Anda di halaman 1dari 76

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)

BWP KECAMATAN BARAT


KABUPATEN MAGETAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA dan KEBIJAKAN

2.1

Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori-Teori tentang perkotaan


Sebelum merujuk kepada teori-teori tentang perkotaan, kita harus memahami apa
yang disebut dengan kota dan perkotaan terlebih dahulu. Sudut pandang tentang arti sebuah
kota secara tidak langsung dapat berbeda-beda tergantung bagaimana pendekatan yang
dilakukan terhadap konsentrasi bidang ilmu masing-masing. Contohnya seperti kota ditinjau
dari segi statistik diartikan sebagai suatu wilayah yang secara statistik besaran atau ukuran
jumlah penduduknya sesuai dengan batasan atau ukuran untuk kriteria kota. Begitu juga
dengan ilmu-ilmu lain yang melihat definisi kota dari sudut pandang masing-masing. Secara
umum, istilah kota berasal dari kata urban yang mengadung pengertian kekotaan dan
perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal,
sosial, ekonomi, dan budaya. Perkotaan mengacu pada areal yang memiliki suasana
penghidupan dan kehidupan modern yang menjadi wewenang pemerintah kota. Sedangkan
menurut Prof. Bintarto (1983) secara geografis kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan
kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata
ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang
budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala
pemusatan penduduk yang cukup besar. Beberapa definisi kota yang sudah dipaparkan tadi
dapat diambil kesimpulan bahwa kota memiliki pengertian sebagai pusat permukiman dan
kegiatan penduduk yang memiliki batasan wilayah administrasi yang memiliki ciri-ciri
kepadatan penduduk tinggi, strata ekonomi yang heterogen, dan corak yang matrealistis.
Suatu kota pasti mengalami perkembangan yang dipengaruhi banyak faktor antara lain
keadaan geografis, tapak (site), fungsi kota, sejarah dan kebudayaan, serta unsur-unsur
umum. Berikut merupakan beberapa teori dalam perkembangan kota-kota (struktur kota),
antara lain:
1.

Teori Konsentris (Burgess, 1925)


Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business
District (CBD) letaknya di pusat kota yang letaknya di tengah kota dan berbentuk

II-1 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

bundar sebagai pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta
merupkan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. Berikut
merupakan bagian-bagian kota dalam teori konsentris.
a.

Zona Pusat Daerah Kegiatan (Central Bussiness Distric) yang merupakan


pusat pertokoan besar, gedung perkantoran bertingkat, bank, museum, hotel,
restoran, dan sebagainya.

b.

Zona Peralihan atau Zona Transisi, nerupakan daerah kegiatan. Penduduk zona
ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonom. Daerah
ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh ynag disebut slum karena
sebagian besar daerah ini dihuni oleh penduduk miskin. Namun sebenarnya
zona ini merupakan zona pengembangan industri yang sekaligus juga
merupakan zona penghubung antara pusat kota dengan daerah di luarnya.

c.

Zona Permukiman Kleas Proletar, merupakan zona dengan kondisi perumahan


yang sedikit lebih baik karena dihuni oleh pekerja dengan penghasilan kecil
seperti buruh dan karyawan kelas bawah.

d.

Zona Permukiman Kelas Menengah (Residential Zone), merupakan kopeks


perumahan para karyawan kelas menengah dengan keahlian tertentu.

e.

Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Biasanya ditandai


dengan kawasan elit, perumahan, dan halaman yang luas. Sebagian penduduk
yang tinggal di wilayah ini merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan
pejabat tinggi.

f.

Zona Penglaju (Commuters), merupakan daerah yang memasuki daerah


belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja
di kota dan tinggal di pinggiran.

2.

Teori Sektoral (Hoyt, 1939)


Teori ini mendefinisikan DPK atau CBD sama dengan yang dipaparkan oleh

Teori Konsentris. Tetapi teori ini memiliki perbedaan dalam bagian-bagian


wilayahnya, teori ini membagi wilayahnya berdasarkan perekonomian penduduk yang
tinggal di bagian tersebut. Berikut merupakan pembagian wilayah dalam teori
konsentris, antara lain:
a. Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kantor, hotel,
bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
II-2

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

b. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan. Industri ringan yang


dimaksudkan adalah industri kecil sekelas industri rumah tangga.
c. Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman pekerja
menengah kebawah dan kaum buruh.
d. Sektor permukiman kamum mengah atau sektor madya wisma.
e. Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang
terdiri dari atas eksekutif dan pejabat yang termasuk penduduk dengan
perekonomian kelas atas.
Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang
dimaksudkan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan, dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
2.1.2 Teori Kependudukan
A.

Pengertian Demografi
Istilah demografi pertama kali digunakan oleh Achille Guillard pada tahun 1885

dalam karangannya yang berjudul Elements de Statistique Humaine on Demographic


Compares. Achille Guillard menyebutkan bahwa kata demografi berasal dari bahasa Yunani
yaitu Demos yang memiliki arti rakyat atau penduduk dan Grafein yang berarti menulis.
Jadi, demografi memiliki arti tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai rakyat atau
penduduk. Sedangkan menurut Multilingual Demographic Dictionary (IUSSP, 1982),
demografi mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah, struktur
(komposisi penduduk) dan perkembangannya (perubahannya).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa demografi merupakan
ilmu yang mempelajari tentang struktur dan perubahan penduduk (bersifat dinamis), struktur
penduduk meliputi jumlah, komposisi dan persebaran penduduk. Sedangkan perubahan
penduduk meliputi kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan migrasi penduduk.
Sebagai komponen yang penting dalam ilmu demografi, penduduk berdasarkan pasal
26 ayat 2 Undang-Undang Dasar memiliki pengertian yaitu warga negara Indonesia dan
orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Secara umum penduduk adalah semua
orang yang berdomisili di Wilayah Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan mereka
yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap di Wilayah Republik
Indonesia.
II-3 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Komposisi Penduduk

B.

Menurut Said Rusdi dalam Mantra (2003), komposisi penduduk menggambarkan


susunan penduduk yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristikkarakteristik

yang sama. Karakteristik-karakteristik yang digunakan untuk menentukan

komposisi penduduk di suatu wilayah adalah sebagai berikut:


1.

Komposisi penduduk menurut umur/usia


Komposisi penduduk menurut usia biasanya dikelompokkan dengan jenjang
lima tahunan, misalnya kelompok usia 0-4, 5-9, 10- 14 dan seterusnya. Komposisi
penduduk menurut usia juga dapat dikelompokkan menjadi usia produktif dan non
produktif dimana penduduk dengan usia 15-64 tahun digolongkan kedalam
kelompok usia produktif sedangkan penduduk dengan usia 0-14 dan >64 tahun
digolonglan kedalam kelompok usia non produktif.

2.

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Komposisi penduduk menurut jenis kelamin digolongkan menjadi laki-laki
dan perempuan. Pada umumnya komposisi penduduk menurut jenis kelamin
dijadikan dalam satu tabel dengan komposisi penduduk menurur umur/usia.

3.

Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan


Komposisi penduduk menurut pendidikan adalan perbandingan ratio
penduduk di suatu wilayah berdasarkan pendidikan terakhir yang ditempuh, seperti
SD,SMP,SMA dan Perguruan tinggi.

4.

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian


Komposisi penduduk menurut mata pencaharian merupakan penggolongan
penduduk berdasarkan mata pencaharian dari masing-masing penduduk yang
berada di suatu wilayah, seperti Petani, Buruh, PNS, Wiraswasta dan lain
sebagainya.

5.

Komposisi Penduduk Menurut Agama


Komposisi penduduk menurut agama ini digolongkan berdasarkan agama
atau kepercayaan yang di anut oleh masing-masing penduduk yang berada di suatu
wilayah, seperti, Islam, Kristen Protestan, Kristen Khatolik, Hindu, Budha dan lain
sebaginya.

II-4 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

C.

Pengukuran Struktur Demografi


Data pengukuran struktur demografi berasal dari data hasil sensus penduduk atau data

sekunder lainnya. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam pengukuran demogafi sama halnya
dengan pengukuran ilmu-ilmu lain yaitu ukuran absolut dan relatif.
1.

Bilangan Absolut
Bilangan absolut adalah bentuk awal dari penyajian data demografi sebelum
dikembangkan menjadi bilangan relatif, perubahan ini dimaksudkan agar lebuh
mudah untuk mengdakan analisis dan ukuran saru dengan yang lain dapat
diperbandingkan. Jumlah penduduk merupakan salah satu contoh dari bilangan
absolut.

2.

Bilangan relatif
Beberapa pengukuran bilangan relative adalah sebagai berikut:
a.

Proporsi
Proporsi merupakan frekuensi dari suatu sifat tertentu di bandingkan dengan
seluruh populasi dimana sifat tersebut di dapatkan.

b.

Persentase
Presentase adalah proporsi dikalian 100. Dalam analisis demografi atau data
yang lain pada umumnya banyak menggunakan bentuk presentase.

c.

Perbandingan
Perbandingan adalah membandingkan dua nilai atau lebih dari suatu besaran
yang sejenis dan dinyatakan dengan cara yang sederhana. Contoh
perbandingan

adalah

perbandingan

jumlah

penduduk

laki-laki

dan

perempuan di suatu wilayah


d.

Rasio
Rasio adalah perbandingan dua perangkat yang dinyatakan dalan suatu
satuan tertentu. Berikut ini merupakan beberapa pengukuran ratio, sebagai
berikut:

e.

Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio)


Rasio jenis kelamin menurut Badan Pusat Statistik adalah perbandingan
jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan per 100
jumlah penduduk perempuan. Rasio jenis kelamin berguna untuk
pengembangan perencanaan pembangunan yang berkaitan dengan gender

II-5

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

terutama pembagian pembangunan perempuan dan laki-laki secara adil.


Berikut merupakan rumus rasio jenis kelamin.
SR =

M
k
F

(2-1)

Keterangan :
SR
= Rasio Jenis Kelamin
Mi
= Jumlah penduduk laki-laki
Fi
= Jumlah penduduk Perempuan
k
= konstanta bernilai 100

1)

Rasio Jenis Kelamin Menurut Umur


Rasio jenis kelamin dapat pula dibut berdasarkan kelompok umur.
Rasio jenis kelamin menurut umur dapat dituliskan dengan rumus:
SRi =

Mi
k
Fi

(2-2)

Keterangan :
Sri
= Rasio Jenis Kelamin pada umur atau golongan umur i tahun
M
= Jumlah penduduk laki-laki pada umur atau golongan umur i tahun
F
= Jumlah penduduk Perempuan pada umur atau golongan
umur i tahun
k
= konstanta bernilai 100

2)

Rasio Menurut Jenis Kelamin Kelahiran


Rasio jenis kelamin kelahiran sering digunakan untuk menghitung
jumlah kelahiran bayi laki-laki dan kelahiran bayi perempuan apabila
hanya diketahui angka kelahiran total. Rasio menurut jenis kelamin
lehiran dapat dituliskan dengan rumus
SRB =

BM
k
BF

(2-3)

Keterangan :
SRB
= Rasio Jenis Kelamin Kelahiran

= Kelahiran Bayi Laki-laki

= Jumlah Kelahiran Bayi Perempuan


K
= konstanta bernilai 100

3)

Rasio Anak Perempuan


Rasio anak perempuan adalah perbandingan antara anak, yaitu jumlah
penduduk di bawah usia lim tahun tehadap jumalh perempuan usia
subur yaitu usia 15 sampai 49 tahun. Rasio anak perembuan dapat di
tuliskan dengan rumus:
CRW =

P(04)
k
Pf(1549)

Keterangan :

II-6 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2-4)

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

CRW
(04)
(1549)
K

D.

= Rasio Anak Perempuan


= Jumlah penduduk usia di bawah 5 tahun
= Jumlah penduduk perempuan usia 15-49 tahun
= konstanta bernilai 100

Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung

sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan per waktu
unit untuk pengukuran. Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
penduduk yaitu, kelahiran, kematian dan migrasi. Pada umumnya pertumbuhan penduduk
dibagi menjadi tiga yaitu pertumbuhan penduduk alami, pertumbuhan penduduk migrasi dan
pertumbuhan penduduk rata-rata.
1.

Pertumbuhan Penduduk Alami


Pertumbuhan penduduk alami adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh
dari selisih kelahiran dan kematian. Pertumbuhan alami dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
=

(2-5)

Keterangan :
= Pertumbuhan penduduk alami
L
= Jumlah Kelahiran
M = Jumlah Kematian

2.

Pertumbuhan Penduduk Migrasi


Pertumbuhan penduduk migrasi adalah pertumbuhan penduduk yang
diperoleh dari selisih migrasi masuk dan migrasi keluar. Pertumbuhan penduduk
migrasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
=
(2-6)
Keterangan :
= Pertumbuhan penduduk migrasi
I
= Jumlah Imigrasi
E
= Jumlah Emigrasi

3.

Pertumbuhan Penduduk Total


Pertumbuhan penduduk total adalah pertumbuhan penduduk yang disebabkan
oleh faktor kelahiran, kematian, dan migrasi. Pertumbuhan penduduk migrasi dapat
dihitung dengan rumus:

II-7 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

= ( ) + ( )

(2-7)

Keterangan :
P
= Pertumbuhan penduduk total
L
= Jumlah Kelahiran
M = Jumlah Kematian
I
= Jumlah Imigrasi
E
= Jumlah Emigrasi

2.1.3 Struktur Tata Ruang Kota


Struktur ruang wilayah kota adalah suatu gambaran mengenai sistem pusat pelayanan
kegiatan internal kota dan jaringan infastruktur kota yang dikembangkan untuk menyatukan
wilayah kota dan berfungsi juga untuk kegiatan yang direncanakan dalam wilayah kota pada
skala kota yang merupakan satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional dan
internasional. Menurut undang-undang Nomer 26 Tahun 2007 struktur ruang adalah suatu
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan sarana dan prasarana yang fungsinya
sebagai pendukung kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat yang secara hierarkis yang
memiliki hubungan fungsional.
Unsur pembentuk struktur tata ruang kota terdiri dari pusat kegiatan, kawasan
fungsional, dan jaringan jalan menurut Nia K. Pontoh dan Iwan Setiawan (2008). Kota atau
kawasan perkotaan pada dasarnya dapat dilihat sebagai suatu sistem spasial yang secara
internal memiliki unsur-unsur yang menjadi pembentuknya serta keterkaitan satu sama lain.
Wujud struktural pemanfaatan ruang kota adalah unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan
secara hirarki dan struktural yang berhubungan satu dengan yang lainnya untuk membentuk
tata ruang kota. Wujud struktural pemanfaatan ruang kota diantaranya yaitu hirarki pusat
pelayanan kegiatan perkotaan yang didukung dengan sistem prasarana jalan.
Rencana struktur pemanfaatan ruang meliputi hierarki pusat pelayanan wilayah
seperti sistem pusat-pusat perkotaan dan pedesaan, pusat-pusat permukiman, hirarki sarana
dan prasarana, sistem jaringan transportasi seperti sistem jalan arteri, jalan kolektor, jalan
lokal dan kelas terminal. Elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga,
2005 : 97), yaitu :
1.

Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan,


keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.

2.

Kumpulan dari industri sekunder pergudangan dan perdagangan grosir yang


cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.

II-8 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

3.

Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka
hijau.

4.

Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat diatas.

2.1.4 Pola Ruang Kota


Menurut UU Nomer 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah distribusi
peruntukkan ruang suatu wilayah y ng meliputi peruntukkan kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Pedoman penyusunan RDTR yang termasuk dalam kawasan lindung yaitu meliputi
kawasan hutan lindung, kawasan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya, kawasan
perlindungan setempat, kawasan cagar alam dan suaka alam, ruang terbuka hijau, dan
kawasan rawan bencana. Sedangkan yang termasuk kawasan budidaya meliputi peruntukkan
kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, industri, sarana pelayanan umum,
kawasan peruntukkan khusus, kawasan peruntukkan campuran dan lain-lain yang terdapat
dalam Peraturan Pemerintah Pekerja Umum Nomer 20 Tahun 2011.
A.

Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan menurut Undang-undang Nomer 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
B.

Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan berdasarkan potensi sumber daya alam, manusia, dan buatan menurut
Undang-undang Nomer 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomer 15 Tahun 2009, kawasan lindung terdiri atas:
1.

Kawasan hutan lindung

2.

kawasan

yang

memberikan

perlindungan

terhadap

kawasan bawahannya,

meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air


3.

kawasan perlindungan setempat, meliputi sempadan pantai, sempadan sungai,


kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, serta kawasan
lindung spiritual dan kearifan lokal

4.

kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, meliputi kawasan suaka
alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, suaka margasatwa dan suaka
margasatwa laut, cagar alam dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau,

II-9 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

taman nasional dan taman nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam dan
taman wisata alam laut, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
5.

kawasan rawan bencana alam, meliputi kawasan rawan tanah longsor, kawasan
rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir

6.

kawasan lindung geologi, meliputi kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan
bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air
tanah

7.

kawasan lindung lainnya, meliputicagar biosfer, ramsar, taman buru, kawasan


perlindungan plasma-nutfah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang, dan
kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi

Menurut Keputusan Presiden Nomer 32 tahun 1990 pasal 2 mengenai sasar


pengelolaan kawasan lindung adalah:
1.

Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta
nilai sejarah dan budaya bangsa

2.

Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem, dan keunikan


alam

2.1.5 Teori Guna Lahan


A.

Pengertian Guna Lahan


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 penataan

guna tanah adalah pengelolaan tanah yang merupakan konsolidasi pemanfaatan tanah dan
diatur oleh kelembagaan terkait dengan pemanfaatan tanah untuk kepentingan masyarakat
secara adil. Penggunaan tanah merupakan tutupan permukaan bumi baik dalam bentuk alami
atau dalam bentuk buatan manusia.
Guna lahan terdiri atas lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Lahan terbangun
yaitu perumahan, industri, perdagangan, dan jasa, sedangkan lahan tidak terbangun yaitu
kuburan dan ruang terbuka.
Menurut Maurice Yeates (1980) komponen penggunaan lahan di suatu wilayah terdiri
atas permukiman, industri, komersial, jalan, tanah publik, dan tanah kosong.
B.

Tujuan Guna Lahan


Tujuan penata gunaan tanah menurut Peraturan Pemerintah Republik

Nomor 16 Tahun 2004 yaitu:


II-10 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Indonesia

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

1.

Mengatur penguasaan, penggunaan, dan pemanfaaan tanah untuk berbagai kegiatan


pembangunan sesuai dengan RTRW.

2.

Mewujudkan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan


arahan fungsi kawasan dalam RTRW.

3.

Mewujudkan adanya tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan


pemanfaatan tanah dan pengendalian pemanfaatan tanah.

4.

Menjamin kepastian hukum memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang memiliki


hubungan hokum dengan tanah sesuai RTRW.

Tujuan dari tata guna tanah dicapai dengan usaha-usaha seperti:


1.

Mengusahakan tidak terjadinya penggunaan tanah yang salah tempat. Maksudnya


agar kegiatan yang memerlukan tanah diperhatikan kemampuan dan kesesuaian
tanah dengan kegiatan yang dilakukan.

2.

Mengusahakan tidak terjadinya penggunaan tanah yang salah urus. Maksudnya


agar memelihara tanah dan menghindari penurunan kualitas tanah.

3.

Mengusahakan pengendalian tanah terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat.


Maksudnya agar menghindari konflik kepentingan dari penggunaan tanah.

4.

Adanya jaminan hukum untuk melindungi masyarakat apabila tanahnya digunakan


untuk proyek pembangunan.

Asas Tata Guna Lahan

C.

Asas tata guna tanah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2004 pasal 2 tentang penatagunaan tanah berasaskan pada keterpaduan, berdaya guna
dan berhasil guna, serasi, seimbang, selaras, keterbukaan, persamaan, keadilan,
berkelanjutan, dan adanya perlindungan hukum. Asas tata guna lahan digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan rencana penataan guna lahan secara tepat agar tertata rapih dan
teratur.
Asas tata guna tanah untuk daerah perkotaan aman, tertib, lancer, dan sehat. Maksud
dari asas tersebut agar suatu daerah aman dari bahaya kebakaran, tindak kejahatan, tertib
dalam bidang pelayanan, tertib dalam penataan wilayah perkotaan, lancer dalam pelayanan,
lancer berlalu lintas, dan sehat dari segi jasmani dan rohani.
D.

Landasan Hukum Tata Guna Lahan


Landasan hukum tata guna lahan bertujuan sebagai dasar dan pedoman agar tata guna

lahan sesuai dengan standar perundang-undangan atau peraturan lainnya. Peraturan yang
II-11 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

dijadikan sebagai landasan hukum yaitu Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) bahwa
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 13, yaitu:
1.

Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya


harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.

2.

Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam
dan ekosistem alami.

3.

Penggunaan tanah di kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh diterlantarkan, harus dipelihara dan dicegah kerusakannya.

4.

Pemanfaatan tanah di Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


tidak saling bertentangan, tidak saling mengganggu, dan memberikan peningkatan
nilai tambah terhadap penggunaan tanahnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 15, yaitu:
Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang

tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk, dan atau
sempadan sungai, harus memperhatikan:
a.

Kepentingan umum.

b.

Keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan


ekosistem keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan.

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 15 yaitu memelihara tanah, termasuk


menambah kesuburannya serta mencegah kerusakan tanah adalah kewajiban tiap-tiap orang,
badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan
memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
2.1.6 Standar Sarana Permukiman ( ABC taufan)
Dalam perencanaan sarana diperlukan standar-standar yang berfungsi sebagia acuan
dari perencanaan. Setiap perencanaan sarana yang dilakukan memiliki aturan yang diatur
dalam SNI-03-733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
serta SNI 03-6981-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana
tidak bersusun di daerah perkotaan. Untuk mengetahui analisis kebutuhan sarana
permukiman, kapasitas pelayanan, dan proyeksi kebutuhan sarana permukiman digunakan
II-12 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

formula berikut (Sutikno, F. R., E.B. Kurniawan, & N. Sari, 2011). Perhitungan jumlah
sarana dan luas sarana :
Jumlah sarana menurut standar =

(2-8)

Berdasarkan hasil formula akan diketahui berapa jumlah sarana yang diperlukan
dalam suatu kawasan perencanaan. Perhitungan jumlah dilakukan dengan menggunakan
jumlah penduduk pada tahun yang akan di hitung dan jumlah penduduk yang dilayani oleh
suatu sarana tersebut.
Luas sarana menurut standar =

penduduk

(2-9)

Perhitungan luas sarana dilakukan untuk mengetahui luas suatu sarana berdasarkan
standar yang berlku. Perhitungan dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah penduduk
kawasan perencanaan dan jumlah penduduk yang dilayani. Perhitungan kapasitas pelayanan :
Kapasitas Pelayanan =

100 %

(2-10)

Kapasitas pelayanan sarana merupakan perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui


presentasi pelayanan yang telah dilakukan dengan kondisi sarana eksisting. Kebutuhan dari
masing masing jenis sarana berbeda-beda. Untuk itu standar sarana yang digunakan juga
berbeda pada tiap jenis sarana. Berikut penjabaran standar sarana menurut jenis-jenis sarana.
A.

Sarana Pendidikan
Menurut SNI 03-7013-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan

Rumah Susun Sederhana merupakan fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan


pengetahuan keterampilan dan sikap secara optimal, sesuai dengan strategi belajar-mengajar
berdasarkan kurikulum yang berlaku. Sarana pendidikan terbagi menjadi dua kategori yaitu
pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan yang akan dicapai,
dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan menyediakan ruang belajar harus
memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap
secara optimal. Oleh karena itu dalam merencanakan sarana pendidikan harus
memperhatikan:
1.

Berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan

II-13 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Tabel 2. 1 Kebutuhan Program Ruang Minimum


No.
1.

Jenis Sarana
Taman Kanak-kanak

Program Ruang
Memiliki minimum 2 ruang kelas untuk 25-30
murid. Dilengkapi dengan ruang-ruang lain dan
ruang terbuka/bermain 700 m2
2.
Sekolah Dasar, SLTP, SMU
Memiliki minimum 6 ruang kelas untuk 40 murid
Dilengkapi dengan ruang-ruang lain dan ruang
terbuka / bermain 3000-7000 m2
3.
Taman Bacaan
Memiliki minimum 1 ruang baca untuk 15 murid
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Sarana pendidikan memiliki target dan program yang sistematis sehingga


pencapaian serta tujuan perencanaan berjalan dengan baik. Optimalisasi pelayanan
pendidikan menjadi salah satu aspek penting yang harus dijaga demi keberhasilan pendidik
dalam mendidik siswa.
Tabel 2. 2 Kebutuhan Sarana Pendidikan

No.

Jenis
Sarana

Jumlah
Penduduk
Pendukun
g (jiwa)

1.

Taman
Kanakkanak

1.250

2.

Sekolah
Dasar

1.600

Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lant
Lahan
ai
Min.
Min.
(m2)
2
(m )
216
500
termasu
k
rumah
penjaga
36 m2

2.000

Standar
(m2/
jiwa)

Radius
Pencapaian

0,28

500 m

1,25

1.000 m

Lokasi dan
Penyelesaian
2 rombongan
prabelajar
untuk 60
murid dapat
bersatu
dengan
sarana lain

Kebutuhan
harus
berdasarkan
3.
SLTP
4.800
2.282
9.000
1,88
1.000 m perhitungan
dengan rumus
4.
SMU
4.800
3.835 12.500
2,6
3.000 m 2, 3 dan 4.
Dapat
5.
Taman
2.500
72
150
0,09
1.000 m digabung
dengan sarana
Bacaan
pendidikan
lain, mis. SD,
SMP, SMA
dalam satu
komplek
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

B.

633

Kriteria

Sarana Kesehatan
Menurut SNI 031733 2004, sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan

kesehatan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam
mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan
II-14 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah penduduk
yang dilayani oleh sarana tersebut. Sarana kesehatan dibedakan menjadi sarana kesehatan
formal dan sarana kesehatan nonformal.
Tabel 2. 3 Kebutuhan Sarana Kesehatan
Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lantai Lahan
Min.
Min.
(m2)
(m2)
36
60

No

Jenis
Sarana

Jumlah
Penduduk
Pendukung
(jiwa)

1.

Posyandu

1.250

2.

Balai
Pengobat
an Warga

2.500

150

3.

BKIA /
Klinik
Bersalin

30.000

4.

Balai
Pengobat
an Warga

5.

6.

Kriteria
Stand
ar (m2/ Radius
Lokasi dan Keterangan
jiwa) Pencapaia Penyelesaia
n
n
0,048

500 m

300

0,12

1.000 m

1.500

3.000

0,1

4.000 m

30.000

150

300

0,006

1.500 m

Puskesma
s
Pembantu
dan Balai
Pengobata
n
Lingkunga
n
Puskesma
s dan
Balai
Pengobata
n

120.000

420

1.000

0,008

3.000 m

5.000

18

1.500 m

Apotik /

30.000

120

250

0,250

1.500 m

7.

II-15

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Di tengah
kelompok
tetangga
tidak
menyeber
ang jalan
raya.
Di tengah
kelompok
tetangga
tidak
menyebera
ng jalan
raya
Dapat
dijangkau
dengan
kendaraan
umum
Di tengah
kelompok
tetangga
tidak
menyebera
ng jalan
raya
Di tengah
kelompok
tetangga
tidak
menyebera
ng jalan
raya
Di tengah
kelompok
tetangga
tidak
menyebera
ng jalan
raya
Di tengah

Dapat
berga-bung
dengan
balai warga
atau sarana
hunian/rum
ah
Dapat
bergabu
ng
dalam
lokasi
balai
warga

Dapat
bergbung
dalam
lokasi
kantor
kelurahan
Dapat
bergabung
dalam
lokasi
kantor
kecamatan

Dapat
bersatu
dengan
rumah
tinggal/tem
pat
usaha/apoti
k

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Jenis
Sarana

No

Jumlah
Penduduk
Pendukung
(jiwa)

Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lantai Lahan
Min.
Min.
(m2)
(m2)

Kriteria
Stand
ar (m2/ Radius
Lokasi dan Keterangan
jiwa) Pencapaia Penyelesaia
n
n

Rumah
Obat

kelompok
tetangga
tidak
menyebera
ng jalan
raya
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

C.

Sarana Peribadatan
Menurut SNI 03-1733-2004, sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk

mengisi kebutuhan rohani yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang


direncanakan selain sesuai peraturan yang ditetapkan, juga sesuai dengan keputusan
masyarakat yang bersangkutan. Agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
penghuni yang bersangkutan terdapat berbagai macam, maka kepastian tentang jenis dan
jumlah fasilitas peribadatan yang akan dibangun baru dapat dipastikan setelah lingkungan
perumahan dihuni selama beberapa waktu. Sarana peribadatan meliputi masjid, mushola,
gereja, pura, wihara dan sarana ibadah lain berdasarkan kepercayaan masyarakat.
Tabel 2. 4 Kebutuhan Sarana Peribadatan

No

Jenis
Sarana

Jumlah
Penduduk
Pendukung
(jiwa)

Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lantai
Lahan
Min.
Min.
(m2)
(m2)
45
100 bila
bangunan
tersendiri

1.

Mushol
la/
Langga
r

250

2.

Mesjid
Warga

2.500

300

3.

Mesjid
Lingku
ngan
(Kelura

30.000

1.800

Kriteria
Standa
r (m2/
jiwa)
0,36

100 m

600

0,24

1000 m

3.600

0,12

II-16 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Radius
Pencapaian

Lokasi dan
Penyelesaian
Dapat
berintegrasi
dengan
bangunan
sarana yang lain
Di tengah
kelompok
tetangga tidak
menyeberang
jalan
raya.
Dapat
bergabung
dalam lokasi
balai
warga.
Dapat
dijangkau
dengan
kendaraan

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

No

4.

5.

Jenis
Sarana

han)
Mesjid
Kecam
atan

Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lantai
Lahan
Min.
Min.
(m2)
(m2)

Standa
r (m2/
jiwa)

120.000

3.600

0,03

5.400

Kriteria

Tergantung
sistem
kekerabatan
/ hirarki
lembaga

Radius
Pencapaian

Lokasi dan
Penyelesaian
umum
Berdekatan
dengan
pusat
lingkungan /
kelurahan.
Sebagian sarana
berlantai 2,
KDB
40%
-

Tergant Tergantu
ung
ng
kebiasa kebiasaan
an
setempat
setemp
at
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

D.

Sarana
ibadah
agama
lain

Jumlah
Penduduk
Pendukung
(jiwa)

Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum


Penyediaan sarana pemerintahan dan pelayanan umum untuk melayani setiap unit

administrasi pemerintahan baik yang formal (kelurahan dan kecamatan) maupun informal
(RT dan RW)
1.

Sarana Pemerintahan
Sarana yang melayani dalam segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk
barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab
dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jenis-jenis dari
sarana pemerintahan dan pelayanan umum yaitu kantor-kantor pelayanan atau
administrasi pemerintahan (kantor polisi) dan administrasi kependudukan (badan
pusat statistik).

2.

Sarana Pelayanan Umum


Pelayanan umum merupakan suatu usaha yang dilakukan secara kelompok
atau seseorang maupun birokrasi untuk memberikan bantuan dan kemudahan
kepada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Pengertian lain

II-17 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

pelayanan umum menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur


Negara ( Men-PAN ) Nomor 81 Tahun 1993 adakah segala bentuk kegiatan
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah, dan
lingkungan Badan Usaha Milik Negara / Daerah dalam bentuk barang dan jasa,
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang undangan ( Boediono, 2003 : 61 ).
a. Jenis Sarana
Yang termasuk dalam sarana pemerintahan dan pelayanan umum adalah:
1) kantor-kantor pelayanan / administrasi pemerintahan dan administrasi
kependudukan;
2) kantor pelayanan utilitas umum dan jasa; seperti layanan air bersih
(PAM), listrik (PLN), telepon, dan pos; serta
3) pos-pos pelayanan keamanan dan keselamatan; seperti pos keamanan dan
pos pemadam kebakaran
b. Kebutuhan Ruang dan Lahan
Dasar penyediaan sarana pemerintahan dan pelayanan umum untuk
melayani setiap unit administrasi pemerintahan baik yang informal (RT dan
RW) maupun yang formal (Kelurahan dan Kecamatan), dan bukan didasarkan
semata-mata pada jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut. Dasar
penyediaan sarana ini juga mempertimbangkan pendekatan desain keruangan
unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait
dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks
lingkungannya. Sedangkan
penempatan penyediaan sarana mempertimbangkan jangkauan radius area
layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk
melayani pada area tertentu. Kebutuhan ruang dan lahan pada Tabel 2.5
Tabel 2. 5Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit RW (2.500 jiwa penduduk)
Sarana
Balai Pertemuan
Pos Hansip
Gardu
Listrik,
Telepon
Umum, Bis Surat, Bak
Sampah Kecil

Luas Lahan
Minimal (m2)
300
12
30

II-18 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Luas Lahan
Minimal (m2)
100

Sarana
Parkir Umum
Sumber : SNI (03-1733-2004)

Dilihat pada Tabel 2.5 Kebutuhan lahan sarana pada setiap RW yaitu Sarana
Pemerintahan dan Pelayanan Umum balai pertemuan membutuhkan luas lahan
minimal 300 m2, Pos Hansip membutuhkan luas lahan minimal 12 m2, serta Gardu
Listrik, Telepon Umum, Bis Surat, dan Bak Sampah Kecil membutuhkan luas
lahan minimal 30 m2, dan Parkir Umum membutuhkan luas minimal 100 m2.
Tabel 2. 6Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit Kelurahan (30.000 jiwa penduduk)
Sarana
Kantor Kelurahan
Pos Kamtib
Pos Pemadam Kebakaran
Agen Pelayanan Pos
Loket Pembayaran Air Bersih, Loket
Pembayaran Listrik, Telepon Umum,
Bis Surat, Bak Sampah Besar
Parkir Umum
Sumber : SNI (03-1733-2004)

Luas Lahan
Minimal (m2)
1000
200
200
72
60

500

Dilihat pada Tabel 2.6 Kebutuhan lahan sarana pada setiap Kelurahan pada
Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum Kantor Kelurahan membutuhkan luas
lahan minimal 1000 m2, Pos Kamtib membutuhkan luas lahan minimal 200 m2, Pos
Pemadam Kebakaran membutuhkan luas lahan minimal 200 m2, Agen Pelayanan
Pos membutuhkan luas lahan minimal 72 m2, serta Loket Pembayaran Air Bersih,
Loket Pembayaran Listrik, Telepon Umum, Bis Surat, Bak Sampah Besar
membutuhkan luas minimal 60 m2, dan Parkir Umum membutuhkan luas minimal
500 m2.
Gedung serba guna yang akan disediakan sebagai sarana kebudayaan dan
rekreasi

ini

dapat

sekaligus

melayani

kebutuhan

kegiatan

administrasi/kepemerintahan setempat, kegiatan warga seperti: karang taruna,


PKK, dan sebagainya. Kebutuhan luas lahan Balai serba guna atau balai karang
taruna minimal seluas 1000 m2, dan luas lantainya minimal seluas 500 m2.
Parkir umum yang disediakan akan diintegrasikan antara kebutuhan kantor
kelurahan dengan kebutuhan gedung serba guna / balai karang taruna ini. Tempat
sampah pada lingkup Kelurahan berupa bak sampah besar, merupakan tempat

II-19 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

pembuangan sementara sampah-sampah dari lingkungan RW yang diangkut


gerobak sampah, dengan ketentuan sebagai berikut:
kapasitas bak sampah besar minimal 12-15 m3:
a) sampah diangkut 3 x 1 minggu (dari bak sampah RW ke bak sampah
Kelurahan)
b) sampah diangkut 3 x 1 minggu (dari bak sampah Kelurahan ke TPA kota)
Tabel 2. 7 Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit Kecamatan (120.000 jiwa penduduk)
Sarana
Kantor Kecamatan
Kantor Polisi
Pos Pemadam Kebakaran
Kantor Pos Pembantu
Status Telepon Otomatis dan
Pelayanan Gangguan Telepon
Balai Nikah/KUA/BP4
Telepon Umum, Bis Surat
Parkir Umum
Sumber : SNI (03-1733-2004)

Agen

Luas Lahan Minimal (m2)


2500
1000
1000
500
1000
750
80
2000

Gedung pertemuan / serba guna yang akan disediakan sebagai sarana


kebudayaan dan rekreasi ini dapat sekaligus melayani kebutuhan aktifitas
administrasi / kepemerintahan setempat ataupun warga. Kebutuhan gedung
pertemuan atau serba guna membutuhkan luas lahan minimal 2.500 m2 dan luas
lantai minimal sebesar 1.500 m2. Parkir umum yang disediakan akan diintegrasikan
antara kebutuhan kantor kecamatan dengan kebutuhan gedung pertemuan atau
serba guna ini.
Tabel 2. 8 Kebutuhan Sarana Pemerintahan & Pelayanan Umum

No

Jenis
Sarana

Balai
Pertemuan

Jumlah
Penduduk
Pendukung
(Jiwa)

Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lantai
Lantai
Min.
Min.
(m2)
(m2)

Standar
(m2/jiwa)

2500

150

0,12

300

Kriteria
Radius
Pencapaian

500 m2
2

Pos Hansip

2500

12

0,06

Gardu
Listrik

2500

20

30

0,012

500 m2

Telepon

2500

30

0,012

500 m2

II-20 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lokasi dan
Penyelesaian
Di tengah kelompok
bangunan
hunian
warga, ataupun di
akses keluar/masuk
dari
kelompok
bangunan.
Dapat
berintegrasi dengan
bangunan
sarana
yang lain
Lokasi
dan
bangunannya harus
mempertimbangkan
keamanan
dan
kenyamanan sekitar.
Lokasinya
disebar

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

No

Jenis
Sarana

Umum,
Surat

6
7
8

10

Jumlah
Penduduk
Pendukung
(Jiwa)

Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lantai
Lantai
Min.
Min.
(m2)
(m2)

Kriteria
Standar
(m2/jiwa)

Bis

Parkir
Umum

Kantor
Kelurahan
Pos Kamtib
Pos
Pemadam
Kebakaran
Agen
Pelayanan
Pos
Loket
Pembayaran
Air Bersih

2500

100

0,04

30000

500

1000

0,033

30000

72

200

0,006

30000

72

200

0,006

30000

36

72

0,0024

30000

21

60

0,002

11

Loket
Pembayaran
Listrik

30000

21

60

0,002

12

Telepon
Umum, Bis
Surat, Bak
Sampah
Kecil

30000

80

0,003

13

Parkir umum

30000

500

0,017

120000

1000

2500

0,02

120000

500

1000

0,001

120000

500

1000

0,001

14
15
16

Kantor
Kecamatan
Kantor Polisi
Pos
Pemadam

II-21 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Radius
Pencapaian

Lokasi dan
Penyelesaian
pada
titik-titik
strategis
atau di
sekitar
pusat
lingkungan.
Dilokasikan
dapat
melayani kebutuhan
bangunan
sarana
kebudayaan
dan
rekreasi lain berupa
balai
pertemuan
warga.
Dapat
dijangkau
dengan
kendaraan
umum.
Beberapa
sarana
dapat
digabung dalam satu
atau
kelompok
bangunan pada tapak
yang sama agen
layanan pos dapat
bekerja sama dengan
pihak yang mau
berinvestasi
dan
bergabung
dengan
sarana lain dalam
bentuk
wartel,
warnet,
atau
warpostel.
Loket
pembayaran
air
bersih dan listrik
lebih baik saling
bersebelahan.
Lokasinya
disebar
padaa
titik-titik
strategis
atau
disekitar
pusat
lingkungan
Dilokasikan
dapat
melayani kebtuhan
bangunan
sarana
kebudayaan
dan
rekreasi lain berupa
gedung
serba
guna/balai
karang
taruna
Dapat
dijangkau
dengan
kendaraan
umum.
Beberapa
sarana
dapat
digabung dalam satu

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Jenis
Sarana

No

17

18

Kebakaran
Kantor Pos
Pembantu
Stasiun
Telepon
Otomat dan
Agen
Pelayanan

Jumlah
Penduduk
Pendukung
(Jiwa)

Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lantai
Lantai
Min.
Min.
(m2)
(m2)

Kriteria
Standar
(m2/jiwa)

120000

250

500

0,004

120000

500

1000

0,008

19

Balai nikah/
KUA/ BP4

120000

250

750

0,006

20

Telepon
Umum, Bis
Surat, Bak
sampah
Besar

120000

80

0,003

21

Parkir Umm

120000

2000

0,017

Radius
Pencapaian

3-5 KM

Lokasi dan
Penyelesaian
atau
kelompok
bangunan pada tapak
yang
sama.
Lokasinya
mempertimbangkan
kemudahan
dijangkau
dari
lingkungan luar
Lokasinya
harus
strategis
untuk
memudahkan dicari
dan
dijangkau
pengunjung di luar
kawasan
Lokasinya
disebar
pada
titik-titik
strategis
atau
disekitar
pusat
lingkungan
Dilokasikan
dapat
melayani kebtuhan
bangunan
sarana
kebudayaan
dan
rekreasi lain berupa
balai
pertemuan
warga

Sumber : SNI (03-1733-2004)

E.

Sarana Perdagangan dan Jasa


Berdasarkan SNI 03-1733-2004 sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri

sendiri dan terpisah dengan bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan
jumlah penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait
dengan bentukan grup bangunan / blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks
lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan
jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi
untuk melayani pada area tertentu.
Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah:
1.

toko/warung (skala pelayanan unit RT | 250 penduduk), yang menjual barangbarang kebutuhan sehari-hari

II-22 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

2.

pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang


kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel,
fotocopy, dan sebagainya

3.

pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan | 30.000
penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan, buahbuahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang kelontong,
alatalat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet,
wartel dan sebagainya

4.

pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan | 120.000


penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong,
elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi
yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan niaga lainnya seperti
kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.

Kebutuhan ruang dan lahan untuk sarana ini akan berkaitan juga dengan daya dukung
lingkungan dan jalan yang ada di sekitar bangunan sarana tersebut. Besaran kebutuhan ruang
dan lahan menurut penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah:
1.

Warung / toko Luas lantai yang dibutuhkan Kurang lebih 50 m2 termasuk gudang
kecil. Apabila merupakan bangunan tersendiri (tidak bersatu dengan rumah
tinggal), luas tanah yang dibutuhkan adalah 100 m2.

2.

Pertokoan (skala pelayanan untuk 6.000 penduduk) Luas lantai yang dibutuhkan
1.200 m2. Sedangkan luas tanah yang dibutuhkan 3.000 m2 . Bangunan pertokoan
ini harus dilengkapi dengan tempat parkir kendaraan umum yang dapat dipakai
bersama kegiatan lain pada pusat lingkungan, sarana-sarana lain yang erat
kaitannya dengan kegiatan warga, dan pos keamanan.

3.

Pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan |
30.000 penduduk) Luas tanah yang dibutuhkan: 10.000 m2. Bangunan pusat
pertokoan / pasar lingkungan ini harus dilengkapi dengan tempat parkir umum,
terminal kecil atau pangkalan untuk pemberhentian kendaraan, pos keamanan,
sistem pemadam kebakaran, dan musholla atau tempat ibadah.

4.

Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kelurahan | 120.000 penduduk)
Luas tanah yang dibutuhkan adalah 36.000 m2. Bangunan pusat perbelanjaan harus
dilengkapi: tempat parkir umum, terminal atau pangkalan untuk pemberhentian

II-23

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

kendaraan, pos keamanan, sistem pemadam kebakaran, dan musholla atau tempat
ibadah.
Tabel 2. 9Jenis Sarana Perdagangan dan Niaga

No

Jenis Sarana

Jumlah
Penduduk
Pendukung
(Jiwa)

Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lantai
Lantai
Min.
Min. (m2)
(m2)

Kriteria
Standar
(m2/jiwa)

Radius
Pencapaian

100
(bila
berdiri
sendiri)

0,4

300 m2

2000 m2

Lokasi dan
Penyelesaian
Ditengah
kelompok
tetangga dapat
merupakan bagian
dari sarana lain
Di pusat kegiatan
sub lingkungan
KDB 40% Dapat
berbentuk P&D

Toko/warung

250

50
(termasuk
gedung)

Pertokoan

6000

1200

3000

0,5

13500

10000

0,33

Dapat dijangkau
dengan kendaraan
umum

0,3

Terletak di jalan
utama. Termasuk
sarana parker
sesuai ketentuan
setempat

Pusat
Pertokoan +
3
30000
Pasar
Lingkungan
Pusat
Perbelanjaan
dan Niaga
4
120000
(toko + pasar
+ bank +
kantor)
Sumber: SNI (03-1733-2004)

F.

36000

36000

Sarana Kebudayaan dan Rekreasi


Berdasarkan SNI 03-1733-2004, sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan fasilitas

yang dipergunakan untuk mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan daerah setempat maupun
budaya-budaya lain dan atau rekreasi. Bangunan dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan
sarana pemerintahan dan pelayanan umum, sehingga penggunaan dan pengelolaan bangunan
ini dapat berintegrasi menurut kepentingannya pada waktu-waktu yang berbeda seperti
gedung pertemuan, gedung serbaguna, dan gedung kesenian.
1.

Sarana Kebudayaan
Sarana kebudayaan merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk mewadahi
kegiatan budaya daerah setempat, budaya-budaya lain maupun peninggalan, seperti
museum, candi, cagar budaya

2.

Sarana Rekreasi
Sarana rekreasi merupakan fasilitas hiburan yang bersifat pula sebagai sarana
rekreasi dan dapat dibagi dalam kegiatan dengan menggunakan alam sebagai

II-24 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

wadahnya dan menggunakan bangunan (built environment), seperti kebun binatang


dan taman hiburan.
Penetapan jenis/macam sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu daerah sangat
tergantung pada kondisi setempat area tersebut, yaitu menyangkut faktor-faktor:
1.

Tata kehidupan penduduknya

2.

Struktur sosial penduduknya


Menurut lingkup pelayanannya, jenis sarana kebudayaan dan rekreasi meliputi:
1.

Balai warga/balai pertemuan (skala pelayanan unit RW | 2.500 penduduk)

2.

Balai serbaguna (skala pelayanan unit Kelurahan | 30.000 penduduk);

3.

Gedung pertemuan/gedung serbaguna (skala pelayanan unit kecamatan | 120.000


penduduk)

4.

Bioskop (skala pelayanan unit kecamatan | 120.000 penduduk)

Kebutuhan ruang dan lahan Sarana Kebudayaan dan Rekreasi adalah sebagai berikut:
1. Balai warga/balai pertemuan Luas lantai yang dibutuhkan150 m2 Luas lahan yang
dibutuhkan

300 m2

2. Balai serbaguna Luas lantai yang dibutuhkan 500 m2 Luas lahan yang dibutuhkan
1.000 m2
3. Gedung pertemuan / gedung serbaguna Luas lantai yang dibutuhkan 1.500 m2
Luas lahan yang dibutuhkan

2.500 m2

4. Bioskop Luas lantai yang dibutuhkan 1.000 m2 Luas lahan yang dibutuhkan

2.000 m2 (dapat menjadi bagian dari pusat perbelanjaan dan niaga)


Tabel 2. 10Kebutuhan Sarana Kebudayaan dan Rekreasi
Jumlah
Penduduk
Pendukung
(Jiwa)

Kebutuhan Per
Satuan Sarana
Luas
Luas
Lantai
Lantai
Min.
Min.
(m2)
(m2)

No

Jenis
Sarana

Balai
Warga/
Balai
Pertemuan

2500

150

300

Balai
serbaguna/
Balai
Karang
Taruna

30000

250

500

Kriteria
Standar
(m2/jiwa)

Radius
Pencapaian

Lokasi dan
Penyelesaian

0,12

100 m2

Ditengah
kelompok
tetangga dapat
merupakan
bagian dari
sarana lain

0,017

100 m2

Di pusat
lingkungan

II-25 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Gedung
Serbaguna

120000

1500

3000

0,025

100 m2

Gedung
Bioskop

120000

1000

2000

0,017

100 m2

Dapat
dijangkau
dengan
kendaraan
umum
Terletak di
jalan
utamaDapat
merupakan
bagian dari
pusat
perbelanjaan

Sumber : SNI (03-1733-2004)

G.

Sarana Industri dan Pergudangan


Sarana industri dan pergudangan harus terletak jauh dari kawasan permukiman, hal ini

dimaksudkan agar keberadaan industri maupun pergudangan tidak menggangu kenyamanan


masyarakat sebagai akibat aktivitas produksi maupun pergerakan yang dilakukan setiap
harinya. Selain itu, sarana industri harus memiliki instalasi pengolahan limbah sehingga tidak
mengakibatkan kerusakan lingkungan sekitarnya.
Kawasan Industri/Pergudangan adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri
yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola
oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri, dengan
luas lebih dari atau sama dengan 5 Ha (lima hektar) sampai dengan kurang dari 10 Ha
(sepuluh hektar), jenis kegiatan hanya untuk industri dan pergudangan serta memiliki
sirkulasi jalan khusus (internal) dan terdiri dari beberapa kavling industri.
H.

Sarana RTH dan Olahraga


Berdasarkan SNI 03-1733-2004, Penggolongan sarana ruang terbuka hijau di

lingkungan perumahan berdasarkan kapasitas pelayanannya terhadap sejumlah penduduk.


Keseluruhan jenis ruang terbuka hijau tersebut adalah :
1.

Setiap unit RT kawasan berpenduduk 250 jiwa dibutuhkan minimal 1 untuk


taman yang dapat memberikan kesegaran pada kota, baik udara segar maupun
cahaya matahari, sekaligus tempat bermain anak-anak.

2.

Setiap unit RW kawasan berpenduduk 2.500 jiwa diperlukan sekurangkurangnya satu daerah terbuka berupa taman, di samping daerah-daerah terbuka
yang telah ada pada tiap kelompok 250 penduduk sebaiknya, yang berfungsi
sebagai taman tempat main anak-anak dan lapangan olah raga kegiatan olah raga.

II-26 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

3.

Setiap unit Kelurahan kawasan berpenduduk 30.000 jiwa diperlukan taman dan
lapangan olahraga untuk melayani kebutuhan kegiatan penduduk di area terbuka,
seperti pertandingan olah raga, upacara serta kegiatan lainnya

4.

Setiap unit Kecamatan kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki


sekurangkurangnya 1 (satu) lapangan hijau terbuka yang berfungsi sebagai tempat
pertandingan olah raga (tenis lapangan, bola basket dan lain-lain), upacara serta
kegiatan lainnya yang membutuhkan tempat yang luas dan terbuka

5.

Selain taman dan lapangan olah raga terbuka, harus disediakan jalur-jalur hijau
sebagai cadangan/sumber-sumber alam, sekaligus berfungsi sebagai filter dari
polusi yang dihasilkan oleh industri, dengan lokasi menyebar.

6.

Diperlukan penyediaan jalur hijau sebagai jalur pengaman lintasan kereta api, dan
jalur pengaman bagi penempatan utilitas kota, dengan lokasi menyebar

7.

Pada kasus tertentu, mengembangkan pemanfaatan bantaran sungai sebagai ruang


terbuka hijau atau ruang interaksi sosial (river walk) dan olahraga.

Kebutuhan luas lahan ruang terbuka hijau berdasarkan kapasitas pelayanan sesuai
jumlah penduduk, dengan standar 1 m2/penduduk. Kebutuhan lahan tersebut adalah:
1.

Taman untuk unit RT 250 penduduk, sekurang-kurangnya diperlukan 250 m2


atau dengan standar 1 m2/penduduk.

2.

Taman untuk unit RW 2.500 penduduk, dibutuhkan minimal 1.250 m2 atau


dengan standar 0,5 m2/penduduk yang lokasinya dapat disatukan dengan pusat
kegiatan RW lainnya, seperti balai pertemuan, pos hansip dan sebagainya.

3.

Taman dan lapangan olah raga untuk unit Kelurahan 30.000 penduduk,
diperlukan lahan seluas 9.000 m2 atau dengan standar 0,3 m2/penduduk.

4.

Taman dan lapangan olah raga untuk unit Kecamatan 120.000 penduduk,
diperlukan lahan seluas 24.000 m2 (2,4 hektar) atau dengan standar 0,2
m2/penduduk.

5.

Dibutuhkan jalur hijau seluas 15 m2 /penduduk yang lokasinya menyebar.

6.

Besarnya lahan kuburan/pemakaman umum tergantung dari sistem penyempurnaan


yang dianut sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Acuan perhitungan
luasan berdasarkan angka kematian setempat dan/atau sistem penyempurnaan.

II-27 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Tabel 2. 11 Standar Kebutuhan Sarana RTH dan Olahraga


Jenis
Sarana
Taman
/Tempat
Main Unit
RT
Taman/
Tempat Main
Unit RW
Taman dan
Lapangan
Olah Raga
Unit
Kelurahan

Jumlah
Penduduk
pendukug
(jiwa)

Luas Lahan
Min. (m2)

250

Radius
pencapaian
(m)

Standard
(m2/jiwa)

250

100

Kriteria
Lokasi dan
Penyelesaian
Di tengah
kelompok
tetangga.

Di pusat
kegiatan
lingkungan.
Sedapat
mungkin
30.000
9.000
0,3
- berkelompk
dengan sarana
pendidikan
Terletak di
Taman dan
jalan utama.
Lapangan
Sedapat
Olah Raga
120.000
24.000
0,2
- mungkin
Unit
berkelompok
Kecamatan
dengan sarana
pendidikan.
Terletak
Jalur Hijau
15m
menyebar
Mempertimba
Kuburan/
ngkan radius
Pemakaman
120.000
- pencapaian
Umum
dan area yang
dilayani.
Sumber: SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

I.

2.500

1.250

0,5

1.000

Sarana Pemakaman
Sesuai dengan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH, disebutkan bahwa tiap

makam pada Tempat Pemakaman Umum (TPU) tidak diperkenankan untuk diperkeras. Oleh
dasar itulah maka RTNH pada TPU hanya terbatas pada area parkir dan jalur sirkulasi.
Penyediaan RTNH pada TPU untuk area parkir dapat disesuaikan dengan standar kebutuhan
parkir yang berlaku di daerah bersangkutan, untuk fungsi pemakaman yang diperhitungkan
dari skala pelayanan TPU-nya. Sedangkan penyediaan RTNH untuk jalur sirkulasi
disesuaikan dengan kebutuhan luasan sirkulasi sesuai dengan rencana pengaturan makam,
dengan pendekatan luasan yaitu maksimal 20% dari luas TPU. Kriteria penyediaan kuburan
adalah lahan yang dibutuhkan 2 m2/penduduk.
Tabel 2. 12 Kebutuhan Sarana Pemakaman
Jenis Sarana
Kuburan/
Pemakaman
Umum

Jumlah
Penduduk (jiwa)
120.000

Kriteria Lokasi
dan Penyelesaian
Mempertimbangk
an radius
pencapaian dan

II-28 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

area yang dilayani


Sumber: SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan

Setiap unit kecamatan sama dengan kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus
memiliki

sekurangkurangnya

(satu)

ruang

terbuka

yang

berfungsi

sebagai

kuburan/pemakaman umum. Besarnya lahan kuburan/pemakaman umum tergantung dari


sistem penyempurnaan yang dianut sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. besarnya
lahan kuburan/pemakaman umumtergantung dari sistem penyempurnaan yang dianut sesuai
agama dan kepercayaan masing-masing. Acuan perhitungan luasan berdasarkan angka
kematian setempat dan/atau sistem penyempurnaan.
2.1.7 Standar Prasarana Permukiman
A.

Jaringan Jalan
Jaringan jalan menurut undang-undang No. 38 Tahun 2004 merupakan prasarana

transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Klasifikasi jalan sesuai dengan
peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus.
Pola jaringan jalan di dalam kota merpakan salah satu unsur pembentukkan kota.
Disamping pola jalan ada beberapa komponen lain yang mempengaruhi pola perkembangan
keruangan kota yang berbeda-beda. Tipe pola jaringan jalan meliputi pola jaringan jalan tidak
teratur, pola jaringan jalan radial kosentris dan pola jaringan jalan grid. Bentuk fisik pola
jaringan jalan dipengaruhi oleh keadaan fisik dasar yakni topografi, geologi, hidrologi,
adanya sungai yang mengalir di kota tersebut, ukuran kota, posisi geografis, jenis kegiatan
yang berkembang serta kegiatan distribusinya.
Hirarki jalan ialah klasifikasi jalan yang dilihat dari fungsi jalan di wilayah perkotaan
yang meliputi :
1.

Sistem Jalan Primer


Jaringan jalan primer menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu,
kota jenjang kedua, kota jenjang keiga, dan kota jenjang dibawahnya sampai ke
persil dalam satu wilayahpengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan
kota jenjang kesatu antar satuan wilayah pengembangan. Sistem jaringan primer

II-29 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

disusun megikuti ketenuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan


wilayah tingkat nasional yang menghubungkan simpul-simpul distribusi.
2.

Sistem jalan sekunder


Sistem jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan peraturan tata ruang kota
yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer sekunder,
sekunder kedua, dan seterusnya sampai pada perumahan.

Menurut wewenang pembinaan jalan dikelompokkan menjadi jalan negara, jalan


propinsi, jalan kota, jalan kabupaten, jalan desa dan jalan khusus.
1.

Jalan Negara
Status jalan Negara kewenangan pembinaannya di bawah Pemerintah Pusat,
sehinga semua perbaikan atau peningkatan jlannya didanai oleh dana APBN. Jalan
Negara ialah jalan yang menghubungkan antar ibuota propinsi dan selain kedua
jalan tersebut yang memiliki nilai strategis terhadapa kepentingan nasional.

2.

Jalan provinsi
Status jalan propinsi ialah kewenangan pembinaannya di bawah Pemerintah
Propinsi, sehingga semua perbaikan dan peningkatan jalnnya didanai oleh dana
APBD. Jalan propinsi ialah jalan yang menghubungkan antar ibukota propinsi
dengan ibukota kabupaten, jalan dalam DKI Jakarta, serta jalan yang memiliki nilai
strategis terhadap kepentingan nasional

3.

Jalan Kota
Status jalan kota ialah kewenangan pembinaannya di bawah Pemerintah Kota,
sehingga semua perbaikan dan peningkatan jalnnya didanai oleh dana APBD II.
Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota.

4.

Jalan Kabupaten
Status jalan koabupaten ialah kewenangan pembinaannya di bawah
Pemerintah Kabupaten. Jalan Kabupatenmerupakan jalan lokal dalam sistem
jaringan jalan primer (diluar jalan nasional dan jalan provinsi), yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan
lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah
kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

5.
II-30

Jalan desa
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Status jalan desa ialah kewenangan pembinaannya di bawah Pemerintah Desa.


Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar
permukiman di dalam desa dan jalan strategis desa.
6.

Jalan Khusus
Status jalan khusus ditujukan untuk jalan yang dibangun dan dipelihara oleh
instansi/ badan hokum atau perorangan.

Pengelompokan menurut Kelas Jalan menurut PP Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Pasal 19) adalah:
1.

Jalan Kelas I
Jalan Kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18 milimeter, ukura n paling tinggi 4.200 milimeter dan muatan
sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.

2.

Jalan Kelas II
Jalan Kelas II adalah jalan arteri , kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200
milimeter dan muatan sumbu terberat 8 ton.

3.

Jalan Kelas III


Jalan Kelas III adalah jalan arte ri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran paling tinggi 3.500
milimeter dan muatan sumbu terberat 8 ton.

4.

Jalan Kelas Khusus


Jalan Kelas Khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
dengan ukuran lebar melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000
milimeter,ukuran paling tinggi 4.200 milimeter dan muatan sumbu terberat lebih
dari 10 ton.

B.

Sistem Air Bersih


Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya

memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan


yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
II-31 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum, didapat beberapa pengertian mengenai air bersih yaitu sebagai berikut :
1.

Airbaku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air
tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku
untuk air minum.

2.

Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.

3.

Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja
manusia dari lingkungan permukiman.

4.

Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan
produktif.

5.

Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutnya disebut SPAM merupakan satu
kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum.

6.

Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas


dan/atau meningkatkan sistemfisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan,
manajemen,keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh
untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan
yang lebih baik.

7.

Penyelenggara

pengembangan

spam

adalah

kegiatan

merencanakan,

melaksanakan konstruksi, mengelola, memlihara, merehabilitasi, memantau,


dan/atau mengevaluasi system fisik(teknik) dan non fisik penyediaan air minum.
8.

Penyelenggara pengembangan SPAM yang selanjutnya disebut Penyelenggara


adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha
swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan
pengembangan sistem penyediaan air minum.

Air merupakan kebutuhan yang mendasar dalam hidup manusia,sehingga kualitas air
perlu dijaga agar dapat dikonsumsi serta dapat

memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat


dan pengawasan kualitas air minum, terdapat beberapa standar kualitas untuk air minum
yakni sebagai berikut :
II-32 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

1.

Syarat fisik
Secara fisik air dikatakan bersih jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :

2.

a.

tidak keruh atau jernih

b.

tidak berwarna

c.

tidak berasa atau tawar

d.

tidak berbau

e.

suhu normal antara 10-250C

f.

tidak mengandung zat padatan

Syarat biologis
Persyaratan mikrobiologi yang harus dipenuhi oleh air adalah sebagai berikut :
a.

Tidak mengandung bakteri patogen, misalnya bakteri golongan coli,


salmonellatyphi, vibrio chlotera, dan lain-lain. kuman-kuman ini mudah
tersebar melalui air (transmitted by water)

b.

Tidak

mengandung

bakteri

nonpatogen,

seperti

actinomycetes,

phytoplankton coliform, cladocera, dan lain-lain.


3.

Syarat kimiawi, antara lain:


a.

Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun.

b.

Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan.

c.

Cukup yodium.

d.

pH air antara 6,5 9,2.

Kebutuhan air merupakan jumlah air yang diperlukan secara wajar untuk keperluan
pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya

yang memerlukan air

(nondomestik). Dalam memproyeksikan kebutuhan air bersih pada suatu kota, faktor-faktor
yang mempengaruhi penggunaan air harus diketahui terlebih dahulu. Faktor-faktor tersebut
yaitu:
1.

Iklim
Pada saat iklim panas kebutuhan air minum, mandi, menyiram tanaman, dan
air untuk pendingin lebih banyak dari pada saat musim dingin atau hujan.

2.

Ciri-ciri penduduk
Ciri-ciri penduduk ini antara lain menyangkut tentang status ekonomi yaitu
pada daerah kaya akan membutuhkan air perkapita lebih besar dari air miskin.

3.
II-33

Masalah lingkungan hidup


JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Dengan makin besarnya perhatian masyarakat terhadap meningkatnya


pemakaian sumber daya air menyebaban tumbuhnya alat-alat yang dapat dipakai
untuk mengurangi jumlah pemakaian air di daerah permukiman.
4.

Industri dan perdagangan


Kebutuhan air bersih pada daerah industri tergantung pada besar dan jenis
industri. Dengan penempatan jenis lokasi perindustrian di daerah tertentu, dapat
terhindar dari bahaya pencemaran. Aktivitas perdagangan dan sejumlah
perkantoran juga mempengaruhi jumlah kebutuhan air bersih.

5.

Iuran dan meteran


Dengan adanya kewajiban membayar pemakaian air, pelanggan cenderung
untuk berhemat dan mengendalikan diri dalam pemakaian air.

6.

Ukuran kota
PDAM membatasi penyedian kebutuhan air bersih yang cukup untuk
keperluan kota dengan dibatasi kendala alam dan dana. Masalah yang muncul
banyak terletak pada bagaimana manajemen sumber daya air harus dioptimalkan
dengan terbatasnya segala sumberdaya yang ada.

Penyediaan air bersih di suatu kota dapat dihitung berdasarkan standar yang berlaku
yiatu berdasarakan kebutuhan domestik dan non domestik.
1.

Kebutuhan domestik
Kebutuhan domestik meliputi kebutuhan sambungan untuk rumah-rumah dan
kran umum.Besarnya kebutuhan domestik yang diperlukan dihitung dari rata-rata
kebutuhan air per orang per hari.Kebutuhan per orang per hari disesuaikan dengan
standar yang biasanya digunakan serta kriteria pelayanan berdasarkan kategorinya.
Kebutuhan domestik dapat dihitung dengan rumus :
Kebutuhan Air Domestik = Jumlah Penduduk x Kebutuhan Perkapita

2.

(2-11)

Kebutuhan non domestik


Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air bersih di luar keperluan
rumah tangga. Kebutuhan air non domestik antara lain penggunaan komersil dan
industri yakni penggunaan air oleh badan-badan komersial dan industri-industri
(20% dari kebutuhan domestik), kantor (15% dari kebutuhan domestik) serta
penggunaan umum yakni penggunaan air untuk bangunan-bangunan atau fasilitas-

II-34 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

fasilitas umum, seperti rumah sakit, tempat ibadah serta sekolah (15% dari
kebutuhan domestik). Kebutuhan air non domestik untuk kota dapat dibagi dalam
beberapa kategori yakni kota kategori I (metro), kota kategori II (kota besar), kota
kategori III (kota sedang), kota kategori IV (kota kecil), serta kota kategori
V(desa). Kebutuhan air bersih Non Domestik meliputi:

3.

a.

Fasilitas umum

= 15% x kebutuhan domestik

b.

Kantor

= 15% x kebutuhan domestik

c.

Komersial

= 20% x kebutuhan domestik

d.

Industri

= 10% x kebutuhan domestik

Debit air
Debit air merupakan volume air yang mengalir setiap waktu atau kecepatan
aliran air persatuan waktu. Menghitung besar kecilnya debit air berguna untuk
membuat perkiraan kebutuhan air pada suatu wilayah dan mengetahui mengenai
seberapa kemampuan sumber air dalam menghasilkan air bersih. Penghitungan
debit air menggunakan rumus :

Q =

(2-12)

Keterangan :
Q
= Debit air (L/dt)
V
= Volume Air ( m3)
t
= Waktu

Q=AxV
(2-13)
Keterangan :
Q = Debit air (L/dt)
A
= Luas penampang
V
= Volume air ( m3)

Sistem penyediaan air bersih meliputi beberapa komponen pokok yaitu :


a.

Unit sumber air baku merupakan awal dari sistem penyediaan air bersih yang
mana pada unit ini sebagai penyediaan air baku yang bisa diambil dari air
tanah, air permukaan, air hujan yang jumlahnya sesuai dengan yang
diperlukan.

b.

Unit pengolahan air memegang peranan penting dalam upaya memenuhi


kualitas air bersih atau minum, dengan pengolahan fisika, kimia, dan
bakteriologi, kualitas air baku yang semula belum memenuhi syarat kesehatan
akan berubah menjadi air bersih atau minum yang aman bagi manusia.

II-35 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

c.

Unit produksi adalah salah satu dari sistem penyediaan air bersih yang
menentukan jumlah produksi air bersih atau minum yang layak didistribusikan
ke beberapa tandon atau reservoir dengan sistem pengaliran gravitasi atau
pompanisasi.

d.

Unit produksi merupakan unit bangunan yang mengolah jenis-jenis sumber air
menjadi air bersih. Teknologi pengolahan disesuaikan dengan sumber air yang
ada.

e.

Unit transmisi berfungsi sebagai pengantar air yang diproduksi menuju ke


beberapa tandon atau reservoir melalui jaringan pipa.

f.

Unit distribusi merupakan jaringan pipa yang mengantarkan air bersih atau
minum dari tandon atau reservoir menuju ke rumah-rumah konsumen dengan
tekanan air yang cukup sesuai dengan yang diperlukan konsumen.

Sistem penyediaan air bersih dapat dibedakan menjadi dua yaitu:


a.

Sistem penyediaan air minum individual (individual water supply system)


Sistem penyediaan air bersih individual (individual water supply
system) adalah sistem penyediaan air bersih untuk penggunaan individual dan
untuk pelayanan terbatas. Sumber air yang digunakan dalam sistem ini
umumnya berasal dari air tanah. Hal ini disebabkan air tanah memiliki kualitas
air yang relatif lebih baik dari sumber lainnya. Sistem penyediaan seperti ini
biasanya tidak memiliki komponen transmisi dan distribusi, kecuali pada
penyediaan air bersih yang dibangun oleh pengembang untuk melayani
lingkungan perumahan yang dibangunnya (sebagai contoh : pembangunan
sumur artesis). Berdasarkan uraian tersebut, yang termasuk ke dalam sistem
penyediaan air bersih ini adalah sumur gali, pompa tangan dan sumur bor
(untuk pelayanan suatu lingkungan perumahan tertentu).

b.

Sistem penyediaan air minum komunal (community water supply system).


Secara garis besar sistem penyediaan air bersih secara komunal dari
system pelayanannya bersifat terbatas untuk daerah komplek misalnya
perumahan atau industri.Sistem penyediaan air minum komunal terbagi
menjadi tiga yaitu sistem sumber, sistem transmisi dan sistem distribusi.
1)

Sistem sumber

II-36 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Sumber air didapatkan dari air tanah maupun air permukaan yang
kemudian diambil dengan bak pengambil (intake) dan setelah melalui
sistem pengolahan akan ditransmisikan. Sumber-sumber air meliputi air
permukaan yaitu air yang diperoleh melalui air mengalir (sungai)
maupun air tampungan (danau, waduk, embung dan lain sebagainya)
serta air tanah yaitu sumber air yang terjadi melalui proses peresapan air
permukaan ke dalam tanah. Air tanah memiliki kualitas yang baik dari
pada air permukaan karena zat pencemar tertahan oleh tanah.
2) Sistem transmisi
Sistem transmisi adalah sistem perpipaan yang digunakan untuk
mengalirkan air baku dari sumber mata air ke sumber pengolahan atau
mengalirkan air bersih dari unit pengolahan ke unit jaringan distribusi
melalui reservoir (Eddi et al, Perencanaan infrastruktur permukiman
perkotaan, 2011). Tipe sistem transmisi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a)

Sistem gravitasi
Sistem gravitasi merupakan sistem pendistribusian air tanpa
menggunakan pompa. Sstem gravitasi hanya memanfaatkan
perbedaan ketinggian dataran dalam mendistribusikan air ke
beberapa wilayah. Pengaliran secara gravitasi dapat menggunakan
saluran terbuka, saluran tertutup dan pipa.

b)

Sistem pompanisasi
Sistem pemompaan berfungsi untuk menaikkan cairan elevasi
yang lebih rendah ke ketingian yang diperlukan sehinga cairan
dapat mengalir melawan gravitasi. Pengaliran pemompaan dengan
elevated reservoir sebelum didistribusikan ke daerah layanan
terlebih dahulu dipompa dan ditampung di reservoir kemudian
didistribusikan dengan memanfaatkan tinggi tekanan dari elevasi
reservoir tersebut.

3) Sistem gabungan

II-37 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Sistem gabungan yaitu sistem pengaliran air dari sumber ketempat


reservoir dengan cara menggabungkan dua sistem transmisi, yakni
sistem pompa dan sistem gravitasi secara bersama-sama.
e. Sistem distribusi
Sistem distribusi suatu cara penyaluran dan pembagian air dari reservoir ke
konsumen. Sistem distribusi terdapat pipa distribusi yang berfungsi untuk
sistem penyaluran atau pembagian air kepada konsumen melalui pipa.Sistem
yang dilakukan dalam sistem pipa distribusi adalah sambungan rumah (SR),
sambungan keran umum (SKU) dan hidran umum (HU).
C.

Sistem Drainase
Drainase merupakan saluran yang terletak di atas maupun di bawah permukaan tanah

yang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air dari satu tempat ketempat lain. Perencanaan
drainase perkotaan diatur dalam SNI 02-2406-1991 tentang tata cara perencanaan umum
drainase perkotaan.Drainase dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1.

Drainase Alamiah
Drainase alam iah dalah drainase yang terbentuk melalui proses alam yang terjadi.
Air menggerus permukaan tanah sehingga menciptakan saluran yang dapat
mengalirkan air, seperti sungai.

2.

Drainase Buatan
Drainase buatan adalah drainase yang dibuat oleh manusia, dengan tujuan dan
maksud tertentu, drainase buatan terbentuk melalui proses pembangunan terlebih
dahulu.

Berdasarkan hierarkinya drainase dibagi menjadi tiga yaitu :


1.

Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran saluran yang menerima limpasan dari saluran
sekunder dan mengalirkannya menuju badan air. Saluran primer dapat
diidentifikasikan sebagai sungai.

2.

Saluran Sekunder (Conveyor)


Saluran sekunder adalah saluran yang menerima limpasan dari saluran tersier dan
menyalurkannya menuju saluran primer.

3.

Saluran Tersier (Collector)

II-38 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Saluran tersier adalah saluran yang mengumpulkan limpasan air dari rumah-rumah
penduduk dan mengalirkannya menuju saluran sekunder.
Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui kapasitas saluran adalah sebagai
berikut :
1.

Kecepatan pengaliran
2 1

3 2

(2-14)
Keterangan :
V
= Kecepatan pengaliran (m/det)
n
= Koefisien Manning
R
= Jari-jari hidrolis (m)
S
= Kemiringan

2.

Debit Air Limpasan


Debit air limpasan merupakan volume air tiap satuan waktu yang tidak terinfiltrasi
ke dalam lapisan tanah sehingga harus dialirkan melalui saliran drainase. Debit air
limpasan dapat dihitung menggunakan rumus :
Qlimpasan = 0,278 . C . I . Aca
(2-15)
Keterangan :
Q
= Debit aliran air limpasan (m3/detik)
C
= Koefisien run off (berdasarkan standar baku)
I
= Intensitas hujan (mm/jam)
Aca = Luas daerah pengaliran (ha)

Untuk menghitung debit air limpasan, sebelumnya harus mengetahui 3 komponen


utama sebagai berikut :
a. Intensitas Air Hujan
Intensitas air hujan adalah air hujan persatuan waktu (mm/jam). Lama
dan frekuensi hujan yang berbeda-beda menyebabkan besaran intensitas hujan
tiap waktu yang berbeda-beda pula. Untuk mendapatkan besarnya intensitas
hujan selama waktu konsentrasi digunakan Metode Poligon Thiessen. Metode
ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean). Cara ini
memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk
mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Intensitas air hujan dapat dicari
menggunakan rumus :
II-39 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

24 24 2
( )3
24

(2-16)

Keterangan :
I
= intensitas hujan (mm/detik)
R24
= curah hujan rata-rata
Tc
= Koefisien Thiesse 24 RTc

Untuk mencari Koefisien Thiessa (Tc) digunakan rumus :


2

0,0195 13
=
( )2
60

(2-17)

Keterangan :
S
= Kemiringan saluran
L
= panjang saluran (m)

Untuk menghitung Kemiringan (S) digunakan rumus :

1 2

(2-18)

Keterangan :
S
= Kemiringan dasar saluran
T1
= Tinggi bangian tertinggi (m)
T2
= Tinggi Bagian Terendah (m)
L
= Panjang saluran (m)

1) Catchment Area
Catchment area atau daerah tangkapan air adalah tempat hujan mengalir
menuju suatu saluran. Catchment area ditentukan berdasarkan pedoman garis
kontur.
2) Koefisien Run Off
Koefisien run off menunjukkan bagian dari air hujan yang harus
dialirkan menuju ke saluran drainase karena tidak terinfiltrasi ke dalam lapisan
tanah. Nilai koefisien run off berkisar antara 0 sampai dengan 1. Koefisien run
off dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 13Koefisien Run Off
Perkantoran
Perumahan

Daerah industry

Tata Guna Lahan


Daerah pusat kota
Daerah sekitar
Rumah tinggal
Rumah susun, terpisah
Rumah susun, bersambung
Pinggiran
Kurang padat industry
Padat industry

Kuburan
Tempat bermain

II-40 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

C
0,7-0,95
0,50-0,70
0,30-0,50
0,40-0,60
0,60-0,75
0,25-0,40
0,50-0,80
0,60-0,80
0,10-0,25
0,20-0,35

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Tata Guna Lahan


Daerah stasiun KA
Daerah tak berkembang
Jalan raya

Daerah beratap
Tanah lapang

Tanah pertanian, 0-30%


Tanah kosong
Ladang garapan

Rumput
Hutan/bervegetasi
Tanah tidak produktif,> 30%

Beraspal
Berbeton
Berbatu bara
Trotoar
Berpasir, datar, 2%
Berpasir, agak rata, 2-7%
Berpasir, miring, 7%
Tanah berat, datar, 2%
Tanah berat, agak datar, 2-7%
Tanah berat, miring, 7%
Rata
Kasar
Tanah berat, tanpa vegetasi
Tanah berat, dengan vegetasi
Berpasir, tanpa vegetasi
Berpasir, dengan vegetasi
Tanah berat
Berpasir
Rata, kedap air
Kasar

C
0,20-0,40
0,10-0,30
0,70-0,95
0,80-0,95
0,70-0,85
0,75-0,85
0,75-0,95
0,05-0,10
0,10-0,15
0,15-0,20
0,13-0,17
0,18-0,22
0,25-0,35
0,03-0,60
0,20-0,50
0,30-0,60
0,20-0,50
0,20-0,25
0,10-0,25
0,15-0,45
0,05-0,25
0,05-0,25
0,70-0,90
0,50-0,70

a. Debit Aliran Rumah Tangga


Debit aliran rumah tangga adalah limpasan air yang dihaslikan oleh aktivitas
rumah tangga. Debit aliran rumah tangga dapat dihitung degan rumus :
1) Jumlah penduduk yang terlayani oleh saluran (jiwa)
2) Buangan rumah tangga = 70% x kebutuhan air bersih rata-rata
(L/jiwa/hari)
Debit Buangan Rumah Tangga =
70% x Kebutuhan air bersih rata-rata tiap penduduk (L/jiwa/hari)
(2-19)

Untuk menghitung debit air limbah rumah tangga menggunakan rumus :


QRumah Tangga = penduduk x Qair limbah

D.

(2-20)

Sistem Sanitasi
Menurut Said (1987) sanitasi merupakan bagian dari sistem pembuangan air limbah,

yang khususnya menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga, kantor, hotel,
pertokoan (air buangan dari WC, air cucian, dan lain-lain). Selain berasal dari rumah tangga,
limbah juga dapat berasal dari sisa-sisa proses industri, pertanian, peternakan, dan rumah
II-41 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

sakit (sektor kesehatan). Sedangkan menurut Depkes RI (2004) sanitasi merupakan upaya
kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya.
Prasarana sanitasi dibagi menjadi dua bagian, yakni septic tank dan MCK.
1.

Septic Tank
Berdasarkan SNI 03 -2398-2001, septic tank adalah suatu ruangan kedap air/
beberapa kompartemen yang berfungsi menampung dan mengolah air limbah
rumah tangga dengan kecepatan air lambat, sehingga memberi kesempatan untuk
terjadi pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan
organik oleh jasad anaerobik membentu bahan larut air dan gas. Menurut Peraturan
Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 4 tahun 2011 tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, fungsi septic tank komunal hanya untuk pengolahan air
limbah yang dibuang dari water closet (WC), tidak termasuk air limbah dari dapur
dan kamar mandi. Penempatan septic tank dapat ditempatkan pada lokasi yang
telah direncanakan untuk septic tank, atau pada ruang terbuka hijau (RTH), atau
pada badan jalan dengan memperhatikan kekuatan dan keamanan konstruksi.
Konstruksi fisik berupa septic tank komunal dengan kapasitas untuk melayani
minimal 5-10 KK dan maksimal 100 KK, dengan asumsi air limbah 10
liter/orng/hari.

2.

MCK
Berdasarkan SNI 03-2399-2002 MCK salah satu sarana fasilitas umum yang
digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk keperluan mandi, mencuci, dan
buang air di lokasi permukiman tertentu yang berpenuduk dengan kepadatan
sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha).
MCK terdiri dari 2 macam yaitu MCK individu dan MCK komunal. MCK
inividual yaitu MCK yang dibuat dan dipergunakan sendiri, biasanya dipergunakan
oleh satu kepala keluarga yang menghuni rumah. Sedangkan MCK komunal yaitu
MCK yang dibuat untuk keperluan komunal, biasanya dipergunakan oleh banuak
anggota kepala keluarga. Tujuan dibangun MCK dengan sistem komunal di
pemukiman padat menurut Soenanto (1992) adalah sebagai berikut :
a.

Untuk mengkomunalkan sarana mandi, cuci, dan kakus agar limbahnya mudah
dikendalikan dan pencemaran lingkungan dapat dibatasi.

II-42

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

b.

Serta memudahkan pengadaan air bersih.

c.

Melestarikan budaya mandi bersama, seperti di daerah asal mereka.

d.

Kawasan yang padat penduduknya, umumnya luas rumah dibawah luas hunian
baku per jiwa.

Berikut merupakan tabel mengenai banyaknya ruangan MCK yang dipakai:


Tabel 2. 14Banyaknya Ruangan pada Satu Kesatuan dengan Jumlah Pemakaian untuk Keperluan Pria
dan Wanita yang Dipisahkan.
Jumlah Pemukiman
(orang)
10-20
21-40
41-80
81-100
101-120
121-160
161-200
Sumber : SNI 03-2399-2002

Mandi
2
2
2
2
4
4
4

Banyaknya Ruang
Cuci
1
2
3
4
5
5
6

Kakus
2
2
4
4
4
6
6

3. Air Limbah
Air limbah merupakan campuran dari sampah cair yang berasal dari daerah
perdagangan, perkantoran, pemukiman, industri, perumahan yang bercampur
dengan air permukaan, air hujan, dan atau air tanah. Hampir seluruh kegiatan
manusia menghasilkan limbah air.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo. PP 85/1999, Limbah adalah
bahan buangan tidak terpakai yang berdampak negative terhadap masyarakat jika
tidak dikelola dengan baik dan apabila tidak dikelola dengan baik maka akan.
menimbulkan dampak negative bagi kesehatan. Menurut Fauzul Rizal Sutikno et al
tahun 2011, berdasarkan sumbernya, Limbah dikelompokkan menjadi:
a.

Air buangan rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah yang
berasal dari pemukiman penduduk yang pada umumnya terdiri dari ekskreta
(tinja dan air seni), air bekas kamar mandi dan cucian yang disebut grey water,
air buangan WC (berupa tinja) yang disebut black water, serta limbah padat
berupa sampah yang umumnya dari bahan-bahan organik.

b.

Air buangan industri yakni merupakan air buangan dari industri (industrial
waste water) adalah air buangan yang berasal dari berbagai jenis industri
akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi,
sesuai dengan bahan baku yang dipakai industri antara lain : nitrogen, sulfida,

II-43 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

amoniak, lemak, garam-garam, zat pewarna, mineral logam berat, zat pelarut
dan sebagainya. Oleh karena itu pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak
menimbulkan polusi lingkungan lebih rumit daripada air limbah rumah tangga.
c.

Air buangan Kotapraja (municipal wastes water, yaitu air buangan yang
berasal dari daerah: perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat ibadah,
dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air
limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.
Berikut merupakan tabel mengenai rataan air limbah dari daerah pemukiman:
Tabel 2. 15 Rataan Aliran Limbah dari Daerah Pemukiman
No.

Sumber

1.
2.
3.

Apartemen
Hotel
Tempat tinggal keluarga:
Rumah pada umumnya
Rumah yang lebih baik
Rumah mewah
Rumah agak modern
Rumah pondok

Jumlah Aliran
(L/Unit/Hari)

Unit
Orang
Orang

Antara
200-300
150-220

Rata-rata
260
190

Orang
Orang
Orang
Orang
Orang

190-350
250-400
300-550
100-250
100-240

280
310
380
200
190

Sumber: Metcalf and Eddy, 2003

Berdasarkan warna airnya, air limbah terbagi menjadi dua bagian yakni black
water dan grey water. Berikut merupakan penjelasan air limbah berdasarkan warna
airnya:
a. Black Water
Menurut buku Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi tahun 2010, penyusun
TTPS (Tim Teknis Pembangunan Sanitasi) black water dihasilkan dari WC
sebagai pembuangan (user interface). Dalam rumah tangga miskin, limbah ini
sering dibuang saja ke cubluk atau sebagian tangki septik. Black water terdiri
dari:
1) Urin, banyak mengandung nitrogen dan limbah lain. Dalam konteks ini,
urin adalah air kencing murni yang tidak tercampur tinja atau air.
2) Tinja, tanpa urine dan air pembersih.
3) Air pembersih anus, air hasil bersih tubuh setelah buang air besar dan/atau
air kecil. Ini hanyalah air yang dihasilkan oleh pengguna untuk

II-44 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

membersihkan anus dan tidak termasuk materi kering seperti kertas toilet/
tisu, dan lain-lain.
4) Materi pembersih dan materi lainnya, dapat berupa kertas toilet, tongkol
jagung, kain lap, batu, dan/atau materi pembersih lainnya yang dipakai
untuk membersihkan anus (sebagai pengganti air). Tergantung kepada
sistemnya, materi pembersih kering mungkin dibuang ke kloset atau
dikumpulkan secara terpisah. Perannya sangat penting, produk khusus
untuk kebersihan seperti pembalut untuk haid tidak termasuk disini.
5) Air guyur, air yang dipakai untuk menggelontorkan kotoran manusia dari
jamban (user interface). Air tawar, air hujan, air limbah rumah tangga
yang didaur ulang, atau kombinasi ketiganya bisa dipakai sebagai sumber
air guyur.
b.

Grey Water
Menurut buku Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi (2010), penyusun
TTPS (Tim Teknis Pembangunan Sanitasi) grey water pada dasarnya adalah
air limbah yang dihasilkan dari air bekas mandi, mencuci pakaian, dan
buangan cair dari dapur. Air seperti ini mencapai sekitar 60% dari air limbah
yang dihasilkan oleh rumah tangga dengan WC guyur. Grey water sangat
mudah terkontaminasi oleh kotoran manusia sehingga mengandung bakteri
pathogen. Selain itu grey water seringkali mengandung material organik
karena buangan berasal dari dapur. Material organik ini umumnya mudah
mengurai secara alamiah (easily biodegredable) dan sering dibuang ke dalam
WC atau drainase tersier.

4.

Jenis Limbah
Menurut Nusa Idaman Said (2011)

polimer penyusun mudah dan tidak

terdegradasinya limbah dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:


a.

Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable waste)


yaitu limbah yang dapat mengalami dekomposisi oleh bakteri dan jamur,
seperti daun-daun, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain.

b.

Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan secara alami
(nondegradable waste) misanya plastic, kaca, kaleng, dan sampah sejenisnya.

II-45 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Berdasarkan wujudnya Ign Suharto (2011) membedakan limbah menjadi tiga,


yaitu:
a.

Limbah padat, limbah padat adalah limbah yang berwujud padat. Limbah
padat

bersifat

kering,

tidak

dapat

berpindah

kecuali

ada

yang

memindahkannya. Limbah padat ini misalnya, sisa makanan, sayuran,


potongan kayu, sobekan kertas, sampah, plastik, dan logam
b.

Limbah cair, limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair
terlarut dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair
adalah air bekas mencuci pakaian, air bekas pencelupan warna pakaian, dan
sebagainya.

c.

Limbah gas, limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas.
Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu bergerak
sehingga penyebarannya sangat luas. Contoh limbah gas adalah gas
pembuangan kendaraan bermotor. Pembuatan bahan bakar minyakjuga
menghasilkan gas buangan yang berbahaya bagi lingkungan.
Berdasarkan sumbernya menurut A. K. Haghi (2011) jenis limbah dapat

dibedakan menjadi:
a.

Limbah rumah tangga, limbah rumah tangga disebut juga limbah domestik.

b.

Limbah industri, limbah industri adalah limbah yang berasal dari industry
pabrik.

c.

Limbah pertanian, limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pertanian,


contohnya sisa daun-daunan, ranting, jerami, dan kayu.

d. Limbah konstruksi yakni merupaan material yang sudah tidak digunakan yang
dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan atau perubahan.Material limbah
konstruksi dihasilkan dalam setiap proyek konstruksi, baik itu proyek
pembangunan maupun proyek pembongkaran (contruction and domolition).
Limbah yang berasal dari perobohan atau penghancuran bangunan
digolongkan dalam domolition waste, sedangkan limbah yang berasal dari
pembangunan perubahan bentuk (remodeling), perbaikan (baik itu rumah atau
bangunan komersial), digolongkan ke dalam construction waste.
e.

Limbah radioaktif, limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan tenaga


nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik menggunakan

II-46

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

reaktor nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk keperluan industri


dan rumah sakit. Bahan atau peralatan terkena atau menjadi radioaktif dapat
disebabkan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang
memanfaatkan radiasi pengion.
Berdasarkan sifatnya menurut A. K. Haghi (2011) limbah terdiri atas enam
jenis, yaitu:
a.

Limbah mudah meledak, limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui
proses kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu tekanan tinggi serta dapat
merusak lingkungan.

b.

Limbah mudah terbakar, bahan limbah yang mudah terbakar adalah limbah
yang mengandung bahan yang menghasilkan gesekan atau percikan api jika
berdekatan dengan api.

c.

Limbah reaktif, limbah reaktif adalah limbah yang memiliki sifat mudah
bereaksi dengan oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil
dalam suhu tinggi dan dapat menyebabkan kebakaran.

d.

Limbah beracun, limbah beracun atau limbah B3 adalah limbah yang


mengandung racun berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah ini
mengakibatkan kematian jika masuk ke dalam laut.

e.

Limbah korosif adalah limbah yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan
dapat membuat logam berkarat.

5.

Timbulan Limbah
Timbulan limbah ialah limbah yang dihasilkan manusia dalam satu satuan
volume ataupun berat per kapita per hari. Berikut merupakan rumus untuk mencari
timbulan limbah sanitasi dalam skala kota besar:
TLS= 70% X Jumlah Penduduk X Kebutuhan Air

(2-21)

Keterangan:
Kebutuhan Air: 170 liter/orang/hari untuk skala kota besar.

6. Pengelolaan Air Limbah


Sebelum dibuang ke pembuangan akhir, air limbah harus melalui pengolahan
terlebih dahulu. Agar bisa melaksanakan pengolahan air limbah secara benar
diperlukan rencana pengelolaan yang baik. Pengelolaan air limbah dapat dilakukan
melalui beberapa cara berikut:
II-47 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

a. Pengenceran atau Dilution


Pengelolaan air limbah melalui cara ini adalah diencerkan sampai tahap
konsentrasi yang cukup rendah kemudian dibuang ke badan-badan air.
Pertambahan penduduk yang tinggi diikuti meningkatnya aktifitas manusia
menyebabkan jumlah air limbah semakin banyak. Akibatnya air yang
digunakan untuk pengenceran semakin banyak pula. Oleh karena itu, cara
pengenceran tidak lagi dapat dipertahankan. Disamping itu, pengenceran
menyebabkan efek samping lain. Bahaya kontaminasi terhadap badan-badan
air masih tetap ada, kemudian terjadi pengendapan yang akhirnya
menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai,
kali, waduk danau, dan sebagainya. Pendangkalan dapat menyebabkan
kapasitas badan air semakin berkurang untuk menampung air hujan yang turun
sehingga dapat menimbulkan banjir.
b.

Kolam Oksidasi atau Oxidation Ponds


Pada dasarnya kolam oksidasi adalah proses memanfaatkan sinar
matahari, ganggang, bakteri dan oksigen untuk pembersih alamiah. Air limbah
dialirkan ke dalam kolam besar berbentuk segi empat dengan kedalaman
berkisar 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun.
Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman dan di daerah yang terbuka
sehingga memungkinkan sirkulasi angin dengan baik. Cara kerja kolam
oksidasi sebagai berikut:
1)

Empat faktor yang berperan dalam proses kolam oksidasi adalah sinar
matahari, ganggang, bakteri, dan oksigen. Ganggang dalam air limbah
dengan bantuan butir khlorophyl (hijau daun) dan sinar matahari
melakukan proses fotosintesis sehingga tumbuh dengan subur.

2)

Setelah proses fotosintesis terbentuk karbohidrat dan oksigen dari H2O


dan CO2. Kemudian oksigen ini digunakan oleh bakteri aerobik untuk
melakukan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam air buangan.

E.

Sistem Persampahan
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 mendefinisikan sampah sebagai

sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Jenis sampah
berdasarkan undang-undang tersebut antara lain:
II-48 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

1.

Sampah Rumah Tangga


Terdiri dari sampah yang berasal dari kegiatan sehari hari dalam rumah tangga,
tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

2.

Sampah sejenis sampah rumah tangga


Terdiri dari sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan atau fasilitas lainnya.

3.

Sampah spesifik
Sampah spesifik dibagi lagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sumbernya, antara
lain:
a.

Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun

b.

Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun

c.

Sampah yang timbul akibat bencana

d.

Puing bongkaran bangunan

e.

Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, dan

f.

Sampah yang timbul secara tidak periodik

SNI 19-2454-2002 menjelaskan tentang bagaimana tata cara teknik operasional


pengelolaan sampah perkotaan sebagai berikut:
1.

Pewadahan sampah
Pewasahan sampah adalah aktivitas menampung sampah sementaara dalam
suatu wadah individual atau komunal di tempat sumber sampah. Berdasarkan SNI
3242-2008 pewadahan sampah menurut jenisnya terdiri dari:
a.

Pewadahan sampah Organik untuk sampah sisa sayuran, sisa makanan, kulit
buah-buahan, dan daun-daunan menggunakan wadah dengan warna gelap.

b.

Pewadahan sampah anorganik untuk mewadahi sampah jenis kertas, kardus,


botol, kaca, plastik, dan lain-lain menggunakan wadah terang.

2.

Pengumpulan sampah
pengumpulan sampah adalah aktivitas penanganan yang tidak hanya
mengumpulkan sampah dari wadah individual dan atau dari wadah komunal
(bersama) melainkan juga mengangkutnya ketempat terminal tertentu, baik dengan
pengangkutan langsung maupun tidak langsung.

3.

Pemindahan sampah

II-49 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Pemindahan sampah merupakan proses memindahkan sampah yang telah


dikumpulkan petugas kebersihan menuju TPS. TPS menurut SNI 3242-2008
adalah tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah
yang dapat dipindahkan secara langsung. Berikut merupakan klasifikasi Tps
berdasarkan SNI 3242-2008:
a.

TPS tipe I
TPS tipe I dilengkapi dengan:
1) Ruang pemilahan
2) Gudang
3) Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container
4) Luas lahan 10-50 m2

b.

TPS tipe II
TPS tipe II dilengkapi dengan:
1) Ruang pemilahan (10 m2)
2) Pengomposan sampah organik (200 m2)
3) Gudang (50 m2)
4) Tempat pemidnahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container
(60 m2)
5) Luas lahan 60-200 m2

c.

TPS tipe III


TPS tipe III dilengkapi dengan:
1) Ruang pemilahan (30 m2)
2) Pengomposan sampah organik (800 m2)
3) Gudang (100 m2)
4) Tempat pemindah sampah yang dilengkapu dengan landasan container
(60 m2)
5) Luas lahan > 200 m2

d.

Pengangkutan sampah
Pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sampah dari lokasi
pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju tempat pembuangan
akhir.

e.
II-50

Pengolahan dan pemilahan sampah

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Pengolahan menurut Permen PU No. 03 Tahun 2013 adalah kegiatan


mengubah karakteristik, komposisi, dan/atau jumlah sampah. Pemilahan
sampah menurut UU No. 18 Tahun 2008 adalah bentuk pengelompokkan
sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
f.

Pembuangan akhir sampah


Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010,
pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan pengembalian ssampah dan/atau
residu hasil pengolahan ke media lingkungan secara aman. Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010, TPA adalah tempat
untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara
aman bagi manusia dan lingkungan. Terdapat beberapa metode penimbunan
sampah di TPA yaitu sebagai berikut :
1) Metode open dumping
Metode open dumping yaitu metode penimbunan sampah di TPA
dengan cara membuang sampah pada suatu cekungan kemudian
ditimbun dengan tanah.
2) Metode control landfill
Metode control landfill merupakan metode pembuangan sampah di
TPA dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu TPA secara terartur
kemudian sampah ditimbun secara berkala. Dalam kurun waktu tertentu
sampah dipadatkan dan diratakan menggunakan buldozer atau track
loader.
3) Metode sanitary landfill
Metode sanitary landfill adalah metode pembuangan akhir sampah
dengan cara membuang sampah pada tempat yang telah disiapkan secara
terartur. Sampah yang dibuang pada tpa dengan metode sanitary landfill
ditimbun kemudian diratakan menggunakan buldozer dan ditimbun
kembali menggunakan tanah disetiap akhir kegiatan, cara ini dilakukan
secara berkala. Dalam metode sanitary landfill, tpa dalam keadaan kedap
air sehingga cairan lindi tidak masuk kedalam tanah.

II-51 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

F.

Jaringan Listrik
Berdasarkan SNI 03-173-2004, lingkungan perumahan di perkotaan membutuhkan

ketersediaan jaringan listrik. Berikut merupakan jenis-jenis elemen perencanaan pada


jaringan listrik yang harus disediakan antara lain:
1.

Kebutuhan daya listrik; dan

2.

Jaringan listrik.
Persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
a.

Penyediaan kebutuhan daya listrik


1)

setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari pln


atau dari sumber lain; dan

2)

setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450
va per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan
rumah tangga.

b.

Penyediaan jaringan listrik


1) Disediakan jaringan listrik lingkungan dengan mengikuti hirarki
pelayanan, dimana besar pasokannya telah diprediksikan berdasarkan
jumlah unit hunian yang mengisi blok siap bangun;
2) Disediakan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada
area damija (daerah milik jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak
menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar (lihat gambar 1 mengenai
bagian-bagian pada jalan);
3) Disediakan gardu listrik untuk setiap 200 kva daya listrik yang
ditempatkan pada lahan yang bebas dari kegiatan umum;
4) Adapun penerangan jalan dengan memiliki kuat penerangan 500 lux
dengan tinggi > 5 meter dari muka tanah;
5) Sedangkan untuk daerah di bawah tegangan tinggi sebaiknya tidak
dimanfaatkan untuk tempat tinggal atau kegiatan lain yang bersifat
permanen karena akan membahayakan keselamatan;

G.

Jaringan Telekomunikasi
Berdasarkan SNI 03-173-2004, jenis prasarana dan utilitas jaringan telepon yang

harus disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah:


1.
II-52

Kebutuhan sambungan telepon; dan


JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

2.

Jaringan telepon.
Persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
a.

Penyediaan kebutuhan sambungan telepon


1) Tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan
telepon umum sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa atau
dengan menggunakan asumsi berdasarkan tipe rumah sebagai berikut:
a) R-1, rumah tangga berpenghasilan tinggi : 2-3 sambungan/rumah
b) R-2, rumah tangga berpenghasilan menengah : 1-2 sambungan/rumah
c) R-3, rumah tangga berpenghasilan rendah : 0-1 sambungan/rumah
2) Dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap
250 jiwa penduduk (unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan
lingkungan RT tersebut;
3) Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak
radius bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m;
4) Penempatan pesawat telepon umum diutamakan di area-area publik
seperti ruang terbuka umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan
dengan bangunan sarana lingkungan; dan
5) Penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca (hujan dan
panas matahari) yang dapat diintegrasikan dengan kebutuhan kenyamanan
pemakai telepon umum tersebut.

b.

Penyediaan jaringan telepon


1) Tiap lingkungan rumah perlu dilayani jaringan telepon lingkungan dan
jaringan telepon ke hunian;
2) Jaringan telepon ini dapat diintegrasikan dengan jaringan pergerakan
(jaringan jalan) dan jaringan prasarana / utilitas lain;
3) Tiang listrik yang ditempatkan pada area damija ( daerah milik jalan,
lihat gambar 1 mengenai bagian-bagian pada jalan) pada sisi jalur hijau
yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar; dan
4) Stasiun Telepon Otomat (STO) untuk setiap 3.000 10.000 sambungan
dengan radius pelayanan 3 5 km dihitung dari copper center, yang
berfungsi sebagai pusat pengendali jaringan dan tempat pengaduan
pelanggan.

II-53

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

2.1.8 Penataan Bangunan


Penataan bangunan gedung sebagimana di atur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No 29 Tahun 2006 bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung sesuai fungsi yang
ditetapkan dan yang memenuhi persyaratan teknis. Persyaratan teknis yang di maksud dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 29 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:
1.

Penentuan Lokasi dan Intensitas Bangunan Gedung :


a. Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan
tata bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan
b. menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya; c. menjamin
keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan.

2.

Arsitektur Bangunan Gedung :


a. menjamin terwujudnya bangunan

gedung yang didirikan berdasarkan

karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dan budaya daerah,


sehingga seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya;
b.

menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan


dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya

c.

menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak


menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

3.

Pengendalian Dampak Lingkungan :


a. menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan

dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya


b. menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan.

4.

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan :


menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata
bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan.

5.

Pembangunan Bangunan Gedung di Atas dan/atau di Bawah Tanah, Air dan/atau


Prasarana/Sarana Umum :
a. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana teknik ruang

kabupaten/kota, dan/atau RTBL;


b.

tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada di sekitarnya;

c.

mempertimbangkan

faktor

keselamatan,

kemudahan bagi pengguna bangunan;


II-54

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

kenyamanan,

kesehatan,

dan

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

6.

Persyaratan Keselamatan Bangunan Gedung :


a. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang

timbul akibat perilaku alam dan manusia;


b.

menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang


disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan;

c.

menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang


disebabkan oleh perilaku struktur;

d.

menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan


oleh kegagalan struktur;

e.

menjamin terpasangnya instalasi gas secara aman dalam menunjang


terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan
fungsinya;

f.

menjamin terpenuhinya pemakaian gas yang aman dan cukup; g. menjamin


upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan gas secara baik

g.

menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang


timbul akibat perilaku alam dan manusia pada saat terjadi kebakaran

h.

menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa


sehinga mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga:
1) cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman;
2) cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk
memadamkan api;
3) dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.

i.

menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam


menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai
dengan fungsinya;

j.

menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari


bahaya akibat petir;

k.

menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang


terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan
fungsinya.

7.

Persyaratan Kesehatan Bangunan Gedung :

II-55 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

a. menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alami maupun


buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung
sesuai dengan fungsinya
b. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara
baik
c. menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami
maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam
bangunan gedung sesuai dengan fungsinya
d. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan
secara baik
e. menjamin tersedianya sarana sanitasi yang memadai dalam menunjang
terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya
f. menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan memberikan kenyamanan
bagi penghuni bangunan dan lingkungan
g. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara
baik.
8.

Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung :


a. menjamin terwujudnya kehidupan yang nyaman dari gangguan suara dan
getaran yang tidak diinginkan
b.

menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang


menimbulkan dampak negatif suara dan getaran perlu melakukan upaya
pengendalian pencemaran dan/atau mencegah perusakan lingkungan.

9.

Persyaratan Kemudahan Banguan Gedung :


a. Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak,
aman dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamnya;
b.

menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari cedera atau luka saat
evakuasi pada keadaan darurat;

c.

menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk


bangunan fasilitas umum dan sosial

d.

menjamin tersedianya alat transportasi yang layak, aman, dan nyaman di


dalam bangunan gedung

II-56 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

e.

menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk


bangunan fasilitas umum dan sosial

f.

menjamin tersedianya pertandaan dini yang informatif di dalam bangunan


gedung apabila terjadi keadaan darurat;

g.

menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila


terjadi keadaan darurat.

2.1.9 Peraturan Zonasi


Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur klasifikasi zona, pengaturan lebih
lanjut tentang pemanfaatan lahan dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Peraturan zonasi
memiliki fungsi sebagai panduan ketentuan teknis pemanfaatan ruang dan melaksanakan
pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya. Fungsi peraturan zonasi, yaitu:
1.

Perangkat pengadilan pembangunan. Pengaturan zonasi yang lengkap membuat


prosedur pelaksanaan pembangunan hingga tata cara penertibannya.

2.

Pedoman penyusun rencana tata ruang yang memiliki sifat operasional. Maksudnya
dapat digunakan sebagai penghubung dalam penyusunan rencana tata ruang yang
bersifat operasional karena memuat rencana bersifat makro menjadi submakro
hingga menjadi rencana yang rinci.

3.

Panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan. Maksudnya dalam hal


intensitas pembangunan, tata massa bangunan, prasarana minimum, serta standar
perencanaan.

2.2

Tinjauan Kebijakan RTRW Kabupaten Magetan

2.2.1 Visi Kabupaten Magetan


Visi Kabupaten Magetan adalah :
TERWUJUDNYA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MAGETAN YANG
ADIL DAN BERMARTABAT
2.2.2 Misi Kabupaten Magetan
Misi Kabupaten Magetan yaitu :
1.

Meningkatkan kualitas keimanan dna ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan bermasyarakat.

2.

Mewujudkan kepemerintahan yang baik dan peningkatan SDM yang profesional


yang dilandasi semangat pelaksanaan otonomi daerah.

II-57

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

3.

Menggairahkan

perekonomian

daerah

melalui

program

pengungkit

bagi

masyarakat dan optimalisasi pengelolaan SDA yang berwawasan lingkungan.


4.

Mewujudkan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai dalam menunjang


pertumbuhan perekonomian daerah.

5.

Mewujudkan suasana aman dan damai melalui kepastian, penegakan dan


perlindungan hukum.

2.2.3 Tujuan Penataan Ruang Kabupaten Magetan


Menurut undang-undang Nomer 26 Tahun 2011 tujuan dari penataan ruang di
Kabupaten Magetan Terwujudnya pondasi Bojonegoro sebagai Lumbung Pangan dan energi
Negeri yang produktid, berdaya saing, adil, sejahtera, bahagia, dan berkelanjutan. Kebijakan
penataan ruang wilayah Kabupaten Magetan yaitu: Penataan ruang wilayah Kabupaten
Magetan bertujuan mewujudkan ruang kabupaten dengan mengembangkan potensi lokal
agribisnis, industri pengolahan, dan pariwisata dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan.
2.2.4 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Magetan
A.

Rencana Pengembangan Sistem Pusat Kegiatan


Sesuai pedoman penyusunan RTRW kabupaten rencana struktur pemanfaatan ruang

menggambarkan susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial,


dan lingkungan buatan yang digambarkan secara hirarkis dan berhubungan satu dengan yang
lainnya membentuk struktur ruang kabupaten. Rencana struktur pemanfaatan ruang meliputi
hirarki pusat pelayanan wilayah seperti sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusatpusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, sistem jaringan transportasi seperti sistem
jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan kelas terminal.
Dalam perencanaan struktur ruang terdapat komponen analisis yang digunakan untuk
menentukan dan merencanakan struktur ruang di wilayah tersebut, diantaranya :
1. Analisa kependudukan
Analisa kependudukan membahas mengenai pertumbuhan dan perkembangan
penduduk, sosial budaya, agama, pendidikan, dan adat istiadat. Analisa ini bertujuan
untuk menentukan kelayakan hunian, kebutuhan fasilitas lingkungan, dan klasifikasi
lingkungan.
2. Analisa fungsi ruang
II-58 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Analisa fungsi ruang membahas mengenai pembangunan yang terjadi di wilayah


tersebut, kesesuaian dan daya dukung lahan sebagai daya tampung dan daya hambat
ruang kawasan, serta menunjukkan pusat-pusat kegiatan pada suatu wilayah. Analisa
ini bertujuan untuk membentuk pola kawasan yang terstruktur bedasarkan masingmasing fungsinya.
3. Analisa sistem jaringan pergerakan
Analisa sistem jaringan pergerakan membahas mengenai pelayanan jaringan jalan,
angkutan kereta api, angkutan udara, angkutan air beserta fasilitas penunjangnya,
perkembangan dari pelayanan-pelayanan tersebut, dan analisis kebutuhan interkoneksi
jaringan. Analisa ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tata jenjang jaringan
pergerakan yang menghubungkan bagian kawasan sesuai fungsi dan perannya.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magetan yang merupakan
salah satu kebijakan yang berkaitan dengan Kecamatan Barat Kabupaten Magetan.
Kecamatan Barat diarahkan untuk menjadi salah satu daftar kecamatan yang ada di daftar
PKLp Maospati (Pusat Kegiatan Lingkungan promosi Maospati).
B.

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah


Rencana jaringan prasarana merupakan pendetailan rencana sistem prasarana RTRW

kabupaten/kota sampai pada sistem jaringan lokal dan lingkungan. Rencana jaringan
prasarana terdiri dari :
1.

Rencana Pengembangan jaringan Pergerakan


Rencana pengembangan jaringan pergerakan merupakan pengembangan
seluruh jaringan primer dan jaringan sekunder pada BWP yang meliputi jalan
arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan lingkungan, dan jaringan jalan lainnya yang
belum termuat dalam RTRW kabupaten/kota, yang terdiri dari :
a. jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder
b. jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder
c. jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder
d.

jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder

e. jaringan jalan lainnya


2.

Rencana Pengembangan Jaringan Energi

II-59 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Rencana pengembangan jaringan energi merupakan penjabaran dari jaringan


distribusi

dan

pengembangannya

berdasarkan

prakiraan

kebutuhan

energi/kelistrikan di BWP yang termuat dalam RTRW, yang terdiri atas:


a.

jaringan subtransmisi yang berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari


sumber daya besar (pembangkit) menuju jaringan distribusi primer (gardu
induk) yangterletak di BWP (jika ada)

b.

jaringan distribusi primer (jaringan SUTUT, SUTET, dan SUTT) yang


berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari jaringan subtransmisi menuju
jaringan distribusi sekunder, yang dilengkapi dengan infrastruktur pendukung

c.

jaringan distribusi sekunder yang berfungsi untuk menyalurkan atau


menghubungkan daya listrik tegangan rendah ke konsumen, yang dilengkapi
dengan infrastruktur pendukung berupa gardu distribusi yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan primer (20 kv) menjadi tegangan sekunder (220 v /380
v).

3.

Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi


Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi terdiri atas :
a.

Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi yang berupa


penetapan lokasi pusat automatisasi sambungan telepon

b.

Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel yang berupa


penetapan lokasi stasiun telepon otomat, rumah kabel, dan kotak pembagi

c.

Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel yang berupa


penetapan lokasi menara telekomunikasi termasuk menara Base Transceiver
Station (BTS)

d.

Rencana pengembangan sistem televisi kabel termasuk penetapan lokasi


stasiun transmisi

e.

Rencana penyediaan jaringan serat optikrencana peningkatan pelayanan


jaringan telekomunikasi.

4.

Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum


Rencana pengembangan jaringan air minum berupa rencana kebutuhan dan
sistem penyediaan air minum, yang terdiri atas:
a.

sistem penyediaan air minum wilayah kabupaten/kota yang mencakup sistem


jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan

II-60

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

5.

b.

bangunan pengambil air baku

c.

pipa transmisi air baku dan instalasi produksi

d.

pipa unit distribusi hingga persil;

e.

bangunan penunjang dan bangunan pelengkap bak penampungan

Rencana Pengembangan Jaringan Drainase


Rencana pengembangan jaringan drainase terdiri atas:
a.

sistem jaringan drainase yang berfungsi untuk mencegah genangan

b.

rencana kebutuhan sistem jaringan drainase yang meliputi rencana jaringan


primer, sekunder, tersier, dan lingkungan di BWP

6.

Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah


Jaringan air limbah meliputi sistem pembuangan air limbah setempat (onsite)
dan/atau terpusat (offsite). Sistem pembuangan air limbah setempat, terdiri atas:
a.

bak septik (septic tank)

b.

instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT)

Sistem pembuangan air limbah terpusat, terdiri atas:


a. seluruh saluran pembuangan
b. bangunan pengolahan air limbah.
7.

Rencana Pengembangan Jaringan Lainnya


Perumusan rencana jaringan prasarana lainnya direncanakan sesuai kebutuhan
pengembangan BWP.

2.2.5 Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Magetan


Rencana pola ruang wilayah terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Magetan berdasarkan RTRW Kabupaten Magetan
Tahun 2012 2032 yang mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 15
Tahun 2012 terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Rencana pola ruang
Kabupaten Magetan sebagai berikut:
1. Kawasan lindung:
a. Kawasan hutan lindung
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya,
berupa kawasan resapan air.
c. Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi:
II-61 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

1) Sempadan sungai
2) Kawasan sekitar waduk
3) Kawasan sekitar danau
4) Kawasan sekitar mata air
5) Sempadan irigasi
6) RTH kawasan perkotaan
7) Kawasan Rawan Bencana Alam
8) Kawasan Lindung Geologi
d. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya,
berupa kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
e. Kawasan Rawan Bencana Alam, meliputi:
1) Kawasan Rawan Banjir
2) Kawasan Rawan Gerakan Tanah
3) Kawasan Rawan Kekeringan
f. Kawasan Lindung Geologi,
berupa kawasan rawan bencana alam geologi.
2. Kawasan budidaya
a. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
b. Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
c. Kawasan Peruntukan Pertanian, meliputi:
1) Kawasan Budi Daya Pertanian Tanaman Pangan
2) Kawasan Budi Daya Hortikultura
3) Kawasan Budi Daya Peternakan
d. Kawasan Peruntukan Perkebunan
e. Kawasan Peruntukan Perikanan, meliputi:
1) Perikanan budi daya perikanan darat
2) Balai Benih Ikan (BBI) perikanan darat
f. Kawasan Peruntukan Pertambangan, meliputi:
1) Pertambangan Mineral
2) Pertambangan Panas Bumi
g. Kawasan Peruntukan Industri, meliputi:
1) Industri Besar
II-62

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

2) Industri Menengah
3) Industri Kecil Dan Industri Rumah Tangga
h. Kawasan Peruntukan Pariwisata, meliputi:
1) Kawasan Wisata Alam
2) Kawasan Budaya
3) Kawasan Wisata Buatan
i. Kawasan Peruntukan Permukiman, meliputi:
1) Kawasan Permukiman Perkotaan
2) Kawasan Permukiman Perdesaan
j. Kawasan Peruntukan Lainnya, meliputi:
1) Kawasan Khusus Pengembangan Sektor Informal
2) Kawasan Pertahanan dan Keamanan
Rencana pola ruang kawasan lindung Kabupaten Magetan dijelaskan pada Tabel
2.16 , sebagai berikut:
Tabel 2. 16 Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung Kabupaten Magetan
No.

Kawasan Lindung

Kawasan hutan lindung

Luas
Ha

Kawasan
yang
memberikan
perlindungan terhadap
kawasan bawahannya
Kawasan perlindungan
setempat

Resapan air,
luas 492 Ha

Keterangan
3.987

Sungai
Waduk
Danau

Kawasan suaka alam,


pelestarian alam, cagar
budaya,
dan
ilmu
pengetahuan

Kawasan
bencana alam

Banjir

rawan

Lokasi Kawasan di
Kabupaten Magetan
Kecamatan
Plaosan,
KecamatanPoncol, Kecamatan
Panekan, Kecamatan Sidorejo
Kecamatan
Kecamatan
Panekan, Kecamatan Poncol,
Kecamatan Parang
Di seluruh kecamatan yang
dilewati oleh sungai
Waduk
Gonggang
di
Kecamatan Poncol
1. Telaga Wahyu Kecamatan
Plaosan
2. Telaga
Sarangan
Kecamatan Plaosan
1. Candi Reog di Kecamatan
Panekan
2. Candi
Simbatan
di
Kecamatan Takeran
3. Situs Kuno Watu Ongko
di Kecamatan Plaosan
4. Pabrik Gula Redjosari di
Kecamatan Kawedanan
5. Pabrik Gula Purwodadie
di Kecamatan Karangrejo
1. Kali Kanal di Desa Pencol
Kecamatan Kartoharjo
2. Kali Watu di Desa Jeruk

II-63 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Arahan Pengelolaan
Kawasan Lindung
Perlindungan/pengelolaan
pada kawasan hutan
lindung
Pengelolaan
kawasan
yang
memberikan
perlindungan
terhadap
kawasan bawahannya
Pengelolaan
kawasan
perlindungan
setempat
pada sungai, waduk,
danau, RTH kawasan
perkotaan

Pengelolaan
kawasan
suaka
alam,
cagar
budaya,
dan
ilmu
pengetahuan
dan
peningkatan
sarana
prasarana

Penyediaan
dan
peningkatan
sarana
mitigasi untuk kawasan

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

No.

Kawasan Lindung

Keterangan

Longsor

Kekeringan

Kawasan
geologi

lindung

Gunung berapi
Gunung
Lawu,
meliputi:
1. Kali
Gonggang
2. Gunung
Bancak
3. Kali
Ginuk
4. Kali Tinil

5. Kali Catur
Sumber: RTRW Kabupaten Magetan 2012 2032

Lokasi Kawasan di
Kabupaten Magetan
Kecamatan Kartoharjo
3. Kali Madiun di Desa
Kerang
Kecamatan
Takeran
4. Kali Ngelang di Desa
Ngelang
Kecamatan
Kartoharjo
Kecamatan
Poncol,
Kecamatan
Plaosan,
Kecamatan Parang
Kecamatan
Bendo,
Kecamatan Karas, Kecamatan
Kawedanan,
Kecamatan
Lembeyan,
Kecamatan
Magetan,
Kecamatan
Ngariboyo,
Kecamatan
Panekan, Kecamatan Parang,
dan Kecamatan Sukomoro
Kecamatan
Poncol,
Kecamatan
Parang,
dan
Kecamatan Lembeyan

Arahan Pengelolaan
Kawasan Lindung
rawan bencana alam
(banjir,
longsor,
kekeringan)

Pengelolaan
kawasan
lindung geologi

Kecamatan
Lembeyan,
Kecamatan
Kawedanan,
Kecamatan Parang
Kecamatan Karas
Kecamatan
Panekan,
Kecamatan Karas, Kecamatan
Sukomoro
Kecamatan Panekan

Rencana pola ruang kawasan budidaya Kabupaten Magetan dijelaskan pada Tabel
2.17 , sebagai berikut:
Tabel 2. 17 Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya Kabupaten Magetan
No.

Kawasan Budidaya

Keterangan

Hutan Produksi

Luas 3.390 Ha

Hutan Rakyat

Luas 2.825 Ha

Pertanian

Sawah
irigasi
luas 27.272 Ha
Sawah
bukan
irigasi
luas
1.198 Ha

Lokasi Kawasan di
Kabupaten Magetan
Kecamatan Parang, Kecamatan
Panekan, Kecamatan Poncol,
Kecamatan
Plaosan,
Kecamatan
Sidorejo,
dan
Kecamatan Lembeyan
Tersebar di seluruh wilayah
kabupaten
Tersebar di seluruh Kabupaten
Kecamatan Poncol, Kecamatan
Parang, Kecamatan Lembeyan,
Kecamatan
Takeran,
Kecamatan
Nguntoronadi,

II-64 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Arahan Pengelolaan
Kawasan Lindung
Pengelolaan kawasan
hutan produksi

Pengelolaan kawasan
hutan rakyat
Pengelolaan kawasan
pertanian
sawah
irigasai dan bukan
irigasi, pangan lahan
kering, sawah LP2B,
holtikultura,
dan

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

No.

Kawasan Budidaya

Keterangan

Tanaman
pangan
lahan
kering
luas
40.552 Ha
LP2B
Holtikultura

Perkebunan

Peternakan
Luas 13.840 Ha

Perikanan

Pertambangan

Lokasi Kawasan di
Kabupaten Magetan
Kecamatan
Kawedanan,
Kecamatan
Magetan,
Kecamatan
Ngariboyo,
Kecamatan
Sidorejo,
Kecamatan
Panekan,
Kecamatan
Sukomoro,
Kecamatan
Bendo,
dan
Kecamatan Karas
Tersebar di seluruh Kabupaten

Tersebar di seluruh kabupaten


1. Sayur: Kecamatan Plaosan,
Kecamatan
Panekan,
Kecamatan
Bendo,
Kecamatan
Sidorejo,
Kecamatan
Poncol,
Kecamatan Takeran, dan
Kecamatan Lembeyan.
2. Buah: Kecamatan Bendo,
Kecamatan
Takeran,
Kecamatan
Sukomoro,
Kecamatan
Kawedanan,
Kecamatan
Magetan,
Kecamatan
Parang,
Kecamatan
Poncol,
Kecamatan Panekan, dan
Kecamatan Plaosan
3. Bunga:
Kecamatan
Plaosan,
Kecamatan
Sidorejo,
Kecamatan
Poncol,
Kecamatan
Panekan, dan Kecamatan
Takeran
Tersebar di seluruh Kabupaten
Tersebar di seluruh Kabupaten
Kecamatan
Panekan,
Kecamatan Poncol, Kecamatan
Plaosan, Kecamatan Sidorejo,
Kecamatan Parang, Kecamatan
Lembeyan,
Kecamatan
Kawedanan,
Kecamatan
Bendo, Kecamatan Takeran,
Kecamatan
Nguntoronadi,
Kecamatan Karas, Kecamatan
Karangrejo,
Kecamatan
Kartoharjo, Kecamatan Barat,
dan Kecamatan Maospati
Kecamatan Parang, Kecamatan
Poncol, Kecamatan Plaosan,
Kecamatan
Sukomoro,
Kecamatan Bendo, Kecamatan

II-65 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Arahan Pengelolaan
Kawasan Lindung
peternakan

Pengelolaan kawasan
perkebunan
Pengelolaan kawasan
perikanan darat dan
Balai Benih Ikan
(BBI)

Pengelolaan kawasan
pertambangan

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

No.

Kawasan Budidaya

Keterangan

Industry

Industri besar,
menengah, kecil
dan
rumah
tangga

Pariwisata

Wisata alam

Wisata budaya

Wisata buatan

Permukiman

Perkotaan

Lokasi Kawasan di
Kabupaten Magetan
Takeran, Kecamatan Bendo,
Kecamatan Parang, Kecamatan
Lembeyan,
Kecamatan
Karangrejo, Kecamatan Karas
Seluruh Kecamatan yang ada
di Kabupaten Magetan

1. Telaga Sarangan berada di


Kecamatan Plaosan
2. Telaga Wahyu berada di
Kecamatan Plaosan
3. Obyek Wisata Puncak
Lawu berada di Kecamatan
Plaosan
4. Air terjun Tirtosari berada
di Kecamatan Plaosan
5. Air terjun Pundak Kiwo
berada
di
Kecamatan
Plaosan
6. Waduk Gonggang berada
di Kecamatan Poncol
1. Makam
G.B.R.Ay.
Maduretno dan K.P.A.H.
Ronggo Prawirodirdjo III
berada
di
Kecamatan
Kawedanan
2. Monumen Soco berada di
Kecamatan Bendo
3. Candi Simbatan dan Arca
Dewi Sri berada di
Kecamatan Takeran
4. Sendang Kamal berada di
Kecamatan Maospati
5. Candi Reog berada di
Kecamatan Panekan
6. Prasasti
Watu
Ongko
berada
di
Kecamatan
Plaosan
1. Wisata bumi perkemahan
berada
di
Kecamatan
Plaosan
2. Taman Ria Manunggal
berada
di
Kecamatan
Magetan
3. Taman Ria Kosala Tirta
berada
di
Kecamatan
Maospati
4. Sumber Clelek berada di
Kecamatan Nguntoronadi
1. Permukiman
perkotaan

II-66 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Arahan Pengelolaan
Kawasan Lindung

Prioritas
pengembangan
industri:
1. PKL Magetan
2. PKLp Maospati
3. PKLp Kawedanan
4. PKPLp Parang
Pengelolaan kawasan
pariwisata
pada
pariwisata
alam,
budaya, dan buatan

1. Pengelolaan

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

No.

Kawasan Budidaya

Keterangan

10

Peruntukkan lainnya

Perdesaan
-

Lokasi Kawasan di
Kabupaten Magetan
Magetan
berada
di
Kecamatan Magetan
2. Permukiman
perkotaan
yang merupakan bagian
dari ibukota kecamatan
Di seluruh wilayah kabupaten
Pengembangan sektor informal
dan pertahanan dan keamanan

Arahan Pengelolaan
Kawasan Lindung
permukiman
perkotaan
dan
perdesaan
serta
peningkatan sarana
dan prasarana
1. Penyediaan ruang
kegiatan
sektor
informal
atau
pedagang kaki lima
dalam
kawasan
perkotaan
2. Penataan
dan
revitalisasi
kawasan pedagang
kaki lima pada
pusat
kegiatan
perkotaan dan ruas
jalan
3. Pengelolaan
kawasan
pertahanan
dan
keamanan

Sumber: RTRW Kabupaten Magetan 2012 2032

2.2.6 Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten


Kawasan strategis adalah suatu kawasan yang di dalamnya terdapat kegiatan yang
sedang berkangsung yang mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan menurut
Undang-undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Pengaruh yang besar terhadap
pertumbuhan yaitu:
1.

Peningkatan Kesejahteraan masyarakat

2.

Tata ruang di wilayah sekitarnya

3.

Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya

Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan suatu bagian wilayah kabupaten


yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh yang penting dalam
lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Kawasan strategis
kabupaten ditetapkan berdasarkan:
1.

Ketentuan peraturan perundang-undangan

2.

Kebijakan dan strategi penataan ruang kabupaten

3.

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kabupaten

4.

Nilai strategis yang dilihat dari aspek-aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan


efisiensi penanganan kawasan

II-67 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Kawasan strategis kabupaten berfungsi sebagai:


1.

Mengembangkan, melestarikan, melindungi, atau mengkoordinasikan keterpaduan


pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan dalam mendukung
penataan ruang wilayah kabupaten

2.

Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan
kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten yang dinilai mempunyai
pengaruh sangat penting terhadap wilayah kabupaten bersangkutan

3.

Untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak bisa terakomodasi di dalam
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang

4.

Sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama RTRW


kabupaten

5.

Sebagai dasar penyusunan rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten

2.2.7 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten


Magetan
Setiap tahun program pembangunan dilakukan agar tujuan dapat tercapai, kemudian
dibuatnya arahan kebijakan untuk mengetahui prioritas tahunan. Untuk mencapai misi pada
Kabupaten Magetan dibuat tujuan, arahan, sasaran, dan kebijakan. Berikut misi dan tahapantahapan dalam mencapai misi:
Tabel 2. 18 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Kabupaten Magetan
Visi: Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Magetan yang adil, mandiri dan bermartabat
No.
Tujuan
Sasaran
Indikator Sasaran
Strategi
Misi 1: Meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat
1
Membentuk
Meningkatnya ketahanan
Mengembangkan
Berkembangnya
SDM
yang moral
dan
mental
nilainilai
jumlah
rumah penerapan
berkualitas dan masyarakat
untuk
ibadah dan keagamaan
ibadah
berakhlaq mulia membentengi diri dari
dalam semua aspek
Meningkatnya
dilandasi iman krisis nilai sebagai akibat
kehidupan
kegiatan
dan
taqwa dari
dampak
negatif
keagamaan
kepada Tuhan perubahan
dan
Yang Maha Esa
pembangunan
2
Mewujudkan
Meningkatnya
toleransi Jumlah penyelesaian Mengembangka
n
kerukunan antar intern dan antar umat konflik
umat komunikasi inter dan
umat beragama beragama
beragama.
antar umat beragama
sehingga dapat
hidup
berdamping an
secara harmonis
Misi 2 : Mewujudkan kepemerintahan yang baik dan peningkatan SDM yang profesional
dilandasi semangat pelaksanaan otonomi daerah
1
Mengelola
1. Meningkatnya
Peringkat
kinerja 1. Meningkatkan
penyelenggaraa
efisiensi
dan
kapasitas kelembagaan
otoda

II-68 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Visi: Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Magetan yang adil, mandiri dan bermartabat
No.
Tujuan
Sasaran
Indikator Sasaran
Strategi
n pemerintahan
efektifitas
yang
efektif
dan
Indeks
Kepuasan
dan pelayanan
penyelenggaraan
efisien
Masyarakat
publik
yang
pemerintahan
dan Opini BPK
2. Meningkatkan kualitas
transparan,
pelayanan publik.
penyelenggar
aan
Hasil
Evaluasi
akuntabel
dan
administrasi
LAKIP
partisipatif
pemerintahan daerah
dan pelayanan public
3. Meningkatkan
profesionalis me dan
kompetensi
sumber
daya aparatur
2. Meningkatnya kualitas Rasio penduduk ber Menyempurnaka
n
layanan administrasi KTP,
KK,
akta sistem dan prosedur
kependudukan
kelahiran
pelayanan administrasi
kependudukan
yang
cepat,
mudah
dan
berkualitas
Misi 3 : Menggairahkan perekonomian daerah melalui berbagai program pengungkit dan
optimalisasi pengembangan SDM dan pengelolaan SDA yang berwawasan lingkungan
1
Meningkatkan
1. Meningkatnya
1. Mendorong
Pertumbuhan
kesejahteraan
pertumbuhan ekonomi
pertumbuhan
ekonomi
ekonomi
lokal
dengan
ekonomi
sektor
masyarakat
memperhatikan
unggulan
yang
kebijakan
ekonomi
berwawasan
regional, nasional dan
lingkungan
global
2. Mendorong
tumbuhnya klusterkluster ekonomi
2. Meningkatnya
Jumlah
realisasi 1. Memberikan fasilitas
kegiatan
investasi
dan
kemudahan
investasi, Jumlah
untuk
mendorong
dalam berinvestasi.
KUMKM
terciptanya lapangan
2. Mendorong
kerja dan tumbuhnya
tumbuhnya
usaha
aktivitas
ekonomi
mikro,
kecil,
local
menengah
dan
koperasi
3. Terwujudnya stabilitas Prosentase
Menjamin ketersediaan
pangan dan energi
stok dan kelancaran
Penguatan
utama.
cadangan pangan, distribusi bahan pangan
ketersediaan energi dan energi utama
dan
protein
perkapita, skor pola
pangan harapan
4. Menurunnya
angka Angka kemiskinan, 1. Memberdayakan
kemiskinan
dan
masyarakat miskin
Tingkat
tingkat pengangguran
dan PMKS
pengangguran
terbuka
2. Meningkatkan
terbuka.
kualitas tenaga kerja
dan
memberikan
jaminan
ekonomi
dan sosial tenaga
kerja.
3. Meningkatkan
penyerapan jumlah

II-69 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Visi: Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Magetan yang adil, mandiri dan bermartabat
No.
Tujuan
Sasaran
Indikator Sasaran
Strategi
tenaga kerja lokal.
Memberdayakan
masyarakat
dan
kelembagaan
desa
dalam
rangka
penguatan
pemerintahan
dan
pertumbuhan
ekonomi desa
2
Meningkatkan
1. Meningkatnya Indeks Indeks
1. Meningkatkan akses
kesejahteraan
Pembangunan
masyarakat terhadap
Pembangunan
sosial
Manusia (IPM)
layanan
Manusia
pendidikandan
kesehatan
secara
merata
dan
berkualitas
2. Meningkatkan akses
masyarakat terhadap
layanan informasi
3. Meningkatkan
kualitas kehidupan
perempuan, anak dan
keluarga sejahtera
4. Meningkatkan
partisipasi pemuda
dalam pembangunan
5. Memajukan
olah
raga daerah melaui
pembinaan
secara
sistematis, terpadu,
berjenjang
dan
berkelanjutan
2. Berkembangnya
Melestarikan
dan
Penyelenggaraan
budaya
lokal
festival seni dan mengembangkan
multikultur yang dapat
budaya,
jumlah kebudayaan daerah dari
berfungsi
sebagai
berbagai
etnis
dan
grup kesenian
media perekat sosial
golongan untuk enjaga
pluralisme dengan tetap
menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa.
3
Meningkatkan
1. Meningkatnya kualitas Prosentase
ruang
RLH, 1. Penataan
kualitas
lingkungan
permukiman
yang
kawasan kumuh
lingkungan
permukiman
yang Cakupan layanan
sesuai
ketentuan
hidup
layak dan sehat
zonasi
sanitasi
sarana
Luas RTH per 2. Penyediaan
prasarana
satuan HGB/HPL
permukiman
dan
penataan kawasan
3. Mengendalikan
pencemaran
lingkungan
4. Meningkatkan luasan
dan kualitas RTH
publik dan privat

II-70 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Visi: Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Magetan yang adil, mandiri dan bermartabat
No.
Tujuan
Sasaran
Indikator Sasaran
Strategi
2. Terwujudnya alam dan Luas lahan kritis
1. Mengelola sumberlingkungan hidup yang
daya alam secara
lestari
optimal
dan
berwawasan
lingkungan
2. Merehabilitasi
lingkungan
hidup
yang
mengalami
penurunan kualitas
3. Mengarahkan
dan
menerapkan konsep
pembangunan
berkelanjutan
Misi 4 :Mewujudkan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai dalam menunjang
pertumbuhan perekonomian daerah
1
Meningkatkan
Meningkatnya
kualitas Persentase
jalan, Menyediakan
kualitas layanan sarana dan prasarana
jalan,
jembatan
dan infrastruktur
infrastruktur
transportasi yang aman,
jembatan
beserta
pedukungnya
dasar
dan nyaman dan memadai
pendukungnya
yang
kondisi baik
infrastruktur
yang
Rasio ketersediaan layak,
penumbuh daya
sarana
dan menghubungkan antar
saing agrobisnis
wilayah dan pemukiman
prasarana wilayah
penduduk
serta
menjangkau
sentrasentra produksi pertanian
dan produk unggulan
daerah lainnya
2
Menyediakan air Meningkatnya
kualitas, Persentase
jaringan Membangun
jaringan
baku
yang kuantitas dan jangkauan irigasi kondisi baik
irigasi yang handal dan
optimal
untuk jaringan irigasi
dapat
menjangkau
mendukung
daerah
irigasi
yang
aktivitas
seluasluasnya
pertanian
Misi 5 : Mewujudkan suasana aman dan damai, melalui penegakan, kepastian dan perlindungan
hukum
1
Mewujudkan
Menurunnya
kasus Angka kriminalitas, 1. Mengem
bangkan
keamanan dan pelanggaran hukum dan pelanggaran
budaya
hukum,
ketertiban
gangguan
keamanan ketertiban umum dan
kesadaran
dan
lingkungan yang ketertiban masyarakat
konflik sosial politik
ketaatan hukum serta
kondusif
bagi
mendorong
keberlang
terlaksananya
sungan
penegakan hukum
pembangunan
2. Mengem
bangkan
sistem keamanan dan
ketertiban
untuk
mendukung stabilitas
daerah
dan
meminimalisir
ancaman, hambatan,
dan gangguan
3. Mengem
bangkan
budaya demokrasi,
pluralisme, persatuan
dan kesatuan bangsa

II-71 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

Visi: Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Magetan yang adil, mandiri dan bermartabat
No.
Tujuan
Sasaran
Indikator Sasaran
Strategi
serta penghormata n
terhadap HAM
2
Meningkatkan
Meningkatnya
Jumlah
lembaga/ Meningkatkan
keamanan dan kesiapsiagaan masyarakat kelompok masyarakat kewaspadaan masyarakat
keselamatan
dan lembaga pemerintah siaga bencana
dalam
mendeteksi
masyarakat dari daerah dalam mengurangi
ancaman bencana dan
resiko bencana
resiko bencana
melakukan
upaya
penyelamatan
korban
bencana.
Sumber: RPJMD Kabupaten Magetan (2014)

2.3

Kebijakan Provinsi mengenai Fungsi dan Peranan Kabupaten Magetan


Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011-2031 bahwa Provinsi Jawa Timur
mengeluarkan kebijakan untuk Kabupaten Magetan sebagai berikut :
1.

Rencana pengembangan terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)


huruf b yakni : Terminal B meliputi terminal Maospati Kabupaten Magetan

2.

Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b yang
sudah ada meliputi : a.bandar udara khusus militer terdiri atas : Lapangan Udara
TNI AU Iswahyudi di Kabupaten Magetan

3.

Rencana Sistem Jaringan Energi berdasarkan Pasal 39 oleh Pemerintah Daerah


Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menunjang
penyediaan sumber daya energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi : Energi panas bumi serta Gunung Lawu di Kabupaten Magetan

4.

Rencana pengembangan jaringan irigasi dalam rangka mendukung air baku


pertanian dilaksanakan dengan memperhatikan rencana pengembangan air baku
pada wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu di Wilayah Sungai Bengawan Solo
meliputi : Waduk Gonggang di Kabupaten Magetan

5.

Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil bunga sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) huruf b direncanakan di wilayah Kabupaten Magetan

6.

Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil buah sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) huruf c direncanakan berdasarkan komoditas : Pisang,
jeruk dan mangga dikembangkan di wilayah Kabupaten Magetan

II-72 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

7.

Pengembangan perkebunan tanaman semusim sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) huruf a terdiri atas tebu di Kabuaten Magetan

8.

Perkebunan tanaman tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri
atas Kopi

9.

Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf i


meliputi : daya tarik wisata alam yakni Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan
Daya tarik wisata hasil buatan manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c meliputi : Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, dan Tirtosari di Kabupaten
Magetan.

10. Jalur pengembangan koridor B sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b
meliputi: Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, Telaga Sarangan, dan Tirtosari
di Kabupaten Magetan.
2.3.1 Kebijakan Struktur Ruang Kabupaten Magetan
Tinjauaan kebijakan umum perencanaan tata ruang Kabupaten Magetan terdiri dari
tujuan penataan ruang, rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Magetan, rencana pola
ruang wilayah Kabupaten Magetan dan penetapan kawasan strategis wilayah Kabupaten
Magetan.
A.

Rencana Struktur Ruang Kecamatan Barat Berdasarkan RTRW Kabupaten


Magetan
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan

prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional.

Struktur tata ruang wilayah

menggambarkan rencana sistem pusat kegiatan yang terdiri atas sistem perkotaan dan sistem
perdesaan serta sistem jaringan prasarana wilayah di Kabupaten Magetan. Dalam
pengembangan Struktur tata ruang Kabupaten Magetan yang menjadi PKLp Kabupaten
Magetan Perkotaan Maospati dengan wilayah pelayanan meliputi:
1.

Kecamatan Maospati

2.

Kecamatan Barat

3.

Kecamatan Kartoharjo

4.

Kecanratan Karangrejo

5.

Kecamatan Karas

6.
II-73

Kecamatan Sukomoro
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

7.
B.

Kecamatan Bendo

Rencana Pola Ruang Kecamatan Barat Berdasarkan RTRW Kabupaten


Magetan
Rencana pola ruang Kabupaten Magetan merupakan rencana pendistibusuan

peruntukan ruang untuk kawasan fungsi lindung dan fungsi budidaya. Rencana pola ruang
yang berkaitan dengan perencanaan pada Kecamatan Barat berdasarkan RTRW Kabupaten
Magetan meliputi :
1.

Kawasan perlindungan setempat yang dimaksud dalam RTRW Kabupaten


Magetan terdiri atas sempadan sungai, kawasan sekitar waduk, kawasan sekitar
mata air, kawasan sekitar danau, sempadan irigasi dan RTH kawasan perkotaan.
a.

Kawasan sekitar mata air


1) kawasan dengan jarak 200 (dua ratus) meter sekeliling mata air di luar
kawasan permukiman
2) kawasan dengan jarak 100 (seratus) meter sekeliling mata air di dalam
kawasan permukiman

b.

sempadan irigasi yang meliputi kawasan sepanjang kanan dan kiri saluran
irigasi primer dan sekunder baik irigasi bertanggul maupun tidak bertanggul.

c.

Kawasan peruntukan RTH perkotaan dengan luas kurang lebih 2.387 hektar
atau 30% dari luas perkotaan

2.

Kawasan budidaya yang terdiri atas kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan
peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan
perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan industry,
kawasan peruntukan pariwisata, kawasan peruntukan permukiman dan kawasan
peruntukan lainnya.
a.

Kawasan peruntukan pertanian


Kawasan peruntukan pertanian meliputi kawasan peruntukan pertanian
tanaman pangan, kawasan peruntukan hortikultura, kawasan peruntukan
perkebunan dan kawasan peruntukan peternakan.
1) Sawah irigasi Kecamatan Barat dengan luas kurang lebih 1.339 hektar
2) Sawah bukan irigasi Kecamatan Barat dengan luas kurang lebih 169
hektar

II-74 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

3) Pertanian lahan kering Kecamatan Barat dengan luas kurang lebih 704
hektar
4) Lahan pertanian pangan berkelanjutan (LPPB) yang terdapat di Kabupaten
Magetan meliputi sawah teknis dan sawah irigasi setengah teknis seluas
kurang lebih 19.064 hektar yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Magetan.
5) Kawasan peruntukan perkebunan di Kecamatan Barat dengan luas kurang
lebih 383 hektar.
6) Kawasan peruntukan peternakan yang ada di Kecamatan Barat meliputi
ternak besar
b.

Kawasan peruntukan perikanan


Kawasan peruntukan budidaya perikanan darat ikan patin dan ikan lele

c.

Kawasan peruntukan industri


Kawasan peruntukan industry yang ada di Kecamatan Barat terdiri atas
industry kecil.
1) Industry kerajinan genteng
2) Industry kerajinan batu bata

d.

Kawasan peruntukan permukiman


1) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan dengan luas kurang lebih
7.958 hektar yang meliputi permukiman perkotaan magetan yang terletak
di kecamatan magetan dan permukiman perkotaan yang merupakan
bagian dari ibukota kecamatan di Kabupaten Magetan
2) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan dengan luas kurang lebih
5.969 hektar berada di seluruh wilayah Kabupaten Magetan

e.

Kawasan peruntukan lainnya


1) Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) yang berada di seluruh
Kecamatan
2) Kantor Kepolisian Resor (Polres) yang berada di seluruh Kecamatan

II-75 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)


BWP KECAMATAN BARAT
KABUPATEN MAGETAN

II-76 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Anda mungkin juga menyukai