Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROTEKNIK TUMBUHAN
PERCOBAAN I
METODE PARAFIN

NAMA

: NURWAHIDA

NIM

: H41114316

KELOMPOK

: III (TIGA)

ASISTEN

: SARDI ANDIS

HARI/TANGGAL : JUMAT/26 FEBRUARI 2016

LABORATORIUM BOTANI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Tubuh tumbuhan terdiri atas kumpulan sel-sel yang mempunyai asal,
fungsi serta struktur yang sama dan disebut jaringan. Berdasarkan sifatnya, ada
dua macam jaringan yang menyusun tubuh tumbuhan, yaitu jaringan muda dan
jaringan dewasa. Jaringan muda mempunyai sifat membelah, Pertumbuhan yang
diawali dengan jaringan-jaringan yang letaknya di bagian ujung dikenal sebagai
pertumbuhan primer dan semua jaringan yang terbentuk merupakan jaringan
primer. Tumbuhan monokotil melengkapi daur hidupnya dan hanya berlangsung
dengan pertumbuhan primer saja, tetapi tumbuhan dikotil batang dan akarnya
dapat mempertebal diri melalui proses yang disebut pertumbuhan sekunder pada
tumbuhan (Sumardi dan Pudjoarianto, 2004).
Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali
digunakan oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang
terkesan oleh ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi tubuh.
Observasi mikroskop pada jaringan yang berbeda memastikan bahwa satuan
terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan struktur terkecil yang
membentuk tubuh manusia, hewan dan tumbuhan (Linuary, 2000).
Sel tumbuhan mempunyai bentuk, ukuran dan struktur yang bervariasi dan
menyusun menjadi jaringan. Jaringan yang menyusun tumbuh-tumbuhan terdiri
dari jaringan muda dan dewasa. Jaringan ini dapat ditemukan pada akar, batang
dan daun (Lianury, 2000). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukanlah
percobaan ini untuk mengetahui lebih dalam mengenai jaringan pada tumbuhan.

I.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaaan ini adalah untuk melihat adanya jaringan pada
tumbuhan dengan menggunakan metode parafin.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 26 Februari 2016, pukul 14:0019:30 WITA di Laboratorium Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Metode parafin adalah suatu metode pembuatan preparat dengan


melakukan penanaman jaringan di dalam blok parafin untuk menghasilkan
preparat jaringan hewan ataupun tumbuhan yang tipis. Preparat parafin ini
dilakukan penyelubungan karena jaringan merupakan bahan yang lunak.
Pembuatan sediaan dengan pemotongan jaringan menggunakan parafin dan
mikrotom sebagai alat pemotongnya. Dilakukan infiltrasi agar parafin yang masuk
berfungsi sebagai penyangga jaringan saat diiris dengan mikrotom, lalu di
embedding (proses penanaman) yaitu merendam jaringan ke dalam parafin cair,
dan parafin akan masuk ke seluruh bagian jaringan, proses pemotongan dengan
mikrotom, penempelan pada kaca objek, pewarnaan dengan haematoksilin (pada
umumnya bahan ini yang sering digunakan untuk jaringan hewan) sedangkan
jaringan tumbuhan seringkali menggunakan safranin ataupun fast green. Setelah
diwarnai lalu di mounting, diberi perekat entellan, dan diberi label nama
(Tjitrosoepomo, 1993).
Metode parafin memiliki langkah-langkah penting antara lain fiksasi,
pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section), penempelan,
pewarnaan, dan penutupan. Larutan fiksasi yang digunakan untuk proses fiksasi
adalah larutan Bouine. Larutan fiksasi ini merupakan larutan yang mampu
bereaksi dan menandai suatu sel dengan spesimen diiris setipis mungkin. Hal ini
sangat mendukung laju fiksasi dalam sel (Arisworo, 2000).
Embedding merupakan proses pelilinan suatu organ dengan menggunakan
kotak kertas. Proses ini memudahkan dalam membuat irisan yang sangat tipis

dengan menggunakan mikrotom. Dalam embedding, arah sayatan dapat dibuat


dan menandai suatu jaringan. Jaringan atau sampel akan ditanam di ketas kotak,
dengan terlebih dahulu parafin membeku pada bagian dasar dalam kotak dan
setelah penempelan jaringan dilanjutkan dengan penutupan dengan parafin sampai
membeku (Arisworo, 2000).
Faktor-faktor yang berperan dalam fiksatif adalah buffer (pH), suhu yang
rendah mencegah autolisis, untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggi
digunakan irisan setipis mungkin, perubahan volume, osmolaliitas pada larutan
fiksatif, penambahan deterjen sehingga fiksatif cepat masuk, konsentrasi, dan
waktu fiksatif. Dehidrasi memiliki fungsi menghilangkan air dalam jaringan.
Bahan yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air.
Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi 70%
sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam alkohol
80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan
pengulangan 3 kali (Botanika, 2008).
Kebaikan-kebaikan metode ini adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih
tipis daari pada menggunakan percobaan pembuatan preparat melintang dengan
metode parafin ini metode beku atau metode seloidin. Dengan metode beku, tebal
irisan rata-rata diatas 10 mikron, tetapi dengan metode parafin tebal irisan dapat
mencapai rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan
dengan mudah bila menggunakan metode ini. Prosedurnya jauh lebih cepat di
bandingkan dengan metode seloidin. Namun metode parafin juga memiliki
kelemahan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah. Jaringanjaringan yang besar tidak dapat dikerjakan, bila menggunakan metode ini.
Sebagian besar enzim-enzim akan larut dalam metode parafin ini (Imron, 2008).

Irisan utuh suatu spesimen sangat bermanfaat bagi studi pembelajaran.


Dengan adanya preparat utuh maka dapat diamati bagian-bagian jaringan dan
jenis sel yang ada dalam satu preparat. Dalam pembuatan preparat utuh
diupayakan permanen atau awet agar sewaktu-waktu dapat diamati kembali.
Dalam pembuatan preparat hendaknya dipahami karakteristik tanaman yang akan
diambil sebagai spesimen. Karakteristik tersebut dapat berdasarkan atas
pengelompokan jenis batang, termasuk dalam herba atau berkayu kemudian
dilanjutkan

berdasarkan

penentuan

tumbuhan

tersebut

tergolong

dalam

angiospermae atau gymnospermae dan selanjutnya tumbuhan itu tergolong dalam


tumbuhan dikotil atau monokotil. Perbedaan karakteristik tumbuhan yang akan
diambil sebagai spesimen menentukan larutan fiksatif dan zat warna yang akan
digunkan dalam pembuatan preparat (Setjo, 2004).
Mikrotom adalah mesin untuk mengiris spesimen biologi menjadi bagian
yang

sangat

tipis

untuk

pemeriksaan

mikroskop.

Beberapa

mikrotom

menggunakan pisau baja dan digunakan untuk mempersiapkan sayatan jaringan


hewan atau tumbuhan dalam histologi. Jaringan yang awalnya lembek akan
menjadi keras sehingga lebih mudah dipotong. Pemotongan dengan mikrotom
akan menghasilkan lapisan dengan ketebalan yang diinginkan (Botanika, 2008).
Alat ini terbuat dari logam berbentuk seperti klos benang yang berongga di
tengah. Di dalam rongga terdapat sebuah ulir yang bagian atasnya rata dan bagian
bawahnya melekat atau bersatu dengan dasar alat itu. Bila dasar alat itu diputar
dari kiri atau ke kanan, maka bidang ulir bagian atas yang rata itu akan bergerak
ke atas atau ke bawah dengan interval 20 tiap putaran. Rongga tersebut adalah
tempat untuk meletakkan benda yang akan disayat tipis, biasanya dibalut lilin atau
gabus (Botanika, 2008).

Mikrotom ada beberapa macam yaitu (Praptomo, 2010) :


1. Mikrotom geser (sliding mikrotome)
Pada alat ini, jaringan tetap berada pada tempatnya, sedang pisaunya yang
bergerak. Pada umumnya jaringan yang akan dipotong dengan mikrotom geser
adalah jaringan yang tanpa penanaman (embedding) terlebih dahulu.. Metode ini
banyak digunakan dikerjakan untuk melakukan pengirisan jaringan pada tumbuhtumbuhan.
2. Mikrotom beku (freezing microtome)
Alat ini dihubungkan dengan tabung berisi CO2 dingin, melalui suatu pipet
karet. Mikrotom ini, keadaannya sama dengan mikrotom geser yaitu jaringan tetap
berada pada tempatnya sedangkan pisau mikrotomnya yang bergerak ke bagian
muka dan belakang.
3. Mikrotom putar (rotory microtome)
Berbeda dengan dua jenis mikrotom lainnya yaitu, bahwa pada mikrotom
ini pisau tetap pada tempatnya sedangkan jaringannya yang bergerak ke atas dan
ke bawah. Jenis mikrotom ini yang biasanya digunakan untuk pembuatan sediaan
irisan dengan metode parafin.

Gambar 1. Rotary Microtome


(Sumber: http://www.medicalexpo.com/prod/medite-gmbh/product-76772-512862.html

Jaringan tumbuhan yang dapat dibuat preparat (Sugiharto, 1989), yaitu:


1. Akar
Histogen pada akar jelas pada ujung ujung akar, khususnya bila pembuatan
preparat dengan pewarnaan untuk menampilkan dinding sel dan struktur inti.
Jaringan primer jelas pada awal zona bulu akar. Bulu akar ini dapat dideteksi
dengan menggunakan loupe.
2. Batang
Pada batang tumbuhan dikotil dan tumbuhan berkonus, ioxin jaringan
batangnya berdiferensiasi sangat cepat dekat apeks dan beberapa ruas pertama di
bawah ujungnya memperlihatkan jaringan-jaringan primer yang berkembang
penuh dan pengawalan aktivitas sekunder. Pada batang tumbuhan herba, kayu
sekunder kurang berkembang. Jika batang mempunyai ruas yang lebih lunak
diberi perlakuan acctone-xylol atau alcohol-xylol. Pada batang yang lebih keras
hasil irisan akan lebih baik jika menggunakan ioxin atau butyl alcohol.
3. Daun
Biasanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal ioxin difiksasi dalam
larutan FAA. Daun yang lunak dan tulang daun yang kecil saat proses dehidrasi
digunakan acetone atau etil alcohol, sedangkan daun yang tebal atau seperti kulit
dengan tulang daun yang kuat diproses dalam butyl alcohol atau ioxin. Ciri khas
daun harus diperhitungkan dalam pembuatan preparat irisan, misalnya untuk daun
yang lunak parenkimanya biasanya mudah retak. Trikoma glandular perlu
perlakuan khusus. Untuk hasil fiksasi yang baik digunakan larutan craf I.

BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain, pipet tetes, botol
plastik, pinset, silet, bunsen, mistar, silet, pipet tetes, gelas ukur, korek api dan
jerigen.
III.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain, batang
jagung Zea mays, alkohol 96%, xylol, formalin, parafin, asam asetat glacial,
aquadest, kubus ukuran 3x3 cm, selotip bening dan tissue roll.
III.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini, adalah sebagai berikut:
III.3.1 Fiksasi
1.

Dibuat larutan FAA sebanyak 100 mL, yang terdiri dari campuran larutan
alkohol 96% sebanyak 90 mL, asam asetat glasial sebanyak 5 mL, dan
formalin sebanyak 5 mL.

2.

Batang jagung diambil, kemudian diiris melintang dengan kondisi tidak tebal
dan tidak juga tipis.

3.

Irisan melintang batang jagung kemudian direndam selama 30 menit didalam


larutan FAA yang telah dibuat.

III.3.2 Dehidrasi
1. Dilakukan pengenceran bertingkat mulai dari alkohol 96% dengan rumus
pengenceran : V1M1 = V2M2.

2.

Dilakukan lagi pengenceran alkohol 70% yang dimana diencerkan pula dari
alkohol 96% dengan volume aquades yang digunakan 27,09 dan volume
alkohol yaitu 72,91.

3. Dilakukan pengenceran alkohol 80% yang dimana diencerkan pula dari


alkohol 96% dengan volume aquades yang digunakan 16,67 dan volume
alkohol yaitu 83,33.
4. Dilakukan pengenceran alkohol 90% yang diencerkan dari alkohol 96%
dengan volume aquades yang digunakan yaitu 6,25 dan volume alkohol yaitu
93,75.
5. Batang jagung yang telah difiksasi, kemudian direndam didalam alkohol yang
telah diencerkan, dengan masing-masing tingkat pengenceran selama 10
menit
III.3.3 De-alkoholisasi
Tahap de-alkoholisasi dengan menggunakan alkohol-xylol perbandingan
3:1, 1:1, 1:3 masing-masing 10 menit.
III.3.4 Penjernihan
Dilakukan penjernihan sebanyak 2 kali yaitu yang pertama (xylol murni)
selama 10 menit dan xylol yang kedua (campuran xylol-parafin 9:1) selama 10
menit.
III.3.5 Infiltrasi
1.

Dilakukan infiltrasi menggunakan parafin murni selama 5 menit.

2. Terakhir, dilakukan penanaman/embedding menggunakan parafin yang padat di


dalam kubus kertas yang berukuran 3 x 3 cm.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Gambar 2. Penampang melintang batang jagung Zea mays


(Sumber : http://3.bp.blogspot.com)
Keterangan :
1. Epidermis
2. Serabut sklerenkim
3. Xylem
4. Floem
5. Jaringan parenkim
IV.2 Pembahasan
Metode parafin adalah suatu metode pembuatan preparat dengan
melakukan penanaman jaringan di dalam blok parafin untuk menghasilkan
preparat jaringan hewan ataupun tumbuhan yang tipis dan juga prosesnya mudah
dan lebih cepat.
Preparat parafin ini dilakukan penyelubungan karena jaringan merupakan
bahan yang lunak. Pembuatan sediaan dengan pemotongan jaringan menggunakan

parafin dan mikrotom sebagai alat pemotongnya. Dilakukan infiltrasi agar parafin
yang masuk berfungsi sebagai penyangga jaringan saat diiris dengan mikrotom,
lalu di embedding (proses penanaman) yaitu merendam jaringan ke dalam parafin
cair, dan parafin akan masuk ke seluruh bagian jaringan, proses pemotongan
dengan mikrotom, penempelan pada kaca objek, pewarnaan dengan haematoksilin
(pada umumnya bahan ini yang sering digunakan untuk jaringan hewan)
sedangkan jaringan tumbuhan seringkali menggunakan safranin ataupun fast
green. Setelah di warnai lalu di mounting, diberi perekat entellan, dan diberi label
nama (Tjitrosoepomo, 1993).
Pada percobaan ini hal yang dilakukan pertama adalah menyiapkan semua
alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan . Tahapan pertama yang
dilakukan adalah batang jagung Zea mays terlebih dahulu dipotong secara
melintang dengan ukuran 2 mm. Selanjutnya yaitu dilakukan fiksasi selama 30
menit. Fiksasi pada tahapan ini bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel
sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hampir sama pada
waktu masih hidup.
Setelah akar jagung Zea mays difiksasi, tahapan selanjutnya yaitu
pencucian dan dehisdrasi. Pada tahapan dehidrasi ini diberikan alkohol bertingkat
dari 70 %, 80 %, 90 %, hingga 96 %, yang dimana tiap tingkatan alkohol
dilakukan dehidrasi selama 10 menit. Pemberian alkohol bertingkat dari
konsentrasi rendah hingga konsentrasi tinggi bertujuan agar selnya tidak lisis atau
rusak. Alkohol bertingkat didapatkan melalui pengenceran dengan rumus V1.M1 =
V2.M2. Seperti halnya pada fiksasi tadi, berdasarkan literatur dehidrasi ini minimal
dilakukan 30 menit tipa tingkatan alkohol. Tahapan dehidrasi ini bertujuan untuk
menarik air keluar yang berada dalam jaringan untuk digantikan dengan alkohol.

Tahapan selanjutnya yaitu dealkoholisasi dengan menggunakan alkoholxylol perbandingan 3:1, 1:1, 1:3. Tiap perbandingan alkoho-xylol dilakukan
selama 5 menit tetapi berdasarkan literatur minimal dilakukan 30 menit. Sama
halnya dengan dehidrasi pada tahapan dealkoholisasi ini dilakukan dari volume
alkohol yang terbanyak. Hal tersebut bertujuan agar sel atau jaringan tidak rusak.
Dealkoholisasi ini bertujuan untuk menarik keluar alkohol yang berada dalam
jaringan untuk digantikan oleh xylol. Hal tersebut dilakukan karena xylol yang
mampu berikatan dengan parafin sedangkan alkohol tidak.
Selanjutnya

yaitu

penjernihan

dengan

menggunakan

xylol

murni.

Penjernihan ini dilakukan 2x yaitu xylol 1 dan 2 selama 5 menit. Sama halnya
dengan tahapan sebelumnya, lama penjerihan menggunakan xylol murni
berdasarkan literatur yaitu 30 menit. Penjernihan bertujuan untuk membersihkan
sisa-sisa alkohol yang masih terdapat dalam jaringan. Selain itu penjernihan
dilakukan dengan menggunakan xylol murni karena alkohol tidak dapat berikatan
atau bercampur dengan parafin maka digantikan dengan xylol yang dapat
berikatan dengan parafain melalui proses dealkoholisasi dan penjernihan
Tahapan selanjutnya yaitu infiltrasi. Infiltrasi ini terbagi atas 2 yaitu dengan
menggunakan xylox-parafin dengan 1:9 dan dengan menggunakan parafin murni.
Infiltrasi ini dlakukan untuk menggantikan xylol dengan parafin murni. Infiltrasi
berdasarkan literatur dilakukan selama 24 jam. Setelah infiltrasi dilakukan
penanaman atau biasa juga disebut dengan embedding. Embedding dilakukan
dengan menggunakan parafin yang padat.
Dalam

percobaan

ini

tahapan

yang

dilakukan

hanya

sampai

embedding/penanaman karena tidak terdapatnya mikrotom yang dapat digunakan


pada tahap pengirisan. Tetapi, berdasarkan literatur tahapan pembuatan preparat

dengan metode parafin ini setelah embedding yaitu pengirisan dengan mikrotom
dilanjutkan dengan perekatan menggunakan campuran gliseri/albumin yang
ditambahkan dengan air kemudian setelah itu dilakukan pewarnaan menggunakan
safranin 1% dalam aquades.
Sebenarnya setelah penanaman akan dilakukan pemotongan menggunakan
alat yang biasa disebut dengan mikrotom tetapi berhubung peralatan masih
terbatas jadi kami hanya melakukan sampai tahap penanaman atau embedding.
Metode parafin yang digunakan dalam percobaan ini mempunyai kelebihan dan
juga kekurangan. Kelebihan dari metode ini yaitu irisan dapat jauh lebih tipis dari
pada menggunakan metode beku maupun selodin. Kemudian, dengan metode
parafin, tebal irisan dapat mencapai 6 mikron. Kelebihan yang lainnya yaitu
irisannya yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah dan prosesnya dapat
lebih cepat dari yang cara lain. Kekurangan dari metode ini yaitu jaringan menjadi
keras, mengerut dan mudah patah, serta jaringan-jaringan yang besar tidak dapat
di kerjakan dengan menggunakan metode ini.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil percobaan ini yaitu proses
pembuatan preparat melintang dengan metode parafin dimana spesimen disayat
setipis mungkin kemudian dilakukan berbagai tahapan yaitu dari tahap fiksasi,
dehidrasi, de-alkoholisasi, penjernihan, infiltrasi dan penanaman atau embedding
dalam parafin sehingga pada akhirnya dihasilkan preparat awetan yang baik untuk
diamati dan dipelajari lebih lanjut.
V.2 Saran
Saran untuk praktikum ini sebaiknya alat yang dibutuhkan dalam
percobaan ini lebih diperhatikan oleh pihan pengolah Laboratorium agar praktikan
dapat menjalankan praktikum dengan baik sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Botanika, 2008. Fixation, Embedding dan Sectioning. http://botanika.com.


Diakses pada hari Minggu, tanggal 28 Februari 2016, pukul 15.00 WITA,
Makassar.
Imron, T. A., 2008. Pembuatan Preparat Jaringan Tumbuhan dengan Metode
Parafin. Laporan Praktikum Mikroteknik Universitas Brawijaya.
https://cyberbiology.blogspot.com. Diakses pada hari Minggu, tanggal 28
Februari 2016, pukul 21.22 WITA, Makassar.
Praptomo, 2010. Pembuatan Preparat Parafin Jaringan Tumbuhan (Mikroteknik).
https://nagkoyo.com. Diakses pada hari Minggu, tanggal 28 Februari 2016,
pukul 20.00 WITA, Makassar.
Sugiharto, 1989. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Instituted Pertanian Bogor
Press. Bogor.
Sumardi, I., dan Pudjoarinto, A., 2004. Struktur Perkembangan Tumbuhan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Lianury, R. N., 2000. Histologi. Universitas Hasanuddin Press. Makassar.
Setjo, S., 2004. Anatomi Tumbuhan. Universitas Negeri Malang. Malang.
Tjitrosoepomo, G., 1993. Botani umum 2. Penerbit Angkasa. Bandung.
Arisworo D dan Yusa., 2000. General Zoologi. Organization of the
Lymphoreticular
System
and
Lymphocyte
Markers.Vet
ImmunelImmunopathol. Vol 1(4):3 95.

Anda mungkin juga menyukai