Anda di halaman 1dari 15

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LEBAK

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS RAWAT INAP SAJIRA
Jl. Kp sadang desa sajira, Kec. Sajira– Kab. Lebak
Provinsi Banten Kode Pos : 42371

KEPUTUSAN
KEPALA PUSKESMAS RAWAT INAP SAJIRA
Nomor:

TENTANG
PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN OBAT DAN/ATAU CAIRAN INTRAVENA
DI PUSKESMAS RAWAT INAP SAJIRA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,


KEPALA PUSKESMAS RAWAT INAP SAJIRA,

Menimbang : a. bahwa pemberian obat oleh tenaga medis merupakan salah satu
kegiatan yang pentingdalam pelayanan medis di Puskesmas
untuk memberi manfaat dan resiko yang minimal bagi pasien;
b. bahwa untuk meningkatkan mutu palayanan medis di
Puskesmas perlu ditetapkan pedoman pemberian obat dan atau
cairan intravena oleh tenaga medis di Puskesmas Rawat Inap
Sajira;

Mengingat : 1. Undang–UndangNomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan


Konsumen;
2. Undang–UndangNomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasyankes Primer ;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tentang Puskesmas ;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tentang Akreditasi
Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter,
dan Tempat Praktek Mandiri Dokter Gigi;
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TENTANG
KEBIJAKAN PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN OBAT DAN
ATAU CAIRAN INTRAVENA DI PUSKESMAS RAWAT
INAP SAJIRA.
Kesatu : Kebijakan pelayanan klinis di Puskesmas sebagaimana tercantum
dalam lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
surat keputusan ini.
Kedua : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan; Dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan
perbaikan/perubahan sebagaimna mestinya.

Ditetapkan di : Cisauk
Pada tanggal : 12 Juli 2017
KEPALA
PUSKESMAS RAWAT INAP SAJIRA

Dr. Robert Telaumbanua


NIP: 197003122006041008
LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS
NOMOR:
TENTANG :PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN
OBATDAN /ATAU CAIRAN
INTRAVENADI PUSKESMAS RAWAT
INAP SAJIRA.

PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN OBATDAN /ATAU CAIRAN INTRAVENA


DI PUSKESMAS RAWAT INAP SAJIRA

RUTE INTRAVENA
Rute Intravena
Rute Intravena (IV) memanfaatkan sistem peredaran darah untuk menyebarkan baik cairan,
elektrolit, zat makanan maupun obat, termasuk juga darah dan komponen-komponennya.
Beberapa keuntungan menggunakan rute Intravena ni adalah merupakan rute yang langsung
dapat menyebarkan terapi ke seluruh tubuh, dapat dilakukan pada pasien tidak sadar maupun
yang tidak kooperatif, absorbsi obat langsung ke aliran darah. Namun rute ini mempunyai dapat
menuai kerugian, yaitu : dapat terjadi kelebihan cairan, embolus udara, septikemia maupun
infeksi setempat, thrombophlebitis, hematom, nyeri dan juga reaksi hipersensitifitas.
Secara umum suntikan Intravena mempunyai arti pemberian pengobatan dalam jumlah sedikit
yang langsung dimasukan ke dalam aliran vena.Metode ini mengharapkan reaksi obat yang
cepat. Biasanya, obat intravena akan diberikan dalam lingkungan di mana unit darurat dan
peralatan resusitasi tersedia. Karena risiko anafilaksis, epinefrin harus tersedia.
Rute ini menggunakan jarum 20G – 23G dan sebuah torniquet yang berguna untuk membendung
vena.

Rute Intradermal/Intrakutan
Rute intradermal lebih mengutamakan efek lokal daripada sistemik, dan lebih digunakan untuk
tujuan diagnostik seperti pengujian alergi atau tuberkulin atau untuk anestesi lokal.

Untuk memberikan suntikan intradermal digunakan jarum 25G yang ditusukan dengan sudut 10-
15 °, bevel up, sampai tepat di bawah epidermis, dan selanjutnya cairan disuntikkan 0.5 ml
sampai gembungan muncul di permukaan kulit. Lokasi yang cocok untuk suntikan intradermal
sama dengan untuk suntikan subkutan, termasuk juga lengan bagian dalam dan tulang belikat.
 
Rute Subdermal/Subkutan
Rute subkutan digunakan untuk penyerapan obat yang lambat dan berkelanjutan.Biasanya cairan
yang diberikan sebanyak 1-2 ml disuntikkan ke dalam jaringan subkutan.Rute ini sangat ideal
untuk obat-obatan seperti insulin, yang memerlukan pelepasan obat yang lambat dan stabil, dan
juga karena relatif bebas dari nyeri, sangat cocok untuk suntikan yang sering dilakukan.

Suntikan Subkutan dilakukan dengan sudut 45 ° pada kulit yang sedikit diangkat.Namun, dengan
adanya jarum insulin yang lebih pendek (5, 6 atau 8 mm), direkomendasi suntikan dengan sudut
90 ° untuk insulin.Pengangkatan kulit dilakukan dengan mencubit kulit untuk mengangkat
jaringan adiposa menjauhi otot yang berada di bawahnya, terutama pada pasien kurus.

Jika suntikan diberikan terlalu dalam dan masuk ke dalam otot, insulin diserap lebih cepat dan
dapat menyebabkan ketidakstabilan glukosa dan potensi hipoglikemia.Episode hipoglikemik ini
dapat juga terjadi jika lokasi anatomis suntikan dipindah, seperti insulin diserap pada tingkat
yang bervariasi dari lokasi anatomi yang berbeda. Oleh karena itu suntikan insulin harus
sistematis diputar dalam lokasi anatomi misalnya, menggunakan lokasi pada lengan atas atau
perut selama beberapa bulan, sebelum dipindah ke tempat lain di tubuh.

Aspirasi yang dilakukan sebelum suntikan Subkutan masih diperdebatkan.Peragallo-Dittko


(1997) melaporkan hasil penelitian yang mengemukakan darah tidak tersedot pada aspirasi
sebelum suntikan subkutan, menunjukkan bahwa menusuk pembuluh darah dalam suntikan
subkutan merupakan kejadian yang sangat langka.Selain itu, produsen perangkat insulin tidak
menganjurkan aspirasi sebelum suntikan.

Rute Intramuskular

Suntikan Intramuskular (IM) merupakan teknik memasukan obat dengan memanfaatkan perfusi
otot, memberikan penyerapan sistemik yang cepat dan menyerap dosis yang relatif besar. Pilihan
lokasi dalam suntikan Intramuskular ini harus mempertimbangkan keadaan umum pasien, usia,
dan jumlah obat yang diberikan. Lokasi yang direncanakan untuk suntikan harus diperiksa untuk
mencari tanda-tanda adanya peradangan, dan harus bebas dari lesi kulit. Demikian pula, 2-4 jam
setelah suntikan, lokasi suntikan harus diperiksa untuk memastikan tidak ada reaksi yang
merugikan. Dokumentasi berupa foto dan notifikasi diperlukan pada suntikan yang dilakukan
berulang atau sering, untuk memastikan rotasi yang seimbang.Hal ini dapat mengurangi
ketidaknyamanan pasien akibat suntikan yang berlebihan dari salah satu lokasi, dan mengurangi
kemungkinan komplikasi, seperti atrofi otot atau abses steril yang dihasilkan dari jeleknya
absorbsi jaringan.
2-4 jam setelah suntikan, lokasi suntikan harus diperiksa untuk memastikan tidak ada reaksi yang
merugikan
Pasien yang telah berumur dan pasien kurus cenderung memiliki lebih sedikit otot daripada yang
lebih muda atau pasien yang aktif. Oleh karena itu lokasi suntikan harus dinilai banyaknya massa
otot. Pada pasien yang memiliki massa otot sedikit lebih baik melakukan penggembungan otot
sebelum penyuntikan.

Ada lima situs yang tersedia untuk suntikan Intramuskular, yaitu:

 Otot deltoid lengan atas, yang digunakan untuk vaksin seperti hepatitis B dan tetanus
toksoid.
 Lokasi dorsogluteal memanfaatkan musculus Gluteus maximus. Catatan, ada komplikasi
yang terkait dengan lokasi ini, karena ada kemungkinan merusak nervus sciatic
atau arteri Gluteal superior jika penusukan jarum salah. Beyea dan Nicholl (1995)
melaporkan suntikan ke lokasi dorsogluteal, cairan yang disuntikan lebih sering masuk ke
dalam jaringan adiposa daripada otot, dan akibatnya memperlambat laju penyerapan obat.
 Lokasi ventrogluteal merupakan pilihan yang lebih aman dalam mengakses musculus
Gluteus medius. Lokasi ini merupakan lokasi utama untuk suntikan Intramuskular karena
menghindari semua saraf utama dan pembuluh darah dan tidak ada komplikasi dilaporkan.
Selain itu, jaringan adiposa pada lokasi ventrogluteal memiliki ketebalan yang relatif
konsisten, yaitu: 3.75 cm dibandingkan dengan 1-9 cm pada lokasi dorsogluteal, sehingga
memastikan bahwa ukuran jarum 21G akan menembus area otot gluteus medius.
 Vastus lateralis adalah otot paha depan terletak di sisi luar tulang paha. Lokasi ini umunya
dipilih pada pasien anak-anak. Risiko yang terkait dengan otot ini adalah cedera pada nervus
femoralis dan atrofi otot dikarenakan suntikan yang sering. Beyea dan Nicholl (1995)
mengemukakan bahwa situs ini aman untuk pasien anak-anak sampai usia tujuh bulan.
 Musculus Rektus femoris adalah otot paha anterior yang jarang digunakan, tetapi mudah
dicapai jika menyuntik diri sendiri atau untuk bayi.

TEKNIK INJEKSI

Sudut masuk jarum dapat berkontribusi pada nyeri yang dirasakan pasien.Suntikan intramuskular
harus dilakukan dengan sudut 90° untuk memastikan jarum mencapai otot, dan mengurangi rasa
sakit.Tangan non dominan diposisikan dekat dengan lokasi penyuntikan, berguna untuk fiksasi
lokasi dan meningkatkan akurasi situs. Oleh karena itu, untuk memastikan suntikan masuk
dengan sudut yang tepat, penyuntikan dimulai dengan bantalan telapak tangan (yang dekat
dengan pergelangan) diletakan pada ibu jari tangan non-dominan, dan memegang suntik antara
ibu jari dan jari telunjuk, selanjutnya dorong masuk jarum ke dalam kulit dengan tegas dan
akurat pada sudut yang tepat.

Untuk rute Intravena perlunya pembendungan vena untuk memunculkan vena ke superfisial
sehingga akan mempermudah penyuntikan. Dan jika perlunya suntikan yang sering dan
berkelanjutan, perlu dipertibangkan untuk pemasangan kanul bercabang (three way).

Ilustrasi sudut saat melakukan Injeksi


Teknik Z
Teknik Z awalnya diperkenalkan untuk obat yang meninggalkan noda pada kulit atau
menyebabkan iritasi.Sekarang ini direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai obat
Intramuskular dan diyakini dapat mengurangi rasa sakit, serta kejadian kebocoran.

Ilustrasi dari teknik Z


Pada teknik suntikan ini, kulit ditarik ke salah satu sisi pada lokasi yang dipilih. Dengan ini kulit
dan jaringan subkutan bergerak sekitar 1-2 cm. Penting untuk diingat, bahwa kulit yang bergerak
akan mengalihkan perhatian dari tujuan jarum yang akan disuntikan. Oleh karena itu, setelah
lokasi permukaan pertama kali diidentifikasi, selanjutnya adalah memvisualisasikan otot yang
akan menerima suntikan, dan arah tujuan ke lokasi itu, bukan tanda pada kulit. Jarum
dimasukkan dan suntikan diberikan.Biarkan sepuluh detik sebelum mencabut jarum untuk
memungkinkan obat untuk berdifusi ke otot.Setelah jarum dicabut, kulit yang tadinya ditarik
sekarang dapat dilepaskan. Jaringan kemudian akan menutup deposit obat dan mencegah
kebocoran. Menggerak-gerakan ekstremitas setelah penyuntikan diyakini membantu penyerapan
obat dengan meningkatkan aliran darah ke lokasi tersebut.

PROSEDUR ASPIRASI SEBELUM INJEKSI

Meskipun aspirasi tidak lagi direkomendasikan untuk suntikan Subkutan, aspirasi harus
dilakukan pada suntikan Intramuskular. Jika jarum masuk dalam pembuluh darah, obat akan
diberikan secara intravena dan dapat menyebabkan embolus sebagai akibat dari komponen obat.
Setelah penyisipan ke dalam otot, aspirasi harus dipertahankan selama beberapa detik untuk
memungkinkan darah muncul, terutama jika diameter jarum kecil.Jika darah yang tersedot, jarum
suntik harus dibuang dan obat baru yang disiapkan.Jika darah tidak tersedot, lanjutkan untuk
menyuntikkan obat dengan tingkatan sekitar 1 ml setiap sepuluh detik.Suntikan yang lambat ini
memungkinkan waktu untuk serat otot untuk memperluas dan menyerap cairan.Ada beberapa
obat yang harus menunggu sepuluh detik sebelum jarum dapat ditarik keluar, untuk
memungkinkan obat untuk berdifusi ke otot.Jika ada rembesan dari lokasi, tekan lokasi suntikan
menggunakan kasa.Rekatkan plester kecil pada lokasi penyuntikan. Pijatan atau menggosok
setelah penyuntikan sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan obat bocor dari lokasi
masuknya jarum dan akan mengiritasi jaringan sekitar.

Aspirasi pada suntikan Intravena berguna untuk memastikan jarum telah masuk ke dalam
pembuluh vena, maka berbeda dengan Intramuskular pada suntikan Intravena yang diharapkan
adalah tersedotnya darah

PEMBERSIHAN KULIT SEBELUM INJEKSI

Meskipun diketahui bahwa membersihkan lokasi dengan kapas alkohol sebelum suntikan
parenteral mengurangi bakteri, ada perdebatan dalam prakteknya. Pembersihan dengan
menggunakan alkohol sebelum penyuntikan insulin Subkutan akan membuat kulit mengeras oleh
alkohol. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembersihan tersebut tidak selalu
diperlukan dan bahwa kurangnya persiapan kulit tidak mengakibatkan infeksi.

30 detik untuk membersihkan, 30 detik menunggu alkohol kering

Beberapa ahli percaya bahwa jika pasien secara fisik telah membersihkan kulitnya dengan baik
dan tenaga medis mempertahankan standar yang tinggi dalam kebersihan tangan dan asepsis
selama prosedur, pembersihan kulit sebelum suntikan Intramuskular tidak perlu dilakukan.Jika
pembersihan kulit diputuskan untuk dilakukan, kulit harus dibersihkan dengan kapas alkohol
selama 30 detik, dan kemudian dibiarkan kering selama minimal 30 detik.Selain itu, jika
suntikan diberikan sebelum alkohol mengering, tidak hanya dapat meningkatkan rasa sakit bagi
pasien, bakteri belum benar-benar tidak aktif dan dapat masuk ke dalam tempat suntikan.

PERALATAN INJEKSI

Untuk penyuntikan Intramuskular, jarum harus cukup panjang untuk menembus otot dan masih
memungkinkan seperempat jarum untuk tetap di luar kulit. Ukuran yang paling umum untuk
suntikan Intramuskular adalah nomor 21G (hijau) atau 23G (biru) dengan panjang 1,25-2 inchi.
Pada pasien gemuk yang memiliki banyak jaringan adiposa, jarum yang lebih panjang diperlukan
untuk memastikan suntikan mencapai otot sasaran. Cockshott et al (1982) menemukan bahwa
pada lokasi dorsogluteal, wanita memiliki jaringan adiposa hingga 2,5 cm lebih banyak dari pada
laki-laki, oleh karena itu dengan menggunakan jarum nomor 21G dengan panjang 1,5 inci (hijau)
hanya akan mencapai otot gluteus maximus pada 5% perempuan dan 15% laki-laki.

Beyea dan Nicholl (1995) merekomendasikan jarum harus diganti setelah pengambilan obat,
untuk memastikan bahwa jarum itu kering dan tajam.Pada pengambilan obat yang berasal dari
botol kaca, jarum yang mempunyai penyaring dianjurkan untuk digunakan, hal ini menghindari
potensi terhisapnya pecahan kaca yang masuk ke obat.Jika obat dari ampul plastik, jarum dapat
tumpul.Begitu juga pada penusukan karet penutup obat. Jarum yang tumpul itu dapat
menyebabkan trauma jaringan lokal, dan kontaminasi obat selama persiapan akan meningkatkan
sensitivitas jaringan, dan akibatnya nyeri bagi pasien.

Ukuran barel suntik ditentukan oleh jumlah cairan yang diperlukan untuk mengisi obat.Untuk
suntikan kurang dari 1 ml, barel suntik kecil (dosis rendah) harus digunakan untuk memastikan
dosis yang akurat. Untuk suntikan dari lebih 5 ml, disarankan agar dosis dibagi sama rata untuk
dua lokasi penyuntikan.

Sarung tangan dan Apron


Ada kebijakan di beberapa institusi yang mengharuskan penggunaan sarung tangan dan celemek
selama prosedur suntikan untuk perlindungan.Tetapi harus diingat bahwa sarung tangan dapat
melindungi tenaga medis dari cairan tubuh atau alergi, tetapi tidak untuk perlindungan terhadap
luka tusuk jarum.

Beberapa orang akan canggung saat menggunakan sarung tangan dalam melaksanakan prosedur,
terutama jika pertama kali melaksanakan prosedur itu. Tetapi perlu lebih berhati-hati jika
mempersiapkan dan memberikan suntikan tanpa sarung tangan untuk memastikan bahwa
tumpahan obat tidak terjadi.Jarum langsung dibuang ke pembuangan setelah prosedur
selesai.Sadarilah bahwa jarum bisa jatuh dari nampan ke seprai ketika memposisikan pasien
selama prosedur dan mungkin secara tidak sengaja menyebabkan cedera tertusuk jarum suntik
baik staf maupun pasien.

Celemek dapat dipakai untuk melindungi seragam dari tumpahan selama persiapan obat dan
untuk mencegah transfer organisme antara pasien. Selanjutnya membuang celemek setelah
prosedur untuk memastikan tumpahan tidak kontak dengan kulit tenaga medis.

MENGURANGI RASA SAKIT SAAT INJEKSI

Pasien sering takut untuk disuntik karena mereka menganggap bahwa suntik itu sakit.Rasa sakit
dari suntikan Intramuskular dapat menjalar ke reseptor nyeri di kulit, atau reseptor tekanan di
otot. Torrance (1989) mencantumkan sejumlah faktor yang menyebabkan rasa sakit:

 Jarum
 Komposisi kimia dari obat.
 Teknik
 Kecepatan suntikan.
 Volume obat.

Dengan teknik yang baik dan informasi yang sesuai juga sikap tenaga medis yang tenang dan
percaya diri akan membantu untuk mengurangi kecemasan pasien. Teknik pengalihan perhatian
atau modifikasi perilaku dapat berguna, terutama untuk program pengobatan yang panjang, juga
persiapan yang dilakukan tidak terlihat oleh pasien dapat mengurangi kecemasan.

Tenaga medis perlu menyadari bahwa pasien dapat saja mengalami sinkop atau pusing setelah
suntikan rutin. Dengan memastikan riwayat respon pasien terhadap suntikan dan memastikan
lingkungan aman, akan mengurangi risiko cedera. Yang paling rentan untuk terjadinya pingsan
adalah kelompok umur remaja.

KOMPLIKASI INJEKSI

Komplikasi yang terjadi sebagai akibat dari infeksi dapat dicegah dengan tindakan aseptik ketat
dan praktek cuci tangan yang baik.Abses steril dapat terjadi sebagai hasil dari seringnya suntikan
diberikan pada satu lokasi atau miskinnya aliran darah lokal.Lokasi yang edema atau lumpuh
memiliki kemampuan yang terbatas untuk menyerap obat dan tidak boleh digunakan sebagai
lokasi penyuntikan.

Pemilihan lokasi yang hati-hati akan mengurangi kemungkinan cedera saraf, suntikan intravena
dan embolus yang dihasilkan dari komposisi obat. Rotasi sistematis dari lokasi akan mencegah
miopati atau lipohipertrofi. Ukuran jarum yang tepat dan pemilihan loksi pada lokasi
ventrogluteal, akan memastikan bahwa obat disuntik ke otot, bukan jaringan adiposa.
Penggunaan teknik Z akan mengurangi rasa sakit dan perubahan warna kulit yang terkait dengan
beberapa obat.

TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL 

Setelah obat parenteral telah disuntikan, obat itu tidak dapat diambil kembali.Identifikasi pasien
yang tepat untuk obat yang tepat, dalam dosis yang tepat, pada waktu yang tepat, melalui rute
yang tepat sangat penting untuk mencegah kesalahan pengobatan.Semua obat harus disiapkan
menurut petunjuk pabrik, dan tenaga medis harus memastikan mereka menyadari tindakan,
kontraindikasi dan efek samping obat yang diberikan. 

PEMBERIAN CAIRAN INTRAVENA

DEFINISI PEMASANGAN INFUS


Pemasangan infus merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk memungsi vena
secara transcutan dengan menggunakan stilet tajam yang kaku dilakukan dengan teknik steril
seperti angeocateter atau dengan jarum yang disambungkan dengan spuit (Eni K, 2006).
Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat
atau vitamin ke dalam tubuh pasien (Darmawan, 2008).

 Sedangkan infus adalah memasukkan cairan dalam jumlah tertentu melalui vena
penderita secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu (Azwar, 2008).Sementara itu
menurut Lukman (2007), pemasangan infus intravena adalah memasukkan jarum atau kanula ke
dalam vena (pembuluh balik) untuk dilewati cairan infus/pengobatan, dengan tujuan agar
sejumlah cairan atau obat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka waktu
tertentu. Tindakan ini sering merupakan tindakanlife saving seperti pada kehilangan cairan yang
banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman
diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pemasangan infus adalah sebuah teknik memasukkan
jarum atau kanula kedalam vena untuk memasukkan cairan infus kedalam tubuh.

TUJUAN PEMASANGAN INFUS

Tujuan utama terapi intravena adalah mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan
melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit, memperbaiki
keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian
obat intravena, dan membantu pemberian nutrisi parental (Hidayat, 2008).
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
a. Keuntungan; Keuntungan pemasangan infus intravena antara lain: Efek terapeutik segera
dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat, absorbs total
memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan
pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik data dipertahankan maupun
dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuscular atau
subkutan dapat dihindari sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain
karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.
b. Kerugian; Kerugian pemasangan infus intravena adalah: tidak bisa dilakukan “drug
recall”  dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi,
control pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speed shock” dan komplikasi
tambahan dapat timbul, yaitu: konmtaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam
periode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan
interaksi dari berbagai obat tambahan.

LOKASI PEMASANGAN INFUS


Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan
pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia
subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intaravena.  Daerah tempat infus yang
memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (Vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena
sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median
lengan bawah,dan vena radialis), permukaan dorsal (Vena safena magna, ramus dorsalis).

Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemulihan lokasi pemasangan terapi intravena


mempertimbangkan beberapa factor, yaitu:

a. Umur pasien: misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan
mempengaruhi beberapa lama intravena terakhir
b. Prosedur yang diantisipasi: misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau
mengalami beberapa prosedur seperti pemedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh
apapun
c. Aktivitas pasien: misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat kesadaran
d. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa

tempat-tempat yang optimum (misalnya hiperalimenasi adalah sangat mengiritasi bena-vena


perifer
e. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara
vena; pilih bena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari
distal ke proksimal (misalnya mulai di tangan dan pindah ke lengan)
f. Keetersediaan vena perifer bila sangan sedikit vena yang ada, pemilihan sisi dan rotasi yang
berhati-hati menjadi sangat penting; jika sedikit vena pengganti
g. Terapi intravena sebelumnya: flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk
digunakan, kemotrapi sering membuat vena menjadi buruk (misalnya mudah pecah atau
sklerosis)
h. Pembedahan sebelumnya: jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan
kelenjar limfe yang telah diangkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter
i. Sakit sebelumnya: jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke
j. Kesukaan pasien: jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri
atau kanan dan juga sisi.
 
 CAIRAN INFUS
Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter (2005), cairan intravena (infus)
dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Cairan ersifat isotonis: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairan mendekati serum (bagian cair
dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada
pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki resiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongresif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan
normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
b. Cairan bersifat hipotonis: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (kosentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi,
misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi deuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetic. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakarnial (dalam otak) pada
beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
c. Cairan bersifat hipertonis: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urine, dan mengurangi edema
bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%,
NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5% + Ranger- Lactate.

KOMPLIKASI PEMASANGAN INFUS

Pemasangan infus intravena diberikan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama
tentunya akan meningkatkan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu
flebitis, hematoma, infiltrasi, trombiflebitis, emboli udara (Hinlay, 2006).

a. Flebitis
Inflasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.Kondisi ini
dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah
inersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area inersi atau sepanjang
vena dan pembengkakan.
b. Infiltrasi
Infiltaris terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekililing tempat fungsi
vena.Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di
jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area inersi,
ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali
jika tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang
berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan
memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan
mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus
tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infilrasi.
c. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi.
Iritasi vena bisa  terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang
tinggi (misalnya: Phenytoin, voncomycin, eritromycin dan nafellin).
d. Trombisis
Trombisis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus
berhenti. Trombisis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.
e. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran
balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area
pemasangan/insersi.Occlusiondisebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika
pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.
f. Spasme Vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, aliran berhenti
meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme Vena bisa disebabkan oleh pemberian
darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mgiritasi vena
dan aliran yang terlalu cepat.
g. Reaksi Vasovagal
Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan,
pusing, mual dan penurunan tekanan darah.Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri
kecemasan.
h. Kerusakan Syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditadai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot.Efek lambat yang
bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik
pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar saraf, tendon
danligament

Anda mungkin juga menyukai