Anda di halaman 1dari 38

STURMA NODOSA NON TOKSID

(SNNT)
Pengertian

Pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa


disertai tanda-tanda hipertiroidisme.

Struma mononodosa non toksik

Struma multinodosa non toksik


Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif:

Nodul dingin

Nodul hangat

Nodul panas
Berdasarkan konsistesinya:

Nodul kistik

Nodul keras

Nodul sangat keras

Nodul lunak

Diagnosis

Anamnesis Umum:

Sejak kapan benjolan timbul

Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap

Cara membesarnya: Cepat atau lambat

Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi


beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja

Riwayat keluarga

Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda

Perubahan suara

Ganguan menelan, sesak nafas

Penurunan berat badan

Keluhan tiroksikosis
Pemeriksaan fisik:

Umum

Lokal:
Nodus tunggal atau majemuk, atau difus
Nyeri tekan
Konsistensi
Peremukan
Perlekatan pada jaringan sekitarnya
Pendesakan atau pendorongan trakea
Pembesaran kelenjar getah bening regional
Pembertons sign
Penilaian resiko keganasan:
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik
penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan
kanker tiroid:

Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau diffusa


jinak

Riwayat keluarga dengan tiroditis hashimoto atau


penyakit tiroid autoimun

Gejala hipo atau hipertiroidisme

Nyeri berhubungan dengan nodul

Nodul lunak, mudah digerakkan

Multi nodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi


sama

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke


arah keganasan tiroid:

Umur < 20 tahun atau > 70 tahun

Gender laki-laki

Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas

Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu bulan)

Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau


dewasa ( juga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak)

Riwayat keluarga kanker tiroid meduler

Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan


sulit digerakkan

Paralisis pita suara

Temuan limfaedenopati servikal

Metastasis jauh (paru-paru, dll)


Langkah diagnositik I: TSHs, FT4
Hasil: non-tostik lankah diagnostik II: BAJAH nodul tiroid
hasil:
A.
ganas
B.
curiga
C.
jinak
D.
takcukup/sediaan tak representatif
(dilanjutkan di kolom terapi)
Diagnosis banding

Pemeriksaan
Penunjang

Struma nodosa pada:


Peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin pada masa pertumbuhan,
pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres, dll.

Tiroditis akut

Tiroditis subakut

Tiroditis kronis: limfositik (hashimoto), fibrousinvasif(riedel)

Simple goiter

Struma endemik

Kista tiroid, kista degenerasi

Adenoma

Karsinoma tiroid primer, metastatik

limfoma

Lab: T4 atau fT4, T3, dan TSH

Biosi aspirasi jarum halus (bajah) nodul tiroid:


Bilahasil lab: non-toksik
Bila hasil lab: (awal) toksik, tetapi hasil scan : cold Nodule.
syarat : sudah menjadi eutiroid

USG tiroid;
Pemantau kasus nodul yang tidak dioperasi
Pemandu pada BAJAH

Sidik teroid:
Bila klinis: ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH (2X): jinak
Hasil sitologi dengan BAJAH: curiga ganas

Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga


dengan karsinoma tiroid meduler, diperiksakan kalsitonin)

Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,


curiga penyakit Hashimoto.

Terapi

Komplikasi
Prognosis
Wewenang
Unit yang menangani

Sesuai hasil BAJAH, maka terapi:


A.
Ganas

Operasi tiroidektomi near-total


B.
Curiga

Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong


beku(VC):
Bila hasil = ganas operasi tiroidektomi near-total
Bila hasi = jinak operasi lobektomi, atau tiroidektomi neartotal

Aqlternatif: sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule


operasi
C.
Tak cukup/sediaan tak representatif

Jika nodul solid(saat BAJAH): ulang BAJAH.


Bila klinis curiga ganas tinggi operasi lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah operasi observasi

Jika nodul kistik(saat BAJAH): aspirasi


Bila kista regresi observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi operasi
labektomi
D.
Jinak

Terapi dengan levo_tiroksin (LT4) dosis subtoksis

Dosis dititirasi mulai 2 x 25 ug (3 hari)

Dilanjunkan 3 x 25 ug (3-4 hari)

Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis:


dosis menjadi 2 x 100 ug sampai 4 6 minggu kemudian
evaluasi TSH ( target 0,1 0,3 ulU/L)

supresiTSH dipertahankan selama 6 bulan

evaluasi dengan USG: apakah nodul berhasil


mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil > 50% dari
volume awal)
bila nodul mengecil atau tetap

L-tiroksin
distop
dan
diobservasi:
Bila setelah itu struma membesar lagi, maka Ltirosin dimulai lagi
( target TSH 0,1 - 0,3
ulU/L)
Bila setelah l-tiroksin distop, struma tidak
berubah, diobservasi saja
Bla nodul membesar dalam 6 bulan
atau saat terapi supresi obat dihentikan dan operasi
tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi
hasil PA:
Jinak: dengan L tiroksin:
Target TSH 0,5 3,0 ulU/L
Ganas: terapi dengan L-tioksin
Individu dengan resiko ganas tinggi:
Target TSH < 0,01 0,05 ulU/L
Individu dengan resiko ganas rendah:
Target TSH 0,05 0,1 ulU/L

Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada


tiroiditis akut / subakut
Tergantung jenis nodul, tipe histopalogis
Dokter spesialis penyakit dalam dan PPDS penyakit dalam
Divisi metabolik endokrinologi, dept ilmu penyakit dalam FKUI /RSUPN
CM

Unit terkait

Departemen patologi klinikFKUI / RSUPN CM


Departemen patologi anatomik FKUI /RSUPN CM
Sub bag. Kedokteran nuklir, departemen radiologi FKUI / RSUPN CM
Sub bag. Bedah tumor , departemen bedah FKUI / RSUPN CM

REFERENSI:

Kariadi shks. Struma nodosa non-toksik. Dalam waspadji s, et al. (eds). Buku ajar
ilmu penyakt dalam. Edisi 3. Jakarta. Balai penerbit FKUI: 757-65.

Suyono s. Pendekatan pasien dengan struma. Dalam markum hms, sudoyo haw,
effendy s, setiati s, gani ra, alwi i (eds). Naskah lengkap pertemuan ilmiah tahunan ilmu
penyakit dalam 1997. Jakarta. 1997:207-13.

Subekti i. Struma nodosa non-toksik (snnt). In simadibrata m, setiati s, alwi i,


maryanto, gani ra mansjoer a (eds). Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit
dalam. Jakarta: pusat informasi dan penerbitan bagian ilmu penyakit dalam fkui,1999:187-9

Soebardi s. Pemeriksaan diagnostik nodul tiroid. Makalah jakarta endocrinology


meeting 2003. Jakarta, 18 oktober 2003.

Jameson jl. Weetman ap. Disoders of the thyroid gland. In braunwald e, fauci as,
kasper dl, hauser sl, longo dl, jameson jl. Harrisons principles of internal medicine 15 th ed.
Newyork. Mcgraw-hill, 2001.2060-84.

KISTA TIROID
Pengertian

Nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10-25 % dari seluruh nodul
tiroid
Insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan dengan
nodul solid. Pada nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan
suatu keganasan
Sebagian nodul kistik mempunyai bagian yang sulit.

Diagnosis

Seperti pada struma Nodusa Non Toksik


Anamnesia umum :

Sejak kapan benjolan timbul

Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau


tetap

Cara membesarnya cepat, atau lambat

Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar


menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja

Riwayat keluarga

Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu


kecil/muda

Perubahan suara

Penurunan berat badan

Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan Fisik

Umum

Lokal

Nodus tunggal atau majemuk

Nyeri tekan

Konsistensi:kistik

Perlekatan pada jaringan sekitarnya

Pendesakan atau pendorongan trakea

Pembesaran kelenjar getah bening regional

Pembertons sign
Penilaian Resiko keganasan :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik
penyakit tiroid jinak, tetapi tetap sepenuhnya menyingkirkan
kemungkinan kanker tiroid.

Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa


jinak

Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau


penyakit tiroid atutoinum

Gejala hipo atau hipertiriodisme

Nyeri berhubungan dengan nodul

Nodul lunak, mudah digerakkan

Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi


sama
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan
keganasan tiroid :

Umur < 20 tahun atau > 70 tahun

Gender laki-laki

Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan napas

Pertumbuhan nodul cepat (beberpa minggu-bulan)


Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau
dewasa (juga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak)
Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
Nodul yang tunggal, terbatas tegas,, keras ireguler dan
sulit digerakkan
Paralisis pita suara
Temuan infadenopati vertikal
Metastasis jauh (paru-paru dll)

Langkah diagnostik I : rSHs, FT4


Bila hasil non-toksis langkah diagnotis II
fungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista tiroid
Diagnosis banding

Pemeriksaan
Penunjang

Kista tiroid
Kista degenerasi
Karsinoma tiroid

USG tiroid
dapat membedakan bagian padat dan cair
dapat untuk memandu BAJAH, menemukan
bagian solid,
gambaran USG Kista = kurang lebih bulat,
selutuhnya hipoekoik sonolusen, dinding tipis

Gitologi cairan kisata dengan prosedur sitospin

Biospi aspirasi Jarum Halus (BAJAH) pada bagian yang


solid
-

Terapi

Fungsi aspirasi pada cairan kista :


Bila kista regresi
observasi
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah
Pungsi aspirasi dan observasi
Bila kista rekurens klinis kecurigaan ganas tinggi
Pungsi aspirasi dan observasi

Komplikasi

Tidak ada

Prognosis

Dunia dan Bonam, tergantung type dan jenis histopatologinya

Wewenang

Dokter spesialis penyakit dalam dan PPDS penyakit dalam

Unit yang menangani

Divisi metabolik endokrinologi, dept ilmu penyakit dalam FKUI /RSUPN


CM
Departemen patologi klinikFKUI / RSUPN CM
Departemen patologi anatomik FKUI /RSUPN CM
Sub bag. Kedokteran nuklir, departemen radiologi FKUI / RSUPN CM
Sub bag. Bedah tumor , departemen bedah FKUI / RSUPN CM

Unit terkait

Referensi :
1. Kariadi SHKS. Struma non-Toksis dalam Waspadji S, et.al (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi.3, Jakarta, Balai Penerbit FKUI :757-65
2 Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma Dalam Markum HMS, Sudoyo HAW. Efendy S,
Setiati S, Gani RA.Alwi I (eds) Naskah Lenghkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam
1997, Jakarta 1997:207-13
3. Subekti I, Struma Non-Toksis (SNNT) In Simadibrata M, Setiadi S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA,
Mansjoer A (eds). Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Jakarta : Pusat
Informasi dan penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1999:187-9

4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul Tiroid. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting


2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.

BRADIARITMA
No.Dokumen :
Pengertian

No. Revisi :

Hal.

Perlambatan denyut jantung dibawah 50 kali/menit yang dapat


disebabkan oleh disfungsi sinus node, hipersensifitas/ kelainan sistem
persarafan dengan dan atau adanya gangguan konduksi atrioventrikular.
Dua keadaan yang sering ditemukan.
1.

Gangguan

pada

sinus node (sick sinus syndrome)


2.

Diagnosis

Gangguan konduksi
antrioventrikular/blok AV (AV block) : Block AV derajat satu, blok AV
derajat dua, blok AV total.

Gangguan pada sinus nodc (sinc sinus syndroma)


Keluhan

Penurunan curah jantung yang bermanifestasi dalam bentuk


letih, pening, limbung, pingsan

Kongesti pulmonal dalam bentuk sesak napas

Bila disertai takikardia disebut braditakiaritmia; terdapat


palpitasi, kadang-kadang disertai angina pektoris atau sinkop
(pingsan)

Dapat pula menyebabkan kelainan /perubahan kepribadian,


lupa ingatan, dan emboli sistemik.
EKG

EKG monitoring baik selama dirawat di rumah sakit maupun


dalam perawatan jalan (ambulatory /holter ECG monitoring), dapat
menemukan kelainan EKG berupa bradikardia sinus persisten.
Blok AV
Blok AV derajat Satu
Irama teratur dengan perpanjangan interval PR melebihi 0,2 detik
Blok AV derajat dua
Mobitz Tipe I (Wenckebacin)
Gelombang P bentuk normal dan irama aturan yang teratur
pemanjangan PR secara progresif lalu terdapat gelombang P yang tidak
dihantarkan, sehingga terlihat interval RR memendek dan kemudian
siklus berulang kembai
Mobitz Tipe III
Irama atrium teratur dengan gelombang P normal. Setiap gelombang P
diikuti gelombang QRS kecuali yang tidak dihantarkan danbisa lebihd
dari 1 gelombang P berturut-turut yang tidak dihantarkan. Irama QRS
bisa teratur atau tidak teratur tergantung pada denyut yang tidak
dihantarkan. Kompleks QRS bisa sempit bila hambatan terjadi pada
berkas his namun bisa lebar seperti pada block cabang berkas biola
hambatan ini pada cabang berkas.
Blok Total AV (complete AV block)
Hambatan total konduksi antara antrium dan ventrikel. antrium dan
ventrikel masing-masing mempunyai frekuensi sendiri (frekuensi
ventrikel < frekuensi antrium)
Keluhan :
Sinkop, vertigo, denyut (< 50 kali/menit)
EKG

Disosisasi antriventrikular
Denyut atrium biasanya lebih cepat.

Diagnosis banding
EKG 12 sadapan
Rekaman EKG 24 Jam
Ekokardiografi
Angiofrafi Koroner
ESP (electrophysiologu Study).
Gangguan pada sinus done (sick sinus Syndrome)
Pada keadaan gawar darurat :
Dapat diberikan sulfas atropin (SA) n0,5.1 mg IV (total (O,04 mg/kgBB)
jika tidak ada respon diberikan drip isopreterenol dimulai dengan dosis 1
ug/menit samai ug/kg /menit secara bertahap. Kemudian dapat
dilanjutkan dengan memasang pacu jantung, tergantung sarana yang
teredia (transcustaneus temporary pace maker dan transvenous
temporary pace maker).
Blok AV
Pengobatan hanya diberikan pada penderita yang simtomatik walaupun
demikian etiologi penyakit dan riwayat alamiah ikut menentukan
tindakan selanjutnya.
Bila penyebabnya obat-obatan maka harus dihentikan demikian pula
bila penyebabnya oleh karena faktor metabolik yang reverensibel maka
faktor-faktor tersebut juga harus dihilangkan (seperti hipotiroidisme,
asidosis, gangguan elektrolit dan sebagainya). Bila penyebab yang
mendasarinya diketahui dan bila hal itu bersifat sementara, maka
mungkin hanya perlu diberikan pengobatan sementara (pacu jantung
sementara) seperti pada infark miokard akut inferior. Pada penderita
yang simptomatik, perlu dipasang pacu jantung tetap.

Komplikasi

Blok AV total
Pada keadaan gawat darurat (simptomatik/asimptomatik) dapat
diberikan sulfas atropin (SA) 0,5-1 mg IV (total 0,04 mg/kgBB). Atau
isoproteronel. Bila obat tidak menolong, dipasang alat pacu jantung
sementara selanjutnya pemasangan pacu jantung permanen.
Sinkrop, tromoemboli bila disertai takikardia, gagal jantung

Prognosis

Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi

Wewenang

Dokter spesialis penyakit dalam dan spesialis jantung.

Unit terkait

Anestesi, ICCU/ICU

Referensi :
1. Penggabean MM, Braiaritma. Dalam. Dalam : Simadibrata M, Setia S, Alwi I, Maryantoro,
Gani RA, Mansjoer A.eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI 1999Lp 161-5
2. karo KS. Distritma Dalam : Rilantoro LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono PS, eds.Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta Balai Penerbit FKUI 1999: p, 275-88.
3. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. Dalam :Dalam:
Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H H.et.al, eds.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga Jakarta; balai Penerbit FKUI
1996:p.1005-1014.

EDEMA PARU (KARDIAK)


No. dokumen

Pengertian

Diagnosis

No. revisi

Hal.

Akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peninggian


Tekanan intravaskular
Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalarn waktu singkat
jam atau hari) disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa
kemerahan
Pemeriksaan fisik :
1. Diagnosis sentral
2. sesak nafas dan bunyi napas melalui mukus berlebih
3. Ronkhi basah nyari di basal paru kernudian memenuhi hampir
Seluruh lapangan paru; kadang-kadang disertai ronki kering
dan Ekspitasi yang mernanjang akibat bronkospasme
sehingga disebut asma kardial
4. Takikardia dengan gallop S3
5. Murmur bila ada kelainan katup
Elektrokardiografi :
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi
atrium, tergantung penyebab gagal jantung
Gambaran infark, ILVH atau aritmia bisa ditemulkan
Laboratorium Gas darah menunjukkan PO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah
dan kemudian hiperkapria
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard
Foto toraks
Opasifilkasi hilus dan bagian basal paru kernudianrnakin kearah
apeks paru
Kadang-kadang timbul efusi pleura

Diagnosis Banding

Pemeriksaan
Penunjang

Ekokardiografi tergantung penyebab gagal jantung


- kelainan katup
- hipertrofi ventrikel (hipertensi)
- segmental wall motion abnormality (PJK)
- umunnya ditemukan dilatas; ventrikel kiri dan atrium kiri
Edema paru akut,-loii kardiak
Emboli paru
Asma bronkial
Darah rutin, ureurn, kreatinin, analisa gas darah, elektrolit,
unnalisa, foto toraks, EKG, Enzim jantung (CK-CKPMB,
Troponin T), Echocardiografl transtorakal, anglografi koroner

Terapi

1.
2.

3.
4.
5.

6.
7.
8.

9.
10.
11.
12.

Posisi duduk
Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bial perlu dengan
masker. Jika memburuk: pasien makin sesak, takipnu, ronki
bertambah. Pa02 tidak bisa dipertahankan > 60 mmHg dengan 02
konsentrasil dan aiiran tinggi, retensi C02, hipoventilasi, atau
tidak
mempu
mengurangib
cairan
edema
secara
adekuat:dilakukan
intubasi
endotrakeal,
suction
dan
ventilator/bipep
Infus emergensi
Monhor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada
Nitrogliscrin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral
0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit, Jika tekanan darah sistolik > 95
mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5
ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
Diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1
.ug/kfBB/menit bila tidak memberi respon dengan ritrat, dosis
dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis Terapi atau sampai
tekanan darah sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang Ladinya
mempunyai tekanan dwah
normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
Morfin sulfat : 3-5 ma iv, dapat diulangi tiap 25 menit. sarnpai
total dosis 15 mg
Diuretik : Furorosemid 4U-80 mg IV bo!us dapat diulangi atau
dosis ditngkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip kontinu sampai
dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam
Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi): Doparnin
21-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBG/menit untuk
menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkann sesuai
respon klinis atau keduanya.
Tromholitik altau revaskularisasi pada pasien infark miokard
Intubasi dan ventilator pada pasien, dengan hipoksia berat,
asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen
Atasi aritmia atau gangguan kondukis
Operasi Pada komr)l;kasi akut infark jantung akut, seperti
regurgitasi, VSD,
dan ruptur dinding ventrikel atau korda
tendinae.

Komplikasi

Gagal Napas

Prognosis

Tergantung Penyebab beratnya gejala dan respons terapi

Wewenang
Unit Terkait

Bedah toraks, Anastesi, ICCU / ICU

Referensi :
Panggabean MM, Suryadiprdja RM. Gaga! Jantung Akut dan Gagai Jantung
ronik. Dalarn Simadibrata M, Setiati S, Alwi 1, Maryantoro , Gani RA, Mansjoer
A, eds. Pedom3n Diagnosis dan Terapi di Bidang limu Penyakit Dalarn. Jakarta;
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalarn FKUl
1999: p 140-54.

ENDOKARDITIS INFEKTIF
No. dokumen

Pengertian

No. revisi

Hal.

Pengertian Inflamasi pacia endokard yang biasanya


melibatkan katup dan jaringan sekitarnva yang terkait dengan
agen penyebab infeksi
Kriteria Klinis Duke untuk Endokarditis Infektif (E1)
E1 definite:
Kriteria Patologis
Mikroorganisme: Gitemukan dengankultur atau histloogy
dalam vegetasi yang mengalami emboli atau dalam suatu
abses intrakardiak
Lesi patologis : vegetasi atau terdapat abses intrakardiak yang
dikonfirmasi dengwhistologis yang menunjukkan endokarditis
aktif.
Kriteria klinis :
menggunakan definis: spesif kedua kriteria mayor atau atau
mayor dan tiga kriteria minor atau lima kritpria miner
Kriteria mayaor :
1. Kultur darah positif untuk Endokarditis Infektif (E1)
A. Mikroorganisme khas konsisten untuk E1 dari 2 kultur
darah terpisah seperti tertulis dibawah ini:
(i)
Streptocrcci viridans; streptococcus bovis atau grit)
HACEK atau.
(ii) Community acquired Staphyloicocus aureus atau
enterococci tanpa ada focus prin-jer atau
B. Mikroorganisme konsisten dengan E1 dari kultur darah
Positif persisten didefinisikan sebagai
(i)
>- 2 kultur dari sample darah yang diambil terpisah
> 12 jam atau
(ii) Semua dari 13 atau mayeritas dari > kultur darah
terpisah (dennan saryiple awa! dan akhir diambil
terpisah 1 jam)
2. Bukti keterlibatan kardial
A. Ekokardiogram positif untuk E1 didefinisikan sebagai:
(i)
Massa intrakardiak oscilating pada ketup atau
struktur yang menyokong, di jalur aliran jet
regurgitasi atau pada material yang diimpiantasikan
tanpa
ada alternatif anatomi yang dapat
menerangkan, atau
(ii) Abses, atau
(iii) Tonjolan baru pada katup prosteteik atau
B. Gurgitasi valvular.yang baru terjadi (memburuk atau
berubah dari murmur yang ada sebelumnya tidak cukup)

Kriteria Minor
1. Predisposisi : predisposisi kondisi jantung atau pengguna
obat intravena

2. Demam : suhu 2- 38 OC
3. Fenomena vascular: embok& arteri besar, infark pulmonal
eptic, aneurisma mikotik, perdarahan intrakranial, perdarahan
konjungtiva, dari lesi Janeway.
4. Fenomena imunologis : glomerulonefritis, Osier's nodes, Roth
Spots, dan factor rheumatoid.
5. Bukti mikrobiologi : kultur darah positif tetapi tidak memenuffi
criteria mayor seperti tertulis diatas atau bukti serologis infektif
aktif oleh mikroorganisme konsisten dengan El
6. Ternuan kardiografi : konsisten dengan El tetapi tidak
yiemenuhi criteria seperti tertulis diatas
El possible
Ternuan kokrisisten dengan F-1 turun dari kriteria definite tetapi
tidak memenuhi kiteria rejected
El Rejected
Diagnosis alternatif tidak memenuhi manifestasi endokardits atau
resolusi manifestasi endokarditis dengan terapi antd:biotik
selama : < 4 hari atau
Tidak ditemukan bukti patologis El pada saat operasi atau
autops~ setelah terapi antibiotik < 4 hari
Diagnosis

Dernam reumatika akut dengan karditis


Sepsis
Tuberkulosis milier
Lupus eritematosus sistemik
Pasca gomerulonefritis streptokokal
Poliarteritis riedosa
Reaksi obat

Pemeriksaan
Penunjang

Darah rutin, EKG, foto toraks, echocardiografi, transesofagela


echocardiografi, kultur darah

Terapi

Oksigensi
Cairan intravena
Antiperitik
Antibiotika
Regimen yang dianjurkan (AHA)
1.
Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans

Penisilin G kristal 12-28 juta unit/24 jam iv kontinu atau


6 dosis terbagi selama 4 minggu atau seftriakson 2 g
1kali/hari iv atau im selama 4 minggu
Penisibn G kristal 12-28 juta unit/24 jam iv kontinu etau 6
dosis terbagi selama 2 minggu dengan gentamicin sulfat 1
mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2 minggu
Vankornicin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis
terbagi, tidak > 2g124 jam kecuali kadar serum dipantau
selama 4 minggu
2.
Endokarditis katup asli karena Str. Viridans dan Str. Bovis
relatif resisten terhadap Penisilin G
Penisilin G kristal 18 juta unit/24 jam iv kontinu atau dalam 6
dosis terbaqi selama 4 minggu dengan gentamicin sulfat 1
mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2 minggu
Vankornicin hiciroklurida 30 m91kg13B/24 jarn Wdalam 2 dosis
terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau
selama 4 minggu
3.
Endokarditis karena Enterococci
Penisifin G kristal 18-30 juta unit/24 jam iv kontinu atau dalam
6 dosis terbagi selarna 4-6 minggu dengan gentamicin sulfat
1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu
Ampisilin 12 g/24 jam/24 jam iv konfinu ataudalarn 6 dosis
terbagi selama 4 - 6 minggu dengan gentamicin sulfat
mg/kgBB dan atau tiap 8 jam selama 4-6 niinggu
Vankornicin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis
terbagi, tidak > 2g/24 jam selama 4-6 minggu dangan
gentamicip sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-3
minggu.
4.
Endokarditis karena Staflokokus tanpa materi prostetik
a. Regimen untuk Methnicilin Succeptible Staphyiocoecci
Nafsilin atau oksasilin 2 g IV tiap 4 jam se!ama 4-6
minggu dengan opsional ditambah gentamicin sulfat 1
mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 35 hari
b. Regimen untuk pasien alergi beta inktam
Cefazolin (atau sefalosporin generasi 1 lain dalam dosis
setara) 2 g iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu dengan
opsional ditambah. Gentamirin sulfat 1 mg/kgBU im atau
iv tiap 8 jam-selama 3-5 hari
Vankomicin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2
dosis terbagi, tidak > 2g/24 jarn kecuali kadar serum
dipantau selara 4-6 minggu
Operasi bila :

Bakteremia yang menetap setelah pemberian terapi medis


yang adekuat.

Gagal jantung kongestif yang tidak responsif terhadap terapi


medis

Vegetasi yang menentap setelah emboli sistemik dan

Ekstensi perivalvur.
Gagal jantung, emboli, aneurisma nektrotik, gangguan neurologi,
perikarditis

Komplikasi
Prognosis

Tergantung beratnya gejala dan komplikasi`

Wewenang
Unit Terkait

Bedah

Referensi
Alwi 1. Diagnosis dan Penatalaksanaan Endokarditis Intektif pada Penyalah guna Obat
Intravena. Dalam : Setiati S, Sudoyo AW, Alwi 1, Bawazier LA, Soejono CH, Lydia A, et al,
eds. Naskah Lengkap Pertemu;i,-Ilimiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2000. Jakarta; Pusat
Informasi dari Penerbitan Bagian limu Penyakit Dalam FKUI 2-1000: p. 171-186

FIBRILASI ATRIAL
No. dokumen
Pergertian

No. revisi

Hal.

Adanya irregularitas kompleks ORS clan gambaran gelombang f dengan


frekuensi antara 350-650 permenit.
Gambaran EKG berupa adanya-irregularitas kompleks QRS dan gambaran
gelombang f dengan frekuensi antara 350-650 permenit.
Kiasifikasi :
Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari :
1 Primer: bi!a tidak ditemukan kelainar struktur jantung dan kelainan
sistemik yang dapat menimbulkan aritmia
2. Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada
kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia

Diagnosis

Berdasarkan warktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha


konversi keirama sinus :
1 . Paroksismal, biia AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan
sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun
2. Persisten, bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti
dengan intervensi pengobatan atau tindakan.
3. Permanen bila AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi
pengobatan AF tetap tidak berubah
Dapat pula dibagi sebegai :
1. Akut, bila timibul kurano dari 48 jam
2. Kronik bila timbill lebih dari 48 jam

Diagnosis Banding

Pemeriksaan
Penunjang

Terapi

EKG bila peclu dengan Holter Monitoring bila menghadapi pasien


AF: Paroksismal
Foto toraks, ekokarrdiografi untuk mengetahui adanya penyakit
Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk kepentingan
akademik
Fibrilasi atrial paroksismal :
1.
Bila asimptomatik, tidak dibecikan obat antiaritmia, hanya diberi
penerangan saja.
2.
Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan, dan
tanpa kelainan janiing atau disertai kelainan, jantung minimal dapat
dibeci obat: penyekat beta atau obat anitaritmia kelas IC seperti
propafenon atau flekainid.
3.
Bila obat tersebut tidak berhasi!, dapat diberikan amiodaron.
4.
Bila dengan obat-obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan
terapi ablasi atau obat-obat antiaritmia lain.

5.

Bila disertai kelainan jantung yang Gignifikan,


amidaron merupakan obat pilihan.
Fibrilasi atrial persisten :
1.
FA tidak kembali ke irama sinus secara spontan
kurang dari 48 jam, perlu dilakukan kardioversi ke
irama sinus dengan obat-obatan (farrTiakologis)
atau elakirik tanpa pemberian antikoagulan
sebefumnya. Setelah kardioversi diberikan obat
antikoagu!an paling sedikit selama 4 minggu. Obat
antiaritrnia yang dianjurkan kelas IC (propafenen
dan flekainid).
2.
Bila FA lebih dar'i 48 jam atau tidak diketahui
lamanya maka pasien diberi obat antikoagulan
secara oral paling sedikit 3 minggu sebelum
diiakukan kardioversi farmakologis atau elektrik.
Selama periode tersebut dapat diberikan obat-obat
seperti digoksin, penyekat beta, atau antagonis
kalsium untuk mengontro! Laju irama ventrikel.
Aiternatif lain pada pasien tersebut danat diberikan
heparin dan dilakukan pemeriksaa, TEE untuk
menyingkirkan adanya trombus kardiak sebelum
kardioversi.
3.
FA persisten episode pertama, setelah
dilakukan kardioversi tidak diberikan obat antiaritmia
profila ksis Bila terjadi relaps dan perfu kardioversi
pad3 pasien ini dapat diberikan antisritmia prufilasis
dengan Penyakit beta, golongn kelas IC
(propafenon, flekainid), sutalol atau amiodaron.

Komplikasi
Prognosis
Wewenang
Unit tekait

Fibrilasi atrial permanen


1. Kardioversi tidak efektif
2. Kontrol laju ventrikel dengan digoksin, penyekat
beta, atau antagonis kalsium.
3. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan ablasi
nodus AV atau pemasangan pacemaker permanen.
4. FA resisten, penu pemberian antitromboemboli
Emboli, strok, trombus intrakardiak
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon
terapi
Bedah toraks, Anastesi ICCU/ICU

Referensi
4. Ismail D. Fibrilasi Atrial Aspek Pencegahan Terjadinya Strok. Dalam Dalam : Setiati S,
Sucloyo.AW, Alwi 1, Bawazier LA, Kasjmir Y, Mansjoer, A eds. Naskah Lengkap.Pertemuan llmiah
Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2001. Jakarta; Pusat Informasil dan Penerb.ftan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI 2000: p.97-114
5. Karo KS. Disritmia. Dalam : Rilantono LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono PS, eds.Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta, Balai Penerbit FKU 1999: p. 275-88.
6. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan lrama Jantung Yang Spesiflk. Dalam Dalarn : Sjaifoellah N,
Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penvakit
Dalam Jilid 1, edisi ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI 1996: p. 1BOOS- 1014.
7. Makmun LH. Gangguan lrama Jantung . Dalam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi 1, Maryantoro,
Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta; Pusat Informasi clan Penerbilan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FKU1 1999: p 155-60.

GAGAL JANTUNG KRONIK


No.
No.revisi
Hal.
dokumen
Sindrom Klinis yang kompleks akibat ke!ainan fungsi atau struktural
jantung yang mengganggu kemampuan jantung untuk berfungsi
sebagai pompa.
Anamnesis :
Dispnea on effort; Orthopnea; Paroksismal nokturnal dispnea; Lemas;
Anoreksia clan mual; Gangguan mental pada usia tua
'

Pengertian

Pemeriksaan fisik :
Takikardlia, gallop bunyi jantung ketiga ; Peningkatan ekstensi vena
jaguiaris . Refluks hepatojugular; Puisus alternans;
Kardiocnegali;
ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa meluas d! kedua lapang
paru bila gaga! jantung berat; Edema pretibial pada pasien yang rawat
jalan, edema sakral pada pasien tirah baring.
Efusi pleura, lebih sering pada paru kanan daripada paru kiri. Asites
sering terjadi pada pasilen dengan penyakit katup rnitral clan
perikarditis konstriktif ; Hepatomegali, nyeri tekan dapat diraba pulsasi
hati yang berhubungan dangan hipertensi vena sistemik; Ikterus,
berhubungan dengan peningkatan kedua bentuk bilirubin; Ekstremitas
dingin, pucat da.n berkeringat
Diagnosis

Perneriksaan Penunjang :
Foto rontgen dada : Pcmbesaran jantung, distensi vena pulmonal dan
redistrl'businya ke apsks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke
apeks) , peningkatan tekanan vaskular pulmonar; Efusi pieura,
kadang-kadang.
Elektrokardiografi:
Membantu menunjukkan etiologi gaga] jantung (infark, iskemia,
hipertrofi, dan lain-lain) Dapat ditemukan low voltage, T inversi, Qs,
depresi ST, dan lain-lain.
Laboratoratorium :
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit),
hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fngsi liver, clan lipid darah Uriwilisa
untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria.
Ekokardiografi :
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang
fungsi clan struktur jantung, katup dan perikard. Dapat ditemukan
fraksi e.jeksi yang rendah < 35%-40% atau normal, kelainan katup
(mitral stenosis, mitral regurgitasi,

trikuspid stenosis atau trikuspid regurgitasi), LW, dilatasi atrium kiri,


kadang-kadang ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan,
efusi perikard, tamponade, atau perikarditis
Kriteria diagnosis :
Kriteria Framingham
Kriteria mayor :
Paroksisma! noKturnal dispnea
Distensi vena-vena leher
Peningkatan vena jugularis
Ronkhi
Kardiomegali
Eriema paru akut
Gallop bunyi jantung Ill
Refluks hepatojugular positir
Kriteria Minor :
Edema ekstremitas
Batuk malam
Dispne pada aktivitas
Hepatomegalai
Efusi pleura
Kapasitas vitai berkurang V3 dari normal
Takikardia ( > 120 denyut permenit)

Diagnosis Banding

Pemeriksaan
Perunjang

Mayor atau minor :


Penun snan berat badan ; > 4,5 kg dalam 5 hari terapi
Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria
mayor dan dua kriteria minor
1. Penyakitparu: pneumonia, PPOK, asmaeksaserbasi akut, infeksi
paru berat misainya ARDS, embcli paru)
2. Penyakit ginjal : gagal ginjal Kronik, sindrom nefrotik
3. Penyakit hati : sirositi hepatis
Pemeriksaan Penunjang :
Fotc, rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris clan
redistribusinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke
apeks) , peningkatan tekanan vaskular pulmonar; Efusi pleura, kadangkadang.
Elekrtrokardiografi
Membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infark, iskemia,
hipertrofi, dan lain-lain)
Dapat ditemukan low voltage, T inversi, Us, depresi ST, dan iain-lain
Laboratorium
Kimia darah (termasuk ureum, kreat'bnin, glukosa, elektrolit),
hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fngsi liver, dan lipid darah Urinalisa
untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria.

Ekokardiografi :
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi
clan struktur jantung, katup clan perikard.Dapat diternukan fraksi ejeksi
yang rendah < 35%-40% atau normal, kelainan katup (mitral stenosis,
mitial regurgitasi, trikuspid stenosis atau trikuspid stenosis, atau
trikuspid raguargitas, LVH, dilatasi atrium kiri, kadang-kadang
ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard,
tamponade, atau pprikardit;s
Non farmakologi :
1. Anjuran, umum
a. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan
pengobatan
b. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kemarnpuan fisisk dengan profesi yang
masih bisa dilakukan
c. Gagal jantung berat harus menghidari penerbangan panjang
d. Vaksin ast tei hadap infeksi influensa dan pneumokokus bila
mampu
e. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal :antung sedang dan berat,
penggunaan hormon dosis rendah, masih dapat dianjurkan

Terapi

2. Tindakan umum :
a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagl jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada
yang lainnya
d Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3.5 kali/minggu seiarna 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70, 80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung
ringan dan sedang)
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi
akut
3. Farmakologi
a. Diuretik.
Kebanyakan
pasien
dengan
gagal
jantung
membutuhkan paling sedikit diuretik regular dosis rendah tujuan
untuk mencapai tekanan vena jugularis normal clan
menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretik
atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik dosis diuretik dapat
dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop
diuretik dan tiazid. Diuretik hemat kalium, pironolakton, dengan
dosis 25-150 mg.ihari. dapat mengurangi mortalitas pada pasien
dengan gagal jantung sedang sampai berat (Klas fungsional IV)
yang disebabkan gagal jantung sistolik.

Kornplikasi

b. ACE
inhibitor,
bermanfaat
untuk
menekan
aktivasi
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan
disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis
rendah, dititrasi selama bcberapa mieiggu sampai dosis yang
efektif.
c. Beta bloker, bermanfaat sama seperti ACE inhibitor. Pemberian
mulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa i-ninggu
dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan
bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional
II dan Ill. Beta bloker yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersaina-sama dengan ACE
inhibitor dan diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor, dapat digunakan bila ada
kontraindikasi penggunaan ACE inhibitor.
e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide diffitrat memberi hasil
yang baik pada pasien yang intoleran dengan ACE inhibitor
dapat dipertimbangkan
f. Digoksin, diberikan untuk pasten simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan
fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor,
beta bloker.
g. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. ntikoagulan perlu
diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Transient Ischemic Attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmin ventrikel yang tidak nienetap.
Antiaritmia klas 1 harus dihindari kecuali pada aritmia yang
mengancam nyawa. Antiaritmia keles III terutama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan
untuk mencegah kematian mendadak.
i. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakar, kaisium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagai
antung.
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit

Prognosis

Tergntung klas fungsionalnya

Wewenang
Unit terkait

ICCU

Referensi :
8. Panggabean M1Vi, Suryadipraja RM. Gagal Jantung Mut dan Gagal Jantung Kronik.
Dalam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi 1, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, eds.
Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang lImu Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat
informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKU 1 1999: p 140-54.
9. ACC/AHA. ACCIAHA Guidelines for the Evaluation and Management of Chronic Heart Failure
in Adult: Execullive Summary. A Report of The American College of Cardiology/ Arnerican
Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the 1 995 uidelines
for the Evaluation and Management of Heart Failure). Circulation 2001; 104:2996-3007.

TAKIKARDIA ATRIAL PAROKSISMAL


No.
No.revisi
Hal.
Dokumen
Takikardia yang terjadi karena perangsangan vang berasal dari AV
node dimana sehagian rangsangan antegrad ke ventrikel sebagian e
atrium
'

Pengertian

Diagnosis

Gelombang P dapat negatif di depan kompleks QIRS, terletak di


belakang kompleks QRS atau sama sekali
tidak ada karena
Diagnosis berada dalam kompleks QIRS.
Jarak R-R teratur
Kompleks QRS langsing, kecuali pada Rate ascendent aberrant
conduction

Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Penunjang

EKG 12 sandapan
Rekaman EKG 24 jam
Pemeriksaan Efektrofisiologi
Ekokardiografi
Angiograft koroner
TEE (Transesofageal Echocardiografi)

Terapi

1. Manipulaso saraf autonom dengan manuver valsava, eye


ball pressure sinus karotikus dan sebagainya
2. Pemberian obat yang memblok nodu AV
a. Adenosin atau Adenosin Tri Phosphate (ATP) IV.Obat ini harus
diberikan secara IV dan cepat
b. Verapamil IV
c. Obat panghambat beta
d. Dipitalisasi

Kompilasi
Prognosisi
Wewenang
Unit terkait

Pilihanutama adalah ATP dan verapamil.


3. Bila sering berulang dapat dilakukan bablasi dengan terlebih
dahulu EPS untuk meneniukon lokasi bypass tract atau ICD
(Defifibrillator Intra Kardinal)
Emboli, kematian mendadak
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi
Anestesi, ICCU/ICU

Referensi
1O. Karo KS. Disritmia. Dalam Rilantono LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono PS, eds.Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta, Balai Penerbit 17KU1 1999: p. 275-88.
11. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan lrarna Jantung Yang Spesifik. Dalam bellah N, Waspadji S;
Rechman M, Lesmana LA, Vvidodo D, Daiam : Sjaif, Isbagio H, et al, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKUI1996: p. 1005-1014.
12. Makrnun LH. Gangguan Irama Jantung. Dalam: Simadibrata M, Setiati S, Alwi Maryantoro,
Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta; Pusat informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKU1 1999: p 155-60.

PERIKARDITIS
No. dokumen
Pengertian

No. Revisi

Hal.

Peradangan pada perikard parietalis, viseralis atau kedua-duanya,


yang dapat bermanifestasi sebagai :
1. Perikarditis akut
2. Efusi perikard tanpa tamponade
3. Efusi perikard dengan tanpa tamponade
4. Perikarditis konstriktiva
Tergantung manifestasi klinis perikarditis
A. Perikarditis akut :
Sakit dadp tiba-fiba substernal atau prekordial, yang berkurang
bila duduk dan bertambah sakit bila menarik napas (sehingga
perlu dibedakan dengan pleuritis) Perreriksa3n f:,sik: friction rib
2-3 kernponen EKG: ST elevasi cekung (bedakan derigan
Infark jantung akut dan repolarisasi dini) Foto jantung normal
atau membesar.
B. Tamponade
Awal : peninggian tekanan vena jugularis dengan cekungan X
prominen dan hilangnya cekungan Y (juga terlihat pada CVP)
Kemudian : Kusmaull sign (peninggian tekanan vena jugularis
pada saat inspirasil)
Pulsus paradoksus (penururan tekanan darah - 12-15 mm/Hg
pada inspirasi, terlihat pada arterial lilne atau tensimeter)

Diagnosis

Penurunan tekanan darah umumnya disertai Pekak hati yang


meluas, bunyi jantung melemah, friction rub, takikardia. Foto toraks
menunjukkan
-

Paru normal kecuali bila sebabnya kelainar peru seperti turnor

Jantung membesar membentuk kendi (bila cairan > 250 ml)

EKG low voltage, elektrikal alternans (gelombang QRS saja,


Ptau P, QIRS dan T)

Ekokardiografi : efusi perikard moderat sarripai berat, swinging


heart dengan kompresi diastolic vena kava inferior, atrium
kanan dan ventrikel kanan - Katelherisasi : peringgian taka.nan
atrium kanan dengan gelombang X prominen serta gelomba ' ng
Y menurun atau menghilang. Putsus paradoksus dan ekualisasi
tekanan diastolic di ke 4 ruang jantung (atrium kanan, ventrikel
kanan, ventrikel kiri dan PCW).

C. Perikarditis Konstriktiva
Kelelahan, denyut jantung cepat, dan bengkak. Pemeriksaan
fisik menunjukkan tanda gaga] jantung seperti peningkatan
tekanan vena jugularis dengan cekungan X elan Y yang
rominen, hapatomegali, asite,3 dan edema Puisus paradcksus
(pacia ben'tuk subakut) End dia-sto!tc sound (kncck) (lebih
sering pada krorvK) Kusn, aull sign (peninggian tek-anan vena
jugularis Pada inspirasil tewtama pada yang kronik. Foto
toraks : kaisifikasi perikard, jintung bisamernbesar tapi bisa
normal.
CT Scan dan MR1 bisa mengkonfirmasi foto toraks, Bila CTOcan/MR1 normal maka diagnosis perikarditis konstriktiva
hampir pasti sudah bisa disingkirkan Kateterisasi menunjukkan
perbedaan tekanan atrium kanan, diastolic ventrikel kanan,
ventrikel kiri, dan rata-rata PCW < 5 mmHg. Gamba, an di dan
plateu pada tekanan ventrikel.

Diagnosis Banding

Perikard-itis akut:
Infark jantung akut, emboli paru, pleuropneumonia, diseksi
aorta, akut abdomen
Efusi Pleuraltamponade:
Kardiorniopati dilatasi atau gagal jantung, emboli Paru
Perikarditis konstriktiva
Kardiomiopati restriktif

Perneriksaan
Penunjang

EKG, foto toraks, ekokardiografi (terutama bila terangka


pericardial efusion), Kateterisasi, CT Scan, MRI

Terapi

Perikarditic akut:
- Pasien harus dirawat inap dc-in istirahat baring untuk niemastikan
-

diagnosis dan diagnosis barding serta melilIat kemungkinan


tedadinya taniponade
Simptomaik dengan aspirin 650 mg14 jam atau OAINS
indometasi 25- 50 mg16 jam. Dapat ditambahkan morfin
2-5 mg16 jam atau petidin 25-0 mg/4jam, hindarkan steroid
karena sering menyebabkan ketergantungan. Bila tidak membaik
dalam 72 jam, maka prednison 60-80 mg/hari dapat
dipertimbangkan selama 5-7 hari dan kemudian tapering off.
Caril etiologi/kausal

EFUSI PERIKARD
-

sama dengan penkarditis akut, disertai pungsi perikard untuk


diagnostik

Perikariosentesis perkutan
Bila belum bisa dilakukan perikardiosentesis

TAMPONADE JANTUNG

perkutan, infus normal satin 500 mi dalam 30-60


menit disertai dobutamin 2-10 uglkgBB/menit atau
isoproterenol 2-20 ug/menit
- Kalau perfu membuat-jendela pericardial dengan
a. Dilatasi baton melatui perika ordiostoiii jarum perkutan
b. Per-bedahan (dengan mortalitas sekitar 15%) untuk
membuat jendela pericardial dapat diiakukan bila : tidak
ada cairan yang keluar saat perikardiosentesis, tidak
membaik dengan perikardiosentesis, kasusanya trauma
- Pembedahan yang dapatditakukan:
1. Bedah sub-xyphoid perikardiostcni
2. Reseksi perikard local dengan bantuan video
3. Reseksi perikard anterolateral jantung
- Pengobatan kausal : bila sebabnya antikougulan, harus
dihentikan anti biotik antituberkulosis, atau steroid
tergantung
tioiogi, kemoterapi intraperikard bila
etiologinya tumor.
PERKARMTIS KONSTRIKITIVA
Bila ringan diberikan diuretika atau dapat dicoba OAINS
Bila progresif, dapat ditakukan perikardiektomi
Komplikasi

Prognosis

Perikarditis akut:
Chronic relapsing perikarditis, efusi perikard, tamponade,
perikarditis konstriktiva
Efusi perikard/ tamponade
Henti jantung, aritmia : fibrilasi atrial atau flutter, perikarditis
konstriktiva.
Tergantung beratnya gejala dan komplikasi yang tedadi

Wewenang
Unit terkait

Bedah toraks

1. Isrn. ail D, Panggabean MM. Perikarditis. Dalam : Sjaifoellah, N, Waspadji S,


Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et at, eds. Buku Ajar lImu Penyakit
Dalam Jilid 1, edisi ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FK1-11 1996: p. 1077- 1081.
2.

Panggabean MM, Mansjoer H. Perikarditis. Dalam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I,


Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis danTerapi di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penertultan Bagian Ilmu Pennyakit Dalam.
HKIII 1999: p 173-177.

SYNDROM KORONER AKUT


No. Dokumen

Pengertian

No. Revisi

Hal.

Suatu keadaan pgvialt ciarurat jantung dengan manifestasI klinis


perasaan tidak enak di dada atau gejala -gejala lain sebagai akibat
iskemia miokard.
Pengertian Sindrom koroner akut mencakup
1. Infarl. miukad akut dengan elevasi segmen ST
2. Infark miokard akut tanpa eievasi segrnen ST
3. Angina pektork tak stabil (unstabie angina pectoris)
Anamnesis :
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal,
dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa
terbakat, sepedi dituz;uk, rasa diDeras rian dipe!intir. nyeri menjalar ke
leher, lengan kiri, mandibula, gigi punggun/linterskapu!a, dan dapipt
juga!ee lencian kR-nan. Nyeri membaik atau hilang dengan istiranat atau
obat nitrat, atau tidak . Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stress emosi,
udara dingin, dan sesudah makan. Dapat sertai gejala mual,
muntah, sulit bernapas, keringat dingin, dan lemas.

Diagnosis

Diagnosis Banding

Pemeriksaan
Penunjang

Elektrokardiogram :
Angina pektorib tidak stabil : depresi segmen ST dengan, atau tanpa
inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada
nyeri, tidak dijumpai gelombang Q Infark miokard ST elevasi : hiperakut
T, elevasi : depresi sagmen ST, gelombang Q inversi gelombang T.
Infark. miokard non ST Cievasi : depresi sagmen ST, inversi. gelombang
T dalam.
Petanda BiokimiaCK, CKMB, Troponin-T, D11Enzim meningkat winimal
2X nilai batas atas normal
Angina pektors tak stabi! : infark miokard akut,
Infark miokard akut : diseksi sorta, perikarditis altu, emboli paru akut,
penyakit dini iding dada, Sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal
seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme atau ruptur
sofagus, kofesistitis akut, tukak lambung, dan panki-eatitis akut.
EKG
Pcnieriksaan Foto rontgen dada
Petanda biokimia : darah rutin, CK, CKMB, Troponin T, dll,
profil lipid, qula darah, ureurn kreatinin
Echocardiografi
Treadmill tes (untuk stratifikasi setelat, infark miokard)
Angiografi koroner

Terapi

Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU) Pasang infus


intravena dengan Nacl 0,9% atau dekstrosa 5% Oksigenisasi
dimulai dengan 2 liter lmenit 2-3 jam, dilanjutkar, bila sarutasi
oksigen arteri rendah (< 90%)
Diet : puasa sampai bebas nyeri, kernudian'diet cair.
Selanjuinya diet jantung.
Pasang monitor EKG secara kontinu
Atasi nyeri dengan :
Nitrat sublingual/transdermal/ nitrogliserin, intravena
titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg),
bradikardia (< 50 kalilmenit), takikardia.
Atau
Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5
menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg
intravena atau tramadol 25-50 mg intravena
Abtrombmotik
Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransil tidak
responsif diganti dengan tikiopidin atau klopidogrel.
Tromholitik dengan sireptokinase 1,5 Juta U dalam 1 jam atau
aktivator plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan
dengan o,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5
mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika Elevasi segmen ST
> 0,1 mV pada dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan
atau > 0,2 mV pada dua tau lebih sadapan prekordial berdampingan,
waktu mulai nyeri dada terapi sampai terapi < 12 jam, usia < 75
tahun Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard
akut.
Antikoagulan:
Heparin direkornenclasikan untuk
pasien yang menjalani
revaskularisasi perkutam atau bedah, pasien dengan risiko tinggi
terjadi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas,
fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel
kiri yang tidak ada
kontra'.ndikasi heparin. Hepprin diberikan dengar, target aPTT 1,5 2 kali kontrol. Pada angina pektoris tak stabil heparin 5000 unit bolus
intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina
terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kah nilai kontrol.
Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan
heparin bolus intravena 5000 unit dilanjutkan dengan infus selama
rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan diberikan
sampai saat pulang rawat. Pada penderita dengan trombus
vertrikular atau dengan diskinesi yang luas di dacrah apeks
ventrikel kiri antikoa
guian oral diberiKan secara tumpang tindih dengan heparin sejak
beberapa hari sebelurr heparin dihentikan.
Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan
mmenyesuaikan nilai INR (2-3) Atasi rasa takut atau cemas

Diazepam 3 X 2-5 mg oral atau IV


Pelunak tinja : Jaktulosa (laksadin) 2 X 15 ml
Beta bloker dibenkan bila tidak ada kontraindikasi
ACE inhibitor diberikan bila keadaan mengizinkan terutama pada infark
miokard akut yang luas, atau anterior, gagal janung tanpa hipotensi,
riwayat infark milokard .
Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST
elevasi atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi
Atasi komplikasi :
1 . Fibrilasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasine dengan gangguan
hemodinamik berat atau iskemia intraktabel
Digitalisasi cepat
Beta bloker
Diltiazem atau verapamil bila beta bloker
dikontraindikasikan
Heparinisasi
2. Fibrilasi ventrikel
DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200
J jika tak berhati harus diberikan Rhock kedua 200-300 J
dan jika perlu shock ketiga 350 J
3. Takikardia ventrikel
VT polimorfik menetap (> 30 detik) atau menyebabkan
gangguan
hemodinamik: DC Shock unsynchronized dengan energi
awal 200 J jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J
dan jika perlu shock ketiga 360 J
VT monomorfik yang menetap diikuti anina, edema paru atau
hiptensi harus diterapi dengan DC shock synchronized
energi awal
100 J. Enerai dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal
VT monomorfik yang tidak disertai angina, ederna paru atau
hipotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg/kgBB. Bolus tambahan 0, 5-0, 75
mg/kgBB tiap 5-10 menit sampai dosis loading total
maksimal 3 mglkgBB.
Kemusian loading dilanjutkan dengan infus 2-4 mg/menit (3050 ug/kgBB/mehit)
Atau
Disopiramid : bolus 1-2 mg.kgBB dalam 5-10 menit
dilanjutkan dosis pemellharaan 1 mg/kg BB/jam.
Atau
Amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5
ml/kgBB 20-60 menit dilanjutkan infus tetap 1 mg/memit se!
ama
6 mg/menit kemuffian infus pemelilaman 0,5 mg/menit
Atau
Kardioversi elektrik synchroiiJzed dimulai dosis 50 J
(anestesi sebelumnya)
4. Bradiaritmia dan blok
Bradikardia sinus simtomatik (irekuensi jantung < 50

Kali menit disertai hipotensi, iskernia aritmia ventrike escape)


Asistol ventrikel
Blok AV c-imtomatik terjadi pada tingkat nodus A\/ (derajat
dua tipe 1 atau derajat tiga dengan ritme escape kompleks
sempit) TeFapi dengan sulfas atropin 0,5-2 mg lsoproterenol
0,5-4 91menit bila atropin
gagal, sementara menunggu pacu jantung sementara
5. Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi
sesua standar pelyanan medis mengenai kasus ini
6. Pen, karditis Ar,pirin (160-325 mg/hari) Indometasin,
lbuprofen Kortikosteroid
7. Komplikasi mekanik Ruptur musktolus papHaris, ruptur
septurn ventrikel, ruptur dinding ventrikel ditatalaksana
operasi.
1 .Angina pektoris tak, stabil : payah jantung, syok Kardiogenik,
aritmia, infark miokard akut
2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) Kornplikasi
gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur korda, ruptur septum, rumtur
dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan
pembentukan rangsang, perikarditis, sindrom dresler, emboli paru.
Prognosis Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala,
tidaknya ada tidaknya komplikasi.
Wewenang
Unit Terkait

ICCU

Referensi :
1.
Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan. Sindrom Koroner Akut Akut. Dalam :
Bawazier LA. Alwi 1, Syam AF, Gustavian R, Marisjoer P, eds. Prosiding Simposium
Pendektan Holistik Penyakit Kardiovaskuler, Jakarta; Pusat Iformasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2001 : p.32-42.
2.
Harun S, Alwi 1, Rasyidi K. Infark Miokard Akut. Dalam . Dalam : Simadibrata M. Setiati S,
Alwi 1, Maryanioro , Gani RA, Mansjner A, eds. Pedoman Diagnos dan Terapi di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Jakaria; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI
1999: p 165-72
3.
Santoso. Tatalaksana Infark Miokard Akut. Dal.am: Subekti 1. Lydia Rumende CM, Syan AF,
Mansjoer A, Suproh.,~ita, eds. Prosiding Simpsosiu Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang
Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan llmu Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI 2000: p. 1-10.

REWATAN KARDIOGENIK
No. Dokumen
Pengertian

Diagnosis

Diagnosis Banding

Pemeriksaan
Penunjang

Terapi

No. Revisi

Hal.

Kegagalan sirkulasi akut karena ketidak mampuan dava pomna


jantung.
Trias tekanan darah < 90 mmHg, takikardia, dan oliguria
Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda C39al jantung
2. Kemungkinan : komplikasi infark miokard akut seperti ruptur
-septum interventrikel atau muskulus papilaris. Infark ventrikel
kanan pada infark inferior dimana denyut Jantung rendah karena
blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang tidak
kongestif.
Murmur : regurgitasi akut aorta, mitrai, stenosis anr4,3 bri, at, atau
trombosis. katup prostetik.
Eiektrckardiograf., :
1. Tanda iskernia. Infark, hipertrefi, low voltage
2. Aritmia : Av blok, bradiaritr-nia, takiaritmia
Foto toraks : opsisfikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian, makin
ke arah apeks paru. Kadang-kadang efusi pleura
Ekokardiografi
Kontraktilitas ventrikel k;ri atau veiltrikel kanan buruk
RWMA
Dilatasi ventrikel kiri atau atrium kiri atau arteri pulmonalis
Regurgitasi katup
Miksoma atrium
Efusi perikard dengan termponade
Kardiomiopati hipertrofik
Perukarditis konstriktiva
Syok hipovolemik
Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)
Syok distributif (syok arfilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat)
Infark jantung kanan
Darah rutin, ureum, kreatinin, analisa gas darah, elektrolit, foto
toraks, EKG, Enzim jantung (CK-CKMB, Troponin),
Echorardiografi, Angiografi koroner
13. Posisi 1/2 duduk bila ada edema parti kecuali hipotensi berat
14. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bial perlu dengan masker.
JiKa memburuk: pasien makin sesak, takipnu, renki bertambah,
Pa02 tidak bisa dipertahankan > 60 mm/Hg dangan 02 konsentrasi
dan aliran tinggi . retensi C02, hipoventilasi, atau tidak mempu
mengurangi cairan edema secara adekuat dilakukan intubasi
endutrakeal, suction dan ventilator
15. Infus emergensi

16. Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan


ditatalaksana untuk dekompresi dengan chest tube torakotomi
17. Atasi segera aritmia dengan obat atau DC
18. Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin 250500 mi kecuali ada edema paru akut. jika terapi cairan gagal pasang.
kateter Swan Ganz.
19. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagai jantung kanan bila ada
infark akut inferior
20. Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan
Ganz untuk mendapatkan PAWP. Jika pemberi= cairan kontraindikasi
a~au tidak efektif berikan vasopressor untuk rnempertahankan
tekanan darah. sistolik 100 mmgHg . Dopamin dimulai dengan 5
ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai target mempertahankan
tekanan arah atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan
norepinefrin bila tekanan darah < 80 mmgHg dengan dosis, 0,1 -30
ug/kgBB/menit. Jika tidak respon dengan dupanfill dapat juga
ditambahkan dobutamin dengan dosis titrasi 2,5 -2C ug/kgBB/menit.
Atau milrininonlarnrinon
21. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi
adekuat sambil menunggu tindakan intervensi bedah.
22. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk
mengurangi afterload dan memperbaiki fungsi pompa terutama
berguna pada hipertensi berat, edema paru, dekornpensasi katur).
Nitriogliserin sublingual atau intravena.
23. pet-oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10.menil. Jika tekanan darah sistolik > 95
mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 uglkgBB.
Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan
ritroprusid nitcoprusid 1V dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit tidak
memberi respon dcngan nitrat, dosis, dinaikKan sampai didapatkan
perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistoiik 85-90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital.
24. Bila perlu diberikan : Bila perlu : Dopamin 2-5 uglkgBB/menit atau
dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik.
Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis
25. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasier. Infark miokard
26. Intubasi dan ventflator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis
atau tidak berhasil dengan terapi oksigen
27. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
28. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi
dinding ventrikel atau korda tendinae.
Komplikasi

Gagal napas

Prognosis

Tergantung penyebab, beratnya gejala respon terapi

Wewenang
Unit terkait

Bedah toraks, anestesi, ICCU / ICU

Referensi :
1. Panggabean MM, Suryadipraja RM. Gagal Jantung Akut dan Gagal Jantung Kronk Dalam :
Simadibrata M, Setiadi S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A. eds. Pedoman Diagnosis
dan Terapi di Bidang lImu Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Pagian
Ilmu Penyakit Dalam FKU: 1999: p 140-54.
2. Trisnohadi HB. Syok kardiogenik. Dalam: Prosiding Simpsosium Penatalaksanaan Kedaruratan
di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu Bagian llmu Penyakit
Dalam FKUI : 2000: p. 11-16.
3. Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan, Sindrom Koroner Akut. Dalam :
Bawazier LA, Alwi 1, Syam AF, Gustaviani R, Mansjoer A, eds. Prosiding Simiposiurr.
Pendekattan Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta; Pusat Informasi dan Perierbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam, FKUI : 2001: p. 32-42.

FIBRILASI VENTRIKULAR
No. dokumen

No. revisi

Hal.

Pengertian

Tidak ditemukan depolwisasi ventrikel yang terorganisasi sehingga


ventrikel tidak mampu berkontraksi sebagai suatu kesatuan dengan
irama yang sangat kacau serta tidak terlihat qelombang. P, QRS
maupun T

Diagnosis

Kompleks QRS sudah berubah sama sekali


Amplitudo R sudah mengecil sekali.

Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Penunjang

EKG 12 sandapan
Rekaman EKG 24 jam
Ekokardiografi
Angiografi koroner
1.

Terapi

2.
3.

DC Shock dengan evaluasi dan Shock sampal 3 kali jika perlu 200
Joule, kemudian 200-300 Joule dan 360 Joule.
Resusitasi jantung paru selam3 tidak ada irama jantung yang afektif
(pulsasi di pembuluh nadi besar- tidak teraba).
Bila teratasi penatalaksanaan seperti takikardia ventrikular.

Kornplikasi

Emboli paru, emboli otak,henti jantung

Prognosis

Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi

Wewenang
Unit terka;t

Anestesi, ICCU/ICU

Referensi
13. Karo KS. Disritm, ia. Dalam- : Rilantono LI, Baraas F. Karo KS, Roebiono, eds.Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta, Balai Penerbit F1KU1 1990 p. 275-88.
14. Trisnohadi HB. KelaInar. Gancigilan lrama jantung Yang Spesifik. Dalam Dalam : Sjaifoellah
N, Waspiji S, Rachman M, Lesman LA, Widodo Disbagio H, et al, eds. Buku Ajar limu
Penyakit Dalam Jilid 1, edisi ketiga. Jakarta; Balai Penerbit F1KU1 1996 p. 1005-10114.
15. Makmun LH. Gangguan I.rama Jantung . Dalam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi 1,
Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang limu
Penyakit Dalam. Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian limu Penyakit Dalarn FKUI
1999-p 155-60.

AKIKARDIA VENTRIKULAR
No. dokumen
Pengertian
Diagnoses

No. revisi

Hal.

Tiga atau lebih kompleks yang berasal dari ventrikel secara


berurutan dengan laju lebih dari 100 per menit.
3. Frekuensi kompleks QRS meningkat, 150-200 Kali/menit
4. Kompleks QRS melebar
5. Hubungan ge!ombang P dan kompleks QRS tidak tetap

Diagnosis Banding Supraventrikular takikardia dengan konduKsi aberans


Pemeriksaan
Penunjang

Terapi

EKG 12 sandapan
Rekaman EKG 24 jam
Ekokardiografi
Angiografi koroner
Pemeriksaan elektrofisiologi
1. Atasi penyakit dasar: bila iskemia maka dilakukan revaskularisasi
koroner, bila payah jantung maka diatasi payah jantungnya
2. Pada k.eadaan akut:

Bila mengganggu hemodinamik: dilakukan DC Shock

Bila tidak mengganggu hemodinamik dapat diberikan


antiacitmia dan bi;a tidak berhasil dilakukan DC Shock
3. DC Shock diberikan dan dievaluasi sampai 3 kali (200 Joule, 200300 Joule, 360 Joule atau bifasik ekuivalen) jika perlu
4. Antiaritmia yang diberikan : liclokain atau arniodaron. Lidokain
diberikan mulai dengan bolus dosis 1 mg/kgBR 150-75 mg
dilanjutkan dengan rumatan 2-4 mg/kgBB. Bila masih timbul bisa
diulangi bolus 50 mg/kgBB. Untuk amiodaron dapat diberikan 15
mg/kgBB bolus 1 jam dilanjutkan 5 mg/kg BB bolus /drip dalam 2.4
jam sampai dengan 1000 mg124 jam. Untuk jangka panjang
Bilamana selama takikardia tidak memberikan gangguan
hemodinamik maka dapat dilakukan tindakan ablasi katete, dari
ventrikel kiri maupun ventrikular kanan. Hal ini terutarna untuk
ventrikular takikardia reentran cabang berkas. Bilamana selama
takikardia memberikan gangguan hemodinamik diperlukan tindakan
konversi dengan defibrilator, kalau perlu pemasangan defibrilatorjantung otomatik.

Komplikasi

Emboli paru, emboli otak, kematian

Prognosis

Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi

Wewenang
Unit terkait

Anestesi, ICCU/ICU

16. Karc KS. Disritmia. Dalm, Rilantono LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono, PS eds. Buku Ajar
Kardiologi Jakarta Balai Peberbit FKUI 1999 : p.27588
17. Trisnohadi HB, Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. Dalam : Dalam : sjaifullah
Dalam - Sjaifoebh N, Waspadil S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo Disbagio H, et al, eds.
Buku Ajar Ili-nu PenyakIt Dalam jilid 1, edisi ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKU1 1996.
p. 1005-1014.
18. Makmun LH. Ganaguan lrama Jantung . Dalam Simadibrata M, Setiati S, Alwi 1, Maryantore,
Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang limu Penyakit Dalam.
Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit FKUI 1990. p.155-60.

EKSTRASISTOL VENTRIKULAR
No. dokumen
Pengertian

Diagnoses

No. revisi

Hal.

Suatu kompleks ventrikular prematur timbul secara dini di salah satu


ventrikel akibat cetusan dini dari suatu fokus yang otomatis atau melalui
mekanisme reentri.
p.sinus biasanya terbenam dalam kompleks QRS, segment ST, atau
gelombang T
kompleks QRS muncul lebih awal dari seharusnya
QRS melebar ( > 12 detik)
Gambaran QRS wide and bizzare
Segment ST, dan gelombang T berlawanan arah dengan kompleks QRS
Bila karena mekanisme reentri maka interval anta kompleks
QRS normal yang mendahuluinya dengan kompleks
Ekskasistekventrikel akan selalu sama, bila berbeda makan maka asalnya
dari fokus fentrikel yang berbeda

Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Penunjang

EKG 12 sandapan
Rekaman EKG 24 jam
Ekokardiografi
Angiografi koroner
1.

Terapi

Komplikasi

tidak perlu diobati jika jarang, timbul pada pasien tanpa atau tidak
dicurigai kelainan jantung organik
2.
P pengobatan bila terdapat pada keadaan iskemia miokard akut
bigemini trigemini atau multifokal, alvo ventrikel.
3.
obat yang sering digunakan xllokain yang diberikan secara
intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB dilanjutkan dengan infus 2-4
mg/menit, obat alternatif.
Prokalnamid disuporamida, amidaron, meksiletin. Bila pengobatan
tidak perlu segera obat-obatan tersebut dapat diberikan secara oral.
VT/VK kematian mendadak

Prognosis

Tergantung penyebab geratnya gejala dan respon terapi.

Wewenang

Internist, internist cardiologist, cardiologist

Unit terkait

Area test, ICCU/ICU

Referensi :
19. Karo KS. Disriti-nia. Dalam : Rilantono LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono PS, eds.Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta, Balai Penerbit FKUI 1999: p. 275-88.
20. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan lrama Jantung Yang Spesifik. Dalam : Dalam : Sjaifoellah
N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1, edisi ketiga. Jakarta; Balai Denerbit F1KU1 1996: p. 1005-1014.

RENJATAN ANAFILAKSIS
EKSTRASISTOL VENTRIKULAR
No. dokumen
Pengertian

No. revisi

Hal.

Keadan gawat darurat yang ditandai dengan (hipotensi) penurunan


tekanan darah esitolik < 90 mmHg akibat respon hipersensifitas tipe I,
(adanya reaksi antigen dengan antibodi lg E)

hipotensi, takikardi, akrat dingin, oliguria yang dapat disertai


gejala klinis lain berupa.

Reaksi sistemik sedang: seperti reaksi sistemik ringan rasa


geli/gatal serta hangat rasa penuh di mulut dan tenggorokan, hidung
tersumbat dan terjadi edema disekitar mata, kulit gatal, mata berair,
bersin-bersin onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen.

Reaksi sistemik sedang seperti reaksi sistemik ringan, ditambah


spasme brorikus dan atau adema saluran nafas, sesak batuk, mengi,
angiodema, urtikaria menyuluruh, mual, muntah, gatal, badan terasa
hangat, gelisah, onset seperti reaksi anafiaktik ringan.

Reaksi sistemik berat: terjadi mendadak seperti reaksi sistemik


ringan dan sedang yang bertambah berat. Opasme bronkos edema
laring. Suara serak stridor sesak nafas, sianosis, henti nafas, edema
dan hipermolilitas saluran cerna sehingga sakit menelan, kejang
perut, diare dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan
kardiovakular, arimta jantung koma.
Diagnosis Banding Renjatan kardioganik, Renjatan hibovolemik

Diagnoses

Pemeriksaan
Penunjang

Darah rutin, ureun, kreatinin, elektrolit, analisis gas darah EKG


A.

Terapi

Untuk renjatan
1. Adrenalin larutan 1: 1000, 0,3-0,5 ml
Stromukan/stromukular pada tangan atas atau paha. Bila renjatan
anafilaksis disebabkan serangan serangga berikan suntikan
adrenalin kedua 0,1,0,3 ml pada tempat sengatan kecoak bila
sengatan leher, tangan dan kaki. Dapat dilanjutkan dengan infus
adrenalin
1
ml
(1 mg) dalam dekstrose 5 % 250 cc dimulai dengan kecepatan I
ug/menit dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai deadaan
tekanan darah. Hati-hati pada orang tua dengan kelainan jantung
atau gangguan kardiovaskular lainnya.
2. Pasang tsurmiget proksimal dan suntikan atau sengatan
serangga, dilonggarkan 1-2 menit setiap 10 menit
3. O2 bila sesak mengi, sianosis 3-5 I/menit dengan sungkup atau
kanal nasal
4. Antihistamin intervena, intramuckular atau- oral rawat ICU bila
dengan tindakan diatas tidak membaik dilanjutkan dengan terapi.

Anda mungkin juga menyukai