Hubungan Antara Obesitas Dan Diabetes Melitus Tipe 2
Hubungan Antara Obesitas Dan Diabetes Melitus Tipe 2
Diposkan oleh Darman Rasyid Baido di 20:00 Senin, 07 Februari 2011 Label: Artikel Ilmu Penyakit Dalam
Oleh
:John
MF
Adam
PENDAHULUAN
Prevalensi obesitas dan diabetes melitus tipe 2 meningkat dengan pesat di seluruh
dunia. Sekitar 60% dari mereka yang obes menderita diabetes melitus tipe 2. Semakin
besar indeks massa tubuh (IMT) semakin besar risiko menderita diabetes melitus tipe 2.
Sebaliknya pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Amerika Serikat sekitar 90,0%
adalah obes dan berat-badan lebih (overweight). Hasil penelitian epidemiologis di
negara maju menunjukkan bahwa meningkatnya prevalensi obes sejalan dengan meningkatnya
prevalensi diabetes melitus tipe 2. Wannamethee, dkk2 di Inggris memantau sebanyak
6916 pria usia menengah selama 12 tahun. Dari hasil pemantauan ditemukan bahwa resiko
kejadian diabetes melitus tipe 2 meningkat secara bermakna dan progresif sejalan
dengan meningkatnya indeks massa tubuh dan lamanya menderita obes atau berat-badan
lebih
Hasil
(gambar
penelitian
epidemiologis
ini
1).
membuktikan
bahwa
ada
kaitan
erat
antara
obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Obesitas perlu dibedakan antara obesitas sentral
atau visceral dan obesitas perifer. Dari hasil penelitian epidemiologis terbukti bahwa
keterkaitan
obesitas
dan
diabetes
melitus
tipe
lebih
jelas
pada
mereka
dengan
obesitas sentral. Hasil pemeriksaan dengan CT-scan perut memperlihatkan bahwa lemak
visceral
sangat
berperan
visceral
merupakan
terhadap
prediktor
utama
terjadinya
resistensi
terjadinya
resistensi
insulin.
insulin,
Walaupun
lemak
tampaknya
tidak
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hubungan lemak visceral dan resistensi
insulin hanya terjadi pada keadaan dimana jaringan lemak visceral berlebihan seperti
pada
penderita
diabetes
HUBUNGAN
obes.
Artikel
ini
tipe
melitus
OBESITAS
DAN
akan
membahas
pada
mengenai
obesitas
DIABETES
patofisiologi
dan
MELITUS
terjadinya
penatalaksanaannya.
TIPE
Diabetes melitus tipe 2 terjadi oleh dua kelainan utama yaitu adanya defek sel beta
pankreas sehingga pelepasan insulin berkurang, dan adanya resistensi insulin. Pada
umumnya
para
ahli
sepakat
bahwa
diabetes
melitus
tipe
dimulai
dengan
adanya
tipe
dimulai
dengan
berat
badan
normal,
kemudian
menjadi
obes
dengan
resistensi insulin dan berakhir dengan diabetes melitus tipe 2. Pada umumnya penderita
diabetes
melitus
resistensi
dengan
insulin
keluhan
khas
maupun
yang
datang
defek
ke
klinik
sel
sudah
beta
ditemukan
baik
pankreas.
Jaringan lemak mempunyai dua fungsi yaitu sebagai tempat penyimpanan lemak dalam
bentuk trigliserid, dan sebagai organ endokrin. Sel lemak menghasilkan berbagai hormon
yang disebut juga adipositokin (adipokine) yaitu leptin, tumor necrosis factor alpha
(TNF-alfa), interleukin-6 (IL-6), resistin, dan adiponektin. Hormon-hormon tersebut
berperan juga pada terjadinya resistensi insulin. Pada gambar 2 diperlihatkan hubungan
jaringan lemak dengan kejadian resistensi insulin.
Peran
asam
lemak
bebas
Pada mereka yang gemuk maupun diabetes melitus tipe 2 selalu ditemukan kadar asam
lemak bebas yang tinggi. Meningkatnya asam lemak bebas pada mereka yang gemuk dan
diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh meningkatnya pemecahan trigliserid (proses
lipolisis)
diduga
di
jaringan
berkaitan
lemak
dengan
terutama
meningkatnya
di
daerah
aktivitas
visceral.
sistem
Meningkatnya
saraf
simpatis.
lipolisis
Seperti
diketahui lemak visceral peka terhadap rangsangan saraf simpatis sehingga metabolisme
sel lemak visceral sangat aktif. Asam lemak bebas yang tinggi dalam plasma berperan
terhadap terjadinya resistensi insulin baik pada otot, hati, maupun pada pankreas
(gambar
2).
Otot
Pada tahun 1963 Randle mengemukakan teori bahwa pada keadaan dimana peningkatan
asam lemak bebas dalam darah akan diikuti dengan meningkatnya ambilan asam lemak bebas
oleh
jaringan
otot.
Pada
keadaan
normal
otot
akan
menggunakan
glukosa
(oksidasi
glukosa) untuk menghasilkan energi. Dengan demikian oksidasi asam lemak dalam otot
meningkat, hal ini akan menghambat ambilan glukosa oleh otot sehingga terjadilah
hiperglikemi
Hati
(gambar
3A).
Keadaan yang sama terjadi di hati, dimana hati akan menampung sebagian besar asam
lemak bebas dan menjadi bahan untuk proses glukoneogenesis dan sintesis VLDL. Dengan
meningkatnya
glukoneogenesis,
glukosa
plasma
puasa
akan
meningkat
maka
terjadilah
(gambar
3B)
Pankreas
Mekanisme kerusakan pankreas pada obesitas belum jelas. Diduga bahwa asam lemak
bebas yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya deposit trigliserid berlebihan pada
sel beta pankreas, dan akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta pankreas.
Keterangan
A.
Gambar
Pembakaran
berlebihan
asam
akan
3.
lemak
Siklus
bebas
menghambat
Randle
meningkatkan
enzim
di
Acetyl
heksokinase
yang
otot
CoA,
dan
jumlah
merupakan
di
Acetyl
enzim
hati
CoA
penting
yang
untuk
otot,
atau
dengan
kata
lain
akan
terjadi
resistensi
insulin
B. Peningkatan kadar asam lemak dalam plasma menyebabkan distribusi melalui sistem
portal
ke
hati
berlebihan
sehingga
lebih
banyak
asam
lemak
yang
dioksidasi
dan
menghasilkan Acetyl CoA. Acetyl CoA mengaktifkan enzim piruvat karboksilase di hati
yang berperan untuk merubah asam piruvat menjadi glukosa pada proses glukoneogenesis,
dengan demikian akhirnya terjadi peningkatan produksi dan pelepasan glukosa hati.
Meningkatnya glukoneogenesis berakibat hambatan kerja insulin di hati, atau terjadilah
resistensi insulin.
Peran
adipositokin
tumor
necrosis
factor-Alfa
(TNF-Alfa),
interleukin-6
(IL-6),
dan
resistin
insulin
Leptin
Kadar leptin dalam plasma meningkat dengan meningkatnya berat badan. Leptin bekerja
pada sistem saraf perifer dan pusat. Peran leptin terhadap terjadinya resistensi
insulin belum jelas. Penelitian pada tikus percobaan, leptin menghambat fosforilasi
insulin
receptor
substrate-1
(IRS)
yang
akibatnya
menghambat
ambilan
glukosa.
Sebaliknya penelitian lain pada hewan dengan diabetes dan obes, pemberian leptin
meningkatkan sensitivitas insulin. Hal yang serupa juga dilaporkan penelitian pada
manusia.
Tumor
necrosis
factor
Alfa
Sama dengan leptin dan asam lemak bebas, kadar TNF-Alfa plasma meningkat dengan
meningkatnya berat badan, dan berperan dalam mekanisme resistensi insulin perifer.
Walaupun demikian pada manusia kadar TNF-Alfa dalam sirkulasi sangat sedikit untuk
dapat
menghambat
kerja
insulin
pada
jaringan
otot.
Diduga
kerja
TNF-Alfa
lebih
bersifat parakrin daripada endokrin, atau dengan perantaraan faktor lain, misalnya
asam
lemak
bebas,
karena
TNF-Alfa
memacu
lipolisis.
Pada
jaringan
adiposa
tikus
transporter(GLUT)-4.
Interleukin-6
Sebagai protein proinflamasi yang disekresikan oleh jaringan adiposa, IL-6 juga
meningkat
dengan
meningkatnya
berat
badan.
Pada
manusia,
IL-6
memacu
pelepasan
glukagon dan kortisol dan meningkatkan glukoneogenesis. Bastard, dkk. menemukan bahwa
penderita diabetes melitus yang obes lebih resisten terhadap insulin, kadar IL-6, TNFAlfa dan leptin meningkat dibandingkan kontrol penderita dibetes melitus yang tidak
obes. Peran IL-6 pada resistensi insulin diduga melalui perlemakan (adiposity), secara
tidak langsung berhubungan dengan kerja insulin. Hal ini dilaporkan oleh Vozarova,
dkk. yang menemukan bahwa kadar IL-6 mempunyai korelasi dengan persentasi lemak tubuh,
tetapi
tidak
ada
korelasi
dengan
sensitifitas
insulin
pada
orang
Indian
Pima.
Resistin
Lazar, dkk
dan obes karena genetik, dan berkurang dengan pemberian obat anti diabetik agonis
peroxisome
proliferator-activator
receptor
(PPAR),
seperti
rosiglitazone.
Adiponektin
Adiponektin
Dibandingkan
adalah
dengan
hormon
peptida
adipositokin
yang
lainnya,
terutama
kadar
dihasilkan
adiponektin
oleh
paling
adiposit.
tinggi
dalam
semakin
adiponektin
buruknya
meningkat
toleransi
dengan
glukosa.
penurunan
Penelitian
berat
badan
lain
dan
pada
manusia,
kadar
agonis
PPAR,
pemberian
rosiglitazone. Kerja adiponektin diduga dengan memacu ekspresi gen-gen yang mengatur
metabolisme lemak pada jaringan otot, yaitu CD36, acyl co-enzyme A (CoA) oxidase, dan
uncoupling
protein
(UCP)-2
pembakaran
yang
akan
meningkatkan
lemak
efisiensi
transpor
dan
asam
lemak,
termogenesis.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
penatalaksanaan
pada
setiap
non-farmakologik
penderita
yaitu
terapi
diabetes
nutrisi
melitus
medik
terdiri
(perencanaan
atas
makan),
olahraga, edukasi, dan penggunaan obat untuk menurunkan kadar glukosa darah. Khusus
untuk penderita diabetes melitus tipe 2 gemuk penatalaksanaan non-farmakologik sangat
penting, oleh karena penurunan berat badan hanya dapat dicapai dengan terapi nutrisi
medik
dan
meningkatkan
meningkatnya
berat
aktivitas
badan
>
terjadinya
diabetes
melitus.
diabetes
melitus
gemuk
Penatalasanaan
10%
tubuh
dari
olahraga.
berat
Sebaliknya
dapat
badan
dengan
memperbaiki
Telah
awal
akan
menurunkan
keadaan
terbukti
bahwa
dengan
meningkatkan
risiko
berat
badan
intoleransi
penderita
glukosa.
non-farmakologik
Penatalaksanaan non farmakologik memang menjadi tujuan utama pada diabetes melitus
gemuk, sayangnya terapi non-farmakologik tidak selalu berhasil, bahkan lebih sering
gagal.
Oleh
karena
itu,
beberapa
upaya
telah
diusahakan
untuk
tetap
berusaha
menurunkan berat badan penderita diabetes melitus tipe 2 gemuk, antara lain adalah
dengan penambahan obat anti obesitas seperti orlistat dan sibutramin. Oleh karena
penderita diabetes melitus gemuk sering disertai dengan berbagai kelainan metabolik
lainnya
seperti
trigliserid
adanya
disertai
resistensi
rendahnya
insulin
kolesterol-HDL
hiperinsulinemi,
dan
hipertensi,
tingginya
dengan
kadar
sendirinya
pengobatan pada penderita diabetes melitus gemuk harus diperhitungkan semua faktor
tersebut
(gambar
Penatalaksanaan
farmokologik
Obat
hipoglikemik
Pada
saat
ini
dipasarkan
sebanyak
lima
jenis
oral
obat
hipoglikemik
oral
yaitu
badan.
Golongan
thiazolidinedion,
metformin,
akarbose
serta
repaglinid
dianjurkan untuk diabetes melitus tipe 2 gemuk. Pada keadaan tertentu perlu dilakukan
pengobatan kombinasi Metformin tunggal selain menurunkan kadar glukosa darah juga
menurunkan berat badan, oleh karena sangat dianjurkan pada penderita diabetes melitus
tipe 2 gemuk. Golongan thiazolidinedion sangat baik untuk penderita diabetes melitus
tipe 2 gemuk karena memperbaiki sensitivitas insulin di jaringan, tetapi kadang-kadang
dapat menaikkan berat badan. Pada saat ini telah dipasarkan obat kombinasi dalam satu
tablet
seperti
Glucovance
(metformin-glibenklamid)
dan
Avandamet
(metformin
rosiglitazon). Kedua obat tersebut memberikan hasil yang baik pada penderita diabetes
melitus tipe 2 gemuk, dengan tidak menaikkan berat badan.
Obat
Oleh
yang
karena
berkaitan
prevalensi
dengan
hipertensi,
faktor
dislipidemi
risiko
sangat
tinggi
kardiovaskuler
pada
penderita
diabetes melitus, sedangkan sasaran yang ingin dicapai sangat ketat maka obat yang
berkaitan
dengan
faktor
risiko
kardiovaskuler
seperti
antihipertensi,
obat
hipolipidemik hampir secara rutin diberikan. Untuk obat antihipertensi selama kadar
kreatinin dalam batas normal, pilihan pertama adalah golongan ACE-inhibitor. Secara
khusus apabila sudah ditemukan adanya mikroalbuminuri maka ACE - inhibitor dapat
mencegah perlangsungan nefropati diabetik menjadi lebih buruk.
saat ini masih merupakan pilihan pertama untuk dislipidemi diabetik pada penderita
diabetes melitus tipe 2, terkecuali pada mereka dengan kadar trigliserid tinggi yaitu
>
400
mg/dl
Penelitian
Heart
maka
Protection
golongan
Study
dengan
fibrat
menggunakan
didahulukan.
simvastatin
40
mg/hari
menyimpulkan bahwa pada mereka dengan kadar kolesterol - LDL yang < 100 mg/dl masih
dapat
memberikan
Association
manfaat
pencegahan
komplikasi
kardiovaskuler.
American
Diabetes
melitus tipe 2 yang berumur > 30 tahun. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar penderita diabetes melitus tipe 2 akan mendapat obat pencegahan untuk
kejadian
kardiovaskuler.
Obat
anti
Obat
anti
obesitas
seperti
orlistat
obesitas
dan
sibutramin,
sangat
membantu
untuk
menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk. Obat-obat tersebut selain memberikan
penurunan berat badan,
seperti
menurunkan
kadar
kolesterol-
LDL
dan
trigliserid,
dan
menaikkan
kadar
kolesterol- HDL. Hasil yang sangat baik apabila berat badan dapat diturunkan sebesar
10% dari berat badan awal.
DAFTAR PUSTAKA
314