Buvanest spinal dalam injeksi suntikan. Belakangan menjadi populer sebab adanya kasus
yang melibatkan rumah sakit internasional
Nah, kalau memang demikian nanti akan sedikit kita singgung yah
Kenapa hanya sedikit?
Karna kita hanya akan mengambil sedikit contoh kasus secara medis, tanpa akan banyak
melibatkan intrik politik semacam law enforcement yang terlibat disana. Pada studi kali ini
kita akan mengupas tentang:
Anastesi Total, sesuai namanya ini berarti membuat pasien pingsan total
alias hilang kesadaran menyeluruh.
Anastesi Lokal, Jenis pembiusan yang terakhir ini dilakukan pada sebagian
kecil daerah tubuh.
Tindakan Buvanest spinal termasuk pada golongan anastesi regional dan lokal, dengan reaksi
buvanest spinal dalam pembiusan: Mengurangi transfer signal ke sistem saraf sehingga
menghilangkan rasa nyeri, suhu, sentuhan, termasuk tekanan dalam.
Hal penting yang perlu diingat baik sebelum atau sesudah proses injeksi obat bupivacaine
(buvanest) ini adalah:
Hilangnya rasa akibat pembiusan ini biasanya berlangsung selama 4-5 jam,
Tindakan anastesi yang dilakukan dengan buvanest atau Bupivacaine mempunyai lama kerja
yang panjang dengan potensinya sekitar empat kalinya lidocaine. Onset blokade lebih lambat
dibanding lidocaine, khususnya jika menganestesi saraf yang besar.
Asam traneksamat merupakan golongan obat anti-fibrinolitik. Peran Asam Tranexamat
merupakan obat untuk mengatasi perdarahan, biasa dimanfaatkan untuk beberapa kondisi
misalnya;
pendarahan pascaoperasi,
mimisan,
Saat melakukan inspeksi sistemik, beberapa point pentng yang didapat telah sesuai yakni
tindakan pembedahan untuk kehamilan di RS Siloam, sebelumnya dilakukan dahulu proses
anastesi. Dalam proses SOP (Standard Operasional Procedure) RS Siloam ditentukan untuk
tidak melewati tangan perawat / suster.
Berdasarkan inspeksi yang dilakukan komisi IX DPR, terdapat kejanggalan yakni
1. Proses pembedahan dan anastesi pada ruang operasi, ada dugaan kuat
(saat kejadian berlangsung) tidak dilakukan dengan dokter anastesi
padahal penggunaan buvanest spinal tergolong krusial mengingat
komposisi buvanest / bupivacain.
2. Kekurang teliti saat mengecek ampul obat sehingga mengakibatkan
tertukarnya buvanest spinal dan asam tranexamat. Inilah potensi human
error yang dapat terjadi dimana saja.
Sikap PT Kalbe Farma
Berbekal banyak hasil investigasi dan inspeksi dadakan (sidak) ditemukan kecil terjadinya,
tertukar label / mix-up antara buvanest spinal dan asam tranexamat. Sebab proses produksi
yang terjadi di line 6 PT Kalbe Farma melibatkan 26 jenis obat, dilakukan dengan pe-label-an
secara fabrikasi sesuai cara pembuatan obat yang benar (CPOB).
Meskipun telah dilakukan proses label dengan fabrikasi, PT Kalbe berniat mengurangi
potensi yang bisa saja terjadi (mix-up). Untuk itu PT Kalbe melakukan hal yang telah
disarankan BPOM ataupun Kementrian Kesehatan (MENKSES) berikut ini:
1. Pembenahan Administratif
2. Pembekuan sementara produksi pada Line 6 di Kalbe Farma
3. Pembekuan sementara pengedaran obat buvanest spinal dan asam
tranexamat
https://sueve90.wordpress.com/2015/12/09/buvanest-spinal-dan-asamtranexamat-panduan-medis-mengenal-jenis-anastesi-perbedaan-komposisi-dandampaknya/
"Kami sudah wawancara semua pihak dan tidak ditemui kesalahan prosedur," kata Nila saat
menggelar jumpa pers di Kantor Kementerian Kesehatan.
KSS, kata Nila, juga menilai bahwa pengelolaan penyerahan obat kasus ini tidak bermasalah
karena telah dilakukan sesuai dengan prosedur di rumah sakit. "Demikian juga aktivitas obat
mulai dari pemesanan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian hingga penyiapan kits final
sebelum operasi di kamar operasi telah dilakukan sesuai standar operasi operasional," jelas
Nila.
Sementara itu, berdasarkan wawancara dan kunjungan tim KSS ke pabrik dan perusahaan
distributor PT Kalbe Farma diperoleh pengakuan memang ada kekeliruan dalam isi ampul
label Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml. Untuk kekeliruan ini, PT Kalbe Farma hanya
dijatuhi sanksi administrasi berupa penghentian distribusi, tidak mendistribusikan produk
yang belum beredar, dan menarik kembali produk yang telah beredar.
Sebelumnya, dua pasien meninggal di Rumah Sakit Siloam, Tangerang, pada pertengahan
Februari lalu. Mereka adalah satu pasien operasi sectio caesarea dan satu pasien sitoskopi
atau pemeriksaan kandung kemih melalui uretra.
Pasien meninggal setelah tim dokter menggunakan obat anestesi produksi PT Kalbe Farma,
Buvanest Spinal. Ampul Buvanest yang seharusnya berisi Bupivacaine untuk obat bius justru
berisi asam traneksamat, golongan obat antifibrinolitik untuk mengurangi pendarahan.
Hasil pemeriksaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas sampel Buvanest dari
RS Siloam menunjukkan, sebagian Buvanest berisi Bupivacaine dan sebagian lagi ada yang
berisi asam traneksamat. Akibatnya, pasien yang diinjeksi Buvanest mengalami gejala alergi
berat sehingga dibawa ke unit perawatan intensif (ICU) hingga akhirnya meninggal. (Rik)
http://www.radiopelitakasih.com/index.php/berita-rpk/liputan-khusus/item/231hasil-investigasi-penggunaan-obat-anestesi-rs-siloam-tangerang-diumumkan
Purwandini Sakti Pratiwi Ampul obat anestesi Buvanest Spinal dengan asam traneksamat
yang sekilas tampak mirip.
Tanggung jawab produsen
Setiap layanan kesehatan telah memiliki standar operasi terstandar (SOP) masing-masing,
mulai dari rumah sakit, produsen obat, mau pun dokter. Kepatuhan pada SOP masing-masing
harus dilakukan agar tidak menimbulkan akibat yang fatal.
Pada kasus tertukarnya obat anestesi Buvanest Spinal, menurut Marius seharusnya masalah
ini tidak dilimpahkan pada pihak dokter.
Kalau terjadi isinya (Buvanest dan Asam Traneksamat) lain, itu bukan tanggung jawab
rumah sakit atau dokter, tetapi tanggung jawab produsen, PT Kalbe Farma, kata Marius.
Dokter hanya bertugas membaca label ketika hendak diberikan kepada dokter. Di label
tertulis Buvanest. Kalau masalah isi, tanggung jawab produsen. Jadi secara disiplin, dokter
tidak melanggar dan tidak harus tahu isinya apa, yang penting tertera dari label, lanjutnya.
Senada dengan Marius, mantan ketua BPOM, Husniah Z. Thamrin, mengatakan masalah
tersebut di luar tanggung jawab dokter.
Karena dokter sudah bekerja sesuai SOP, isinya bukan seperti apa yang tertulis, dokter tidak
tahu, katanya.
Husniah juga menjelaskan, seharusnya izin edar obat tidak bisa diperoleh apabila tidak
memenuhi syarat yang diberlakukan dari BPOM.
Sebetulnya saat meminta izin edar semestinya tidak semua diberi (izin) kalau tidak
memenuhi syarat. Kalau di pasar ada hal menyimpang setelah beredar dari ketentuan saat
pendaftaran, itu bisa saja dilakuan oleh pabrik dan kalau pengawasan kurang ketat, bisa tidak
ketahuan, imbuhnya.
Dua pasien di RS Siloam Karawaci meninggal usai mendapat suntikan Buvanest Spinal
produk PT Kalbe Farma. Ampul yang diduga berisi obat anestesi tersebut ternyata bukan
berisi Bupivacaine (obat bius), melainkan Asam Traneksamat golongan antifibrinolotik yang
befungsi mengurangi pendarahan. Kedua pasien sempat mengalami kejang usai diberi injeksi.
Sementara itu, pihak RS Siloam mengaku sudah melakukan tindakan operasi sesuai prosedur.
(Purwandini Sakti Pratiwi)
http://health.kompas.com/read/2015/03/14/150000823/Ampul.Buvanest.dan.Asa
m.Traneksamat.Gampang.Tertukar.karena.Mirip
Jadi anestesi ada dua, ada yang total dan lokal. Untuk yang lokal jika
pembedahan dilakukan di organ bawah pusar maka anastesi dilakukan melalui
spinal atau epidural, kata Prof. dr. Ruswan Dahlan, SpAn(K), ahli anestesi di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo saat dihubungi CNN Indonesia.
Ruswan menambahkan, spinal atau epidural sama-sama pembiusan yang
bertujuan memblok saraf tulang belakang. Karenanya keduanya dimasukkan
melalui ruas tulang belakang dengan posisi pasien membungkuk dan memeluk
lutut.
Adapun mengenai obat anestesi Buvanest Spinal yang diduga digunakan dalam
kasus RS Siloam Karawaci disebut Ruswan memang digunakan untuk tujuan ini.
Buvanest Spinal dikenal dengan nama generik Bupivacaine.
Selain untuk operasi caesar dan kandung kemih, (Buvanest Spinal) bisa juga
digunakan misalnya untuk operasi usus buntu, patah tulang kaki dan semua
yang berada dibawah pusar, kata Ruswan.
Menurut literatur, pada pembiusan spinal obat disuntikkan melalui rongga
tempat saraf tulang belakang. Sementara pada epidural obat bius dimasukkan ke
ruangan hampa sebelum saraf tulang belakang.
Obat anestesi semacam Buvanest Spinal memang bertujuan memblok saraf
bagian tubuh bawah, biasanya pasien akan merasakan kaki seperti terasa
kesemutan hingga akhirnya tidak terasa sama sekali dan tekanan darah turun.
Hilangnya rasa akibat pembiusan ini biasanya berlangsung selama 4-5 jam,
kata Ruswan.
Bupivacaine biasanya tak akan diberikan pada pasien dengan riwayat medis
seperti kelainan pembekuan darah, shock berat, dan pasien dengan alergi
tertentu, ujar Ruswan menjelaskan.
Namun semua kontraindikasi itu tentu saja bisa diselidiki sebelum prosedur
pembiusan dan pembedahan dilakukan.
Tentunya dokter juga harus menjelaskan apa saja yang akan dialami pasien di
ruang bedah, kata Ruswan.
Tak hanya mendapatkan penjelasan dokter pasien dan keluarga pasien juga
punya hak untuk banyak bertanya tentang prosedur pembiusan dan
pembedahan yang akan dilakukan.
Sebelumnya, dua pasien di RS Siloam Karawaci meninggal karena diduga adanya
kesalahan penggunaan obat anestesi. Diduga ada kesalahan penempelan label
obat pada Buvanest Spinal dan Asam Tranexamat. Obat Buvanest Spinal yang
disuntikkan seharusnya berisi Bupivacaine 0,5 persen, namun ternyata berisi