Menepis
Penyimpangan
Manhaj Dakwah
Tanya Jawab Tentang Beragam
Manhaj Baru Dalam Dakwah
Bersama Syaikh DR. Shalih bin Fauzan
bin Abdullah Al Fauzan
M
A
N
H
A
J
Al Ajwibah Al Mufidah An Asilah Al
Manahij Al Jadidah
Daftar Isi
I.
Mukadimah
II.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tidak (boleh)
golongan
9.
bergabung
dengan
jamaah-jamaah
yang
dan
yang
memenuhi
dakwah
sarana-sarananya
adalah
Allah
dan
Imam
26. Penuntut ilmu yang masih pemula agar menjauhkan diri dari
mendatangi majelis-majelis ilmu yang masih terdapat
syubhat
27. Nasihat untuk para pemuda yang dikuasai hawa nafsu dan
taashub terhadap golongan
28. Kebodohan Muhammad Surur Zainal Abidin terhadap sunnah
dan penyebutan sebagian perkataannya yang merendahkan
kitab-kitab akidah dan permusuhannya terhadap sunnah
dengan lafazh-lafazh yang buruk dan upaya pengkafirannya
terhadap orang lain dengan sebab (orang lain tersebut)
berbuat maksiat
29. Sikap terhadap kitab Minhajul Anbiya
30. Larangan membuat sandiwara dan nasyid-nasyid di pusatpusat hiburan pada musim panas yang semacam ini
merupakan syiar orang-orang kafir
31. Tidak boleh membicarakan para pemimpin negara dan
mencerca mereka. Hal demikian menyebabkan (umat) tidak
mau mendengar dan taat dalam perkara-perkara yang baik
(sekalipun). Perbuatan itu bukan berasal dari manhaj Salaf
Ash Shalih melainkan manhaj khawarij
32. Makna La ilaha illallah menurut Muhammad Quthub dan
bantahannya
33. Bantahan terhadap anggapan bahwa dakwah Al Imam Al
Mujaddid Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah
dakwah golongan dan penjelasan antara dakwah Salafiyah
dengan dakwah Hasan Al Banna (pengikut tarekat al hishafi
dan Muhammad Ilyas Ash Shufi)
34. Bantahan terhadap orang yang membedakan antara Thaifah
Al Manshurah dengan Firqah An Najiyah
35. Kewajiban menjelaskan bahaya golongan-golongan, jamaahjamaah dan kelompok-kelompok terhadap manusia adalah
kewajiban ulama
36. Peringatan berkenaan dengan menyaksikan pertandingan
sepak bola
37. Benar dan salahnya manhaj seseorang berakibat masuk
surga atau neraka
Islam
dan
taliq
Mukadimah
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah. Kami memujinya,
memohon pertolongan-Nya dan memohon ampunan kepada-Nya.
Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan kejelekan
amal-amal kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka
tidak ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan oleh
Allah maka tak akan ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya.
Saya bersaksi bahwa tak ada tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah semata yang tak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa
Muhammad itu hamba dan utusan-Nya.
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan
sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kalian mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran : 102)
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Allah
menciptakan
isterinya
dan
daripada
keduanya
Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu. (QS. An Nisa : 1)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah
mendapat kemenangan yang besar. (QS. Al Ahzab : 70-71)
Adapun setelah itu maka segala puji hanyalah milik Allah yang telah
menjadikan utusan-utusan dari Ahlul Ilmi pada setiap jaman.
Yang menyeru terhadap orang-orang yang sesat kepada petunjuk dan
bersabar atas cacian dan cercaan dari mereka. Dengan Kitabullah
mereka menghidupkan orang yang telah mati (hatinya) dan selalu
memerangi orang-orang yang buta (hati) dengan nur Allah. Berapa
banyak orang yang (hatinya) telah terbunuh oleh iblis lalu dihidupkan
oleh mereka. Berapa banyak orang yang tersesat lalu ditunjukkan oleh
mereka. Maka alangkah bagusnya pengaruh mereka terhadap manusia
dan alangkah buruknya sikap manusia kepada mereka. Mereka
menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang ghuluw (berlebihan)
2.
Tanya: Banyak markas (lembaga) dakwah memiliki programprogram yang bertentangan dengan syariat seperti acara
sandiwara, nasyid-nasyid dan sebagainya. Bagaimana
pendapat Anda tentang hal ini?
Jawab: Orang-orang yang bekerja di markas (lembaga) dakwah
berkewajiban melarang suatu program yang tidak ada
faidahnya atau yang membahayakan bagi penuntut ilmu.
Hendaklah mereka diajari Al Quran, Al Hadits dan fiqih.
Untuk mempelajari hal itu saja sudah cukup menyibukkan
apalagi dengan yang lainnya. Demikian juga hendaknya
10
Surat Al Munafiqun : 7.
11
12
Hadits shahih dikeluarkan oleh Abu Daud 4607 dan At Tirmidzi 2676.
Setiap yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah dan manhajnya Salaf Ash Shalih
kami namakan sebagai Al Firaq (firqah). Inilah nama yang syari baginya.
Sebagaimana telah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebutkan dalam hadits
tentang perpecahan tersebut. Adapun jamaah-jamaah itu tidak ada kecuali jamaatul
muslimin sebagaimana yang diisyaratkan hadits tersebut. Wallahu alam.
8
Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam At Tirmidzi 2641, Imam Hakim, kelengkapan
takhrijnya ada pada nomor 93.
13
5.
Telah berkata Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah: Bidah lebih dicintai oleh iblis
daripada maksiat sebab maksiat bisa diharap untuk bertaubat sedangkan bidah
tidak. (Majmu Fatawa 11/472)
10
11
14
6.
Tanya:
Tanya:
Bagaimana pendapat
tersebut secara umum?
Anda
tentang
hukum
jamaah
12
Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid dalam kitabnya, Hukmu Al Intima ila Al
Firaq wa Al Ahzab wa Jamaah Al Islamiyah (halaman 96-97) berkata: Tidak
boleh mengangkat seseorang untuk umat lalu umat itu diseru untuk mengikuti
tarekat, berwala (loyal) dan bermusuhan di atas jalan tersebut kecuali Nabi dan
Rasul, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka barangsiapa yang
mengangkat selain beliau atas dasar tersebut, orang ini sesat dan mubtadi.
Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata dalam Al Fatawa: Tidak ada
hak bagi siapa pun untuk mengangkat seseorang bagi umat lalu dia menyeru kepada
tarekatnya, berwala dan bermusuhan di atas jalan itu kecuali Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam. Tidak boleh mengangkat perkataan untuk umat ini, berwala dan
bermusuhan di atas perkataan itu kecuali perkataan Allah dan Rasul-Nya dan apa
yang telah disepakati (ijma) oleh umat ini. Sikap ini adalah perbuatan ahlu bidah
yakni mengangkat seseorang dan perkataannya kemudian seseorang dan
perkataannya itu mereka gunakan untuk memecah belah umat ini. Mereka berwala
berdasarkan perkataan atau penisbatan itu demikian juga jika mereka bermusuhan.
Syaikh Bakar berkata setelah menukil perkataan Syaikh Al Islam ini: Keadaan
seperti inilah yang menimpa kebanyakan jamaah dan golongan pada saat ini. Mereka
mengangkat seseorang sebagai pemimpin lalu berwala pada pemimpin-pemimpin
tersebut dan saling bermusuhan dengan musuh-musuh mereka. Pemimpin-pemimpin
tersebut ditaati dalam setiap fatwanya tanpa merujuk kepada Al Kitab dan As
Sunnah, tanpa bertanya tentang dalil-dalil yang digunakan para pemimpin tersebut
di kala berfatwa. (Dinukil dari Kitab Hukmu Al Intima ila Al Firaq wa Al Ahzab
wa Al Jamaah Al Islamiyah)
13
15
14
Sikap ini benar jika yang didakwahi perorangan sehingga mudah untuk menyeru
dan mempengaruhi mereka. Jika mereka ini kelompok (firqah) tidak mungkin
merubah keadaan mereka. Bahkan merekalah yang akan mempengaruhi orang yang
mencampurinya hingga terpengaruh kecuali yang Allah kehendaki. Dan ini bukan
pengabaran atas ilmu Allah Azza wa Jalla --naudzubillahi min dzalika--. Secara
umum seruan kelompok-kelompok ini tidaklah keluar dari ajaran-ajaran
pemimpinnya. Seperti firqah ikhwanul muslimin (IM), jamaah tabligh, berapa banyak
orang yang ikhlas menasihati mereka? Sampai sekarang tak berubah seperti yang
telah saya katakan. Dalil yang telah saya katakan adalah Hasan Al Banna (pendiri
IM) dalam Kitab Majmu Ar Rasail halaman 24 dalam judul Sikap Kami Terhadap
Seruan-Seruan Lain berkata: Sikap kami terhadap seruan yang berbeda-beda ,
kami timbang dengan seruan (dakwah) kami. Apa-apa yang mencocoki seruan kami
maka marhaban (kami terima). Sedangkan yang menyelisihi kami bara (berlepas
diri) darinya.
Saya (Abu Abdillah) berkata: Ya Allah, ya Rabb kami saksikanlah bahwa , kami
bara dari dakwah ikhwanul muslimin dan pendirinya, yang menyelisihi Al Kitab dan
As Sunnah dan apa-apa yang ada pada pendahulu umat ini.
Berdasar hal ini sesungguhnya mereka tidak menerima seruan seorangpun karena
mereka hanya menginginkan seruan dari selainnya untuk mengikuti dakwah mereka
dan tunduk kepadanya (IM).
15
16
9.
akidahnya, sunnahnya dan manhajnya dalam mengikuti Salaf Ash Shalih. Wallahu
alam.
16
Ini adalah kebiasaan ulama Salaf. Mereka tidak diam bahkan mengingkari
terhadap orang-orang yang diam. Muhammad bin Bandar Al Jurjani berkata kepada
Imam Ahmad: Sesungguhnya sangat berat bagi saya untuk mengatakan bahwa si
fulan begini. Kata Imam Ahmad: Apabila engkau diam dan saya diam, kapan
orang-orang yang bodoh itu tahu mana yang benar dan mana yang salah? (Majmu
Fatawa 28/231 dan Syarah Ilal At Tirmidzi 1/350)
Ketika Imam Ahmad ditanya tentang Husein Al Karabisi maka dia menjawab kepada
si penanya: Dia ahlul bidah. Dia mengatakan di tempat lain: Hati-hati . Hatihatilah terhadap Husein Al Karabisi. Janganlah engkau berbicara dengannya dan
janganlah engkau berbicara dengan orang yang mau berbicara dengannya. (Baca
kembali Kitab Tarikh Baghdad 8/65-66)
Bahkan ulama Salaf memandang bahwa membicarakan ahlul bidah lebih utama
daripada shalat, puasa dan itikaf. Dikatakan kepada Imam Ahmad: Manakah yang
lebih Anda cintai, seseorang yang shalat, puasa dan itikaf ataukah orang yang
membicarakan ahlul bidah? Jawab Imam Ahmad: Apabila dia shalat, puasa dan
itikaf itu hanya untuk dirinya sendiri. Apabila membicarakan ahlul bidah maka ini
untuk kaum Muslimin. Inilah yang lebih utama. (Lihat Majmu Fatawa 28/231)
17
17
mengkritik. Maka Imam Ahmad Rahimahullah tidak memuji Husein Al Karabisi ketika
beliau menyebutkan atau menjelaskan keadaannya. Beliau Rahimahullah hanya
berkata: Dia mubtadi. Bahkan memperingatkan dan melarang bermajlis
dengannya.
Abu Zurah Rahimahullah ditanya tentang Al Harits Al Mahasibi dan kitab-kitabnya
maka beliau menjawab: Hati-hati terhadap buku-buku ini. Ini buku-buku bidah dan
sesat. Wajib kalian berpegang kepada atsar.
Telah jelas bagi kalian --wahai pembaca--, Al Karabisi dan Al Mahasibi dikatakan
sebagai lautan ilmu. Mereka berdua mempunyai bantahan-bantahan terhadap ahlul
bidah. Tetapi Al Karabisi keliru dalam perkataan bahwa pelafalan Al Quran adalah
makhluk. Sedangkan Al Mahabisi salah dalam pembicaraan dimana dia membantah
ahlu kalam dengan ilmu kalam dan tidak membantahnya dengan sunnah . Inilah
sisi terpenting yang diingkari Imam Ahmad. (Baca kembali At Tahdzib 2/117,
Tarikh Baghdad 8/215-216 dan Siyar karya Adz Dzahabi 12/79 dan 13/110)
18
Ini kitab-kitab Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah yang luar biasa penjelasannya.
Penuh dengan bantahan-bantahan dan kritikan. Sungguh beliau mengkritik ahlu
mantiq dan ahlu kalam. Juga membantah jahmiyah, mutazilah dan asyariyah. Kami
tidak mendapatkan kebaikan mereka sedikit pun yang beliau Shallallahu Alaihi wa
Sallam sebutkan. Beliau juga mengkritik perorangan seperti terhadap Al Akhnai dan
Al Bakri serta yang lain-lainnya. Sedikit pun beliau tidak memuji kebaikan mereka
padahal tidak diragukan lagi bahwa mereka pun memiliki kebaikan. Oleh karena itu
tidak perlu menyebutkan kebaikan-kebaikan dalam mengkritik. Perhatikanlah!
Rafi bin Asyrasy Rahimahullah berkata: Hukuman untuk orang-orang fasik yang
ahlul bidah adalah tidak disebutkan kebaikan-kebaikannya. (Lihat Syarah Ilal At
Tirmidzi 1/353)
18
19
Di antara ulama yang menulis tentang firqah tabligh dan kesesatannya adalah
Fadhilah Asy Syaikh Saad bin Abdurrahman Al Hushain --hafizhahullah-- dalam
kitabnya yang berjudul Haqiqatu Ad Dawah Ilallahi Taala Wa Makhtashat bihi
Jaziratul Arab wa Taqwim Manahiji Ad Dawati Islamiyah Al Wafidah Ilaiha.
Beliau menjelaskan di halaman 70 cetakan pertama tentang maksud kalimat La ilaha
illa Allah menurut firqah jamaah tabligh: Mengeluarkan keyakinan yang rusak dari
hati atas sesuatu dan memasukkan keyakinan yang benar atas dzat Allah.
Sesungguhnya tidak ada pencipta kecuali Allah, tidak ada yang memberi rejeki
kecuali Allah, tidak ada yang mengatur kecuali Allah.
Di halaman yang sama beliau berkata: Akidahnya --tabligh-- condong pada
madzhab fiqhi, asyariyah dan maturidiyah dalam akidah jistiyah naqshabandiyah
qadiriyah sahrawardiyah dalam tarekat tasawuf. (Halaman 81 cetakan ke 2).
Juga Asy Syaikh As Salafi Hamud bin Abdullah At Tuwaijiri Rahimahullah menulis
satu kitab yang berbobot. Beliau mengumpulkan hakikat jamaah ini dari kitab-kitab
mereka. Kemudian membantah apa-apa yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah.
Terdapat juga kesaksian orang yang keluar dari jamaah ini --dan selain mereka-berupa sikap-sikap khusus mereka terhadap pemimpin dan pengikut-pengikutnya.
Ulama lain yang telah menulis tentang jamaah tabligh adalah Nazar bin Ibrahim Al
Jarbu dalam sebuah kitab kecil berjudul Waqafat maa Jamaatu At Tabligh.
Beliau menyebutkan kepercayaan-kepercayaan dari kitab-kitab mereka yang
menunjukkan penyimpangan atas manhaj mereka dan rusaknya akidah mereka. Ya
Allah , ya Rabb kami, selamatkanlah kami. Telah menulis tentang mereka juga
Syaikh Dr. Muhammad Taqiyudin Al Hilali Rahimahullah buku yang berjudul As
Shiraju Al Munir fi Tanbihi Jamaatu At Tabligh ala Akhthaihim. Penjelasan
yang diuraikan di dalamnya lebih luas tentang firqah jamaah tabligh.
19
Berkata Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa 4/149: Tidak ada aib
atas orang menampakkan madzhab Salaf, menghubungkan serta menisbatkan diri
kepadanya. Bahkan wajib menerima yang demikian itu berdasarkan ittifaq
(kesepakatan). Sesungguhnya madzhab Salaf adalah madzhab yang benar.
Saya (Abu Abdillah) berkata, perhatikan saudaraku pembaca perkataan Syaikh Al
Islam yang beliau ucapkan sekitar abad 8 hijriyah seakan-akan beliau membantah
sebagian orang pada saat ini yang menisbatkan dirinya sebagai ahli ilmu yang
berkata: Barangsiapa yang mewajibkan seseorang --dengan kewajiban yang
sebenarnya-- bahwa dia harus menjadi ikhwani (pengikut IM) atau Salafi atau sururi
atau tablighi (pengikut jamaah tabligh) sesungguhnya dia diperintah untuk bertaubat
(dari sikapnya). Jika tidak bertaubat maka dibunuh! Dia katakan dalam kaset ketika
berdialog dengan para pemuda.
Saya (Abu Abdillah) berkata subhanallah! Bagaimana dia membolehkan dirinya
menggabungkan antara manhaj Salaf yang benar dengan manhaj-manhaj dan
kelompok-kelompok bidah yang sesat dan batil! Pertanyaan kami untuk orang yang
hidup di negeri tauhid ini dan mempunyai karya untuk meraih gelar magister: Jika
bukan manhaj Salaf lalu harus manhaj apa ?
Al Allamah Abdulaziz bin Baz --mufti Saudi-- ketika ditanya: Apa yang Anda katakan
terhadap orang yang menamakan dirinya Salafi atau Atsari, apakah itu merupakan
penyucian? Maka beliau hafizhahullah menjawab: Apabila benar dia itu pengikut
atsar atau pengikut manhaj Salaf tidak apa-apa. Seperti yang ada pada Salaf
dikatakan Fulan Salafi, Fulan Atsari merupakan pembersihan atas dirinya dari
penyimpangan-penyimpangan. Maka pembersihan itu adalah wajib. (Dinukil dari
rekaman ceramah beliau dengan judul Hak Seorang Muslim pada tanggal 16/1/1413
H di Thaif)
Syaikh Bakar Abu Zaid berkata: Apabila dikatakan As Salaf atau As Salafiyun atau
As Salafiyah ini menisbatkan kepada Salaf Ash Shalih yakni seluruh shahabat
Radliyallahu Anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan tanpa
condong kepada hawa nafsunya . Dan orang-orang yang tetap di atas manhaj Nabi
mereka dinisbatkan kepada Salaf Ash Shalih. Kepada mereka dikatakan As Salaf, As
Salafiyun. Yang menisbatkan kepada mereka dinamakan Salaf dan itu wajib baginya.
Karena sesungguhnya lafazh Salaf adalah Salaf Ash Shalih. Lafazh ini secara mutlak
yakni setiap orang yang berteladan kepada shahabat Radliyallahu Anhum. Walaupun
dia hidup pada zaman kita ini, harus seperti ini, inilah kalimat Ahlul Ilmi. Itulah
penisbatan dari Al Kitab dan As Sunnah. Bukan merupakan formalitas dan tidak
terpisah sedikit pun dari generasi yang pertama bahkan itu penisbatan dari mereka
dan kembali kepada mereka. Sedangkan orang yang menyelisihi As Salaf hanya
berdasarkan nama atau formalitas belaka maka jangan! Walaupun mereka hidup
sejaman dengan para Salaf Al Ummah dan setelah mereka. (Dinukil dari Kitab
Hukmu Al Intima halaman 36)
20
21
21
Shahih dikeluarkan oleh Abu Daud 495, Az Zailai dalam Nisbu Ar Rayah 1/29
dengan lafazh hampir sama.
22
22
dengan lisannya.
hatinya23 .
Jika
tidak
mampu
maka
dengan
24
Al Anfal : 46.
25
26
23
Sumbernya hanya satu yaitu Al Kitab dan As Sunnah di atas pemahaman Salaf Al
Ummah ini.
28
Allah Taala telah menyempurnakan dien bagi kita. Tidak ada hak sedikit pun bagi
seseorang untuk membuat tarekat (jalan) dari dirinya untuk berdakwah kecuali akan
muncul perkataan dari lisannya: Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
24
25
30
Inilah akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam menyikapi hakim (pemimpin) yang
Muslim. Telah berkata pemilik Aqidah Thahawiyah: Kami memandang tidak boleh
keluar dari pemimpin-pemimpin kita dan ulil amri walaupun mereka zalim. Kita tidak
mendoakan kejelekan atas mereka. Kami juga memandang bahwa ketaatan kepada
mereka merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Ini adalah wajib
selama mereka tidak memerintahkan kepada maksiat. Untuk mereka kita
mendoakan kebaikan dan keselamatan. (Halaman 379)
Inilah akidah yang dipegangi oleh duat yang benar sampai kita sekarang. Makna
yang mirip seperti ini dikatakan oleh syaikh kami, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -hafizhahullah-- dalam berbagai pelajaran dan ceramahnya.
26
isyarat
dalam
hadits
Ubadah
bin
Shamit
Seperti kejadian-kejadian yang berlangsung di banyak negara tetangga. Sikapsikap seperti ini merupakan kebiasaan orang-orang kafir dan bukan kaum Muslimin.
Selain itu bukan berasal dari dien (Islam). Akibat dari sikap seperti itu adalah
tertumpahnya darah, hilangnya kehormatan, terkucilkannya sunnah dan ahlinya.
Wahai , apakah para dai politikus revolusioner tidak memikirkan akibatnya ?
27
34
Ini adalah manhaj Salaf dalam menasihati ulil amri. Dengan sembunyi-sembunyi
sehingga jauh dari sifat riya dan sangat pantas diterima mereka. Amal tersebut
diterima di sisi Allah. Berikut penjelasan secara rinci sebagian nash-nash dan
atsarnya. Insya Allah.
35
36
28
An Nisa : 83.
38
Sekiranya kerusakan yang ditimbulkan amar maruf nahi munkar itu lebih besar
berarti bukanlah sesuatu yang Allah perintahkan, meninggalkannya merupakan
suatu yang wajib dan mengerjakannya merupakan hal yang diharamkan. Oleh
karena itu orang yang beriman harus takut kepada Allah Taala tentang hambahamba Allah.
39
29
40
Tak seorang pun lepas dari kebaikan meskipun yahudi dan nashara mereka juga
punya kebaikan-kebaikan. Berdasarkan kaidah-kaidah muwazanah ini seharusnya
menyebutkan kebaikan-kebaikan orang kufar bila kita menyebut (mengkritik)
mereka. Hal ini tak mungkin dilakukan oleh orang yang berakal dari para penuntut
ilmu yang utama.
Maka perhatikanlah ! Mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada semuanya.
30
31
mereka
tertutupi
dengan
kesesatan,
kekufuran,
penyimpangan dan kenifakannya. Jadi tidak selaras jika
engkau membantah penyesat, ahlu bidah, penyimpang
dan lainnya dan kemudian engkau sebutkan kebaikankebaikannya. Dengan kata lain engkau berkata: Dia
seorang laki-laki yang baik, mempunyai kebaikankebaikan, dia begini dan begitu tapi dia bersalah.
Kami katakan kepada engkau pujianmu kepadanya lebih
berbahaya daripada kesesatannya. Karena manusia
percaya kepadamu dalam menyikapinya. Sehingga jika
engkau menyebarkan kesalahan penyesat ahlu bidah ini
serta engkau memujinya sungguh engkau telah menipu
manusia. Ini adalah pembuka pintu untuk menerima
pikiran-pikiran penyesat tersebut41.
Sedangkan apabila yang dibantah itu Ahlus Sunnah wal
Jamaah dalam membantah harus menggunakan adabadab. Kemudian menjelaskan kesalahannya dalam
masalah-masalah fiqih, istimbath dan ijtihad. Beginilah
bantah membantah di kalangan fuqaha di antaranya imam
empat dan selain mereka. Ini dalam masalah-masalah
fiqih. Dan ini tidak tercela secara ilmiah.
Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak maksum. Mereka
mempunyai
kekeliruan-kekeliruan.
Kadang-kadang
41
32
43
Telah berkata Sayyid Qutub dalam kitab Fi Zilali Al Quran 4/2328: Al Quran itu
adalah sesuatu yang nampak yang bersifat alami seperti bumi dan langit.
33
b.
Dia berkata juga dalam Az Zilal VI/4002 dalam menafsirkan ayat bahwa:
Saya (Abu Abdillah) berkata, ini adalah pengkafiran terhadap mayoritas manusia.
Kalau tidak, mengapa dia memutuskan bahwa mereka (manusia saat ini) menolak
hukum Allah? Bagaimana dia menyerupakan mereka seperti kaum jahiliyah sebelum
Islam? Tanpa perincian dan pengecualian kepada orang-orang yang mau berhukum
dengan syariat Allah dan hanya mengakui undang-undangnya itu hanyalah
Kitabullah. Perkataan yang mutlak (mengandung pengkafiran) ini banyak sekali dan
terulang-ulang di buku-bukunya. Seakan-akan dia tidak tahu adanya negara Islam
Salafi yang besar yang ada di jantung jazirah Arabiyah. Yang mengherankan --dia
atau lainnya-- hidup di negara Islam ini, Mamlakatul Al Arabiyah Suudiyah tatkala
mereka mengucapkan kalimat ini secara mutlak (umum). Kalimat ini mengandung
pengkaburan yang berbahaya bagi para pembaca. Sehingga para pembaca akan
memahami bahwa saat ini tidak didapati negara Islam yang mengucapkan kalimat La
Ilaha Illallah yang mengamalkan kandungan-kandungannya dan berhukum dengan
syariat Allah. Ini adalah penipuan, pengkaburan dan penyesatan terhadap umat.
Waspadalah wahai para penuntut ilmu terhadap fenomena yang telah tersebar pada
banyak kitab-kitab mereka. Mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada
mereka.
d.
Pembicaraan ini mereka rekam dalam satu kaset dan mereka merasa puas dengan
maksiatnya. (Kata dai itu, ed.): Bagi mereka tak ada kemuliaan karena mereka
telah murtad (keluar dari Islam) disebabkan perbuatannya itu. Orang-orang yang
kaya menyebarkan kaset-kaset ini kepada sebagian pemuda sehingga mendorong
mereka melakukan perbuatan rendah itu dan menipu para pemuda dan pemudi.
Kemudian dai itu berkata: Yang paling ringan dikatakan kepada orang yang
melakukan perbuatan ini adalah bahwa sesungguhnya dia menganggap remeh
terhadap maksiat itu. Dan tidak diragukan bahwa anggapan remeh terhadap dosa -lebih-lebih dosa besar yang telah disepakati keharamannya-- maka dia kufur kepada
Allah. Amalan mereka ini menjadikan rihlah (keluar) dari Islam. Saya katakan begini
dan saya merasa puas dan tenang dengan keyakinan yang demikian itu. (Dinukil
dari kaset rekaman)
34
Saya (Abu Abdillah) berkata, dia tergesa-gesa dalam pengkafiran dan membicarakan
apa yang ada di lubuk hati manusia. Orang yang berbuat begini dia ingin seperti ini.
Dan menafsirkan bahwa maksiat yang disiarkan dan ditebarkan di kalangan manusia
itu dianggap sebagai sikap peremehan sehingga akhirnya menuju kekafiran. Dalam
hal ini jika dia (dai) itu telah menunjukkan suatu keputusan berarti dia telah lancang
dalam pengkafiran disebabkan dosa besar dan tidak punya sikap hati-hati.
Pengkabaran tentang maksiat dan perbuatan jelek lainnya ini mengandung
kemungkinan. Kadang pelakunya orang bodoh sehingga harus dinasihati dulu
sebelum dikafirkan, inilah cara Ahlus Sunnah wal Jamaah. Wallahu alam.
e.
Dai yang lain bertanya kemudian dijawabnya sendiri pada saat itu juga:
Apakah yang ada di masyarakat kita hanya kemungkaran semata? Apakah
kebanyakan orang sekarang mengira bahwa riba adalah maksiat atau dosa
besar demikian pula minum khamr dan suap menyuap? Tidak, wahai
saudaraku. Saya telah menyelidiki perkara ini dan telah jelas bagi saya bahwa
kebanyakan orang di masyarakat kita menganggap riba itu halal, audzubillah!
Apakah kalian tidak mengetahui bahwa bank-bank riba di negara kita makin
bertambah nasabahnya dari kalangan para jutawan. Demi Allah, bukankah
mereka mengetahui bahwa riba itu haram? Tetapi para jutawan itu terus saja
berhubungan dengan uang riba, apakah ini hanya dikatakan sebagai pelaku
maksiat? Tidak, wallahi! Oleh karena itu bahaya telah nampak disebabkan
banyak tersebarnya pelaku maksiat yakni mereka menganggap halal terhadap
dosa-dosa yang besar ini. Naudzubillah. (Dinukil dari kasetnya)
Saya (Abu Abdillah) berkata, seperti apa yang telah saya bicarakan pada contoh
sebelumnya tetapi contoh ini lebih berbahaya atas dai itu menurut pemahamanku.
Karena dia telah berkata secara berlebihan. Yakni bahwa suap, riba, minum khamr
yang terjadi di masyarakat bukanlah maksiat atau dosa besar semata dan dia pun
bersumpah dengan nama Allah atas hal ini!
Sebagaimana yang Anda lihat wahai pembaca, ini berarti menafsirkan apa-apa yang
ada di lubuk hati orang seperti isyarat saya pada contoh terdahulu. Dai ini
memastikan bahwa orang yang terus-menerus dalam maksiat berarti dia telah
menganggap halal (maksiat itu) tanpa mendengar adanya orang yang mengatakan
bahwa riba itu haram atau menjalankan suap menyuap itu halal ataupun
mengerjakan minum-minuman khamr itu halal. Kemudian memastikan pengkafiran
tanpa mendengar dulu. Contoh-contoh tersebut merupakan dalil yang jelas atas
lemahnya sifat wara (kehati-hatian) dan tidak adanya perhatian dari orang. Nasihat
saya kepada dai ini dan yang seperti dia hendaklah mereka tarik kembali keterangan
seperti itu yang membahayakan diri mereka dan lainnya. Kembali kepada Al Haq dan
itu lebih baik daripada berkepanjangan di atas kebatilan.
f.
Dai ketiga --seorang doktor dalam bidang akidah-- berkata: Telah nampak
kekufuran dan penyimpangan di sekitar kita. Tersebar kemungkaran di tempattempat pertemuan kita. Banyak faktor yang mendorong berbuat zina disiarkan
di radio-radio dan televisi-televisi. Kita juga menganggap bahwa riba itu
boleh. Dari kitabnya dia yang terbit dengan empat judul yang berbeda-beda di
empat negara yaitu Pakistan, Amerika, Yordania dan Mesir. Dai ini juga berkata
sambil memegang sesuatu yang disajikan di sebuah hotel di Khulaijah: Hotel
ini --dengan segala ketulusan-- menyediakan minum-minuman yang
disuguhkan kepada setiap orang yang ada di dalamnya . Ini adalah ajakan
yang terang-terangan untuk minum khamr. Disuguhkan juga tari-tarian
telanjang sambil minum khamr. Naudzubillah dari kekafiran ini. (Dari
kasetnya)
35
Kami nasihatkan kepada para penuntut ilmu untuk membaca Kitab Manhaj Ahlu
As Sunnah wal Jamaah fi Naqdi Ar Rijal wa Al Kutub wat Thawaif yang telah
dikeluarkan dengan sampul baru pada cetakan yang ketiga.
36
Ini adalah perkataan Hasan Al Banna pendiri firqah ikhwanul muslimin. Simak
kembali Ikhwanul Muslimin Ahdasun Sunaati Tarikh karya Mahmud Abdul
Karim juz I halaman 409. Anda akan dapati teksnya.
46
Al Maidah : 78.
47
48
Janganlah kita lupa bahwa sikap yang demikian itu adalah pelanggaran atas
kehormatan rumah-rumah Allah (masjid) disebabkan memasukkan gambar-gambar
di dalamnya.
Berkata Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Mufti Saudi Arabia pada jamannya: Hukum
menggunakan gambar-gambar telah dijelaskan para ahli fiqih bahwasanya haram
hukumnya menggunakan semua gambar (yang berupa dzat) yang mempunyai ruh.
Baik di masjid-masjid atau di luarnya. Tidaklah samar bahwa meremehkan laranganlarangan Allah dengan memasang gambar-gambar di masjid-masjid adalah lebih
37
besar keharamannya dan lebih keras hukumnya. Memakai atau membawa gambargambar yang terlarang itu ketika shalat adalah lebih besar kelancangannya -naudzubillah--. (Dinukil dari fatwa-fatwa dan risalah Syaikh Muhammad bin Ibrahim
Ali Syaikh 1/193)
49
38
50
Beginilah manhaj Salaf yang mengharuskan para dai berjalan di atasnya dalam
mengingkari kesalahan-kesalahan semacam ini. Dengan cara membantah dan
menulis serta tidak diam terhadap kemungkaran tersebut. Dan ini adalah bagian dari
pemeliharaan bagi syariat dan hukumnya wajib. Wallahu alam.
51
Beliau seperti itu? Telah datang riwayat dari anaknya yang bernama Abdullah
yang menguatkan bahwa tidak boleh shalat di belakang jahmiyah. Terdapat dalam
Kitab As Sunnah I/103 karya Imam Abdullah bahwa dia berkata: Saya bertanya
kepada bapak saya Rahimahullah tentang shalat di belakang ahlul bidah? Dia
menjawab: Jangan shalat di belakang mereka seperti jahmiyah dan mutazilah.
52
39
53
40
41
sebagai undang-undangnya dan tidak menjadikan aturan selain aturan Allah sebagi
undang-undang hidupnya. Alhamdulillah dengan keadaan ini.
56
42
43
kembali kepada kebenaran. Oleh karena itu majelismajelis ilmu adalah yang menghidupkan hati. Dimana
setan tidak bisa memalingkan engkau dari ilmu yang
bermanfaat dan mempelajari ilmu yang syari dengan
syubhat dan was-was ini.
27. Tanya: Saya harap Anda menjelaskan bagaimana sikap kami
terhadap sekelompok pemuda dan penuntut ilmu yang
berpaling dari menuntut ilmu sehingga menyebabkan
mereka tidak mendapatkan ilmu dari sebagian ulama.
Mereka taasub (fanatik) pada sebagian lainnya.
Masalah ini sangat penting dan telah tersebut di kalangan
para penuntut ilmu. Apa nasihat Anda terhadap keadaan
yang demikian?
Jawab: Keadaan masyarakat negara ini (Saudi Arabia) terikat
dengan ulama-ulama mereka. Baik pemuda maupun
orang tua keadaannya baik dan lurus, tidak ada fikrah dari
luar yang datang kepada mereka. Inilah yang
menyebabkan terjadinya kesatuan dan persatuan. Mereka
percaya kepada para ulama, para pemimpin dan para
cendekiawan mereka. Mereka menjadi satu jamaah dalam
keadaan baik. Kemudian masuklah fikrah-fikrah dari luar
yang dibawa oleh para pendatang58 atau melalui sebagian
kitab-kitab atau majalah-majalah59 dan diterima para
pemuda akibatnya terjadilah perpecahan. Sesungguhnya
para pemuda tersebut masih asing terhadap manhaj Salaf
dalam berdakwah. Mereka inilah yang terpengaruh oleh
fikrah-fikrah yang datang dari luar.
Sedangkan para dai dan pemuda yang tetap menjalin
hubungan dengan ulama mereka tidak terpengaruh fikrahfikrah yang muncul ini. Mereka ini --alhamdulillah-- tetap
di atas kelurusan seperti Salafnya mereka yang shalih60.
58
59
44
Benar-benar kami meyakini --dengan pasti-- bahwa ulama di negeri ini (Saudi)
tetap mengikuti ulama Salaf baik akidah maupun manhajnya. Kami tidak mensucikan
seorang pun di atas Allah --hafizhahumullah--. Keadaan ini juga terjadi pada
sebagian ulama Salaf yang tersebar di berbagai tempat. Membicarakan ulama Salaf
di negeri ini tidaklah lepas dari sejumlah ulama yang ada di berbagai tempat
tersebut.
62
Contoh-contoh itu antara lain Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin penulis
kitab Minhajul Anbiya . Akan kami nukil dari kitab tersebut sebagian pemikirannya
yang membingungkan, Insya Allah.
63
Seorang laki-laki datang kepada Al Hasan Al Basri, dia berkata: Wahai Abu Said,
sesungguhnya saya ingin berdebat denganmu. Maka jawab Al Hasan: Pergilah
engkau dari tempat saya, sesungguhnya saya telah mengetahui kebenaran dien
saya. Sesungguhnya yang pantas kau ajak berdebat adalah orang yang masih ragu
tentang diennya. (Al Lalikai 1/128)
45
64
Akidah yang benar dan manhaj Salaf yang lurus diambil dari Kitab Allah dan
Sunnah Musthafa Shallallahu Alaihi wa Sallam di atas pemahaman Salaf Ash Shalih.
65
Kitab Minhajul Anbiya fi Dawah Ilallah juz pertama halaman 8 karya Muhammad
Surur bin Nayif Zainal Abidin. Pikiran-pikiran yang menyeleweng dari orang ini dapat
diketahui dari berbagai tulisannya serta permusuhannya terhadap Ahlus Sunnah di
negeri ini. Tidaklah kami menyaksikan kecuali dari apa yang telah ditulis tangannya
dan goresan penanya. Ini ada beberapa perkataannya yang menyimpang.
Pertama, bencinya terhadap kitab-kitab akidah seperti tercantum dalam pernyataan
di atas. Engkau akan menemukan jawaban yang menyejukkan dan mencukupi.
46
Kedua, dia menganut akidah khawarij yaitu mudah mengkafirkan hanya karena
maksiat, baik kepada para pemimpin yang aniaya atau kepada suatu kaum. Tentang
pemimpin-pemimpin negara tulisannya terdapat dalam majalah As Sunnah yang
telah tersebar dalam pembahasan ini dan (tulisannya tersebut) bukan perkara yang
tersembunyi.
Adapun pengkafirannya terhadap suatu kaum terdapat dalam kitabnya Minhajul
Anbiya juz pertama halaman 158: Sudah dimaklumi bahwa kaum Nabi Luth Alaihis
Salam kalau mereka beriman kepada Nabi mereka tetapi mereka tidak meninggalkan
perbuatan mereka yang busuk itu tentu iman mereka kepada Allah tidak
bermanfaat. Dia juga menetapkan: Bukanlah hal yang aneh bagi orang yang
mengetahui bahwa masalah hubungan antara laki-laki adalah permasalahan
terpenting dalam dakwah Nabi Luth Alaihis Salam. Sesungguhnya jika kaumnya
memenuhi seruan Nabi Luth untuk beriman kepada Allah dan tidak
menyekutukannya tentu tak ada artinya jawaban (iman) mereka apabila tidak
disertai meninggalkan kebiasaan keji yang dilakukannya bersama.
Ketiga, permusuhan mereka terhadap Ahlus Sunnah Salafiyin. Di dalam ucapanucapannya akan kau lihat betapa dia membicarakan dakwah dengan cacian dan
cercaan. Ulama-ulama di negeri Saudi lebih-lebih Kibarul Ulama dia angkat melalui
judul Al Musa Adatur Rasmiyah (pembantu-pembantu resmi). Katanya: Segolongan
lain (pembantu-pembantu resmi) mengikuti dan mengikat sikap-sikap mereka
kepada tuan mereka . Apabila tuannya minta bantuan kepada Amerika maka budak
itu berusaha mengumpulkan dalil-dalil yang membolehkan perbuatan tersebut.
Mereka mengingkari setiap orang yang menyelisihi usaha mereka. Apabila tuan itu
berselisih dengan imam rafidhah maka budak-budak kecil itu menyebutkan
kebusukan rafidhah . Jika permusuhan itu berhenti maka budak-budak kecil itu
diam dan berhenti karena ada pembagian buku-buku yang diberikan kepada mereka.
Jenis manusia ini, mereka membuat kedustaan, memata-matai, menulis laporanlaporan, mengerjakan segala sesuatu yang diinginkan penguasa mereka. Dan
mereka itu sedikit --alhamdulillah--. Mereka masuk di dunia dakwah dan amal Islami
lantas kedok mereka tersibak. Walaupun mereka memanjangkan jenggot dan
memendekkan bajunya (di atas mata kaki). Seperti inilah dia (Muhammad Surur)
mengolok-olok sunnah di dalam majalah As Sunnah.
Perkataannya lagi: Mereka menyangka bahwa mereka melindungi As Sunnah. Dan
jenis manusia ini membahayakan dakwah Islam. Maka kenifakan itu datang , wahai
saudara-saudaraku. Penampilannya janganlah sampai menipu kalian. Orang tua ini
telah diperlakukan oleh orang zhalim. Dan kepentingan Fadhilatu Asy Syaikh tidak
jauh berbeda dengan kepentingan orang-orang besar yang mencari perlindungan.
(Dinukil dari majalah As Sunnah edisi 23, Dzulhijah 1412 H halaman 29-30)
Wahai pembaca, jelas bagi kalian bahwa yang dimaksud dengan perkataannya di
muka jenis manusia ini adalah ulama di negeri Saudi. Dan sebutannya tuan
adalah penguasa-penguasa negara Saudi. Yang menguatkan maksud ini adalah
perkataannya: Apabila tuan itu minta bantuan kepada Amerika maka budak kecil itu
berusaha . Dia sedang membicarakan masalah meminta bantuan dalam Perang
Teluk. Dan yang dimaksudkan kata budak adalah ulama kita --mudah-mudahan
mendapatkan sesuatu dari Allah dari apa-apa yang berhak atasnya--. Dia juga
menuduh ulama juga sebagai orang yang berpenyakit nifak (bermuka dua). Adakah
yang cemburu terhadap ulama kita?
Di dalam majalahnya As Sunnah edisi 26 Jumadil Ula 1413 H halaman 2-3 dengan
judul Orang-Orang yang Bertindak Sewenang-Wenang dan Budak: Tingkatantingkatan ubudiyah (perbudakan) masa sekarang yaitu pertama, yang duduk
47
48
49
66
Samahatu Syaikh Abdullah bin Abdulaziz bin Baz ditanya dalam suatu ceramah
dengan judul Afatu Al Lisan pada tanggal 29/12/1413 H di Thaif tentang Perkataan
Muhammad Surur Zaenal Abidin dan sikap dia terhadap buku-buku akidah
sebagaimana pertanyaan yang telah lalu. Maka beliau --hafizhahullah-- menjawab:
Ini kesalahan yang besar. Kitab-kitab akidah itu benar dan tak mengandung
kekeringan, berisi firman Allah Subhanahu wa Taala dan sabda Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Apabila dia mensifati Al Quran dan As Sunnah
sebagai sesuatu yang kering maka merupakan penolakan terhadap Islam. Ini
adalah ungkapan yang berpenyakit dan sangat buruk.
Beliau ditanya tentang hukum menjual kitab tersebut maka jawab beliau:
Jika isinya perkataan seperti itu maka tidak boleh menjualnya dan bukunya
wajib disobek-sobek. (Dinukil dari kaset ceramah beliau)
67
Syaikh Al Islam berkata dalam kitabnya, Iqtidha Sirath Al Mustaqim 191 cetakan
Darul Hadits tentang apa yang dikerjakan kaum nashara pada hari raya mereka yang
disebut hari rayanya orang-orang yang berkepala udang (id asy syaanin): Mereka
keluar pada hari raya dengan membawa daun zaitun dan sejenisnya dan mereka
menyangka bahwa sikap demikian itu menyerupai apa yang ada pada Al Masih
Alaihis Salam. Hal ini telah dinukil oleh Syaikh Bakar Abu Zaid dalam At Tamtsil.
Syaikh Bakar mengisyaratkan tentang hal itu dalam kitabnya halaman 27-28:
Engkau telah mengetahui bahwa sandiwara itu tak ada hubungannya dengan
sejarah kaum Muslimin pada generasi yang pertama (utama). Kedatangannya
tak disangka-sangka pada masa sedikitnya orang yang berilmu yakni pada
abad 14 H. Kemudian disambut dengan mendirikan rumah-rumah hiburan dan
gedung-gedung sandiwara serta merta berpindahlah dari tempat-tempat
peribadatan kaum nashara kepada sekelompok pelaku sandiwara Islami di
sekolah-sekolah dan pada sebagian jamaah Islam. [Saya (Abu Abdillah)
berkata contohnya ikhwanul muslimin.]
Apabila engkau telah memaklumi hal ini maka ketahuilah bahwa kaidah-kaidah
dan prinsip-prinsip Islam yang mengangkat ahlinya kepada derajat mulia dan
50
51
52
kerahkan.
69
Umumnya sandiwara itu dusta dan semuanya dusta. Bisa jadi memberi pengaruh
bagi orang yang hadir dan yang menyaksikan atau memikat perhatian mereka atau
bahkan membuat mereka tertawa. Itu bagian dari cerita-cerita khayalan. Sungguh
telah ada ancaman dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bagi orang yang
berdusta untuk menertawakan manusia dengan ancaman yang keras. Yakni dari
Muawiyah bin Haidah Radliyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam bersabda:
Celaka bagi orang-orang yang berbicara (mengabarkan) sedangkan dia dusta
(dalam pembicaraannya) supaya suatu kaum tertawa maka celakalah bagi dia,
celakalah bagi dia. (Hadits hasan dikeluarkan oleh Hakim I/46, Ahmad V/3-5 dan At
Tirmidzi 2315)
Mengiringi hadits ini Syaikh Al Islam berkata:
Dan sungguh Ibnu Masud Radliyallahu Anhu berkata: Sesungguhnya dusta
itu tidak benar, baik sungguh-sungguh maupun bercanda. Adapun apabila
dusta itu menimbulkan permusuhan atas kaum Muslimin dan membahayakan
atas dien tentu lebih keras larangannya. Bagaimanapun pelakunya --yang
menertawakan suatu kaum dengan kedustaan-- berhak mendapat hukuman
secara syari yang bisa menghalangi dari perbuatannya itu. (Dari Majmu
Fatawa 32/256)
Tentang cerita-cerita:
Sungguh ulama Salaf membenci cerita-cerita dan majelis-majelis cerita. Mereka
memperingatkannya dengan segala peringatan dan memerangi para narator
(pencerita) dengan berbagai sarana. (Dari Kitab Al Mudzakir wa At Tadzkin wa
Adz Dzikr karya Ibnu Abi Ashim, tahqiq Khalid Ar Radadi halaman 26)
Ibnu Abi Ashim telah meriwayatkan dengan sanad shahih bahwa Ali Radliyallahu
Anhu melihat seseorang bercerita maka dia berkata: Apakah engkau tahu tentang
nasikh (ayat yang menghapus) dan mansukh (yang dihapus)? Maka dia (pencerita
itu) menjawab: Tidak. Ali berkata: Binasa engkau dan engkau telah
membinasakan (mereka). (Dari Kitab Al Mudzakir wa At Tadzkir halaman 82)
Imam Malik berkata: Sungguh saya benci cerita-cerita di masjid. Kata beliau juga:
Saya memandang berbahaya ikut bermajelis dengan mereka. Sesungguhnya ceritacerita itu bidah.
Dan Salim berkata bahwa Ibnu Umar bertemu dengan orang yang keluar dari masjid
maka dia berkata: Tidak ada faktor yang menyebabkan aku keluar (dari masjid)
kecuali suara narator kalian ini.
Imam Ahmad berkata: Manusia yang paling dusta adalah para narator dan orang
yang paling banyak bertanya (dengan pertanyaan yang tidak ada faidahnya) .
Kemudian ditanyakan padanya (Imam Ahmad): Apakah Anda menghadiri majelis
mereka? Dia menjawab: Tidak. (Dinukil dari Kitab Al Bida wa Al Hawadits
karya At Turtusyi halaman 109-112)
53
Salah satu nama sandiwara yaitu al muhakah yakni menirukan seseorang dalam
gerakan-gerakannya. Telah datang hadits yang shahih yang mencela orang yang
menirukan gerakan seseorang dan larangan dari yang demikian itu, dari Aisyah
Radliyallahu Anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Sungguh saya tidak suka menirukan seseorang dan sungguh bagi saya seperti ini
dan seperti ini. (Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad 6/136-206 dan At Tirmidzi
2503)
71
Hadits yang melarang menyerupai orang-orang musyrik dan kafir telah tersebar di
antaranya sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
Selisihilah orang-orang yahudi dan nashara . (Taqrib Ibnu Hiban 2186)
Berbedalah dengan orang-orang musyrik. (HR. Muslim 259)
Berbedalah dengan orang-orang majusi . (HR. Muslim 260)
72
Telah terbit sebuah kitab dengan judul Al Hujaj Al Qawiyyah ala Anna
Wasailah Dawah Tauqifiyyah karya Syaikh Abdussallam bin Barjas bin
54
55
74
Ini terdapat di negara kita (Saudi), dilakukan di tempat pengadilan kita. Tidak
mengingkarinya kecuali orang-orang yang telah Allah butakan bashirah (ilmu)nya
atau seseorang yang hatinya ada penyakit dan hawa nafsu. Kami mohon
keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Taala dari hal tersebut.
75
Samahatu Allamah Abdulaziz bin Abdillah bin Baz ditanya saat acara ceramah di
Thaif dengan judul Afatu Al Lisan pada tanggal 29/2/1413 H. Perkataan ini telah
diterbitkan pada bagian akhir kitab kecil yang berjudul Huquq Ar Rayi wa Ar
Raiyah yang berisi kumpulan khutbah Fadhilatu Asy Syaikh Muhammad bin
Utsaimin.
Si penanya berkata: Apakah manhaj para Salaf Ash Shalih dalam mengkritik para
pemimpin negara di atas mimbar-mimbar? Dan bagaimana manhaj Salaf Ash Shalih
dalam menasihati para pemimpin negara?
Maka beliau menjawab: Mengumumkan aib para pemimpin dan menyebutkannya di
atas mimbar bukan merupakan manhaj Salaf Ash Shalih. Sikap ini akan
menjerumuskan dalam perkara yang tidak bermanfaat dan membahayakan yang
berkepanjangan. Tetapi jalan yang harus diikuti menurut manhaj Salaf adalah
menasihati antara rakyat dengan pemimpin, mengirim risalah kepadanya,
menyampaikan kepada ulama yang menghubungkan kepadanya sehingga bisa
menuju kepada kebaikan. (Lihat halaman 27 pada kitab tersebut.)
56
57
Telah berhasil menimbulkan keraguan terhadap ulama dan para pemimpin kita
oleh sebagian orang yang menisbatkan dirinya kepada ilmu dan orang-orang yang
mengangkat diri mereka sebagai dai kepada Allah Subhanahu wa Taala. Sehingga
sebagian pemuda yang masih polos hatinya telah menyeleweng dari jalan yang
benar disebabkan telah tertipu oleh mereka. Dan para pemuda ini tidak butuh
kepada ulama Rabbani seperti ulama-ulama besar di negara kita (Saudi). Maka
apabila engkau berkata: Syaikh Fulan telah berkata dan berfatwa seperti ini. Maka
dia akan berkata kepada engkau: Itu adalah ulama pemerintah dan ulama yang
menjilat. Atau dia bisa juga mengatakan demikian kepada engkau: Dia berfatwa
seperti ini sebab ditekan oleh negara!
Cukuplah bagi kami rahmat dan pertolongan Allah, Dialah paling tepat dipasrahi
dalam menghadapi musibah di akhir jaman dimana banyak orang bodoh ikut
membicarakan urusan umat.
77
Di dua tempat dari kitab yang telah disebut di muka lebih banyak lagi (20-21). Dia
menetapkan makna seperti ini juga dalam kitabnya, Waqiina Al Muashir halaman
29, dia berkata: Sesungguhnya mereka maksudnya jahiliyah pada jaman sekarang
sebagaimana anggapannya pada kali ini menolak kandungan La Ilaha Illallah yakni
berhukum dengan syariat Allah dan mengikuti manhaj Allah. Simak kembali catatan
kaki nomor 43, Anda akan dapati teks perkataannya dengan sempurna.
78
58
sehingga
79
80
Surat Al Bayyinah : 5.
81
82
59
Tidak ada yang disembah kecuali Allah.
Adalah tafsir yang batil. Berdasar tafsir ini maka kaum
wihdatu al wujud menjadi muwahid. Sedangkan mereka
memiliki sesembahan-sesembahan yang banyak seperti
berhala-berhala dan kuburan-kuburan. Apakah ibadahibadah mereka ini ibadah kepada Allah?
Maka yang wajib bagi kalimat itu adalah:
Tidak ada tuhan yang berhaq (benar) disembah kecuali
Allah.
Sebagaimana firman Allah Taala:
Yang demikian itu adalah Allah Yang Maha Benar,
sesungguhnya yang diseru selain-Nya adalah batil84.
83
84
60
Inilah tulisan-tulisan beliau Rahimahullah yang ada yakni berisi tentang akidah
yang shahih dan menjelaskan tauhid yang menjadi hak Allah atas hambanya serta
menjelaskan syirik yang menjadi lawan tauhid. Sejarahnya yang harum dalam
menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah saja dan mencabut tuhan selain
Dia. Inilah dakwah Rasul seluruhnya --Shalatullah wa Sallamuhu Alaihim--.
Maka kami (Abu Abdillah) berkata inilah dakwah Imam Mujaddid yang lantarannya
Allah hidupkan hamba-hamba dan negara ini. Dan alhamdulillah kita terus hidup di
bawah naungan dakwah yang berkah.
86
61
Di antara syair yang dibaca adalah: Kekasih ini bersama kekasih-kekasih lain yang
hadir. Semua saling memaafkan terhadap kesalahan-kesalahan yang telah lalu dan
telah terjadi.
Dalam Majmu Rasail Hasan Al Banna pada bagian risalah tentang taalim di
bawah judul Al Ushulul Isrun dia menyatakan dalam pokok (ushul) kelima belas:
berdoa kepada Allah disertai tawassul dengan seorang makhluk-Nya adalah
perselisihan yang bersifat furu tentang cara berdoa dan bukan termasuk masalah
akidah. (Halaman 392)
Dalam risalah aqaid dari kitab itu juga dia berkata: Pembahasan dalam masalah ini
--asma wa shifat-- meskipun dibicarakan panjang lebar tidak akan sampai kepada
titik penyelesaian kecuali hasil yang satu yakni menyerahkan (tafwidh) maknanya
kepada Allah Tabaraka wa Taala. (Tulisan ini di bawah judul Madzhab Salaf wa Al
Khalaf fi Al Asma wa Shifat halaman 452)
Saya (Abu Abdillah) berkata, saya menemukan pembicaraan ulama Salaf yang
sangat berharga yakni Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah yang
menjelaskan perihal orang-orang yang menyerahkan ilmu tentang makna asma wa
shifat kepada Allah Tabaraka wa Taala bahwa mereka adalah ahlu bidah yang
sangat jahat. Hal itu terdapat dalam Daru Taarudhi Al Aql wa An Naql juz
pertama bagian ke-16 halaman 201-205 beliau berkata:
Adapun masalah tafwidh (penyerahan makna kepada Allah) sesungguhnya
telah diketahui bahwa Allah Taala memerintahkan untuk memahami Al Quran
dan mendorong kita untuk memikirkan dan memahaminya. Maka bagaimana
kita dibolehkan berpaling dari mengenal, memahami dan memikirkannya?
Sampai beliau mengatakan tentang tercelanya orang-orang tercela yang
menyerahkan asma wa shifat kepada Allah (al mufawidhah). Maka jelas bahwa ahlu
tafwidh yang menyangka bahwa dirinya mengikuti As Sunnah dan As Salaf adalah
mereka seburuk-buruk perkataan ahlu bidah dan ilhad (menyimpang).
62
87
Ini adalah perkataan para Imam Ahlul Hadits. Firqah An Najiyah adalah Thaifah Al
Manshurah. Mereka adalah Ahlul Hadits, Ahlus Sunnah wal Jamaah. Al Jamaah dan
mereka adalah Salafiyun.
Hal ini telah dijelaskan oleh para imam yang tidak sedikit baik dari Salaf maupun
Khalaf.
Sebagian perkataan mereka antara lain Imam Ahmad Rahimahullah berkata ketika
mengiringi suatu hadits umat ini akan berpecah : Jika mereka (Firqah An
Najiyah) bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu lagi siapa mereka? (Dikeluarkan oleh
Imam Hakim dalam Marifatu Ulumul Hadits halaman 3 dengan sanad shahih)
Al Mubarakfuri menukil perkataannya Abul Yamni Ibnu Asakir di dalam Al
Muqadimah Tuhfatu Al Ahwadzi halaman 13 bahwasanya dia berkata:
Hendaklah Ahlul Hadits bahagia dengan kabar gembira ini . Mereka Insya Allah,
Firqah An Najiyah.
Imam Tirmidzi ketika mengiringi hadits Nabi akan terus ada sekelompok dari
umatku berkata, saya mendengar Imam Bukhari berkata, saya mendengar Ibnu
Madini berkata: Mereka Ahlul Hadits.
Imam Bukhari berkata dalam Kitab Khalqu Afalu Al Ibad halaman 610 ketika
mengiringi hadits Abu Said tentang firman-Nya Taala:
Dan demikianlah kami jadikan kalian umat yang tengah (wasath).
Mereka adalah kelompok yang tersebut dalam hadits: Akan terus ada
sekelompok dari umatku .
Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah tidak membedakan antara Thaifah Al Manshurah
dengan Firqah An Najiyah bahkan dia berkata dalam permulaan Kitab Al Aqidah Al
Wasithiyah:
Amma badu. Maka ini adalah akidahnya Firqah An Najiyah Al Manshurah
sampai hari kiamat, Ahlus Sunnah wal Jamaah . (Seperti juga dalam Majmu
Fatawa 3/159)
Beliau berkata juga: Sesungguhnya perkataan tentang keyakinan (itiqad) Firqah An
Najiyah adalah kelompok yang telah disifatkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam dengan selamat adalah itiqad yang diambil dari atsar (hadits) dan
shahabatnya Radliyallahu Anhum, mereka dan yang mengikuti mereka merupakan
kelompok yang selamat. (Majmu Fatawa 3/347)
88
Sebagian orang yang menasabkan kepada ilmu telah mencurahkan diri dan
membuang-buang waktunya memecah belah fikrah-fikrah para pemuda serta
menulis kitab dengan maksud hendak membedakan antara Thaifah Al Manshurah
dengan Al Firqah An Najiyah. Tidak , tidak akan berhasil usahanya itu.
Sungguh lumpur itu bertambah basah, dengan berdusta di atas nama Syaikh Al
Islam Ibnu Taimiyah serta menasabkan perkataan berkenaan perbedaan tersebut
kepada Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah dengan nukilan yang tidak lengkap. Hal
63
64
89
Setiap Muslim wajib tamak terhadap waktunya dan menyibukkan waktu serta
usianya dengan dzikrullah, meraih ilmu yang bermanfaat dan taat kepada Allah
Taala. Hendaknya kita ingat hadits Musthafa Shallallahu Alaihi wa Sallam tatkala
beliau berkata kepada seseorang dan menasihatinya:
Jagalah lima hal sebelum datang lima hal, usia mudamu sebelum tuamu, saat
sehatmu sebelum engkau sakit, ketika kamu kaya sebelum datang kepadamu
kefakiran, waktumu yang kosong sebelum kamu sibuk dan ketika kamu masih hidup
sebelum datang kematian kepadamu. (Dari hadits Ibnu Abbas Radliyallahu Anhu
yang dikeluarkan oleh Imam Hakim dan dia menshahihkannya IV/306, disepakati
Imam Adz Dzahabi)
90
Seseorang itu akan ditanya tentang segala sesuatu yang ia kerjakan, baik
masalah kebaikan maupun kejelekan dan dihisab (dihitung) sebagai amalannya. Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang itu:
Tidaklah akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ditanya
tentang empat perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, usia mudanya untuk apa
dicurahkan . (Al Hadits. Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dari Hadits Muadz bin Jabbal
Radliyallahu Anhu dan dikeluarkan At Tirmidzi nomor 2417 dari hadits Abu Barzah Al
Aslamy, di dalamnya terdapat kata badannya sebagai ganti usia muda. Lihat Shalih
At Targhib 1/126)
65
Dan itu dibawah kehendak (masyiah) Allah Subhanahu wa Taala, ini adalah
akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Apabila kebenaran manhaj seseorang atau
kekeliruannya tidak berakibat masuk surga atau neraka maka apa faidah sabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini:
Umat ini akan berpecah menjadi 73 golongan, semua masuk neraka kecuali satu.
Mereka (para shahabat) bertanya: Siapa mereka? Beliau menjawab: Mereka yang
mengikuti sesuatu di mana aku dan shahabatku di atasnya pada hari ini.
Oleh karena itu, barangsiapa dalam petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan
shahabatnya maka dia Ahlu Jannah (penduduk surga). Dan barangsiapa yang di atas
selain itu maka dia mendapatkan yang kedua (neraka). Perkara ini telah diketahui
dan tetap menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah yakni sesungguhnya 72 kelompok
dalam hadits tersebut tidaklah kekal dalam neraka dan tidak ada seorang pun dari
Ahlul Hadits yang menyatakan demikian kecuali kalau bidah (kesesatan)nya
menyebabkan dia keluar dari Islam (bidah mukafirah). Maka perhatikanlah! Wallahu
alam.
92
Banyak atsar yang telah mutawatir dari ulama Salaf tentang memperingatkan
kejahatan ahlu al ahwa dan ahlu bidah. Inilah sebagian atsar yang kami sebutkan
sebagai nasihat untuk engkau saudaraku pencari Al Haq. Abu Qilabah berkata:
Janganlah kalian bermajelis dengan mereka dan jangan kalian bergaul dengan
mereka. Sesungguhnya saya tidak merasa aman dari mereka yang akan
menceburkan kalian dalam kesesatannya. Atau mengaburkan kebenaran-kebenaran
yang telah kalian ketahui. (Al Lalikai 1/134, Kitab Al Bida wa An Nahyu Anha
halaman 55 dan Kitab Al Itisham karya As Syathibi 1/172)
Ibrahim An Nakhai berkata: Janganlah kalian duduk-duduk dengan ahlu bidah dan
jangan kalian berbincang-bincang dengan mereka. Sesungguhnya saya khawatir hati
kalian akan dikembalikan kepada kebatilan. (Lihat Al Bida wa An Nahyu Anha
56 dan Al Itisham I/172)
Abu Qilabah berkata: Wahai Ayyub As Sikhtiyani, janganlah kamu memberi
kesempatan kepada pendengaranmu terhadap ahlu bidah. (Al Lalikai 1/134)
Fudhail bin Iyyad berkata: Apabila engkau melihat ahlu bidah di suatu jalan maka
carilah jalan lain. (Al Ibanah II/475)
66
Abu Zurah ditanya tentang Al Harits bin Asad Al Mahasibi beserta kitabnya maka dia
berkata kepada si penanya: Hati-hati engkau terhadap kitab-kitab ini. Ini adalah
kitab-kitab bidah dan sesat, berpeganglah kalian kepada atsar. Dikatakan
kepadanya: Dalam kitab ini ada pelajarannya (ibrah). Dia menjawab: Barangsiapa
yang tidak bisa mengambil ibrah dari Kitabullah maka tak ada ibrah dalam kitabkitab ini baginya. (Lihat At Tahdzib II/117 dan Tarikh Baghdad VIII/215)
Lalu dia berkata: Alangkah cepatnya manusia menuju kepada bidah.
Inilah manhaj Salaf dalam berhubungan dengan ahlu bidah serta sikap-sikap Salaf
Ash Shalih terhadap kitab-kitab mereka. Demikianlah (juga) dalam mensikapi kasetkaset mereka.
Aduhai apakah pemuda-pemuda kita mengerti terhadap manhaj ini? Apakah mereka
hati-hati terhadap kaset-kaset dan kitab-kitab ahlu bidah dan ahlu al ahwa pada
zaman kita ini?
93
Shahih dikeluarkan oleh At Tirmidzi 2641, Hakim I/129, Al Lalikai I/100, Asy
Syariah 26 dengan tahqiq Al Faqy dan dalam As Sunnah karya Al Mawazi 23.
94
67
Muslim 1920.
96
Imam Abu Muhammad Al Hasan bin Ali Al Barbahari dalam kitabnya, Syarhu As
Sunnah berkata: Apabila engkau melihat seseorang mencintai Abu Hurairah, Anas
bin Malik dan Usaid bin Hudhair, ketahuilah bahwa dia Ahlus Sunnah wal Jamaah,
Insya Allah. Apabila engkau melihat seseorang mencintai Ayyub, Ibnu Aun, Yunus
bin Ubaid, Abdullah bin Idris Al Audi, Asy Syabi, Malik bin Migwal, Yazid bin Zari,
Muadz bin Muadz, Wahab bin Sarir, Hammad bin Salamah, Hammad bin Zaid, Malik
bin Anas Al Auzai dan Zaidah bin Qudamah maka ketahuilah dia adalah Ahlus
Sunnah wal Jamaah. Apabila engkau melihat seseorang mencintai Ahmad bin
Hanbal. Alhaja bin Hambal dan Ahmad bin Nashar dan menyebut mereka dengan
kebaikan serta berkata dengan perkataan mereka maka ketahuilah bahwa dia Ahlus
Sunnah wal Jamaah. (Lihat Syarhu As Sunnah tahqiq saudara yang utama, Khalid
Ar Radadi halaman 120-121)
97
Dalam Kitab Syarhu As Sunnah, Imam Barbahari berkata juga (halaman 115):
Apabila engkau melihat seseorang yang mencela salah seorang shahabat Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang
mempunyai perkataan yang buruk dan mengikuti hawa nafsunya.
Di halaman 115-116 beliau berkata: Apabila engkau melihat seseorang mencela
atsar-atsar atau menolak atsar-atsar atau dia menginginkan selain atsar maka
curigailah keislamannya. Dan janganlah engkau ragu bahwa dia ahlu ahwa dan ahlu
bidah.
68
69
Harus ada ketentuan yang benar tentang orang yang dikatakan sebagai alim. Dan
ini adalah salah satu kedudukan yang terpenting. Oleh karena itu dengan sebab
tidak adanya pemahaman tentang hal tersebut pada kebanyakan orang maka
menelusuplah orang-orang ke dalam barisan ulama padahal mereka tidak termasuk
dalam kategori ulama. Sehingga terjadilah kekacauan masalah ilmu yang kita reguk
kepahitannya sedikit demi sedikit. Sehingga kebanyakan manusia --baik yang awam
maupun para penuntut ilmu-- menyangka orang yang menulis kitab, mengeluarkan
manuskrip, berkhutbah atau mengisi ceramah adalah orang yang berilmu (alim).
Sesungguhnya sedikit sekali orang yang berhak dikatakan sebagai orang berilmu
pada jaman ini. Sangat sedikit sekali bahkan karena orang berilmu itu mempunyai
sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang menisbatkan dirinya sebagai ahli
ilmu pada jaman ini. Seorang orator (lancar dalam pidato atau ceramah) belum bisa
dikatakan sebagai ahli ilmu juga yang sejenis ini.
Bukan pula orang yang berilmu itu orang yang menulis kitab atau menguatkan dan
mengomentari tulisan atau manuskrip dan mengeluarkannya menjadi sebuah kitab.
Ukuran orang yang berilmu berdasarkan hal tersebut hanyalah suatu dugaan yang
menyelinap di benak kebanyakan orang awam dan para pemuda.
Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hambali Rahimahullah berkata tentang itu: Sungguh
kejahilan manusia telah menimpa kita. Mereka meyakini bahwa sebagian orang dari
kalangan mutaakhirin yang banyak bicaranya merupakan orang yang lebih berilmu
daripada orang yang dahulu. Jadi sebagian orang menyangka bahwa orang seperti
itu berilmu/lebih berilmu daripada orang dahulu, baik itu shahahat atau setelah
mereka karena orang tersebut banyak bicara dan penjelasannya. Beliau juga
berkata: Sesungguhnya kebanyakan orang-orang mutaakhirin terfitnah dengan hal
ini. Mereka menyangka bahwa orang yang banyak bicara dan jago debat dalam
masalah agama dianggap orang yang lebih berilmu daripada orang yang tidak
seperti itu.
Saya (Abu Abdillah) berkata, ini pada jaman Ibnu Rajab Rahimahullah. Bagaimana
kalau kita lihat pembicaraan orang pada jaman kita sekarang? Yang memenuhi
kaset-kaset dan kitab-kitab dengan perkataan mereka. Sehingga banyak orang
tertipu karena banyaknya ceramah yang mereka keluarkan lewat kasetnya setiap
pekan. Mereka juga mengeluarkan kitabnya tiap bulan. Melihat hal demikian ini
manusia menyangka bahwa mereka ini adalah ulama.
Ibnu Rajab Rahimahullah berkata lagi: Wajib diyakini bahwa orang yang banyak
pembicaraan dan perkataannya dalam masalah ilmu tidaklah lebih berilmu daripada
orang yang tidak seperti itu. (Dinukil dari kitabnya, Bayanu Fadhli Ilmis Salaf
ala Ilmi Khalaf halaman 38-40)
Sesuatu yang harus dijadikan pembeda bagi orang yang dikatakan sebagai ahli ilmu
pada jaman ini adalah tua usianya. Mengambil ilmu dari orang-orang besar (tua)
yang berilmu merupakan salah satu syarat dalam pengambilan ilmu khususnya pada
jaman ini. Karena orang tua yang berilmu adalah orang yang paling melimpah
ilmunya, paling sempurna akalnya, paling jauh dari penguasaan hawa nafsu dan
lain-lainnya. Kata Ibnu Masud Radliyallahu Anhu tentang hal ini:
Terus menerus manusia dalam keadaan baik selama mereka mengambil ilmu dari
orang tua yang berilmu, orang-orang yang terpecaya dan ulama mereka. Apabila
mereka mengambil ilmu dari orang-orang kecil atau muda (ahlu bidah) dan orangorang jahat dari mereka maka niscaya mereka binasa.
70
71
72
73
Ini adalah manhaj Salaf. Mereka sangat keras dalam memperingatkan manusia
dari bahaya orang-orang yang memiliki manhaj yang menyelisihi Al Kitab dan As
Sunnah. Telah banyak keterangan dari Salaf tentang peringatan bahayanya orangorang yang manhajnya menyelisihi Al Haq, hukuman atas orang-orang yang memujimuji mereka atau mengagungkan kitab-kitab mereka.
Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: Hukuman itu wajib bagi yang
menisbatkan kepada ahlu bidah atau membela, mengagungkan atau menghormati
pembicaraan mereka atau memberi maruf (udzur) bahwa perkataan itu belum
diketahui maksudnya pada mereka? Bahkan hukuman itu wajib kepada setiap orang
yang tahu keadaan mereka dan tidak membantu untuk menghadapi mereka. Sebab
sikap untuk menghadapi mereka --ahlu bidah-- merupakan kewajiban yang agung.
(Demikian perkataan beliau Rahimahullah dalam Majmu Fatawa 2/132)
74
atau
104
Dai yang bermanhaj Salaf dalam membicarakan ahlu bidah, orang-orang yang
sesat, kelompok-kelompok dan jamaah-jamaah pada saat ini dan memperingatkan
bahayanya serta kitab-kitabnya tidaklah dianggap sebagai sikap yang merintangi
bagi para dai. Dan tidak pula mencerca diri-diri mereka. Melainkan dianggap sebagai
75
mempunyai kitab-kitab dan fikrah-fikrah seperti itu-bukanlah para dai yang menyeru kepada Allah dengan
bashirah, di atas ilmu dan bukan pula di atas kebenaran.
Maka ketika kami menjelaskan kitab-kitab ini atau dainya
bukanlah kami bermaksud menjatuhkan individu-individu
tersebut. Melainkan hanyalah sebagai nasihat untuk
umat105 yang telah dimasuki oleh fikrah-fikrah yang
membingungkan mereka. Sehingga terjadilah fitnah yang
menyebabkan terpecahbelahnya kalimat kaum Muslimin
dan cerai berailah jamaah kaum Muslimin. Dan tujuan
kami bukan kepada individunya melainkan hanya kepada
tahdzir (peringatan) terhadap bahaya mereka serta kitab-kitab mereka (ahlu bidah).
Inilah bagian dari manhaj Salaf Ash Shalih. Atsar-atsar tentang hal ini banyak sekali
dari kitab-kitab sunnah dan kitab Jarhu wa Tadil. Bahkan dengan ini mereka
gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Syubah Rahimahullah berkata: Kalian kemari sehingga kita membicarakan aib
seseorang (ghibah) karena Allah sesaat --maksudnya kita sebutkan jarh (kritikan)
dan peradilan (tadil) seseorang--. (Lihat Syarah Ilal At Tirmidzi 1/349 dan Al
Kifayah 91 karya Al Khatib)
Abu Zurah Ad Dimsyiqi Rahimahullah berkata, saya mendengar Abu Mushir yang
ditanya tentang seseorang yang bersalah atau salah ucap maka dia menjawab:
Jelaskan keadaan dirinya. Kemudian saya berkata kepada Abu Zurah: Apakah
engkau memandang bahwa yang demikian ini adalah ghibah? Dia menjawab:
Tidak. (Syarah Ilal At Tirmidzi 1/349)
Abdullah bin Imam Ahmad berkata, Abu Turab An Nakhsyabi datang ke bapak saya
lalu bapak saya berkata: Fulan dhaif (lemah) dan fulan tsiqah (terpecaya). Maka
Abu Turab berkata: Wahai syaikh, janganlah engkau ghibah terhadap ulama.
Abdullah bin Imam Ahmad berkata, maka bapak saya menoleh kepadanya dan
berkata: Celaka engkau. Ini nasihat bukan ghibah. (Lihat Syarah Ilal At Tirmidzi
1/349-350 dan Al Kifayah 46 karya Al Khatib)
Saya (Abu Abdillah) berkata, tetapi para dai yang penuh dengan kesamaran
(syubhat), mereka terpengaruh emosi jika kitab-kitab ahlu bidah dan ahlu al ahwa
dikritik dan diperingatkan perihal bahayanya kitab-kitab dan penulisnya tersebut.
Apalagi jika mereka masih hidup.
105
Jika hal demikian itu merupakan bagian dari bab mengkritik tentang keadilan,
ketsiqahan, tidak adanya penipuan terhadap orang-orang tersebut maka ini ada
dalam kitab-kitab yang membicarakan tentang biografi dan sejarah hidup seseorang.
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang ahli dalam hal ini. Karena untuk
memperkenalkan keadaan seseorang dan untuk memperingatkan bahayanya. Hal
semacam itu bukanlah merupakan luapan emosi.
Imam Ahmad Rahimahullah ketika ditanya tentang Husein Al Karabisi dia menjawab:
Ahlul bidah. (Lihat Tarikh Al Baghdadi 8/66)
Abu Zurah ketika ditanya tentang Al Harits Al Mahasibi dan kitab-kitabnya maka
beliau menjawab: Hati-hati terhadap kitab-kitab ini. Kitab-kitab bidah ini sesat.
Wajib bagi kalian berpegang kepada atsar. (Lihat At Tahdzib 2/117)
76
106
Sangat disesalkan sekali, sungguh sebagian dai dan para pemuda di negeri
tauhid ini menerima kitab-kitab yang penuh syubhat dan penyelewengan. Mereka
menginginkan ganti yang lebih rendah dari yang lebih baik. Bahkan ada orang yang
memuji-muji Abul Ala Al Maududi dan kitab-kitabnya, Muhammad Surur bin Nayif
Zainal Abidin, Hasan Al Banna, Sayyid Quthub, Hasan At Turabi dan yang semisal
mereka dari kalangan ahlu bidah. Jika ada orang berkata: Mengapa engkau mencap
sejumlah orang seperti ini? Mereka yang engkau sebut-sebut tersebut telah memiliki
prestasi yang belum pernah engkau capai yakni berupa kemasyhuran dan
penerimaan orang terhadapnya.
Saya (Abu Abdillah) berkata, sesungguhnya kemasyhuran tidaklah bisa menghalangi
untuk menjelaskan kebenaran. Kebenaran ini lebih saya cintai dari siapa pun.
Sedangkan manhaj Salaf itu jelas dalam memperingatkan manhaj-manhaj yang
menyimpang dan merusak.
Seharusnya bagi orang yang keberatan hendaklah mengatakan: Datangkanlah dalildalil tentang kesesatan orang-orang yang kau sebut-sebut tersebut.
Maka saya (Abu Abdillah) katakan:
Pertama, Al Maududi, dia mengatakan dalam kitabnya, Rasail wa Masail halaman 57
cetakan 1351 H: Bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyangka
tentang keluarnya Dajjal pada jamannya atau jaman yang dekat dengannya. Tetapi
persangkaan ini adalah 1350 tahun yang lewat setelah abad yang panjang dan Dajjal
tidak keluar. Maka tetaplah apa yang beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam sangka
nyata tidak benar!
Kemudian pada cetakan tahun 1362 H ia menambahkan: Seribu tahun telah berlalu
. Dan Dajjal tidak keluar. Maka inilah yang sebenarnya.
Padahal yang demikian merupakan pengingkaran yang jelas terhadap keluarnya
Dajjal yang telah dijelaskan oleh hadits shahih yang mutawatir.
Dia Al Maududi mengatakan pada halaman 55: Segala berita yang terdapat dalam
hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang Dajjal semuanya berdasarkan akal
dan kiasan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan beliau ada dalam keraguan pada
masalah ini.
Bukankah ini pengingkaran kepada Dajjal? Dan menganggap dusta kepada khabar
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagaimana Allah Subhanahu wa Taala
firmankan tentangnya:
Tidaklah dia (Muhammad) itu mengucapkan dari hawa nafsunya. Melainkan dia
mengatakan berdasarkan wahyu yang telah diwahyukan.
Dalam kitab Arbaatu Mushthalahatu Al Quran Al Asasiyah halaman 156 disebutkan:
Sesungguhnya Allah memerintahkan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam
surat An Nas supaya minta ampun pada Rabnya terhadap hal yang bersumber dariNya seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban (kenabian) yang kadang-kadang
lalai dan mengurangi kewajiban tersebut. Naudzubillah dari kedustaan ini.
Apakah tidak cukup baginya (Al Maududi) apa yang telah Allah jelaskan tentang
Nabi-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hal sifat peribadahan yang merupakan
sifat manusia yang paling sempurna? Begitu pula Allah telah mengabarkan tentang
sifat-sifat-Nya dalam banyak ayat di Kitab-Nya Jalla wa Ala. Sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang tiga orang yang menanyakan
77
78
47. Tanya:
Jawab: Para pemuda itu harus menjauhkan diri dari ahlu bidah
dan orang-orang yang mempunyai manhaj yang rusak
serta pikiran-pikiran yang menyesatkan. Menjauhi mereka
dan kitab-kitab mereka. Tetap berpegang dengan orangorang yang mempunyai ilmu dan bashirah serta orangorang yang mempunyai akidah yang selamat. Mengambil
ilmu dari mereka, bermajelis bersama mereka dan
bertanya kepada mereka. Sedangkan ahlu bidah dan
orang-orang yang mempunyai pikiran-pikiran yang rusak
wajib dijauhi oleh para pemuda. Karena mereka ini akan
menimpakan
keburukan
kepada
para
pemuda,
menanamkan akidah yang rusak, bidah dan khurafat.
Sebab seorang guru mempunyai pengaruh terhadap
muridnya. Maka guru yang sesat akan menjadikan
muridnya itu menyimpang dari Al Haq. Sedangkan guru
yang lurus maka para penuntut ilmu dan pemuda akan
menjadi lurus karenanya. Jadi seorang guru mempunyai
peran yang besar oleh karena itu kita jangan meremehkan
hal-hal demikian ini107.
Saya (Abu Abdillah) berkata, apabila engkau telah mengetahui adanya penukilan
perkataan ahlu bidah dan pembicaraan mereka tentang akidah dan merendahkan
terhadap sayyid anak Adam (Muhammad) --Alaihi Shalatu wa Sallam-- hingga siapa
saja yang memuji, memuliakan, mengagungkan kitab-kitab mereka atau memberi
udzur (maaf) untuk mereka maka samakan dia dengan mereka (ahlu bidah dan ahlu
ahwa) dan tidak ada kemuliaan bagi mereka semua.
Inilah manhaj Salaf Ash Shalih Radliyallahu Anhum.
Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah berkata: Hukuman itu wajib atas setiap orang yang
menisbatkan diri kepada ahlu bidah, membela, memuji atau mengagungkan kitabkitabnya atau jika diketahui bahwa dia membantu dan menolong mereka atau tidak
suka membicarakannya atau memberi udzur kepada mereka. Bahkan hukuman itu
wajib atas setiap orang yang mengetahui keadaan mereka dan tidak membantu
menghadapinya. Sesungguhnya menghadapi mereka adalah kewajiban yang paling
wajib. (Al Fatawa 2/132)
Ibnu Aun berkata: Orang yang duduk bersama ahlu bidah, sikap saya lebih keras
kepadanya daripada terhadap ahlu bidah itu sendiri.
Sufyan Ats Tsauri berkata: Orang yang berjalan bersama ahlu bidah menurut kami
dia itu adalah ahlu bidah.
107
79
80
Inilah jalan yang tinggi dan benar dalam menasihati para pemimpin negara.
Sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengarahkan kita kepada
jalan itu. Maka beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Pertama, di dalamnya mengandung riya dan senang jika amalnya tampak. Jelas ini
merupakan bagian keburukan yang menimpa manusia karena amalnya batal. Sebab
amalan yang dikerjakan dengan tertutup adalah sangat diharapkan untuk diterima di
sisi Allah Subhanahu wa Taala.
Kedua, tidak bisa diharap untuk diterimanya nasihat itu di sisi yang dinasihati.
Karena dia memandang bahwa hal tersebut membuka aib dan bukan nasihat.
Kadang disertai rasa harga diri jatuh disebabkan hal tersebut.
Ketiga, terang-terangan di atas mimbar dalam menasihati para pemimpin. Walaupun
yang dikatakan benar sesungguhnya sikap ini mendorong masyarakat dan
mengobarkan semangat rakyat untuk menjelekkan para pemimpinnya. Akhirnya
81
terdorong untuk tidak mau mendengar dan taat pada perkara yang baik. Ini adalah
manhaj kaum khawarij.
Tidak terjadi fitnah pembunuhan atas Utsman Radliyallahu Anhu kecuali disebabkan
pengingkaran yang terang-terangan oleh sebagian manusia yang bodoh terhadap
sunnah karena mengikuti orang yang menyiarkan yang tidak semestinya kepada
manusia tentang haknya Khalifah Ar Rasyid Utsman Radliyallahu Anhu. Maka tidak
boleh mendidik orang awam dan pemuda dengan manhaj yang buruk ini. Sehingga
bisa mendorong manusia kepada kebinasaan. Bahkan wajib memeranginya dengan
cara menjelaskan dan menerangkan kepada umat berdasar Al Kitab dan As Sunnah
di atas manhaj Salaf Ash Shalih. Allah alam.
111
112
Selesai penulisannya setelah fajar pada hari Sabtu, 6 Muharam tahun 1414 H.
Segala puji milik Allah yang dengan nikmat-Nya itu amalan-amalan yang baik telah
sempurna. Dan akan disusul bagian kedua, Insya Allah Taala.
Shalawat dan salam Allah tetap atas Nabi kita Muhammad dan keluarganya,
shahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik sampai hari
kiamat/pembalasan. Dan mudah-mudahan Allah memberi keselamatan dengan
keselamatan yang banyak. Yang telah menulis catatan kaki dan mengeluarkannya,
hamba yang sangat faqir (butuh) kepada ampunan Rabnya, Abu Abdillah Jamal bin
Farihan Al Haritsi di Thaif.
82