Anda di halaman 1dari 39

Enhanced Recovery after

Caesarean Surgery
dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An, M.Si.Med, FAKV
RSUD KRMT Wongsonegoro, Semarang
Apa itu ERACS?
Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) adalah
suatu konsep yang mengkombinasikan berbagai
evidence based dari perawatan perioperatif untuk
mempercepat penyembuhan pasien

Pertama kali dikenalkan pada 1995 oleh


Content Henrik Kehlet, MD, Ph.D., seorang
A dokter bedah dari Denmark
Apa itu ERACS?

ERAS juga berkembang di bidang Content


kebidanan, dan dikenal dengan ERACS C
(Enhanced Recovery After Caesarean
Surgery).

ERAS/ERACS menekankan proses


perawatan yang terdiri dari berbagai
intervensi yang dapat mengurangi stress
pembedahan, mempertahankan fungsi
fisiologis, dan mempercepat proses
pemulihan ke kondisi semula
Tujuan
01 Memungkinkan nyeri pasca operasi jauh lebih ringan

02 Mobilisasi lebih cepat

03 Waktu pemulihan menjadi lebih singkat

04 Menyusui bayi lebih nyaman


Satu dari lima wanita hamil Mayoritas ibu yang menjalani
melahirkan dengan cara operasi SC adalah pasien yang
operasi caesar, dengan angka muda dan sehat, sehingga
kejadian yang lebih tinggi memungkinkan untuk
pada negara berkembang pemulihan yang cepat pasca
persalinan

Tingkat kepuasan ERACS ibu ingin segera bonding ke


lebih tinggi dibandingkan pada bayinya dan ingin segera
pasien dengan perawatan SC rutin kembali ke aktivitas biasa,
Intraoperative
9 Elements

Preoperative Postoperative
5 Elements ERAC 11 Elements
Recommendation
Preoperatif
01 Membatasi lama puasa

02 Nonparticulate liquid carbohydrate loading

03 Edukasi pasien

04 Edukasi laktasi yang baik

05 Optimalisasi Hemoglobin

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


1. Membatasi lama puasa

Mengurangi risiko aspirasi sembari


mencegah hipovolemia, stres metabolik dan
ketosis

Guidelines ASA:
• Makanan padat : 8 jam sebelum SC
• Clear liquid s/d 2 jam sebelum SC
• Dilanjutkan minum nonparticulate liquid
carbohydrate 2 jam sebelum SC.

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


2. Nonparticulate liquid carbohydrate loading

• Nonparticulate carbohydrate drink diberikan 2 jam sebelum SC (hanya pada wanita non-
diabetik)

• Direkomendasikan 45 gram karbohidrat (kalau untuk orang Indonesia terlalu banyak).

• Volume yang diberikan 200 – 400 mL.


o Contoh : Gatorade 32 oz (54 g karbohidrat), clear apple juice 16 oz (56 g
karbohidrat).
o Untuk di Indonesia bisa diberikan Maltodextrin (tidak berasa, harus dikombinasikan
dengan gula dan perasa). Bisa dibeli di e-commerce, tersedia di mana-mana.

• Kerja sama dengan nutrisionist atau ahli gizi di RS untuk membuat formulasi yang tepat
untuk pasien

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


3. Edukasi Pasien

• Protokol ERACS adalah alur yang sangat melibatkan pasien, sehingga


edukasi menjadi komponen sangat penting dalam keberhasilan ERAS.

• Merupakan tugas RS untuk menyiapkan tenaga (dokter, perawat,


bidan) untuk mengedukasi pasien tentang apa saja yang dilakukan
pada ERACS (mulai dari pre, intra dan post operatif).

• Motivasi pasien tentang tujuan ERACS, sehingga pasien dapat lebih


jelas dan percaya diri untuk mengikuti program ini.

• Dapat menggunakan media video atau leaflet yang menjelaskan


bagaimana ERACS itu dilakukan

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


4. Edukasi Laktasi

• Tugas RS untuk menyiapkan tim laktasi (umumnya bidan)

• Menyusui dini dapat meningkatkan luaran ibu dan bayi,


termasuk kedekatan emosional, mengurangi komplikasi infeksi
dan menurunkan risiko sudden infant death syndrome.

• Idealnya dapat diberikan melalui kelas prenatal dengan


menggunakan buku, video atau inperson lactation support di
RS.

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


5. Optimalisasi Hemoglobin

• Tugas dari pelayanan ANC untuk mengoptimalkan


Hb (tidak anemia) sehingga pasien lebih fit untuk
operasi

• Semua ibu hamil harus dilakukan screening


anemia sesuai guideline ACOG (American College
of Obstetricians and Gynecologists

• Ibu dengan anemia defisiensi besi harus diberikan


suplemen iron oral (jika anemia refrakter bisa
secara IV) sebagai tambahan vitamin prenatal

• Anemia selain defisiensi besi harus dievaluasi


lebih lanjut.
PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF
Intraoperatif
1 Mencegah hipotensi akibat spinal anestesia
2 Mempertahankan normothermia
3 Pemberian uterotonika optimal
4 Profilaksis antibiotik
5 Profilaksis IONV/PONV
6 Multimodal analgesia

7 Dukungan menyusui dan maternal-infantbonding

8 Optimalisasi pemberian cairan


9 Delayed umbilical cord clamping

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


1. Mencegah hipotensi akibat spinal anestesia

• Tekanan darah dipertahankan sesuai baseline harian pasien.

• Dapat menggunakan profilaksis vasopresor, mis ephedrine (atau norepinephrine).

• Tujuan : mencegah intraoperatif nausea/vomiting setelah spinal anestesia dan menjaga perfusi
uteroplacental.

• Regimen vasopresor perlu dimodifikasi pada bumil dengan preeclampsia (karena batasan
hipotensi berbeda dengan nonpreeclampsia)

• Penggunaan low dose spinal anesthesia*

• Pencegahan hipotensi dapat juga dengan menggunakan Low-Dose Spinal Anesthesia .


mis : Bupivacaine hiperbarik 6.5 mg + Fentanyl 25 mcg + Morphine 100 mcg
PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF
1. Mencegah hipotensi akibat spinal anestesia (cont)

• Informed Consent terkait pruritus (morphine) : motivasi bila terjadi pruritus =obatnya bekerja baik.

• Bed pasien dibuat head-down (tidak flat) sedikit

• Lakukan barbotage 2x

• Durasi blok s/d 90 menit.

• Harus tetap menyesuaikan durasi operasi, bila durasi operasi lama kemungkinan tidak bisa
menggunakan low dose spinal anesthesia.

• Bila blok tidak cukup tinggi ?


• Sebelum incisi : dapat dilakukan spinal ulang
• Bila terjadi durante operasi : dapat diberikan Lidocaine IV 1 mg/kgBB/jam

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


2. Mempertahankan normothermia

• Pengawasan sudah dimulai sejak pre-operatif (di ruang penerimaan).


Contoh :
- In-line IV fluid warmer
- Forced air warming
- Atur suhu ruang OK 23.0 °C (sesuai rekomendasi dari Joint
Commission Guidance)

• Hipotermia dapat menyebabkan : menggigil, infeksi luka, koagulopati,


meningkatkan perdarahan dan transfusi, gangguan metabolisme obat,
hipotermia pada neonatus

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


3. Pemberian uterotonika optimal

• Gunakan dosis efektif terendah dari uterotonika yang dibutuhkan agar tercapai tonus uterine yang
cukup dan efek samping minimal.

Misal :
SC Elektif :
bolus Oxytocin 1 IU; mulai infus Oxytocin 2.5 – 7.5 IU/jam (0.04 – 0.125 IU/menit)
SC Intrapartum :
bolus Oxytocin 3 IU dalam ≥ 30 detik; mulai infus Oxytocin 7.5 – 15 IU/jam (0.125 – 0.25
IU/menit)

• Pemberian oxytocin yang berlebih dapat menyebabkan hipotensi, yang berlanjut ke mual muntah.

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


4. Profilaksis antibiotik

• Antibiotik profilaksis diberikan sebelum incisi kulit (jangan tunggu s/d cord clamping).

• Incisi pada operasi SC tergolong bersih (kelas 1) atau bersih terkontaminasi (kelas 2) atau
kelas 3 (terkontaminasi)

• Pemberian antibiotik sesuai pola kuman di masing-masing RS.


Misal:
60 menit sebelum incisi kulit: Cephalosporin generasi 1 atau 2.
Apabila pasien sudah in partu/ketuban sudah pecah/obesitas: tambahkan azithromicin.

• Chlorhexidin alcohol untuk pencucian kulit

• Cuci vagina dengan povidoneiodine.

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


5. Profilaksis IONV/PONV

• Profilaksis vasopressor infusion untuk menurunkan kejadian IONV akibat hipotensi

• Pada SC, mual muntah tidak hanya diakibatkan oleh hipotensi, tetapi juga bisa karena
uterine exteriorization dan abdominal saline irrigation

• Berikan minimal 2 modalitas untuk IONV dan PONV dengan mekanisme kerja yang berbeda

• Misal :
5HT3 antagonist (mis. Ondancentron 4 mg; diberikan sebelum spinal)
D2 receptors antagonist (mis. Metoclopramide 10 mg; diberikan sebelum spinal)
Dexamethasone (diberikan setelah spinal)
Haloperidol 1 mg (diberikan setelah incisi)
PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF
6. Multimodal analgesia

• Diberikan mulai dari durante operasi.


• Neuraxial long-acting opioid : Intratechal Morphine 50 – 150 mcg
(100 mcg) ATAU Epidural Morphine 1 – 3 mg.
• Non-opioid analgesia jika tidak ada kontraindikasi : Paracetamol +
NSAID IV setelah bayi keluar.
• Tujuannya agar ketika durasi obat Lokal Anestesi sudah habis,
obat-obat tersebut sudah bekerja.
• Tidak diberikan post op, tetapi intra operasi.
• Pertimbangkan infiltrasi Lokal Anestesi pada luka sayatan atau blok
regional (mis TAP atau QLB/ Quadratus Lumborum Block) jika
neuraxial morphine tidak diberikan).

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


7. Dukungan menyusui dan maternal-infantbonding

• Pada bayi sehat :


• Pastikan posisi bayi aman
• Skin-to-skin contact intraoperasi dilakukan untuk mendukung IMD dalam
1 jam pertama setelah bayi lahir (the “golden hour”), minimal 15 - 30
menit.

• Pada bayi sakit :


• Bidan membantu untuk memerah kolostrum untuk diberikan kepada
bayi

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


8. Optimalisasi pemberian cairan

• Batasi cairan IV < 3 L untuk kasus rutin, karena


kita sudah memberikan loading cairan
karbohidrat 400 cc pada 2 jam sebelum operasi

• Hipotensi akibat spinal anesthesia pada SC tidak


diterapi dengan cairan, melainkan dengan
vasopresor. Karena penyebabnya bukan karena
hipovolemik, tapi karena vasodilatasi.

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


9. Delayed umbilical cord clamping

• Sekitar 25 – 60% volume darah fetoplasental berada dalam plasenta, yang dialirkan ke bayi
sampai dengan tali pusat berhenti berdenyut

• Delayed cord clamping dilakukan dalam waktu 30 detik (bayi prematur) s/d 60 detik (bayi
mature)

• Mempunyai banyak keuntungan untuk bayi :


• Bayi aterm : meningkatkan cadangan besi dan luaran neurodevelopmental
• Bayi prematur : menurunkan kebutuhan akan transfusi, menurunkan angka kejadian IVH
(intraventricular hemorrhage) dan enterokolitis nekrotikans

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


1
Postoperative
Early oral intake
2
Early Mobilization
3 Promote maternal rest
4 Early urinary catheter removal

5 Venous thromboembolism prophylaxis

6 Facilitate early discharge

7 Anemia remediation
8 Breastfeeding support

9 Multimodal analgesia

10 Glycemic control
11 Promote return of bowel function
PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF
1. Early
oral
intake

• Di ruang pemulihan diberikan teh manis dan biskuit


dalam 60 menit pasca SC untuk segera merangsang
kembalinya bowel function.
• Tidak meningkatkan PONV
• Regular diet idealnya sudah dapat diberikan 4 jam pasca
SC

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


• Contoh tahapan mobilisasi di ruang pulih (rata-rata total waktu
2 – 3 jam) :
2. Early • Pasien sampai di ruang pulih langsung diberikan biskuit dan
teh manis
mobilization • kalau pasien merasa nyaman : bed dinaikkan 30 derajat
• tidak ada keluhan : 10 – 15 menit bed dinaikkan lagi
• tidak ada keluhan lagi : duduk di tempat tidur
• tidak ada keluhan 15 – 30 menit : kaki disuruh menjuntai
• tidak ada keluhan : berdiri sambil dibantu

• Harus ada petugas di ruang pulih yang memotivasi pasien


untuk cepat mobilisasi.

• Risiko PDPH dengan jarum spinal no.27G sangat rendah.


Ada perbedaan jauh kejadian PDPH pada jarum 26G dan 27G.

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


3. Promote
maternal
rest

• Pasien diberi kesempatan untuk istirahat.

• Tetap mobilisasi ditekankan di ruangan

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


4. Early
urinary
catheter
removal

• Kateter urin dilepas 6-12 jam post SC.

• Pemasangan kateter urin > 12 jam dapat


meningkatkan risiko ISK.
PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF
5. Venous
thromboembolism
prophylaxis
• SC meningkatkan risiko
terjadinya venous
thromboembolism hingga 2 kali
lipat bila dibandingkan dengan
persalinan spontan

• Dengan early mobilization


diharapkan risiko VTE berkurang

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


6. Facilitate early
discharge
• Setelah 24 jam pasca SC
pasien dievaluasi untuk bisa
dipulangkan cepat
• Evaluasi juga meliputi
kondisi bayi, kemampuan
laktasi, dan rencana
kontrasepsi

PREOPERATIF INTRAOPERATIF PASCAOPERATIF


7. Anemia
remediation • Screening dan terapi
anemia
• Cek Hb pada hari ke-1
atau 2 pasca operasi bila
terjadi perdarahan
hebat.
8. Breastfeeding
support
• Memiliki klinik laktasi & tim laktasi
yang aktif (datang ke ibu)
• Bidan memiliki pengetahuan tentan
menyusui dan dapat mengawasi ibu
ketika menyusui.
• Pada perawatan setelah operasi,
tetap beri dukungan menyusui pada
ibu.
• Upayakan direct breastfeeding
• Jika bayi mendapatkan susu formula :
direct breastfeeding tetap diakukan
9. Multimodal
analgesia • Mulai diberikan sejak dari intra operatif.
• Hindari penggunaan opioid untuk analgesia
post op (kecuali intratechal).
• Low-dose long acting neuraxial opioid (mis :
Morphine 50 - 150 mcg)
• Durogesic Patch tidak diberikan untuk nyeri akut
post SC.
• Berikan paracetamol + NSAID, misal :
• Paracetamol 650 – 1000 mg oral / 6 jam
• Ibuprofen 600 mg oral / 6 jam setelah IV ketorolac
15 – 30 mg diberikan setelah bayi lahir di OK.
• Blok perifer menggunakan lokal anestesi (TAP
atau QLB) bila intratechal morphine tidak
diberikan.
10. Glycemic
control
• Pertahankan normoglikemia
(<180mg/dl)

• Hiperglikemia berkaitan dengan


kondisi pemulihan yang buruk,
misal akibat infeksi dan delayed
wound healing
11. Promote return
of bowel function
• Tidak memberikan narkotik post
operatif (kecuali opioid
intratechal).
• Motivasi untuk mobilisasi dini
agar bowel function segera
kembali.
• Dengan memberikan minum dan
mengisi lambung akan
merangsang peristaltik usus
Monitoring dan Evaluasi

• Kegagalan salah satu elemen tidak menunjukkan


kegagalan Tindakan ERACS
• Membuat kita tahu di bagian mana yang masih
perlu perbaikan agar berikutnya pasien lebih puas
lagi.
• Dapat menggunakan tools kuesioner Quality of
Recovery Score Following Caesarean Delivery
(ObsQoR-11).
• Kuesioner diisi sendiri oleh pasien
• Diisi 24 jam setelah operasi
• Apakah masih ada moderate / severe pain,nausea /
vomiting, kliyengan, menggiggil, apakah pasien nyaman,
mobilisasi cepat, bonding bayi tanpa bantuan perawat ?
Resistensi dan Tantangan ERACS
• Perubahan perilaku itu tidak mudah
• Resistensi dapat muncul dari mana saja (SpOG, SpAn, SpA, bidan / perawat, nutrisionist
ataupun manajemen RS).
• Tidak semua elemen bisa dipenuhi dalam satu waktu.
• Perlahan mulai dikerjakan sedapat mungkin agar program ERACS bisa tetap berjalan.
• Karena ERACS ini masih tergolong baru di Indonesia, pilihlah pasien yang baik-baik dulu.
• ERACS justru menguntungkan untuk RS pada pasien BPJS ini (dapat mempercepat turn over
pasien).
• Low Dose Spinal Anesthesia tidak wajib dilakukan bila belum terbiasa. Selalu pastikan blok
cukup untuk SC.
• ERAS tidak ada yang gagal, termasuk apabila harus convert menjadi GA. Karena ERAS bisa
dilakukan pada semua operasi, baik itu dengan spinal (regional) ataupun GA.
• ERACS tidak membuat VAS 0. Target VAS adalah 2-3 (nyeri ringan).
Simpulan
ERACS merupakan metode berbasis
evidence yang terbukti dapat
meningkatkan kepuasan pasien,
mempersingkat waktu rawat inap
yang, serta biaya kesehatan yang
lebih sedikit sehingga dapat
meningkatkan ikatan antara ibu dan
bayi.
THANK YOU
dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An, M.Si.Med, FAKV
RSUD KRMT Wongsonegoro, Semarang

Anda mungkin juga menyukai