Anda di halaman 1dari 83

Judul: Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah

Penulis: Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al Haritsi


Site 1: Salafy Or Id [ http://salafy.or.id/ ]
Site 2: Maktabah As Sunnah [ http://assunnah.cjb.net/ ]

Menepis
Penyimpangan
Manhaj Dakwah
Tanya Jawab Tentang Beragam
Manhaj Baru Dalam Dakwah
Bersama Syaikh DR. Shalih bin Fauzan
bin Abdullah Al Fauzan

M
A
N
H
A
J



Al Ajwibah Al Mufidah An Asilah Al
Manahij Al Jadidah

Daftar Isi
I.

Mukadimah

II.

Rekomendasi Syaikh untuk penerbit risalah ini

III. Tanya jawab tentang berbagai manhaj (metode) dakwah baru


(pertanyaan yang berkenaan dengan manhaj-manhaj baru):
1.

Nasihat bagi pusat-pusat hiburan pada musim panas dan


orang-orang yang larut di dalamnya

2.

Tanggung jawab lembaga dalam pengajaran Al Quran dan As


Sunnah dan meninggalkan perkara-perkara yang tidak ada
faidahnya seperti sandiwara dan nasyid

3.

Maksud Fiqhul Waqi

4.

Menjauhi jamaah-jamaah Islam yang menyelisihi Rasul

5.

Bidah lebih berbahaya daripada maksiat

6.

Barangsiapa berintima dengan jamaah-jamaah


menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah maka dia mubtadi

7.

Hukum jamaah-jamaah (firqah)

8.

Tidak (boleh)
golongan

9.

Peringatan terhadap firqah-firqah yang menyelisihi manhaj


Ahlus Sunnah wal Jamaah

bergabung

dengan

jamaah-jamaah

yang

dan

10. Tidak menyebutkan kebaikan-kebaikan dikala mengkritik dan


memberi peringatan
11. Peringatan terhadap jamaah tabligh
12. Setiap yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jamaah masuk
kategori 72 firqah yang sesat
13. Tidak apa-apa seseorang menamakan Salafi dan tidak ada
aib atasnya
14. Tidak cukup menghafal Al Quran dan hadits-hadits sekadar
untuk berdakwah tapi harus pula mengerti maknamakna(nya) yang benar

15. Tidak akan bisa menegakkan dakwah secara menyeluruh


kecuali ulama. Amar maruf bisa ditegakkan oleh siapa saja
sesuai kemampuannya
16. Sebab-sebab sedikitnya orang
padahal banyak dai dan jamaah

yang

memenuhi

dakwah

17. Dakwah kepada


tauqifiyah

sarana-sarananya

adalah

Allah

dan

18. Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam menasihati para


pemimpin. Mengumumkan kesalahan mereka di atas mimbar
bukanlah termasuk nasihat dan bukan pula berasal dari
manhaj Salaf
19. Tidak ada kewajiban untuk seimbang (muwazanah) dalam
mengkritik (bahkan) tidak boleh menyebutkan kebaikankebaikan para penyesat dan orang yang mempunyai prinsipprinsip yang merusak dan penuh syubhat. Disebutkan juga
sebagian contoh perkataan ahlul ahwa
20. Pengingkaran terhadap perkataan Hasan Al Banna:
Perselisihan kita dengan orang-orang yahudi bukanlah
masalah dien.
21. Pengingkaran terhadap orang-orang yang membaca koran
dan majalah di masjid merupakan bagian dari bab
kemungkaran yang ada di dalamnya walaupun pelakunya
seorang dai dan besarnya hukuman bagi orang yang
memasukkan gambar ke masjid serta penjelasan tentang
kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan akibat perbuatan itu
22. Membantah kesalahan-kesalahan koran yang terdapat dalam
koran
23. Membantah perkataan yang disandarkan kepada
Ahmad bahwa beliau shalat di belakang jahmiyah

Imam

24. Larangan menisbatkan kepada jamaah-jamaah, kelompokkelompok


dan
golongan-golongan
serta
wajib
memperingatkan bahayanya
25. Larangan taashub kepada salah satu madzhab atau salah
satu orang alim kecuali sesuai dalil dan menghormati ulama,
mengenal keutamaan serta kedudukan mereka

26. Penuntut ilmu yang masih pemula agar menjauhkan diri dari
mendatangi majelis-majelis ilmu yang masih terdapat
syubhat
27. Nasihat untuk para pemuda yang dikuasai hawa nafsu dan
taashub terhadap golongan
28. Kebodohan Muhammad Surur Zainal Abidin terhadap sunnah
dan penyebutan sebagian perkataannya yang merendahkan
kitab-kitab akidah dan permusuhannya terhadap sunnah
dengan lafazh-lafazh yang buruk dan upaya pengkafirannya
terhadap orang lain dengan sebab (orang lain tersebut)
berbuat maksiat
29. Sikap terhadap kitab Minhajul Anbiya
30. Larangan membuat sandiwara dan nasyid-nasyid di pusatpusat hiburan pada musim panas yang semacam ini
merupakan syiar orang-orang kafir
31. Tidak boleh membicarakan para pemimpin negara dan
mencerca mereka. Hal demikian menyebabkan (umat) tidak
mau mendengar dan taat dalam perkara-perkara yang baik
(sekalipun). Perbuatan itu bukan berasal dari manhaj Salaf
Ash Shalih melainkan manhaj khawarij
32. Makna La ilaha illallah menurut Muhammad Quthub dan
bantahannya
33. Bantahan terhadap anggapan bahwa dakwah Al Imam Al
Mujaddid Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah
dakwah golongan dan penjelasan antara dakwah Salafiyah
dengan dakwah Hasan Al Banna (pengikut tarekat al hishafi
dan Muhammad Ilyas Ash Shufi)
34. Bantahan terhadap orang yang membedakan antara Thaifah
Al Manshurah dengan Firqah An Najiyah
35. Kewajiban menjelaskan bahaya golongan-golongan, jamaahjamaah dan kelompok-kelompok terhadap manusia adalah
kewajiban ulama
36. Peringatan berkenaan dengan menyaksikan pertandingan
sepak bola
37. Benar dan salahnya manhaj seseorang berakibat masuk
surga atau neraka

38. Tidak dibolehkan membaca kitab-kitab ahlul bidah dan


mendengarkan kaset-kaset mereka
39. Sebagian sifat-sifat Firqah An Najiyah Al Manshurah
40. Bagaimanakah bila seorang murid menasihati gurunya?
41. Nasihat bagi para penuntut ilmu pemula dan hendaknya
menjadi seorang murid ulama terpecaya dalam akidah, ilmu
dan nasihat mereka. Dimulai dari mempelajari kitab-kitab
yang ringkas dan batasan yang benar tentang orang yang
dikatakan alim
42. Penjelasan perihal istilah Kebangkitan
(komentar) tentangnya pada catatan kaki

Islam

dan

taliq

43. Wajib memperingatkan dari manhaj-manhaj yang menyelisihi


manhaj Salaf dan penegasan atas yang demikian
44. Syarat mendahulukan mencari ilmu sebelum berdakwah di
jalan Allah Taala
45. Peringatan terhadap kitab-kitab yang berisi golongangolongan dan jamaah-jamaah bukan sikap perintangan bagi
dai. Dan penyebutan sebagian contoh perkataan para dai
yang penuh syubhat yang ditutupi dengan pakaian sunnah
seperti Al Maududi, Muhammad Surur, Hasan Al Banna,
Sayyid Quthub dan At Turabi serta orang-orang yang
mengikuti langkah mereka di negeri kita dan yang memujimuji mereka
46. Peringatan bagi para pemuda dalam berteman dengan ahlul
bidah dan orang-orang yang mempunyai manhaj yang
merusak dan keharusan menjauhi mereka dan kitab-kitabnya
47. Cara syari menasihati pemimpin negara

Mukadimah
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah. Kami memujinya,
memohon pertolongan-Nya dan memohon ampunan kepada-Nya.
Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan kejelekan
amal-amal kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka
tidak ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan oleh
Allah maka tak akan ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya.
Saya bersaksi bahwa tak ada tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah semata yang tak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa
Muhammad itu hamba dan utusan-Nya.
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan
sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kalian mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran : 102)
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Allah
menciptakan
isterinya
dan
daripada
keduanya
Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu. (QS. An Nisa : 1)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah
mendapat kemenangan yang besar. (QS. Al Ahzab : 70-71)
Adapun setelah itu maka segala puji hanyalah milik Allah yang telah
menjadikan utusan-utusan dari Ahlul Ilmi pada setiap jaman.
Yang menyeru terhadap orang-orang yang sesat kepada petunjuk dan
bersabar atas cacian dan cercaan dari mereka. Dengan Kitabullah
mereka menghidupkan orang yang telah mati (hatinya) dan selalu
memerangi orang-orang yang buta (hati) dengan nur Allah. Berapa
banyak orang yang (hatinya) telah terbunuh oleh iblis lalu dihidupkan
oleh mereka. Berapa banyak orang yang tersesat lalu ditunjukkan oleh
mereka. Maka alangkah bagusnya pengaruh mereka terhadap manusia
dan alangkah buruknya sikap manusia kepada mereka. Mereka
menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang ghuluw (berlebihan)

dalam Kitab Allah. Dan penyelewengan orang-orang yang batil serta


takwilnya orang-orang yang bodoh1.
Di antara mereka adalah syaikh kami yang utama, Asy Syaikh Shalih
bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hafidhahullah. Di jaman yang di
dalamnya terjadi benturan-benturan berbagai gelombang madzhab
yang membinasakan. Banyak sekali dai-dai bidah, pembuat fitnah dan
kesesatan serta orang-orang yang memiliki syubhat. Dari sana muncul
buku atau majalah-majalah dengan mengatasnamakan sunnah
sehingga menjadikan bingung para penuntut ilmu. Cukuplah menjadi
bukti bahwa yang mereka lakukan hanya menjadikan agama umat
kacau.
Maka Fadhilah Asy Syaikh menjelaskan kepada para penuntut ilmu
sesuatu yang mereka butuhkan berupa penjelasan sunnah. Dan beliau
menyingkap
syubhat-syubhat
yang
menimpa
jalan
mereka.
Membantah terhadap dai-dai yang mempunyai manhaj (metode) yang
membinasakan. Serta kepada siapa saja yang menyelisihi Al Kitab dan
As Sunnah dan manhaj Salaf Ash Shalih dengan dalil-dalil,
keterangan-keterangan dan penjelasan yang memuaskan. Yang
demikian itu terangkum dalam jawaban beliau (Syaikh Shalih bin
Fauzan bin Abdullah Al Fauzan) atas pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan kepadanya waktu pelajaran musim panas tahun 1413 H di
Thaif.
Sungguh pelan-pelan saya berusaha merekamnya dan merapikan
susunannya. Kemudian saya selesaikan dengan bantuan saudarasaudara saya. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikannya.
Saya kumpulkan dan saya perhatikan salinan rekaman itu. Saya
berusaha menjelaskan ayat-ayat, hadits-hadits dan atsar-atsarnya.
Saya komentari (taliq) pada sebagian pembahasan yang dipandang
perlu untuk dikomentari dengan keterangan yang sesuai dengannya.
Dan ini bukanlah sikap menandingi syaikh kami. Tidak, demi Allah.
Bahkan yang demikian itu merupakan bagian dari catatan kaki atas
matan (teksnya) sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab Salaf.
Dan alhamdulillah ada ulama Salaf yang telah mendahului sikap saya
ini.
Sungguh saya melihat dan mendapati dalam diri saya keinginan yang
sangat kuat untuk menyebarkan kitab ini. Merupakan ketamakan dari
saya untuk menyebarkan ilmu dan manhaj Salaf. Selain itu lantaran
para pemuda yang tengah menuntut ilmu pun membutuhkan
pembahasan-pembahasan seperti ini. Dan tentu saja arahan-arahan
1

Ar Rad alal Jahmiyah karya Imam Ahmad Rahimahullah halaman 85.

ini sangat berharga. Engkau akan menemuinya --wahai saudaraku


pencari ilmu dan kebenaran-- dan engkau akan menyatakan kepadaku
atas risalah ini --Insya Allah-- bahwa jawaban-jawaban dan
pengarahan-pengarahan ini sangat baik untuk saat-saat sekarang.
Setelah saya merapikan susunan kitab ini lalu saya perlihatkan kepada
Fadhilah Asy Syaikh Shalih Al Fauzan --mudah-mudahan Allah
menjaganya dan menjadikan kita untuk mengambil manfaat ilmunya-maka
beliau
menelitinya,
memperbaiki
yang
tidak
benar,
menggabungkan tulisan yang masih belum tepat dan membuang
kalimat yang perlu dibuang. Kemudian beliau memberi ijin kepadaku
dengan sekelumit kata untuk penyebarannya sebagaimana yang akan
engkau lihat. Mudah-mudahan manfaat kitab ini bisa merata.
Segala puji hanya milik Allah atas taufik-Nya. Saya tidak menganggap
diri saya sebagai ahli ilmu atau berlomba dengan ulama dalam
penulisan dan penyebaran kitab. Tetapi semata-mata dalam upaya
menyebarkan dakwah Salafiyah. Dan Allah (Maha Mengetahui) dibalik
semua maksud ini. Sebagaimana saya mohon kepada Allah Yang Maha
Agung, Rabb yang mempunyai Arsy dan Maha Mulia supaya
menjadikan amalanku semata-mata karena Wajah-Nya yang mulia
dan tidak menjadikan amalanku sebagai amalan yang populer dan
tampak (riya).
Mahasuci Engkau, Ya Allah, Rabb kami dengan memuji-Mu saya
bersaksi bahwa tak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau.
Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.
Telah diucapkan dan ditulis oleh hamba yang mengharap kepada
ampunan Rabnya, Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al Haritsi pada hari
Senin, 7 Rabiul Awal 1414 H di Thaif.

Rekomendasi Syaikh Untuk Penerbitan


dan Penyebaran
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Taala. Dan setelah itu:
Sungguh, saya telah membaca risalah yang berjudul JawabanJawaban yang Berfaidah Tentang Masalah-Masalah Manhaj
Baru. Risalah ini diringkas oleh saudara Abu Abdillah Jamal bin
Farihan Al Haritsi yang merupakan jawaban-jawaban atas pertanyaan
para mahasiswa dalam beberapa kuliah yang saya sampaikan di Thaif.
Dan saya juga telah membaca komentar-komentarnya atas risalah ini.
Sungguh, komentar (taliq)nya telah mencukupi. Dan saya ijinkan
untuk menerbitkan dan menyebarkannya. Mudah-mudahan Allah
Subhanahu wa Taala menjadikan risalah ini bermanfaat untuk
manusia.
Shalawat dan salam Allah atas Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi
wa Sallam, keluarganya dan shahabat-shahabatnya.
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan

Tanya Jawab Tentang Berbagai Manhaj


(Metode) Dakwah Baru
1.

Tanya: Apa nasihat Anda bagi teman-teman yang terlibat sebagai


panitia di markas-markas (lembaga-lembaga) dakwah
apabila waktu beraktifitas di markas dakwah bersamaan
dengan waktu untuk belajar kepada para ulama dan
masyayikh? Apakah mereka tetap di markas ataukah
menghadiri taklim? Nasihatilah dengan rinci karena
pembicaraan tentang ini di kalangan para pemuda begitu
banyak.
Jawab: Markas adalah tempat mengajari dan mendidik para
penuntut ilmu. Maka orang-orang yang beraktifitas di
markas yang menyusun program dakwah agar tetap hadir
di masjid untuk mengikuti ceramah dan pelajaran. Karena
menghadiri taklim adalah sebagian dari tugas yang ada di
markas itu. Waktu yang mereka pergunakan di markas
mereka pakai untuk menghadiri ceramah-ceramah di
masjid, ini lebih utama. Bagi mereka hadir di masjidmasjid dan rumah Allah Taala untuk mendengarkan ilmu
lebih utama daripada di markas.
Jadi wajib bagi para aktivis yang ada di markas menyusun
program-program
sedemikian
rupa
hingga
bisa
memanfaatkan waktu dari program tersebut untuk
menghadiri ceramah-ceramah di masjid. Dengan cara itu
tidaklah akan bertumbukan antara beraktifitas di markas
dengan program taklim di masjid. Ini adalah sebagian
tujuan dari adanya markas dakwah sebagaimana telah
kami sebutkan.

2.

Tanya: Banyak markas (lembaga) dakwah memiliki programprogram yang bertentangan dengan syariat seperti acara
sandiwara, nasyid-nasyid dan sebagainya. Bagaimana
pendapat Anda tentang hal ini?
Jawab: Orang-orang yang bekerja di markas (lembaga) dakwah
berkewajiban melarang suatu program yang tidak ada
faidahnya atau yang membahayakan bagi penuntut ilmu.
Hendaklah mereka diajari Al Quran, Al Hadits dan fiqih.
Untuk mempelajari hal itu saja sudah cukup menyibukkan
apalagi dengan yang lainnya. Demikian juga hendaknya

10

mereka diajari ilmu yang dibutuhkan untuk dunia mereka


seperti ilmu khath (tulis-menulis), ilmu hisab (ilmu hitung)
dan ketrampilan-ketrampilan lainnya yang bermanfaat.
Adapun sesuatu yang mereka namakan hiburan (seperti
yang ditanyakan) adalah kenyataan (waqi) yang tidak
boleh ada dalam program dakwah.
3.

Tanya: Saya ingin penjelasan apa yang dimaksud Fiqh Al Waqi


karena lafazh ini telah dimutlakkan (tanpa batas). Yang
saya inginkan adalah lafazh secara bahasa.
Jawab: Mereka berkata, bagian dari sesuatu yang sulit adalah
menjelaskan sesuatu yang sudah jelas. Memahami
sesuatu yang diperintahkan dan disenangi adalah
memahami Al Kitab dan As Sunnah, inilah pemahaman
yang diperintahkan. Adapun memahami bahasa adalah
bagian dari perkara yang dibolehkan dan diperintahkan
manusia untuk memahaminya. Mempelajari bahasa adalah
engkau mengerti makna kalimat, pecahan-pecahannya,
huruf-hurufnya dan lainnya. Ini dinamakan Fiqh Al
Lughah. Seperti Kitab Fiqh Al Lughah Litsaalabi dan
lain-lainnya. Hal ini merupakan bagian yang saling
melengkapi dalam mempelaiari bahasa. Adapun Al Fiqh
apabila dimutlakkan seperti firman Allah Subhanahu wa
Taala:
Supaya mereka memahami agama.
Sebagaimana hadits:
Barangsiapa yang Allah (Taala) kehendaki padanya
kebaikan maka Allah pahamkan ia dalam agama2.
Dan firman Allah:
Maka mengapa orang-orang (munafik) itu hampir-hampir
tidak memahami pembicaraan3.
Di ayat lain Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Tetapi orang-orang munafik itu tidak paham4.

HR. Bukhari 71 dan Muslim 1037.

Surat An Nisa : 78.

Surat Al Munafiqun : 7.

11

Yang dimaksud adalah memahami dien dengan mengenal


hukum-hukum syari. Ini yang diperintahkan dan
diwajibkan atas kaum Muslimin untuk memperhatikan
serta mempelajarinya.
Tetapi menurut mereka yang dimaksud dengan Fiqh Al
Waqi bukanlah Fiqh Al Lughah melainkan hanya
kesibukan
dalam
perkara-perkara
politik
dan
membangkitkan semangat berpolitik. Adapun Fiqh Al
Ahkam (ilmu-ilmu hukum) mereka namakan dengan ilmu
juziyat (perkara-perkara parsial) seperti ilmu-ilmu haidh
dan nifas. Mereka memburuk-burukkannya sehingga
membuat orang lari darinya (enggan mempelajarinya,
ed.).
4.

Tanya: Kami sering mendengar berbagai macam jamaah Islam


pada jaman ini di seluruh penjuru dunia, apakah ini sesuai
dengan syariat? Bolehkah pergi dan bergabung bersama
mereka apabila di dalamnya tidak ada bidah?
Jawab: Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengabarkan
dan menjelaskan kepada kita bagaimana seharusnya
beramal. Tidaklah beliau meninggalkan bagi umatnya
sesuatu yang bisa mendekatkan kepada Allah melainkan
beliau pasti jelaskan. Dan beliau tidaklah meninggalkan
sesuatu yang bisa menjauhkan umatnya dari Allah
Subhanahu wa Taala melainkan telah beliau jelaskan
pula5.
Berkaitan dengan ini Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda:
Sesungguhnya orang-orang yang hidup dari kalian akan
melihat perselisihan yang banyak.
Akan tetapi bagaimana jalan keluarnya? Beliau Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda:
Wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan
sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk

Syaikh --hafizhahullah-- mengisyaratkan kepada hadits yang shahih dari Nabi


Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika beliau bersabda:
Tidaklah saya meninggalkan sesuatu yang bisa mendekatkan kalian kepada Allah
Subhanahu wa Taala melainkan telah saya perintahkan kalian dengannya.
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam Marifatu As Sunnah wa Al Atsar
1/20 dan Abdurrazak dalam Al Mushannaf 11/125.

12

sesudahku. Pegangi dan gigitlah dengan gigi geraham


kuat-kuat. Hati-hatilah kalian dengan perkara-perkara
yang baru. Karena setiap perkara yang baru (dalam dien)
adalah bidah dan setiap bidah adalah sesat6.
Jadi jamaah-jamaah ini7 jika berada dalam petunjuk Rasul
dan shahabatnya, Khulafaur Rasyidin dan generasigenerasi yang utama maka kami bersama jamaah ini.
Kami menisbatkan kepadanya dan beramal bersama
mereka. Sedangkan jamaah yang menyelisihi petunjuk
Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam kami akan
menjauhinya walaupun dinamakan jamaah Islam.
Ibrah bukan dengan nama semata melainkan dengan
hakikatnya. Ada nama-nama yang sering dibesarbesarkan tetapi kenyataannya adalah kering tak ada
manfaatnya atau bahkan batil.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Umat yahudi telah berpecah menjadi tujuh puluh satu
golongan, umat nashara telah berpecah menjadi tujuh
puluh dua golongan dan umat ini akan berpecah menjadi
tujuh puluh tiga golongan. Semuanya akan masuk neraka
kecuali satu. Kami bertanya: Siapakah dia, wahai
Rasulullah? Beliau menjawab: Yang aku dan shahabatku
ada padanya8.
Jadi jalan yang jelas , jamaah yang memiliki tandatanda ini kami bersamanya yaitu yang mengikuti
sunnahku dan sunnah shahabatku. Maka itulah jamaah
Islam yang sebenarnya. Adapun yang menyelisihi manhaj
(sistem) ini dan berjalan di atas manhaj yang lain
bukanlah bagian dari kami dan kami berlepas diri dari
mereka. Demikian juga kami tidak menisbatkan kepada
mereka dan mereka tidaklah berhubungan dengan kami.
6

Hadits shahih dikeluarkan oleh Abu Daud 4607 dan At Tirmidzi 2676.

Setiap yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah dan manhajnya Salaf Ash Shalih
kami namakan sebagai Al Firaq (firqah). Inilah nama yang syari baginya.
Sebagaimana telah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebutkan dalam hadits
tentang perpecahan tersebut. Adapun jamaah-jamaah itu tidak ada kecuali jamaatul
muslimin sebagaimana yang diisyaratkan hadits tersebut. Wallahu alam.
8

Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam At Tirmidzi 2641, Imam Hakim, kelengkapan
takhrijnya ada pada nomor 93.

13

5.

Tanya: Manakah yang lebih pedih siksanya maksiat atau bidah?


Jawab: Yang berbuat bidah (mubtadi) lebih berat siksanya.
Karena bidah lebih berbahaya daripada maksiat. Bidah
lebih disukai setan dibanding maksiat. Sebab pelaku
maksiat masih bisa diharap untuk bertaubat karena dia
merasa berdosa dan tahu bahwa dirinya berbuat maksiat9.
Berbeda
dengan
ahli
bidah,
sedikit
sekali
kemungkinannya untuk bertaubat. Karena mubtadi
menyangka kalau dirinya di atas kebenaran dan
menyangka bahwa dirinya orang yang taat serta di atas
ketaatan. Karena itu --naudzubillah-- bidah lebih
berbahaya daripada maksiat. Para ulama Salaf Ash Shalih
senantiasa memperingatkan tentang bahayanya duduk
dengan ahli bidah10. Sebab mereka memberikan
pengaruh kepada orang yang duduk bersamanya dan
bahayanya sangat besar. Jadi tidak ada keraguan bahwa
bidah lebih berbahaya daripada maksiat. Ahlu bidah lebih
berbahaya atas manusia dibanding orang yang berbuat
maksiat11.

Telah berkata Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah: Bidah lebih dicintai oleh iblis
daripada maksiat sebab maksiat bisa diharap untuk bertaubat sedangkan bidah
tidak. (Majmu Fatawa 11/472)

10

Telah berkata Hasan Al Bashri Rahimahullah: Janganlah kalian duduk bersama


ahlu bidah karena akan menjadikan hatimu berpenyakit. (Lihat Al Itisham oleh
Imam Asy Syatibi 1/172 tahqiq Salim Al Hilali dan Kitab Al Bidau wa Nahyu Anha
oleh Ibnu Wadhah halaman 54)
Imam Asy Syatibi Rahimahullah telah berkata (158): Sesungguhnya kelompok yang
selamat (Firqah An Najiyah) --mereka itu Ahlus Sunnah-- diperintahkan untuk
memusuhi ahlul bidah, mengusir mereka dan memberi hukuman kepada orang yang
condong kepada mereka dengan dibunuh atau hukuman lainnya.
Sungguh para ulama telah memperingatkan tentang bahayanya berteman dan
bermajlis dengan ahlul bidah. Saya (Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al Haritsi)
berkata: Mudah-mudahan Allah merahmati ulama Salaf, tidaklah mereka
meninggalkan ahlul bidah dan bidah itu melainkan mereka telah mencabut dan
memperingatkan akan bahayanya.

11

Syaikh Al Islam Rahimahullah berkata tentang bahayanya ahlul bidah: Kalau


sekiranya Allah tidak menegakkan seseorang untuk menolak bahaya mereka (ahlu
bidah) tentu rusaklah dien ini. Kerusakannya sangat besar daripada kerusakan yang
ditimbulkan musuh Islam dari kalangan ahlu harbi (orang-orang kafir yang
memerangi kaum Muslimin). Orang-orang kafir yang menguasai kaum Muslimin,
mereka tidak merusak hati dan ajaran-ajaran dien yang ada di dalamnya melainkan
hanya menundukkan zhahirnya. Adapun ahlul bidah merusak hati. (Majmu
Fatawa 28/232)
Beliau Rahimahullah berkata juga (20/103): Ahlu bidah lebih berbahaya daripada
ahlu maksiat yang mengumbar syahwatnya, berdasarkan sunnah dan ijma.

14

6.

Tanya:

Apakah orang yang berintima (cenderung) kepada


jamaah-jamaah itu dianggap sebagai ahlu bidah?

Jawab: Tergantung pada keadaan jamaah-jamaah tersebut .


Jamaah yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah maka
jika seseorang berintima padanya dianggap sebagai ahlu
bidah12.
7.

Tanya:

Bagaimana pendapat
tersebut secara umum?

Anda

tentang

hukum

jamaah

Jawab: Setiap sesuatu yang menyelisihi jamaah Ahlus Sunnah itu


adalah salah. Tidak ada pada kami melainkan hanya satu
jamaah saja yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah13.

12

Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid dalam kitabnya, Hukmu Al Intima ila Al
Firaq wa Al Ahzab wa Jamaah Al Islamiyah (halaman 96-97) berkata: Tidak
boleh mengangkat seseorang untuk umat lalu umat itu diseru untuk mengikuti
tarekat, berwala (loyal) dan bermusuhan di atas jalan tersebut kecuali Nabi dan
Rasul, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka barangsiapa yang
mengangkat selain beliau atas dasar tersebut, orang ini sesat dan mubtadi.
Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata dalam Al Fatawa: Tidak ada
hak bagi siapa pun untuk mengangkat seseorang bagi umat lalu dia menyeru kepada
tarekatnya, berwala dan bermusuhan di atas jalan itu kecuali Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam. Tidak boleh mengangkat perkataan untuk umat ini, berwala dan
bermusuhan di atas perkataan itu kecuali perkataan Allah dan Rasul-Nya dan apa
yang telah disepakati (ijma) oleh umat ini. Sikap ini adalah perbuatan ahlu bidah
yakni mengangkat seseorang dan perkataannya kemudian seseorang dan
perkataannya itu mereka gunakan untuk memecah belah umat ini. Mereka berwala
berdasarkan perkataan atau penisbatan itu demikian juga jika mereka bermusuhan.
Syaikh Bakar berkata setelah menukil perkataan Syaikh Al Islam ini: Keadaan
seperti inilah yang menimpa kebanyakan jamaah dan golongan pada saat ini. Mereka
mengangkat seseorang sebagai pemimpin lalu berwala pada pemimpin-pemimpin
tersebut dan saling bermusuhan dengan musuh-musuh mereka. Pemimpin-pemimpin
tersebut ditaati dalam setiap fatwanya tanpa merujuk kepada Al Kitab dan As
Sunnah, tanpa bertanya tentang dalil-dalil yang digunakan para pemimpin tersebut
di kala berfatwa. (Dinukil dari Kitab Hukmu Al Intima ila Al Firaq wa Al Ahzab
wa Al Jamaah Al Islamiyah)
13

Mereka adalah Thaifah Al Manshurah (kelompok yang tertolong), Firqah An


Najiyah (kelompok yang selamat). Ahlu Al Hadits, Ahlu Al Atsar dan mereka adalah
Salafiyun (para pengikut Salaf Ash Shalih). Sebagaimana yang dijelaskan para ulama
Salaf dan khalaf dari Ahlu Al Ilmi di antaranya imam empat yang telah disaksikan
kepemimpinannya serta yang setingkat dengan mereka kemudian orang yang
berteladan kepada mereka dan mengikuti manhajnya walaupun waktunya berjauhan
dari mereka. Adapun nama bagi kelompok yang menyelisihi jamaah Islam yang satu
yakni Al Jamaah, saya tidak mengetahui kebenaran namanya seperti telah kita
sebutkan. Bahkan yang lebih utama dinamakan baginya firaq dan adzhab
(kelompok-kelompok dan golongan-golongan).

15

Sedangkan yang menyelisihi kelompok ini berarti


menyelisihi manhaj Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Kami katakan bahwa setiap yang menyelisihi
Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah golongan ahlu al ahwa
(pengikut hawa nafsu). Orang-orang yang menyelisihi ini
hukumnya
berbeda-beda
sesuai
kesesatan
atau
kekufurannya, besar atau kecil serta jauh atau dekat dari
kesesatannya itu.
8.

Tanya: Apakah jamaah-jamaah tersebut didekati atau dijauhi?


Jawab: Pergaulilah apabila engkau bermaksud menyeru mereka14
untuk berpegang dengan sunnah dan meninggalkan
kesalahannya. Hal itu merupakan bagian dari berdakwah
kepada Allah Jalla wa Ala. Adapun apabila bermaksud
berkasih sayang dengan mereka atau berteman dengan
mereka
tanpa
(ada
maksud)
mendakwahi
dan
menjelaskan yang haq maka tidak boleh . Seseorang
tidak
boleh
bergaul
dengan
orang-orang
yang
menyimpang tersebut kecuali di dalamnya didapatkan
faidah yang syari yaitu menyeru mereka kepada Islam
yang benar dan menjelaskan Al Haq agar kembali kepada
kebenaran15.

14

Sikap ini benar jika yang didakwahi perorangan sehingga mudah untuk menyeru
dan mempengaruhi mereka. Jika mereka ini kelompok (firqah) tidak mungkin
merubah keadaan mereka. Bahkan merekalah yang akan mempengaruhi orang yang
mencampurinya hingga terpengaruh kecuali yang Allah kehendaki. Dan ini bukan
pengabaran atas ilmu Allah Azza wa Jalla --naudzubillahi min dzalika--. Secara
umum seruan kelompok-kelompok ini tidaklah keluar dari ajaran-ajaran
pemimpinnya. Seperti firqah ikhwanul muslimin (IM), jamaah tabligh, berapa banyak
orang yang ikhlas menasihati mereka? Sampai sekarang tak berubah seperti yang
telah saya katakan. Dalil yang telah saya katakan adalah Hasan Al Banna (pendiri
IM) dalam Kitab Majmu Ar Rasail halaman 24 dalam judul Sikap Kami Terhadap
Seruan-Seruan Lain berkata: Sikap kami terhadap seruan yang berbeda-beda ,
kami timbang dengan seruan (dakwah) kami. Apa-apa yang mencocoki seruan kami
maka marhaban (kami terima). Sedangkan yang menyelisihi kami bara (berlepas
diri) darinya.
Saya (Abu Abdillah) berkata: Ya Allah, ya Rabb kami saksikanlah bahwa , kami
bara dari dakwah ikhwanul muslimin dan pendirinya, yang menyelisihi Al Kitab dan
As Sunnah dan apa-apa yang ada pada pendahulu umat ini.
Berdasar hal ini sesungguhnya mereka tidak menerima seruan seorangpun karena
mereka hanya menginginkan seruan dari selainnya untuk mengikuti dakwah mereka
dan tunduk kepadanya (IM).
15

Apabila harus mencampuri mereka untuk menyeru mereka dan menjelaskan


manhaj Salaf maka harus ulama dan thalabul ilmi yang telah kuat dan benar

16

9.

Tanya: Apakah berbahaya bila mentahdzir (memperingatkan)


terhadap kelompok-kelompok yang menyelisihi manhaj
Ahlus Sunnah wal Jamaah?
Jawab: Kami mentahdzir secara umum16 orang-orang yang
menyelisihi Al Haq. Kami berkata, kami tetap di atas jalan
Ahlus Sunnah wal Jamaah dan kami meninggalkan siapa
saja yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jamaah entah ia
menyimpang dalam perkara yang besar maupun perkaraperkara kecil.
Jika kita meremehkan suatu penyimpangan (karena
dianggap hanya masalah kecil) bisa jadi lambat laun
berkembang menjadi besar. Besar atau kecil suatu
penyimpangan selamanya tidak boleh. Wajib tetap di atas
jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah baik dalam perkara besar
maupun perkara kecil.

10. Tanya: Apakah kita wajib menyebutkan kebaikan-kebaikan orang


atau kelompok yang kita tahdzir?
Jawab:

Apabila engkau menyebutkan kebaikan-kebaikannya


berarti engkau menyeru untuk mengikuti mereka. Jangan
! Jangan kau sebutkan kebaikan-kebaikannya17.

akidahnya, sunnahnya dan manhajnya dalam mengikuti Salaf Ash Shalih. Wallahu
alam.
16

Ini adalah kebiasaan ulama Salaf. Mereka tidak diam bahkan mengingkari
terhadap orang-orang yang diam. Muhammad bin Bandar Al Jurjani berkata kepada
Imam Ahmad: Sesungguhnya sangat berat bagi saya untuk mengatakan bahwa si
fulan begini. Kata Imam Ahmad: Apabila engkau diam dan saya diam, kapan
orang-orang yang bodoh itu tahu mana yang benar dan mana yang salah? (Majmu
Fatawa 28/231 dan Syarah Ilal At Tirmidzi 1/350)
Ketika Imam Ahmad ditanya tentang Husein Al Karabisi maka dia menjawab kepada
si penanya: Dia ahlul bidah. Dia mengatakan di tempat lain: Hati-hati . Hatihatilah terhadap Husein Al Karabisi. Janganlah engkau berbicara dengannya dan
janganlah engkau berbicara dengan orang yang mau berbicara dengannya. (Baca
kembali Kitab Tarikh Baghdad 8/65-66)
Bahkan ulama Salaf memandang bahwa membicarakan ahlul bidah lebih utama
daripada shalat, puasa dan itikaf. Dikatakan kepada Imam Ahmad: Manakah yang
lebih Anda cintai, seseorang yang shalat, puasa dan itikaf ataukah orang yang
membicarakan ahlul bidah? Jawab Imam Ahmad: Apabila dia shalat, puasa dan
itikaf itu hanya untuk dirinya sendiri. Apabila membicarakan ahlul bidah maka ini
untuk kaum Muslimin. Inilah yang lebih utama. (Lihat Majmu Fatawa 28/231)

17

Menyebutkan kebaikan-kebaikan ahlul bidah berarti penipuan terhadap manusia.


Walaupun engkau sebutkan kejelekan-kejelekannya. Manusia tidak akan
memperhatikan kejelekan-kejelekannya selama engkau memuji mereka. Tidak
terdapat dalam manhaj Salaf Ash Shalih memuji kebaikan ahlul bidah tatkala

17

Sebutkan saja penyimpangan-penyimpangan yang ada


pada
mereka18.
Karena
engkau
diserahi
untuk
menjelaskan
kedudukan
mereka
dan
kesalahankesalahannya agar mereka mau bertaubat dan agar orang
lain berhati-hati terhadapnya.
11. Tanya: Jamaah tabligh --sebagai contoh-- mereka mengatakan:
Kami ingin berjalan di atas manhaj Ahlus Sunnah wal
Jamaah. Tetapi sebagian mereka kadang-kadang salah
dan mereka mengatakan: Mengapa kalian menghukumi
kami dan memperingatkan (umat) untuk bersikap hatihati dari kami?
Jawab: Telah banyak ulama yang menulis tentang jamaah tabligh.
Para ulama pergi bersama mereka dan mempelajari
keadaan mereka. Kemudian menulis dan menjelaskan
tentang kesalahan-kesalahan yang ada pada mereka.
Kewajiban kalian membaca buku-buku tentang jamaah

mengkritik. Maka Imam Ahmad Rahimahullah tidak memuji Husein Al Karabisi ketika
beliau menyebutkan atau menjelaskan keadaannya. Beliau Rahimahullah hanya
berkata: Dia mubtadi. Bahkan memperingatkan dan melarang bermajlis
dengannya.
Abu Zurah Rahimahullah ditanya tentang Al Harits Al Mahasibi dan kitab-kitabnya
maka beliau menjawab: Hati-hati terhadap buku-buku ini. Ini buku-buku bidah dan
sesat. Wajib kalian berpegang kepada atsar.
Telah jelas bagi kalian --wahai pembaca--, Al Karabisi dan Al Mahasibi dikatakan
sebagai lautan ilmu. Mereka berdua mempunyai bantahan-bantahan terhadap ahlul
bidah. Tetapi Al Karabisi keliru dalam perkataan bahwa pelafalan Al Quran adalah
makhluk. Sedangkan Al Mahabisi salah dalam pembicaraan dimana dia membantah
ahlu kalam dengan ilmu kalam dan tidak membantahnya dengan sunnah . Inilah
sisi terpenting yang diingkari Imam Ahmad. (Baca kembali At Tahdzib 2/117,
Tarikh Baghdad 8/215-216 dan Siyar karya Adz Dzahabi 12/79 dan 13/110)
18

Ini kitab-kitab Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah yang luar biasa penjelasannya.
Penuh dengan bantahan-bantahan dan kritikan. Sungguh beliau mengkritik ahlu
mantiq dan ahlu kalam. Juga membantah jahmiyah, mutazilah dan asyariyah. Kami
tidak mendapatkan kebaikan mereka sedikit pun yang beliau Shallallahu Alaihi wa
Sallam sebutkan. Beliau juga mengkritik perorangan seperti terhadap Al Akhnai dan
Al Bakri serta yang lain-lainnya. Sedikit pun beliau tidak memuji kebaikan mereka
padahal tidak diragukan lagi bahwa mereka pun memiliki kebaikan. Oleh karena itu
tidak perlu menyebutkan kebaikan-kebaikan dalam mengkritik. Perhatikanlah!
Rafi bin Asyrasy Rahimahullah berkata: Hukuman untuk orang-orang fasik yang
ahlul bidah adalah tidak disebutkan kebaikan-kebaikannya. (Lihat Syarah Ilal At
Tirmidzi 1/353)

18

tabligh yang ditulis para ulama supaya jelas hukumnya


bagi kalian19.
Alhamdulillah,
Allah
Subhanahu
wa
Taala
telah
mencukupkan ajaran-Nya bagi kami sehingga tidak
mengikuti Fulan dan Alan. Dalam hal ini kami berupaya
berada di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan wajib
bagi kami berada di atasnya. Kami tidak mengikuti
jamaah
tabligh
atau
selainnya
.
Kami
tidak
membutuhkannya.
Adapun hakikat (apa dan siapa, ed.) mereka sebenarnya
telah banyak kitab yang mengupasnya . Bacalah bukubuku itu niscaya kalian akan mengetahuinya (jamaah
tabligh, ed.). Para ulama yang menulis tentang jamaah
tabligh, mereka pernah mengikuti dan safar serta bergaul
bersamanya. Kemudian para ulama ini menuliskannya
berdasar pengalaman dengan sebenarnya.
12. Tanya: Apakah jamaah-jamaah ini masuk dalam 72 firqah yang
sesat?

19

Di antara ulama yang menulis tentang firqah tabligh dan kesesatannya adalah
Fadhilah Asy Syaikh Saad bin Abdurrahman Al Hushain --hafizhahullah-- dalam
kitabnya yang berjudul Haqiqatu Ad Dawah Ilallahi Taala Wa Makhtashat bihi
Jaziratul Arab wa Taqwim Manahiji Ad Dawati Islamiyah Al Wafidah Ilaiha.
Beliau menjelaskan di halaman 70 cetakan pertama tentang maksud kalimat La ilaha
illa Allah menurut firqah jamaah tabligh: Mengeluarkan keyakinan yang rusak dari
hati atas sesuatu dan memasukkan keyakinan yang benar atas dzat Allah.
Sesungguhnya tidak ada pencipta kecuali Allah, tidak ada yang memberi rejeki
kecuali Allah, tidak ada yang mengatur kecuali Allah.
Di halaman yang sama beliau berkata: Akidahnya --tabligh-- condong pada
madzhab fiqhi, asyariyah dan maturidiyah dalam akidah jistiyah naqshabandiyah
qadiriyah sahrawardiyah dalam tarekat tasawuf. (Halaman 81 cetakan ke 2).
Juga Asy Syaikh As Salafi Hamud bin Abdullah At Tuwaijiri Rahimahullah menulis
satu kitab yang berbobot. Beliau mengumpulkan hakikat jamaah ini dari kitab-kitab
mereka. Kemudian membantah apa-apa yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah.
Terdapat juga kesaksian orang yang keluar dari jamaah ini --dan selain mereka-berupa sikap-sikap khusus mereka terhadap pemimpin dan pengikut-pengikutnya.
Ulama lain yang telah menulis tentang jamaah tabligh adalah Nazar bin Ibrahim Al
Jarbu dalam sebuah kitab kecil berjudul Waqafat maa Jamaatu At Tabligh.
Beliau menyebutkan kepercayaan-kepercayaan dari kitab-kitab mereka yang
menunjukkan penyimpangan atas manhaj mereka dan rusaknya akidah mereka. Ya
Allah , ya Rabb kami, selamatkanlah kami. Telah menulis tentang mereka juga
Syaikh Dr. Muhammad Taqiyudin Al Hilali Rahimahullah buku yang berjudul As
Shiraju Al Munir fi Tanbihi Jamaatu At Tabligh ala Akhthaihim. Penjelasan
yang diuraikan di dalamnya lebih luas tentang firqah jamaah tabligh.

19

Jawab: Semua yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jamaah masuk


ke dalam 72 firqah. Sedangkan celaan dan siksa sesuai
dengan kadar penyimpangannya.
13. Tanya: Apakah orang yang dinamakan Salafi dianggap sebagai
orang yang membentuk golongan (mutahazzib)?
Jawab: Penamaan Salafi bila sebenarnya (bukan sekadar nama
belaka) adalah tidak mengapa20. Yang tidak boleh bila
20

Berkata Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa 4/149: Tidak ada aib
atas orang menampakkan madzhab Salaf, menghubungkan serta menisbatkan diri
kepadanya. Bahkan wajib menerima yang demikian itu berdasarkan ittifaq
(kesepakatan). Sesungguhnya madzhab Salaf adalah madzhab yang benar.
Saya (Abu Abdillah) berkata, perhatikan saudaraku pembaca perkataan Syaikh Al
Islam yang beliau ucapkan sekitar abad 8 hijriyah seakan-akan beliau membantah
sebagian orang pada saat ini yang menisbatkan dirinya sebagai ahli ilmu yang
berkata: Barangsiapa yang mewajibkan seseorang --dengan kewajiban yang
sebenarnya-- bahwa dia harus menjadi ikhwani (pengikut IM) atau Salafi atau sururi
atau tablighi (pengikut jamaah tabligh) sesungguhnya dia diperintah untuk bertaubat
(dari sikapnya). Jika tidak bertaubat maka dibunuh! Dia katakan dalam kaset ketika
berdialog dengan para pemuda.
Saya (Abu Abdillah) berkata subhanallah! Bagaimana dia membolehkan dirinya
menggabungkan antara manhaj Salaf yang benar dengan manhaj-manhaj dan
kelompok-kelompok bidah yang sesat dan batil! Pertanyaan kami untuk orang yang
hidup di negeri tauhid ini dan mempunyai karya untuk meraih gelar magister: Jika
bukan manhaj Salaf lalu harus manhaj apa ?
Al Allamah Abdulaziz bin Baz --mufti Saudi-- ketika ditanya: Apa yang Anda katakan
terhadap orang yang menamakan dirinya Salafi atau Atsari, apakah itu merupakan
penyucian? Maka beliau hafizhahullah menjawab: Apabila benar dia itu pengikut
atsar atau pengikut manhaj Salaf tidak apa-apa. Seperti yang ada pada Salaf
dikatakan Fulan Salafi, Fulan Atsari merupakan pembersihan atas dirinya dari
penyimpangan-penyimpangan. Maka pembersihan itu adalah wajib. (Dinukil dari
rekaman ceramah beliau dengan judul Hak Seorang Muslim pada tanggal 16/1/1413
H di Thaif)
Syaikh Bakar Abu Zaid berkata: Apabila dikatakan As Salaf atau As Salafiyun atau
As Salafiyah ini menisbatkan kepada Salaf Ash Shalih yakni seluruh shahabat
Radliyallahu Anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan tanpa
condong kepada hawa nafsunya . Dan orang-orang yang tetap di atas manhaj Nabi
mereka dinisbatkan kepada Salaf Ash Shalih. Kepada mereka dikatakan As Salaf, As
Salafiyun. Yang menisbatkan kepada mereka dinamakan Salaf dan itu wajib baginya.
Karena sesungguhnya lafazh Salaf adalah Salaf Ash Shalih. Lafazh ini secara mutlak
yakni setiap orang yang berteladan kepada shahabat Radliyallahu Anhum. Walaupun
dia hidup pada zaman kita ini, harus seperti ini, inilah kalimat Ahlul Ilmi. Itulah
penisbatan dari Al Kitab dan As Sunnah. Bukan merupakan formalitas dan tidak
terpisah sedikit pun dari generasi yang pertama bahkan itu penisbatan dari mereka
dan kembali kepada mereka. Sedangkan orang yang menyelisihi As Salaf hanya
berdasarkan nama atau formalitas belaka maka jangan! Walaupun mereka hidup
sejaman dengan para Salaf Al Ummah dan setelah mereka. (Dinukil dari Kitab
Hukmu Al Intima halaman 36)

20

hanya dakwaan saja . Oleh karenanya tidak boleh


memakai nama Salafiyah bila tidak di atas manhaj Salaf.
Sebagaimana contoh al asyariyah (pengikut manhaj al
asyari) mereka mengatakan: Kami Ahlus Sunnah wal
Jamaah. Bagi mereka penamaan (klaim) semacam itu
tidak bisa sebab mereka tidak di atas manhaj Ahlus
Sunnah wal Jamaah. Begitu juga dengan yang selainnya.
Ibarat syair:
Semua mengaku ada hubungan (cinta) dengan Laila.
Namun Laila tidak mengakui ada hubungan (cinta) dengan
mereka.
Orang-orang yang mengaku bahwa dirinya di atas manhaj
Ahlus Sunnah wal Jamaah haruslah mengikuti jalan Ahlus
Sunnah wal Jamaah dan meninggalkan orang-orang yang
menyelisihinya. Sungguh hal yang tak mungkin seseorang
menyatukan antara biawak dan ikan paus atau antara
binatang melata yang ada di padang luas dengan binatang
melata yang ada di laut atau antara api dengan air dalam
satu wadah. Yang jelas, orang yang mengaku di atas
manhaj Salaf harus membedakan dirinya dengan yang lain
dalam segala hal (dien) dan menjauhinya.
14. Tanya:

Telah maklum bahwa berdakwah kepada Allah


membutuhkan ilmu syari, apakah ilmu ini menghafal Al
Kitab dan As Sunnah?
Apakah cukup ilmu yang dipelajari di sekolah-sekolah dan
kampus-kampus untuk dipakai berdakwah kepada Allah
Subhanahu wa Taala?

Jawab: Ilmu adalah menghafal nash-nash dan makna-maknanya,


tidak cukup menghafal nash-nash saja (tanpa disertai
maknanya). Tidak cukup seseorang itu menghafal Al
Saya (Abu Abdillah) berkata, penisbatan ini terdapat dalam kitab-kitab biografi dan
sejarah. Imam Adz Dzahabi berkata tentang biografi Muhammad bin Muhammad Al
Bahrani: Dia mempunyai dien yang baik yang Salaf. (Lihat Mujam Asy Syuyukh
2/280)
Beliau juga berkata tentang biografi Ahmad bin Ahmad bin Numan Al Makdisi: Dia
di atas akidah Salaf. (Lihat Mujam Asy Syuyukh 1/34)
Jadi penisbatan kepada Salaf adalah penisbatan yang harus sehingga jelaslah bagi
Salafi (pengikut Salaf) terhadap Al Haq dari perkara yang tersembunyi di belakang
mereka. Oleh karena itu tidak terjadi kesamaran bagi orang yang ingin berteladan
dan tumbuh di atas manhaj mereka.

21

Quran dan As Sunnah (hadits) melainkan harus mengenal


secara benar makna-maknanya. Jika hanya menghafal
nash-nash tanpa memahami makna-maknanya maka dia
bukanlah ahli untuk berdakwah kepada Allah. Sedangkan
bila yang dipelajari di sekolah mencakup hafalan dan
pemahaman terhadap makna-makna nash maka yang
demikian itu boleh. Apabila menghafal saja tanpa
memahami maknanya maka dia tidaklah akan mampu
berdakwah.
15. Tanya: Sebagian orang menyangka bahwa secara mutlak tidak
boleh berdakwah kepada Allah Subhanahu wa Taala
kecuali ulama padahal seseorang itu tidak harus
berdakwah tentang apa-apa yang mereka ketahui.
Bagaimana nasihat Anda tentang hal ini?
Jawab:

Ini bukan dugaan melainkan sebenarnya. Tidaklah


seseorang itu berdakwah melainkan ia utama. Dan saya
mengatakan demikian juga. Namun demikian setiap orang
wajib beramar maruf nahi munkar sebatas ilmunya. Dia
memerintahkan keluarganya shalat dan memerintahkan
terhadap perkara-perkara dien yang sudah jelas. Yang
semacam ini diwajibkan sampai orang awam sekalipun.
Mereka memerintahkan anak-anaknya untuk shalat di
masjid. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah
bersabda:
Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat jika usia telah
mencapai tujuh tahun. Pukullah mereka jika enggan
(shalat) ketika telah mencapai usia sepuluh tahun21.
Dalam riwayat lain:
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya22.
Inilah yang disebut kepemimpinan dan amar maruf nahi
munkar sebagaimana sabda beliau:
Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka
rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu maka

21

Shahih dikeluarkan oleh Abu Daud 495, Az Zailai dalam Nisbu Ar Rayah 1/29
dengan lafazh hampir sama.
22

HR. Bukhari 853.

22

dengan lisannya.
hatinya23 .

Jika

tidak

mampu

maka

dengan

Jadi semua dititahkan untuk memerintahkan shalat


kepada keluarganya, mengeluarkan zakat, taat kepada
Allah, menjauhi maksiat, membersihkan rumahnya dari
perkara-perkara maksiat dan mendidik anak-anaknya
untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Taala. Demikian
ini diperintahkan walaupun kepada orang awam. Karena
hal-hal ini adalah perkara-perkara yang jelas dan
diketahui oleh setiap orang. Adapun masalah fatwa,
perkara halal dan haram, syirik dan tauhid tidak akan bisa
dijelaskan kecuali oleh ulama.
16. Tanya:

Di masa sekarang banyak jamaah-jamaah dakwah


demikian juga dai-dainya yang menyeru kepada Allah
Subhanahu wa Taala tetapi sedikit sekali yang
mengikutinya. Apa rahasia dibalik itu?

Jawab: Kami katakan, pertama, kami tidak menganjurkan banyak


jamaah. Kami hanya ingin satu jamaah yang benar yang
menyeru kepada Allah berdasar ilmu. Banyaknya jamaah
dan
manhaj-manhaj
menyebabkan
gentar
dan
perselisihan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Taala:
Janganlah kalian berselisih, berbantah-bantahan hingga
kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian24.
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Janganlah kalian seperti orang yang telah berpecah belah
dan berselisih25 .
Di ayat lain difirmankan:
Berpeganglah kalian semua dengan tali Allah, janganlah
kalian berpecah belah26 .
Kami hanya ingin jamaah yang satu yang berada di atas
manhaj dan dakwah yang benar walaupun tempatnya
terpisah-pisah. Sesungguhnya tempat kembalinya hanya
23

HR. Muslim 49.

24

Al Anfal : 46.

25

Ali Imran : 105.

26

Ali Imran : 103.

23

satu27. Sebagian dengan sebagian yang lain saling


kembali dan bersandar pada satu hal, ini yang
diperintahkan. Sedangkan banyaknya jamaah akan
berakibat munculnya perselisihan dan perpecahan. Kedua,
tidak diragukan lagi bahwa keikhlasan seorang dai
mempunyai pengaruh yang besar atas madu (yang
diseru)nya. Seorang dai yang ikhlas berdakwah di atas
manhaj yang benar dan dengan bashirah (ilmu) maka
akan berpengaruh besar atas madunya. Sedangkan
seorang dai yang tidak ikhlas dalam dakwahnya hanya
menyeru untuk mengikuti dirinya atau menyeru kepada
golongannya atau kepada jamaahnya atau kepada partai
dan kesukuannya --walaupun dakwahnya diatasnamakan
Islam-- tidak ada manfaatnya sedikitpun. Sebab hal itu
bukan berdakwah karena Allah Jalla wa Ala.
Demikian juga apabila seseorang menyeru manusia untuk
kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya tetapi
dai ini tidak beramal dengan yang dia serukan, hal ini pun
akan
menyebabkan
manusia
lari
darinya.
Allah
mengetahui apa yang ada dalam hati dan mengetahui apa
yang dikerjakan seseorang di mana pun tempatnya. Allah
Taala mengetahui seorang dai yang menyelisihi dari yang
dia dakwahkan meski tidak seorang manusia pun
mengetahuinya. Walau di hadapan manusia dai tersebut
menyeru kepada kebaikan sedangkan amalnya tidak
selaras (dengan yang diucapkannya, ed.) ketika tidak ada
manusia (lainnya). Seruan ini tidak ada pengaruhnya
sedikit pun dan Allah Taala tidak menerima dakwahnya.
Demikian juga Dia tidak menjadikan berkah dakwahnya
sedikit pun.
17. Tanya: Apakah manhaj dakwah kepada Allah adalah tauqifiyyah
(hanya ittiba kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam) ataukah boleh berijtihad sesuai yang diinginkan?
Jawab: Manhaj dakwah adalah tauqifiyyah sebagaimana telah
dijelaskan dalam Al Kitab dan As Sunnah dan sirah Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam28. Kami tidak akan membuat
27

Sumbernya hanya satu yaitu Al Kitab dan As Sunnah di atas pemahaman Salaf Al
Ummah ini.
28

Allah Taala telah menyempurnakan dien bagi kita. Tidak ada hak sedikit pun bagi
seseorang untuk membuat tarekat (jalan) dari dirinya untuk berdakwah kecuali akan
muncul perkataan dari lisannya: Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

24

telah mengurangi dalam penyampaian risalah dan berhubungan dengan tarekat


(bikinan dia sendiri) lebih banyak faedah dan pengaruhnya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika mengutus Muadz bin Jabbal
Radliyallahu Anhu ke Yaman beliau berkata kepadanya:
Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum ahlu al kitab. Hendaklah
pertama kali yang engkau serukan kepada mereka adalah bersaksi bahwa tidak ada
ilah (yang haq disembah) kecuali Allah .
Hadits ini menunjukkan suatu keterangan yang jelas bahwasanya manhaj (metode)
untuk berdakwah kepada Allah adalah tauqifiyyah. Kalau tidak maka Muadz bin
Jabbal lebih pantas berdakwah dengan caranya sendiri dan pada ribuan dai pada
masa kini. Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seseorang yang
membikin hal baru tentang sama (lagu-lagu bersyair yang dinyanyikan kaum sufi,
ed.) (berupa cerita-cerita atau lainnya) untuk berdakwah kepada manusia. Berikut
teks pertanyaan dan jawabannya.
Beliau Rahimahullah ditanya tentang jamaah (sekumpulan orang) yang berkumpul
untuk berbuat dosa besar seperti merampok, mencuri, minum khamr dan lain-lain.
Kemudian ada seorang syaikh yang terkenal baik dan ittiba kepada sunnah
bermaksud mencegah serombongan orang yang hendak berbuat dosa ini. Tetapi
syaikh ini tidak mampu kecuali dengan membuat sesuatu yang bisa didengarkan
oleh mereka hingga mereka mau berkumpul lantaran niat ini yakni pemukulan
rebana tanpa lonceng dan nyanyian dengan syair-syair yang dibolehkan tanpa
disertai seruling. Maka tatkala syaikh tersebut melaksanakan hal demikian, taubatlah
sekelompok orang tersebut. Jadilah orang-orang yang mulanya tidak shalat, mencuri
dan dirinya tidak bersih menjadi orang-orang yang wara (menjauhkan diri) dari
perkara-perkara syubhat, memenuhi perkara-perkara yang diwajibkan dan menjauhi
perkara-perkara yang diharamkan.
Apakah perbuatan ini dibolehkan bagi syaikh ini dalam rangka berdakwah karena di
dalamnya ada kebaikan-kebaikannya sementara syaikh ini tidak mampu mendakwahi
mereka kecuali dengan cara ini. Maka beliau --Syaikhul Islam Rahimahullah-menjawab:
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Sesungguhnya Allah telah
mengutus Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan petunjuk dan dien
yang benar . Dan sesungguhnya Dia telah menyempurnakan dien ini
untuknya dan umatnya . Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan
makhluk-Nya untuk mengembalikan urusan-urusan dien yang mereka
perselisihkan kepada apa yang telah dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam.
Barangsiapa yang berpegang dengan Al Kitab dan As Sunnah, dia adalah salah
satu dari wali Allah yang bertakwa, golongan dan tentara Allah Subhanahu wa
Taala yang menang. Ulama Salaf seperti Imam Malik dan lainnya berkata:
Sunnah itu seperti kapalnya Nabi Nuh Alaihis Salam. Barangsiapa yang
tertinggal darinya maka pasti tenggelam.
Apabila engkau telah mengetahui hal ini yaitu sesuatu yang Allah jadikan
petunjuk bagi orang-orang yang sesat dan berbuat maksiat menjadi bertaubat
tentu sesuatu itu adalah yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
berupa Al Kitab dan As Sunnah. Jika telah jelas bagi engkau tentang hal ini
maka kami katakan kepada penanya, sesungguhnya syaikh tersebut
bermaksud mengajak orang-orang yang berbuat dosa-dosa besar untuk
bertaubat tetapi tak ada jalan lain kecuali dengan jalan bidah yang telah
disebutkan tadi. Hal itu menunjukkan bahwa syaikh tersebut bodoh terhadap

25

perkara baru sedikitpun. Apabila ada perkara baru maka


kami buang dan kami lenyapkan.
Telah bersabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan
(dien) kami (padahal) hal itu bukan darinya (dien) maka
perkara itu tertolak29.
18. Tanya:

Bagaimanakah manhaj yang benar dalam nasihat


menasihati khususnya menasihati pemimpin negara.
Apakah dengan terang-terangan di atas mimbar atau
menasihatinya secara sembunyi? Saya harap keterangan
berdasar manhaj Salaf dalam masalah ini.

Jawab: Tidak seorang pun terpelihara dari kesalahan kecuali


Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Para pemimpin
negara (hukam) adalah manusia biasa yang tentu juga
bersalah. Mereka juga punya kesalahan dan mereka tidak
maksum (terpelihara dari dosa).
Oleh karena itu janganlah kita membuka kesalahan
mereka (hukam) di muka umum dan melepaskan tangan
untuk tidak taat kepada mereka30. Walaupun mereka
jalan yang benar yang dengan jalan inilah para ahli maksiat bertaubat. Atau
syaikh itu lemah untuk berpegang pada jalan yang benar. Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat serta tabiin
berdakwah kepada orang yang lebih jahat daripada orang-orang tersebut.
Yakni kepada orang-orang yang kufur, fasik, ahlu al maashi dengan jalan yang
benar (masyru) yang telah Allah cukupkan bagi mereka daripada mengikuti
jalan yang bidah. (Dinukil dari Majmu Fatawa secara ringkas 11/620-624)
Perhatikanlah --wahai saudaraku yang mulia--, ini adalah (jalan) yang bidah mirip
dengan yang dilalui oleh sebagian dai pada saat ini dan kelompok-kelompok (firqah)
seperti (dakwah dengan) permainan bola, nasyid-nasyid (lagu-lagu) atau sandiwarasandiwara yang mereka namakan Islami --seperti dugaan mereka--. Juga rihlah
(perjalanan) dan cerita-cerita. Kepada Allahlah tempat memohon pertolongan.
Wallahu alam.
29

HR. Bukhari 3550 dan Muslim 1718.

30

Inilah akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam menyikapi hakim (pemimpin) yang
Muslim. Telah berkata pemilik Aqidah Thahawiyah: Kami memandang tidak boleh
keluar dari pemimpin-pemimpin kita dan ulil amri walaupun mereka zalim. Kita tidak
mendoakan kejelekan atas mereka. Kami juga memandang bahwa ketaatan kepada
mereka merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Ini adalah wajib
selama mereka tidak memerintahkan kepada maksiat. Untuk mereka kita
mendoakan kebaikan dan keselamatan. (Halaman 379)
Inilah akidah yang dipegangi oleh duat yang benar sampai kita sekarang. Makna
yang mirip seperti ini dikatakan oleh syaikh kami, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -hafizhahullah-- dalam berbagai pelajaran dan ceramahnya.

26

telah menyimpang, berbuat zhalim dan bermaksiat asal


tidak
berbuat
kekufuran
secara
terang-terangan
sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam31. Jika mereka berbuat maksiat,
penganiayaan dan kelaliman maka hendaklah sabar dalam
menaati mereka32, mewujudkan persatuan dan kesatuan
kalimat kaum Muslimin dan memelihara negara kaum
Muslimin. Sementara menyelisihi dan menentang mereka
menimbulkan kerusakan yang besar lebih besar daripada
kemungkaran yang ada pada mereka. Dampak yang
ditimbulkan lebih berbahaya33 daripada kemungkaran
yang berasal dari mereka (hukam) selama kemungkaran
itu bukan kekufuran dan kesyirikan. Kami tidak
mengatakan, sesungguhnya kita harus diam terhadap
kesalahan-kesalahan para hukam. Tidak! Bahkan harus
31

Beliau Rahimahullah memberi


Radliyallahu Anhu yang berbunyi:

isyarat

dalam

hadits

Ubadah

bin

Shamit

Kami dipanggil Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam maka kami berbaiat


kepadanya untuk tetap mendengar dan taat dalam kelapangan maupun kesempitan,
dalam kesulitan maupun kemudahan dan memonopoli atas kita. Maka kita tetap
tidak mencabut urusan (baiat) pada ahlinya kecuali kalian melihat kekufuran yang
terang dan ada petunjuk dari sisi Allah Taala pada kalian tentangnya. (Al Fath
5/13)
Imam Ahmad menambahkan: Apabila engkau meyakini bahwa engkau mempunyai
hak dalam suatu perkara (lalu dikuasai oleh sultan) maka kamu jangan mengerjakan
sesuatu disebabkan persangkaan itu. Bahkan dengarkan dan taatilah sampai hak
tersebut kembali kepada engkau tanpa keluar dari ketaatan.
Ibnu Hibban dan Imam Ahmad menambahkan: Walaupun mereka memakan
hartamu dan memukul punggungmu. (Al Fath 8/13)
32

Syaikh --hafizhahullah-- mengisyaratkan kepada hadits Ibnu Abbas Radliyallahu


Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda:
Barangsiapa yang melihat sesuatu yang ia benci dari pimpinannya maka hendaklah
dia bersabar di atasnya karena barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaah
walaupun satu jengkal maka tidaklah dia mati melainkan matinya sebagai mati
jahiliyah. (Dikeluarkan oleh Imam Bukhari 7054, lihat Al Fath 5/13)
Dan hadits Anas bin Malik Radliyallahu Anhu bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda:
Sesungguhnya kalian akan melihat sifat pemonopolian sultan dan perkara-perkara
yang tidak kalian senangi. Mereka bertanya: Apa yang Anda perintahkan kepada
kami, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Penuhilah hak-hak mereka dan mintalah
hak kalian kepada Allah.
33

Seperti kejadian-kejadian yang berlangsung di banyak negara tetangga. Sikapsikap seperti ini merupakan kebiasaan orang-orang kafir dan bukan kaum Muslimin.
Selain itu bukan berasal dari dien (Islam). Akibat dari sikap seperti itu adalah
tertumpahnya darah, hilangnya kehormatan, terkucilkannya sunnah dan ahlinya.
Wahai , apakah para dai politikus revolusioner tidak memikirkan akibatnya ?

27

dicegah. Tapi dicegah dengan cara yang selamat yakni


memberi nasihat kepada mereka dengan rahasia. Atau
berkirim surat kepada mereka dengan rahasia juga.
Bukan dengan risalah (surat) yang ditulis dan
ditandatangani oleh banyak orang kemudian dibagibagikan kepada masyarakat. Ini tidak benar. Bahkan
menulis risalah untuk nasihat itu dengan rahasia34, lalu
diserahkan kepada para pemimpin tersebut. Atau bisa
juga diajak bicara secara lisan. Adapun menulis risalah
kemudian diperbanyak dan dibagi-bagikan kepada rakyat
maka hal ini tidak boleh. Karena sikap ini berarti
menyebarluaskan sama seperti membicarakan di atas
mimbar. Bahkan lebih berbahaya. Bicara di mimbar
mungkin dilupakan orang tapi risalah itu tetap beredar di
tengah rakyat. Maka ini tidak benar. Telah bersabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Dien itu adalah nasihat, dien itu nasihat, dien itu
nasihat. Kami bertanya: Untuk siapa, wahai Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam? Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam menjawab: Untuk Allah, untuk KitabNya, untuk Rasul-Nya dan untuk pemimpin-pemimpin
kaum Muslimin serta untuk seluruh manusia35.
Dalam hadits lain beliau bersabda:
Sesungguhnya Allah ridha terhadap kalian dalam tiga
perkara,
kalian
menyembah-Nya
dan
tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Kalian
berpegang dengan tali Allah dan tidak bercerai berai. Dan
kalian saling menasihati terhadap orang yang diserahi oleh
Allah untuk urusan kalian (hukam)36.
Manusia yang paling utama dalam menasihati ulil amri
adalah para ulama, ashabu ar rayi (cendekiawan) yang
masyhur akhlaknya dan ahlu al hali wa al aqdi. Allah
berfirman:

34

Ini adalah manhaj Salaf dalam menasihati ulil amri. Dengan sembunyi-sembunyi
sehingga jauh dari sifat riya dan sangat pantas diterima mereka. Amal tersebut
diterima di sisi Allah. Berikut penjelasan secara rinci sebagian nash-nash dan
atsarnya. Insya Allah.
35

Dikeluarkan oleh Imam Muslim 55.

36

Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad II/367.

28

Apabila telah datang kepada mereka berita keamanan


dan ketakutan mereka menyiarkannya dan kalau mereka
mengembalikan kepada Rasul dan kepada ulil amri
mereka tentu orang-orang yang mencari kebenaran akan
mendapatkan kejelasan dari mereka (Rasul dan ulil
amri)37.
Bukan hak setiap orang untuk memperbaiki urusan ini.
Menyebarkan kesalahan dan mengumumkannya bukan
merupakan nasihat sedikitpun dan hal itu bukan berasal
dari manhaj Salaf Ash Shalih. Walaupun orang yang
memberi nasihat mempunyai maksud yang baik yakni
mencegah kemungkaran sebagaimana perkiraannya tetapi
ternyata
yang
dilakukannya
justru
menimbulkan
kemungkaran yang lebih besar dibanding kemungkaran
semula. Oleh karenanya seringkali sikap mencegah
kemungkaran
semacam
ini
berakibat
timbulnya
kemungkaran (yang lebih buruk) bila tidak di atas jalan
yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya. Maka amal
semacam itu pun menjadi kemungkaran pula38 karena
tidak mengikuti jalan atau cara yang syari. Beliau
bersabda:
Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah
merubah dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka
dengan lisannya dan jika tidak mampu pula maka dengan
hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemah
iman39.
37

An Nisa : 83.

38

Syaikh Al Islam Rahimahullah berkata:


Kelemahlembutan adalah cara amar maruf nahi munkar juga. Karena ini
dikatakan hendaklah perintahmu kepada kebaikan adalah merupakan kebaikan
sedangkan
laranganmu
terhadap
kemungkaran
bukan
merupakan
kemungkaran. Jadi apabila amar maruf nahi munkar merupakan kewajiban
dan anjuran yang sangat agung maka kemaslahatannya harus lebih besar
daripada kerusakannya bahkan setiap apa yang Allah perintahkan adalah
perkara yang baik. Allah telah memuji suatu kebaikan dan orang yang suka
memperbaiki serta mencela kerusakan dan orang yang suka membuat
kerusakan bukan hanya di satu tempat.

Sekiranya kerusakan yang ditimbulkan amar maruf nahi munkar itu lebih besar
berarti bukanlah sesuatu yang Allah perintahkan, meninggalkannya merupakan
suatu yang wajib dan mengerjakannya merupakan hal yang diharamkan. Oleh
karena itu orang yang beriman harus takut kepada Allah Taala tentang hambahamba Allah.
39

Dikeluarkan oleh Imam Muslim 49.

29

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengelompokkan


manusia menjadi tiga macam. Di antara mereka ada yang
mampu menghilangkan kemungkaran dengan tangannya
yakni orang yang mempunyai kekuasaan (waliyu al amri)
atau orang yang diserahi amanat sebagai pemimpin.
19. Tanya: Telah tersebar di kalangan pemuda pada saat ini bahwa
dalam mengkritik harus muwazanah (seimbang). Mereka
mengatakan: Apabila engkau mengkritik si fulan tentang
bidahnya dan kau jelaskan kesalahan-kesalahannya maka
wajib bagi engkau untuk menyebutkan kebaikankebaikannya. Ini bagian dari bab inshaf (adl) dan
muwazanah (seimbang).
Apakah ini manhaj yang benar dalam mengkritik? Apakah
wajib bagi saya menyebutkan kebaikan-kebaikannya
dalam mengkritik?
Jawab: Apabila yang dikritik Ahlus Sunnah wal Jamaah dan
kesalahannya dalam perkara yang tidak menyangkut
dalam masalah akidah ya, sebutkan keistimewaan dan
kebaikannya dan tutupilah ketergelincirannya karena
pembelaannya terhadap sunnah. Adapun jika yang dikritik
para penyesat, penyeleweng dan pembuat prinsip-prinsip
yang menghancurkan dan tersamar maka tidak boleh bagi
kita menyebutkan kebaikan-kebaikannya walaupun dia
punya kebaikan-kebaikan. Apabila kita menyebutkan
kebaikan-kebaikannya ini berarti menipu manusia
sehingga mereka bersangka baik (husnuzhan) kepada
penyesat ini atau ahlu bidah atau ahli takhayul (khurafi)
atau orang-orang yang suka mengelompok ke dalam
golongan (hizbi). Maka mereka menerima pikiran-pikiran
penyesat atau ahlu bidah atau orang yang senang
membikin golongan (mutahazib). Allah Subhanahu wa
Taala dalam membantah orang kufar yang berbuat dosa
dan orang-orang munafik tidak menyebutkan kebaikannya
sedikit pun40.

40

Tak seorang pun lepas dari kebaikan meskipun yahudi dan nashara mereka juga
punya kebaikan-kebaikan. Berdasarkan kaidah-kaidah muwazanah ini seharusnya
menyebutkan kebaikan-kebaikan orang kufar bila kita menyebut (mengkritik)
mereka. Hal ini tak mungkin dilakukan oleh orang yang berakal dari para penuntut
ilmu yang utama.
Maka perhatikanlah ! Mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada semuanya.

30

Demikian juga para pemimpin ulama Salaf. Mereka dalam


membantah jahmiyah, mutazilah dan para penyesat tidak
menyebutkan kebaikannya sedikit pun. Karena kebaikan
Manhaj Salaf dalam mengkritik tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Jika
mereka menyebut kebaikannya maka di dalamnya tidak ada penipuan kepada
manusia dan tidak mengatakan untuk mengharuskan kita supaya tidak melupakan
usaha-usaha dan amalan-amalan (yang baik). Ini adalah salah satu contoh yang
kuat yang mengandung cahaya bagi orang yang memperhatikan. Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang kaum khawarij, beliau bersabda:
Akan keluar dari keturunan orang ini suatu kaum yang membaca Al Quran, tidaklah
bacaannya melewati pada pangkal tenggorokan mereka. Mereka lepas dari dien
seperti lepasnya anak panah dari busurnya. Mereka membunuh kaum Muslimin dan
membiarkan kaum penyembah berhala, sungguh jika saya menjumpai mereka saya
bunuh mereka seperti dibunuhnya kaum Ad. (HR. Bukhari 3166)
Dalam riwayat lain:
Shalatnya salah seorang kalian dianggap remeh bila dibanding dengan shalat
mereka dan puasa kalian dianggap remeh pula bila dibanding dengan puasa
mereka. (HR. Bukhari 3414)
Dalam satu riwayat:
Dimana saja kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka. (HR. Bukhari
3415)
Saya (Abu Abdillah) berkata demi Allah yang tak ada ilah yang hak disembah kecuali
Dia. Tidaklah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan keistimewaan
mereka (khawarij) dengan tujuan memberikan pujian atas mereka supaya menipu
mereka/manusia. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya memperingatkan
manusia dari mereka supaya jangan tertipu dengan amalan-amalan mereka secara
zhahirnya. Ulama Salaf telah memahami hal ini (makna ini) dan mempraktikkannya
dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi manhaj yang mereka yakini. Sebagaimana
tersebut di bawah ini. Imam Ahmad Rahimahullah dalam mengkritik Al Karabisi
ketika dia berpendapat tentang pelafazan Al Quran. Telah meriwayatkan Imam
Abdullah dalam kitabnya, As Sunnah dia berkata, saya mendengar bapak saya
berkata:
Barangsiapa yang menyatakan lafazhku terhadap Al Quran adalah makhluk itu
perkataan yang buruk dan kotor. Itu adalah perkataannya jahmiyah. Lalu saya
berkata kepadanya: Sesungguhnya Husein Al Karabisi mengatakan begini .
Maka beliau menjawab: Dia dusta, mudah-mudahan Allah menjelekkannya.
Dia orang yang buruk.
Saya (Abu Abdillah) berkata, di mana sikap inshaf (adil)nya Imam Ahmad
Rahimahullah? Beliau tidak menyebut kebaikan Al Karabisi meskipun satu? Padahal
Al Karabisi adalah lautan ilmu sebagaimana dalam biografinya --telah saya
terangkan pada note 17--. Lihat Tarikh Baghdad 8/64 dan As Siyar Adz Dzahabi
12/19.
Mudah-Mudahan Allah merahmati Imam Ahmad. Kalau sekiranya dia hidup di jaman
kita ini tentu tidak akan selamat dari tuduhan sebagai ulama mutasyaddid (keras).
Karena beliau tidak mau mengambil muka ataupun bermanis muka kepada ahlu
bidah dan ahwa. Ar Rafi bin Asyras Rahimahullah berkata: Sebagian dari hukuman
untuk orang fasik ahlu bidah adalah tidak disebutkan kebaikan-kebaikannya.
(Syarah Ilal At Tirmidzi 1/353)

31

mereka
tertutupi
dengan
kesesatan,
kekufuran,
penyimpangan dan kenifakannya. Jadi tidak selaras jika
engkau membantah penyesat, ahlu bidah, penyimpang
dan lainnya dan kemudian engkau sebutkan kebaikankebaikannya. Dengan kata lain engkau berkata: Dia
seorang laki-laki yang baik, mempunyai kebaikankebaikan, dia begini dan begitu tapi dia bersalah.
Kami katakan kepada engkau pujianmu kepadanya lebih
berbahaya daripada kesesatannya. Karena manusia
percaya kepadamu dalam menyikapinya. Sehingga jika
engkau menyebarkan kesalahan penyesat ahlu bidah ini
serta engkau memujinya sungguh engkau telah menipu
manusia. Ini adalah pembuka pintu untuk menerima
pikiran-pikiran penyesat tersebut41.
Sedangkan apabila yang dibantah itu Ahlus Sunnah wal
Jamaah dalam membantah harus menggunakan adabadab. Kemudian menjelaskan kesalahannya dalam
masalah-masalah fiqih, istimbath dan ijtihad. Beginilah
bantah membantah di kalangan fuqaha di antaranya imam
empat dan selain mereka. Ini dalam masalah-masalah
fiqih. Dan ini tidak tercela secara ilmiah.
Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak maksum. Mereka
mempunyai
kekeliruan-kekeliruan.
Kadang-kadang
41

Perhatikan --wahai saudaraku yang mulia-- terhadap kenyataan ini yang


memperkuat sejauh mana penyebab manusia tertipu akibat pujiannya terhadap ahlu
bidah. Imam Adz Dzahabi dan lainnya meriwayatkan peristwa ini, dia berkata Abu
Walid Al Baji telah berkata dalam Kitab Ikhtishar Firaqu Al Fuqaha dari tulisannya
ketika menyebutkan Qadhi Abu Bakar Al Baqilani, sungguh telah mengabarkan
kepadaku Abu Dzar Al Harawi --dia condong kepada madzhab asyari-- maka saya
bertanya kepadanya:
Darimana engkau ini dan mengapa begitu? Dia menjawab: Saya berjalan bersama
Abul Hasan Ad Daruquthni maka kami bertemu dengan Qadhi Abu Bakar bin At Thib
Al Asyari. Lalu Ad Daruquthni memeluk dan menciumnya (wajah dan kedua
matanya). Maka tatkala mereka berdua telah berpisah saya bertanya: Siapakah dia
yang telah Anda sikapi demikian, saya tidak yakin Anda melakukannya padahal Anda
adalah imam pada zaman Anda? Maka Ad Daruquthni menjawab: Ia adalah
pemimpin kaum Muslimin dan pembela dien, namanya Al Qadhi Abu Bakar bin At
Thib. Kemudian sejak saat itu saya mengulanginya (seperti itu) dan saya berteladan
terhadap madzhabnya. (Lihat Tadzkiru Al Huffazh 3/1104-1105 dan Siyar
Alamin Nubala 17/558-559)
Saya (Abu Abdillah) berkata, dalam kisah ini engkau lihat Ad Daruquthni telah
menyebabkan temannya tertipu melihat apa yang telah dilakukannya terhadap Al
Baqilani Al Asyari. Yakni pujiannya terhadap Al Baqilani bahwa orang ini adalah
pemimpin kaum Muslimin . Wallahu alam.

32

mereka belum mendapatkan dalil atau salah istimbath.


Maka kita jelaskan kesalahannya dan tidak diam atas hal
ini. Kemudian kita memberi udzur kepadanya. Karena
sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Apabila seorang hakim (mujtahid) telah berijtihad dan
benar maka baginya dua pahala. Apabila dia beijtihad dan
salah maka baginya satu pahala42.
Adapun dalam masalah-masalah akidah tidak boleh bagi
kita memuji-muji penyesat dan penyimpang dari Ahlus
Sunnah wal Jamaah seperti mutazilah, jahmiyah,
zanadiqah (zindiq) dan mulahadah43.
42

Bukhari 6919 dan Muslim 1718.

43

Kadang-kadang orang berkata: Mengapa kalian membicarakan mutazilah,


jahmiyah, zanadiqah, asyariyah, khawarij ataupun murjiah. Engkau selalu
menyebut-nyebut mereka ketika membahas masalah akidah padahal mereka telah
lama berlalu dan telah terkubur di dalam tanah? Sebagaimana dikatakan jaman telah
memakan dan meminum mereka. Toh tak ada sebab-sebab untuk menyebutnya?
Kami katakan --dengan taufik Allah Taala-- ya, kelompok-kelompok ini telah lama
berlalu. Demikian pula pendiri dan orang-orangnya telah berpisah dengan kehidupan
ini sejak berabad-abad yang lewat. Tetapi ide-ide dan keyakinan (aqaid) mereka
tetap ada. Bahkan saat ini di hadapan kita banyak sekali orang yang terpengaruh
dengan mereka. Akidah dan pikiran-pikiran mereka seringkali dipropagandakan oleh
kebanyakan orang dari generasi ke generasi. Seperti mutazilah masih tersebar
akidahnya di kalangan orang yang menisbatkan diri kepada Islam. Juga syiah dan
seluruh sektenya, zaidiyah mereka di atas akidah itizal (mutazilah). Sedangkan
asyariyah masih banyak dianut oleh kebanyakan Muslimin dewasa ini. Kelompok
murjiah masih juga ada yang paling ringan penyimpangannya sebagaimana terjadi
pada sebagian pengikut madzhab Hanafi yang berpendapat bahwa iman adalah
pembenaran dan perkataan tidak termasuk amal perbuatan. Irja ini lebih ringan
daripada irja-nya ahlu kalam yang telah dikenal. Adapun mulahidah (para
penyimpang) dari wihdatul wujud pun masih ada seperti pengikut Ibnu Arabi sampai
saat ini masih banyak dan mereka dari golongan sufi yang ghuluw. Atas dasar ini
ketika kami menyebutkan firqah-firqah tersebut bukanlah berarti kami
membicarakan tulang-tulang yang telah rapuh. Tetapi kami membicarakan kelompok
yang ada di kalangan kaum Muslimin pada hari ini. Hal itu adalah perkara yang jelas
bagi para penuntut ilmu. Orang yang mengingkari kami dalam menyebutkan firqahfirqah tersebut adalah orang yang tidak/belum tahu kebenaran. Maka wajib baginya
menanyakan terlebih dahulu sebelum mengingkarinya. Tentang hal ini kami
cukupkan sekian, kalau tidak tentu pembahasannya akan sangat panjang. Wallahu
alam.
Saya berikan sebagian contoh yang menjelaskan bahwa ide-ide firqah sesat itu
masih ada:
a.

Telah berkata Sayyid Qutub dalam kitab Fi Zilali Al Quran 4/2328: Al Quran itu
adalah sesuatu yang nampak yang bersifat alami seperti bumi dan langit.

Perkataan ini adalah perkataan tentang kemakhlukan Al Quran sebagaimana


perkataan jahmiyah dan lainnya.

33

b.

Dia berkata juga dalam Az Zilal VI/4002 dalam menafsirkan ayat bahwa:

Sesungguhnya itu (surat Al Ikhlash) menjelaskan kesatuan-kesatuan sesuatu (dzat)


maka tidak ada kenyataan (dzat) kecuali kenyataan (dzat)nya. Dan tidak ada
sesuatu (dzat) yang sebenarnya kecuali keberadaan (dzat)nya. Sedangkan segala
sesuatu (dzat) yang lain keberadaannya terambil dari sesuatu (dzat) yang
sebenarnya.
Inilah akidah wihdatul wujud.
c.

Muhammad Qutub berkata: Sesungguhnya perkara yang dibutuhkan untuk


berdakwah kepada manusia adalah memperbarui Islamnya. Bukan karena
mereka menolak mengucapkan kalimat La ilaha illallah sebagaimana kaum
musyrikin generasi awal (jaman Rasulullah) yang menolak untuk
mengucapkannya. Tetapi mereka saat ini menolak kandungan kalimat tersebut
yakni menolak berhukum dengan hukum/syariat Allah. Dari kitab Waqiina Al
Muashir.

Saya (Abu Abdillah) berkata, ini adalah pengkafiran terhadap mayoritas manusia.
Kalau tidak, mengapa dia memutuskan bahwa mereka (manusia saat ini) menolak
hukum Allah? Bagaimana dia menyerupakan mereka seperti kaum jahiliyah sebelum
Islam? Tanpa perincian dan pengecualian kepada orang-orang yang mau berhukum
dengan syariat Allah dan hanya mengakui undang-undangnya itu hanyalah
Kitabullah. Perkataan yang mutlak (mengandung pengkafiran) ini banyak sekali dan
terulang-ulang di buku-bukunya. Seakan-akan dia tidak tahu adanya negara Islam
Salafi yang besar yang ada di jantung jazirah Arabiyah. Yang mengherankan --dia
atau lainnya-- hidup di negara Islam ini, Mamlakatul Al Arabiyah Suudiyah tatkala
mereka mengucapkan kalimat ini secara mutlak (umum). Kalimat ini mengandung
pengkaburan yang berbahaya bagi para pembaca. Sehingga para pembaca akan
memahami bahwa saat ini tidak didapati negara Islam yang mengucapkan kalimat La
Ilaha Illallah yang mengamalkan kandungan-kandungannya dan berhukum dengan
syariat Allah. Ini adalah penipuan, pengkaburan dan penyesatan terhadap umat.
Waspadalah wahai para penuntut ilmu terhadap fenomena yang telah tersebar pada
banyak kitab-kitab mereka. Mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada
mereka.
d.

Salah seorang dai berkata


yakni saat ada seseorang
hadapan teman-temannya.
Yang lain berkata: Saya
mempunyai mahar. Saya
wajahnya cantik.

tentang orang yang terang-terangan bermaksiat


yang menyombongkan diri telah bermaksiat di
Dia mengatakan telah berbuat begini dan begitu.
mempunyai hubungan-hubungan cinta dan saya
juga mempunyai banyak wanita (pacar) yang

Pembicaraan ini mereka rekam dalam satu kaset dan mereka merasa puas dengan
maksiatnya. (Kata dai itu, ed.): Bagi mereka tak ada kemuliaan karena mereka
telah murtad (keluar dari Islam) disebabkan perbuatannya itu. Orang-orang yang
kaya menyebarkan kaset-kaset ini kepada sebagian pemuda sehingga mendorong
mereka melakukan perbuatan rendah itu dan menipu para pemuda dan pemudi.
Kemudian dai itu berkata: Yang paling ringan dikatakan kepada orang yang
melakukan perbuatan ini adalah bahwa sesungguhnya dia menganggap remeh
terhadap maksiat itu. Dan tidak diragukan bahwa anggapan remeh terhadap dosa -lebih-lebih dosa besar yang telah disepakati keharamannya-- maka dia kufur kepada
Allah. Amalan mereka ini menjadikan rihlah (keluar) dari Islam. Saya katakan begini
dan saya merasa puas dan tenang dengan keyakinan yang demikian itu. (Dinukil
dari kaset rekaman)

34

Saya (Abu Abdillah) berkata, dia tergesa-gesa dalam pengkafiran dan membicarakan
apa yang ada di lubuk hati manusia. Orang yang berbuat begini dia ingin seperti ini.
Dan menafsirkan bahwa maksiat yang disiarkan dan ditebarkan di kalangan manusia
itu dianggap sebagai sikap peremehan sehingga akhirnya menuju kekafiran. Dalam
hal ini jika dia (dai) itu telah menunjukkan suatu keputusan berarti dia telah lancang
dalam pengkafiran disebabkan dosa besar dan tidak punya sikap hati-hati.
Pengkabaran tentang maksiat dan perbuatan jelek lainnya ini mengandung
kemungkinan. Kadang pelakunya orang bodoh sehingga harus dinasihati dulu
sebelum dikafirkan, inilah cara Ahlus Sunnah wal Jamaah. Wallahu alam.
e.

Dai yang lain bertanya kemudian dijawabnya sendiri pada saat itu juga:
Apakah yang ada di masyarakat kita hanya kemungkaran semata? Apakah
kebanyakan orang sekarang mengira bahwa riba adalah maksiat atau dosa
besar demikian pula minum khamr dan suap menyuap? Tidak, wahai
saudaraku. Saya telah menyelidiki perkara ini dan telah jelas bagi saya bahwa
kebanyakan orang di masyarakat kita menganggap riba itu halal, audzubillah!
Apakah kalian tidak mengetahui bahwa bank-bank riba di negara kita makin
bertambah nasabahnya dari kalangan para jutawan. Demi Allah, bukankah
mereka mengetahui bahwa riba itu haram? Tetapi para jutawan itu terus saja
berhubungan dengan uang riba, apakah ini hanya dikatakan sebagai pelaku
maksiat? Tidak, wallahi! Oleh karena itu bahaya telah nampak disebabkan
banyak tersebarnya pelaku maksiat yakni mereka menganggap halal terhadap
dosa-dosa yang besar ini. Naudzubillah. (Dinukil dari kasetnya)

Saya (Abu Abdillah) berkata, seperti apa yang telah saya bicarakan pada contoh
sebelumnya tetapi contoh ini lebih berbahaya atas dai itu menurut pemahamanku.
Karena dia telah berkata secara berlebihan. Yakni bahwa suap, riba, minum khamr
yang terjadi di masyarakat bukanlah maksiat atau dosa besar semata dan dia pun
bersumpah dengan nama Allah atas hal ini!
Sebagaimana yang Anda lihat wahai pembaca, ini berarti menafsirkan apa-apa yang
ada di lubuk hati orang seperti isyarat saya pada contoh terdahulu. Dai ini
memastikan bahwa orang yang terus-menerus dalam maksiat berarti dia telah
menganggap halal (maksiat itu) tanpa mendengar adanya orang yang mengatakan
bahwa riba itu haram atau menjalankan suap menyuap itu halal ataupun
mengerjakan minum-minuman khamr itu halal. Kemudian memastikan pengkafiran
tanpa mendengar dulu. Contoh-contoh tersebut merupakan dalil yang jelas atas
lemahnya sifat wara (kehati-hatian) dan tidak adanya perhatian dari orang. Nasihat
saya kepada dai ini dan yang seperti dia hendaklah mereka tarik kembali keterangan
seperti itu yang membahayakan diri mereka dan lainnya. Kembali kepada Al Haq dan
itu lebih baik daripada berkepanjangan di atas kebatilan.
f.

Dai ketiga --seorang doktor dalam bidang akidah-- berkata: Telah nampak
kekufuran dan penyimpangan di sekitar kita. Tersebar kemungkaran di tempattempat pertemuan kita. Banyak faktor yang mendorong berbuat zina disiarkan
di radio-radio dan televisi-televisi. Kita juga menganggap bahwa riba itu
boleh. Dari kitabnya dia yang terbit dengan empat judul yang berbeda-beda di
empat negara yaitu Pakistan, Amerika, Yordania dan Mesir. Dai ini juga berkata
sambil memegang sesuatu yang disajikan di sebuah hotel di Khulaijah: Hotel
ini --dengan segala ketulusan-- menyediakan minum-minuman yang
disuguhkan kepada setiap orang yang ada di dalamnya . Ini adalah ajakan
yang terang-terangan untuk minum khamr. Disuguhkan juga tari-tarian
telanjang sambil minum khamr. Naudzubillah dari kekafiran ini. (Dari
kasetnya)

35

Kebanyakan manusia telah tersamar (bingung) dalam hal


ini pada zaman sekarang. Asal dari kebingungan ini adalah
adanya manhaj muwazanah antara kebaikan-kebaikan
dan kesalahan dalam mengkritik sebagaimana telah
disebut oleh sebagian pemuda. Mereka pun telah menulis
manhaj
tersebut
dalam
suatu
risalah
kemudian
disebarkannya dengan senang. Saya telah memahami
risalah itu yang pemiliknya menduga tentang keharusan
muwazanah. Kemudian saya beritahukan risalah itu
kepada Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali44. Beliau telah
membantah risalah yang berisi manhaj muwazanah
tersebut
dengan
bantahan
yang
memuaskan.
Dijelaskannya kesalahan-kesalahan dalam perkataan ini
dan penyebarluasan kebatilan tersebut. Beliau juga
menjelaskan madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam
membantah dimana Salaf Ash Shalih telah membantah
Saya (Abu Abdillah) berkata, atas dasar ini sesungguhnya apa yang saya sebut pada
contoh (d) dan (e) lebih ringan bahayanya daripada (f). Karena dai ini menjelaskan
bahwa kita menganggap riba itu boleh dengan segala sifat yang ada padanya. Kami
tidak menganggap, alhamdulillah bahwa riba itu boleh. demikian juga masyarakat
kami. Kami juga tidak menganggap bahwa tersebarnya khamr di sebagian tempat itu
suatu kekufuran. Bahkan ajaran dien kami, pelaku-pelaku maksiat tersebut tetaplah
sebagai pelaku maksiat (maashi). Tersebarnya maksiat itu bukanlah kekufuran yang
nyata (menyebabkan pelakunya keluar dari Islam) bahkan semua itu adalah kufrun
duna kufrin, artinya dia tetap sebagai pelaku maksiat sedangkan dosa besar yang
dilakukannya menjadikan iman mereka tidak sempurna. Bukan pokok iman itu yang
hilang dari mereka sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Tidaklah orang yang berzina itu Mukmin ketika ia berzina. Dan tidaklah orang yang
mencuri itu Mukmin (beriman) ketika dia mencuri. (Al Hadits)
Tidak diragukan bahwa iman yang hilang itu adalah iman yang sempurna, dalil yang
demikian ini banyak sekali pada syariat kita. Kami mohon kepada Allah supaya
menjadikan kami paham akan dien ini dan menunjukkan mereka dan yang
semisalnya kepada Al Haq. Saudaraku pembaca, wahai orang yang menelaah
manhaj Salaf, setelah kita mengetahui fikrah-fikrah yang tampak pada sebagian dai
lebih-lebih para pemuda yang tertipu dengan mereka dan mau bermajelis kepada
mereka sehingga para pemuda tersebut menerima fikrah dan keyakinan yang
merusak akidah Salaf dari mereka.
Maka setelah ini apakah Anda tetap berkata: Mengapa kita membicarakan fikrahfikrah jaman ini yang sesat dan menyeleweng dalam akidah dan perbuatannya?
Perhatikanlah mudah-mudahan Anda diberi taufik oleh Allah terhadap pentingnya
dakwah tauhid dan beramal dengannya. Juga pentingnya memperingatkan manusia
dari semua kelompok pada setiap jaman dan tempat. Kemudian menyeru manusia
kembali kepada manhaj Salaf Ash Shalih di bawah cahaya Al Kitab dan As Sunnah.
Wallahu alam.
44

Kami nasihatkan kepada para penuntut ilmu untuk membaca Kitab Manhaj Ahlu
As Sunnah wal Jamaah fi Naqdi Ar Rijal wa Al Kutub wat Thawaif yang telah
dikeluarkan dengan sampul baru pada cetakan yang ketiga.

36

manusia-manusia penyesat dan tidak memuji kebaikan


mereka. Jika Salaf Ash Shalih memuji para penyesat maka
ini berarti membuka pintu pertentangan (kebingungan).
20. Tanya: Apa komentar Anda terhadap orang yang mengatakan:
Sesungguhnya permusuhan kita (kaum Muslimin)
terhadap orang yahudi bukan dalam masalah dien.
Sesungguhnya Al Quran menganjurkan untuk berteman
dan bersahabat dengan mereka45.
Jawab: Perkataan ini kacau dan menyesatkan. Yahudi adalah
orang kafir. Mereka telah dikafirkan dan dilaknat Allah
Subhanahu wa Taala. Dan mereka telah dikafirkan dan
dilaknat pula oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Berfirman Allah Subhanahu wa Taala:
Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil46.
Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Laknat Allah atas orang yahudi dan nashara47.
21. Tanya:

Apakah Anda memandang bahwa koran-koran dan


majalah-majalah yang ada di masjid sebagai bagian dari
kemungkaran yang harus diingkari dan dijelaskan kepada
manusia supaya mereka hati-hati?

Jawab: Koran-koran dan majalah-majalah jangan dikumpulkan


dan dibaca di hadapan manusia akan tetapi dikumpulkan
isinya kemudian dibaca bersama Ahlu Al Ilmi dan Ahlu Al
Halli wa Al Aqdi.
Apabila dibawa ke masjid berarti penyebarluasan48
terhadap kemungkaran49. Seringkali orang yang berbuat
45

Ini adalah perkataan Hasan Al Banna pendiri firqah ikhwanul muslimin. Simak
kembali Ikhwanul Muslimin Ahdasun Sunaati Tarikh karya Mahmud Abdul
Karim juz I halaman 409. Anda akan dapati teksnya.

46

Al Maidah : 78.

47

Bukhari 425 dan Muslim 531.

48

Janganlah kita lupa bahwa sikap yang demikian itu adalah pelanggaran atas
kehormatan rumah-rumah Allah (masjid) disebabkan memasukkan gambar-gambar
di dalamnya.
Berkata Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Mufti Saudi Arabia pada jamannya: Hukum
menggunakan gambar-gambar telah dijelaskan para ahli fiqih bahwasanya haram
hukumnya menggunakan semua gambar (yang berupa dzat) yang mempunyai ruh.
Baik di masjid-masjid atau di luarnya. Tidaklah samar bahwa meremehkan laranganlarangan Allah dengan memasang gambar-gambar di masjid-masjid adalah lebih

37

semacam ini senang dengan kemungkaran. Karena


sebagian manusia senang dengan orang-orang yang
berbuat kemungkaran untuk disebarkan dan dibicarakan.
Kadang-kadang dia berbaur bersama orang-orang munafik
yang ingin menyebarkan kejahatan dan kebatilan. Perkara
tersebut berbahaya sekali. Cara ini bukanlah jalan untuk
memperbaikinya. Bukan, demi Allah bukan begini cara
memperbaikinya. Orang yang ingin menasihati kaum
Muslimin, para pemimpin dan semuanya tidaklah dengan
cara ini yakni mengumpulkan kesalahan-kesalahan di
masjid dan mengumumkan serta mempopulerkannya. Ini
adalah awal dari sesuatu yang bisa menyeret kepada
kebatilan. Seseorang berkata: Selama perkara itu
diselesaikan dengan cara ini maka perkara itu tidak akan
pernah
selesai.
Orang
ini
mengerjakan
sesuatu
sekehendak dirinya sendiri.
Banyak orang yang tidak tahu masalah ini. Disebabkan
sikap demikian akan membuka pintu-pintu (yang
berbahaya) bagi umat. Jika Anda memberitahukan
sesuatu yang telah dilalaikan olehnya, hal ini berarti
kerusakan yang makin menjadi-jadi.
22. Tanya: Apabila ada kesalahan-kesalahan di koran-koran apakah
kami harus mengingkarinya dan menjelaskan perkara
tersebut kepada manusia?
Jawab: Kesalahan yang ada di koran atau majalah meskipun
kesalahan itu dari setiap personal (manusia)nya cara
memperbaikinya bukanlah di masjid atau di atas mimbar.
Bukan dengan cara ini! Jika di suatu koran ada
kekeliruannya --bisa jadi penulisannya-- maka tulislah
bantahan kepada koran tersebut atau kepada penulisnya.
Apabila koran itu tidak mau menyebarkannya maka
kirimkan bantahanmu kepada koran lainnya. Dengan ini

besar keharamannya dan lebih keras hukumnya. Memakai atau membawa gambargambar yang terlarang itu ketika shalat adalah lebih besar kelancangannya -naudzubillah--. (Dinukil dari fatwa-fatwa dan risalah Syaikh Muhammad bin Ibrahim
Ali Syaikh 1/193)
49

Bahkan cara ini mengobarkan semangat dan mendorong masyarakat untuk


menghujat para pemimpin. Jelas sekali bahwa yang demikian ini merupakan
kerusakan dan kemungkaran yang besar. Semua ini adalah dorongan nafsu para
politikus yang meluap yang tidak mempunyai ketetapan di atas Al Haq. Jadi menolak
kerusakan lebih didahulukan daripada mengharapkan memperoleh kebaikan.

38

perbaikan itu berhasil50. Adapun bila engkau kumpulkan


koran-koran tersebut kemudian engkau bawa ke masjid
atau ke atas mimbar lalu engkau baca di atasnya ini
artinya engkau mengajari manusia dengan jalan
kejahatan.
23. Tanya: Apakah benar kabar yang disandarkan kepada Imam
Ahmad Rahimahullah bahwa beliau shalat di belakang
jahmiyah?
Jawab: Saya tidak tahu kabar ini, Imam Ahmad adalah ulama
yang paling keras permusuhannya terhadap jahmiyah.
Saya
tidak
tahu
bahwa
beliau
pernah
shalat
51
dibelakangnya . Ya, shalat di belakang pemimpin (amir) -jika pemimpin itu menyelisihi Al Haq yang tidak sampai
pada kekufuran-- maka tetap boleh shalat dibelakangnya.
Apakah pemimpin itu baik atau jelek selama tidak keluar
dari dien lantaran terjerumus dalam kekufuran yang nyata
maka tetap dibolehkan. Walaupun dia itu fasik. Para
shahabat shalat di belakang Hajaj (pemimpin yang jelek),
mereka juga tetap shalat di belakang pemimpin yang
tercela selain dia. Hal ini untuk menyatukan kalimat kaum
Muslimin dengan mengamalkan sabda Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam:
Dengar dan taatilah serta tidak mencabut tangan dari
ketaatan kepadanya52.
Dan tidak menebarkan fitnah dan kejahatan dalam rangka
mengumpulkan dan menyatukan kalimat kaum Muslimin.

50

Beginilah manhaj Salaf yang mengharuskan para dai berjalan di atasnya dalam
mengingkari kesalahan-kesalahan semacam ini. Dengan cara membantah dan
menulis serta tidak diam terhadap kemungkaran tersebut. Dan ini adalah bagian dari
pemeliharaan bagi syariat dan hukumnya wajib. Wallahu alam.
51

Beliau seperti itu? Telah datang riwayat dari anaknya yang bernama Abdullah
yang menguatkan bahwa tidak boleh shalat di belakang jahmiyah. Terdapat dalam
Kitab As Sunnah I/103 karya Imam Abdullah bahwa dia berkata: Saya bertanya
kepada bapak saya Rahimahullah tentang shalat di belakang ahlul bidah? Dia
menjawab: Jangan shalat di belakang mereka seperti jahmiyah dan mutazilah.

52

Beliau --hafizhahullah-- mengisyaratkan kepada hadits Auf bin Malik Al Asyjai


menurut Muslim halaman 1482 bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Ingat, barangsiapa yang memiliki pemimpin lalu dia melihat pemimpin itu
mendatangi maksiat kepada Allah maka hendaklah ia membenci kemaksiatannya
dan jangan mencabut tangan dari ketaatan kepadanya.

39

24. Tanya: Apa hukumnya menisbatkan kepada jamaah yang datang


kepada kita kemudian membantu serta membelanya?
Jawab: Negara ini (Saudi Arabia) --alhamdulillah-- mempunyai
jamaah yang satu, berdiri di atas tauhid dan di atas Islam,
di bawah bendera yang selamat, di dalamnya penuh
dengan keamanan dan ketetapan di atas Al Haq. Dan
masih banyak lagi kebaikannya. Kami satu jamaah, tidak
menerima pembagian jamaah. Adapun jamaah-jamaah di
negara lain dalam hal ini ada perkara yang lurus dan
keamanan yang diharapkan. Sedangkan negara kami -alhamdulillah-berbeda
dengan
negara
lainnya
disebabkan Allah telah menganugerahkan kebaikan
atasnya. Berupa dakwah tauhid, pemberantasan syirik dan
tegaknya pemerintahan yang berhukum dengan syariat
Islam sejak jaman pembaharuan yakni jaman Muhammad
bin Abdul Wahhab Shallallahu Alaihi wa Sallam sampai
kepada kita sekarang --alhamdulillah--. Kami tidak
mengatakan bahwa negara kami sempurna dalam segala
aspeknya. Tapi --alhamdulillah-- negara kami terusmenerus tegak di atas kebaikan yakni beramar maruf
nahi munkar, menegakkan hukuman (bagi yang
melanggar syariat Islam) yang ditetapkan berdasarkan
apa yang telah Allah turunkan, hak waris mewaris
berdasarkan Islam yang seorang pun tidak bisa ikut
campur (berdasarkan hawa nafsunya). Hal-hal semacam
ini tentu berbeda dengan negara lain. Kami adalah satu
jamaah di negara ini. Tidak menerima jamaah-jamaah
atau madzhab-madzhab lain yang bertentangan dengan
madzhab Salaf. Karena jamaah-jamaah dan madzhabmadzhab itu memecah belah jamaah dan keutuhan kami.
Hal ini pun meracuni pula fikrah para pemuda kami,
menyebabkan permusuhan dan kebencian di antara
kami53.

53

Fikrah-fikrah sebagian pemuda kita sungguh telah teracuni dengan sebab-sebab


kelompok bidah dan madzhab-madzhab yang menghancurkan serta bergolonggolongan. Sehingga tampaklah permusuhan di kalangan para pemuda yang dulunya
mereka tidak saling berselisih menjadi saling tanduk menanduk dalam hal
pemikirannya. Bahkan permusuhan itu sampai terjadi di antara sesama saudara
dalam satu rumah. Hal itu disebabkan keterkaitannya dengan kelompok-kelompok
lalu saling bermusuhan dan berwala (loyal) di atasnya. Yang demikian berarti dia
berintima (cenderung) kepada kelompok tersebut sehingga bermusuhan dan
berwala karenanya. Tidak hanya itu bahkan permusuhan terjadi pula di kalangan
dai.

40

Jika jamaah-jamaah tersebut masuk kepada kami maka


hilanglah nikmat ini yang kami hidup di dalamnya54. Oleh
karena itu kami tidak menginginkan jamaah-jamaah itu.
Kalaulah ada di dalamnya kebaikan --alhamdulillah-- ada
tambahan nikmat (persaudaraan). Jika di dalamnya ada
kejelekan maka kami ingin jauh dari mereka. Dan wajib
atas kita untuk menumbuhkan kebaikan kepada
manusia55.
Sebabnya mereka saling berintima kepada golongan dan hawa nafsu yang
menyesatkan. Mudah-mudahan Allah merahmati Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah dan
benarlah apa yang beliau katakan: Bahwa (berpegang terhadap) sunnah selalu
diiringi dengan jamaah (persatuan) dan (berpegang terhadap) bidah selalu diiringi
dengan firaq (perpecahan).
54

Kelompok-kelompok pada zaman sekarang seperti tabligh, ikhwani, sururiyah dan


qutbiyah benar-benar telah masuk di kalangan kita. Tapi para dai Salafiyun yang
tetap berintima kepada akidah dan manhaj Salaf berpegang dengan atsar (hadits). -Wajib atas mereka-- untuk menghentikan firqah-firqah baru yang menyelisihi apa
yang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya berada di
atasnya. Dai Salafiyun tidak boleh memberi kelapangan bagi tersebarnya manhajmanhaj mereka. Bahkan wajib mempersempit ruang gerak dan memusnahkan
manhaj mereka. Yang demikian dilakukan dengan cara menyebarkan ilmu yang
syari disertai dalil dari Al Kitab dan As Sunnah di atas pemahaman Salaf Ash Shalih.
Dan juga dengan cara mengajari manusia dengan tauhid, sebuah ilmu yang telah
diremehkan oleh kelompok tersebut di mana kelompok-kelompok ini sibuk dan
menyibukkan manusia untuk berkecimpung di dunia politik secara bersemangat.
Sebagian mereka menyangka bahwa memprioritaskan politik adalah untuk
menyelamatkan manusia dari kemaksiatan sehingga mereka mau mendatangi
masjid. Sementara itu di sisi lain manusia dibiarkan dalam akidah syirik seperti
mengusap kuburan dan thawaf di sekelilingnya untuk beristighatsah (minta bantuan)
kepada penghuni kubur tersebut. Sedangkan sebagian lain bercita-cita menyatukan
seluruh manusia --sebagaimana dugaannya-- tanpa mau ikut campur dalam
perselisihan masalah akidah karena hanya akan memecah belah umat --menurut
mereka--. Maka lihatlah barisan mereka yaitu quburi (penyembah kubur), khariji
(pengikut fikrah khawarij), mutazili, jahmi ataupun syii. Manhaj mereka ini adalah
persatuan dan cita-cita mereka adalah ingin mengumpulkan manusia. Prinsip-pinsip
yang senantiasa mereka dengung-dengungkan adalah: Kita saling menolong dalam
hal yang kita sepakati dan saling toleransi dalam hal yang berbeda.
Jadi wajib bagi Ahlus Sunnah wal Jamaah, Ahlul Atsar, As Salafiyun supaya
menjelaskan kelompok-kelompok yang menyelisihi ini, membuka aib mereka,
memperingatkan umat dari mereka dan menjadikan umat menjauh dari mereka.
Selain itu perlu juga membantah syubhat dan kedustaan mereka dengan menyeru
umat menuju manhaj Salaf Ash Shalih Radliyallahu Anhum Ajmain. Serta
menanamkan dakwah Salafiyah dalam lubuk hati para generasi muda, sebagaimana
yang telah ditanamkan kepada kita oleh orang-orang terdahulu.
55

Bukan untuk kesombongan dan membanggakan diri melainkan sebagai ungkapan


mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Sebagian anugerah
yang diberikan kepada kita itu antara lain berupa nikmat bertauhid (berakidah yang
benar), ulama-ulama Rabbani yang tetap di atas manhaj Salaf, adanya para
pemimpin yang menggunakan hukum Allah dan menjadikan Al Kitab dan As Sunnah

41

25. Tanya: Ada segolongan manusia yang taashub (fanatik) terhadap


salah satu madzhab atau salah seorang ulama.
Segolongan lain menjauhi sikap fanatik dan meremehkan
pendapat-pendapat ulama maupun para pemimpin.
Apakah nasihat Anda terhadap sikap yang demikian ini?
Jawab: Ya, dua macam manusia ini di atas kehancuran. Sebagian
mereka berlebih-lebihan dalam bertaklid (tanpa melihat
dalil). Sampai fanatik kepada pendapat orang walaupun
menyelisihi dalil. Ini tercela dan bisa membawa kepada
kekufuran. Naudzubillah56.
Jenis kedua menolak pendapat-pendapat ulama secara
keseluruhan dan tidak mau mengambil faidah darinya
walaupun mencocoki Al Kitab dan As Sunnah. Dalam hal
ini terkandung sikap meremehkan. Yang pertama
berlebihan sedangkan yang kedua meremehkan. Di dalam
berbagai pendapat ulama terdapat kebaikan terlebih
fiqihnya ulama Salaf yakni para shahabat, tabiin, imam
empat dan para fuqaha yang telah disaksikan keahliannya
dalam dien oleh umat. Faidah dan manfaat bisa diambil
darinya. Tetapi tidak diambil dengan dasar bahwa
pendapat itu adalah yang paling selamat. Apabila kita
mengetahui bahwa pendapat tersebut menyelisihi dalil,
kita diperintah untuk meninggalkan pendapat itu dan
mengambil dalil. Adapun jika pendapat itu tidak
menyelisihi dalil dari Al Kitab dan As Sunnah maka tidak
apa-apa kita mengambil dan menerimanya. Ini bukanlah
termasuk taashub melainkan bagian dari bab mengambil
manfaat dan faidah pada fiqih Salaf Ash Shalih sebagai
jalan untuk mengenal makna-makna Kitabullah dan
Sunnah Rasul-Nya.

sebagai undang-undangnya dan tidak menjadikan aturan selain aturan Allah sebagi
undang-undang hidupnya. Alhamdulillah dengan keadaan ini.
56

Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah berkata: Barangsiapa yang taasub (fanatik)


kepada seseorang yang telah ditentukan selain Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
seperti taasub kepada Imam Malik, Syafii, Ahmad atau Abu Hanifah dan dia
berpendapat/berkeyakinan bahwa pendapat seseorang (yang dia fanatik kepadanya)
itu adalah yang benar yang harus diikuti bukan pendapat imam yang menyelisihinya
maka barangsiapa yang berbuat seperti ini dia adalah bodoh dan sesat bahkan bisa
menjadi kafir bilamana seseorang berkeyakinan bahwa wajib atas manusia mengikuti
seorang saja dan salah satu imam empat bukan selainnya. Dia harus disuruh
bertaubat dan jika tidak bertaubat maka dibunuh. (Dari Majmu Fatawa 22/248249)

42

Beginilah pendapat yang benar dan tengah (wasath), kita


ambil pendapat ulama dan fuqaha selama mencocoki dalil
Al Kitab dan As Sunnah dan kita tinggalkan apa-apa yang
menyelisihi dalil. Kita memberi udzur pada kesalahankesalahan ulama tersebut. Kita tahu kedudukannya
sebagai Ahli Ilmu dan tidak merendahkan kedudukannya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Apabila hakim (ahli ilmu) berijtihad dan benar maka dia
mendapat dua pahala dan bila salah dalam berijtihad
maka dia dapat satu pahala57.
Kesalahan mereka diampuni bila telah memenuhi
persyaratan-persyaratan ijtihad. Orang-orang bodoh dan
pemula dalam menuntut ilmu maka tidak ada hak ijtihad.
26. Tanya: Banyak syubhat yang menimpa sebagian manusia --atau
sebagian penuntut ilmu yang masih pemula-- bahwa
mendapati majelis ilmu yakni dengan demikian akan
bertambahnya hujjah pada orang-orang yang menerima
ilmu tadi mengandung konsekuensi (tanggung jawab)
untuk disampaikan kembali dan diamalkannya.
Sehingga syubhat ini menjadikan mereka --atau sebagian
mereka-- berpaling dari menuntut ilmu yang syari. Apa
nasihat Anda untuk mereka?
Jawab: Inilah was-was dari setan. Dia (setan) mengatakan
kepadamu: Janganlah engkau belajar. Karena jika
engkau belajar maka ilmu (yang belum engkau amalkan)
itu menjadi hujjah (pertanggungjawaban) atas engkau.
Kami katakan kepadanya, bila kau tetap bodoh sedang
ulama masih ada bukankah itu merupakan hujjah
(tanggung jawab) pula atas kalian? Jadi keberadaan kalian
yang bodoh sedang ilmu dan ulama masih ada juga
pelajaran-pelajaran masih berlangsung ini lebih berbahaya
dibanding
engkau
mendatanginya
kemudian
mempelajarinya. Meskipun kadang-kadang engkau tidak
mengamalkan ilmu yang sudah kau ketahui. Karena
manusia mempunyai tabiat meremehkan pada amal dan
padanya ada sebagian dosa. Jadi apabila ia menghadiri
majelis-majelis ilmu dan pelajaran di sisi ulama di rumahrumah Allah maka diharapkan dia bisa teringat
kekeliruannya dan bertaubat dari kesalahannya jika
57

Dikeluarkan oleh Imam Bukhari 6919 dan Muslim 1716.

43

kembali kepada kebenaran. Oleh karena itu majelismajelis ilmu adalah yang menghidupkan hati. Dimana
setan tidak bisa memalingkan engkau dari ilmu yang
bermanfaat dan mempelajari ilmu yang syari dengan
syubhat dan was-was ini.
27. Tanya: Saya harap Anda menjelaskan bagaimana sikap kami
terhadap sekelompok pemuda dan penuntut ilmu yang
berpaling dari menuntut ilmu sehingga menyebabkan
mereka tidak mendapatkan ilmu dari sebagian ulama.
Mereka taasub (fanatik) pada sebagian lainnya.
Masalah ini sangat penting dan telah tersebut di kalangan
para penuntut ilmu. Apa nasihat Anda terhadap keadaan
yang demikian?
Jawab: Keadaan masyarakat negara ini (Saudi Arabia) terikat
dengan ulama-ulama mereka. Baik pemuda maupun
orang tua keadaannya baik dan lurus, tidak ada fikrah dari
luar yang datang kepada mereka. Inilah yang
menyebabkan terjadinya kesatuan dan persatuan. Mereka
percaya kepada para ulama, para pemimpin dan para
cendekiawan mereka. Mereka menjadi satu jamaah dalam
keadaan baik. Kemudian masuklah fikrah-fikrah dari luar
yang dibawa oleh para pendatang58 atau melalui sebagian
kitab-kitab atau majalah-majalah59 dan diterima para
pemuda akibatnya terjadilah perpecahan. Sesungguhnya
para pemuda tersebut masih asing terhadap manhaj Salaf
dalam berdakwah. Mereka inilah yang terpengaruh oleh
fikrah-fikrah yang datang dari luar.
Sedangkan para dai dan pemuda yang tetap menjalin
hubungan dengan ulama mereka tidak terpengaruh fikrahfikrah yang muncul ini. Mereka ini --alhamdulillah-- tetap
di atas kelurusan seperti Salafnya mereka yang shalih60.
58

Seperti orang-orang yang berpegang dengan manhaj firqah ikhwanul muslimin


dimana perhatiannya telah penuh dan rata dengan manhajnya karena meremehkan
masalah akidah dan berpaling dari manhaj Salaf Ash Shalih. Kami mohon
keselamatan kepada Allah daripadanya.

59

Seperti buku-buku ikhwanul muslimin atau majalah As Sunnah yang telah


memberi nama dengan nama As Sunnah. Inilah racun yang dimasukkan ke dalam
madu. Pembicaraan mengenai penulis majalah As Sunnah dan isinya Insya Allah
tulisan mendatang.
60

Orang-orang yang berpegang dengan Sunnah, Ahlul Atsar, As Salafiyun mereka


sering dituduh oleh orang-orang yang bermanhaj menyimpang yang jahil terhadap
sunnah dengan tuduhan orang-orang yang keras, kaki tangan (pemerintah), orang-

44

Jadi timbulnya perpecahan ini berasal dari fikrah-fikrah


dan manhaj-manhaj yang datang bukan dari ulama negeri
ini61.
Yaitu orang-orang yang tidak jelas, orang-orang sesat62
yang ingin melenyapkan nikmat yang kita rasakan di
negeri ini seperti keamanan, ketetapan berhukum dengan
syariat Allah dan kebaikan-kebaikan yang banyak di
negeri ini. Keadaan ini tidak didapati di negara-negara
lain. Mereka ingin memecah belah, menimbulkan
perselisihan di antara pemuda dan mencabut sifat
kepercayaan kepada ulamanya. Sehingga berakibat
munculnya sesuatu yang tidak terpuji. Wal iyadzubillah.
Maka wajib baik ulama, para dai, para pemuda dan
semuanya berhati-hati terhadap masalah itu. Janganlah
kita menerima fikrah-fikrah tersebut serta prinsip-prinsip
yang membingungkan.
Meskipun prinsip dan fikrah batil itu dibalut baju
kebenaran dan kebaikan yakni baju sunnah. Kami tidak
ragu terhadap keyakinan kami63. Kami di atas manhaj
yang selamat di atas akidah yang selamat. Kita
mempunyai segala kebaikan --alhamdulillah--.
Mengapa kita mesti menerima pemikiran-pemikiran yang
muncul dari luar dan disebarkan di antara kita?
orang yang suka mengambil muka (di hadapan penguasa). Tuduhan-tuduhan seperti
ini sudah biasa bahkan ulama Salaf telah dituduh dengan berbagai ungkapan yang
lebih sadis yaitu sempit pandangannya (hasyawiah), mengatakan bahwa Allah itu
mempunyai jasad seperti manusia (mujasimah) dan tuduhan-tuduhan lain.
Demikianlah keadaan ahlu bidah, mereka suka mencela Ahlul Atsar.
61

Benar-benar kami meyakini --dengan pasti-- bahwa ulama di negeri ini (Saudi)
tetap mengikuti ulama Salaf baik akidah maupun manhajnya. Kami tidak mensucikan
seorang pun di atas Allah --hafizhahumullah--. Keadaan ini juga terjadi pada
sebagian ulama Salaf yang tersebar di berbagai tempat. Membicarakan ulama Salaf
di negeri ini tidaklah lepas dari sejumlah ulama yang ada di berbagai tempat
tersebut.
62

Contoh-contoh itu antara lain Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin penulis
kitab Minhajul Anbiya . Akan kami nukil dari kitab tersebut sebagian pemikirannya
yang membingungkan, Insya Allah.
63

Seorang laki-laki datang kepada Al Hasan Al Basri, dia berkata: Wahai Abu Said,
sesungguhnya saya ingin berdebat denganmu. Maka jawab Al Hasan: Pergilah
engkau dari tempat saya, sesungguhnya saya telah mengetahui kebenaran dien
saya. Sesungguhnya yang pantas kau ajak berdebat adalah orang yang masih ragu
tentang diennya. (Al Lalikai 1/128)

45

Tak ada tempat bagi kelompok tersebut kecuali


meninggalkan fikrah-fikrah yang ada padanya, menerima
tumbuhnya kebaikan pada kami64, beramal serta
berdakwah dengannya.
Ya, kami mempunyai kekurangan. Dan dengan segala
kemampuan kami hendak memperbaiki kesalahankesalahan kami tanpa mendatangkan fikrah-fikrah dari
luar yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah berdasar
pemahaman Salaf Ash Shalih. Bukan pula dari orangorang yang penuh kebingungan walau mereka hidup di
negeri ini ataupun dari para penyesat.
Jaman sekarang adalah jaman fitnah. Setiap akhir jaman
fitnah itu semakin besar. Wajib atas kalian memahami
bahaya ini. Janganlah kalian menuju syubhat atau
pendapat-pendapat orang bingung dan penyesat. Mereka
hanya ingin merampas nikmat yang kita rasakan ini.
Sehingga menyebabkan keadaan kita seperti yang ada di
negara
lain.
Timbul
perampokan,
perampasan,
pembunuhan, lenyapnya hak-hak manusia, kerusakan
akidah, permusuhan dan golongan.
28. Tanya: Saya membaca kitab yang berjudul Minhaj Al Anbiya Fi Ad
Dawah Ilallah karya Muhammad Surur bin Nayif Zainal
Abidin. Dia berkata di dalamnya: Saya perhatikan dalam
kitab-kitab akidah maka saya memandang bahwa kitabkitab tersebut ditulis untuk jaman selain kita. (Kitab-kitab,
ed.) itu merupakan saksi atas masalah dan kesulitan yang
terjadi pada jaman kitab itu ditulis. Untuk kita sekararig
permasalahan yang ada membutuhkan saksi yang baru.
Berangkat dari sana maka metodologi yang dimiliki kitabkitab itu sangat kering karena isinya sekadar nash-nash
dan hukum-hukum. Oleh karena itu sebagian besar
pemuda berpaling darinya65 dan tidak butuh dengannya.

64

Akidah yang benar dan manhaj Salaf yang lurus diambil dari Kitab Allah dan
Sunnah Musthafa Shallallahu Alaihi wa Sallam di atas pemahaman Salaf Ash Shalih.

65

Kitab Minhajul Anbiya fi Dawah Ilallah juz pertama halaman 8 karya Muhammad
Surur bin Nayif Zainal Abidin. Pikiran-pikiran yang menyeleweng dari orang ini dapat
diketahui dari berbagai tulisannya serta permusuhannya terhadap Ahlus Sunnah di
negeri ini. Tidaklah kami menyaksikan kecuali dari apa yang telah ditulis tangannya
dan goresan penanya. Ini ada beberapa perkataannya yang menyimpang.
Pertama, bencinya terhadap kitab-kitab akidah seperti tercantum dalam pernyataan
di atas. Engkau akan menemukan jawaban yang menyejukkan dan mencukupi.

46

Kedua, dia menganut akidah khawarij yaitu mudah mengkafirkan hanya karena
maksiat, baik kepada para pemimpin yang aniaya atau kepada suatu kaum. Tentang
pemimpin-pemimpin negara tulisannya terdapat dalam majalah As Sunnah yang
telah tersebar dalam pembahasan ini dan (tulisannya tersebut) bukan perkara yang
tersembunyi.
Adapun pengkafirannya terhadap suatu kaum terdapat dalam kitabnya Minhajul
Anbiya juz pertama halaman 158: Sudah dimaklumi bahwa kaum Nabi Luth Alaihis
Salam kalau mereka beriman kepada Nabi mereka tetapi mereka tidak meninggalkan
perbuatan mereka yang busuk itu tentu iman mereka kepada Allah tidak
bermanfaat. Dia juga menetapkan: Bukanlah hal yang aneh bagi orang yang
mengetahui bahwa masalah hubungan antara laki-laki adalah permasalahan
terpenting dalam dakwah Nabi Luth Alaihis Salam. Sesungguhnya jika kaumnya
memenuhi seruan Nabi Luth untuk beriman kepada Allah dan tidak
menyekutukannya tentu tak ada artinya jawaban (iman) mereka apabila tidak
disertai meninggalkan kebiasaan keji yang dilakukannya bersama.
Ketiga, permusuhan mereka terhadap Ahlus Sunnah Salafiyin. Di dalam ucapanucapannya akan kau lihat betapa dia membicarakan dakwah dengan cacian dan
cercaan. Ulama-ulama di negeri Saudi lebih-lebih Kibarul Ulama dia angkat melalui
judul Al Musa Adatur Rasmiyah (pembantu-pembantu resmi). Katanya: Segolongan
lain (pembantu-pembantu resmi) mengikuti dan mengikat sikap-sikap mereka
kepada tuan mereka . Apabila tuannya minta bantuan kepada Amerika maka budak
itu berusaha mengumpulkan dalil-dalil yang membolehkan perbuatan tersebut.
Mereka mengingkari setiap orang yang menyelisihi usaha mereka. Apabila tuan itu
berselisih dengan imam rafidhah maka budak-budak kecil itu menyebutkan
kebusukan rafidhah . Jika permusuhan itu berhenti maka budak-budak kecil itu
diam dan berhenti karena ada pembagian buku-buku yang diberikan kepada mereka.
Jenis manusia ini, mereka membuat kedustaan, memata-matai, menulis laporanlaporan, mengerjakan segala sesuatu yang diinginkan penguasa mereka. Dan
mereka itu sedikit --alhamdulillah--. Mereka masuk di dunia dakwah dan amal Islami
lantas kedok mereka tersibak. Walaupun mereka memanjangkan jenggot dan
memendekkan bajunya (di atas mata kaki). Seperti inilah dia (Muhammad Surur)
mengolok-olok sunnah di dalam majalah As Sunnah.
Perkataannya lagi: Mereka menyangka bahwa mereka melindungi As Sunnah. Dan
jenis manusia ini membahayakan dakwah Islam. Maka kenifakan itu datang , wahai
saudara-saudaraku. Penampilannya janganlah sampai menipu kalian. Orang tua ini
telah diperlakukan oleh orang zhalim. Dan kepentingan Fadhilatu Asy Syaikh tidak
jauh berbeda dengan kepentingan orang-orang besar yang mencari perlindungan.
(Dinukil dari majalah As Sunnah edisi 23, Dzulhijah 1412 H halaman 29-30)
Wahai pembaca, jelas bagi kalian bahwa yang dimaksud dengan perkataannya di
muka jenis manusia ini adalah ulama di negeri Saudi. Dan sebutannya tuan
adalah penguasa-penguasa negara Saudi. Yang menguatkan maksud ini adalah
perkataannya: Apabila tuan itu minta bantuan kepada Amerika maka budak kecil itu
berusaha . Dia sedang membicarakan masalah meminta bantuan dalam Perang
Teluk. Dan yang dimaksudkan kata budak adalah ulama kita --mudah-mudahan
mendapatkan sesuatu dari Allah dari apa-apa yang berhak atasnya--. Dia juga
menuduh ulama juga sebagai orang yang berpenyakit nifak (bermuka dua). Adakah
yang cemburu terhadap ulama kita?
Di dalam majalahnya As Sunnah edisi 26 Jumadil Ula 1413 H halaman 2-3 dengan
judul Orang-Orang yang Bertindak Sewenang-Wenang dan Budak: Tingkatantingkatan ubudiyah (perbudakan) masa sekarang yaitu pertama, yang duduk

47

Apa komentar Anda terhadap perkataan ini?


Jawab: Mengapa kita mengambil pikiran dari luar? Mengapa kita
mengambil pikiran-pikiran kita dari Muhammad Surur bin
Nayif Zainal Abidin di London atau dari yang lainnya?
Mengapa kita tidak kembali kepada kitab-kitab yang ada
di hadapan kita? Yakni kitab-kitab Salaf Ash Shalih, kitabkitab tauhid yang bersumber dari para ulama dan tidak
bersumber dari penulis yang tidak diketahui tujuannya
dan kadar ilmunya?

bersilang di singgasananya sebagai pimpinan wilayah-wilayah yang bergabung


dengan George Bush dan esok dengan Clinton. Kedua, para pemimpin di negerinegeri Arab, mereka berkeyakinan bahwa manfaat dan madharat mereka ada di
tangan Bush.
Saya (Abu Abdillah) berkata, bagaimana dia memastikan bahwa ini akidah mereka?
Apakah dia (Muhammad Surur) ini telah membelah dada mereka ataukah para
pemimpin ini mengabarkannya demikian? Subhanallah, inilah kedustaan yang besar.
Perkataannya berikut: Karena itu mereka haji, nadzar dan mendekatkan diri
kepadanya (Bush).
Kalimat ini sebagai dalil bahwa Muhammad Surur mengkafirkan para pemimpin yang
aniaya --sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelum ini--. Dia juga berkata:
Tingkatan yang ketiga, para tangan kanan penguasa seperti perdana menteri, para
menteri, panglima perang dan Dewan Pertimbangan mereka semua bersikap munafik
kepada tuan mereka dan menghiasi kebatilan dengan tanpa sifat malu dan perwira.
Tingkat ke-4, 5 dan 6 yakni pejabat-pejabat tinggi di samping menteri. Sungguh
pada jaman dahulu perbudakan itu terbuka karena tuan langsung berhubungan
dengan budak. Adapun pada hari ini perbudakan itu tersembunyi. Keheranan saya
tak habis-habis terhadap orang-orang yang membicarakan tauhid sementara mereka
ini adalah budaknya budak dan budak itu budaknya budak sedang budak ini
budaknya budak lagi, budak yang terakhir adalah budaknya tuan mereka yang
nashrani.
Demi Allah --wahai pembaca-- jawablah pertanyaan ini dengan segala ketulusan dan
ketakwaan, siapakah mereka yang membicarakan tauhid selain sejumlah ulama?
Bukankah mereka itu adalah ulama-ulama Saudi seperti Syaikh bin Baz, Ibnu
Utsaimin, Shalih Al Luhaidan dan para ulama besar selain mereka? Pada saat ini
muncullah seseorang yang memberi sifat kepada mereka sebagai budak para
penguasa kemudian menjadi budaknya Bush.
Benarlah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Apabila engkau tak punya sifat malu, berbuatlah sekehendakmu. (Dikeluarkan oleh
Bukhari 3296 dari hadits Abu Masud Al Badri Radliyallahu Anhu)
Kemudian sikap dia (Muhammad Surur) bertentangan dengan dirinya sendiri. Yakni
dia mengharamkan minta bantuan kepada orang kuffar ketika ada kesulitan sedang
dia sendiri berlindung kepada mereka. Dia menetap tinggal di negeri kuffar dan di
bawah perlindungan mereka. Apa bedanya kuffar Amerika dan kuffar Inggris.
Dimana dia hidup di bawah naungan dan undang-undang mereka padahal ia tengah
tidak dalam kesulitan? Tidakkah malu laki-laki ini?

48

Perkataan orang ini (Muhammad Surur) menyesatkan


para pemuda. Menyebabkan mereka berpaling dari kitabkitab yang berisi akidah yang benar, kitab-kitab Salaf.
Mereka menuju pikiran-pikiran yang baru dan kitab-kitab
baru
yang
mengandung
pikiran-pikiran
yang
membingungkan.
Kitab-kitab akidah yang membahayakan --menurut
Muhammad Surur-- berisi nash-nash dan hukum-hukum
yang di dalamnya tertulis firman Allah Subhanahu wa
Taala dan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Sedang yang dia inginkan adalah pemikiran fulan dan
fulan dan tidak menginginkan nash-nash dan hukumhukum.
Maka kalian wajib hati-hati terhadap makar yang batil ini.
Karena
dengan
hal
tersebut
diharapkan
dapat
memalingkan para pemuda kami dari kitab pendahulunya
yang shalih.
Alhamdulillah
kami
merasa
cukup
dengan
yang
ditinggalkan oleh pendahulu kami yang shalih. Berupa
kitab-kitab akidah, kitab-kitab dakwah yang tidak
menggunakan metodologi yang kering menurut dugaan
penulis ini bahkan dengan metodologi yang hidup.
Alhamdulillah. Yaitu metodologi ilmiah yang bersumber
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya seperti Kitab Shahih
Bukhari, Muslim dan kitab-kitab hadits lainnya. Kitabullah
Taala tidak dicemari kebatilan dari awal hingga akhir.
Kemudian juga kitab-kitab sunnah seperti Kitab As
Sunnah karya Ibnu Abi Ashim, Asy Syariah karya Imam
Al Ajuri, As Sunnah karya Abdullah bin Imam Ahmad,
kitab-kitab Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya
Ibnul Qayyim dan kitab-kitabnya Syaikh Al Islam Mujaddid
Muhammad bin Abdul Wahhab.
Maka wajib atas kalian berpegang dengan kitab ini dan
mengambil manfaat darinya. Apabila Al Quran itu kering,
As Sunnah kering demikian juga perkataan Ahlu Al Ilmi
yang masyhur itu kering maka orang yang menganggap
begini bashirah (hati)nya buta. Seperti perkataan penyair:
Mata yang sakit menolak sinar matahari.
Dan mulut yang sakit menolak air minum yang segar.

49

29. Tanya: Bagaimana sikap para penuntut ilmu terhadap kitab


Minhajul Anbiya?
Jawab: Tampaklah penyakit-penyakit yang ada di dalam kitab ini
sehingga diperintahkan untuk ditarik kembali dari
perpustakaan-perpustakaan dan dilarang masuk ke
Mamlakatul Arabiyah66.
30. Tanya: Apa hukum sandiwara yang dinamakan dengan sandiwara
Islami dan nasyid-nasyid yang dinamakan nasyid Islami
yang hal ini dilakukan oleh sebagian pemuda di pusatpusat hiburan selama musim panas?
Jawab: Sandiwara67 saya katakan tidak boleh karena:

66

Samahatu Syaikh Abdullah bin Abdulaziz bin Baz ditanya dalam suatu ceramah
dengan judul Afatu Al Lisan pada tanggal 29/12/1413 H di Thaif tentang Perkataan
Muhammad Surur Zaenal Abidin dan sikap dia terhadap buku-buku akidah
sebagaimana pertanyaan yang telah lalu. Maka beliau --hafizhahullah-- menjawab:
Ini kesalahan yang besar. Kitab-kitab akidah itu benar dan tak mengandung
kekeringan, berisi firman Allah Subhanahu wa Taala dan sabda Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Apabila dia mensifati Al Quran dan As Sunnah
sebagai sesuatu yang kering maka merupakan penolakan terhadap Islam. Ini
adalah ungkapan yang berpenyakit dan sangat buruk.
Beliau ditanya tentang hukum menjual kitab tersebut maka jawab beliau:
Jika isinya perkataan seperti itu maka tidak boleh menjualnya dan bukunya
wajib disobek-sobek. (Dinukil dari kaset ceramah beliau)
67

Syaikh Bakar Abu Zaid berkata dalam kitabnya, At Tamtsil:


Keberadaan sandiwara awalnya adalah bentuk peribadatan non Islam.
Sebagian Ahlu Ilmi menguatkan bahwa inti sandiwara itu adalah bagian dari
syiar-syiar peribadatan penyembah berhala di Yunani. (Halaman 18)

Syaikh Al Islam berkata dalam kitabnya, Iqtidha Sirath Al Mustaqim 191 cetakan
Darul Hadits tentang apa yang dikerjakan kaum nashara pada hari raya mereka yang
disebut hari rayanya orang-orang yang berkepala udang (id asy syaanin): Mereka
keluar pada hari raya dengan membawa daun zaitun dan sejenisnya dan mereka
menyangka bahwa sikap demikian itu menyerupai apa yang ada pada Al Masih
Alaihis Salam. Hal ini telah dinukil oleh Syaikh Bakar Abu Zaid dalam At Tamtsil.
Syaikh Bakar mengisyaratkan tentang hal itu dalam kitabnya halaman 27-28:
Engkau telah mengetahui bahwa sandiwara itu tak ada hubungannya dengan
sejarah kaum Muslimin pada generasi yang pertama (utama). Kedatangannya
tak disangka-sangka pada masa sedikitnya orang yang berilmu yakni pada
abad 14 H. Kemudian disambut dengan mendirikan rumah-rumah hiburan dan
gedung-gedung sandiwara serta merta berpindahlah dari tempat-tempat
peribadatan kaum nashara kepada sekelompok pelaku sandiwara Islami di
sekolah-sekolah dan pada sebagian jamaah Islam. [Saya (Abu Abdillah)
berkata contohnya ikhwanul muslimin.]
Apabila engkau telah memaklumi hal ini maka ketahuilah bahwa kaidah-kaidah
dan prinsip-prinsip Islam yang mengangkat ahlinya kepada derajat mulia dan

50

sempurna. Tentu menuntut penolakan dengan cara itu. Sebagaimana diketahui


bahwa suatu amal mungkin termasuk sebagai ibadah atau bisa jadi termasuk
sebagai adat. Maka asal ibadah tidaklah disyariatkan kecuali apa yang
disyariatkan oleh Allah dan asal adat adalah tidak dilarang kecuali apa yang
telah Allah larang. Oleh karena itu sandiwara Islami itu tidak boleh diadakan
sebagai jalan ibadah ataupun sebagai bagian dari kebiasaan atau adat yang
mengandung unsur permainan dan hiburan.
Sandiwara Islami tidak ditetapkan dalam syariat, dia jalan yang baru. Sebagian
dan keseluruhan ajaran Islam adalah apa yang disabdakan oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Barangsiapa yang membikin perkara-perkara baru dalam urusan kami (Islam)
yang perkara itu bukan dari Islam maka tertolak.
Karena itu apa yang telah engkau lihat pada beberapa sekolah atau kampuskampus yakni adanya permainan sandiwara Islami maka sesungguhnya itu
adalah sandiwara bidah karena telah diketahui asalnya. Amalan tersebut bagi
kaum Muslimin adalah perkara yang keluar dari daerah yang ditentukan
berdasarkan dalil syari.
Karena amalan tersebut merupakan ibadah penyembah berhala dari Yunani
dan ahlu bidah nashara maka tak ada dasarnya dalam Islam secara mutlak.
Jadi amalan itu adalah perkara baru dalam Islam dan setiap perkara baru
dalam Islam adalah bidah yang menyerupai syariah. Nama yang pas untuk
istilah itu berdasar syariat Islam adalah Sandiwara Bidah.
Apabila sandiwara ini dimasukkan sebagai adat maka hal itu menyerupai
musuh-musuh Allah (kafir). Sedangkan kita telah dilarang menyerupai mereka.
Sementara perkara itu tidak dikenal kecuali dari mereka.
Saya (Abu Abdillah) berkata, sesungguhnya sandiwara Islami sebagaimana yang
mereka namakan hanya terdapat di pusat hiburan selama musim panas dan sekolahsekolah dianggap sebagai salah satu metode dakwah dan cara mempengaruhi para
pemuda. Ini merupakan akal-akalan mereka yang secara syara tertolak. Padahal
cara dan metode dakwah kepada Allah adalah tauqifiyah (ittiba) maka tidak ada hak
bagi seseorang untuk membikin sesuatu (untuk peribadatan) dari dirinya. Saya tidak
akan membicarakan masalah sarana dakwah secara panjang lebar. Silakan kembali
menelaah jawaban untuk pertanyaan ke-17.
Jika ada orang yang berkata: Sesungguhnya sarana-sarana berdakwah merupakan
bagian dari Mashalihul Mursalah.
Kami jawab, apakah syariah meremehkan segala kebaikan bagi hamba-hambanya?
Jawabannya terdapat dalam keterangan Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah sebagai
berikut:
Secara singkat bahwa syariah tidak meremehkan kebaikan (maslahat) sama
sekali bahkan Allah Taala telah menyempurnakan dien nikmat-Nya bagi kita.
Jadi tidak ada yang mendekatkan diri ke surga kecuali kita telah diperintah
beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mengerjakannya. Beliau telah
meninggalkan kita di atas lembaran yang putih bersih. Malamnya seperti
siangnya, tidak menyimpang daripadanya melainkan orang yang binasa.
(Dinukil dari Kitab Hujaju Al Qawiyyah ala Anna Wasaila Ad Dawah
Tauqifiyyah karya Syaikh Abdussallam bin Barjas halaman 40)
Saya (Abu Abdillah) berkata, apabila sejumlah besar dari berbagai kekufuran,
kefasikan dan kemaksiatan bertaubat kepada Al Haq dengan jalan yang syari --dan
memang harus demikian-- maka mengapa seorang dai mencari jalan yang tidak

51

Pertama, di dalamnya melalaikan orang yang hadir68


sebab mereka memperhatikan gerakan-gerakan pemain
terdapat di dalam syara? Lagipula bahwa sesungguhnya apa yang terdapat dalam
syara sungguh telah mencukupi untuk memperoleh tujuan dakwah kepada Allah.
Yakni menjadikan ahlu maksiat bertaubat dan orang-orang yang tersesat mendapat
petunjuk. Hendaklah para dai melapangkan dirinya tatkala berdakwah kepada Allah
dengan sarana yang para shahahat melapangkan diri mereka di atasnya.
Sesungguhnya mereka kembali menuju kepada ilmu. Ibnu Masud Radliyallahu Anhu
berkata:
Sesungguhnya kalian akan menciptakan perkara yang baru dan akan diciptakan
perkara yang baru untuk kalian. Maka apabila kalian melihat perkara yang baru
wajib atas kalian berpegang dengan perkara yang pertama (Rasulullah dan para
shahabat).
Ibnu Masud Radliyallahu Anhu berkata pula:
Hati-hati kalian terhadap bidah, hati-hati kalian terhadap berlebih-lebihan, hati-hati
kalian terhadap berdalam-dalaman dan wajib kalian berpegang dengan generasi
yang dahulu. (Dinukil dari Kitab Hujaj Al Qawiyyah karya Syaikh Abdussallam bin
Barjas halaman 43)
Syaikh Abdussallam berkata:
Sesungguhnya menentukan kebaikan dalam suatu perkara adalah sulit sekali.
Kadang-kadang seorang pengamat menyangka bahwa ini adalah maslahah
padahal ini sesungguhnya yang berkuasa menentukan kemaslahatan adalah
Ahlul Ilmi. Merekalah yang dipenuhi keadilan dan bashirah yang senantiasa
mewujudkan hukum-hukum syariah serta kebaikan-kebaikan. Oleh karena itu
suatu masalah butuh sikap hati-hati yang besar dan sangat waspada dari
penguasaan hawa nafsu jika menghendaki sesuatu yang baik. Hawa nafsu
sering menghiasi sesuatu yang rusak menjadi tampak baik sehingga banyak
yang tertipu. Padahal bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. Lalu
bagaimana para muqallid (orang yang taklid) itu bisa dikuasai dengan
persangkaan kemudian menentukan bahwa ini adalah maslahah? Bukankah ini
merupakan sikap lancang terhadap dien dan sikap nakal terhadap hukum syari
dengan tanpa keyakinan? (Halaman 45)
Beliau Abdussallam menukil juga dari Syaikh Hamud bin Abdullah At Tuwaijiri
Rahimahullah katanya:
Sesungguhnya memasukkan sandiwara dalam berdakwah kepada Allah Taala
bukanlah dari Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan bukan dari
Sunnah Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyin melainkan termasuk perkara baru pada
jaman kita. Dan sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah
memperingatkan dari perkara-perkara yang baru, memerintahkan untuk
menolaknya serta mengabarkannya bahwa perkara baru itu adalah buruk dan
sesat. (Halaman 55)
68

Di dalamnya mengandung unsur menyia-nyiakan waktu, orang Islam akan


dimintai pertanggungjawabannya terhadap waktunya. Dia dituntut untuk memelihara
dan mengambil faidah dari waktunya untuk mengamalkan apa-apa yang diridhai
Allah Taala sehingga manfaatnya kembali kepadanya baik di dunia maupun di
akhirat. Sebagaimana hadits Abu Barzah Al Aslamy dia berkata, telah bersabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada Yaum Al Qiyamah sehingga ditanya
tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang hartanya darimana dia dapatkan

52

sandiwara dan mereka senang (tertawa)69. Sandiwara itu


biasanya dimaksudkan untuk hiburan sehingga melalaikan
orang yang menyaksikan. Ini dari satu sisi.
Kedua, individu-individu yang ditiru kadang-kadang
berasal dari tokoh Islam seperti shahabat. Hal ini bisa
dan untuk apa dia infakkan, tentang badannya untuk apa dia
(Dikeluarkan oleh Imam At Tirmidzi 2417 dan dia menshahihkannya)

kerahkan.

69

Umumnya sandiwara itu dusta dan semuanya dusta. Bisa jadi memberi pengaruh
bagi orang yang hadir dan yang menyaksikan atau memikat perhatian mereka atau
bahkan membuat mereka tertawa. Itu bagian dari cerita-cerita khayalan. Sungguh
telah ada ancaman dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bagi orang yang
berdusta untuk menertawakan manusia dengan ancaman yang keras. Yakni dari
Muawiyah bin Haidah Radliyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam bersabda:
Celaka bagi orang-orang yang berbicara (mengabarkan) sedangkan dia dusta
(dalam pembicaraannya) supaya suatu kaum tertawa maka celakalah bagi dia,
celakalah bagi dia. (Hadits hasan dikeluarkan oleh Hakim I/46, Ahmad V/3-5 dan At
Tirmidzi 2315)
Mengiringi hadits ini Syaikh Al Islam berkata:
Dan sungguh Ibnu Masud Radliyallahu Anhu berkata: Sesungguhnya dusta
itu tidak benar, baik sungguh-sungguh maupun bercanda. Adapun apabila
dusta itu menimbulkan permusuhan atas kaum Muslimin dan membahayakan
atas dien tentu lebih keras larangannya. Bagaimanapun pelakunya --yang
menertawakan suatu kaum dengan kedustaan-- berhak mendapat hukuman
secara syari yang bisa menghalangi dari perbuatannya itu. (Dari Majmu
Fatawa 32/256)
Tentang cerita-cerita:
Sungguh ulama Salaf membenci cerita-cerita dan majelis-majelis cerita. Mereka
memperingatkannya dengan segala peringatan dan memerangi para narator
(pencerita) dengan berbagai sarana. (Dari Kitab Al Mudzakir wa At Tadzkin wa
Adz Dzikr karya Ibnu Abi Ashim, tahqiq Khalid Ar Radadi halaman 26)
Ibnu Abi Ashim telah meriwayatkan dengan sanad shahih bahwa Ali Radliyallahu
Anhu melihat seseorang bercerita maka dia berkata: Apakah engkau tahu tentang
nasikh (ayat yang menghapus) dan mansukh (yang dihapus)? Maka dia (pencerita
itu) menjawab: Tidak. Ali berkata: Binasa engkau dan engkau telah
membinasakan (mereka). (Dari Kitab Al Mudzakir wa At Tadzkir halaman 82)
Imam Malik berkata: Sungguh saya benci cerita-cerita di masjid. Kata beliau juga:
Saya memandang berbahaya ikut bermajelis dengan mereka. Sesungguhnya ceritacerita itu bidah.
Dan Salim berkata bahwa Ibnu Umar bertemu dengan orang yang keluar dari masjid
maka dia berkata: Tidak ada faktor yang menyebabkan aku keluar (dari masjid)
kecuali suara narator kalian ini.
Imam Ahmad berkata: Manusia yang paling dusta adalah para narator dan orang
yang paling banyak bertanya (dengan pertanyaan yang tidak ada faidahnya) .
Kemudian ditanyakan padanya (Imam Ahmad): Apakah Anda menghadiri majelis
mereka? Dia menjawab: Tidak. (Dinukil dari Kitab Al Bida wa Al Hawadits
karya At Turtusyi halaman 109-112)

53

dianggap sebagai sikap meremehkan mereka70 baik si


pemain merasa atau tidak. Contohnya anak kecil atau
seseorang yang sangat tidak pantas menirukan ulama
atau shahabat . Ini tidak boleh. Kalau ada seseorang
datang menirukan kamu, berjalan seperti jalanmu atau
berbicara sebagaimana pembicaraanmu apakah engkau
ridha dengan hal ini? Bukankah sikap ini digolongkan
sebagai sikap yang merendahkan terhadap kamu?
Walaupun orang yang meniru tersebut bermaksud baik
menurut sangkaannya. Tetapi setiap individu tidak akan
rela terhadap seseorang yang merendahkan dirinya.
Ketiga, yang ini sangat berbahaya, sebagian mereka
menirukan pribadi kafir seperti Abu Jahal atau Firaun dan
selain mereka. Dia berbicara dengan pembicaraan yang
kufur yang menurut dugaannya dia hendak membantah
kekufurannya atau ingin menjelaskan bagaimana keadaan
jahiliyah. Ini adalah tasyabuh (meniru). Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang tasyabuh dengan
orang-orang
musyrik
dan
kufur71,
baik
meniru
(menyerupai) kepribadian maupun perkataannya. Dakwah
dengan cara ini dilarang karena tidak ada petunjuk
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam serta bukan dari
Salaf Ash Shalih maupun petunjuk kaum Muslimin.
Model-model sandiwara ini tidak dikenal kecuali dari luar
Islam. Masuk kepada kita dengan nama dakwah Islam dan
dianggap sebagai sarana-sarana dakwah. Ini tidak benar
karena sarana dakwah adalah tauqifiyah (ittiba). Cukup
dengan yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam dan tidak butuh jalan seperti ini72. Bahwasanya
70

Salah satu nama sandiwara yaitu al muhakah yakni menirukan seseorang dalam
gerakan-gerakannya. Telah datang hadits yang shahih yang mencela orang yang
menirukan gerakan seseorang dan larangan dari yang demikian itu, dari Aisyah
Radliyallahu Anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Sungguh saya tidak suka menirukan seseorang dan sungguh bagi saya seperti ini
dan seperti ini. (Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad 6/136-206 dan At Tirmidzi
2503)
71

Hadits yang melarang menyerupai orang-orang musyrik dan kafir telah tersebar di
antaranya sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Selisihilah orang-orang yahudi dan nashara . (Taqrib Ibnu Hiban 2186)
Berbedalah dengan orang-orang musyrik. (HR. Muslim 259)
Berbedalah dengan orang-orang majusi . (HR. Muslim 260)
72

Telah terbit sebuah kitab dengan judul Al Hujaj Al Qawiyyah ala Anna
Wasailah Dawah Tauqifiyyah karya Syaikh Abdussallam bin Barjas bin

54

dakwah akan tetap menang dalam kurun waktu yang


berbeda-beda. Tanpa adanya model-model sandiwara ini.
Tatkala cara ini (sandiwara) datang tidaklah menambah
kebaikan kepada manusia sedikitpun dan tidak bisa
mempengaruhinya. Hal itu menunjukkan bahwa cara ini
(sandiwara) adalah perkara negatif dan tidak ada
faidahnya sedikitpun. Bahkan di dalamnya terdapat halhal yang membahayakan. Jika orang itu berkata:
Sesungguhnya malaikat itu menyerupai bentuk anak
Adam. Kami jawab, malaikat-malaikat itu datang dalam
bentuk anak Adam karena manusia tidak mampu melihat
dalam bentuknya yang asli. Ini merupakan kebaikan bagi
manusia. Sebab jika malaikat datang dengan bentuk
mereka yang sebenarnya maka manusia tidak akan
mampu berbicara dengan mereka dan tidak bisa melihat
kepada mereka73. Para malaikat tatkala menyerupai
bentuk manusia tidak bermaksud bermain sandiwara
sebagaimana yang mereka inginkan.
Malaikat
itu
menyerupai
manusia
dalam
rangka
memperbaiki. Karena malaikat mempunyai bentuk sendiri
yang berbeda dari manusia.
Adapun manusia maka bagaimana bentuk seseorang itu
berubah kepada bentuk manusia lain? Apa yang
mendorong kepada perubahan ini?
31. Tanya: Bagaimana menurut Anda tentang beberapa pemuda yang
berbicara tentang keadaan pemimpin-pemimpin di negara
ini dengan celaan dan makian?
Jawab: Perkataan ini sudah dikenal bahwa itu perkataan batil.
Mungkin mereka (sebagian pemuda itu) bermaksud jelek
dan mungkin mereka hendak mempengaruhi penyesat lain
yang ingin menghilangkan nikmat yang kita rasakan ini.
Alhamdulillah kami tetap tsiqah (percaya) kepada
pemimpin rakyat kita dan tsiqah di atas manhaj yang kita
lalui. Maknanya bukan berarti kita sudah sempurna atau
kita tidak mempunyai kekurangan dan kesalahan. Kami
Abdulkarim. Sebuah kitab yang bagus pembahasannya, kami nasihatkan supaya
membaca kitab tersebut.
73
Kemudian sungguh malaikat itu tidak menirukan perkataan seseorang yang
diserupai bentuknya dan tidak berjalan seperti jalannya atau gerakan-gerakan lain
yang dilakukan orang yang diserupainya.

55

mempunyai kekurangan tetapi kami tetap di atas jalan


perbaikan dan mencari jalan keluarnya --Insya Allah--.
Pada periode Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ada orang
yang mencuri, berzina, minum khamr. Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam menegakkan hukuman atas mereka.
Alhamdulillah. Dihadapan kami ditegakkan hukuman atas
orang-orang yang sudah jelas dan wajib dihukum
(sebagaimana yang diperintahkan syariat). Di antaranya
kami tegakkan hukum qishas (hukum balas) terhadap
pembunuhan, alhamdulillah ini sangat baik74 meskipun
masih terdapat kekurangan. Kekurangan-kekurangan
merupakan suatu hal yang manusiawi karena sudah
menjadi tabiat manusia.
Kami mengharap kepada Allah untuk memperbaiki
keadaan kami, menyelamatkan diri kami, menunjukkan
kesalahan-kesalahan
kami
dan
menyempurnakan
kekurangan-kekurangan kami dengan memberi ampunan
kepada kami.
Adapun jika kita menjadikan kekurangan-kekurangan dan
ketergelinciran waliyu al amri untuk merendahkan
mereka, membicarakan atau menanamkan kebencian
kepada rakyat atas mereka maka ini bukan Ahlus Sunnah
wal Jamaah75.

74

Ini terdapat di negara kita (Saudi), dilakukan di tempat pengadilan kita. Tidak
mengingkarinya kecuali orang-orang yang telah Allah butakan bashirah (ilmu)nya
atau seseorang yang hatinya ada penyakit dan hawa nafsu. Kami mohon
keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Taala dari hal tersebut.
75

Samahatu Allamah Abdulaziz bin Abdillah bin Baz ditanya saat acara ceramah di
Thaif dengan judul Afatu Al Lisan pada tanggal 29/2/1413 H. Perkataan ini telah
diterbitkan pada bagian akhir kitab kecil yang berjudul Huquq Ar Rayi wa Ar
Raiyah yang berisi kumpulan khutbah Fadhilatu Asy Syaikh Muhammad bin
Utsaimin.
Si penanya berkata: Apakah manhaj para Salaf Ash Shalih dalam mengkritik para
pemimpin negara di atas mimbar-mimbar? Dan bagaimana manhaj Salaf Ash Shalih
dalam menasihati para pemimpin negara?
Maka beliau menjawab: Mengumumkan aib para pemimpin dan menyebutkannya di
atas mimbar bukan merupakan manhaj Salaf Ash Shalih. Sikap ini akan
menjerumuskan dalam perkara yang tidak bermanfaat dan membahayakan yang
berkepanjangan. Tetapi jalan yang harus diikuti menurut manhaj Salaf adalah
menasihati antara rakyat dengan pemimpin, mengirim risalah kepadanya,
menyampaikan kepada ulama yang menghubungkan kepadanya sehingga bisa
menuju kepada kebaikan. (Lihat halaman 27 pada kitab tersebut.)

56

Ahlus Sunnah wal Jamaah berusaha menaati para


pemimpin kaum Muslimin, berusaha supaya mereka
Fadhilatu Asy Syaikh Muhammad bin Utsaimin berkata dalam kitab itu juga halaman
11: Bagian dari hak-hak pemimpin atas rakyatnya hendaknya mereka saling
menasihati kepada para pemimpin, menunjukkan kepada para pemimpin itu
(perkara yang benar). Apabila pemimpin salah jangan jadikan kesalahan mereka
sebagai tangga untuk mencela mereka kemudian menyebarkan aib mereka. Karena
hal tersebut akan menyebabkan manusia lari darinya dan membenci mereka. Juga
akan membenci hal-hal yang ditegakkan pemimpin walaupun itu benar. Demikian
juga menjadikan manusia tidak mendengar dan menaati para pemimpin. Kewajiban
atas setiap penasihat --lebih-lebih menasihati pemimpin-- hendaknya memakai sikap
yang bijaksana dalam memberikan nasihatnya. Dan menyeru kepada jalan Rabbnya
dengan hikmah dan nasihat yang baik.
Para ulama yang agung merujuk pendapatnya berdasar kepada Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam dari riwayat-riwayat yang shahih yang menunjukkan
atas hal tersebut terdapat dalam Kitab As Sunnah karya Ibnu Abi Ashim 2/351,
Hakim dalam Mustadrak 3/290, Ahmad dalam Al Musnad 3/404 dari hadits
Iyyad bin Ghunam Radliyallahu Anhu dia berkata:
Barangsiapa yang mempunyai nasihat untuk pemimpin maka janganlah mengajak
bicara dengannya secara terang-terangan. Hendaknya dia pegang tangan sultan dan
berduaan dengannya. Maka jika sultan itu terbuka pasti menerimanya. Dan jika tidak
maka sungguh dia telah menyampaikan sesuatu yang diwajibkan atasnya dan untuk
sultan. (Lafazh hadits ini bagi Imam Hakim dan termasuk hadits hasan.)
Saya (Abu Abdillah) berkata, inilah Imam Ahlus Sunnah yakni Imam Ahmad bin
Hambal Rahimahullah. Beliau dipukul dengan cemeti, ditahan dan dipenjara oleh
penguasa karena menolak paham bahwa Al Quran adalah makhluk. Sementara itu
beliau tetap berkata: Wahai Amirul Mukminin! Sedang kepada manusia beliau
berkata: Janganlah kalian membelah tongkat ketaatan, bersabarlah kalian.
Bukankah kita berteladan kepada Salaf Ash Shalih? Apakah kita lebih berilmu
daripada mereka hingga lebih berani? Imam Ibnu Rajab Al Hambali berkata dalam
kitabnya, Jami Al Ulum wa Al Hikam:
Nasihat kepada para pemimpin Muslimin antara lain membantu mereka di atas
kebenaran, menaati mereka dalam kebenaran, mengingatkan mereka dengan
ramah dan lemah lembut, menjauhi kekerasan atas mereka, mendoakan
petunjuk untuk mereka dan mendorong untuk tetap cemburu di atas
kebenaran.
Imam Syaukani berkata dalam kitabnya, Raful Asatin fi Hukmi Al Ittishal bi As
Salathim:
Sungguh telah tetap perintah dalam Kitab Al Azis tentang perintah untuk taat
kepada waliyu al amri dan menjadikan ulil amri untuk ditaati setelah taat
kepada Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Riwayat tentang itu telah mutawatir --terdapat dalam kitab-kitab induk
dan lainnya-- bahwasanya wajib taat kepada mereka dan sabar terhadap
kelaliman mereka. Pada sebagian hadits yang mencakup atas perintah taat
kepada mereka bahwa beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata:
Walaupun dia (sultan) memukul punggungmu dan mengambil hartamu.
Dalam riwayat lain yang shahih beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata:
Berikan kepada mereka apa yang menjadi hak mereka (para pemimpin) dan
mohonlah hak kalian kepada Allah. (Halaman 81-82)

57

mencintai rakyat dan menyatukan kalimat kaum Muslimin.


Inilah yang benar.
Sedangkan
membicarakan
waliyu
al
amri
yang
mengandung unsur ghibah (umpatan) dan namimah (adu
domba) merupakan keharaman yang besar setelah syirik.
Lebih-lebih bila ghibah itu terhadap ulama dan waliyu al
amri,
ini
sangat
berbahaya.
Karena
berakibat
menyebabkan kerusakan seperti berpecahnya kalimat
kaum Muslimin sehingga mereka berburuk sangka kepada
waliyu al amri dan tumbuh sifat putus asa pada
manusia76.
32. Tanya: Muhammad Quthub dalam kitabnya Haula Tatbiq As
Syariah tentang makna La Ilaha Illallah yakni tak ada
yang disembah kecuali Allah dan tak ada yang memutus
perkara kecuali Allah. Apakah ini tafsir yang benar77?
Jawab: Makna La Ilaha Illallah telah dijelaskan oleh Allah
Subhanahu wa Taala dalam Kitab-Nya dan telah
dijelaskan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Allah
Subhanahu wa Taala berfirman:
Sembahlah Allah dan janganlah kalian menyekutukanNya dengan apapun78.
Dalam ayat lain:
76

Telah berhasil menimbulkan keraguan terhadap ulama dan para pemimpin kita
oleh sebagian orang yang menisbatkan dirinya kepada ilmu dan orang-orang yang
mengangkat diri mereka sebagai dai kepada Allah Subhanahu wa Taala. Sehingga
sebagian pemuda yang masih polos hatinya telah menyeleweng dari jalan yang
benar disebabkan telah tertipu oleh mereka. Dan para pemuda ini tidak butuh
kepada ulama Rabbani seperti ulama-ulama besar di negara kita (Saudi). Maka
apabila engkau berkata: Syaikh Fulan telah berkata dan berfatwa seperti ini. Maka
dia akan berkata kepada engkau: Itu adalah ulama pemerintah dan ulama yang
menjilat. Atau dia bisa juga mengatakan demikian kepada engkau: Dia berfatwa
seperti ini sebab ditekan oleh negara!
Cukuplah bagi kami rahmat dan pertolongan Allah, Dialah paling tepat dipasrahi
dalam menghadapi musibah di akhir jaman dimana banyak orang bodoh ikut
membicarakan urusan umat.

77

Di dua tempat dari kitab yang telah disebut di muka lebih banyak lagi (20-21). Dia
menetapkan makna seperti ini juga dalam kitabnya, Waqiina Al Muashir halaman
29, dia berkata: Sesungguhnya mereka maksudnya jahiliyah pada jaman sekarang
sebagaimana anggapannya pada kali ini menolak kandungan La Ilaha Illallah yakni
berhukum dengan syariat Allah dan mengikuti manhaj Allah. Simak kembali catatan
kaki nomor 43, Anda akan dapati teks perkataannya dengan sempurna.
78

Surat An Nisa : 36.

58

Dan sungguh kami telah mengutus Rasul bagi setiap


umat, dia (Rasul) itu menyeru sembahlah Allah dan
jauhilah thaghut79.
Dalam ayat yang lain:
Tidaklah
mereka
diperintahkan
kecuali
supaya
menyembah Allah dan membersihkan dien kepada-Nya80.
Inilah makna La Ilaha Illallah. Allah Subhanahu wa Taala
berfirman:
Tidaklah kami menciptakan jin dan manusia kecuali
supaya mereka menyembah-Ku81.
Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Saya diperintahkan memerangi manusia
mereka mengucapkan La Ilaha Illallah.

sehingga

Dalam riwayat lain:


Sehingga mereka mentauhidkan Allah82.
Maka makna La Ilaha Illallah adalah tidak ada
sesembahan yang haq kecuali Allah. Yakni mengikhlaskan
ibadah hanya untuk Allah saja, termasuk di dalamnya
menjadikan syariat Allah sebagai undang-undang di suatu
wilayah. Makna lain yang lebih umum yakni menjadikan
Kitabullah sebagai acuan terhadap sesuatu yang
diperselisihkan. Sedangkan yang lebih penting dari semua
itu ialah menghilangkan kesyirikan dari bumi ini dan
meluruskan ibadah kepada Allah --semata--. Inilah tafsir
yang benar.
Sedangkan tafsiran dengan hakimiyah (sebagai undangundang negara) ini adalah tafsir sempit dan belum
memberikan makna La Ilaha Illallah. Adapun menafsirkan
dengan kata:



79

Surat An Nahl : 36.

80

Surat Al Bayyinah : 5.

81

Surat Adz Dzariyat : 56.

82

HR. Bukhari 1335-2786 dan At Tirmidzi 2606.

59

Tidak ada pencipta selain Allah.


Ini adalah tafsir yang batil bukan sekadar tafsiran yang
sempit saja. Karena kalimat La Ilaha Illallah datang bukan
hanya untuk menetapkan bahwa tak ada pencipta kecuali
Allah. Sebab makna ini sudah diakui oleh kaum musyrikin.
Jika makna La Ilaha Illallah adalah tak ada pencipta
kecuali Allah maka orang-orang musyrik itu menjadi
muwahid (yang mentauhidkan Allah). Allah Subhanahu wa
Taala berfirman:
Jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang
menciptakan mereka tentu mereka menjawab: Allah83.
Berdasar hal ini maka Abu Jahal dan Abu Lahab menjadi
muwahid (yang mentauhidkan Allah).
Kemudian menafsirkan La Ilaha Illallah dengan:



Tidak ada yang disembah kecuali Allah.
Adalah tafsir yang batil. Berdasar tafsir ini maka kaum
wihdatu al wujud menjadi muwahid. Sedangkan mereka
memiliki sesembahan-sesembahan yang banyak seperti
berhala-berhala dan kuburan-kuburan. Apakah ibadahibadah mereka ini ibadah kepada Allah?
Maka yang wajib bagi kalimat itu adalah:




Tidak ada tuhan yang berhaq (benar) disembah kecuali
Allah.
Sebagaimana firman Allah Taala:
Yang demikian itu adalah Allah Yang Maha Benar,
sesungguhnya yang diseru selain-Nya adalah batil84.

83

Surat Az Zukhruf : 87.

84

Surat Luqman : 30.

60

33. Tanya: Apakah dakwah Syaikh Muhammad bin Abdulwahhab


merupakan dakwah Islamiyah yang bersifat partai
(hizbiyah) seperti ikhwanul muslimin dan tabligh? Apa
nasihat Anda kepada orang yang mengatakan hal
demikian dan menyebarkannya dalam kitab-kitabnya?
Jawab: Saya katakan sesungguhnya dakwah Syaikh Muhammad
bin Abdulwahhab Rahimahullah di atas manhaj Salaf. Baik
dalam ushul (pokok-pokok) maupun furu (cabangcabang)85. Adapun jamaah ikhwanul muslimin dan tabligh
dan jamaah-jamaah yang sama86 saya serukan kepada
85

Inilah tulisan-tulisan beliau Rahimahullah yang ada yakni berisi tentang akidah
yang shahih dan menjelaskan tauhid yang menjadi hak Allah atas hambanya serta
menjelaskan syirik yang menjadi lawan tauhid. Sejarahnya yang harum dalam
menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah saja dan mencabut tuhan selain
Dia. Inilah dakwah Rasul seluruhnya --Shalatullah wa Sallamuhu Alaihim--.
Maka kami (Abu Abdillah) berkata inilah dakwah Imam Mujaddid yang lantarannya
Allah hidupkan hamba-hamba dan negara ini. Dan alhamdulillah kita terus hidup di
bawah naungan dakwah yang berkah.
86

Adapun dakwah ikhwanul muslimin kami bertanya apakah pendirinya telah


menulis sebuah kitab yang berisi tauhid dan menjelaskan akidah yang benar kepada
pengikutnya sampai saat kita sekarang? Apakah Hasan Al Banna menyeru manusia
agar meluruskan ibadah hanya untuk Allah semata dan mencabut kesyirikan dengan
berbagai macam jenisnya? Apakah dia telah memberantas kubah-kubah?
Apakah dia telah meratakan kuburan yang tinggi bangunannya dan melarang thawaf
kepada kuburan orang-orang shalih dan para wali sebagaimana yang mereka duga?
Apakah dia telah menegakkan sunnah?
Semua pertanyaan ini tak ada jawabannya bahkan jawaban itu terdapat pada orang
yang telah mengenal akidah Salafiyah dan terpengaruh dengan dakwah ikhwanul
muslimin. Yang mengikuti pendirinya dan membaca kitab-kitabnya. Bahwasanya dia
tidak mempunyai dakwah yang jelas dan sungguh-sungguh dalam memerangi syirik
dan bidah.
Dalam kitabnya yang berjudul Mudzakkiratu Ad Dawah Wadaiyah Hasan Al Banna
berkata: Saya bersama saudara thariqat hishafiyah di Damanhur dan saya tetap
mengkaji di masjid At Taubah setiap malam. (Halaman 24 cetakan Darut Tauzi)
Kemudian dia berkata: Sayyid Abdulwahhab datang --seorang pemberi izin di
thariqat hishafiyah--, saya menerima thariqat hishafiyah as syadzaliyah dari dia. Dan
dia telah memberi izin kepadaku untuk mengikuti gerakan-gerakan dan tugas-tugas
dalam thariqat tersebut. (Halaman 24)
Katanya juga: Hari-hari di Damanhur yang dihabiskan dengan segala perasaan
dalam amalan tasawuf dan ibadah sepanjang waktu dihabiskan untuk peribadahan
dan gerakan-gerakan tasawuf. (Halaman 28)
Di tempat lain dia berkata: Saya sebutkan bahwa bagian dari adat kami adalah
kami keluar pada waktu peringatan maulid Nabi dengan arak-arakan setelah
menghadiri pesta setiap malam. Yakni sejak hari pertama Rabiul Awal sampai hari
kedua belas, kami ikut arak-arakan sambil mendendangkan qashidah-qashidah
(syair) yang sudah biasa dibaca pada saat-saat seperti itu dengan kesenangan dan
kegembiraan yang sempurna. (Al Mudzakkirat halaman 52)

61

mereka supaya mengembalikan manhaj-manhaj mereka


kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu
Alaihi wa Sallam dan kepada petunjuk dan pemahaman
Salaf Ash Shalih supaya manhaj-manhaj itu ditimbang di
atas itu semua sehingga apabila mencocoki alhamdulillah,
sedangkan bila menyelisihi maka haruslah diluruskan
dengan jalan-jalan tersebut. Inilah seruan kami kepada
mereka.
34. Tanya:

Ada orang yang membedakan antara Thaifah Al


Manshurah dengan Firqah An Najiyah, apakah perbedaan
ini benar? Apa memang demikian? Siapakah Thaifah Al
Manshurah dan siapa pula Firqah An Najiyah itu?

Jawab: Segala sesuatu ingin mereka pecah belah. Mereka ingin


memecah belah kaum Muslimin. Sampai-sampai sifat
kaum Muslimin mereka pecah belah (bagi-bagi). Thaifah

Di antara syair yang dibaca adalah: Kekasih ini bersama kekasih-kekasih lain yang
hadir. Semua saling memaafkan terhadap kesalahan-kesalahan yang telah lalu dan
telah terjadi.
Dalam Majmu Rasail Hasan Al Banna pada bagian risalah tentang taalim di
bawah judul Al Ushulul Isrun dia menyatakan dalam pokok (ushul) kelima belas:
berdoa kepada Allah disertai tawassul dengan seorang makhluk-Nya adalah
perselisihan yang bersifat furu tentang cara berdoa dan bukan termasuk masalah
akidah. (Halaman 392)
Dalam risalah aqaid dari kitab itu juga dia berkata: Pembahasan dalam masalah ini
--asma wa shifat-- meskipun dibicarakan panjang lebar tidak akan sampai kepada
titik penyelesaian kecuali hasil yang satu yakni menyerahkan (tafwidh) maknanya
kepada Allah Tabaraka wa Taala. (Tulisan ini di bawah judul Madzhab Salaf wa Al
Khalaf fi Al Asma wa Shifat halaman 452)
Saya (Abu Abdillah) berkata, saya menemukan pembicaraan ulama Salaf yang
sangat berharga yakni Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah yang
menjelaskan perihal orang-orang yang menyerahkan ilmu tentang makna asma wa
shifat kepada Allah Tabaraka wa Taala bahwa mereka adalah ahlu bidah yang
sangat jahat. Hal itu terdapat dalam Daru Taarudhi Al Aql wa An Naql juz
pertama bagian ke-16 halaman 201-205 beliau berkata:
Adapun masalah tafwidh (penyerahan makna kepada Allah) sesungguhnya
telah diketahui bahwa Allah Taala memerintahkan untuk memahami Al Quran
dan mendorong kita untuk memikirkan dan memahaminya. Maka bagaimana
kita dibolehkan berpaling dari mengenal, memahami dan memikirkannya?
Sampai beliau mengatakan tentang tercelanya orang-orang tercela yang
menyerahkan asma wa shifat kepada Allah (al mufawidhah). Maka jelas bahwa ahlu
tafwidh yang menyangka bahwa dirinya mengikuti As Sunnah dan As Salaf adalah
mereka seburuk-buruk perkataan ahlu bidah dan ilhad (menyimpang).

62

Al Manshurah adalah Al Firqah An Najiyah87. Tidaklah


tertolong kecuali dia selamat. Dan tidak selamat kecuali
dia tertolong. Kedua sifat ini tidak bisa dipisah-pisahkan.
Perbedaan ini barangkali berasal dari orang-orang bodoh
atau orang yang mempunyai tujuan ingin menanamkan
keraguan di kalangan pemuda Muslimin tentang Thaifah Al
Manshurah An Najiyah88.

87

Ini adalah perkataan para Imam Ahlul Hadits. Firqah An Najiyah adalah Thaifah Al
Manshurah. Mereka adalah Ahlul Hadits, Ahlus Sunnah wal Jamaah. Al Jamaah dan
mereka adalah Salafiyun.
Hal ini telah dijelaskan oleh para imam yang tidak sedikit baik dari Salaf maupun
Khalaf.
Sebagian perkataan mereka antara lain Imam Ahmad Rahimahullah berkata ketika
mengiringi suatu hadits umat ini akan berpecah : Jika mereka (Firqah An
Najiyah) bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu lagi siapa mereka? (Dikeluarkan oleh
Imam Hakim dalam Marifatu Ulumul Hadits halaman 3 dengan sanad shahih)
Al Mubarakfuri menukil perkataannya Abul Yamni Ibnu Asakir di dalam Al
Muqadimah Tuhfatu Al Ahwadzi halaman 13 bahwasanya dia berkata:
Hendaklah Ahlul Hadits bahagia dengan kabar gembira ini . Mereka Insya Allah,
Firqah An Najiyah.
Imam Tirmidzi ketika mengiringi hadits Nabi akan terus ada sekelompok dari
umatku berkata, saya mendengar Imam Bukhari berkata, saya mendengar Ibnu
Madini berkata: Mereka Ahlul Hadits.
Imam Bukhari berkata dalam Kitab Khalqu Afalu Al Ibad halaman 610 ketika
mengiringi hadits Abu Said tentang firman-Nya Taala:
Dan demikianlah kami jadikan kalian umat yang tengah (wasath).
Mereka adalah kelompok yang tersebut dalam hadits: Akan terus ada
sekelompok dari umatku .
Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah tidak membedakan antara Thaifah Al Manshurah
dengan Firqah An Najiyah bahkan dia berkata dalam permulaan Kitab Al Aqidah Al
Wasithiyah:
Amma badu. Maka ini adalah akidahnya Firqah An Najiyah Al Manshurah
sampai hari kiamat, Ahlus Sunnah wal Jamaah . (Seperti juga dalam Majmu
Fatawa 3/159)
Beliau berkata juga: Sesungguhnya perkataan tentang keyakinan (itiqad) Firqah An
Najiyah adalah kelompok yang telah disifatkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam dengan selamat adalah itiqad yang diambil dari atsar (hadits) dan
shahabatnya Radliyallahu Anhum, mereka dan yang mengikuti mereka merupakan
kelompok yang selamat. (Majmu Fatawa 3/347)
88

Sebagian orang yang menasabkan kepada ilmu telah mencurahkan diri dan
membuang-buang waktunya memecah belah fikrah-fikrah para pemuda serta
menulis kitab dengan maksud hendak membedakan antara Thaifah Al Manshurah
dengan Al Firqah An Najiyah. Tidak , tidak akan berhasil usahanya itu.
Sungguh lumpur itu bertambah basah, dengan berdusta di atas nama Syaikh Al
Islam Ibnu Taimiyah serta menasabkan perkataan berkenaan perbedaan tersebut
kepada Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah dengan nukilan yang tidak lengkap. Hal

63

35. Tanya: Apakah ada perbedaan antara akidah dan manhaj?


Jawab: Manhaj lebih umum daripada akidah. Manhaj mencakup
akidah, akhlak, muamalah (hubungan) dalam setiap aspek
kehidupan Muslim atau semua jalan yang kaum Muslimin
berjalan di atasnya maka itulah yang dinamakan manhaj.
Adapun akidah yang dimaksud adalah pokok iman (ashlu
al iman), makna syahadatain dan kandungan-kandungan
yang ada pada keduanya. Ini yang dinamakan akidah.
36. Tanya: Bolehkah ulama menjelaskan kepada para pemuda dan
orang awam tentang bahaya bergolong-golongan, firqahfirqah dan jamaah-jamaah ?
Jawab: Ya, wajib menjelaskan bahaya bergolong-golongan dan
perpecahan-perpecahan supaya manusia di atas bashirah
(ilmu). Karena (jika tidak tahu) orang awam pun akan
tertipu. Berapa banyak orang yang tertipu dengan
beberapa jamaah yang mereka sangka bahwa jamaah itu
di atas Al Haq. Maka wajib kita menjelaskan kepada
manusia --baik yang tengah belajar maupun yang awam-tentang bahaya golongan-golongan dan berkelompokkelompok tersebut. Jika ulama diam, manusia akan
berkata: Ulama adalah orang-orang yang tahu tentang
hal ini sedangkan mereka diam. Dari pintu inilah manusia
masuk kepada kesesatan. Oleh karena itu harus ada
penjelasan ketika membicarakan masalah seperti ini.
demikian ini disebutkan dalam kitabnya yang berjudul Al Ghuraba Al Awwalun. Untuk
membantah kedustaan ini cukuplah dengan yang telah engkau ketahui dari
perkataan Syaikh Al Islam yang telah dinukil dari kitab tadi.
Kedustaannya benar-benar telah melampaui batas dengan menyandarkan pendapat
tentang perbedaan tersebut kepada Al Allamah Abdulaziz bin Baz. Ketika dia (orang
tersebut) ditanya tentang perbedaan tersebut dia menjawab: Alhamdulillah, Syaikh
Abdulaziz bin Baz sepakat dengan aku atas perbedaan itu. Dan memberi janji
kepadaku hendak menulis komentar (taliq) mengenai perbedaan itu.
Alhamdulillah, sungguh Allah telah membuka kejelekannya. Bahwa Syaikh bin Baz
masih hidup atas karunia-Nya. Kami mohon pada Allah agar memanjangkan usianya
dan memberi akhir hidup yang baik (husnul khatimah) kepada kita dan beliau. Ketika
beliau ditanya: Apakah Anda membedakan antara Thaifah Manshurah dan Al Firqah
An Najiyah? Syaikh bin Baz menjawab: Thaifah Al Manshurah adalah Al Firqah An
Najiyah. Keduanya adalah satu yaitu mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah
dan mereka itu Salafiyun.
Kemudian orang itu bertanya lagi: Sesungguhnya ia berkata bahwa Anda sepakat
dengannya tentang perbedaan itu, apakah ini benar? Maka Syaikh bin Baz berkata:
Tidak , tidak. Dia salah sangka. Atau beliau berkata: Dia salah. (Dari rekaman
kaset)

64

Bahaya yang mengancam orang awam lebih besar


dibanding bahaya yang mengancam para penuntut ilmu.
Karena dengan diamnya ulama, orang awam menyangka
bahwa ini yang benar dan haq (dengan dalil diamnya itu).
37. Tanya: Apa hukumnya menyaksikan pertandingan sepak bola
atau pertandingan lainnya?
Jawab: Waktu kita sangat berharga89. Janganlah digunakan untuk
menyaksikan pertandingan-pertandingan. Karena hal
tersebut akan menyibukkan dan melalaikan kita dari
dzikrullah90. Kadang pertandingan itu memikat perhatian
seseorang sehingga lain waktu jadilah ia penggemar atau
bahkan pemain. Selanjutnya ia berpaling dari amalanamalan yang benar dan bermanfaat menuju amalan yang
tak ada faidahnya.
Maka janganlah menyaksikan pertandingan-pertandingan
dan menyibukkan diri dengannya.
38. Tanya: Apakah surga dan neraka tergantung kepada kebenaran
manhaj?
Jawab: Ya, apabila benar manhajnya maka ia tergolong Ahlu
Jannah. Jadi jika benar dia di atas manhaj Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam dan manhaj Salaf Ash Shalih
maka dia dari Ahlu Jannah. Bila dia menjadi orang yang

89

Setiap Muslim wajib tamak terhadap waktunya dan menyibukkan waktu serta
usianya dengan dzikrullah, meraih ilmu yang bermanfaat dan taat kepada Allah
Taala. Hendaknya kita ingat hadits Musthafa Shallallahu Alaihi wa Sallam tatkala
beliau berkata kepada seseorang dan menasihatinya:
Jagalah lima hal sebelum datang lima hal, usia mudamu sebelum tuamu, saat
sehatmu sebelum engkau sakit, ketika kamu kaya sebelum datang kepadamu
kefakiran, waktumu yang kosong sebelum kamu sibuk dan ketika kamu masih hidup
sebelum datang kematian kepadamu. (Dari hadits Ibnu Abbas Radliyallahu Anhu
yang dikeluarkan oleh Imam Hakim dan dia menshahihkannya IV/306, disepakati
Imam Adz Dzahabi)

90

Seseorang itu akan ditanya tentang segala sesuatu yang ia kerjakan, baik
masalah kebaikan maupun kejelekan dan dihisab (dihitung) sebagai amalannya. Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang itu:

Tidaklah akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ditanya
tentang empat perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, usia mudanya untuk apa
dicurahkan . (Al Hadits. Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dari Hadits Muadz bin Jabbal
Radliyallahu Anhu dan dikeluarkan At Tirmidzi nomor 2417 dari hadits Abu Barzah Al
Aslamy, di dalamnya terdapat kata badannya sebagai ganti usia muda. Lihat Shalih
At Targhib 1/126)

65

berada di atas manhaj sesat maka dia terancam neraka91.


Jadi
kebenaran
manhaj
seseorang
atau
tidak
menyebabkan dia mendapat surga atau neraka.
39. Tanya: Bagaimana pendapat yang benar, bolehkah membaca
kitab-kitab ahli bidah dan mendengarkan kaset-kaset
mereka?
Jawab: Tidak boleh membaca kitab-kitab ahlu bidah maupun
mendengarkan kaset-kaset mereka. Kecuali orang yang
ingin membantah dan menjelaskan kerusakan mereka.
Adapun orang yang masih awam lagi menuntut ilmu,
masih pemula belajarnya atau orang yang ingin membaca
untuk menelaah saja bukan untuk membantah dan
menjelaskan keadaannya maka tidak boleh. Sebab akan
mempengaruhi hatinya92 sehingga menjadi bingung dan
91

Dan itu dibawah kehendak (masyiah) Allah Subhanahu wa Taala, ini adalah
akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Apabila kebenaran manhaj seseorang atau
kekeliruannya tidak berakibat masuk surga atau neraka maka apa faidah sabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini:

Umat ini akan berpecah menjadi 73 golongan, semua masuk neraka kecuali satu.
Mereka (para shahabat) bertanya: Siapa mereka? Beliau menjawab: Mereka yang
mengikuti sesuatu di mana aku dan shahabatku di atasnya pada hari ini.
Oleh karena itu, barangsiapa dalam petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan
shahabatnya maka dia Ahlu Jannah (penduduk surga). Dan barangsiapa yang di atas
selain itu maka dia mendapatkan yang kedua (neraka). Perkara ini telah diketahui
dan tetap menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah yakni sesungguhnya 72 kelompok
dalam hadits tersebut tidaklah kekal dalam neraka dan tidak ada seorang pun dari
Ahlul Hadits yang menyatakan demikian kecuali kalau bidah (kesesatan)nya
menyebabkan dia keluar dari Islam (bidah mukafirah). Maka perhatikanlah! Wallahu
alam.
92

Banyak atsar yang telah mutawatir dari ulama Salaf tentang memperingatkan
kejahatan ahlu al ahwa dan ahlu bidah. Inilah sebagian atsar yang kami sebutkan
sebagai nasihat untuk engkau saudaraku pencari Al Haq. Abu Qilabah berkata:
Janganlah kalian bermajelis dengan mereka dan jangan kalian bergaul dengan
mereka. Sesungguhnya saya tidak merasa aman dari mereka yang akan
menceburkan kalian dalam kesesatannya. Atau mengaburkan kebenaran-kebenaran
yang telah kalian ketahui. (Al Lalikai 1/134, Kitab Al Bida wa An Nahyu Anha
halaman 55 dan Kitab Al Itisham karya As Syathibi 1/172)
Ibrahim An Nakhai berkata: Janganlah kalian duduk-duduk dengan ahlu bidah dan
jangan kalian berbincang-bincang dengan mereka. Sesungguhnya saya khawatir hati
kalian akan dikembalikan kepada kebatilan. (Lihat Al Bida wa An Nahyu Anha
56 dan Al Itisham I/172)
Abu Qilabah berkata: Wahai Ayyub As Sikhtiyani, janganlah kamu memberi
kesempatan kepada pendengaranmu terhadap ahlu bidah. (Al Lalikai 1/134)
Fudhail bin Iyyad berkata: Apabila engkau melihat ahlu bidah di suatu jalan maka
carilah jalan lain. (Al Ibanah II/475)

66

membenarkan kejelekan-kejelekan ahlu bidah tersebut.


Oleh sebab itu tidak boleh membaca kitab-kitab ahlu
bidah atau orang-orang yang sesat kecuali Ahli Ilmu
(selama)
dalam
rangka
untuk
membantah
dan
memperingatkan manusia daripadanya.
40. Tanya: Siapakah kelompok yang selamat dan tertolong pada
jaman sekarang? Apa sifat-sifat dan namanya?
Jawab: Al Firqah An Najiyah pada zaman ini --dan sampai hari
kiamat-- adalah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam:
Yahudi telah berpecah menjadi 71 golongan dan nashara
telah berpecah menjadi 72 golongan sedangkan umat ini
akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk
neraka kecuali satu. Mereka bertanya: Siapa dia? Maka
beliau menjawab: Orang yang berada pada apa yang aku
dan shahabatku di atasnya hari ini93.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman tentang mereka:
Orang-orang dahulu dan pertama-tama (masuk Islam)
dari shahabat Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti
mereka dengan baik maka Allah ridha kepada mereka dan
mereka ridha kepada Allah. Dan Allah menjanjikan kepada
mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, yang
demikian itu adalah keuntungan yang besar94.

Abu Zurah ditanya tentang Al Harits bin Asad Al Mahasibi beserta kitabnya maka dia
berkata kepada si penanya: Hati-hati engkau terhadap kitab-kitab ini. Ini adalah
kitab-kitab bidah dan sesat, berpeganglah kalian kepada atsar. Dikatakan
kepadanya: Dalam kitab ini ada pelajarannya (ibrah). Dia menjawab: Barangsiapa
yang tidak bisa mengambil ibrah dari Kitabullah maka tak ada ibrah dalam kitabkitab ini baginya. (Lihat At Tahdzib II/117 dan Tarikh Baghdad VIII/215)
Lalu dia berkata: Alangkah cepatnya manusia menuju kepada bidah.
Inilah manhaj Salaf dalam berhubungan dengan ahlu bidah serta sikap-sikap Salaf
Ash Shalih terhadap kitab-kitab mereka. Demikianlah (juga) dalam mensikapi kasetkaset mereka.
Aduhai apakah pemuda-pemuda kita mengerti terhadap manhaj ini? Apakah mereka
hati-hati terhadap kaset-kaset dan kitab-kitab ahlu bidah dan ahlu al ahwa pada
zaman kita ini?
93

Shahih dikeluarkan oleh At Tirmidzi 2641, Hakim I/129, Al Lalikai I/100, Asy
Syariah 26 dengan tahqiq Al Faqy dan dalam As Sunnah karya Al Mawazi 23.

94

Surat At Taubah : 100.

67

Sifat-sifat kelompok ini antara lain bahwa dia berpegang


pada sesuatu yang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
dan para shahabat di atasnya. Dia juga sabar di atas Al
Haq dan tidak menoleh kepada pendapat-pendapat yang
menyelisihi dan tidak mengambilnya karena Allah
meskipun datang celaan dari para pencela. Beliau
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Akan tetap ada sekelompok dari umatku yang
menegakkan kebenaran. Orang-orang yang merendahkan
dan menyelisihi mereka tidak membahayakan mereka
sehingga datanglah urusan Allah dan mereka tetap di atas
(al haq) itu95?
Sifatnya yang lain ialah bahwa ia mencintai Salaf Ash
Shalih, memuji mereka, mendoakan kebaikan untuk
mereka dan berpegang dengan atsar-atsar mereka. Selain
itu mereka juga tidak merendahkan seorang dari Salaf,
baik para shahabat atau orang-orang (yang mengikuti
Salaf) setelah mereka96.
Adapun tanda-tanda kelompok yang menyeleweng
bahwasanya ia membenci ulama Salaf, membenci manhaj
Salaf dan memperingatkan orang agar hati-hati
(menjauhi) dari manhaj Salaf97.
95

Muslim 1920.

96

Imam Abu Muhammad Al Hasan bin Ali Al Barbahari dalam kitabnya, Syarhu As
Sunnah berkata: Apabila engkau melihat seseorang mencintai Abu Hurairah, Anas
bin Malik dan Usaid bin Hudhair, ketahuilah bahwa dia Ahlus Sunnah wal Jamaah,
Insya Allah. Apabila engkau melihat seseorang mencintai Ayyub, Ibnu Aun, Yunus
bin Ubaid, Abdullah bin Idris Al Audi, Asy Syabi, Malik bin Migwal, Yazid bin Zari,
Muadz bin Muadz, Wahab bin Sarir, Hammad bin Salamah, Hammad bin Zaid, Malik
bin Anas Al Auzai dan Zaidah bin Qudamah maka ketahuilah dia adalah Ahlus
Sunnah wal Jamaah. Apabila engkau melihat seseorang mencintai Ahmad bin
Hanbal. Alhaja bin Hambal dan Ahmad bin Nashar dan menyebut mereka dengan
kebaikan serta berkata dengan perkataan mereka maka ketahuilah bahwa dia Ahlus
Sunnah wal Jamaah. (Lihat Syarhu As Sunnah tahqiq saudara yang utama, Khalid
Ar Radadi halaman 120-121)
97

Dalam Kitab Syarhu As Sunnah, Imam Barbahari berkata juga (halaman 115):
Apabila engkau melihat seseorang yang mencela salah seorang shahabat Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang
mempunyai perkataan yang buruk dan mengikuti hawa nafsunya.
Di halaman 115-116 beliau berkata: Apabila engkau melihat seseorang mencela
atsar-atsar atau menolak atsar-atsar atau dia menginginkan selain atsar maka
curigailah keislamannya. Dan janganlah engkau ragu bahwa dia ahlu ahwa dan ahlu
bidah.

68

41. Tanya: Bagaimana seorang murid bisa menasihati syaikhnya?


Jawab:

Yang diwajibkan adalah sebaliknya bahwa syaikh


merupakan orang yang memberi nasihat kepada
muridnya. Karena syaikh itu lebih tahu akan perkaraperkara tersebut. Seorang murid harus terus menerus
mengambil ilmu dari syaikhnya. Sebab kadang-kadang
murid melihat sesuatu yang ia sangka menyelisihi (Al
Haq) ternyata dugaannya keliru. Apabila terjadi kesulitankesulitan pada diri si murid dia wajib bertanya kepada
syaikhnya dengan adab-adab98.
Adapun jika syaikhnya sesat dan menyelisihi Al Haq maka
tidak boleh menjadi muridnya. Sementara jika syaikhnya
di atas kebenaran tetapi tampak kesalahan-kesalahan
padanya maka engkau wajib menasihati dengan jalan
bertanya. Misalnya engkau bisa bertanya: Wahai syaikh
apa hukumnya orang yang berbuat seperti ini?. Maka
syaikh tersebut akan teringat akan kesalahannya sehingga
maksud untuk menasihati tercapai, Insya Allah.

42. Tanya: Saya harap ada pengarahan yang bisa memberikan


nasihat kepada para penuntut ilmu yang masih awal
(baru)?
Jawab: Nasihatku kepada penuntut ilmu yang masih pemula
hendaklah mereka menjadi muridnya ulama yang telah
dipercaya. Baik dalam akidah, ilmu maupun nasihat
Qutaibah bin Said berkata: Apabila engkau melihat seseorang yang mencintai Ahlul
Hadits maka sesungguhnya dia di atas sunnah. Barangsiapa menyelisihi ini maka
ketahuilah dia ahlu bidah. (Lihat Muqadimah Syiaru Ashabil Hadits halaman 7)
Abu Hatim Ar Razy berkata: Tanda-tanda ahlu bidah adalah mencerca Ahlul Atsar.
(Lihat Al Lalikai 1/179)
98

Bahwa Salaf selalu memuliakan para syaikh (guru-guru)nya. Mendudukkan


mereka pada tempatnya. Mengetahui hak-haknya dan beradab manakala bersama
mereka. Dan ini adalah wajib.
Ibnu Abdil Bar telah menukil dalam Jamiu Al Ilmi wa Fadhluh dari Ali bin Abi
Thalib Radliyallahu Anhu bahwa dia berkata:
Merupakan bagian dari haknya orang berilmu atas kalian yakni apabila engkau
mendatanginya maka berilah salam secara khusus dan kepada kaum secara umum.
Kau duduk di mukanya, janganlah engkau mengisyaratkan dengan kedua tangan
engkau, jangan engkau memberi isyarat dengan kedua mata engkau, janganlah
engkau berkata fulan telah berkata menyelisihi perkataanmu, janganlah engkau
memegang bajunya, dan janganlah engkau memaksanya dalam bertanya.
Sesungguhnya kedudukan guru-guru engkau sebagaimana buah kurma yang masak
di pohon, terus-menerus berjatuhan menimpa pada dirimu. (Halaman 231)

69

mereka99. Hendaknya penuntut ilmu yang masih awal


memulai belajarnya dengan ilmu-ilmu yang ringkas dan
99

Harus ada ketentuan yang benar tentang orang yang dikatakan sebagai alim. Dan
ini adalah salah satu kedudukan yang terpenting. Oleh karena itu dengan sebab
tidak adanya pemahaman tentang hal tersebut pada kebanyakan orang maka
menelusuplah orang-orang ke dalam barisan ulama padahal mereka tidak termasuk
dalam kategori ulama. Sehingga terjadilah kekacauan masalah ilmu yang kita reguk
kepahitannya sedikit demi sedikit. Sehingga kebanyakan manusia --baik yang awam
maupun para penuntut ilmu-- menyangka orang yang menulis kitab, mengeluarkan
manuskrip, berkhutbah atau mengisi ceramah adalah orang yang berilmu (alim).

Sesungguhnya sedikit sekali orang yang berhak dikatakan sebagai orang berilmu
pada jaman ini. Sangat sedikit sekali bahkan karena orang berilmu itu mempunyai
sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang menisbatkan dirinya sebagai ahli
ilmu pada jaman ini. Seorang orator (lancar dalam pidato atau ceramah) belum bisa
dikatakan sebagai ahli ilmu juga yang sejenis ini.
Bukan pula orang yang berilmu itu orang yang menulis kitab atau menguatkan dan
mengomentari tulisan atau manuskrip dan mengeluarkannya menjadi sebuah kitab.
Ukuran orang yang berilmu berdasarkan hal tersebut hanyalah suatu dugaan yang
menyelinap di benak kebanyakan orang awam dan para pemuda.
Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hambali Rahimahullah berkata tentang itu: Sungguh
kejahilan manusia telah menimpa kita. Mereka meyakini bahwa sebagian orang dari
kalangan mutaakhirin yang banyak bicaranya merupakan orang yang lebih berilmu
daripada orang yang dahulu. Jadi sebagian orang menyangka bahwa orang seperti
itu berilmu/lebih berilmu daripada orang dahulu, baik itu shahahat atau setelah
mereka karena orang tersebut banyak bicara dan penjelasannya. Beliau juga
berkata: Sesungguhnya kebanyakan orang-orang mutaakhirin terfitnah dengan hal
ini. Mereka menyangka bahwa orang yang banyak bicara dan jago debat dalam
masalah agama dianggap orang yang lebih berilmu daripada orang yang tidak
seperti itu.
Saya (Abu Abdillah) berkata, ini pada jaman Ibnu Rajab Rahimahullah. Bagaimana
kalau kita lihat pembicaraan orang pada jaman kita sekarang? Yang memenuhi
kaset-kaset dan kitab-kitab dengan perkataan mereka. Sehingga banyak orang
tertipu karena banyaknya ceramah yang mereka keluarkan lewat kasetnya setiap
pekan. Mereka juga mengeluarkan kitabnya tiap bulan. Melihat hal demikian ini
manusia menyangka bahwa mereka ini adalah ulama.
Ibnu Rajab Rahimahullah berkata lagi: Wajib diyakini bahwa orang yang banyak
pembicaraan dan perkataannya dalam masalah ilmu tidaklah lebih berilmu daripada
orang yang tidak seperti itu. (Dinukil dari kitabnya, Bayanu Fadhli Ilmis Salaf
ala Ilmi Khalaf halaman 38-40)
Sesuatu yang harus dijadikan pembeda bagi orang yang dikatakan sebagai ahli ilmu
pada jaman ini adalah tua usianya. Mengambil ilmu dari orang-orang besar (tua)
yang berilmu merupakan salah satu syarat dalam pengambilan ilmu khususnya pada
jaman ini. Karena orang tua yang berilmu adalah orang yang paling melimpah
ilmunya, paling sempurna akalnya, paling jauh dari penguasaan hawa nafsu dan
lain-lainnya. Kata Ibnu Masud Radliyallahu Anhu tentang hal ini:
Terus menerus manusia dalam keadaan baik selama mereka mengambil ilmu dari
orang tua yang berilmu, orang-orang yang terpecaya dan ulama mereka. Apabila
mereka mengambil ilmu dari orang-orang kecil atau muda (ahlu bidah) dan orangorang jahat dari mereka maka niscaya mereka binasa.

70

mengambil syarahnya sedikit demi sedikit dari syaikh


mereka. Lebih-lebih kurikulum di sekolah-sekolah, di
pesantren-pesantren ilmu dan fakultas-fakultas syariah.
Di sana terdapat jenjang-jenjang pendidikan untuk
menuntut ilmu. Sehingga dia bisa belajar sedikit demi
sedikit supaya memperoleh banyak kebaikan.
Jika penuntut ilmu tidak menjadi siswa pada lembagalembaga yang berkurikulum ini dia wajib belajar bersama
para syaikh di masjid-masjid baik dalam ilmu fiqih,
akidah, nahwu dan sejenisnya.
Adapun sekarang sebagian pemuda langsung mempelajari
ilmu secara detil. Salah seorang dari mereka membeli
kitab-kitab lalu duduk di rumahnya untuk membaca dan
menelaah kitab-kitab itu. Hal ini tidak benar. Ini bukan
belajar tapi tipuan. Cara seperti ini menyebabkan
sebagian manusia berbicara tentang ilmu dan berfatwa
tentang masalah-masalah tanpa ilmu. Dia berbicara
tentang Allah tanpa ilmu. Karena dirinya tidak dibangun
dengan asas-asas yang benar. Jadi orang itu harus duduk
di hadapan ulama dengan majelis-majelis ilmu (dzikir).
Dia harus sabar dan mampu menahan penderitaan dalam
belajar. Sebagaimana kata Imam Syafii Rahimahullah:
Barangsiapa yang tidak mau merasakan penderitaan

Al Khatib Al Baghdadi Rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya yang berjudul


Mukhtasharu Nashihah Ahli Al Hadits dengan sanad dari Ibnu Qutaibah
Rahimahullah bahwasanya dia ditanya tentang makna atsar ini maka jawabnya:
Maksudnya manusia terus menerus dalam keadaan baik selama ulama mereka
adalah orang-orang tua yang berilmu (masyayikh) dan bukan orang-orang baru
(muda). Lalu dia menerangkan alasan tafsir ini dengan berkata: Karena orang tua
sudah tidak mempunyai sifat yang dimiliki anak muda seperti kesenangankesenangannya, kekerasannya, ketergesaannya dan kebodohannya. Orang tua telah
menghadapi berbagai ujian dan pengalaman. Oleh karena itu berbagai macam
syubhat tidak bisa masuk padanya, tidak dikuasai hawa nafsunya sehingga tidak
menjadi orang yang tamak dan tidak mudah digelincirkan oleh setan sebagaimana
anak muda tergelincir. Usia tua adalah usia yang agung, mengandung kewibawaan
dan disegani orang. Sedangkan anak muda seringkali mudah dimasuki perkaraperkara yang sulit masuk pada orang tua (syaikh). Jadi bila perkara-perkara tersebut
masuk padanya kemudian dia berfatwa maka binasalah dia dan membinasakan
orang lain. (Mukhtasharu Nashihah Al Khatib Al Baghdadi halaman 93)
Sungguh Ibnu Abdil Bar dalam kitabnya, Jamiu Bayani Al Ilmi wa Fadhluhu
membuat satu bab berjudul Siapakah yang Berhak Dinamakan Sebagai Orang Pandai
(Faqih) atau Orang Berilmu (Alim) dengan Sebenarnya, Bukan Kiasan (Majas)? Dan
Siapakah Yang Berhak Berfatwa Menurut Ulama? Silakan para penuntut ilmu dan
kebenaran menyimak kembali kitab tersebut karena sangat penting. Wallahu alam.

71

dalam belajar walau sesaat maka dia akan meneguk piala


kebodohan sepanjang hidupnya.
43. Tanya: Memperhatikan sebagian pemuda yang punya semangat
menggelora100 dalam menegakkan dakwah karena mereka
100

Kata kebangkitan (Ash Shahwah) atau kebangkitan para pemuda atau


kebangkitan Islam sering diulang-ulang oleh sebagian dai dan para pemuda. Yakni
memberitahu umat bahwa umat Islam sedang tidur atau lelap dan tidak mempunyai
dakwah. Maka hal ini tidak benar. Karena kaum Muslimin khususnya di negara ini
terus menerus ada kebaikan pada mereka. Alhamdulillah, sebagaimana sabda Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Tetap ada dari umatku sekelompok manusia yang tetap di atas kebenaran.
Kemudian sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam juga:

Umatku tidak bersepakat di atas kesesatan.


Umat Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam terus menerus dalam keadaan
terjaga dan bangun. Ulama Rabbani tetap ada di setiap masa dari generasi ke
generasi. Setiap jaman tidak akan kosong dari orang berilmu dan ulama. Jika kita
mengatakan selain itu maka kita telah menganggap dusta kabar Musthafa
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Naudzubillahi min dzalika. Beliau telah berkata dalam
hadits yang shahih:
Tetap ada sekelompok dari umatku yang menegakkan kebenaran agama Allah,
tidak membahayakan mereka orang-orang yang merendahkan mereka sampai
datang urusan Allah dan mereka tetap di atas kebenaran di kalangan manusia.
(Dikeluarkan oleh Imam Muslim 1037)
Orang-orang yang membicarakan tentang kebangkitan dan menjadikannya sebagai
sejarah baginya hanyalah orang-orang yang menjadikan sejarah mulai tahun berdiri
dan kemudian berkembangnya ikhwanul muslimin di Mesir dari tangan pendiri dan
pembimbingnya yang bernama Hasan Al Banna. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh
Muhammad Qutub dan lainnya. Muhammad Qutub berkata dalam kitabnya, Waqiina
Al Muashir halaman 401: Sesungguhnya kami saja yang mempelajari fenomena ini
yakni fenomena kebangkitan Islam. Sungguh awal mulanya tumbuh dalam hati
seorang yang bernama Hasan Al Banna, mudah-mudahan Allah memberikan
kemenangan kepadanya dan memberi penerangan bagi ruhnya serta hubungan yang
bersih dengan Allah. Di halaman 403 dia berkata: Sungguh sinar ini dalam hati dan
ruh Hasan Al Banna sebagai kemenangan Rabbani dan dirinya waktu itu adalah
jawaban yang benar bagi peristiwa-peristiwa yang banyak muncul sejak berabadabad dalam Islam umumnya di Mesir khususnya.
Muhammad Qutub telah menulis sebuah kitab Ash Shahwah Al Islamiyah yang
penerbitnya memberi pengantar: Tampilnya kebangkitan Islam yang seharusnya
menerangi dunia Islam merupakan peristiwa besar dalam sejarah umat manusia
pada akhir abad 20.
Pada halaman 75 kitab tersebut Muhammad Qutub berkata: Kebangkitan Islam
telah datang pada waktu yang telah dijanjikan dan ditentukan di sisinya. Walaupun
banyak orang kemudian datang menyerang dari sana-sini.
Pada halaman 63 dia juga berkata: Gerakan Imam Asy Syahid telah datang pada
waktu umat dalam keadaan lalai kecuali yang di rahmati Rabmu.
Sedangkan di halaman 96 dengan judul Manhaj Harakah dia berkata: Jamaahjamaah yang bergerak pada hari ini dan berbeda-beda sekitar manhaj harakah
yang wajib diikuti . Maka sungguh gerakan ini berjalan di atas manhaj yang telah

72

mendengar tentang besarnya pahala bagi seorang dai


kemudian sekejap kemudian semangatnya itu lenyap. Apa
nasihat Anda terhadap hal yang demikian ini?
Jawab: Semangat untuk berdakwah adalah baik. Seseorang itu
mempunyai kesenangan kepada perbuatan baik dan
kepada dakwah. Tetapi tidak boleh bagi dia untuk
langsung terjun di dunia dakwah kecuali setelah belajar
dan mengetahui bagaimana berdakwah kepada Allah Azza
wa Jalla. Dia harus mengenal jalan-jalan dakwah dan
mempunyai ilmu terhadap apa yang dia serukan itu.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala:
Katakanlah: Ini adalah jalanku, aku menyeru kepada
Allah di atas bashirah101.
digariskan oleh Imam Asy Syahid. Dia telah menegakkan jamaahnya di atas asasasasnya. Dan tidak ada jamaah lain kecuali jamaah ini.
Saya (Abu Abdillah) berkata, di mana dakwah Salafiyah yang tegak di negara ini di
tempat lainnya? Sedangkan dakwah itu pada puncak kekuatannya pada waktu itu
dan sampai sekarang dimana kaum Muslimin terus menerus memetik buahnya tanpa
merasakan bahaya yang mengancam seperti yang ada pada dakwah-dakwah lain
sampai hari ini? Tetapi benarlah perkataan seorang penyair tentang manusia jenis
ini:
Kebenaran ibarat matahari.
Mata adalah indra untuk melihatnya.
Akan tetapi matahari tidak kelihatan.
Bagi orang yang matanya buta.
Penyair lain berkata :
Mata yang sakit menolak sinar matahari.
Dan mulut yang sakit menolak air minum yang segar.
Syaikh Bakar Abu Zaid berkata dalam kitabnya, Mujamu Al Manahi Al Lafdhilah
halaman 209 di bawah judul Kebangkitan Islam:
Ini adalah sifat yang tidak pernah diterangkan Allah dalam suatu hukum. Jadi
merupakan istilah baru. Kami tidak mengetahui kalau istilah itu telah ada pada
lisan Salaf. Penggunaannya mulai berlaku pada permulaan abad 15 H sebagai
akibat kembalinya orang-orang kafir nashara ke gerejanya. Kemudian hal ini
mempengaruhi kaum Muslimin. Dan tidak diperkenankan kaum Muslimin
menarik sedikit demi sedikit bajunya orang asing (kuffar) ke dalam diennya.
Dan tidak boleh mendatangkan syiar-syiar yang tidak diizinkan oleh Allah dan
Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam. Oleh karena itu julukan-julukan yang
syari adalah sebagaimana dalam petunjuknya (tauqifiyah). Seperti Al Islam, Al
Iman, Al Ihsan dan At Takwa. Dan orang yang menisbatkan diri kepada Islam
dinamakan Muslim, Mukmin, Muhsin dan Muttaqin.
Duhai! Apakah hubungan mereka dengan istilah baru ini (kebangkitan Islam),
jeritan atau apa ini?
101

Surat Yusuf : 108.

73

Maksudnya di atas ilmu.


Maka orang-orang yang bodoh tidak dibenarkan untuk
berdakwah. Dia harus mempunyai ilmu, ikhlas, sabar,
tahan menderita, bijaksana, tahu jalan-jalan dakwah dan
manhaj-manhaj
dakwah
yang
dibawa
Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Adapun bila hanya semangat
atau cinta kepada dakwah semata kemudian langsung
berdakwah ini hakikatnya merusak. Bahkan lebih banyak
kerusakan daripada kebaikannya. Seringkali kemudian dia
jatuh dalam kesulitan-kesulitan sehingga menyebabkan
manusia jatuh juga ke dalamnya. Oleh karena itu
cukuplah baginya cinta kepada dakwah, Insya Allah diberi
pahala karena cintanya itu. Tapi bila dia ingin masuk ke
medan dakwah maka hendaklah dia belajar terlebih
dahulu.
Jadi tidak setiap orang bisa seenaknya berdakwah. Juga
tidak setiap orang yang bersemangat boleh berdakwah.
Semangat semata dengan disertai kebodohan adalah tidak
bermanfaat dan bahkan membahayakan.
44. Tanya: Apakah memperingatkan terhadap manhaj-manhaj yang
menyelisihi manhaj Salaf itu wajib?
Jawab: Ya wajib. Wajib kita memperingatkan terhadap manhajmanhaj yang menyelisihi manhaj Salaf. Ini adalah bagian
dari nasihat untuk Allah, untuk Kitabnya, untuk RasulNya, untuk para pemimpin kaum Muslimin dan seluruh
kaum Muslimin.
Kita peringatkan umat ini dari para penjahat dan manhajmanhaj yang menyelisihi manhaj Salaf (Islam)102. Kita
jelaskan bahayanya masalah ini kepada manusia.
102

Ini adalah manhaj Salaf. Mereka sangat keras dalam memperingatkan manusia
dari bahaya orang-orang yang memiliki manhaj yang menyelisihi Al Kitab dan As
Sunnah. Telah banyak keterangan dari Salaf tentang peringatan bahayanya orangorang yang manhajnya menyelisihi Al Haq, hukuman atas orang-orang yang memujimuji mereka atau mengagungkan kitab-kitab mereka.

Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: Hukuman itu wajib bagi yang
menisbatkan kepada ahlu bidah atau membela, mengagungkan atau menghormati
pembicaraan mereka atau memberi maruf (udzur) bahwa perkataan itu belum
diketahui maksudnya pada mereka? Bahkan hukuman itu wajib kepada setiap orang
yang tahu keadaan mereka dan tidak membantu untuk menghadapi mereka. Sebab
sikap untuk menghadapi mereka --ahlu bidah-- merupakan kewajiban yang agung.
(Demikian perkataan beliau Rahimahullah dalam Majmu Fatawa 2/132)

74

Kemudian kita dorong manusia agar tetap berpegang


dengan Al Kitab dan As Sunnah. Ini adalah wajib.
Tetapi ini urusan Ahlu Al Ilmi (yang wajib mengurusi
masalah tersebut). Dan hendaklah mereka menjelaskan
kepada manusia dengan cara yang sesuai yang
disyariatkan dan tepat --biidznillah--.
45. Tanya:

Manakah yang lebih utama, menuntut ilmu


berdakwah kepada Allah Subhanahu wa Taala?

atau

Jawab: Menuntut ilmu dulu. Karena tidak mungkin seseorang


berdakwah kepada Allah kecuali dia mempunyai ilmu. Jika
tidak mempunyai ilmu dia tidak mampu berdakwah
kepada Allah. Dan jika tetap berdakwah juga maka
sesungguhnya dia lebih banyak salah daripada benarnya.
Syarat bagi seorang dai adalah hendaknya dia di atas ilmu
sebelum berdakwah. Allah Subhanahu wa Taala
berfirman:
Ini adalah jalanku dan aku menyeru kepada Allah dengan
bashirah (ilmu) dan orang-orang yang mengikutiku103.
Dalam hal ini ada perkara-perkara yang sudah jelas bagi
orang awam, mereka boleh mendakwahkannya seperti
menegakkan shalat, larangan meninggalkan barisan
jamaah, menegakkan shalat bersama keluarga dan
memerintahkan anaknya untuk shalat. Hal ini adalah
perkara yang jelas dan dikenal baik oleh orang awam
maupun para penuntut ilmu. Tetapi perkara-perkara yang
membutuhkan pemahaman, membutuhkan ilmu, perkara
halal dan haram, perkara-perkara tauhid dan syirik maka
harus oleh ulama.
46. Tanya: Apakah menjelaskan sebagian kesalahan dalam kitab yang
membahas golongan-golongan atau jamaah yang datang
ke negara kita dianggap merintangi para dai tersebut?
Jawab: Tidak. Ini bukan rintangan untuk para dai104. Karena
kitab-kitab itu bukanlah kitab dakwah. Mereka --yang
103

Surat Yusuf : 108.

104

Dai yang bermanhaj Salaf dalam membicarakan ahlu bidah, orang-orang yang
sesat, kelompok-kelompok dan jamaah-jamaah pada saat ini dan memperingatkan
bahayanya serta kitab-kitabnya tidaklah dianggap sebagai sikap yang merintangi
bagi para dai. Dan tidak pula mencerca diri-diri mereka. Melainkan dianggap sebagai

75

mempunyai kitab-kitab dan fikrah-fikrah seperti itu-bukanlah para dai yang menyeru kepada Allah dengan
bashirah, di atas ilmu dan bukan pula di atas kebenaran.
Maka ketika kami menjelaskan kitab-kitab ini atau dainya
bukanlah kami bermaksud menjatuhkan individu-individu
tersebut. Melainkan hanyalah sebagai nasihat untuk
umat105 yang telah dimasuki oleh fikrah-fikrah yang
membingungkan mereka. Sehingga terjadilah fitnah yang
menyebabkan terpecahbelahnya kalimat kaum Muslimin
dan cerai berailah jamaah kaum Muslimin. Dan tujuan
kami bukan kepada individunya melainkan hanya kepada

tahdzir (peringatan) terhadap bahaya mereka serta kitab-kitab mereka (ahlu bidah).
Inilah bagian dari manhaj Salaf Ash Shalih. Atsar-atsar tentang hal ini banyak sekali
dari kitab-kitab sunnah dan kitab Jarhu wa Tadil. Bahkan dengan ini mereka
gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Syubah Rahimahullah berkata: Kalian kemari sehingga kita membicarakan aib
seseorang (ghibah) karena Allah sesaat --maksudnya kita sebutkan jarh (kritikan)
dan peradilan (tadil) seseorang--. (Lihat Syarah Ilal At Tirmidzi 1/349 dan Al
Kifayah 91 karya Al Khatib)
Abu Zurah Ad Dimsyiqi Rahimahullah berkata, saya mendengar Abu Mushir yang
ditanya tentang seseorang yang bersalah atau salah ucap maka dia menjawab:
Jelaskan keadaan dirinya. Kemudian saya berkata kepada Abu Zurah: Apakah
engkau memandang bahwa yang demikian ini adalah ghibah? Dia menjawab:
Tidak. (Syarah Ilal At Tirmidzi 1/349)
Abdullah bin Imam Ahmad berkata, Abu Turab An Nakhsyabi datang ke bapak saya
lalu bapak saya berkata: Fulan dhaif (lemah) dan fulan tsiqah (terpecaya). Maka
Abu Turab berkata: Wahai syaikh, janganlah engkau ghibah terhadap ulama.
Abdullah bin Imam Ahmad berkata, maka bapak saya menoleh kepadanya dan
berkata: Celaka engkau. Ini nasihat bukan ghibah. (Lihat Syarah Ilal At Tirmidzi
1/349-350 dan Al Kifayah 46 karya Al Khatib)
Saya (Abu Abdillah) berkata, tetapi para dai yang penuh dengan kesamaran
(syubhat), mereka terpengaruh emosi jika kitab-kitab ahlu bidah dan ahlu al ahwa
dikritik dan diperingatkan perihal bahayanya kitab-kitab dan penulisnya tersebut.
Apalagi jika mereka masih hidup.
105

Jika hal demikian itu merupakan bagian dari bab mengkritik tentang keadilan,
ketsiqahan, tidak adanya penipuan terhadap orang-orang tersebut maka ini ada
dalam kitab-kitab yang membicarakan tentang biografi dan sejarah hidup seseorang.
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang ahli dalam hal ini. Karena untuk
memperkenalkan keadaan seseorang dan untuk memperingatkan bahayanya. Hal
semacam itu bukanlah merupakan luapan emosi.
Imam Ahmad Rahimahullah ketika ditanya tentang Husein Al Karabisi dia menjawab:
Ahlul bidah. (Lihat Tarikh Al Baghdadi 8/66)
Abu Zurah ketika ditanya tentang Al Harits Al Mahasibi dan kitab-kitabnya maka
beliau menjawab: Hati-hati terhadap kitab-kitab ini. Kitab-kitab bidah ini sesat.
Wajib bagi kalian berpegang kepada atsar. (Lihat At Tahdzib 2/117)

76

pemikiran-pemikiran yang ada pada kitab yang hadir pada


kita dengan nama dakwah106.

106

Sangat disesalkan sekali, sungguh sebagian dai dan para pemuda di negeri
tauhid ini menerima kitab-kitab yang penuh syubhat dan penyelewengan. Mereka
menginginkan ganti yang lebih rendah dari yang lebih baik. Bahkan ada orang yang
memuji-muji Abul Ala Al Maududi dan kitab-kitabnya, Muhammad Surur bin Nayif
Zainal Abidin, Hasan Al Banna, Sayyid Quthub, Hasan At Turabi dan yang semisal
mereka dari kalangan ahlu bidah. Jika ada orang berkata: Mengapa engkau mencap
sejumlah orang seperti ini? Mereka yang engkau sebut-sebut tersebut telah memiliki
prestasi yang belum pernah engkau capai yakni berupa kemasyhuran dan
penerimaan orang terhadapnya.
Saya (Abu Abdillah) berkata, sesungguhnya kemasyhuran tidaklah bisa menghalangi
untuk menjelaskan kebenaran. Kebenaran ini lebih saya cintai dari siapa pun.
Sedangkan manhaj Salaf itu jelas dalam memperingatkan manhaj-manhaj yang
menyimpang dan merusak.
Seharusnya bagi orang yang keberatan hendaklah mengatakan: Datangkanlah dalildalil tentang kesesatan orang-orang yang kau sebut-sebut tersebut.
Maka saya (Abu Abdillah) katakan:
Pertama, Al Maududi, dia mengatakan dalam kitabnya, Rasail wa Masail halaman 57
cetakan 1351 H: Bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyangka
tentang keluarnya Dajjal pada jamannya atau jaman yang dekat dengannya. Tetapi
persangkaan ini adalah 1350 tahun yang lewat setelah abad yang panjang dan Dajjal
tidak keluar. Maka tetaplah apa yang beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam sangka
nyata tidak benar!
Kemudian pada cetakan tahun 1362 H ia menambahkan: Seribu tahun telah berlalu
. Dan Dajjal tidak keluar. Maka inilah yang sebenarnya.
Padahal yang demikian merupakan pengingkaran yang jelas terhadap keluarnya
Dajjal yang telah dijelaskan oleh hadits shahih yang mutawatir.
Dia Al Maududi mengatakan pada halaman 55: Segala berita yang terdapat dalam
hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang Dajjal semuanya berdasarkan akal
dan kiasan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan beliau ada dalam keraguan pada
masalah ini.
Bukankah ini pengingkaran kepada Dajjal? Dan menganggap dusta kepada khabar
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagaimana Allah Subhanahu wa Taala
firmankan tentangnya:
Tidaklah dia (Muhammad) itu mengucapkan dari hawa nafsunya. Melainkan dia
mengatakan berdasarkan wahyu yang telah diwahyukan.
Dalam kitab Arbaatu Mushthalahatu Al Quran Al Asasiyah halaman 156 disebutkan:
Sesungguhnya Allah memerintahkan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam
surat An Nas supaya minta ampun pada Rabnya terhadap hal yang bersumber dariNya seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban (kenabian) yang kadang-kadang
lalai dan mengurangi kewajiban tersebut. Naudzubillah dari kedustaan ini.
Apakah tidak cukup baginya (Al Maududi) apa yang telah Allah jelaskan tentang
Nabi-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hal sifat peribadahan yang merupakan
sifat manusia yang paling sempurna? Begitu pula Allah telah mengabarkan tentang
sifat-sifat-Nya dalam banyak ayat di Kitab-Nya Jalla wa Ala. Sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang tiga orang yang menanyakan

77

ibadahnya. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menjawab pertanyaan ini.


Beliau berkata:
Adapun saya adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah dari kalian . (Al
Hadits)
Kedua, Muhammad Surur bin Nayif Zaenal Abidin yang mempunyai majalah As
Sunnah dan terbit di London. Sungguh majalahnya dipenuhi gerakan politik.
Menyibukkan para pemuda dengannya, mendidik mereka dengan pemikiran
pengkafiran terhadap para pemimpin pemerintah dan celaan terhadap ulama
Rabbani As Salafi sebagai imam-imam di negeri Saudi. Demikian juga mengkafirkan
seseorang disebabkan hanya berbuat maksiat semata. Saya tidak akan
membicarakan panjang lebar tentang orang ini. Simak kembali catatan kaki nomor
62 dan 65. Engkau akan mendapati lembaran kebenaran di sana.
Ketiga, Hasan Al Banna, sebagian keterangan tentang dirinya pada catatan kaki
nomor 86.
Keempat, Sayyid Quthub, keterangan tentang dirinya telah lewat tentang
perkataannya mengenai akidah pada catatan kaki nomor 43. Adapun dalam
merendahkan dan mencela shahabat Utsman Radliyallahu Anhu hal ini telah
memenuhi kitabnya yang berjudul Al Adalatu Al Ijtimai fi Al Islam. Dia berkata: Ini
adalah gambaran hakikat pemimpin yang telah merubah suatu keadaan. Tidak
diragukan bahwa perubahan itu pada jaman Utsman. Meskipun dia tetap sebagai
pagar Islam, sungguh khilafah itu mendapati Utsman dalam usia tua dan di
belakangnya ada seseorang yang bernama Marwan bin Hakam yang ikut mengatur
urusan-urusan yang banyak menyimpang dari Islam. Terdapat dalam kitab tersebut
pada cetakan ke-7.
Dia juga berkata: Utsman memberikan uang dari baitul mal kepada suami dari
putrinya yang bernama Al Haris bin Al Hakam 200.000 dirham. Pada suatu hari
memberi Zubair 600.000 dirham. Serta memberi Thalhah 200.000 dirham dan
menginfakkan kepada Marwan bin Al Hakam seperlima upeti dari Afrika. Halaman
214. Kami berkata: Singgasana itu tetap terus berjalan kemudian tercerai berai.
Saya (Abu Abdillah) berkata, kami menginginkan bukti yang merupakan sumber dari
perkataan (Sayyid Quthb) yang berbahaya ini. Kalau tidak maka saya katakan
kepada pembaca yang mulia silahkan menelaah kembali untuk membantah
kedustaan-kedustaan ini dalam kitab Al Awashimu min Al Qawashim karya Abu
Bakr Ibnul Arabi halaman 61-146.
Sayyid Quthub berkata pada halaman 217 dari kitab tersebut: Setelah Utsman
berpulang ke rahmat Rabnya. Kemudian negara dipegang keluarga Umayah dengan
kokoh disebabkan dia telah banyak berjasa buat berkuasa di bumi khususnya di
Syam. Dengan adanya jasa tersebut berarti mendukungnya untuk meletakkan dasardasar kerajaan Islam yang turun-temurun bagi keluarga Umayah. Meskipun dalam
menegakkan hal ini keluarga Umayah bersikap kasar terhadap ruh Islam. Oleh
karena itu berakibat menimbulkan lingkaran kekuasaan dalam ruh Islam secara
umum. Di halaman 234: Kami condong kepada sistem khilafah Ali Radliyallahu
Anhu sebagai estafeta secara thabii dua orang khalifah (Abu Bakar dan Umar)
sebelumnya. Sesungguhnya keberadaan Marwan pada pemerintahan Utsman yang
ikut membuat keputusan dengan pendapatnya sendiri menjadi celah di antara
keduanya.
Untuk menambah hal-hal yang diketahui itu silahkan menelaah kitab yang ditulis
Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali yang berjudul Mathain Sayyid Quthub fi
Ashhabi Rasulillahi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

78

47. Tanya:

Apakah mungkin para pemuda yang masih awam


berhubungan dengan ahlu bidah atau orang yang
mempunyai pikiran-pikiran yang merusak dan akidah
rusak?

Jawab: Para pemuda itu harus menjauhkan diri dari ahlu bidah
dan orang-orang yang mempunyai manhaj yang rusak
serta pikiran-pikiran yang menyesatkan. Menjauhi mereka
dan kitab-kitab mereka. Tetap berpegang dengan orangorang yang mempunyai ilmu dan bashirah serta orangorang yang mempunyai akidah yang selamat. Mengambil
ilmu dari mereka, bermajelis bersama mereka dan
bertanya kepada mereka. Sedangkan ahlu bidah dan
orang-orang yang mempunyai pikiran-pikiran yang rusak
wajib dijauhi oleh para pemuda. Karena mereka ini akan
menimpakan
keburukan
kepada
para
pemuda,
menanamkan akidah yang rusak, bidah dan khurafat.
Sebab seorang guru mempunyai pengaruh terhadap
muridnya. Maka guru yang sesat akan menjadikan
muridnya itu menyimpang dari Al Haq. Sedangkan guru
yang lurus maka para penuntut ilmu dan pemuda akan
menjadi lurus karenanya. Jadi seorang guru mempunyai
peran yang besar oleh karena itu kita jangan meremehkan
hal-hal demikian ini107.

Saya (Abu Abdillah) berkata, apabila engkau telah mengetahui adanya penukilan
perkataan ahlu bidah dan pembicaraan mereka tentang akidah dan merendahkan
terhadap sayyid anak Adam (Muhammad) --Alaihi Shalatu wa Sallam-- hingga siapa
saja yang memuji, memuliakan, mengagungkan kitab-kitab mereka atau memberi
udzur (maaf) untuk mereka maka samakan dia dengan mereka (ahlu bidah dan ahlu
ahwa) dan tidak ada kemuliaan bagi mereka semua.
Inilah manhaj Salaf Ash Shalih Radliyallahu Anhum.
Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah berkata: Hukuman itu wajib atas setiap orang yang
menisbatkan diri kepada ahlu bidah, membela, memuji atau mengagungkan kitabkitabnya atau jika diketahui bahwa dia membantu dan menolong mereka atau tidak
suka membicarakannya atau memberi udzur kepada mereka. Bahkan hukuman itu
wajib atas setiap orang yang mengetahui keadaan mereka dan tidak membantu
menghadapinya. Sesungguhnya menghadapi mereka adalah kewajiban yang paling
wajib. (Al Fatawa 2/132)
Ibnu Aun berkata: Orang yang duduk bersama ahlu bidah, sikap saya lebih keras
kepadanya daripada terhadap ahlu bidah itu sendiri.
Sufyan Ats Tsauri berkata: Orang yang berjalan bersama ahlu bidah menurut kami
dia itu adalah ahlu bidah.
107

Mudah-mudahan Allah membalas syaikh dengan sebaik-baik balasan. Manhaj


Salaf telah menjelaskan kepada para pemuda dalam berhubungan dengan ahlu
bidah. Yakni menjauhi mereka dan kitab-kitab mereka. Jika dikatakan: Kami

79

48. Tanya: Bagaimana cara menasihati secara syari kepada para


pemimpin negara?
Jawab: Menasihati kepada para pemimpin negara berkaitan
dengan beberapa hal antara lain kepada mereka kita
mendoakan kebaikan dan istiqamah dalam memimpin
dengan baik. Hal ini merupakan bagian dari sunnah yakni
mendoakan para pemimpin kaum Muslimin108. Lebih-lebih
pada waktu-waktu doa dikabulkan dan pada tempattempat yang bisa diharapkan terkabulnya doa.
Imam Ahmad berkata: Kalau saya tahu bahwa saya
mempunyai doa yang terkabulkan tentu saya tujukan
kepada sultan (penguasa).

mengambil kebaikan yang ada pada mereka dan membuang kejelekannya.


Sebagaimana prinsip ahlu muwazanah (keseimbangan) pada jaman ini.
Sebagaimana pula yang terjadi pada sebagian para dai: Ambillah kebaikannya dan
tinggalkanlah kejelekannya. Jadilah para pemuda tersebut tersesat dan manhaj
Salaf lenyap. Niscaya akan berakibat akidah para generasi muda kacau.
Alhamdulillah, Dia Subhanahu wa Taala telah menjadikan orang-orang yang
membela manhaj Salaf di setiap tempat pada setiap jaman. Mereka menjelaskan dan
menampakkan praktiknya dari manhaj tersebut walaupun orang-orang yang
menyelisihi itu marah.
Fudhail bin Iyadh Rahimahullah berkata: Sesungguhnya hanya ada dua macam
orang berilmu yakni orang berilmu tentang dunia dan orang berilmu tentang akhirat.
Orang yang berilmu tentang dunia, ilmunya tersebar. Sedangkan orang yang berilmu
tentang akhirat, ilmunya tertutup. Maka ikutlah orang yang berilmu tentang akhirat.
Dan hati-hatilah terhadap orang yang berilmu tentang dunia, keadaan mabuknya
janganlah memalingkan kalian kepadanya. (Lihat Hilyatu Al Auliya 8/92)
108

Imam Abu Muhammad Al Hasan bin Ali Al Barbahari Rahimahullah dalam


kitabnya, Syarhu As Sunnah berkata: Apabila engkau melihat seseorang yang
mendoakan kejelekan terhadap penguasa maka ketahuilah bahwa ia ahlu ahwa. Dan
apabila engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan kepada penguasa maka dia
Ahlus Sunnah, Insya Allah. (Halaman 116 dengan tahqiq Abu Yasir Khalid Ar
Radadi)
Atsar dari Salaf Ash Shalih tentang mendoakan kebaikan kepada pemimpin banyak
sekali. Fudhail bin Iyadh Rahimahullah berkata: Kalau saya mempunyai doa yang
dikabulkan maka tidak saya berikan kecuali untuk pemimpin. Ditanyakan
kepadanya: Bagaimana bisa demikian, wahai Abu Ali? Beliau menjawab: Jika saya
tujukan untuk diriku maka tidak akan melampaui diriku. Dan jika kutujukan kepada
pemimpin maka karena kebaikan seorang pemimpin (akibat doa itu) sehingga semua
rakyat dan negara menjadi baik. (Lihat Hilyatu Al Auliya 8/91)
Imam Ahmad berkata yang didiktekan kepada anaknya, Abdullah: Sesungguhnya
saya memohon kepada Allah Jalla wa Ala agar memanjangkan kedudukan Amirul
Mukminin, menetapkannya serta memanjangkan pertolongan untuknya. Sungguh
Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Dari Kitab As Sunnah karya Abdullah bin
Imam Ahmad dan Siyar 11/287 karya Adz Dzahabi)

80

Oleh karena itu kebaikan sultan merupakan kebaikan bagi


masyarakat. Dan rusaknya sultan merupakan kerusakan
bagi masyarakat.
Salah satu bagian dari nasihat kepada para pemimpin
adalah
menegakkan
amalan-amalan
yang
bisa
mendekatkan para pemimpin tersebut kepada para
aparatnya. Bisa juga dengan memperingatkan kesalahankesalahan dan kemungkaran yang terjadi di masyarakat
yang kadang-kadang mereka tidak mengetahuinya. Akan
tetapi nasihat ini dilakukan dengan cara sembunyi
(sirriyah) antara penasihat dengan para pemimpin
tersebut109. Bukan dengan cara terang-terangan di
hadapan manusia atau di atas mimbar. Sebab cara seperti
ini akan menimbulkan keburukan dan mendorong
terjadinya permusuhan antara para pemimpin rakyat
dengan rakyatnya.
Bukan dinamakan nasihat bila seseorang membicarakan di
atas mimbar atau kursi di hadapan manusia. Ini tidaklah
menjadikan kebaikan melainkan keburukan itu bertambah
jelek110.
109

Inilah jalan yang tinggi dan benar dalam menasihati para pemimpin negara.
Sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengarahkan kita kepada
jalan itu. Maka beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

Barangsiapa yang mempunyai nasihat untuk para pemimpin maka janganlah


mengajak bicara dengannya secara terang-terangan. Hendaklah ia pegang
tangannya dan menyendiri dengannya. Maka jika dia terbuka pasti menerimanya.
Jika tidak maka sungguh dia telah memenuhi apa yang diwajibkan atas dirinya dan
bagi pemimpinnya. (Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah
II/351, Imam Baihaqi dalam As Sunan Al Qubra 8/164, Imam Hakim dalam Al
Mustadrak 3/290, Imam Ahmad dalam Al Musnad 3/4-5, Al Haitsami dalam
Majmauz Zawaid V/229-230 dengan lafazh: Barangsiapa ingin menasihati
pemimpin . Semuanya dari hadits Iyadh bin Ghunam Rahimahullah dan lafazh itu
menurut Imam Hakim)
110

Terang-terangan dalam memberi nasihat kepada sultan ada beberapa peringatan.

Pertama, di dalamnya mengandung riya dan senang jika amalnya tampak. Jelas ini
merupakan bagian keburukan yang menimpa manusia karena amalnya batal. Sebab
amalan yang dikerjakan dengan tertutup adalah sangat diharapkan untuk diterima di
sisi Allah Subhanahu wa Taala.
Kedua, tidak bisa diharap untuk diterimanya nasihat itu di sisi yang dinasihati.
Karena dia memandang bahwa hal tersebut membuka aib dan bukan nasihat.
Kadang disertai rasa harga diri jatuh disebabkan hal tersebut.
Ketiga, terang-terangan di atas mimbar dalam menasihati para pemimpin. Walaupun
yang dikatakan benar sesungguhnya sikap ini mendorong masyarakat dan
mengobarkan semangat rakyat untuk menjelekkan para pemimpinnya. Akhirnya

81

Dalam memberikan nasihat hendaklah berhubungan


dengan para pemimpin secara pribadi atau menulis
risalah. Atau bisa juga melalui jalan sebagian orang yang
bisa
berhubungan
dengan
mereka111.
Sampaikan
nasihatmu secara sembunyi tentang segala sesuatunya
antara engkau dengan mereka saja.
Juga bukan nasihat namanya jika kita menulis risalah -nasihat-- dan kita sebarkan nasihat tersebut di kalangan
manusia kemudian setiap orang memberikan tanda
tangannya lalu kita katakan: Ini adalah nasihat. Tidak,
semacam ini membuka aib. Merupakan bagian dari
perkara-perkara yang menyebabkan timbulnya kejahatan.
Dan menjadikan para musuh itu senang dan ahlu al ahwa
ikut menelusup di dalamnya. Shalawat dan salam tetap
atas
Nabi
Muhammad,
keluarganya
dan
para
112
shahabatnya .

terdorong untuk tidak mau mendengar dan taat pada perkara yang baik. Ini adalah
manhaj kaum khawarij.
Tidak terjadi fitnah pembunuhan atas Utsman Radliyallahu Anhu kecuali disebabkan
pengingkaran yang terang-terangan oleh sebagian manusia yang bodoh terhadap
sunnah karena mengikuti orang yang menyiarkan yang tidak semestinya kepada
manusia tentang haknya Khalifah Ar Rasyid Utsman Radliyallahu Anhu. Maka tidak
boleh mendidik orang awam dan pemuda dengan manhaj yang buruk ini. Sehingga
bisa mendorong manusia kepada kebinasaan. Bahkan wajib memeranginya dengan
cara menjelaskan dan menerangkan kepada umat berdasar Al Kitab dan As Sunnah
di atas manhaj Salaf Ash Shalih. Allah alam.
111

Seperti ulama, mudah-mudahan Allah memberi taufik kepada mereka.

112

Selesai penulisannya setelah fajar pada hari Sabtu, 6 Muharam tahun 1414 H.
Segala puji milik Allah yang dengan nikmat-Nya itu amalan-amalan yang baik telah
sempurna. Dan akan disusul bagian kedua, Insya Allah Taala.
Shalawat dan salam Allah tetap atas Nabi kita Muhammad dan keluarganya,
shahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik sampai hari
kiamat/pembalasan. Dan mudah-mudahan Allah memberi keselamatan dengan
keselamatan yang banyak. Yang telah menulis catatan kaki dan mengeluarkannya,
hamba yang sangat faqir (butuh) kepada ampunan Rabnya, Abu Abdillah Jamal bin
Farihan Al Haritsi di Thaif.

82

Anda mungkin juga menyukai