Tinjauan Reformasi Birokrasi
Tinjauan Reformasi Birokrasi
Sigit Setiawan2
LATAR BELAKANG
Pengesahan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang
kemudian berlaku efektif per 15 Januari 2014 menandai dimulainya babak
lanjutan pembenahan birokrasi pemerintah Indonesia. Tidak terasa fase pertama
reformasi birokrasi yang diinisiasi melalui penerbitan Perpres nomor 81 tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 akan berakhir pada
tahun 2014 ini. Masih ada dua fase reformasi birokrasi di depan yang masih
menjadi pekerjaan rumah pemerintah hasil pemilihan umum tahun 2014 dan
2019, yaitu fase kedua (2015-2019) dan fase ketiga (2020-2024).
1
2
instruksi atau perintah, dan tanggung jawab dari masing-masing unit organisasi
dan para manajer dalam unit organisasi yang sama memiliki batasan yang jelas
dan mengikat secara hukum.
Pada tahun 1930-an seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog kenamaan
asal Jerman - Max Webber memformulasikan sistem administrasi pemerintahan
modern di masa itu, suatu model birokrasi yang dikenal dengan sebutan model
Webberian, model birokratis, atau model tradisional. Efisiensi dan produktivitas
yang ditawarkan oleh pola kerja industri pasca revolusi industri mengilhami
Webber untuk mengadopsinya bagi tata laksana pemerintahan. Oleh karenanya
model Webberian ini memiliki kemiripan dengan pola organisasi industri massal
seperti halnya Ford Motor dan industri massal lainnya.
Menurut model Webberian, administrasi pemerintahan didasarkan atas
dokumen-dokumen tertulis, dan pengambilan keputusan merujuk pada aturanaturan yang didokumentasikan dan didasari kebiasaan pelaksanaan suatu
kegiatan sebelumnya. Model ini menekankan pentingnya kendali terhadap input
dan proses pengambilan kebijakan. Keberadaan aturan yang terdokumentasi
dengan baik memungkinkan mutasi pegawai tidak akan mengganggu roda
administrasi pemerintahan, sehingga membuat struktur birokrasi lebih permanen
dan stabil.
Warga negara yang merupakan konsumen atau klien bagi pemerintah
diperlakukan sama di depan hukum, dan keputusan yang diberikan pemerintah
terhadap warga negara merujuk pada hukum dan peraturan yang berlaku serta
peristiwa sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar keputusan bersifat adil dan
terhindar dari sengketa, serta menjaga transparansi, stabilitas, dan predictability
dari keputusan itu sendiri. Para pegawai pemerintah memiliki keahlian tersendiri,
dan rekruitmen didasarkan atas hasil tes yang menguji keahlian dan kemampuan
teknis calon pegawai. Berbeda dengan model patronase, pemisahan secara tegas
dilakukan antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan. Anggota legislatif
bertindak sebagai pembuat kebijakan dan pemerintahlah kemudian yang
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Di tengah sisi baik dari model Webberian, berbagai kritik terhadap model
Webberian bermunculan sejak tahun 1970-an dan menemukan momentumnya di
era knowledge-intensive society and economy tahun 1990-an, awal masa yang
ditandai dengan perubahan yang sangat cepat dan membanjirnya informasi
melalui perangkat internet dan telekomunikasi. Model Webberian menjadi
dipandang memiliki struktur yang gemuk, lamban, dan tidak efektif. Dengan
desain struktur birokrasi yang hirarkis, bersifat komando, dan terpusat di
sekelompok elite birokrasi, serta penerapan aturan yang bersifat kaku dan mutlak
menjadikan model Webberian dipandang tidak dapat mengejar ketertinggalannya
dengan dinamika masyarakat dan pasar yang menuntut perubahan secara cepat.
Di era 1900-an pasca Great Depression, salah satu perdebatan para ekonom
adalah terkait isu kegagalan pasar (market failure) terhadap teori ekonomi klasik
dan neoklasik. Perdebatan ini berujung pada lahirnya teori Keynes yang
menyebutkan dibutuhkannya peran pemerintah yang lebih besar guna
menstabilkan perekonomian khususnya dalam periode krisis agar ekonomi
kembali pada kondisi normal.
Pada akhir 1960-an para ekonom memperdebatkan isu sebaliknya, yakni isu
kegagalan pemerintah (government failure) yang turut mendorong gagasan agar
sektor pemerintah dapat lebih dekat ke pasar, lebih tanggap dan lebih
memfokuskan diri pada masyarakat selaku customer dari pemerintah. Kelompok
ekonom ini - berasal dari pendukung revitalisasi teori ekonomi neoklasik, serta
sekolah-sekolah public choice dan new institutional economics - berpendapat
pula bahwa sektor swasta lebih unggul dibanding sektor pemerintah dalam hal
efisiensi teknis dan biaya, dan menolak anggapan bahwa pemerintah mengetahui
segalanya yang terjadi di pasar.
Adalah James Buchanan dibantu Gordon Tullock - duo ekonom yang
merumuskan teori public choice. Dan James Buchanan atas jasa-jasanya
kemudian memperoleh hadiah Nobel di bidang ekonomi. Teori public choice
menggunakan prinsip yang sama yang digunakan ekonom untuk menganalis
perilaku individu di pasar dan menerapkannya dalam pengambilan keputusan
kolektif. Ekonom yang mempelajari perilaku di pasar privat berasumsi bahwa
5
Periode 2014-2019
Membentuk jabatan fungsional core
business Kemenkeu;
Monev jabatan fungsional;
Penyempurnaan jabatan fungsional
Kementerian Keuangan yang sudah
ada;
Penggunaan jabatan fungsional yang
dikembangkan K/L lain;
Memasukkan tusi jabatan fungsional
ke dalam peraturan organisasi dan
tata kerja Kementerian Keuangan;
Pengembangan TIK untuk mendukung
pengembangan jabatan fungsional.
Periode 2020-2025:
Rasionalisasi jabatan struktural dan
jabatan fungsional (right sizing);
Sinergisitas antara jabatan struktural
dan jabatan fungsional;
Penyempurnaan jabatan fungsional
Kementerian Keuangan yang sudah
ada;
Penggunaan jabatan fungsional yang
dikembangkan K/L lain.
kelola pemerintahan Indonesia ke depan yang semakin efektif, efisien, maju dan
modern.
12
REFERENSI
13