukan terhadap gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Tabung yang

53

mengandung gas dilanjutkan dengan tes penegasan. Tabung yang tidak


mengandung gas dilanjutkan selama 24 jam.
4. Sesudah 24 jam kemudian diamati gas yang dihasilkan. Apabila dalam tabung
tidak dihasilkan gas, sampel tersebut dibuang, sedangkan tabung yang
menghasilkan gas dilanjutkan dengan tes penegasan.
b. Tes Penegasan
Sampel yang mengandung gas, baik dalam jangka waktu 24 jam maupun
dalam jangka waktu 48 jam dilanjutkan dengan tes penegasan, dimana jumlah
tabung yang digunakan sesuai dengan jumlah tabung yang menghasilkan gas
dalam tes pendugaan. Tahap tahap tes penegasan sebagai berikut:
1. Tabung yang menghasilkan gas pada tes pendugaan diambil sampelnya
sebanyak 2 tetes pipet steril.
2. Sampel ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi media
Briilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB)
3. Selanjutnya diinkubasi pada tabung reaksi pada temperatur 35 C 0,5 C
selama 24 jam dan dilakukan pengamatan gas yang di dalam tabung Durham.
Tabung yang mengandung bakteri golongan koli, untuk monitoring kualitas
air cukup dilakukan analisis sampai tes penegasan.
c. Tes Lengkap
Pada tes komplit ini digunakan media padat dan menggunakan cawan petri.
1. Sampel yang diragukan Confirmed Tes diambil dengan loop wire dan
digoreskan ke media agar Endo-C pada cawan Petri.
2. Sampel diinkubasi pada temperatur 35 C 0,5 C selama 48 jam.

54

3. Koloni yang terbentuk setelah 48 jam inkubasi diamati.


4. Bila bentuk yang diamati dengan koloni counter memberikan warna merah
jambu berbentuk apaque, pinggir mucoid, tidak berinti, maka hal ini
menunjukkan bahwa sampel tersebut adalah positif.
5. Bila masih gagal ( ragu ) dipindahkan sekali lagi ke media Lauril Triptose
Broth, diinkubasi lagi pada temperatur 35 C + 0,5 C selama 48 jam.
6. Pembentukan gas diamati dalam 24 jam bila ada menunjukkan hasil positif.
Bila dalam 48 jam baru menghasilkan gas, pemeriksaan diteruskan dengan
pemeriksaan pewarnaan Gram.
d. Perhitungan
Cara penghitungan untuk bakteri golongan koli dan bakteri koli tinja adalah
sama. Jumlah tabung yang positif dari pengujian perkiraan, penegasan dan
pengujian lengkap pada pengujian bakteri golongan koli prosedur tabung ganda
merupakan suatu kombinasi dan dinyatakan dengan istilah MPN (Most Probable
Number) atau JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat ). Apabila sampel diencerkan
dalam beberapa desimal, maka perhitungan jumlah golongan bakteri coli sebagai
berikut :
JPT/100 ml = Tabel JPT x

10
Volume sampel yang terbesar di tes

.......(4)

Pengenceran yang dilakukan lebih dari 3 seri pengenceran maka perhitungan


hasil adalah sebagai berikut :

55

JPT/100 ml =

Jumlah tabung yang positif


ml. sampel dalam tabung yang negatif x ml contoh
seluruh tabung

........ (5)

B. Bakteri Faecal coliform


Pemeriksaan dilakukan dengan menaikkan temperratur inkubasi untuk
memisahkan bakteri golongan koli tinja (berasal dari usus hewan berdarah panas)
dengan bakteri golongan koli yang tidak berasal dari tinja. Cara ini dapat dipakai
secara langsung untuk memisahkan bakteri golongan koli dalam air, tetapi harus
melalui pengujian perkiraan terlebih dahulu. Pengujian bakteri golongan koli tinja
ini dapat digunakan untuk mengetahui pencemaran sungai, sistim pengolahan air
buangan, air laut dan air pemandian serta untuk monitoring kualitas air pada
umumnya.
Pelaksanaan uji meliputi pengujian perkiraan dan pengujian penegasan
yang prosedurnya sama dengan uji jumlah bakteri golongan koli. Terdapat sedikit
perbedaan suhu yang dipergunakan pada saat dilakukan pengujian penegasan
yaitu temperaturnya tidak 35C + 0,5C akan tetapi 44C + 0,5C.
4.7.4 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1.

Data sekunder didapatkan dengan meminta informasi dari intansi terkait


seperti : BLH Provinsi Bali, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan,
Bappeda Kabupaten Tabanan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Tabanan.

2.

Data primer didapatkan dari observasi lapangan antara lain dengan


pengukuran debit pengambilan air sungai, dan kualitas air sungai.

56

3.

Penentuan titik pengambilan kualitas air sungai didasarkan pada


pertimbangan kemudahan akses, biaya dan waktu akan tetapi masih tetap
dapat mewakili (representatif) yaitu masih mempunyai semua sifat yang
sama dengan lokasi penelitian.

4.8 Analisis Data


4.8.1 Identifikasi Sumber Pencemar
Memberikan karakter terhadap data hasil observasi lapangan dan hasil
wawancara dari informan mengenai pemanfaatan Tukad Yeh Sungi oleh
masyarakat serta faktor tekanan dari lingkungan yang mempengaruhi kualitas air
pada wilayah I dan wilayah II digunakan sebagai dasar penetapan status mutu air.
4.8.2 Penentuan Kualitas Air Sungai
Menetapkan

kelayakan

kualitas

air

sungai

dilakukan

dengan

membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan


nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No. 08 Tahun 2007
(Pemerintah Provinsi Bali, 2007), tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.
4.8.3 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran
a. Metode Indeks Pencemaran
Indeks Pencemaran mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang
independen dan bermakna. Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat
ketercemaran dengan dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan
tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu.
b. Prosedur penggunaan Metode Indeks Pencemaran

57

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Indeks


Pencemaran

dilakukan

dengan

langkah-langkah

(Kementerian

Negara

Lingkungan Hidup, 2003) sebagai berikut :


Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan
dalam Baku Mutu suatu Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi
parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu
lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks
Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Harga Pij ini
dapat ditentukan dengan cara :
1. Dipilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas
air akan membaik.
2. Dipilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.
3. Dihitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan
cuplikan.
4.a Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat
pencemaran meningkat, misal DO. Nilai teoritik ditentukan atau nilai
maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh).
Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil
perhitungan, yaitu :

(Ci/Lij) baru =

Cim - Ci (hasil pengukuran)


Cim - Lij

....................................................(6)

58

Keterangan :
Lij =

konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan

dalam

Baku Mutu suatu Peruntukan Air


Ci = Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air
4.b. Jika nilai baku Lij memiliki rentang
- untuk Ci Lij rata-rata

(Ci/Lij) baru =

[Ci - ( Lij) rata-rata


{(Lij)mimimim - (Lij )rata-rata }

.(7)

- untuk Ci > Lij rata-rata

(Ci/Lij) baru =

[Ci - ( Lij) rata-rata]


(8)
{(Lij)maksimum - (Lij )rata-rata }

4.c. Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0,
misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal
C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air
sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah :
(1) Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari
1,0.
(2) Penggunaan nilai (Ci/Lij) baru jika nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran lebih
besar dari 1,0. (Ci/Lij) baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij) hasil pengukuran P
adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan
dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang
dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).

59

4. Ditentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij


((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M).
5. Ditentukan harga Pij

(Ci/Lij) 2M + (Ci/Lij) 2R
2

PIj =

(9)

Keterangan :
(Cij/Lij) R = konsentrasi parameter kualitas air rata - rata
(Cij/Lij) M = konsentrasi parameter kualitas air maksimum
PIj

= Indeks Pencemaran

Evaluasi terhadap nilai PI adalah : Ketentuan menentukan status mutu air adalah
sebagai berikut.

0 PIj 1,0

kondisi baik (memenuhi baku mutu)

1,0 < PIj 5,0

tercemar ringan

5,0 < PIj 10,0

tercemar sedang

PIj > 10,0

tercemar berat

60

BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Hasil Identifikasi Sumber Pencemar
Data yang ditampilkan merupakan data hasil pengamatan di lapangan serta
data sekunder sebagai data pendukung. Hasil identifikasi dibuatkan peta seperti
yang terlihat pada Gambar 5.1.
Hulu. S: 08242,87
E:115115,43

MEKAR SARI

TUA

LUWUS

Wilayah I

4
PEREAN

PETAKA

Tengah

CA
U
BE
LA
YU

SEMBUNG

S: 08336,65
E:115093,28

MARGA
BELANWAK

KUWUM

SABONGAN

BATAN
WERDI

Wilayah II

A
Y
U
N
A
N

NYUH 8
BUANA

Hilir

KUKUH

DAHA

2
BERINGKIT

S: 08370,78
E:115067,78

BANJAR

1
DAKDAKAN

ANYAR

ABIAN

MENGWI

GULINGAN

TUWUNG

KEDIRI

MENGWI TANI
2

PANDAK BADUNG
NYITDAH

KETERANGAN GAMBAR

NYAMBU

PANDAK GEDE
BELALANG

1
2

Pemukiman Padat Penduduk

Villa
Pertanian & Perumahan

Perumahan Penduduk & Villa

Perternakan Ayam Kampung Bali

Bengkel Ganti Oli

Pertanian

KABA KABA
2

BUWIT

Batas Desa
Tukad Sungi
Titik Pengambilan Sampel
Perternakan Ayam Boiler

IPA PDAM

CEPAKA

MUNGGU

BERABAN

CEMAGI

Gambar 5.1
Peta Hasil Identifikasi Sumber Pencemar pada Tukad Yeh Sungi
60

61

5.1.1. Karakterisik Sumber Pencemar di Wilayah I


Wilayah I meliputi daerah hulu dan tengah Tukad Yeh Sungi. Karakteristik
sumber pencemar pada daerah hulu adalah kegiatan pertanian sedangkan
pemukiman penduduk letaknya relatif cukup jauh, pada daerah tengah terjadi
peningkatan pemukiman penduduk yaitu di Kecamatan Kediri ditandai dengan
peningkatan kepadatan penduduk jika dibandingkan dengan di Kecamatan Baturiti
(Tabel 5.1 dan Tabel 5.2). Pencemaran diakibatkan oleh pemanfaatan sungai
sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini ditandai dengan adanya tumpukan
sampah dalam perairan (Lampiran 1).
Tabel 5.1
Penggunaan Lahan
No

Penggunaan Lahan

KECAMAT AN
MARGA (Ha)

KEDIRI (Ha)
2008

2007

BATURITI (Ha)

Ev

2008

2007

Ev

2008

2007

Ev

Luas Lahan

5.360 5.360

4.479

4.479

9.917

9.917

- Lahan Sawah

3.036 2.953

83

2.326 2.326

1.886

1.886

3.870

3.868

- Tegal/Kebun
Kolam/Teba/
Empang
Sementara tidak
diusahakan
- Rumah/bangunan
- Hutan Negara
- Lainnya

839

839

1.273

1.279

24

107

83

825

825

465

465

500

500

2.649

2.649

631

631

411

411

417

417

Keterangan : Ev adalah Perubahan Penggunaan Lahan


Sumber :

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan,


2010

62

Tabel 5.2.
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk

No

Kecamatan

Luas
(km2)

Jumlah
Penduduk
(jiwa)

Pertumbuhan
Penduduk
(%)

Kepadatan
Penduduk
(jiwa/Km2)

Baturiti

99,17

50.851

0,38

512,19

Marga

44,79

43.231

0,27

965,19

Kediri

53,60

67.843

0,46

1.265,73

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010

5.1.2 Karakteristik Sumber Pencemar di Wilayah II


Wilayah II didominasi oleh kegiatan pertanian, pemukiman padat
penduduk, peternakan skala rumah tangga dan berbagai kegiatan/usaha seperti
bengkel service motor/mobil, penyosohan beras, pencucian mobil, pengalengan
/pengolahan ikan dan villa. Jumlah penduduk tertinggi terletak di Kecamatan
Kediri (Tabel 5.2). Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan terjadinya alih
fungsi lahan yang dipergunakan sebagai tempat pemukiman oleh masyarakat. Dari
7 (tujuh) jenis penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Tabanan, penggunaan
lahan sawah dan permukiman merupakan dua penggunaan lahan yang selalu
mengalami perubahan setiap tahun. Perubahan penggunaan lahan yang lain tidak
tidak terlalu signifikan (Tabel 5.1 dan 5.3). Aktivitas peternakan yang
dilaksanakan oleh masyarakat cukup besar (Tabel 5.4)

63

Tabel 5. 3
Alih Fungsi Lahan
Ke
No

Subak/tempek/Desa/
Banjar yang beralih
fungsi

Rumah, bangunan
dan halaman
sekitarnya (Ha)

Dari

Kec. Baturiti
1 Br. Pekarangan

Tegal/Kebun

0,1

2 Br. Batusesa

Tegal/Kebun

0,2

3 Br. Bukit Catu

Tegal/Kebun

0,2

4 Br. Candikuning I

Tegal/Kebun

0,3

5 Br. Candikuning II

Tegal/Kebun

0,2

6 Br. Kembang Merta

Tegal/Kebun

0,2

1 Subak Kediri

Lahan sawah

2 Subak Nyitdah II

Lahan sawah
Lahan sawah

Kec. Kediri

3 Subak Nyitdah III

Jumlah

8,2

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten


Tabanan, 2010
Tabel 5.4
Data Jumlah Hewan Ternak menurut Jenis Ternak
No

Kecamatan

Sapi Potong
(Ekor)

Kerbau
(Ekor)

Kuda
(Ekor)

Kambing
(Ekor)

Babi
(Ekor)

Baturiti

17.009

14.578

Marga

8.446

26

11.027

Kediri

3.494

21

13

164

9.020

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010

64

Sumber pencemar selanjutnya adalah jasa laundry skala kecil dan aktivitas
cuci motor/mobil. Limbah cair yang dihasilkan pada kegiatan usaha dan jasa
perbengkelan

dengan

pencucian

kendaraan

menghasilkan

limbah

yang

mengandung gugus sulfonat (S) yang berasal dari penggunaan sabun. Limbah
dari hasil kegiatan/usaha cuci motor/mobil tidak diolah melainkan dibuang secara
langsung pada saluran air yang ada di sekitar lokasi. Hasil identifikasi dapat
dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Jenis Kegiatan / Usaha
No

Jenis Kegiatan

Jumlah

Lokasi

7.248 Ha

Tengah dan Hilir

Pertanian

Peternakan ayam

2 unit

Tengah dan Hilir

Peternakan babi

2 unit

Tengah dan Hilir

Pencucian mobil

1 unit

Tengah

Bengkel service dan ganti oli

4 unit

Tengah dan Hilir

Penyosohan beras

1 unit

Tengah

Perusahaan / kerajinan logam

1 unit

Tengah

Villa

15 unit

Tengah dan Hilir

Laundry

3 unit

Tengah dan Hilir

10

Tempat pemandian / Beji

1 buah

Tengah

11

Pengalengan ikan dan


pengolahan ikan

2 unit

Hilir

Sumber : Data hasil pengamatan lapangan (2011)


5.2. Hasil Analisis Kualitas Air
5.2.1 Parameter COD
Baku mutu kadar COD untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan Peraturan
Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah

65

sebesar 10 mg/l. Kandungan COD minggu I tanggal 5 dan 7 Oktober masih


memenuhi baku mutu, akan tetapi kandungan COD tanggal 3 Oktober di daerah
tengah sebesar 12 mg/l. Kandungan COD minggu II yang melampaui baku mutu,
terjadi pada tanggal 12 dan 14 Oktober di daerah tengah yaitu masing-masing
sebesar 10,4 mg/l dan 12,2 mg/l. Nilai COD pada minggu III yang melampaui
baku mutu adalah pada saat pengambilan sampel ke 8 dan 9 tanggal 19 dan 21
Oktober di daerah tengah, dengan nilai masing- masing sebesar 10,8 mg/l dan
11,9 mg/l. Nilai COD pada daerah tengah melebihi baku mutu akibat adanya
pemukiman padat penduduk dan aktivitas lain yang menghasilkan limbah
domestik. Perubahan kadar COD dapat dilihat pada Gambar 5.2 sampai 5.4.

Gambar 5.2
Perubahan Kadar COD pada Minggu I di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.3
Perubahan kadar COD pada Minggu II di Tukad Yeh Sungi

66

Gambar 5.4
Perubahan Kadar COD pada Minggu III di Tukad Yeh Sungi
5.2.2 Parameter Fosfat
Baku mutu kadar Fosfat untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan Peraturan
Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah
sebesar 0,20 mg/l. Kadar Fosfat minggu I di daerah hulu tanggal 3 Oktober
dibawah baku mutu yaitu sebesar 0,11 sedangkan pada tanggal 5 dan 7 Oktober
masing masing sebesar 0,20 mg/l dan 0,61 mg/l. Nilai Fosfat minggu II pada
tanggal 10 Oktober telah melampaui baku mutu pada semua titik pengambilan.
Kadar Fosfat pada tanggal 12 dan 14 Oktober menunjukkan bahwa daerah hulu
masih dibawah baku mutu dengan nilai masing-masing sebesar 0,12 mg/l dan
0,11 mg/l sedangkan pada daerah tengah dan hilir telah melampaui baku mutu.
Pengambilan sampel air minggu III pada tanggal 17, 19 dan 21 didapatkan hasil
bahwa kandungan Fosfat telah melampaui baku mutu air kelas 1 kecuali pada
tanggal 21 Oktober 2011 dimana di daerah hulu kadar Fosfat dalam perairan
sedikit dibawah baku mutu yaitu sebesar 0,17 mg/l.

Secara keseluruhan

parameter Fosfat melebihi baku mutu baik pada titik pantau dihulu, tengah dan
hilir hal ini disebabkan oleh adanya pemanfaatan kawasan untuk pertanian dan

67

dalam

melakukan

aktivitasnya,

petani

penggarap

lahan

lebih

banyak

menggunakan pupuk buatan (N,P,K) dan pestisida atau insektisida sebagai


pembasmi hama tanpa memperhatikan dosis yang seharusnya. Perubahan kadar
Fosfat yang terjadi pada minggu I sampai minggu III dapat dilihat pada Gambar
5.5 sampai 5.7.

Gambar 5.5
Perubahan kadar Fosfat pada Minggu I di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.6
Perubahan Kadar Fosfat pada Minggu II di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.7
Perubahan Kadar Fosfat pada Minggu III di Tukad Yeh Sungi

68

5.2.3 Parameter Faecal coliform


Baku mutu kadar Faecal coliform untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan
Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007)
adalah sebesar 100/100 ml. Kandungan Faecal coliform pada minggu I tanggal 3,
5 dan 7 Oktober 2011 pada daerah hulu dibawah baku mutu air kelas 1 sedangkan
pada daerah tengah dan hilir telah melampaui baku mutu berkisar antara 150
280/100 ml di daerah tengah sedangkan di hilir berkisar antara 100 280 /100 ml.
Kandungan Faecal coliform minggu II tanggal 10, 12 dan 14 Oktober di hilir
melampaui baku mutu dengan nilai berkisar antara 110 150/100 ml sedangkan
pada daerah tengah yang melampaui baku mutu pada tanggal 14 Oktober yaitu
sebesar 140/100 ml. Kandungan Faecal coliform Minggu III pada hulu Tukad
Yeh Sungi masih memenuhi baku mutu dibandingkan dengan daerah tengah dan
hilir yang telah melampaui baku mutu. Parameter Faecal coliform melebihi baku
mutu pada daerah tengah dan hilir disebabkan oleh pemukiman dengan kepadatan
penduduk yang cukup tinggi dan kegiatan peternakan skala rumah tangga.
Perubahan kadar Faecal coliform yang terjadi pada minggu I - minggu III
dapat dilihat pada Gambar 5.8 sampai 5.10.

Gambar 5.8
Perubahan kadar Faecal coliform pada Minggu I

69

Gambar 5.9
Perubahan kadar Faecal coliform Minggu II

Gambar 5.10
Perubahan kadar Faecal coliform pada Minggu III
5.2.4 Parameter Total coliform
Baku mutu kadar Total coliform untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan
Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007)
adalah sebesar 1000/1000 ml. Hasil pengukuran kadar Total coliform yang
melampaui baku mutu adalah tanggal 3 Oktober pada bagian tengah yaitu sebesar
2100/1000 ml, dan tanggal 5 Oktober pada bagian tengah dan hilir masing-masing
sebesar 1500/1000 ml dan 2100/1000 ml. Nilai Total coliform minggu II dan III
masih memenuhi baku mutu air kelas 1. Parameter Total coliform melebihi baku
mutu dikarenakan oleh pemukiman dengan kepadatan penduduk yang cukup
tinggi dan kegiatan peternakan skala rumah tangga serta peningkatan alih fungsi

70

lahan. Perubahan kadar Total coliform yang terjadi pada minggu I - minggu III
dapat dilihat pada Gambar 5.11 sampai 5.13.

Gambar 5.11
Perubahan kadar Total coliform pada Minggu I

Gambar 5.12
Perubahan kadar Total coliform pada Minggu II

Gambar 5.13
Perubahan kadar Total coliform pada Minggu III.
5.2.5 Parameter BOD
Kadar BOD pada hulu, tengah serta hilir Tukad Yeh Sungi untuk minggu I
dan II memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Hasil pengukuran kadar BOD

71

tanggal 19 Oktober dan 21 Oktober pada minggu III telah melampaui baku mutu
yang ditetapkan masing masing sebesar 2,05 mg/l dan sebesar 2,32 mg/l.
Parameter BOD melebihi baku mutu pada daerah tengah diminggu III karena
banyak aktivitas di tengah Tukad Yeh Sungi yang berdampak pada peningkatan
volume limbah cair yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan nilai BOD.
Perubahan kadar BOD yang terjadi pada minggu I - minggu III dapat dilihat pada
Gambar 5.14 sampai 5.16.

Gambar 5.14
Perubahan kadar BOD pada Minggu I di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.15
Perubahan kadar BOD pada Minggu II di Tukad Yeh Sungi

72

Gambar 5.16
Perubahan kadar BOD pada Minggu III di Tukad Yeh Sungi
5.3

Persebaran Parameter Fisika, Kimia dan Mikrobiologi berdasarkan


Kriteria Baku Mutu Kualitas Air.
Persebaran Parameter Fisika, Kimia dan Biologi hasil analisis sampel air

pada 3 titik pantau dapat dilihat pada Gambar 5.17 sampai dengan 5.23.
5.3.1. Persebaran TSS (Total Suspended Solid)
Hasil pengukuran kadar TSS tertinggi adalah di hilir pada tanggal 7
Oktober 2011 yaitu sebesar 90 mg/l sedangkan nilai terendah adalah sebesar mg/l
pada tanggal 3 Oktober 2011 di daerah hulu sebesar 7 mg/l. Persebaran TSS
terhadap baku mutu dapat dilihat pada Gambar 5.17.

Gambar 5.17
Persebaran kadar TSS dibandingkan Baku Mutu Air Kelas 1.

73

5.3.2 Persebaran kadar TDS (Total Dissolved Solid)


Kandungan TDS pada semua titik pantau baik di hulu, tengah dan hilir
Tukad Yeh Sungi masih berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas 1.
Baku mutu kadar Total Dissolved Solid untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan
Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007)
adalah sebesar 1000 mg/l. Persebaran kadar TDS (Total Dissolved Solid) terhadap
baku mutu dapat dilihat pada Gambar 5.18.

Gambar 5.18
Persebaran TDS dibandingkan Baku Mutu Kelas 1.
5.3.3 Persebaran Kadar Fosfat (PO4)
Persebaran kandungan fosfat (PO4) dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1.
berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa kandungan fosfat pada semua
titik yaitu di hulu, tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi telah melampaui baku mutu
kelas 1 namun pada tanggal 12, 14, dan 21 Oktober di bagian hulu kadar fosfat
(PO4) memenuhi baku mutu air kelas 1. Kadarnya berkisar antara 0,11 mg/l
sampai dengan 0,17 mg/l. Persebaran fosfat dapat dilihat pada Gambar 5.18.

74

Gambar 5.18
Persebaran Kandungan Fosfat (PO4) dibandingkan Baku Mutu Air Kelas 1
5.3.4. Persebaran Kandungan DO dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1
Baku Mutu Air kelas 1 untuk parameter DO minimal 6,00 mg/l.
Kandungan DO tertinggi terletak pada bagian hulu tanggal 3 Oktober sebesar 7,30
mg/l. Kandungan DO terendah terletak pada bagian tengah pada tanggal 12 dan
17 Oktober berkisar antara 6,10 mg/l dan 6,20 mg/l. Persebaran kandungan DO
pada masing-masing lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5.19.

Gambar 5.19
Persebaran Kandungan DO dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1
5.3.5 Persebaran Kandungan BOD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1
Kandungan BOD tertinggi terletak pada bagian tengah Tukad Yeh Sungi
tanggal 21 Oktober yaitu sebesar 2,32 mg/l. Pada hulu dan hilir Tukad Yeh Sungi

75

kandungan BOD masih di bawah ambang batas baku mutu air kelas 1. Persebaran
kandungan BOD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar
5.20.

Gambar 5.20
Persebaran Kandungan BOD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1
5.3.6 Persebaran Kandungan COD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1
Kandungan COD pada bagian tengah telah melampaui baku mutu air kelas
1 yaitu pada tanggal 3, 12, 14, 19 dan 21 Oktober yang berkisar antara 10,4 12,2
mg/l. Kandungan COD pada daerah hulu dan hilir sungai masih berada di bawah
ambang batas mutu air kelas 1. Persebaran Kandungan COD dibandingkan Baku
Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar 5.21.

Gambar 5.21
Persebaran kandungan COD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1.

76

5.3.7 Persebaran kandungan Faecal coliform dibandingkan Baku Mutu Air


kelas 1.
Baku mutu kualitas air parameter Faecal coliform sesuai Peraturan
Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah
sebesar 100/100 ml. Kadar Faecal coliform pada daerah hulu masih memenuhi
baku mutu yang ditetapkan sedangkan di tengah dan hilir telah melampaui baku
mutu air kelas 1 sedangkan hasil pengukuran sampel yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Oktober

dan 21 Oktober masih dibawah baku mutu. hilir Tukad Yeh

Sungi berkisar dari 110 280 jml/100ml. Kandungan Faecal coliform pada
daerah hulu masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Persebaran kandungan
Faecal coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar
5.22.

Gambar 5.22
Persebaran kandungan Faecal coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1.
5.3.8 Persebaran Kandungan Total coliform dibandingkan Baku Mutu Air
kelas 1.
Hasil pengukuran Total coliform yang melampaui baku mutu kualitas air
kelas 1 adalah pengambilan sampel yang dilaksanakan pada tanggal 3 dan 5
Oktober pada daerah tengah Tukad Yeh Sungi dengan nilai masing-masing 1500

77

jml/1000 ml dan 2100 jml/1000 ml dan di daerah hilir pada tanggal 5 Oktober
yaitu sebesar 2100 jml/1000 ml. Persebaran Kandungan Total coliform
dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar 5.23.

Gambar 5.23
Persebaran Kandungan Total coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1.
5.4

Indeks Pencemaran (IP)


Penentuan status mutu air pada Tukad Yeh Sungi didasarkan atas Metode

Indeks Pencemaran (IP). Nilai IP pada daerah hulu berkisar antara 0,51 sampai
dengan 1,26 sedangkan daerah tengah berkisar antara 1,52 sampai dengan 2,47
serta di hilir berkisar antara 1,59 sampai dengan 2,56. Hal ini menunjukkan bahwa
di daerah tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi tergolong tercemar ringan. Persebaran
nilai indeks Tukad Yeh Sungi dapat dilihat pada Gambar 5.24, sedangkan rincian
hasil perhitungan status mutu air dengan metode Indeks Pencemaran tercantum
pada Tabel 5.6.

Gambar 5.24
Persebaran Nilai Indeks Pencemaran.

78

Tabel 5.6
Nilai Indeks Pencemaran (IP) Air Tukad Yeh Sungi
No
1

Ulangan
Minggu I

Minggu II

Minggu III

Tanggal Pengambilan Sampel

Lokasi

3 Okt 2011
0,56*

5 Okt 2011
1,26#

7 Okt 2011
1,03#

Hulu

2,47#

2,37#

1,55#

Tengah

2,56#

2,44#

1,98#

Hilir

10 Okt 2011
1,21#
1,38#
1,76#
17 Okt 2011
0,96*
1,90#
2,00#

12 Okt 2011
0,67*
1,93#
1,61#
19 Okt 2011
0,82*
2,13#
2,08#

14 Okt 2011
1,00*
1,59#
1,59#
21 Okt 2011
0,51*
1,52#
1,67#

Hulu
Tengah
Hilir
Hulu
Tengah
Hilir

Keterangan :
1.

0 IP 1,0

Memenuhi Kriteria Mutu (*)

2.

1,0 IP 5,0

Cemar Ringan (#)

3.

5,0 IP 10

Cemar Sedang ()

4.

IP > 10

Cemar Berat (x)

5.5. Nilai Rata Rata Parameter Fisika, Kimia dan Biologi pada Tukad Yeh
Sungi
5.5.1 Rata-rata Suhu Air pada Tukad Yeh Sungi
Hasil pengukuran suhu air Tukad Yeh Sungi pada minggu I, II dan III
pada masing masing titik pantau menunjukkan bahwa suhu air tetinggi pada
daerah hilir Tukad Yeh Sungi (Gambar 5.25).

79

Gambar 5.25
Rata-rata Suhu Air pada Tukad Yeh Sungi
5.5.2 Rata-rata Kekeruhan pada Tukad Yeh Sungi
Nilai rata rata kekeruhan di Tukad Yeh Sungi setelah tertinggi terletak
pada bagian tengah sungai (Gambar 5.26).

Gambar 5.26
Rata-rata Kekeruhan Air pada Tukad Yeh Sungi
5.5.3 Rata-rata TSS (Total Suspended Solid) pada Tukad Yeh Sungi
Nilai rata-rata TSS (Total Suspended Solid) di Tukad Yeh Sungi tertinggi
terletak pada bagian tengah sungai (Gambar 5.27).

80

Gambar 5.27 Rata-rata TSS pada Tukad Yeh Sungi


5.5.4 Rata-rata TDS (Total Dissolved Solid) pada Tukad Yeh Sungi
Nilai rata rata TDS (Total Dissolved Solid) di Tukad Yeh Sungi
memberikan hasil TDS tertinggi terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.28).

Gambar 5.28
Rata-rata Nilai TDS pada Tukad Yeh Sungi
5.5.5 Rata-rata Nilai DHL (Daya Hantar Listrik) pada Tukad Yeh Sungi
Nilai rata rata DHL (Daya Hantar Listrik) Tukad Yeh Sungi tertinggi
terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.29).

81

Gambar 5.29
Rata-rata Nilai DHL pada Tukad Yeh Sungi
5.5.6 Rata-rata Nilai pH (Derajat Keasamaan) pada Tukad Yeh Sungi
Hasil pengukuran pH (derajat keasamaan) Tukad Yeh Sungi setelah di
rata-rata memberikan hasil nilai pH tertinggi terletak di daerah hilir sungai
(Gambar 5.30).

Gambar 5.30
Rata-rata Nilai pH pada Tukad Yeh Sungi
5.5.7 Rata-rata Nilai Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi
Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata pada memberikan
hasil bahwa nilai Fosfat tertinggi terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.31).

82

Gambar 5.31
Rata-rata Nilai Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi
5.5.8 Rata-rata Nilai DO (Dissolved Oxygen) pada Tukad Yeh Sungi
Nilai DO (Dissolved Oxygen) di Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata
pada minggu I,II dan III. Nilai DO terendah terletak di daerah tengah sungai
(Gambar 5.32).

Gambar 5.32
Rata-rata Nilai DO pada Tukad Yeh Sungi
5.5.9 Nilai Rata-rata BOD (Biological Oxygen Demand)
Nilai BOD (Biological Oxygen Demand) di Tukad Yeh Sungi setelah di
rata-rata pada minggu I,II dan III. nilai BOD tertinggi terletak di daerah tengah
sungai (Gambar 5.33).

83

Gambar 5.33
Rata-rata Nilai BOD pada Tukad Yeh Sungi
5.5.10 Nilai Rata-rata COD (Chemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand) pada Tukad Yeh Sungi setelah di ratarata memberikan hasil bahwa nilai Fosfat tertinggi di daerah tengah sungai
(Gambar 5.34).

Gambar 5.34
Rata-rata COD pada Tukad Yeh Sungi
5.5.11 Nilai Rata-rata Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi
Hasil analisis Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata
memberikan hasil bahwa nilai Faecal coliform tertinggi terletak pada bagian
tengah sungai (Gambar 5.35).

84

Gambar 5.35
Rata-rata Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi
5.5.12 Nilai Rata-rata Total coliform
Hasil pengukuran Total coliform Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata
memberikan hasil bahwa kandungan Total coliform tertinggi terletak pada daerah
tengah sungai (Gambar 5.36).

Gambar 5.36
Rata-rata Total coliform pada Tukad Yeh Sungi
5.5.13 Nilai Rata-rata Nilai IP (Indeks Pencemaran) pada Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.37
Rata-rata IP pada Tukad Yeh Sungi
Nilai IP (Indeks Pencemaran) tertinggi terletak pada daerah hilir sungai
(Gambar 5.37).

85

86

BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Hasil Identifikasi Sumber Pencemar
Identifikasi sumber pencemar bertujuan untuk mengetahui karakter
sumber pencemar yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air pada
Tukad Yeh Sungi.
6.1.1 Karakterisasi Sumber Pencemar Wilayah I
Sumber pencemar pada wilayah ini adalah adanya kegiatan pertanian yang
masih aktif dan letaknya berbatasan langsung dengan sungai seperti di Br. Palian,
Desa Luwus, Kecamatan Baturiti. Pemukiman penduduk letaknya relatif cukup
jauh dari daerah aliran sungai akan tetapi tidak menutup kemungkinan limbah
yang dihasilkan dari pemukiman akan terbawa masuk ke sungai jika terjadi hujan
lebat. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat sisa-sisa kegiatan pertanian
dan limbah cair berupa sisa-sisa pupuk yang hanyut terbawa aliran air masuk ke
badan air (sungai).
Masyarakat pada wilayah ini memanfaatkan Tukad Yeh Sungi sebagai
tempat mandi, cuci, kakus akibat belum semua rumah tangga memiliki jamban
keluarga. Hal ini mengindikasikan masih terjadi aktivitas buang air besar
sembarangan. Data mengenai ketersediaan jamban Tabel 6.1. Cara pembuangan
kotoran manusia yang sembarangan merupakan faktor utama yang mengancam
kesehatan manusia dan kenikmatan hidup. Hal ini perlu diperhatikan karena
banyaknya jumlah mikrobia yang dapat menyebabkan penyakit terdapat dalam

85

87

kotoran manusia yang sakit, bahkan juga dari kotoran manusia yang sehat
(Hardjasoemantri, 1986).
Tabel 6.1.
Data Kepemilikan Jamban pada Masing-masing Kecamatan yang Dilalui oleh
Tukad Yeh Sungi
No

Kecamatan

Jumlah RT

Jenis Kepemilikan

(Unit)

Sendiri (Unit)

Baturiti

13.442

8.757

65,15

Marga

11.722

7.871

67,15

Kediri

15.088

8.695

57,63

Sumber

: Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010

6.1.2 Karakterisasi Sumber Pencemar Wilayah II


Wilayah II meliputi daerah yang menerima limbah cukup besar karena
lokasinya berdekatan dengan pemukiman padat penduduk yang terletak di Br.
Dakdakan, Desa Abiantuwung Kecamatan Kediri sedangkan pada daerah hilir
yaitu di Br. Nyanyi, Desa Beraban Kecamatan Kediri, tingkat kepadatan
penduduk mulai berkurang dan jarak pemukiman dari sungai cukup jauh (dapat
dilihat pada Gambar 6.1), akan tetapi dengan adanya penetapan Br. Nyanyi
sebagai kawasan penyangga Daya Tarik Wisata Tanah Lot

berakibat pada

menjamurnya bangunan villa di daerah tersebut dengan jarak yang dekat dengan
daerah aliran sungai. Limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas tersebut jika tidak
dikelola dengan baik akan dapat mempengaruhi kualitas air Tukad Yeh Sungi.
Limbah cair yang dihasilkan dari rumah tangga merupakan jenis limbah
domestik. Limbah domestik mengandung susunan senyawa organik, baik itu

88

alami maupun sintetis. Senyawa ini masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari
aktivitas manusia. Penyusun utamanya berupa polysakarida (karbohidrat),
polipeptida (protein), lemak (fats) dan asam nukleat (nucleic acid). Selain limbah
domestik kualitas air sungai tersebut dipengaruhi oleh adanya jenis kegiatan /
usaha yang cukup beragam seperti pabrik kerajinan logam, penyosohan beras,
villa, laundry, bengkel service dan ganti oli untuk mobil dan motor, pencucian
mobil serta kegiatan pertanian maupun peternakan ayam dan babi dalam skala
rumah tangga ( dapat dilihat pada Tabel 5.5).
Beragam aktivitas

yang terjadi di sepanjang Tukad Yeh Sungi

mengakibatkan penurunan kualitas air Tukad Yeh Sungi yang ditandai dengan
peningkatan beberapa parameter kualitas air yang merupakan indikator
pencemaran seperti tingginya TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Dissolved
Solid), kekeruhan, kadar Fosfat, Faecal coliform, Total coliform, COD, serta
BOD. Tukad Yeh Sungi pada daerah hulu di dominasi oleh kegiatan pertanian
yang meliputi daerah Baturiti terdapat persawahan berjumlah 1.886 Ha dan
perkebunan 3.870 Ha, mengakibatkan naiknya kadar fosfat dalam air. Kadar fosfat
di hulu lebih rendah dibandingkan pada bagian tengah maupun hilir, karena pada
bagian tengah-hilir yang terletak di Kecamatan Kediri penggunaan lahan untuk
persawahan mencapai 3.036 Ha serta 2.326 Ha di Kecamatan Marga sehingga
kadar Fosfat lebih tinggi akibat dari penggunaan pupuk buatan (N,P,K) dan
pestisida yang banyak dipergunakan dalam usaha untuk mengendalikan hama.
Penggunaan lahan untuk tegal/kebun di Kecamatan Baturiti, Marga, dan Kediri
yang cukup padat mengakibatkan tingginya kadar TSS, TDS dan kekeruhan.

89

Kawasan Perkotaan Tabanan

Perumahan dikembangkan
oleh developer

Perumahan tradisional

Perumahan dengan kepadatan


tinggi

Perumahan dengan Kepadatan


Sedang pada Daerah Tengah

Perumahan dengan kepadatan


rendah (pada daerah hilir
Menu

Sub Menu

Back

Next

Gambar 6.1. Peta


Pemanfaatan Lahan pada daerah Tengah dan Hilir
(Sumber : Bappeda Kabupaten Tabanan, 2010)
6.2

Hasil Analisis Kualitas Air Tukad Yeh Sungi yang melampaui Baku
Mutu Kualitas Air Kelas 1
Beragam aktivitas yang terdapat di sepanjang Tukad Yeh Sungi seperti

kegiatan pertanian dalam arti luas dan kegiatan/usaha yang dilakukan oleh
masyarakat akan menghasilkan limbah dimana terdapat kecenderungan limbah
yang dihasilkan dibuang ke badan air. Limbah tersebut dapat mengancam
lingkungan yaitu terjadinya pencemaran. Kondisi ini dipicu oleh tidak
terkelolanya limbah dengan baik, mengakibatkan tercemarnya air sungai tersebut.
Beberapa indikator yang menunjukkan terjadinya pembuangan limbah ke
lingkungan antara lain :

90

Tumpukan sampah, baik anorganik (plastik, botol, kemasan makanan dll)


maupun sampah organik (potongan kayu, sisa daun baik yang disebabkan
oleh alam maupun kegiatan manusia). Pemanfaatan Das sebagai tempat
pembuangan sampah dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sedimentasi akibat alih fungsi lahan mengakibatkan terjadinya penurunan


kualitas dan kuantitas air sungai. Secara kuantitas jumlah air yang terserap
berkurang

selanjutnya

membawa

lapisan

permukaan

lahan

yang

mengakibatkan terjadinya erosi yang membawa partikel-partikel tanah


tersebut masuk ke dalam badan air sehingga peraiaran menjadi keruh.
Kondisi demikian mengakibatkan kualitas air sungai menjadi menurun yang
dapat mempengaruhi nilai sifat fisik, kimia dan biologi air sungai (Lampiran
2)
Pencemaran yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah langsung ke
badan air ditunjukkan oleh hasil analisis pada beberapa parameter kualitas air.
Hasil analisis kualitas air menunjukkan bahwa terdapat parameter pencemaran
telah melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu kandungan Fosfat dan Faecal
coliform. Kandungan air sungai dengan kandungan di atas baku mutu
menunjukkan bahwa air tersebut tidak layak digunakan sebagai air baku air
minum kecuali dilakukan treatment.
6.2.1 Perubahan Nilai COD pada Tukad Yeh Sungi
Nilai COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan organik secara kimia, baik yang dapat didegradasi secara
biologis (biodegredable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non

91

biodegradable) menjadi karbondioksida dan air. Nilai COD untuk air Tukad Yeh
Sungi

di hulu pada Minggu I berkisar antara 2,00 8,00 mg/l, di tengah

meningkat menjadi 2,20 12,00 mg/l kemudian mengalami penurunan pada


bagian hilir berkisar antara 2,20 10,00 mg/l. Pada Minggu II di bagian hulu
berkisar antara 0,90 - 2,00 mg/l sementara di bagian tengah meningkat menjadi
8,00 12,20 mg/l kemudian mengalami penurunan pada bagian hilir berkisar
antara 7,30 9,30 mg/l. Minggu III di bagian hulu pada Minggu I berkisar antara
1,90 - 2,00 mg/l sementara di bagian tengah yang telah memasuki Kecamatan
Kediri meningkat menjadi 9,20 11,90 mg/l kemudian mengalami penurunan
pada bagian hilir berkisar antara 7,30 9,40 mg/l. Karakter sumber pencemar
pada sungai ini adalah limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai dan timbulan
sampah di sempadan sungai. Secara keseluruhan nilai rata rata COD pada
daerah hulu sebesar 3,07 mg/l, daerah tengah 8,36 mg/l sedangkan di daerah hilir
sebesar 8,64 mg/l. Data tersebut menunjukkan bahwa kandungan COD masih
dibawah baku mutu kualitas air kelas 1. Kandungan COD pada bagian tengah dan
hilir lebih tinggi dibandingkan dengan daerah hulu akibat adanya pemukiman
padat penduduk dan aktivitas lain yang menghasilkan limbah domestik. Data
profil Desa Abiantuwung menunjukkan terdapat pemukiman yang padat
penduduk dimana sebagian besar mata pencahariannya beternak babi serta ayam.
Selain itu di sekitar Desa Abiantuwung terdapat kegiatan usaha dan industri di
antaranya pabrik pengalengan ikan, kerajinan logam, bengkel service dan ganti
oli untuk mobil dan motor serta terdapat tempat pencucian mobil. Aktivitas

92

tersebut menghasilkan limbah yang mengandung bahan organik dengan


konsentrasi yang cukup besar.
6.2.2 Perubahan Kandungan Fosfat pada Tukad Yeh Sungi.
Menurut Peavy et al. (1986), Fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair
dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam
atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan Fosfat organis.
Kandungan ataupun residu fosfat di perairan merupakan indikasi tingkat
kesuburan perairan dan memicu terjadinya pengkayaan perairan (eutrofikasi).
Menurut Boyd (1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air minum
adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar antara
0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang eutrof.
Berdasarkan hasil analisis kualitas air didapatkan hasil bahwa kandungannya
melampaui baku mutu yang diijinkan untuk kualitas air kelas 1. Kisaran nilai rata
rata Fosfat pada daerah hulu sebesar 0,26 mg/l, tengah sebesar 0,38 mg/l,
sedangkan pada daerah hilir sebesar 0,42 mg/l. Hal ini disebabkan oleh adanya
pemanfaatan kawasan untuk pertanian dan dalam melakukan aktivitasnya, petani
penggarap lahan lebih banyak menggunakan pestisida atau insektisida sebagai
pembasmi hama tanpa memperhatikan dosis yang seharusnya. Komposisi pupuk
buatan yang terdiri dari Na (Natrium), P (Fosfat) dan K (Kalium) merupakan
salah satu zat yang sukar diuraikan secara alamiah dan tidak semua terpakai,
sehingga sebagian akan masuk ke dalam perairan. Hal inilah yang menjadikan
nilai Fosfat pada Tukad Yeh Sungi tinggi dan melampaui baku mutu. Pada bagian
tengah kadar Fosfat melampaui baku mutu dan bahkan kadarnya lebih tinggi

93

daripada di hulu. Hal ini disebabkan karena aliran sungai pada tengah Tukad Yeh
Sungi cenderung lebih tenang sehingga Fosfat (PO4) memiliki konsentrasi yang
tinggi selain itu di kawasan tengah terdapat juga lahan pertanian.
Kandungan Fosfat pada bagian hilir memiliki nilai tertinggi. Fosfat (PO4)
berasal dari limpasan daerah pertanian dan daerah pemukiman penduduk dan villa
akibat adanya limbah domestik / pemakaian detergen dan minyak pelumas. Fosfor
(P) membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada

kondisi aerob,

bersifat tidak larut dan mengendap pada sedimen. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Tukad Yeh Sungi memiliki

tingkat kesuburan yang cukup

tinggi, yang dapat menstimulir pertumbuhan algae di perairan (algae bloom) yang
membentuk lapisan pada permukaan air/mengurangi penetrasi cahaya perairan.
6.2.3 Perubahan Kandungan Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi.
Bakteri Faecal coliform adalah salah satu bakteri patogen. Keberadaan
bakteri Faecal coliform di perairan secara berlimpah menggambarkan bahwa
perairan tersebut tercemar oleh kotoran manusia, yang mungkin juga disertai
dengan cemaran bakteri lain. Kandungan Faecal coliform pada tengah dan hilir di
minggu pertama melebihi baku mutu masing masing berkisar antara 70
280/100 ml sedangkan di hilir berkisar antara 40 200 /100 ml. Kandungan
Faecal coliform terendah pada tanggal 7 Oktober di hulu Tukad Yeh Sungi
karena di daerah hulu sungai tidak banyak dipergunakan untuk kegiatan MCK
karena letak pemukiman penduduk serta aktivitas masyarakat letaknya relatif
cukup jauh akan tetapi masih ada sebagian kecil penduduk memanfaatkan sungai
sebagai tempat MCK.

94

Kandungan Faecal coliform pada Minggu II pada bagian tengah dan hilir
Tukad Yeh Sungi melebihi baku mutu berkisar antara 90 140/100 ml dan 110
150/100 ml. Hal ini disebabkan oleh adanya pemukiman padat penduduk yaitu di
desa Dakdakan, Desa Nyambu, dan Desa Kaba-Kaba yang letaknya dekat dengan
Tukad Yeh Sungi. Pemukiman penduduk daerah hilir tidak sebanyak pada bagian
tengah, di hilir hanya terdapat pemukiman di desa Nyanyi dan terdapat 9
(sembilan) unit villa walaupun begitu limbah kotoran manusia yang dihasilkan
cukup dapat mencemari kualitas Tukad Yeh Sungi (Gambar 6.1).
Kandungan Faecal coliform Minggu III pada hulu Tukad Yeh Sungi
masih memenuhi baku mutu dibandingkan di tengah dan di hilir yang telah
melebihi baku mutu. Pada daerah hulu Tukad Yeh Sungi dimana penduduk masih
memanfaatkan Tukad Yeh Sungi untuk mandi, mencuci pakaian, hingga
membuang kotoran kecil dan besar. Hal inilah yang menyebabkan Tukad Yeh
Sungi pada bagian hulu telah tercemar bakteri Faecal coliform. Kandungan
Faecal coliform mencapai 90 jml/100ml. Idealnya pada bagian hulu suatu sungai
kandungan Faecal coliform harus 0 jml/100ml karena bagian hulu merupakan
awal dari bagian sungai yang tidak boleh tercemar oleh bakteri Faecal coliform.
Apabila di hulu suatu sungai telah tercemar maka pada bagian tengah dan hilir
sungai pasti ikut tercemar. Kandungan Faecal coliform bagian tengah pada
Minggu III pada tanggal 19 sebesar 230 jml/100ml telah melampaui baku mutu,
sedangkan di hilir Tukad Yeh Sungi kandungan Faecal coliform tertinggi pada
tanggal 17 dan 19 Oktober sebesar 150 jml/100ml. Hal ini menunjukkan daerah

95

tengah Tukad Yeh Sungi lebih tercemar dari pada

di daerah hilir. Hal ini

disebabkan oleh padatnya aktivitas penduduk di daerah tengah.


6.2.4 Perubahan Kadar Total coliform pada Tukad Yeh Sungi.
Berdasarkan asal dan sifatnya kelompok bakteri Colliform dibagi menjadi
dua golongan yaitu:
1. Coli Faecal, Seperti E . coli yang berasal dari tinja manusia.
2. Colinon Faecal, seperti aerobakteri dan klebsiele yang lebih banyak
didapatkan di dalam habitat tanah dan air daripada di dalam usus, umumnya tidak
patogen. Perbedaan antara kedua kelompok ini terletak pada temperatur inkubasi
selama fermentasi kaldu laktosa, kandungan bakteri Colliform serta sifat-sifat
biokimia lainnya. Kehadiran faeses atau tinja di dalam subtrat atau benda yang
berhubungan dengan kepentingan manusia, sangat tidak diharapkan karena
kehadiran materi faecal ini langsung maupun tidak langsung pada suatu subtrat
dapat dikatakan substrat tersebut tercemar oleh tinja (Suriawiria,1996).
Kadar Total coliform melebihi baku mutu pada bagian tengah pada
tanggal 3 dan 5 Oktober sedangkan di hilir melebihi baku mutu pada tanggal 3
Oktober. Penyebab meningkatnya kadar Total coliform hingga melebihi baku
mutu pada bagian tengah khususnya di desa Dakdakan adalah karena terdapat
pemukiman yang padat penduduk, perternakan ayam, dan kandang babi yang
secara tidak langsung segala kotoran atau feses manusia dan hewan akan dibuang
ke dalam sungai. kandungan Total coliform pada daerah hilir Tukad Yeh Sungi
telah melampaui baku mutu akibat adanya pemukiman penduduk dan kandang
babi. Limbah kotoran yang dihasilkan dari hewan babi dan manusia tidak diolah

96

terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan sehingga pada musim hujan


limbah tersebut akan masuk ke sungai. Kandungan Total coliform pada daerah
hulu masih memenuhi baku mutu sebab sebagian besar kawasan hulu adalah
pertanian sehingga jumlah kotoran hewan jauh lebih sedikit dibandingkan di
daerah tengah dan hilir sungai.
Kadar Total coliform Minggu II dan III pada hulu, tengah dan hilir masih
memenuhi baku mutu berkisar antara 110 280/1000 ml. Hal ini menunjukkan
bahwa air di Tukad Yeh Sungi masih memenuhi baku mutu lingkungan.
Perubahan kadar Total coliform Minggu III baik di daerah hulu, tengah, dan
hilir Tukad Yeh Sungi masih tetap memenuhi baku mutu, tetapi di tengah terjadi
peningkatan kadar Total coliform yang cukup besar yaitu tanggal 19 Oktober
terlihat pada Gambar 5.12. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan peternakan
ayam dan babi yang dipelihara oleh penduduk di Desa Nyambu dan Desa
Abiantuwung. Limbah padat dan cair hewan tersebut secara tidak langsung
terbuang ke sungai akibat tidak dikelolanya limbah dengan baik.
6.2.5. Perubahan Kadar BOD pada Tukad Yeh Sungi.
BOD5 yang dimaksud adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang mudah terurai.
Bahan-bahan tersebut merupakan beban bagi lingkungan perairan sungai yang
mengancam timbulnya pencemaran. Bahan organik yang mudah terurai umumnya
berasal dari bahan-bahan alam yang menjadi limbah dari berbagai kegiatan
manusia. Pada perairan alami nilai BOD antara 0,5 7,0 ppm. Sedangkan yang
sukar terurai umumnya berasal dari aktivitas pertanian, laundry, bengkel dan

97

kegiatan /industri kecil yang mulai berkembang di Kota Tabanan. Perairan yang
memiliki nilai BOD lebih dari 10 ppm dianggap telah mengalami pencemaran.
Nilai BOD limbah industri makanan antara 500 4.000 ppm.
Ambang batas baku mutu untuk nilai BOD air Tukad Yeh Sungi untuk
baku mutu kualitas air kelas 1 adalah minimal 2 ppm, sesuai dengan peruntukan
air yang memerlukan persyaratan tersebut, yaitu sebagai kebutuhan untuk air baku
bagi PDAM. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bulan Oktober tahun 2011,
nilai Kadar BOD pada hulu, tengah serta hilir Tukad Yeh Sungi untuk Minggu I
dan II memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Kadar BOD pada hulu Tukad Yeh
Sungi masih rendah karena letaknya yang relatif jauh dengan pemukiman
penduduk. Aktivitas pada daerah dekat hulu sungai di Br. Palian, Desa Luwus
antara lain : pemukiman, pertanian, perkebunan. Jarak antara sungai dengan
sumber pencemar masih relatif jauh. Kadar BOD pada tengah Tukad Yeh Sungi
lebih tinggi dibandingkan di hulu karena berdekatan dengan pemukiman
penduduk di Desa Abiantuwung. Seluruh aktivitas menghasilkan limbah domestik
yang mengandung bahan organik dan gugus sulfonat (S) dan fosfat (P) dari
pemakaian sabun/detergent. Daerah hilir Tukad Yeh Sungi di Banjar, Nyanyi
terdapat pemukiman dan 9 (sembilan) unit villa. Jarak sungai dengan pencemar
berdekatan dengan jarak minimal + 100 meter.
Kadar BOD melampaui Baku Mutu Air kelas 1 terjadi pada Minggu II di
daerah tengah Tukad Yeh Sungi. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan
kandungan bahan organik pada badan air yang disebabkan oleh limbah domestik
dari pemukiman, dan tempat pencucian mobil sumber pencemar juga dari bahan

98

organik yang berasal dari areal persawahan yang luas terdapat di sisi sungai.
Sungai pada area ini banyak dimanfaatkan penduduk untuk membuang sisa-sisa
kegiatan ibadah. Pemukiman penduduk terkonsentrasi pada tepi sungai, dengan
jarak terdekat 8-30 meter. Kondisi ini menandakan terdapat banyak aktivitas di
tengah Tukad Yeh Sungi yang berdampak pada peningkatan volume limbah cair
yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan nilai BOD.
Kadar BOD pada daerah hulu dan hilir Minggu III masih memenuhi baku
mutu yang ditetapkan karena aktivitas tidak sepadat di daerah tengah Tukad Yeh
Sungi. Nilai BOD rata rata daerah hulu Tukad Yeh Sungi berkisar 0,96 mg/l,
daerah tengah yang telah memasuki kota kawasan padat pemukiman kandungan
BOD meningkat menjadi 1,47 mg/l kemudian menurun lagi pada bagian hilir
sebesar 1,45 mg/l. Tipikal sumber pencemar dari sungai ini terutama limbah
rumah tangga yang dibuang ke sungai dan timbulan sampah di sempadan sungai
yang menyumbang lindi ke sungai serta bersumber dari peningkatan intensitas
kegiatan baik pemukiman maupun kegiatan perdagangan yang berdampak tidak
langsung maupun langsung terhadap air sungai.
6.3 Hasil Nilai Rata-rata Parameter Fisika, Kimia dan Biologi pada Tukad
Yeh Sungi.
6.3.1 Nilai Rata-rata Suhu Air pada Tukad Yeh Sungi.
Berdasarkan rata-rata nilai suhu air dari hasil analisis didapatkan bahwa
semakin ke hilir, terjadi peningkatan suhu pada badan air. Hal ini berkaitan
dengan adanya perbedaan ketinggian tempat dan perbedaan waktu pengambilan

99

sampel yang dimulai dari bagian hulu menuju bagian tengah dan hilir Tukad Yeh
Sungi masing-masing membutuhkan waktu 55 menit..
6.3.2 Nilai Rata-rata Kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total
Dissolved Solid) pada Tukad Yeh Sungi.
Titik pantau di daerah tengah pada Tukad Yeh Sungi memiliki rata-rata
nilai kekeruhan tertinggi dibandingkan di bagian hilir dan hulu. Hal ini berkaitan
dengan adanya tingkat aktivitas manusia yang padat pada bagian tengah Tukad
Yeh Sungi seperti mandi, mencuci baju (mck), pertanian dan peternakan.
Kekeruhan di dalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi seperti lempung,
lumpur, zat organik, plankton dan zat halus lainnya. Hal ini ditunjukkan juga pada
rata-rata nilai TSS (Total Suspended Solid) mengalami peningkatan pada bagian
tengah sehingga adanya korelasi antara kekeruhan yang diakibatkan dengan
adanya zat tersuspensi. Zat yang tersuspensi tersebut mempunyai efek kurang baik
terhadap kualitas air karena menyebabkan kekeruhan. Untuk rata-rata nilai TDS
(Total Dissolved Solid) berdasarkan hasil analisis tertinggi dibagian hilir Tukad
Yeh Sungi yang kemungkinan disebabkan karena jumlah ion-ion yang terkandung
didalam air bagian hilir cukup banyak dibandingkan pada tengah dan hulu Tukad
Yeh Sungi.
6.3.3 Nilai Rata-rata DHL (Daya Hantar Listrik) pada Tukad Yeh Sungi.
Nilai DHL perairan air tawar sebesar 1000 S. Berdasarkan rata-rata nilai
DHL (Daya Hantar Listrik) didapatkan bahwa nilai DHL dibagian tengah dan hilir
Tukad Yeh Sungi hampir sama tetapi lebih tinggi dibagian tengah karena jumlah
ion ion yang menyebabkan daya hantar listrik lebih tinggi pada bagian tengah

100

sangat banyak. Hal ini ditunjukkan juga pada nilai rata-rata TDS yang tinggi pada
bagian tengah Tukad Yeh Sungi, karena TDS dipengaruhi juga oleh partikel dan
ion-ion didalam air. Apabila kadar DHL semakin tinggi di dalam suatu badan
perairan maka kualitas air tersebut semakin menurun yang dapat mengganggu
kegiatan pertanian.
6.3.4 Nilai Rata-rata pH (Derajat Keasaman) pada Tukad Yeh Sungi.
Nilai rata-rata pH (derajat keasaman) dari hasil analisis dibagian hulu
relatif netral yaitu berkisar 7.03 dan untuk bagian tengah hingga hilir nilai pH
semakin tinggi (sedikit basa) berkisar antara 7,51 7,58. Hal ini disebabkan
karena di bagian tengah sampai hilir banyak limbah domestik artinya sebagian
besar masyarakat di tengah dan hilir sungai sungai memanfaatkan sungai sungi
untuk mencuci pakaian dengan menggunakkan detergen, karena sifat dari
detergen bersifat basa maka sisa / residu dari detergen sehabis mencuci pakaian
larut bersama air. Daerah hilir Tukad Yeh Sungi juga dimanfaatkan oleh PDAM
yang didalam proses pengolahan air minum menggunakkan bahan kimia PAC
(Poli Alumunium Chlorida) sebagai bahan koagulannya dimana bahan kimia PAC
bersifat basa, hal ini juga mempengaruhi nilai pH pada bagian hilir Tukad Yeh
Sungi.
6.3.5 Nilai Rata-rata Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi.
Berdasarkan rata-rata nilai total Fosfat dari hasil analisis kualitas air pada
Tukad Yeh Sungi didapatkan bahwa nilai Fosfat tertinggi pada bagian hilir
sebesar 0,42 mg/l melampaui baku mutu kualitas air yang telah ditetapkan yaitu
sebesar 0,2 mg/l. Tingginya kadar Fosfat dalam badan air akibat terjadinya

101

akumulasi sisa-sisa pupuk dari aktivitas pertanian di bagian hulu dan tengah
Tukad Yeh Sungi yang tidak dapat diserap 100% oleh tumbuhan akibat
pemakaian pupuk atau pestisida melebihi dosis yang diharuskan.
6.3.6 Nilai Rata-rata DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biological Oxygen
Demand), dan COD (Chemical Oxygen Demand) pada Tukad Yeh
Sungi.
Tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan
menunjukkan tingkat kesegaran suatu perairan. Nilai DO semakin tinggi
menggambarkan suatu badan perairan semakin baik karena air tersebut masih
murni yang jumlah oksigen terlarut masih tinggi. Nilai minimum DO dalam
perairan sebesar berdasarkan Pergub Bali No 7 Tahun 2008 adalah sebesar 6 mg/l.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2011
didapatkan hasil nilai rata-rata nilai DO (Dissolved Oxygen) dari hasil analisis
didapatkan bahwa nilai DO dibagian hulu dan hilir lebih tinggi dibandingkan
dengan bagian tengah masing masing sebesar 6,82 mg/l pada bagian hulu, 6,67
mg/l pada bagian tengah, 6,64 mg/l pada bagian hilir. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kesegaran air dibagian hulu dan hilir lebih baik jika dibandingkan dengan
bagian tengah. Hal ini disebabkan oleh karena pada bagian tengah telah
mengalami pencemaran yang mengakibatkan nilai DO semakin menurun.
BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)
berbanding terbalik dengan DO (Dissolved Oxygen) semakin tinggi kadar BOD
dan COD maka semakin turun kualitas perairan hal ini ditunjukkan pada bagian
tengah nilai BOD dan COD sangat tinggi dibandingkan pada bagian hulu dan hilir

102

Tukad Yeh Sungi. Nilai rata-rata BOD pada masing-masing titik pengambilan
dari hulu, tengah dan hilir secara berturutan adalah sebagai berikut 0,96 mg/l, 1,47
mg/l dan 1,45 mg/l sedangkan untuk kandungan COD pada daerah hulu sebesar
3,07 mg/l, bagian tengah sebesar 8,36 mg/l dan bagian hilir sebesar 8,64 mg/l.
Kandungan COD dalam perairan memiliki kecenderungan nilai yang lebih besar
jika dibandingkan kandungan BOD.

103

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengambilan sampel air yang telah dilaksanakan pada
bulan Oktober 2011 di Tukad Yeh Sungi dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Karakteristik sumber pencemar yang mempengaruhi kualitas air pada Tukad
Yeh Sungi pada wilayah I adalah kegiatan pertanian, peternakan skala rumah
tangga, pemukiman padat penduduk dan kegiatan industri sedangkan pada
wilayah II disebabkan oleh kegiatan pertanian, peternakan skala rumah tangga,
pemukiman penduduk dan villaakibat limbah yang dihasilkan tidak dikelola
dengan baik, sehingga air sungai menjadi tercemar..
2. Status Mutu Tukad Yeh Sungi berdasarkan Metode Indeks Pencemaran pada
bagian hulu masih memenuhi kualitas air kelas 1 sedangkan pada bagian
tengah dan hilir tergolong tercemar ringan ditunjukkan oleh persebaran nilai
COD, BOD, TSS, Fosfat dan Faecal coliform telah melampaui baku mutu
yang telah ditetapkan berdasarkan Baku Mutu Kualitas Air kelas 1
berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007.
3. Nilai rata rata pada masing-masing titik pengambilan sampel tedapat 2 (dua)
parameter kualitas air telah melampaui Baku Mutu Kualitas Air kelas 1 di
Tukad Yeh Sungi yaitu Total fosfat dan Faecal coliform.

102

104

7.2 `Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas dapat disarankan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan pemantauan dan pendataan penggunaan pupuk buatan
(N,P,K) dan pestidida oleh instansi terkait dalam hal ini Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan dan Petugas
Penyuluh Lapangan petani serta pembuangan limbah domestik yang
berasal dari pemukiman.
2. Perlu dilakukan pendataan dan pengawasan tentang perijinan kegiatan/
usaha baik skala rumah tangga maupun skala menengah, kegiatan
peternakan serta limbah yang dihasilkan oleh instansi terkait yaitu Dinas
Perindustrian dan Perdagangan dan UKM Kabupaten Tabanan, Dinas
Peternakan Kabupaten Tabanan, Kantor Lingkungan Kabupaten Tabanan.
3. Perlu adanya program/kegiatan pembuatan biogas untuk menanggulangi
limbah yang dihasilkan akibat adanya kegiatan peternakan.
4. Perlu adanya penelitian secara periodik untuk mendapatkan gambaran
kualitas air Tukad Yeh Sungi mengingat fungsinya sebagai penyedia air
baku PDAM Kabupaten Tabanan.

105

DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G and S.S. Santika. 1994. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha
Nasional Surabaya
APHA. 1989. Standard methods for the examination of waters and wastewater.
17th ed. American Public Health Association, American Water Works
Association, Water Pollution Control Federation. Washington, D.C. 1467 p.
As-syakur A.R, I. W. Suarna, I. W. S. Adnyana, I W. Rusna, I. A. A Laksmiwati
dan I W. Diara. 2008. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Badung.
Jurnal Bumi Lestari10 (2) : 200-208
Bappeda Kabupaten Tabanan. 2010. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Tabanan Nomor Tahun 2010 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Tabanan. Tabanan.
Bappedal Jateng. 2002. Laporan Akhir, Penyusunan Profil Lingkungan DAS
Babon di Jawa Tengah. Semarang.
BLH Provinsi Bali, 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bali.
Denpasar.
Boyd, CE. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Fond, Auburn University
Agricultural Experimenta. Auburn Alabama.
Cottam, T. 1969. Research for Establishment of Water Quality Criteria for
Aquatic Life. Reprint Transac of the 2nd Seminar on Biology, April 20-24,
Ohio.
Dahuri, R. dan A. Damar. 1994. Metode dan Teknik Analisis Kualitas Air. PPLH,
Lembaga Penelitian IPB-Bogor.
Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas Atmajaya,
Yogyakarta, hal : 66, 68.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan, 2010.
Laporan Data Statistik Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Tabanan. Tabanan
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal : 2123, 185
Hadi, A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Penerbit
PT. Gramedia. Jakarta. Hal : 7-10.
Hardjasoemantri, K. 1986. Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
104

106

Hidayat, I. 1981. Water Pollution Control, Pengawasan Kualitas dan


Pencemaran Air, Paket Ilmu Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, BPC, I.S.F.I,
Jawa Barat. Hal : 12-14
Ibrahim, S. 1982. Water Pollution Control. Pengawasan Kualitas dan Pencemaran
Air. Paket Ilmu Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, BPC, I.S.F.I, Jawa Barat, hal
: 12-19
Irianto, E.W dan B. Machbub, 2003. Fenomena Hubungan Debit Air dan Kadar
Zat Pencemar dalam Air Sungai (Studi Kasus : Sub DAS Citaru Hulu). JLP.
Vol 17 (52) Tahun 2005. Hal : 1-4.Diakses pada tanggal 4 Mei 2011 pkl : 00
: 31.
Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010. Status Lingkungan Hidup
Daerah Kabupaten Tabanan. Tabanan.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang Penetapan Status Mutu Air. Jakarta.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2010. Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Kumar, H.D. 1977. Modern Concept of Ecology. Vikas Published Houses, VT.
Ltd, New Delhi.
Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Leonare, S and Clesceri. 1998. Standard Methods For The Examination of Water
and Waste Water, APHA, Washington DC.
Lutfi A S. 2006. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk di sekitar Sungai
TUK Terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang serta Upaya
Penangaannnya (Studi Kasus Kelurahan Sampangan dan Bendan Ngisor
Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang).
http;//eprints.undip.ac.id/15152/I/Lutfi_As_L4K002051.pdf
Mahida, U.N. 1981. Water Pollution and Disspossal of Waste Water on Land. Mc
Graw Hill. Publishing Company Limited. Environmental
Mahida, U.N. 1986. Pencemaran dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali
Press, Jakarta.
Metcalf and I.N.C. Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal,
Reuse. 3rd ed. (Revised by: G. Tchobanoglous and F.L. Burton). McGrawHill, Inc. New York, Singapore. 1334 p.
Miller, G.T, 1975. Living In The Enviroment, Concept, Problem and Alternative.
Widsworth Publishing Company, Belmot, California. p : 100
Mulyanto, H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

107

Odum, E. P. 1996. Dasar Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan T. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta
Peavy H.S, D.R Rowe and G. Tchobanoglous. 1986. Environmental Engineering.
Mc. Graw Hill-Book Company, New York.
Pemerintah Provinsi Bali, 2005. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun
2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.
Denpasar.
Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Jakarta
Pemerintah Provinsi Bali. 2007. Peraturan Gubernur Bali No. 08 Tahun 2007,
tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup. Denpasar.
Risyanto dan M. Widyastuti.2004. Pengaruh Perlilaku Penduduk dalam
Membuang Limbah terhadap Kualitas Air Sungai Gajah Wong. Manusia dan
Lingkungan XI(2) : hal 73 85
Setiaji, B. 1995. Baku Mutu Limbah Cair untuk Parameter Fisika, Kimia pada
Kegiatan MIGAS dan Panas Bumi. Lokakarya Kajian Ilmiah tentang
Komponen, Parameter, Baku Mutu Lingkungan dalam Kegiatan Migas dan
Panas Bumi, PPLH UGM, Yogyakarta.
Soemarwoto, O, 1987. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit
Djambatan.
Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair, suatu pengantar.
Penerbit Buku Kedokteran (EGC)
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta.
Sumengen. 1987. Metode Praktis dalam Menentukan Pencemaran Air. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bahan Kursus Penyegar dan
Musyawarah II ILUNI FK-UI, Jakarta.
Suprabawati, A. dan I K. Sundra. 2007. Identifikasi Sumber Pencemar dan
Kualitas Air Sungai di Desa Canggu dan Desa Dalung Kecamatan Kuta
Utara, Kabupaten Badung. Ecotropic. 2 (2). : 2-4
Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Suriawiria, U. 1996. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit
Alumni. Bandung.
Wardhana, W.A, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Widyastuti M. dan M. A. Marfa. 2004. Kajian Daya Tampung Sungai
Gajahwong Terhadap Beban Pencemaran. Majalah Geografi Indonesia
2004, XVIII(2) : 81 97.

108

Winata, I. N. A, Siswoyo dan T. Mulyono. 2000. Perbandingan Kandungan P


dan N Total dalam Air Sungai di Lingkungan Perkebunan dan Persawahan.
Jurnal Ilmu Dasar, 1 (I) : 24 28

109

Lampiran 1. Tumpukan Sampah di daerah Tengah berlokasi di Br.


Dakdakan, Desa Abiantuwung

Tumpukan Sampah di Hulu berlokasi di Desa Perean, Baturiti

Lampiran 2. Pendangkalan sungai di wilayah hulu yang berlokasi di Desa Perean,


Baturiti

110

Lampiran 3. Lokasi Pengambilan Sampel Air

Hulu Tukad Yeh Sungi

Tengah Tukad Yeh Sungi

Hilir Tukad Yeh Sungi

110
Lampiran 4. Data Hasil Pemantauan Kualitas Air Minggu I

No

Parameter
Temperatur
Udara
Debit

Satuan

Hulu

03-Okt-11
Tengah

Hilir

Hasil Pemantauan
05-Okt-11
Hulu
Tengah
Hilir

24,00

27,00

25,90

25,63

24,50

28,70

29,70

27,63

26,40

26,44

26,38

27,00

0,33

0,30

0,90

0,51

0,33

0,30

0,90

0,51

0,33

0,58

0,38

0,51

23,50

24,50

26,80

24,93

24,30

25,70

25,70

25,23

24,80

24,71

24,68

25,77

0,15

13,25

13,24

8,88

0,54

9,70

8,18

6,14

0,47

5,74

6,64

7,80

50

7,00

40,00

30,00

25,67

12,00

82,00

60,00

51,33

14,00

30,89

34,44

42,00

1000

131,00

180,00

183,00

164,67

154,00

185,00

184,00

174,33

143,00

159,89

169,44

170,33

256,00

354,00

359,00

323,00

367,00

363,00

361,00

363,67

281,00

313,33

361,56

334,33

6-9

6,82

7,45

7,75

7,34

7,00

7,56

7,60

7,39

7,01

7,25

7,28

7,44

0.2

0,21

0,50

0,61

0,44

0,28

0,53

0,54

0,45

0,24

0,40

0,41

0,46

Min 6

7,30

6,90

7,10

7,10

7,10

6,90

7,10

7,03

6,70

7,17

7,01

6,90

0,99

1,39

1,19

1,19

0,99

1,59

1,19

1,26

1,10

1,12

1,21

1,29

10

2,00

12,00

10,00

8,00

2,20

8,30

6,90

5,80

2,20

5,63

6,67

6,83

100

70,00

280,00

200,00

183,33

70,00

200,00

280,00

183,33

40,00

177,78

177,78

146,67

1000

110,00

2.100,00

750,00

986,67

140,00

1.500,00

2.100,00

1.246,67

200,00

1.065,56

1.162,22

816,67

BML
Kelas I

C
m3/detik

Rata - rata

07-Okt-11
Hulu
Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

Fisika
Suhu Air
Kekeruhan
TSS
TDS
DHL

Deviasi 3

NTU
mg/L
mg/L
S

Kimia
pH
Total Phosfat
DO
BOD
COD

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

Biologi
Fecal coliform
Total coliform

Jml/100ml
Jml/100ml

111
Lampiran 5. Data Hasil Pemantauan Kualitas Air Minggu II

No

Parameter

Temperatur Udara
Debit

Satuan

Hasil Pemantauan

BML
Kelas I

10-Okt-11

Rata - rata

12-Okt-11

14-Okt-11

Hulu

Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

27,00

28,90

29,50

26,50

26,00

25,80

27,00

27,30

28,70

26,83

27,40

28,00

m3/detik

0,33

0,30

0,90

0,18

0,17

0,34

0,18

0,17

0,34

0,23

0,21

0,53

25,70

26,60

26,80

25,40

25,80

25,80

23,70

25,80

26,20

24,93

26,07

26,27

0,71

11,76

14,70

0,48

12,47

17,52

0,94

20,90

9,77

0,71

15,04

14,00

Fisika
Suhu Air

Deviasi 3

Kekeruhan

NTU

TSS

mg/L

50

7,00

10,00

12,00

13,00

42,00

53,00

7,00

42,00

34,00

9,00

31,33

33,00

TDS

mg/L

1000

136,00

181,00

177,00

134,00

190,00

196,00

137,00

189,00

187,00

135,67

186,67

186,67

DHL

270,00

355,00

350,00

264,00

373,00

386,00

269,00

370,00

369,00

267,67

366,00

368,33

6-9

7,06

7,50

7,69

7,03

7,63

7,78

7,01

7,51

7,65

7,03

7,55

7,71

Kimia
pH
Total Phosfat

mg/L

0.2

0,27

0,30

0,38

0,12

0,42

0,41

0,11

0,33

0,34

0,17

0,35

0,38

DO

mg/L

Min 6

6,70

6,50

6,70

6,70

6,10

6,70

6,70

6,30

6,70

6,70

6,30

6,70

BOD

mg/L

1,15

1,79

1,25

1,37

1,95

1,40

0,84

1,94

1,24

1,12

1,89

1,30

COD

mg/L

10

1,90

8,00

8,00

2,00

10,40

7,30

0,90

12,20

9,30

1,60

10,20

8,20

Fecal coliform

Jml/100ml

100

70,00

90,00

150,00

90,00

110,00

150,00

90,00

140,00

110,00

83,33

113,33

136,67

Total coliform

Jml/100ml

1000

110,00

150,00

210,00

150,00

200,00

280,00

110,00

280,00

210,00

123,33

210,00

233,33

Biologi

Lampiran 6. Data Hasil Pemantauan Kualitas Air Minggu III

112
No

Parameter

Satuan

BML
Kelas I
Hulu

Temperatur
Udara
Debit Aliran
Sungai

17-Okt-11
Tengah

Hilir

Hasil Pemantauan
19-Okt-11
Hulu Tengah Hilir

Rata - rata

Hulu

21-Okt-11
Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

27,8

29,4

29,9

25,7

29,4

27,9

27,7

28,8

28,9

27,1

29,2

28,9

0,18

0,17

0,34

0,18

0,17

0,34

0,33

0,3

0,9

0,2

0,2

0,5

24,9

27,7

29,9

25,1

27,9

27,5

25,7

27,6

28,5

25,2

27,7

28,6

0,25

14,15

12,53

0,6

28,1

10,98

0,61

18,1

10,9

0,5

20,1

11,5

50

64

58

53

35

60

51

7,3

59,0

48,0

1000

141

184

192

141

183

196

136

177

192

139,3

181,3

193,3

290

362

377

278

359

386

270

350

376

279,3

357,0

379,7

m3/detik

Fisika
Suhu Air

Kekeruhan

NTU

TSS

mg/L

TDS
DHL

mg/L

Deviasi 3

Kimia

0,0

pH

6-9

7,03

7,53

7,73

7,28

7,63

7,68

7,56

7,75

7,1

7,6

7,7

Total Phosfat

mg/L

0,2

0,23

0,41

0,44

0,21

0,44

0,46

0,17

0,31

0,36

0,2

0,4

0,4

DO

mg/L

Min 6

6,5

6,1

6,5

6,4

6,2

6,5

6,9

6,7

7,1

6,60

6,33

6,70

BOD

mg/L

0,4

1,25

0,85

0,55

2,05

1,44

0,97

2,32

1,26

0,64

1,87

1,18

COD

mg/L

10

1,9

9,2

7,3

1,9

10,8

9,4

2,1

11,9

8,7

1,97

10,63

8,47

Fecal coliform

Jml/100ml

100

70

140

150

90

230

150

70

150

70

76,7

173,3

123,3

Total coliform

Jml/100ml

1000

110

200

280

200

750

280

90

210

210

133,3

386,7

256,7

Biologi

113
Lampiran 7. Data Nilai Rata-rata Maing-masing Parameter pada Tukad Yeh Sungi

No

Parameter

Suhu Udara
Debit i

Satuan

BML
Kelas I

Rata rata
Hulu
Minggu Minggu Minggu
I
II
III

Total

Minggu
I

Rata - rata
Tengah
Minggu
II

Minggu
III

Total

Minggu
I

Rata - rata
Hilir
Minggu
II

Minggu
III

Total

26,44

26,83

27,07

26,78

26,38

27,40

28,00

27,26

27,00

29,20

28,90

28,37

m3/detik

0,58

0,23

0,23

0,35

0,38

0,21

0,53

0,37

0,51

0,21

0,53

0,42

24,71

24,93

25,23

24,96

24,68

26,07

26,27

25,67

25,77

27,73

28,63

27,38

5,74

0,71

0,49

2,31

6,64

15,04

14,00

11,89

7,80

20,12

11,47

13,13

Fisika
Suhu Air

Deviasi 3

Kekeruhan

NTU

TSS

Mg/L

50

30,89

9,00

7,33

15,74

34,44

31,33

33,00

32,93

42,00

59,00

48,00

49,67

TDS

Mg/L

1000

159,89

135,67

139,33

144,96

169,44

186,67

186,67

180,93

170,33

181,33

193,33

181,67

DHL

313,33

267,67

279,33

286,78

361,56

366,00

368,33

365,30

334,33

357,00

379,67

357,00

6-9

7,25

7,03

7,10

7,13

7,28

7,55

7,71

7,51

7,44

7,57

7,72

7,58

Kimia
pH
Total Phosfat

Mg/L

0.2

0,40

0,17

0,20

0,26

0,41

0,35

0,38

0,38

0,46

0,39

0,42

0,42

DO

Mg/L

Min 6

7,17

6,70

6,60

6,82

7,01

6,30

6,70

6,67

6,90

6,33

6,70

6,64

BOD

Mg/L

1,12

1,12

0,64

0,96

1,21

1,89

1,30

1,47

1,29

1,87

1,18

1,45

COD

Mg/L

10

5,63

1,60

1,97

3,07

6,67

10,20

8,20

8,36

6,83

10,63

8,47

8,64

Fecal coliform

Jml/100ml

100

177,78

83,33

76,67

112,59

177,78

113,33

136,67

142,59

146,67

173,33

123,33

147,78

Total coliform

Jml/100ml

1000

1065,56

123,33

133,33

440,74

1162,22

210,00

233,33

535,19

816,67

386,67

256,67

486,67

Biologi

Lampiran 8. HASIL PERHITUNGAN IP TUKAD SUNGI PADA PENGAMBILAN 1


MINGGU
I

HARI/TGL
Senin
3 Oktober 2011

PARAMETER
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Senin
3 Oktober 2011

PARAMETER
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Senin
3 Oktober 2011

TSS
TDS
pH
Total Phosfat
DO
BOD
COD
Fecal coliform
Total coliform

TSS
TDS
pH
Total Phosfat
DO
BOD
COD
Fecal coliform
Total coliform

PARAMETER
1
2
3
4
5
6
7
8
9

TSS
TDS
pH
Total Phosfat
DO
BOD
COD
Fecal coliform
Total coliform

Ci

Lij

7
131
6,82
0,21
7,30
0,99
2
70
110

50
1000
6-9
0,2
6
2
10
100
1000

Ci

Lij

30
180
7,45
0,55
6,9
1,39
12
280
2100

50
1000
6-9
0,2
6
2
10
100
1000

Ci

Lij

40
183
7,75
0,61
7,1
1,19
18
200
750

50
1000
6-9
0,2
6
2
10
100
1000

114

Ci/Lij

Ci/Lij Baru

0,14
0,13
0,45
1,05
-0,30
0,50
0,20
0,70
0,11

0,14
0,13
0,45
1,11
-0,05
0,50
0,20
0,70
0,11

(Ci/Lij)R

0,37

(Ci/Lij)M
Pij

0,70
0,56

Ci/Lij

Ci/Lij Baru

0,6
0,18
0,03
2,75
0,10
0,70
1,20
2,80
2,10

0,6
0,18
0,03
3,20
0,02
0,70
1,40
3,24
2,61

(Ci/Lij)R

1,33

(Ci/Lij)M
Pij

3,24
2,47

Ci/Lij

Ci/Lij Baru

0,8
0,18
0,20
3,05
-0,10
0,60
1,80
2,00
0,75

0,8
0,18
0,20
3,42
-0,02
0,60
2,28
2,51
0,75

(Ci/Lij)R

1,19

(Ci/Lij)M
Pij

3,42
2,56

Keterangan
Hulu

Tengah

Hilir

Anda mungkin juga menyukai