Neuromuscular Blocking Agents
Neuromuscular Blocking Agents
Obat muscle relaksan adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka
atau
untuk
melumpuhkan
otot.
Biasanya
digunakan
sebelum
operasi
untuk
mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh. Obat relaksan
otot yang beredar di Indonesia terbagi dalam dua kelompok obat yaitu obat pelumpuh
otot dan obat pelemas otot yang bekerja sentral
Relaksasi dari otot skelet dapat terjadi oleh anestesi dalam, regional blok, dan
pelumpuh otot. 1942, Harold Griffith mempublikasikan hasil dari ekstrak kurare (racun
panah Amerika Selatan) selama anesthesia. Setalah itu pelumpuh otot menjadi hal rutin.
Tapi tidak menyebabkan anesthesia. Dengan kata lain pelumpuh otot tidak membuat tidak
sadar, amnesia atau analgesia.
A. FARMAKOLOGI DASAR OBAT-OBAT PELUMPUH OTOT
Berdasarkn ernedaan mekanisme kerja dan durasi kerjanya, obat-obat pelumpuh
otot dapat dibagi menjadi pelumpuh otot depolarisasi (meniru kerja Ach) dan
nondepolarisasi (mengganggu kerja Ach). Non depolarisasi dibagi kedalam 3 grup lagi,
yaitu obat kerja lama, sedang dan singkat. Obat-obat pelumpuh otot dapat berupa
senyawa benzilisokuinolin atau aminosteroid. Obat-obat pelumuh otot membentuk
blockade saraf otot fase I depolarisasi dan blockade saraf otot fase II depolarisasi atau
non-depolarisasi.
Struktur Kimia
Semua obat pelumpuh otot memiliki kemiripan struktur dengan asetikolin (Ach).
Ciri kimiawi lain yang dimiliki oleh semua pelumpuh otot adalah keberadaan satu dua
atom ammonium kuartener yang memberi muatan positif pada nitrogen untuk berikatan
pada reseptor nikotinik membuat obat-obat ini sulit dalam lemakdan menghambat
masuknya kesistem saraf pusat.
B.
dilakukan dengan mengamati atau merekam respon otot skeletal yang ditimbulkan oleh
stimulus elektrik yang dikirim dari stimulator saraf perifer. Paling sering dilakukan untuk
menentukan efek pelumpuh otot ini adalah kontraksi dri m.adductor pollicis (respon
kedutan panggul tunggal sampai/Hz) setelah stimulasi n.ulnaris.
Obat pelumpuh otot mempengaruhu otot skeletal yang kecil dan cepat (mata
digiti) sebelum otot abdomen (diafragma). Onset blockade saraf otot setelah pemberian
obat pelumpuh otot non-depolarisasi lenih cepat namun kurang intens pada otot-otot
laring daripada otot perifer (m.adductor pollicis). Konsentrasi reseptor Ach lebih banyak
untuk memblok otot tipe ceat disbanding otot tipe lambat. Semakin cepat onset kerja pada
otot pita suara dari pada m.adducor pollicis semakin cepat pula ekuilibriumm plasma dan
konsentrasi pada otot-otot jalan nafas saat dibandingkan dengan m.aductor pollicis.
Dengan adanya obat pelumpuh otot no-depolarisasi kerja sedang dan singkat periode
paralisis ott laring adalah lebih cepat dan hilang sebelum mencapai efek maksimum pada
m.adductor pollicis.
C. FARMAKOKINETIK OBAT PELUMPOH OTOT
Obat pelumpuh otot adalah kelompok ammonium kuarterner yang merupakan
larut dalam air yang mudah terionisasi pada pH fisiologis dan kelarutan terbatas dalam
lipid. Volume distribusi sama dengan volume cairan ekstravaskuler (kira-kira 200 ml/kg)
obat pelumpuh otot mudah elewati sawar membrane lipid, epitel tubulus renal, epitel
gastriestetinal atau plasena. Oleh karena itu, tidak dapat mempengaruhi system saraf
pusat, reabsorpsinya ditubulus renal minimal, absorpsi oral tidak efektif dan pemberian
pada ibu hail tidak mempengaruhi fetus. Redistribusi obat pelumpuh otot ini juga terjadi
pada non-depolarisasi.
Farmakokinetik obat non-depolarisasi dihitung setelah pemberian cepat intravena.
Obat pelumpuh otot yang hlag dari plasma dicirikan dengan penurunan inisial cepat
diikuti penurunan yang lambat (klirens). Bila volume distribusi menurun akibat
penigkatan ikatan protein dehidrasi atau perdarahan akut dosis obat yang sama
menghasilkan konsentrasi plasma yang lebih tinggi dan potensi nyata akumulasi obat.
Waktu paruh eliminasi obat pelumpuh otot tidakdapat dihubungkan dengan durasi erja
obat-obat saat diberikan injeksi cepat intravena.
D. TRANSMISI NEUROMUSKULAR
Daerah antara motor neuron dan sel otot adalah neuromuscular junction, dimana
dipisahkan oleh synaptic clap. Ketika terjadi potensiasi di ujung saraf, masuk ion kalsium
melalui kalsium chanel voltage gated menuju sitoplasma sel, sehingga melepaskan
acetylcholine (Ach). Molekul Ach ini berdifusi melewati sinaptik cleft untuk berikatan
dengan reseptor nikotinik kolinergik pada motor end-plate. Setiap neuromuscular
junction memiliki 5 juta reseptor ini, tapi hanya dibutuhkan 500.000 reseptor untuk
kontraksi normal otot.
Setiap Ach reseptor memiliki 5 subunit protein, 2 subunit , dan satu unit ,,.
Hanya 2 subunit yg mengikat Ach. Channel akan terbuka apabila Ach pada satu sisi.
Berbeda dengan alfa, epsilon subunit terdapat pada otot fetus, menunjukan juga terdapat
pada extrajunctional. Kation memasuki chanel reseptor Ach membuat end-plate potential.
Membuat extraseluler terionisasi. Setelah endplate potential besar terdepolarisasi kuat
maka sodium chanel akan terbuka. Menyebabkan terlepasnya kalsium kedalam reticulum
sarkoplasma, yang menyebabkan berinteraksinya protein aktin dan myosin sehingga
menyebabkan kontraksi otot. Ach pun meningkat.
Ach kemudian terhidrolisa menjadi asetat dan kolin oleh substrat enzyme spesifik
asetilkolinesterase. Enzim ini menempel pada motor end plate membrane, sehingga
menyebabkan endplate terepolarisasi yang menyebabkan sodium channel dari membrane
otot menutup juga. Kalsium keluar dari reticulum sarkoplasma, kemudian otot menjadi
relax.
E.
1.
Cara kerja
Berdasarkan mekanisme kerja obat pelumpuh otot pada pertemuan neuromuscular.
1)
Depolarisasi
Golongan
obat
yang
menimbulkan
depolarisasi
pelumpuh
otot
menyerupai asetilkolin (Ach) sehngga akan terikat pada reseptor ACh dan
menimbulkan potensial aksi dari otot skeletal karena terbukanya kanal natrium.
Namun tidak seperti ACh obat ini tidak langsung dimetabolisme oleh asetilkolin
esterase, sehingga konsentrasinya di celah sinap akan menetap lebih lama yang
akan menghasilkan pemanjangan depolarisasi dari lempeng pertemuan otot
skeletal.
Adanya potensial aksi pada lempeng pertemuan otot skeletal ini akan
menyebabkan potensial aksi pada membran otot, yang akan membuka kanal
sodium dalam waktu tertentu. Setelah tertutup kembali kanal ini tidak dapat
terbuka kembali sebelum terjadi repolarisasi dari lempeng motorik, yang disini
tidak juga akan terjadi sebelum obat yang menyebabkan depolarisasi
meninggalkan reseptor yang didudukinya. Sementara itu setelah kanal sodium di
peri junctional tertutup, otot akan kembali pada posisi relaksasi dan akan
berlanjut sampai obat golongan ini dihidrolisis oleh enzim pseudo cholinesterase
yang terdapat di plasma dan di hati. Umumnya proses ini berlangsung dalam
waktu yang singkat sehingga tidak dibutuhkan obatspesifik untuk melawan efek
relaksasi dari obat golongan depolarisasi ini.
Ciri-ciri kelumpuhan :
2)
Sebagai contoh pada kondisi dimana berhubungan dengan sedikit reseptor ACh
(down regulasi pada myasthenia gravis) menunjukan resistensi pada relaksan yang
depolarisasi
sedang
nondepolarisasi.
sensitivitas
meningkan
pada
pelumpuh
otot
yang
Durasi
(mg/kgBB)
(menit)
Rumatan
ESO
(mg/kgBB
Depolarisasi
1
Suksinilkolin
2
Dekametonium
Non-depolarisasi
Long Acting
1
d-tubocurarine
0,40-0,60
2
Pankurorium
0,08-0,12
3
Metakurium
0,20-0,40
4
Pipkurorium
0,05-0,12
5
Doksakurium
0,02-0,08
6
Alkurium (alloferin) 0,15-0,30
Intermediate-acting
1
Gallamin
4-6
2
Atracurium
0,5-0,6
3
Vekurorium
0,1-0,2
4
Rokurorium
0,6-1,0
5
Cistacurorium
0,15-0,2
Short-Acting
1
Mivacurium
0,2-0,25
2
Ropacurorium
1,5-2,0
Sumber : buku Anesthesiology FK UI
0,10
0,15-0,02
0,05
0,01-0,015
0,005-0,01
0,05
30-60
30-60
40-60
40-60
40-60
40-60
hipotensi
Vagolitis,takikardi
Hipotensi
Kardiovaskular
Stabil
Vagolitis,takikardi
0,5
0,1
0,015-0,02
0,1-0,15
0,02
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
Hipotensi+histamine
Aman untuk hepar
Dan ginjal
0,05
0,3-0,15
10-15
15-30
Hipotensi+histamine
Hipotensi+histamine
Jumlah obat bebas dalam sirkulasi adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan jumlah obat yang dapat mencapai target organ. Begitu obat diberikan, secara
intravena, maka konsentrasinya dalam sirkulasi ditentukan oleh jumlah dan dosis obat
yang diberikan, kecepatan pemberian dan kecepatan sirkulasi. Faktor lain yang juga
berpengaruh adalah banyaknya obat yang diikat oleh protein plasma, dimana semakin
banyak yang terikat oleh protein plasma semakin sedikit obat yang akan berdifusi keluar
dari sirkulasi menuju tempat kerjanya di pertemuan neuromuskular.
Kecepatan perpindahan obat dari sirkulasi ke pertemuan neuromuscular
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertemuan neuromuskular secara umum mendapat
perfusi yang lebih cepat dibandingkan otot secara keseluruhan. Ini terjadi karena tidak
banyaknya membran yang harus dilalui untuk mencapai tempat kerja dari obat ini, begitu
keluar dari kapiler obat langsung berada di post junctional membrane dan langsung ke
terminal motorik. Jadi hanya diperlukan penyebaran ke ruang ekstraselular, tanpa harus
melewati membran sel.
Penurunan konsentrasi obat dalam sirkulasi terbagi dalam dua fase. Setelah
pemberian konsentrasi menurun secara cepat karena proses distibusi ke berbagai jaringan,
diikuti oleh fase lambat yang terjadi karena pengeluaran obat melalui ginjal dan empedu.
Karena obat pelumpuh otot sangat mudah terionisasi dalam sirkulasi yang mana akan
menjadikannya sulit untuk melewati membran sel, hal ini membuatnya mempunyai nilai
volume distribusi yang kecil. VD pada awal pemberian adalah 80-140 ml/kg, sedangkan
pada keadaan stabil (VD ss) adalah 200-450 ml/kg. Ini menunjukkan bahwa obat
pelumpuh otot tidak tersebar secara luas dalam tubuh. Sebagai perbandingan dapat dilihat
obat yang sangat larut dalam lemak (sehingga mudah menembus membran sel) seperti
thiopenthal yang mempunyai VD ss mencapai 2 liter / kg.
Pengeluaran obat pelumpuh otot dari sirkulasi terjadi melalui tiga proses. Yang
pertama adalah biotransformasi. Succinylcholine dan atracurium adalah contoh obat yang
dimetabolisme secara langsung di plasma oleh pseudocholineesterase, pancuronium dan
vecuronium dimetabolisme di hati, sedangkan +-tubocurarine dan gallamine dikeluarkan
dalam bentuk utuh. Ekskresi melalui ginjal dan empedu adalah proses berikutnya untuk
mengeluaran obat-obat tersebut dari sirkulasi dan kemudian keluar dari dalam tubuh.
F.
G.
otot
non-depolarisasi
tidak
dimetabolisme
oleh
asetilkolin
atau
I.
1.
Succinylcholine
Merupakan satu-satunya obat yang digunakan untuk sekarang ini. Disebut juga
diacethylcholin atau suxamethonium, terdiri dari 2 buah molekul Ach.
Metabolisme dan Eksresi
Onset yang cepat (30-60 detik) dan durasi yang pendek (kurang dari 10 menit).
Onset yang cepat berhubungan dengan sifat yang memiliki kelarutan dalam lemak
rendah. Begitu suksinil kolin masuk kedalam sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme
oleh pseudocholinesterase menjadi suksinil monokolin.
Proses ini sangat efisien sehingga hanya fraksi kecil saja yang mencapai
neuromuskuler junction. Durasi dari kerja obat akan diperlama ketika dosis besar atau
metabolisme abnormal, yang terjadi pada hipotermi, level pseudocholinesterase rendah.
Hipotermi menyebabkan penurunan dari hidrolisis, rendahnya level pseudocholinesterase
dikarenakan kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan menggunakan obat tertentu.yang
dapat menurunkan kerjanya (2-20 menit).
Satu dari 50 pasien memiliki satu normal dan satu abnormal gene
psuedocholinesterase, dilihat dari blok yang rendah ( 20-30 menit). Bahkan lebih sedikit
lagi (1 dari 3000) pasien memiliki 2 gen abnormal yang memproduksi enzim yang
memiliki afinitas yang kecil terhadap suksinil kholin. Berbeda dengan dengan yang
memiliki 2 hingga 3 kali lamanya blok, pasien dengan enzim atipikal homozygous
memiliki waktu blok yang sangat lama.satu dari gen yang diketahui ( dibukain resisten)
memiliki 1/100 dari normal afinitas terhadap suksinil kholin, jenis lain resisten fluoride
dan tidak ada aktivitas.
Dibukain, anestesi lokal, menghambat aktivitas pseudocholinesterase normal 80
%, tetapi menghambat aktivitas enzyme atipikal hanya 20 %. Serum dari individu yang
memiliki heteroazigos untuk atipikal enzim dikategotikan oleh inhibisi intermediet 4060%. Persentasi itu disebut nomor dibukain. Nomer itu proporsional dengan fungsi
pseudokolin esterase dan beberapa enzim lainnya. Oleh karena itu, akekuat dari
pseudokolinesterase dapat dilihat dari hasil laboratorium kuantitatif unit per liter ( factor
minor) dan kualitatif ( factor mayor). Paralysis yang diperpanjang dari suksinil kholin
disebabkan oleh pseudokolin esterase yang abnormal ( atipikal kolinesterase) yang harus
dilakukan ventilasi mekanik sampai fungsi otot kembali ke normal.
Interaksi Obat
Efek dari pelumpuh otot dapat dapat dimodifikasi dari terapi obat bersama.
Suksinil kholin memiliki 2 interaksi yang khusus.
1)
Kolinesterase inhibitor
Walaupun kolinesterase inhibitor menyebabkan kebalikan dari paralysis
non depolarisasi, mereka memperpanjang depolarisasi blok fase 1 dengan 2
mekanisme : menginhibisi asetilkolinesterase dan juga menurunkan hidrolisis
dari suksinilkholin dengan cara menghambat pseudokolinesterase.
2)
jadi suksinil kholin merupakan kontraindikasi dari pemberian rutin pada anakanak dan remaja. Jika tidak terjadi sulit jalan nafas atau perut yang penuh,
klinisi juga menghindari suksinilkholin digunakan untuk orang dewasa. Tetapi
masih tetap digunakan karena tidak adanya obat nondepol yang memiliki
masa kerja seperti suksinilkolin.
1)
Kardiovaskuler
Tidak hanya menstimulasi nicotinic kolinergik reseptor tapi juga
menstimulasi seluruh reseptor asetilkolin. Dapat menyebabkan peningkatan
atau penurunan tekanan darah dan denyut nadi. Dosis kecil menurunkan
sedangkan dosis besar meningkatkan tekanan darah dan nadi. Dapat terjadi
bradikardi pada anak kecil, orang dewasa bradikardi terjadi apabila bolus
kedua setelah 3 8 menit bolus pertama. IV atropine ( 0,02 mg/kg anak, 0,4
mg dewasa) diberikan untuk mencegah bradikardi
2)
Fasikulasi
Kontraksi otot yang terlihat, dapat dicegah dengan pemberian yang
nondepolarisasi. Pemberian suksinilkolin 1,4 mg/kg. Fasikulasi tidak terlihat
pada anak kecil dan orang tua.
3)
Hiperkalemia
Setiap pemberian suksinilkolin meningkatkan serum potasium 0,5 mEq/L.
Dapat berbahaya pada luka bakar, trauma masif, gangguan neurologik. Dapat
menyebabkan henti jantung.
4)
Nyeri Otot
Terutama pada wanita. Pemberian rocuronium 0,06-0,1 mg/kg sebelum
pemberian suksinilkolin dilaporkan efektif dalam mencegah fasikulasi dan
menurunkan nyeri otot postoperatif. Pemberian NSAID dapat juga
mengurangi kejadian dan keparahan dari nyeri otot.
5)
6)
Depolarisasi otot yang panjang dan kontraksi dari otot extraoculer setelah
pemberian suksinilkolin meningkatkan tekanan intraokuler dan dapat
menyebabkan cedera pada mata.
7)
8)
Malignant Hipetermi
Merupakan trigger untuk terjadinya malignant hipertemi
9)
Kontraksi Otot
Dapat menyebabkan myoklonus setelah pemberian suksinilkolin
J.
Steroid
dapat
menyebabkan
vagolitik
sedangkan
benzylisoquinolines
2)
3)
4)
5)
2)
Pelepasan Histamin
Menyebabkan spasme bronkhus, kulit kemerahan dan hipotensi karena
vasodilatasi perifer. Baik atrakurium maupun mivakurium dapat menyebabkan
pelepasan histamin, terutama pada dosis yang besar. Penyuntikan yang lambat dan H1
da H2 antihistamin sebelumnya menghilangkan efek ini.
3)
Hepatic Clearence
Ekresi Ginjal
Doxacurium, pancuronium, vecuronium dan pipecuronium diekresi di ginjal,
sehingga
kerusakan
ginjal
memperlama
kerjanya.
Sedangkan
atrakurium,
cisatrakurium dan mivakurium dan rocuronium tidak tergantung dari fungsi ginjal.
Farmakologik umum obat pelumpuh otot non-depolarisasi
Beberapa hal yang mempengaruhi kerja dari pelemas otot nondepolarisasi
1)
Temperatur
Hipotermi
memperlambat
kerja
dengan
menurunkan
metabolisme
Abnormal Elektrolit
Hypokalemia dan hypokalsemi meningkatkan kerja pelemas nondepol.
Umur
Neonatus meningkat sensitivitasnya. Peningkatan sensitivitas ini tidak
5)
Interaksi Obat
Banyak obat yang mempotensiasi pelemas otot, interaksi pada beberapa
Penyakit Penyerta
Gangguan neurologis dan otot mempengaruhi kerja pelemas otot. Gangguan
hati dan gangguan ginjal terjadi peningkatan volume distribusi dan penurunan
konsentrasi didalam plasma. Sehingga memerlukan dosis awal yang besar tetapi
dosis rumatan yang kecil.
7)
Kelompok Otot
Onset masing-masing berbeda tergantung aliran darah, jarak dengan sirkulasi
sentral dan perbedaan tipe serabut. Diapragma, rahang, laring dan otot wajah
(orbikularis oris) rewspon dan kembali lebih cepat dibandingkan jempol. ED95
untuk otot laring hampir 2 x lipat daripada otot adduktor pollicis. Intubasi yang
baik berhubungan dengan hilangnya respon orbicularis oculi respon.
Karena banyak factor yang mempengaruhi lamanya kerja dari pelemas otot,
maka tiap individu memberikan respon yang berbeda. Rekomendasi dosis harus
dimonitor untuk masing-masing individu. Perbedaan yang besar pada pelemas
nondepol terjadi pada praktik klinis.
Ciri-ciri kelumpuhan otot Non-deolarisasi
1.
D-TUBOKURARIN
Struktur fisik
Merupakan alkaloid kuartener, suatu derivate isoquinolin yang berasal dari
tanaman tropis Chondronderon tomentosum. Pada dosis terapeutik menyebabkan
kelumpuhan otot mulai dengan ptosis, diplopia, otot muka, rahang, leher dan
eksremitas. Paralisis otot dinding abdomen dan diafragma terjadi paling akhir. Lama
paralisis bervariasi antara 15-50 menit.
Sifat
Blockade ganglion simpatis, dilatasikapiler, inotropic negative. Ekresi terjadi di
ginjal, kadang-kadang hepar.
Kontraindikasi
Asma bronchial
Renal disfungsi
Myasthenia grevis
Diabetes mellitus
Hipotesi
Dosis
-
Dilakukan secara intravena atau inramuskular, dengan efek samping hipotensi dan
bradikardia. Reaksi utama yang sering terjadi adalah :
2.
PANCURONIUM
Struktur fisik
Cincin Steroid dari 2 molekul Ach ( relaksasi bisquaternary). Pancuronium
adalah pelumpuh otot golongan non-depolarisasi dengan mula kerja yang lambat dan
masa kerja panjang. Masa kerja obat golongan ini ditentukan oleh konsentrasinya di
plasma yang akan menurun sampai batas minimal yang dapat menimbulkan efek blok
pada otot skeletal
Metabolisme dan eksresi
Dimetabolisme oleh hepar. Eksresi terutama pada ginjal 40%, sebagian oleh
empedu (10%). Eliminasi pancuronium melambat bila ada gagal ginjal. Pasien
dengan sirosis membutuhkan dosis awal yang besar tapi dosis rumatan yang kecil
karena penurunan plasma clearance.
Dosis
0,08 0,12 mg/kg pancuronium memberikan relaksasi adekuat untuk intubasi 2
3 menit. Selama operasi dosis awal 0,04 mg/kg diikuti setiap 20 40 menit dengan
0,01 mg/kg.Anak-anak membutuhkan dosis lebih besar. Sediaan cairan 1 sampai 2
mg/cc disimpan dalam suhu 2 8 0C dan stabil selama 6 bulan pada suhu ruangan.
Efek samping dan pertimbangan klinis
1)
Aritmia
Peningkatan
konduksi
atrioventikuler
dan
pelepasan
katekolamin
Reaksi Alergi
Hipersensitif pada bromida dapat menyebabkan reaksi alergi pada
pancuronium
3.
PIPEKURORIUM
Struktur Fisik
Struktur steroid bisquaternary, mirip pancuronium.
Metabolisme dan eksresi
Terutama pada ginjal 70% dan empedu 20%. Masa kerja memanjang pada pasien
dengan gagal ginjal, tapi tidak pada pasien insufisiensi hati.
Dosis
DOXACURIUM
Struktur Fisik
Merupakan coumpound benzylisoquinoline mirip dengan mivacurium dan
atracurium
Metabolisme dan eksresi
Rute eliminasinya dengan eksresi ginjal. Durasi dari doxacurium memanjang dan
bervariabel pada pasien penyakit ginjal. Eksresi melalui hepatobiliar tidak terlalu
banyak.
Dosis
Dosis intubasi 0,05 mg/kg selama 5 menit. Selama operasi dosis inisial 0,02 mg/kg
diikuti 0,005 mg/kg. Dosis sama pada pasien muda dan tua.
Efek Samping dan pertimbangan anestesi
Tidak memiliki efek kardiovaskuler dan histamin release. Karena potensinya yang
besar memiliki onset yang lebih lambat dibandingkan nondepol lainnya ( 4 6
menit). Durasinya sama dengan pancuronium ( 60 -90 menit).
5.
ALKURIUM (ALLOFERIN)
Merupakan sintetik toksiferin, suatu alkaloid dari tanaman Strychnos toksifera.
Bentuk keasan ampul 2 ml yang mengandung 10 mg alkuronium klorida. Larutan ini
tidak dapat dicampur dengan thiopental.
Mula kerjanya terjadi pada 3 menit untuk selama 15-20 menit. Tidak bersifat
pelepas histamine jaringan, tidak menghambat ganglion simpatik sehingga dapat
menyebabkan hipotesi terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Dapat juga
berpotensi ringan dengan N2O, Thiopental, dan analgeti narkotik. Ekskresi terjadi
70% pada ginjal dalam bentuk utuh dan sebagian kecil melalui empedu.
Dosis
Dosis yang diberkan pada relaksasi pembedahan 0,15mg/kgBB/IV dewasa dan
0,125-0,2 mg/kgBB/IV pada anak-anak. Sedangkan dosis pada intubasi trakea 0,3
mg/kgBB/IV.
6.
GALLAMIN
Obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik. Lama kerja obat berkisar 15-20
menit. Mula kerja sangat berhubungan dengan aliran darah otot. Mempunyai efek
yang lemah pada ganglion saraf dan tidak menyebabkan pelepasan histamine,
memilikisifat seperti atropine yaitu menyebabkan takikardia walaupun pada
dosiskecil 20 mg. karena itu gallamin cukup baik dipakai bersama anestetik halotan.
Kenaikan tekanan darah dapat terjadi, tetapi ringan. Gallamin dapat menembus sawar
darah plasenta, tetapi tidak sampai mempengaruhi kontraksi uterus. Eresi gallamin
terjadi diginjal, dan sebgian ecil diempedu.
Penggunaan dalam klinik :
Relaksasi pembedahan
menimbulkan paralisis diafragma dan pasien dapat tetap bernafas spontan walaupun
sebagian otot rangka mengalami kelumpuhan. Tehnik seperti ini sering dipakai untuk
prosedur ginekologik.
Kontaindikasi :
Dapat berakibat pada musculoskeletal apabila pemberian tidak adekuat dan pemberian
diperpanjang.
7.
ATRACURIUM
Struktr fisik
Memiliki quaternary group, struktur benzylisoquinolone mempengaruhi terhadap
degradasinya. Obat ini campuran 10 steroisomer. Atracurium adalah obat pelumpuh
otot dengan masa kerja yang relatif singkat, ini disebabkan karena pengubahan bentuk
quaternary ammonium menjadi tertiary amine yang terjadi secara spontan dalam
plasma (dikenal dengan reaksi Hoffman). Reaksi ini meningkat bila terjadi kenaikan
pH darah, misalnya pada penderita dengan hiperventilasi. Reaksi lain yang berperan
dalam penurunan konsentrasi atracurium dalam sirkulasi adalah hidrolisis ester oleh
plasma esterase. Pada kenyataannya reaksi hidrolisis ester merupakan cara
metabolisme utama dari atracurium, namun reaksi Hoffman memberikan suatu
keamanan pada pemakaian atracurium untuk penderita dengan kelainan fungsi hati
maupun ginjal.
Metabolisme dan Ekskresi
Tidak tergantung fungsi ginjal dan hati. Kurang dari 10% dieksresi tidak berubah
dengan jalur ginjal dan hepar. Poses yang mempengaruhi :
a)
Ester Hydrolisis
Dikatalisasi oleh nonspesifik esterase, bukan oleh asetilkolinesterase atau
pseudokolinesterase.
b)
Hofmann Elimination
Spontan nonenzim tergantung pH fisiologis dan suhu.
Dosis
0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg
initial, lalu 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif
menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.
Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8 OC, potensinya
hilang 5 -10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari
bila terpapar suhu ruangan.
Efek samping dan Pertimbangan Klinis
Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg
1)
Spasme Bronkus
Dihindarkan pada pasien asma
3)
Toksisitas Laudanosine
Laudanosine, tertier amin produk dari hoffman eliminasi dan dihubungkan dengan
eksitasi sistem saraf sentral, peningkatan mac dan presipitasi kejang. Terjadi bila
diberikan pada dosis besar atau adanya gangguan fungsi hepar. Dimetabolisme di hepar
dan dieksresi melalui urin dan empedu.
4)
5)
Inkompatibilitas kimia
Menjadi asam yang bebas bila disatukan dengan obat yang alkali seperti
thiopental.
6)
Reaksi Alergi
Jarang terjadi. Mekaisme karena imunogenitas dan acrylate mediated reaksi
imun. Berhubungan dengan Ig-E. Reaksi terhadap acrylate terjadi pada saat
hemodialisa.
8.
VECURONIUM
Struktur fisik
Pancuronium tanpa quaternary methyl group. Vecuronium mempunyai rumus
bangun yang menyerupai pancuronium, namun mempunyai masa kerja yang lebih
singkat, sekitar setengah kali masa kerja pancuronium.
Jantung
Dosis sampai 0.28 mg/kg tidak berefek pada jantung.
2)
Gangguan hati
Tidak terpengaruh pada pasien sirosis kecuali dosis sampai 0,15 mg/kg dapat
memperpanjang durasi.
9.
ROCURONIUM
Struktur Fisik
Analog steroid monoquaternary seperti vecuronium, tapi onsetnya lebih cepat.
Metabolisme dan eksresi
Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh
kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan.baik untuk
infusan jangka panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan prolong durasi.
Dosis
2.
3.
Miastenia gravis
: atrakurium
: dosis 1/10 atrakurium