Anda di halaman 1dari 12

InfoPOM

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN POM RI

Volume XI, No.5


SEPTEMBER - OKTOBER 2010

ISSN 1829-9334

DAFTAR ISI
1

ANTIDIABETIKA ORAL

PRESS RELEASE NOMOR : HM.04.01.1.23.09.10.9076 TENTANG PEMBEKUAN IZIN EDAR AVANDIA, AVANDARYL, DAN AVANDAMET

MENGENAL PENGAWET METIL PARABEN

PRESS RELEASE NOMOR : HM.04.01.1.23.10.10.9905 TENTANG PENGAWASAN PRODUK MI INSTAN YANG TERDAFTAR DI
INDONESIA PENGAWASAN PRODUK MI INSTAN YANG TERDAFTAR DI INDONESIA

PRESS RELEASE NOMOR : PN.01.04.1.31.10.10.9829 TENTANG PEMBATALAN IZIN EDAR DAN PENARIKAN PRODUK OBAT YANG
MENGANDUNG SIBUTRAMINE

ANTIDIABETIKA ORAL
Diabetes melitus
Sejak tahun 2000 jumlah penderita kencing manis atau diabetes melitus (sering disingkat menjadi
diabetes atau DM) di Indonesia meningkat cukup signifikan dan diperkirakan pada tahun 2030
mencapai 21,3 juta orang, serta paling banyak terjadi pada masyarakat urban yang gaya hidupnya
tidak sehat.
Diabetes melitus merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang
melebihi normal. Apabila kondisi ini dibiarkan tak terkendali maka dapat menyebabkan pasien
lebih rentan terhadap infeksi dan menimbulkan penyakit penyulit yang dapat berakibat fatal
seperti penyakit jantung, ginjal, dan kelainan yang terjadi pada pembuluh darah retina yang
bisa berakhir dengan kebutaan bagi penderitanya (retinopati diabetik). Untuk itu pasien
diabetes melitus harus selalu menjaga kadar glukosa darah agar faktor penyulit
tersebut dapat dihambat atau bahkan dapat dicegah.
Penyakit diabetes muncul akibat kekurangan insulin atau tidak adanya insulin.
Insulin merupakan suatu zat atau hormon yang dihasilkan pankreas dan
bertugas untuk memasukkan glukosa kedalam sel, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan bakar/energi oleh sel tubuh. Jika insulin kurang atau tidak ada
dalam tubuh, glukosa yang berada dalam darah, tidak dapat masuk ke
dalam sel dan berada dalam kadar yang berlebih dalam darah sehingga
menyebabkan kondisi seperti yang telah disebutkan di atas.
Penyebab munculnya penyakit ini dapat bermacam-macam.
Keturunan merupakan salah satu faktor penyebab disamping
faktor pencetus lain seperti infeksi yang disebabkan virus tertentu,
pola makan yang tidak sehat, stres, makan obat-obatan yang
dapat meningkatkan kadar gula darah dan sebagainya.
Gejala yang sering ditemukan pada pasien diabetes adalah:
rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama pada
malam hari, berat badan turun dengan cepat, cepat merasa
lapar, timbul kelemahan pada tubuh, kesemutan pada jari
tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, luka
atau bisul yang sukar sembuh dan keputihan.

Berdasarkan penyebabnya,
diabetes melitus dibedakan
menjadi 2 tipe, yaitu:
-

Diabetes tipe 1:
Adalah tipe diabetes
melitus yang tergantung
pada insulin. Terjadi
karena insulin yang
dihasilkan tidak
mencukupi sehingga
glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel dan
menyebabkan tubuh
kekurangan energi.
Umumnya terjadi pada
usia muda (di bawah 30
t a h u n ) . Ob a t ya n g
diberikan adalah injeksi
insulin.

Obat yang diberikan


a d a l a h o b a t
antidiabetika oral.

Diabetes tipe 2:
Adalah tipe diabetes
melitus yang tidak
tergantung insulin.
Terjadi karena insulin
tidak bekerja dengan
baik untuk menjaga
kadar gula dalam darah.

Dalam mengelola
diabetes melitus,
langkah pertama yang
harus dilakukan adalah
pengelolaan non
farmakologis, berupa
perencanaan pola
makan dan kegiatan
jasmani. Apabila dengan
langkah-langkah
tersebut sasaran
pengendalian diabetes
yang ditentukan belum
tercapai, dilanjutkan
dengan langkah
berikutnya yaitu dengan
menggunakan obat
( p e n g e l o l a a n
farmakologis).
Pasien diabetes diharapkan
dapat mengatur kadar gula
dalam darah melalui diet.

Standar yang dianjurkan adalah


makanan dengan komposisi yang
seimbang antara karbohidrat,
protein dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik. Pemanis
buatan dapat dipakai secukupnya,
begitu juga gula sebagai bumbu
masakan tetap diizinkan. Pada
keadaan kadar glukosa darah
terkendali, masih diperbolehkan
mengkonsumsi sukrosa (gula
pasir) sampai 5% kalori. Selain
pengaturan makanan, pasien
diabetes dianjurkan latihan
jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu) selama kurang lebih 30
menit dan untuk pasien diabetes
dengan berat badan berlebih
pencegahan dilakukan dengan
menurunkan berat badan juga.
Jika sudah melakukan pengaturan
makanan dan latihan jasmani
namun kadar gula darah masih
belum terkontrol dengan baik,
maka dibutuhkan pengelolaan
farmakologis menggunakan obat
antidiabetika oral atau insulin (atau

Editorial
2 I EDITORIAL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edisi Sept - Okt 2010

Pembaca yang terhormat,


Dalam menjalankan fungsi pengawasannya secara komprehensif, Badan POM melakukan evaluasi pra pemasaran (pre-market) dan pengawasan
pasca pemasaran (post-market). Sebagai upaya dalam pengawasan post-market di bidang obat, dilakukan inspeksi dan monitoring sesudah produk
beredar di pasar, termasuk pengambilan sampel, pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, evaluasi label, monitoring efek
samping obat, monitoring iklan produk obat serta penyidikan dan penegakan hukum.
Terhitung sejak tanggal 24 September 2010, Badan POM Rl telah melakukan pembekuan izin edar terhadap obat diabetes GSK yang mengandung
rosiglitazone tunggal (Avandia tablet) dan kombinasinya (Avandamet dan Avandaryl tablet) karena efek samping kardiovaskular. Hal ini merupakan
salah satu hasil pengawasan post-market yang dilakukan Badan POM, terutama sebagai hasil analisis risk-benefit terkait kajian hasil kegiatan
monitoring efek samping obat. Hal ini sejalan dengan, European Medicine Agency yang juga telah melakukan penarikan obat diabetes yang
mengandung rosiglitazon tunggal dan kombinasinya serta Food & Drug Administration USA melakukan pembatasan penggunaan obat-obat tersebut di
Amerika.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, pada edisi ini kami sajikan Keterangan Pers Badan POM tentang Pembekuan Izin Edar Avandia, Avandaryl
dan Avandamet. Karena rosiglitazon (kandungan dari Avandia) merupakan salahsatu antidiabetik oral, pada edisi ini kami sajikan artikel mengenai
antidiabetika oral yang memuat informasi secara umum ttg obat tersebut dan kehati-hatian yang menyertai penggunaannya.
Keresahan pada saat terjadi isu terkait produk mie instant di Taiwan, sebetulnya tidak perlu terjadi apabila masyarakat mendapatkan informasi yang
cukup mengenai keamanan pengawet metil para hidroksi benzoat atau dikenal sebagai metil paraben yang terdapat dalam mi cepat saji tersebut. Untuk
menjawab keresahan masyarakat, Badan POM telah mengeluarkan Keterangan Pers yang menjelaskan tentang regulasi yang berlaku di Indonesia
mengenai penambahan pengawet ini ke dalam pangan. InfoPOM kali ini mencoba membahas lebih jauh hal tersebut melalui artikel Mengenal
Pengawet Metil Paraben
Semoga InfoPOM edisi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca semua.
Selamat membaca.

IPenasehat Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan I Pengarah Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan I Penanggung
jawab Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan I Redaktur Ketua Kepala Bidang Informasi Obat I Redaktur Eksekutif Dra. Fadjar Ayu
Tofiana, MT; Dra. Deksa Presiana, Apt, Mkes; Yustina Muliani, SSi, Apt; Dra. Lucky Hayati, Apt; Dra. Tri Asti I, Apt, Mpharm; Dra. Sri
Mulyani, Apt; Ellen Simanjuntak, SE; Galih Prima Arumsari, SFarm, Apt; Dewi Sofiah, Ssi, Apt; Dra. Dyah Nugraheni, Apt; Dra. Sri
Hariyati, Msc; Suyanto, SP, Msi; Dra. Murti Hadiyani I Editor Yulinar, SKM, Msi; Denik P, Sfarm, Apt; Eriana Kartika, Ssi, Apt; Arlinda
Wibiayu, Ssi, Apt I Desain grafis Sandhyani ED, Ssi, Apt; Indah W, Ssi, Apt I Sekretariat Ridwan Sudiro, Ssos; Surtiningsih; Netty Sirait

Antidiabetika oral
Obat antidiabetika oral digunakan
untuk pengobatan diabetes melitus
tipe 2. Obat-obat ini hanya
digunakan jika pasien gagal
memberikan respon terhadap
setidaknya 3 bulan diet rendah
karbohidrat dan energi disertai
aktivitas fisik yang dianjurkan,
dimana apabila setelah upaya
perubahan pola hidup, kadar gula
darah tetap diatas 200 mg% dan
HbAc1 diatas 8%.
Antidiabetika oral terbagi menjadi
beberapa golongan yaitu:
1. Golongan sulfonilurea:
Ya n g t e r m a s u k o b a t
golongan ini adalah
klorpropamid, glikazid,
glibenklamid, glipizid,
glikuidon dan tolbutamid.
Golongan obat ini bekerja
dengan menstimulasi sel
beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang
tersimpan, dan karena itu
obat golongan ini hanya
bermanfaat pada pasien
yang masih mempunyai
kemampuan untuk
mensekresi insulin.
2

Golongan biguanid
Yang termasuk golongan
obat ini adalah metformin
hidroklorida.
Metformin merupakan obat
yang cara kerjanya terutama
menurunkan kadar glukosa
darah dengan menekan
produksi glukosa yang
diproduksi hati dan

analog

bisa sebagai
pengganti bagi
pasien yang
menderita alergi obat
golongan sulfa yang
t
i
d
a
k
direkomendasikan
sulfonilurea. Obat ini
bisa digunakan
sebagai monoterapi
atau dikombinasikan
dengan metformin.
Harus diberikan hatihati pada pasien
lansia dan pasien
dengan gangguan
hati dan ginjal.

Yang termasuk golongan


obat ini adalah repaglinid.

4. G o l o n g a n
penghambat alfa
glukosidase

mengurangi resistensi
insulin. Metformin bisa
digunakan sebagai
monoterapi atau
dikombinasikan dengan
sulfonilurea. Metformin
tidak menyebabkan
hipoglikemia atau
penambahan berat
badan, jadi sangat baik
digunakan pada pasien
diabetes melitus tipe 2
yang menderita obesitas
(pada beberapa studi
bahkan pasien mengalami
penurunan berat badan)
3. G o l o n g a n
meglitinid

Mekanisme aksi dan profil


efek samping repaglinid
hampir sama dengan
sulfonilurea. Agen ini
memiliki onset yang cepat
dan diberikan saat makan,
dua hingga empat kali
setiap hari. Repaglinid

Ya n g t e r m a s u k
golongan obat ini adalah
akarbosa dan miglitol.
Obat ini bekerja
secara kompetitif
menghambat kerja
enzim glukosidase
alfa di dalam saluran

3 I ARTIKEL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edisi Sept - Okt 2010

keduanya). Untuk menentukan


pengobatan yang sesuai
berdasarkan jenis diabetes yang
diderita, maka sebelum
menggunakan antidiabetika,
pasien harus berkonsultasi
terlebih dahulu kepada dokter.

cerna. Enzim ini berfungsi


menghambat proses
metabolisme dan penyerapan
karbohidrat pada dinding usus
halus. Hal ini akan menyebabkan
turunnya penyerapan glukosa
sehingga dapat menurunkan
kadar glukosa dalam darah yang
meningkat setelah makan.
5. Golongan Tiazolidindion

4I ARTIKEL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edisi Sept - Okt 2010

Tiazolidindion (sering juga disebut


TZDs atau glitazon) berfungsi
memperbaiki sensitivitas insulin
dengan mengaktifkan gen-gen
tertentu yang terlibat dalam
sintesa lemak dan metabolisme
karbohidrat. Tiazolidindion tidak
menyebabkan hipoglikemia jika
digunakan sebagai terapi tunggal,
meskipun mereka seringkali
diberikan secara kombinasi
dengan sulfonilurea, insulin, atau
metformin.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh


tenaga kesehatan dalam memilih
antidiabetika oral:
1. Dosis selalu harus dimulai dengan
dosis rendah yang kemudian
dinaikkan secara bertahap.
2. Harus diketahui betul bagaimana
cara kerja, lama kerja dan efek
samping obat -obat tersebut.
Misalnya klorpropamid jangan
diberikan 3 kali 1 tablet, karena
lama kerjanya 24 jam.
3. Bila memberikan bersama obat lain,
pikirkan kemungkinan adanya
interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap
obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan
lain, bila tetap belum berh asil baru
pertimbangkan untuk menggunakan
insulin.
5. Usahakan agar harga obat
terjangkau oleh orang dengan
diabetes.

Yang termasuk golongan obat ini


adalah pioglitazon dan
rosiglitazon. Namun, rosiglitazon
merupakan antidiabetika oral
yang baru-baru ini dibekukan
ijin edarnya baik sediaan
tunggal maupun kombinasi,

dengan nama dagang Avandia ,

Avandaryl dan Avandamet .


Pebekuan ijin edar ini dilakukan
karena obat tersebut
menyebabkan efek samping
kardiovaskular berupa gagal
jantung (heart failure) sehingga
risiko penggunaan rosiglitazon
jauh lebih besar dari manfaatnya.
Informasi mengenai pembekuan
ijin edar ketiga obat ini dapat
dibaca pada halaman 6 InfoPOM
edisi ini
6. G o l o n g a n p e n g h a m b a t
dipeptidil peptidase tipe 4
Yang termasuk golongan obat ini
adalah sitagliptin dan vildagliptin.
Merupakan antidiabetika oral
yang bekerja dengan
menghambat dipeptidil peptidase
tipe 4. Obat ini merupakan obat
baru yang diindikasikan sebagai
terapi tambahan pada diet dan
olahraga untuk meningkatkan

kontrol kadar gula darah pada


pasien diabetes melitus tipe-2.
Obat-obat ini diindikasikan
untuk penggunaan monoterapi
atau kombinasi dengan
metformin, sulfonilurea, atau
tiazolidindion, saat diet,
olahraga dan agen antidiabetes
tunggal tidak dapat mengontrol
kadar gula darah secara
memadai.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan


antidiabetika oral:
-

Obat antidiabetika oral adalah obat yang harus digunakan


dibawah pengawasan dokter.

Antidiabetika oral sebaiknya diminum pada saat menjelang


makan atau setengah jam sebelum makan untuk mencegah
timbulnya reaksi hipoglikemia.

Minumlah dosis yang terlupa segera setelah anda ingat,


tetapi jika hampir mendekati dosis berikutnya, jangan

Sebagaimana obat-obat lain,


antidiabetika oral juga mempunyai
beberapa efek samping yang harus
diwaspadai, diantaranya diare, pusing,
sakit kepala, mual, muntah. Pada
penggunaan kombinasi insulin dan
sulfonilurea berat badan dapat
meningkat dan penggunaan kombinasi
metformin dan sulfonilurea atau
glikazid tunggal dapat menyebabkan
turunnya berat badan. Bila dosis tidak
tepat atau diet terlalu ketat dapat
menyebabkan pasien mengalami
hipoglikemia. Hipoglikemia adalah efek
samping yang paling harus diwaspadai
yang ditandai dengan munculnya
gejala seperti pandangan kabur, keluar
keringat dingin, gelisah, pusing, dan
detak jantung bertambah cepat.

diminum dosis tersebut dan kembali ke jadwal yang


seharusnya.
Jangan menduakalikan dosis.
- Jangan minum antasida selama 1 jam setelah minum obat ini.
- Konsultasikan dengan dokter dalam melakukan penyesuaian
dosis, jika anda sedang dalam diet atau mengalami
perubahan dalam pola berolahraga.
- Jangan minum obat lain, kecuali atas petunjuk dokter,
apoteker atau tenaga kesehatan lainnya. Hal ini harus
diperhatikan, terutama untuk obat-obat bebas seperti
penghilang rasa nyeri (asetosal), obat asma, obat pilek dan
obat batuk.
- Jangan minum alkohol selama minum obat ini, karena alkohol
dapat menurunkan kadar gula darah sehingga meningkatkan
risiko hipoglikemia
- Jangan memberikan obat yang kita konsumsi kepada orang
lain, karena kondisi orang tersebut tidak sama dengan anda
walaupun sama-sama mengidap diabetes

1. Badan Pengawas Obat dan


Makanan Republik
I n d o n e s i a , 2 0 0 8 ,
Informatorium Obat Nasional
Indonesia 2008, Jakarta
2. American Society of HealthSystem Pharmacists, 2010,
AHFS Drug Information,
Maryland
3. F a k u l t a s K e d o k t e r a n
Universitas Indonesia,1999,
Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu, Jakarta
4. Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik
Indonesia, Leaflet Obat
Antidiabetika Oral
5. www. pom.go.id

(Sandhyani E.D)

- Waspadai gejala hipoglikemia yang ditandai dengan gejala :


pandangan kabur, keluar keringat dingin, gelisah, pusing,
detak jantung bertambah cepat. Apabila reaksi hipoglikemia
ini terjadi, segera konsumsi makanan manis tanpa lemak.
- Waspadai juga gejala hiperglikemia yang parah
(ketoasidosis) yang ditandai dengan: kulit kering
kemerahan, nafas berbau buah-buahan, nafas yang dalam
dan cepat serta dapat menyebabkan pingsan.
- Agar mutu obat tetap terjaga, simpanlah obat-obat ini pada
suhu kamar, terlindung dari cahaya dan lembab.

5 I ARTIKEL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edisi Sept - Okt 2010

Pustaka:

PRESS RELEASE
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PEMBEKUAN IZIN EDAR AVANDIA, AVANDARYL, DAN AVANDAMET
Nomor : HM.04.01.1.23.09.10.9076
Jakarta, 26 September 2010

Berkaitan dengan informasi dari European Medicine Agency (EMA) tentang penarikan obat diabetes
GlaxoSmithKline (GSK) yang mengandung rosiglitazone tunggal dan kombinasinya serta pembatasan
penggunaan obat-obat tersebut di Amerika oleh Food & Drug Administration (FDA) USA pada tanggal 23
September 2010, Badan Pengawas Obat dan Makanan {Badan POM) Rl memandang perlu
menyampaikan informasi kepada masyarakat sebagai berikut :
1. Penarikan ataupun pembatasan obat diabetes yang mengandung rosiglitazone dalam bentuk
tunggal ataupun kombinasi diakibatkan efek samping kardiovaskular berupa gagal jantung (heart
failure).

6 I ARTIKEL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edisi Sept - Okt 2010

2. Dengan adanya informasi terkini di Eropa dan Amerika tentang keamanan obat dan dalam rangka
melindungi keselamatan dan kesehatan masyarakat, Badan POM Rl telah melakukan pembekuan
izin edar obat diabetes GSK yang mengandung rosiglitazone tunggal (Avandia tablet) dan
kombinasinya (Avandamet dan Avandaryl tablet) terhitung sejak tanggal 24 September 2010
karena efek samping kardiovaskular.
3. Dihimbau kepada masyarakat yang saat ini menggunakan obat-obat tersebut agar berkonsultasi
dengan dokter.
4. Kepada masyarakat yang memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Unit Layanan
Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM dengan nomor telepon 021-4263333 dan 02132199000 atau email ulpk@pom.go.id dan ulpkbadanpom@yahoo.com atau Layanan Informasi
Konsumen di seluruh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Demikian informasi ini kami sampaikan untuk dapat diketahui sebagaimana mestinya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan


Kepala

Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc


NIP.19511227 198003 2 001

Mengenal Pengawet
Metil Paraben
e g u l a s i d a n
pembatasan terkait
pengawasan pangan
yang diberlakukan di
beberapa negara
seringkali tidak seluruhnya
sama. Ada negara yang
membuat aturan yang berbeda
dibanding negara-negara lain
pada umumnya. Hal ini
disebabkan karena
pertimbangan kebutuhan lokal
masing-masing negara
tersebut. Karena itu suatu
produk yang tidak diijinkan di
suatu negara, bisa saja
diperbolehkan di negara lainnya
dengan pembatasan tertentu.

Contoh kasus nyata adalah


kejadian penarikan mi cepat saji
di Taiwan beberapa waktu yang
lalu. Waktu itu terjadi keresahan
masyarakat terkait berita
penarikan salah satu produk mi
cepat saji buatan Indonesia di
p a s a r Ta i w a n . A k a r
permasalahan sesungguhnya
adalah karena adanya
perbedaan standar antara
Indonesia dengan Taiwan
dalam hal pengaturan Bahan
Tambahan Pangan (BTP)
pengawet dalam produk
pangan.
Keresahan ini sebetulnya tidak
perlu terjadi apabila masyarakat
mendapatkan informasi yang
cukup mengenai keamanan
pengawet metil para hidroksi
benzoat atau dikenal sebagai
metil paraben yang ditemukan
pada mi cepat saji tersebut.
Untuk itu, Badan POM telah

Akar
permasalahan
sehingga
timbulnya
keresahan
dalam
masyarakat
adalah karena
adanya
perbedaan
standar antara
Indonesia
dengan
Taiwan
mengeluarkan Keterangan Pers
tentang Penarikan Produk Mi
Instan Indonesia yang
menjelaskan tentang regulasi
yang berlaku di Indonesia terkait
penambahan pengawet ini ke
dalam pangan.
Batas maksimum penggunaan
metil paraben sebagai
pengawet pada pangan di
beberapa negara dapat dilihat
pada Tabel 1.
Aturan penggunaan
pengawet di Indonesia
Indonesia mengizinkan
penggunaan metil paraben
dalam kecap dengan jumlah
maksimum penggunaan
sebesar 250 mg/kg untuk kecap

dan 1000 mg/kg untuk mi instan


dan bumbu mi instan serta saus,
tetapi Taiwan tidak mengatur
penggunaan pengawet ini.
Meskipun demikian Taiwan
mengatur penggunaan beberapa
jenis pengawet lain dalam produk
mi cepat saji yang mempunyai
tingkat keamanan mirip dengan
metil paraben. Pengawetpengawet itu adalah etil paraben,
propil paraben, butil paraben,
isopropil paraben dan isobutil
paraben dengan batas maksimum
dalam kecap masing-masing 250
mg/kg produk pangan. Sedangkan
badan antar pemerintah yang
bertugas melaksanakan Joint
FA O / W H O F o o d S t a n d a r d s
Programme (program standar
pangan FAO/WHO) yaitu Codex

7 I ARTIKEL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edisi Sept - Okti 2010

Pengantar

Alimentarius Commission
(CAC),
menetapkan batas
penggunaan maksimal metil
paraben pada produk adalah
sebesar 1000 mg/kg produk.
Selain mengatur batas
maksimal bahan tambahan
pangan pada produk, Indonesia
juga menerapkan batas
maksimal bahan tambahan
pangan yang dapat dikonsumsi
setiap hari selama hidup
manusia tanpa menimbulkan
masalah kesehatan yang
serius, yang dikenal dengan
nilai ADI (acceptable daily
intake). Nilai ADI untuk metil
paraben adalah 0-10 mg/kg
berat badan. Artinya untuk
orang dewasa (asumsi berat
badan 60 kg), konsumsi metil
paraben maksimal sehari
sebanyak 600 mg. Apabila
kandungan kecap dalam satu
bungkus mi instan sebesar 4 ml
dan dengan batas maksimum
penggunaan sebesar 250

mg/kg maka dalam satu


bungkus mi instan itu
terkandung 1 mg metil paraben.
Nilai ADI 100 persen baru
tercapai apabila orang tersebut
mengkonsumsi 600 bungkus mi
instan perhari.
Pengawet metil paraben
Metil paraben adalah pengawet
yang digunakan secara luas
sebagai pengawet antimikroba
dalam sediaan obat, kosmetik,
dan produk pangan. Dalam
pangan, pengawet ini digunakan
sebagai bahan tambahan
pangan, antimikroba untuk
produk yang dipanggang,
minuman, krim, pasta, jam/jeli,
sirup dan kecap serta mi instan.
Metil paraben merupakan
bentuk metil ester dari asam
para hidroksi benzoat, bersifat
stabil dan tidak mudah
menguap. Senyawa ini efektif
pada rentang pH luas dan
memiliki spektrum antimikroba

yang luas serta memiliki


efektifitas paling tinggi terhadap
jamur dan kapang.
Secara alami metil paraben
dapat ditemukan pada tanaman,
seperti pada buah blueberry,
dan bersifat biodegradable atau
dapat diurai oleh bakteri
pengurai yang terdapat di dalam
tanah. Manusia dapat terpapar
metil paraben melalui konsumsi
makanan, serta penggunaan
obat dan kosmetika yang
mengandung metil paraben.
Pengawet ini bekerja dengan
cara menghambat pertumbuhan
mikroba melalui mekanisme
penghambatan uptake seluler
asam amino dan komponen lain
yang penting bagi suplai
substrat dan energi mikroba.
Berdasarkan Database of Select
Committee on Generally
Recognize As Safe (GRAS)
Substances Reviews, diketahui

Tabel 1
Batas Maksimum Penggunaan Metil Paraben Pada Produk Kecap, Bumbu
Mi Cepat Saji, dan Mi Cepat saji di Beberapa Negara

8 I ARTIKEL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edis Sept - Okti 2010

No

Negara yang mengatur

Indonesia (Permenkes RI no.


722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan
Tambahan Makanan

Codex stan 192 -1995 rev. 11 tahun 2010


tentang food additives
Singapura
Brunai
Filipina
Australia (FSANZ)
Amerika Serikat (CFR)
Canada

3
4
5
6
7
8

9
10

Malaysia
Taiwan

Batas Maksimum Penggunaan


(mg/kg)

Kecap : 250

Bumbu mi cepat saji: 1000

Mi cepat saji: 1000

Saus: 1000
Sauces: 1000
Sauces: 250
Sauces: 250
Sauces: 1000
2500 (Preparation of food additives)
1000 (all food)
1000 (unstandardized food except
unstandardized preparation of:
a. meat and meat by product
b.fish and
c. poultry and poultry meat by
product
Tidak mengatur metil paraben
Tidak mengatur metil paraben

Metil paraben dapat terserap


sempurna melalui kulit dan
saluran cerna. Di dalam tubuh
pengawet ini dapat terhidrolisis
sempurna menjadi asam para
hidroksi benzoat, terkonjugasi
dengan sulfat dan glukuronat
dan secara cepat diekskresikan
melalui urin. Tidak ada bukti
ilmiah yang menunjukkan
terjadinya akumulasi metil
paraben di dalam tubuh. Studi
toksisitas akut pada hewan juga
menunjukkan bahwa metil
paraben bersifat non toksik

ketika digunakan secara oral


maupun parenteral.
Hasil Pengawasan Badan
POM lima tahun terakhir
terhadap
Penggunaan pengawet metil
paraben pada produk mi cepat
saji
Jumlah produk mi cepat saji
(semua varian, baik mi goreng
maupun mi kuah) yang terdaftar
di Badan POM periode 2005
sampai 2010 sebanyak 1129
macam, dimana 663
diantaranya adalah produksi
dalam negeri dan sisanya
adalah produk impor. Produk mi
cepat saji yang mungkin
mengandung metil paraben
adalah varian mi goreng yang
cara penyajiannya
menggunakan kecap dengan
kandungan metil paraben
berkisar 0-200 mg/kg. Hasil
pengujian lima tahun terakhir
menunjukkan tidak ditemukan
kandungan metil paraben
melebihi batas yang diijinkan
pada kecap didalam produk mi
cepat saji yang beredar di
Indonesia.

Penutup
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa produk mi
cepat saji yang mengandung
metil paraben aman untuk
dikonsumsi. Walaupun demikian
sebagai konsumen sebaiknya
kita selalu menerapkan
diversifikasi makanan dalam
menu sehari hari dengan
mengkonsumsi aneka ragam
makanan. Diversifikasi makanan
menyebabkan tubuh tidak
terpapar suatu zat kimia tertentu
dalam waktu yang lama sehingga
tubuh mempunyai kesempatan
mengeluarkan zat-zat tersebut
dan berdampak tidak terjadinya
penumpukan dalam tubuh
manusia. Selain itu apabila hal ini
diterapkan maka diharapkan
kemandirian pangan dapat
terpenuhi karena kita tidak
tergantung pada satu jenis bahan
pangan saja.
Disarikan dari Kajian Direktorat
Standardisasi Produk Pangan
t e n t a n g M e t h y l p h y d r o x y b e n z o a t e o l e h Ti m
Redaksi InfoPOM)

9 I ARTIKEL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edisi Sept - Okt 2010

bahwa tidak ada bukti bahaya


penggunaan metil para hidroksi
benzoat sebagai pengawet
dalam pangan olahan,
sepanjang digunakan sesuai
standar dan tidak melebihi
batas maksimal yang diijinkan.
Oleh karena itu FDA menilai,
metilparaben sebagai
pengawet yang aman atau
generally regarded as safe
(GRAS). Di Eropa,
metilparaben digunakan
sebagai pengawet makanan
yang mendapat persetujuan
Uni Eropa dengan kode E-218.

PRESS RELEASE
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENGAWASAN PRODUK MI INSTAN YANG TERDAFTAR DI INDONESIA
Nomor : HM.04.01.1.23.10.10.9905

Jakarta, 18 Oktober 2010


Menyambung Keterangan Pers Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI terkait dengan
produk mi instan produksi Indonesia pada tanggal 11 Oktober 2010, Badan POM RI yang mempunyai otoritas
dalam pengawasan keamanan pangan olahan di wilayah Indonesia, dengan ini memandang perlu untuk
memberikan informasi lebih lanjut kepada masyarakat dan menegaskan kembali hal-hal sebagai berikut:
Berdasarkan Standar Codex Allimentarius Committee (CAC) dan kajian ilmiah terhadap risiko kesehatan,
serta sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan, bahwa methyl p-hydroxybenzoate dapat digunakan sebagai pengawet untuk produk
saus/kecap di Indonesia, dengan batas penggunaan maksimal 250 mg/kg produk. CAC menetapkan
batas penggunaan maksimal methyl p-hydroxybenzoate adalah sebesar 1000 mg/kg produk.
Berdasarkan Database of Select Committee on Generally Recognize As Safe (GRAS) Substances
Reviews, diketahui bahwa tidak ada bukti bahaya penggunaan methyl p-hydroxybenzoate sebagai
pengawet dalam pangan olahan sepanjang digunakan sesuai standar dan tidak melebihi batas
maksimal yang diijinkan.
Badan POM RI sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya telah dan secara terus menerus melakukan
pengawasan post market, antara lain dengan melakukan pengambilan sampel pangan olahan secara
acak dan pengujian laboratorium, termasuk mi instan, yang beredar di pasaran.

10 I ARTIKEL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edisi Sept - Okt 2010

Selama semester I tahun 2010, telah dilakukan pengambilan dan pengujian sejumlah 323 item sampel mi
instan yang terdaftar dari peredaran. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sampel kecap yang ada di
dalam satu kemasan dengan mi instan, mengandung methyl p-hydroxybenzoate TIDAK MELEBIHI
250 mg/kg, batas maksimum yang diijinkan.
Berkaitan dengan timbulnya isu terkait dengan mi instan beberapa hari terakhir ini, maka Badan POM
telah melakukan sampling surveillance dan pengujian berbagai merek mi instan dari peredaran di 21
provinsi. Hasil pengujian terhadap kandungan methyl p-hydroxybenzoate pada 158 sampel kecap
dalam mi instan, adalah 96 sampel mengandung methyl p-hydroxybenzoate TIDAK MELEBIHI 250
mg/kg, batas maksimum yang diijinkan, sedangkan 62 sampel SAMA SEKALI TIDAK mengandung
methyl p-hydroxybenzoate.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium diatas, disimpulkan bahwa produk mi instan yang terdaftar dan
beredar di Indonesia MEMENUHI STANDAR dan persyaratan yang berlaku, serta dinyatakan AMAN
untuk dikonsumsi.
Dihimbau kepada masyarakat yang memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Unit Layanan
Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM RI dengan nomor telepon 021-4263333 dan 02132199000 atau email ulpk@pom.go.id dan ulpkbadanpom@yahoo.com atau Layanan Informasi
Konsumen di seluruh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Demikian penjelasan ini kami sampaikan untuk dapat diketahui sebagaimana mestinya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan


Kepala

Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc


NIP.19511227 198003 2 001

PRESS RELEASE
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG

PEMBATALAN IZIN EDAR DAN PENARIKAN PRODUK OBAT YANG MENGANDUNG


SIBUTRAMINE
Nomor : PN.01.04.1.31.10.10.9829
Jakarta, 14 Oktober 2010
Berkaitan dengan informasi aspek keamanan produk obat yang mengandung sibutramine, yang diperoleh hasil studi
Sibutramine on Cardiovascular Outcomes Trial (SCOUT) yang menunjukkan peningkatan risiko kejadian
kardiovaskular dan tindak lanjut regulatori dari beberapa badan otoritas di negara lain, maka Badan Pengawas Obat
dan Makanan (Badan POM) RI efektif sejak tanggal 14 Oktober 2010 telah melakukan pembatalan izin edar dan
penarikan obat jadi yang mengandung sibutramine (terlampir). Oleh karena itu, Badan POM RI memandang perlu
menyampaikan informasi kepada masyarakat sebagai berikut :
Sibutramine merupakan obat yang diindikasikan sebagai pengobatan adjuvant dalam membantu penurunan
kelebihan berat badan (overweight dan obesity) disamping olah raga dan pengaturan diet.
Terdapat informasi terbaru mengenai aspek keamanan penggunaan sibutramine jangka panjang dari hasil studi
SCOUT yang menunjukkan adanya peningkatan risiko kejadian kadiovaskular pada pasien dengan riwayat
penyakit kardiovaskular.
Dengan adanya informasi aspek keamanan terkini tersebut, dalam rangka melindungi keselamatan dan
kesehatan masyarakat, Badan POM RI telah melakukan pembatalan izin edar dan penarikan produk obat
yang mengandung sibutramine terhitung sejak tanggal 14 Oktober 2010.
Dalam rangka lebih meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, Badan POM RI mengambil langkah-langkah
sebagai berikut:

Memerintahkan kepada pemilik izin edar yang memproduksi obat yang mengandung sibutramine untuk
menghentikan produksi dan melakukan penarikan obat dari peredaran serta memusnahkan obat dan bahan
baku yang tersedia.
Memerintahkan kepada distributor untuk menghentikan distribusi dan mengembalikan obat dimaksud kepada
produsennya.
Meminta kepada sarana pelayanan obat (Apotek/Rumah Sakit/Klinik) untuk mengembalikan obat tersebut
kepada distributornya.
Dihimbau kepada masyarakat yang saat ini menggunakan obat-obat tersebut agar segera berkonsultasi dengan
dokter untuk mendapatkan alternatif pengobatan yang lain.
Kepada masyarakat yang memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Unit Layanan Pengaduan
Konsumen (ULPK) Badan POM dengan nomor telepon 021-4263333 dan 021-32199000 atau email
ulpk@pom.go.id dan ulpkbadanpom@yahoo.com atau Layanan Informasi Konsumen di seluruh Balai
Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Demikian informasi ini kami sampaikan untuk dapat diketahui sebagaimana mestinya.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc


NIP.19511227 198003 2 001

11 I ARTIKEL I INFOPOM Vol. XI /No. 5/Edisi Sept - Okt 2010

Memerintahkan kepada seluruh Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM (Balai Besar/Balai POM
di seluruh Indonesia) untuk melakukan pemeriksaan terhadap sarana distribusi dan pelayanan obat
(PBF/Apotek/Rumah Sakit/Klinik) terhadap kemungkinan masih tersedianya obat tersebut.

BALAI BESAR POM DI PADANG


Alamat Redaksi : Pusat Informasi Obat dan Makanan - Badan Pengawas Obat dan Makanan
Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat; Telp: 021-4259945; Fax: 021-42889117; email: informasi@pom.go.id
Redaksi menerima naskah yang berisi informasi yang terkait dengan obat, kosmetika, obat tradisional, produk
komplemen, zat adiktif dan bahan berbahaya. Kirimkan melalui alamat redaksi dengan format minimal MS. Word
97, spasi single maksimal 4 halaman A4

Anda mungkin juga menyukai