Anda di halaman 1dari 6

RINGKASAN JURNAL COLLABORATIVE PLANNING FOR ALL

Ujian Tengah Semester PL 4201 Teori Perencanaan


M. Elsena Khurniadi, Zia Husnia Shibghoh, Marlina Wirmas
15411096, 15412002, 15412056
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung

COLLABORATIVE PLANNING - What is It and Why Is It Needed?


Salah satu permasalahan yang biasa terjadi dalam proses perencanaan adalah masyarakat yang
tidak merasa menjadi bagian dari proses perencanaan. Masyarakat biasanya hanya dijadikan tempat
berkonsultasi untuk usul saja dan rencana justru dibuat dengan tanpa mempertimbangkan input dari
masyarakat. Masyarakat pun pada akhirnya merasa bahwa mereka berada di luar proses perencanaan yang
didalamnya hanya melibatkan developer dan para pengambil keputusan.
National Planning Policy Framework (NPFF) menyebutkan bahwa melibatkan masyarakat dalam
menyusun desain pembangunan dan rencana lokal merupakan sebuah hal yang sangat penting. Hal ini
dikarenakan menurut temuannya kunci dari pembangunan yang sustainable adalah dengan menyusun
perencanaan yang menggambarkan visi serta aspirasi dari masyarakat lokal. Civic Voice sendiri memiliki
pendapat yang sama dengan yang diungkapkan NPFF sebelumnya. Civic Voice percaya bahwa partisipasi
masyarakat, metode kolaborasi yang inklusif , merupakan hal-hal yang harus didukung dan ditanamkan
pada seluruh level perencanaan dalam rangka menghasilkan sebuah common sense ownership dan
mewujudkan wilayah yang memiliki berkualitas baik. Civic Voice yakin bahwa seharusnya masyarakat
diberikan ruang untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan bukan hanya sekedar menjadi tempat
konsultasi.

COLLABORATIVE PLANNING Using a Charrette


Salah satu konsep dan metode dari collaborative planning adalah Charrette. Konsep charrette ini
merupakan bentuk sebuah kegiatan kolaborasi yang melibatkan masyarakat lokal dalam menyusun
rencana spasial sekaligus desain dari wilayah tempat mereka berada. Pada konsep ini, masyarakat
dilibatkan sejak awal hingga sepanjang proses perencanaan berjalan. Masyarakat diberikan kesempatan
untuk membentuk visi dan masa depan dari lingkungan mereka sendiri. Konsep ini muncul untuk pertama
kalinya lebih dari 50 tahun lalu di United States dan kemudian terus berkembang mencapai Inggris dan
Eropa. Karakteristik inti dari konsep Charrette ini diantaranya adalah :
1.
2.
3.
4.

Merupakan proses desain yang didalamnya melibatkan dialog yang intensif dan inetraktif
Place-based exploratory of change
Merupakan jalan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang wilayah mereka sendiri
Menyusun visi untuk masa depan dengan pendekatan participatory dan collaborative

Ada beberapa keuntungan yang akan didapat ketika suatu wilayah menerapkan metode charrette
ini. Adapun keuntungan yang dimaksud adalah meliputi :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Masyarakat, otoritas lokal dan tenaga ahli menjadi bersama fokus terhadap solusi-solusi yang
positif
Melibatkan tim yang multi-disiplin untuk mengerjakan satu proyek bersama
Menyelesaikan masalah yang sifatnya multi-layered
Proses perencanaan menjadi lebih cepat
Menghilangkan tantangan terkait masyarakat dan fosters community cohesion
Meningkatkan level aspirasi sekaligus membangun kapasitas masyarakat
Meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi suatu tempat
Mengidentifikasi community champion yang baru
Membuat shared visions, pendekatan yang positif untuk perubahan dan outcome yang lebih baik

Dalam implementasinya, metode charrette ini dapat digunakan untuk :


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Rencana lokal
Perencanaan garden cities, desa dan neighbourhoods
Neighbourhood plans
Visioning for regeneration strategies
Planning of large development and strategic housing allocation
Strategi perencanaan transportasi

Konsep collaborative planning sendiri merupakan sebuah konsep yang diusulkan oleh Charrette
sebagai sebuah kegiatan kolaborasi yang melibatkan masyarakat lokal dalam menyusun rencana spasial
sekaligus desain dari wilayah tempat mereka berada. Pada konsep ini, masyarakat dilibatkan sejak awal
hingga sepanjang proses perencanaan berjalan . Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk visi
dan masa depan dari lingkungan mereka sendiri. Konsep ini muncul untuk pertama kalinya lebih dari 50
tahun lalu di United States dan kemudian terus berkembang mencapai Inggris dan Eropa.

COLLABORATIVE PLANNING The Process


Didalam Charrette terdapat proses desain yang interaktif, dimana komunitas dan stakeholder lain
berkerja bersama tim fasilitator dan tim desain untuk membuat masterplan. Tim fasilitator merupakan tim
yang netral dan memandang setiap peserta yang hadir memiliki hak yang sama. Isu-isu fisik, sosial,
komersial, dan lingkungan dicari solusinya secara holistic melalui kombinasi dari dialog dan praktik
desain langsung.
Proses dalam Charrette dapat dibagi dalam dua bagian besar, Pre-event dan Event. Pre-event
terdiri dari tahap pembentukan steering group, peluncuruan dan publikasi, dan community animation.
Event sendiri adalah Charrette itu sendiri hingga proses tindak lanjut.
Sebelum membuat suatu Charrette, perlu diingat tujuh prinsip partisipasi yang dibuat oleh
International Association for Public Participation (IAP2):
1. Public participation is based on the belief that those who are affected by a decision have a right
to be involved in the decision-making process
2. Public participation includes the promise that the publics contribution will influence the decision

3. Public participation promotes sustainable decisions by recognizing and communicating the needs
and interests of all participants, including decision makers
4. Public participation seeks out and facilitates the involvement of those potentially affected by or
interested in a decision
5. Public participation seeks input from participants in designing how they participate
6. Public participation provides participants with the information they need to participate in a
meaningful way
7. Public participation communicates to participants how their input affected the decision
Beberapa bulan sebelum dimulainya Charrette, dibentuk tim yang bertemu secara regular untuk
merencanakan acara ini. Tim ini disebut steering group. Steering group harusnya terdiri dari berbagai
macam kelompok kepentingan dalam komunitas. Tim ini juga menentukan waktu dan tanggal kapan
Charrette akan dilaksanakan. Waktu dan tanggal untuk Charrette yang tidak berbenturan dengan tanggal
penting atau hari libur nasional, namun tetap dapat mengakomodasi semua kelompok stakeholder.
Steering group perlu melakukan publikasi untuk Charrette agar komunitas tau akan acara ini.
Setelah peluncuran, sebanyak mungkin usaha dilakukan untuk mempromosikan Charrette. Publikasi dapat
menggunakan flyer, poster, ataupun channel lokal. Survey pendapat komunitas dapat bermanfaat, selain
mendapatkan informasi terkait pendapat masyarakat, juga sebagai bentuk publik Charrette. Perlu juga
dilakukan peluncuran pre-event yang dapat dilakukan di media lokal. Dalam acara peluncuran, diundang
stakeholder-stakeholder kunci untuk membangun hubungan antara tim fasiliator dan stakeholder dan juga
hubungan antar stakeholder itu sendiri. Sebelum charrete steering group juga perlu melakukan
Community Animation untuk menginspirasi komunitas agar memahami pentingnya partisipasi dan hadir
saat Charrette.
Steering group perlu mempertimbangkatkan informasi dan materi teknis apa saja yang
dibutuhkan oleh tim fasilitator. Bergantung pada proyeknya, dapat berupa peta topolografi, site plans,
studi-studi sebelumnya, dll. Informasi dan materi teknis ini dapat dijadikan dasar oleh tim fasilitator dan
juga dapat mejadi wawasan awal bagi peserta Charrette.
Charrete harus digelar di tempat yang mudah diakses dan direncanakan pada waktu dimana
orang-orang dapat berpatisipasi secara penuh. Sebelum Charrette dimulai, dalam ruang khusus
dipersiapkan suatu pameran. Pameran ini berisi konten materi-materi dan informasi yang dapat dijadikan
dasar dan wawasan awal bagi peserta Charrette. Materi yang di tampilkan dapat berupa adalah informasi,
hasil analisis, atau rencana terkait proyek. Disediakan pula lembar komentar untuk menampung persepsi
dan ide dari pengunjung. Dari komentar peserta yang hadir, dapat disimpulkan isu-isu penting dan sensitif
dan melalui sebuah diskusi dapat dihasilakn isu-isu apa saja yang akan dibawa dalam proses Charrette.
Ahli penting untuk hadir dalam diskusi tersebut untuk memberi masukan tanpa mendiskreditkan pendapat
komunitas.
Panitia Charrette juga perlu mengadakan sesi tour and walkabouts dimana komunitas
mengunjungi lokasi-lokasi yang merupakan kunci isu-isu yang muncul di sesi sebelumnya. Sesi ini
memberikan kesempatan baik fasilitator dan komunitas untuk belajar satu sama lain.
Setelah komunitas dan fasilitator terlah memiliki informasi awal yang memadai, maka sesi
selanjutnya adalah Hands-on Planning Sessions. Pada sesi ini komunitas didampingi fasilitator

mendiskusikan, merumuskan, dan menggambarkan perencanaan untuk lingkungan mereka. Dalam sesi ini
komunitas biasanya di bagi dalam kelompok kecil, dengan masing-masing kelompok merencanakan
untuk isu yang berbeda. Hasil perencanaan dapat berupa skema maupun sketsa. Kelompok-kelompok in
kemudian saling mempresentasikan hasi dari kelompoknya. Pada tahap ini antar kelompok isu dapat
memberi masukan. Sesi ini lebih baik tidak dilaksanakan satu kali. Jika dilaksanakan beberapa kali maka
aka nada proses iteratif sehingga memungkinkan untuk didapatkan hasil yang optimal.
Saat rencana telah di buat oleh komunitas, kemudian fasilitator mengadakan sesi dimana
komunitas mendiskusikan bagaimana keberlanjutan dari hasil wokshop mereka. Fasiliator dapat
menanyakan langkah agar rencana yang dihasilkan akhirnya diimplementasikan atau bagaimana proposal
yang mereka buat nanti akan di tindak lanjuti.
Diakhir Charrette tim fasiltator menyusun dokumen akhir yang menjelaskan hasil dari Charrette
dan juga bagaimana proses Charrette berlangsung. Tim fasilatator juga mempersiapkan bahan presentasi
untuk laporan akhir atas hasil dari Charrette. Cahrrette diakhiri dengan presentasi dari tim fasilitator dan
steering group.

COLLABORATIVE PLANNING Outputs


Proses Charrete dapat menjadi sebuah batu loncatan dalam mengimplementasikan pembangunan
di masa depan. Output yang dihasilkan dapat digunakan dalam berbagai bentuk tergantung tujuan dan
sasaran diadakannya Charrette. Namun output utama dalam perencanaan partisipatif ini ialah rasa
kepemilikan bersama dari para kontributor atas rencana yang dibuat. Pembangunan yang selanjutnya akan
dilaksanakan membutuhkan keterlibatan dan komitmen pada tingkat lokal masyarakat yang bersama-sama
merumuskan visi tersebut.
Hasil dari perumusan visi dapat membentuk dasar pembentukan Neigbourhood Plan atau
Masterplan Pembangunan Suatu Kawasan. Rencana yang telah terbentuk dapat dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan, ataupun dalam merumuskan strategi perencanaan kota. Penggunaan rencana
diimplementasikan dalam mekaniseme kolaboratif yang terbentuk dari proses Charrette. Dialog terbuka
dengan banyak kontributor pada proses Charrete menghasilkan practical way forward, bagaimana
kelanjutan hasil Charrette akan dilanjutkan. Semua stakeholder yang berasal dari pemerintah lokal, sektor
privat dan masyarakat akan berkolaborasi dalam mengeksplorasi keberlanjutan kawasan yang mereka
tempati bersama.
Development of Proposal
Masyarakat yang menghasilkan rencana harus tetap terlibat dalam proses pembangunan yang
direncanakan. Keterlibatan dapat terlaksana dengan membuat Community Forum Meetings, Exhibitions,
Newsletters, dan Learning from Elsewhere Visit.
Sustaining Local Involvement
Forum masyarakat dengan berbagai fokus kepentingan dapat terbentuk sebagai hasil langsung dari proses
Charrette. Forum ini dapat membantu mempertemukan masyarakat dalam cara yang realistik, politically
open, dan demokratis. Ketika visi telah dirumuskan maka dapat terbentuk kesepakatan kemitraan antara
stakeholder terkait dengan membentuk berbagai macam kelompok komunitas, seperti Town Teams,
Community Development Trust, dan Community Land Trust.

1. Town Teams, merupakan komunitas yang terdiri atas berbagai macam kepentingan masyarakat lokal
dan stakeholder, termasuk komunitas bisnis lokal yang bersama-sama merumuskan rencana strategis
dan kolaboratif bagi wilayah mereka. Pada berbagai tempat, town teams ini telah terbentuk pada skala
kota dan berperan dalam memutuskan pengeluaran pendapatan publik.
2. Community Development Trust, merupakan komunitas yang berperan dalam pengelolaan lahan dan
aset kawasan. Anggota komunitas terdiri atas sektor publik yang berperan dalam kerangka hukum,
sektor privat dalam pembiyaaan (financing), serta masyarakat sebagai long term stakeholder yang
akan terus terlibat di dalam komunitas. Dengan terbentuknya komunitas ini, maka akan tercipta sistem
pengelolaan lahan dan aset yang stabil, kuat, aktif dan tidak terpengaruh kekuatan politik.
3. Community Land Trust, merupakan komunitas yang dibentuk untuk mewujudkan rumah yang
terjangkau bagi masyarakat lokal, sehingga kawasan akan secara permanen dimiliki secara turun
temurun. Komunitas ini akan membuat lahan untuk dijaga kepemilikannya dengan menjual atau
menyewakan rumah pada tingkat harga yang sesuai dengan pemasukan warga lokal.

COLLABORATIVE PLANNING Case Studies


Scarborough, Yorkshire Utara, Inggris
Proses Charrette dilaksanakan pada tahun 2001 untuk merumuskan regenerasi sosial dan ekonomi
di Scarborough. Acara dihadiri oleh 1000 orang, yang menghasilan Masterplan Illustrated Oppurtunities
for High Quality Place-Making dan Renaissance Town Teams sebagai kelompok untuk menyalurkan
suara masyarakat dalam menjalankan visi kawasan. Hasilnya, masterplan ini menstimulasi investasi
sebesar 250 Juta Euro untuk mewujudkan transformasi kota.
St Clements Hospital, London, Inggris
St Clements Hospital merupakan Kompleks Rumah Sakit dan Rumah Sosial bagi gelandangan,
yang tidak berfungsi sejak tahun 2005. Pada tahun 2012, pemerintah London membuat Community Land
Trust untuk kawasan ini. St Clements Hospital Community Planning Workshop diadakan selama dua hari
dan 350 penduduk lokal merumuskan visi bagi 250 rumah baru yang akan dibangun. Hasilnya skema
untuk rencana detail, daftar bangunan perumahan dan area konservasi disetujui untuk dilanjutkan
pembangunannya oleh petinggi kota.
The Village at Catterham, Surrey, Inggris
Catterham merupakan kawasan instalasi militer yang telah ditutup pada tahun 1995, dan disetujui
pembeliannya oleh Developer Linden Homes dengan konsep pembangunan yang memberikan benefit
kepada masyarakat lokal. Proses Charrete kemudian diselenggarakan dengan keterlibatan 1.000 orang
masyarakat lokal untuk merumuskan visi kawasan. Konsep sustainable, mixed use neigbourhood menjadi
visi dalam pembangunan 361 mixed tenure house (rumah kepemilikan campuran). Nilai aset kawasan
meningkat, menjadi lebih dari 50 juta euro dan digunakan untuk membebaskan aset masyarakat,dan
dikelola melalui Community Development Trust.
Wick and Thurso, Skotlandia
Pada tahun 2013 Dewan Highland Skotlandia menyelenggarakan Charrette di Kota Wick and
Thurso, sebagai wadah masyarakat lokal dalam membentuk masa depan kota. Anggota stakeholder publik
dan privat berkolaborasi dengan anggota dewan dan konsultan untuk merumuskan visi dan masterplan

masing-masing kota pada bidang pembangunan ekonomi dan perumahan. Outcome dari Charrette
digunakan dalam A New Caithness anf Sutherland Local Development Plan (rencana wilayah di atas
rencana skala Kota Wick and Thurso)
Barnes, London, Inggris
Pada tahun 2013, Barnes Town Team membuat Barnes Ponder Community Planning Day
(Charrette) untuk merumuskan proyek revitalisasi Barnes High Street. Charrette dihadiri oleh 350 orang
yang berpartisipasi dalam Workshop dan hands-on planning groups dan perumusan visi kawasan. Proses
Charrette dilanjutkan dengan membentuk six Town Team Action Groups untuk mengidentifikasi proyek
revitalisasi, serta pembuatan 20s Plenty campaign (branding marketing dan peningkatan kualitas
lingkungan) di Barnes.

Anda mungkin juga menyukai