Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING

FUNGSI, PRINSIP, ORIENTASI, SERTA RUANG


LINGKUP KERJA BIMBINGAN KONSELING

DISUSUN OLEH:

Agustina Mariyani (RSA1C313003)


Serlis Mariyana (RSA1C313004)
Eka Fitri Restiarni (RSA1C313015)
Assyifa Vidia Fadhilah (RSA1C313024)

DOSEN PENGAMPU:

Drs. Rasimin, M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JAMBI
2016

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................. i
BAB I...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A.

Latar Belakang................................................................................ 1

B.

Rumusan Masalah............................................................................ 2

C.

Tujuan............................................................................................ 2

BAB II..................................................................................................... 3
PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A.

Fungsi Bimbingan Konseling..............................................................3

B.

Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling...........................................22

C.

Orientasi Bimbingan dan Konseling...................................................30

D.

Ruang Lingkup Pelayanan Bimbingan dan Konseling............................35

BAB III.................................................................................................. 47
PENUTUP.............................................................................................. 47
A.

Kesimpulan................................................................................... 47

B.

Saran........................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 49

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk filosofis, artinya manusia mepunyai pengetahuan
dan berpikir, mausia juga memiliki sifat yang unik, berbeda dengan mahluk lain
dalam pekembanganya. Implikasi dari keragaman ini ialah bahwa individu
memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan megembangkan diri
sesuai dengan keunikan atau tiap tiap pontensi tanpa menimbulkan konflik
dengan lingkungannya. Dari sisi keunikan dan keragaman idividu, maka
diperlukanlah

bimbingan

untuk

membantu

setiap

individu

mencapai

perkembangan yang sehat didalam lingkungannya.


Pada dasarnya bimbingan dan konseling juga merupakan upaya bantuan
untuk menunjukan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok

maupun individu seusia dengan hakekat kemanusiannya dengan berbagai potensi,


kelebihan dan kekurangan, kelemahan serta permasalahanya.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari
pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan
bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus
berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Dalam dunia pendidikan, bimbingan dan konseling diperlukan karena
dengan adanya bimbingan dan konseling dapat mengantarkan peserta didik pada
pencapai standar dan kemampuan profesi dan akademis, serta perkembangan dini
yang sehat dan produktif, dan didalam bimbingan dan konseling selain ada
pelayanan juga ada fungsi serta prinsip prinsipnya.
Bimbingan dan konseling juga haruslah dikenalkan kepada setiap peserta
didik sejak dini dan karena layanan bimbingan dan konseling ini haruslah
diperkenalkan kepada saat yang tepat dan jangan sampai menjadi salah sasaran.
Dalam hal ini pula cakupan bimbingan dan konseling haruslah sesuai dengan apa
yang diharapkan dari tujuan bimbingan dan konseling ini. Karena dalam
kehidupan di sekolah sering terjadi pemahaman yang salah tentang bimbingan dan
konseling dimata para pendidik maupun peserta didik itu sendiri yang notabennya
menjadi objek kajian bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang fungsi,
prinsip, orientasi dan ruang lingkup yang harus di capai bimbingan dan konseling,
melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang orientasi atau pengenalan dan ruang
ingkup bimbingan dan konseling.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.

Apa saja fungsi dari bimbingan dan konseling?


Apa prinsip-prinsip bimbingan dan konseling?
Bagaimana orientasi bimbingan dan konseling?
Apa saja yang termasuk ruang lingkup layanan bimbingan dan konseling?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.
2.
3.
4.

Untuk megetahui fungsi dari bimbingan dan konseling


Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam bimbingan dan konseling
Untuk mengetahui bagaimana orientasi dalam bimbingan dan konseling
Untuk mengetahui apa saja ruang lingkup layanan bimbingan dan
konseling

BAB II
PEMBAHASAN
A. Fungsi Bimbingan Konseling
Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai
pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masingmasing pelayanan itu
berguna dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan memberikan
dampak positif sebesar besarnya terhadap kelangsungan perkembangan dan
kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu menjadi fokus pelayanan
yang dimaksud. Misalnya, pelayanan kesehatan (yang diberikan oleh
Puskesmas) berguna dan memberikan manfaat kepada kepentingan untuk
memperoleh informasi tentang kesehatan, pemeriksaan dan pengobatan agar
kesehatan yang bersangkutan terpelihara. Pelayanan hukum (yang diberikan
oleh LBH/Lembaga Bantuan Hukum) berguna dan memberikan manfaat agar
warga masyarakat yang berkepentingan menjadi lebih sadar hukum dan dapat
mempergunakan kaidah kaidah hukum untuk berbagai urusan yang
menyangkut diri mereka. Dengan pelayanan pelayanan itu warga masyarakat
yang berkepentingan memperoleh keuntungan tertentu. Kegunaaan, manfaat,
3

keuntungan ataupun jasa yang diperoleh dari adanya suatu pelayanan,


merupakan hasil dari terlaksananya fungsi pelayanan yang dimaksud. Dengan
demikian, fungsi suatu pelayanan dapat diketahui dengan melihat kegunaan,
manfaat ataupun keuntungan dan dapat diberikan oleh pelayanan yang
dimaksud. Suatu pelayanan dapat dikatakan tidak berfungsi apabila ia tidak
memperlihatkan

kegunaan

ataupun

tidak

memberikan

manfaat

atau

keuntungan tertentu.
Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan atau manfaat,
ataupun keuntungan keuntungan apa yang diperoleh melalui pelayanan
tersebut. Fungsi fungsi itu banyak dan dapat dikelompokkan menjadi lima
fungsi pokok, yaitu : (a) fungsi pemahaman, (b) fungsi pencegahan, (c) fungsi
pengentasan, (d) fungsi pemeliharaan dan pengembangan, (e) fungsi advokasi.
1. Fungsi Pemahaman
Dalam fungsi pemahaman, kegunaan, manfaat, atau keuntungan
keuntungan apakah yang dapat diberikan oleh layanan bimbingan dan
konseling? Jasa yang diberikan oleh pelayanan ini adalah berkenaan
dengan pemahaman. Pemahaman tentang apa dan oleh siapa? Pertanyaan
yang terakhir itu perlu dijawab dengan mengaitkan fokus utama pelayanan
bimbingan dan konseling, yaitu klien dengan berbagai permasalahannya,
dan dengan tujuan tujuan konseling. Berkenaan dengan kedua hal
tersebut, pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan
bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta
permasalahannya oleh klien sendiri oleh pihak pihak yang akan
membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan klien oleh klien.
a. Pemahaman tentang klien
Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian
bantuan terhadap klien. Sebelum seorang konselor atau pihak pihak lain
dapat memberikan layanan tertentu kepada klien, maka mereka perlu
terlebih dahulu memahami individu yang akan dibantu itu. Pemahaman
tersebut tidak hanya sekedar mengenal diri klien, melainkan lebih jauh
lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien,
kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungannya. Materi

pemahaman itu lebih lanjut dapat dikelompokkan ke dalam berbagai data


tentang:
1 identitas individu (klien) : nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal
lahir, orang tua, status dalam keluarga, dan tempat tinggal,
2 pendidikan,
3 status perkawinan (bagi klien dewasa),
4 status sosial ekonomi dan pekerjaan,
5 kemampuan dosen (intelegensi), bakat, minat, hobi,
6 kesehatan
7 kecenderungan sikap dan kebiasaan,
8 cita cita pendidikan dan pekerjaan,
9 keadaan lingkungan tempat tinggal,
10 kedudukan dan prestasi yang pernah dicapai,
11 kegiatan sosial kemasyarakatan,
Untuk individu individu yang masih mengikuti jenjang pendidikan
tertentu perlu ditambahkan:
12 jurusan/program studi yang diikuti,
13 mata pelajaran yang diambil, nilai nilai yang diperoleh dan prestasi
menonjol yang pernah dicapai,
14 kegiatan ekstrakurikuler,
15 sikap dan kebiasaan belajar,
16 hubungan dengan teman sebaya,
Daftar tersebut dapat diperpanjang dan dirindi lebih jauh sampai dengan
peristiwa peristiwa khusus yang dialami. Perluasan, spesifikasi atau rincian
materi pemahaman itu dikembangan sesuai dengan tujuan pemahaman terhadap
klien itu sendiri.
Siapakah yang perlu memahami diri klien itu? Pertama tama adalah klien
itu sendiri. Hal ini sesuai dengan ciri kemandirian yang pertama, yaitu
memahami diri sendiri dan lingkungan secara objektif. Dalam kaitan ini, di
masyarakat, dan juga di sekolah sekolah, masih banyak dijumpai individu
individu yang tidak memahami dirinya sendiri. Mereka tidak memahamai
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, tidak memahami potensi potensi diri
senidiri yang dapat dikembangkan. akibatnya individu individu tersebut tidak
berusaha sekuatnya mengembangkan secara optimal kekuatan/atau potensi yang
ada d=itu di satu sisi, dan di sisi lain tidak berusaha meredam atau memperkcil

kelemahan kelemahannya. Mereka berkembang seadanya sehingga keindividuan


dan dimensi dimensi lainnya yang terkait tidak terwujud secara penuh.
Pemahaman tentang diri klien juga perlu bagi pihak pihak lain,
khususnya pihak pihak yang berkepentingan dengan perkembangan dan
kebahagiaan hidup klien tersebut. Bagi para siswa misalnya, pemahaman orang
tua terhadap anaknya sangat penting. Dengan memahami anaknya secara lebih
luas dan mendalam orang tua akan lebih dimungkinkan untuk memberikan
perhatian, pelayanan, perlakuan, ataupun kemudahan kemudahan yang lebih
besar bagi perkembangan anak itu secara lebih terarah sesuai dengan kondisi anak
tersebut. Guru guru pun dapat memanfaatkan pemahaman yang lebih mendalam
terhadap siswa siswa demi keberhasilan pengajaran dengan siswa siswa
tersebut. Guru yang memahami siswa siswanya dengan baik akan setiap kali
berusaha menyesuaikan materi dan metode pengajarannya itu agar masing
masing siswa dapat mengikuti pengajaran secara lebih efektif dan efisien.
Pihak lain yang sangat berkepentingan dengan pemahaman terhadap klien
adalah konselor. Pemahaman konselor terhadap klien dipergunakan oleh konselor
baik untuk secara langsung membantu klien dalam pelayanan bimbingan dan
konseling lebih lanjut, maupun sebagai bahan acuan utama dalam rangka
kerjasama dengan pihak pihak lain dalam membantu klien (terutama orang tua
dan guru untuk para siswa di sekolah). Bagi konselor, upaya mewujudkan fungsi
pemahaman merupakan tugas paling awal dalam setiap kali penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling terhadap individu tertentu. Tanpa hasil yang
memadai dari fungsi pemahaman itu konselor tidak dapat bergerak lebih jauh
dengan pelayanan bimbingan dan konselingnya, dan ia pun tidak dapat membantu
pihak pihak lain dalam kerja sama mewujudkan perkembangan dan kehidupan
klien. Pemahaman terhadap siswa di sekolah harus mendahului pengajaran dan
konseling (Mortensen & Schmuller, 1976). Lebih jauh dikatakan, kesalahan
kesalahan pengajaran dan praktek praktek bimbingan dan konseling di sekolah
di masa lalu, sering kali diakibatkan oleh kurang mendalam dan meluasnya
pemahaman terhadap para siswa.
a

Pemahaman tentang Masalah Klien

Apabila pelayanan bimbingan dan konseling memasuki upaya penanganan


masalah klien, maka pemahaman terhadap masalah klien merupakan sesuatu yang
wajib adanya. Tanpa pemahaman terhadap masalah, penanganan terhadap masalah
itu tidak mungkin dilakukan. Pemahaman terhadap masalah klien itu terutama
menyangkut jenis masalahnya, intensitasnya, sangkut pautnya, sebab
sebabnya, dan kemungkinan berkembangnya (kalau tidak segera diatasi).
Selain konselor, pihak pihak lain yang amat berkepentingan dengan
pemahaman masalah klien adalah klien itu sendiri, orang tua dan guru (khususnya
bagi siswa siswa di sekolah). Klien amat perlu memahami masalah yang
dialaminya, sebab dengan memahami masalahnya itu ia memiliki dasar bagi
upaya yang akan ditempunya untuk mengatasi masalahnya itu. Betapa banyaknya
individu, baik muda maupun dewasa, yang tidak mengetahui (apalagi memahami)
bahwa dirinya bermasalah. Mereka menyangka bahwa dirinya baik baik saja;
semuanya beres; padahal sebenarnya ada masalah yang cuku berarti. Akibat
yang kemungkinan besar atau timbul dari keadaan tidak memahami masalah itu,
padahal masalah itu ada, ialah semakin berkembangnya masalah masalah itu
pada diri individu dan kerugian yang secara potensial dapat ditimbulkan oleh
masalah masalah itu semakin besar. Pada suatu ketika nanti, masalah masalah
yang tidak ditanggulangi secara dini itu akan muncul dalam bentuk berbagai
ketidakseimbangan atau kesulitan kesulitan lebih berlarut larut dengan
kemungkinan risiko kerugian yang lebih besar lagi.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa pemahaman masalah oleh individu
(klien) sendiri merupakan modal dasar bagi pemecahan masalah tersebut. Sejak
awal prosesnya, pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan mampu
mengantarkan klien memahami masalah yang dihadapinya. Apabila pemahaman
masalah klien oleh klien sendiri telah tercapai, agaknya pelayanan bimbingan dan
konseling telah berhasil menjalankan fungsi pemahaman dengan baik. Dalam
kaitan itu, tidak jarang terjadi klien merasa telah terbantu dan merasa sanggup
memecahkan masalahnya sendiri, setelah masalahnya itu terungkap melalui
konseling dan dipahami dengan baik oleh klien. Klien merasa konseling telah
selesai dan telah berhasil membantunya. Usahah pemahaman masalah selanjutnya
akan ditangani oleh klien itu sendiri.

Bagi para siswa yang perkembangan dan kehidupannya masih amat


banyak dipengaruhi oleh orang tua dan guru, pemahaman masalah juga diperlukan
oleh orang tua dan guru siswa yang bersangkutan. Pemahaman masalah siswa
sama bergunanya dengan pemahaman individu pada umumnya oleh orang tua dan
guru sebagaimana telah dikemukakan di atas, yaitu untuk kepentingan berkenaan
dengan perhatian dan pelayanan orang tua terhadap anak, dan pengajaran oleh
guru terhadap siswa. Orang tua guru, dan konselor merupakan tiga serangkai yang
amat berkepentingan dengan kemajuan anak anak secara optimal. Ketiganya
memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap semua anak tersebut.

b Pemahaman tentang Lingkungan yang Lebih Luas


Secara sempit lingkungan diartikan sebagi kondisi sekitar individu yang
secara langsung mempengaruhi individu tersebut, seperti keadaan rumah tempat
tinggal, keadaan sosio ekonomi dan sosio emosional keluarga, keadaan hubungan
antartetangga dan teman sebaya, dan sebagainya. Keadaan lingkungan dalam arti
sempit itu pembahasannya telah diintegrasikan pada pembahasan mengenai
pemahaman tentang klien. Paparan singkat lebih lanjut berikut iini menyangkut
beberapa jenis lingkungan yang lebih luas, seperti lingkungan sekolah bagi para
siswa, lingkungan kerja, dan industri bagi para karyawan, dan lingkungan
lingkungan kerja bagi individu individu sesuai dengan sangkut paut masing
masing. Termasuk ke dalam lingkungan yang lebih luas itu adalah berbagai
informasi yang diperlukan oleh individu, seperti informasi pendidikan dan jabatan
bagi para siswa, informasi promosi dan pendidikan lebih lanjut bagi para
karyawan, dan lain sebagainya.
Para siswa perlu memahami dengan baik lingkungan sekolah, yang
meliputi lingkungan fisik, berbagai hak dan tanggung jawab siswa terhadap
sekolah, disiplin yang harus dipatuhi siswa, aturan aturan yang menyangkut
kurikulum, pengajaran, penilaian, kenaikan kelas, hubungan dengan guru dan
sesama siswa, kesempatam kesempatan yang diberikan oleh sekolah dan lain
sebagainya. Pemahaman yang baik terhadap hal hal tersebut akan
memungkinkan siswa menjalani kehidupan sekolah sebagaimana dikehendaki.

Di samping itu pars siswa juga perlu diberi kesempatan untuk memahami
berbagai informasi yang berguna berkenaan dengan sangkut paut pendidikan
yang sedang dijalaninya sekarang dengan pendidikan kelanjutannya, dan dengan
kemungkinan pekerjaan yang dapat dikembangkannya kelak. Bahan bahan
tersebut sering disebut informasi pendidikan dan informasi jabatan/pekerjaan.
Dengan berbagai informasi itu para siswa dimungkinkan menjangkau dunia luar
sekolah, dan sudah mulai memerlukan pemahaman tentang lingkungan mereka
yang lebih luas. Para karyawan (dalam bimbingan dan konseling jabatan)
memerlukan pemahaman tentang pekerjaan yang mereka geluti, hubungan kerja
dengan pihak pihak tertent, sistem promosi, pendidikan untuk pengembangan
karier yang lanjut, dan lain lain. Para orang tua dan suami/istri (dalam
bimbingan dan konseling keluarga dan perkawinan) memerlukan pemahaman
tentang berbagai hal yang menyangkut kehidupan keluarga dan perkawinan,
seperti pemeliharan anak, seks yang sehat, keluarga berencana dan lain lain.
Pemahaman seperti itu amat berguna bagi pelaksanaan tugas mereka sehari hari,
ataupun pemecahan masalah mereka dan pencapaian tujuan tujuan yang ingin
mereka capai. Pemahaman tentang hal hal seperti itu akan semakin terasa
manfaatnya apabila dikaitkan dengan permasalahan yang dialami oleh klien, baik
secara individu maupun kelompok. Namun demikian, pengembangan pemahaman
seperti itu sifatnya lebih luas, tidak semata mata terkait pada permasalahan klien
yang sedang ditangani oleh konselor, dan pengembangannya dapat dilakukan atas
permintaan klien ataupun tidak. Konselor perlu menyusun program yang lebih
luas untuk pemahaman yang dimaksudkan itu. Kerja sama antara konselor dan
pihak pihak lain, seperti guru dan wali kelas di sekolah, pejabat ketenagakerjaan
dan dari kalangan industri, dan lain lain, amat diperlukan.
2. Fungsi Pencegahan
Ada suatu slogan yang berkembang dalam bidang kesehatan, yaitu
mencegah lebih baik daripada mengobati. Slogan ini relevan dengan bidang
bimbingan dan konseling yang sangat mendambakan sebaiknya individu tidak
mengalami sesuatu masalah. Apabila individu tidak mengalami sesuatu masalah,
maka

besarlah

kemungkinan

ia

akan

dapat

melaksanakan

proses

perkembangannya dengan baik, dan kegiata kehidupannya pun dapat terlaksana


tanpa ada hambatan yang berarti. Pada gilirannya, prestasi yang hendak
dicapainya dapat pula semakin meningkat.
Bagi konselor profesional yang misi tugasnya dipenuhi dengan perjuangan untuk
menyingkirkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi perkembangan
individu, upaya pencegahan tidak sekedar merupakan ide yang bagus, tetapi
adalah sesuatu keharusan yang bersifat etis (Horner & McElHaney, 1993). Oleh
karena itu, pelaksanaan fungsi pencegahan bagi konselor merupakan bagian dari
tugas kewajibannya yang sangat penting.
a. Pengertian Pencegahan
Dalam dunia kesehatan mental pencegahan didefinisian sebagai upaya
mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan yang dapat
menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian itu benar
benar terjadi (Horner & McElhaney, 1993). Dalam definisi itu perhatian terhadap
lingkungan mendapat pemahaman utama. Lingkungan yang baik akan
memebrikan pengaruh positif terhadap individu. Oleh karena itu, lingkungan
harus dipelihara dan dikembangkan. Lingkungan yang kira kira akan
memberikan dampak negatif kepada individu yang berada dalam lingkungan itu
harus diubah sehingga damoak negatif yang sudah dapat diperkirakan itu tidak
menjadi kenyataan. Di sekolah sekolah kita misalnya, ruang kelas yang gelap
dan kotor, perkarangan sekolah yang sempit,

semuanya akan menimbulkan

kesulitan dan kerugian bagi para siswa dalam memperkembangkan dirinya secara
optimal di sekolah. Kegiatan belajar mereka akan mengalami banyak gangguan,
sikap positif dan penghargaan terhadap kebersihan dan lingkungan akan
terhambat; kematangan sosial emosisonal akan tersendat, dan sebagainya. Dari
sudut pencegahan, lingkungan sekolah seperti itu perlu diperbaiki.
Berkenaan dengan upaya pencegahan, George Albee (dalam Horner &
McElhaney, 1993) mengemukakan rumus sebagai berikut :

KM

OS
1 2 3

10

Keterangan :
KM

= Kondisi bermasalah

= Faktor organik

= Stres

= Kemampuan memecahkan masalah

= Penilaian positif terhadap diri sendiri (self esteem)

= Dukungan kelompok
Secara verbal rumusan tersebut mengungkapkan bahwa makin kuat

gabungan kondisi faktor organik dan stres akan meningkatkan kondisi bermasalah
pada diri individu, apabila faktor kemampuan memecahkan masalah, dan
dukungan kelompok konstan. Sebaliknya, kondisi bermasalah pada diri klien akan
berkurang apabila gabungan kondisi faktor organik dan stres tetap, sedangkan
kemampuan memecahkan masalah, dan dukungan kelompok bertambah. Apabila
rumus tersebut terhadap upaya pencegahan adalah bahwa :
1

mencegah adalah menghindari timbulnya atau meningkatnya kondisi

bermasalah pada diri klien;


mencegah adalah mempunyai dan menurunkan faktor organik dan stres,

serta;
mencegah adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
penilaian positif terhadap diri sendiri, dan dukungan kelompok.

b. Upaya pencegahan
Sejak lama telah timbul dua sikap yang berbeda terhadap upaya
pencegahan, khsusnya dalam bidang kesehatan mental, yaitu sikap skeptik dan
optimistik (Hornet & McElhaney, 1973). Sikap skeptik, meskipun menerima
konsep pencegahan sebagai sesuatu yang bagus, namun meragukan apakah upaya
pencegahan memang dapat dilakukan. Mereka yang bersikap skeptik itu
menganggap bahwa gangguan mental emosional itu tidak dapat dicegah. Lebih
lebih gangguan mental emosional yang terkait dengan kondisi biologis individu.
Lebih jauh, mereka juga menganggap bahwa upaya pencegahan itu tidak praktis.
Sebaliknya, golongan yang bersika optimistik menganggap bahwa upaya
pencegahan itu sangat penting dan pelaksanaannya mesti diusahakan. Mereka

11

sangat menekankan pengaruh hubungan timbal balik antara lingkunan dan


individu terhadap individu yang bersangkutan.
Upaya pencegahan yang perlu dilakukan oleh konselor adalah :
1

mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan akan berdampka

2
3

negatif terhadap individu yang bersangkutan.


mendorong perbaikan kondisi pribadi klien.
meningkatkan kemampuan individu untuk hal hal yang diperlukan dan

mempengaruhi perkembangan dan kehidupannya.


mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan
memberikan resiko yang besar, dan melakukan sesuatu yang akan

memberikan manfaat.
menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan.
Upaya mendorong penigkatan kondisi pribadi klien dapat diselenggarakan

secara langsung terhadap individu/klien yang bersangkutan. Peningkatan


kemampuan khusus individu diperlukan untuk memperkuat perkembangan dan
kehidupannya. Keterampilan pemecahan masalah, keterampilan belajar dengan
berbagai aspeknya, keterampilan berkomunikasi dan hubungan sosial, pengaturan
pemasuka pengeluaran uang merupakan beberapa contoh kemampuan yang
perlu ditingkatkan pada individu. Kemampuan merencana adalah amat vital untuk
dikembangkan apabila individu hendak mencapai tujuan tujuan yang
diinginkannya. Peningkatan kemampuan khusus individu itu amat erat terkait
dengan peningkatan kondisi kondisi pribadi klien yang telah dikemukakan
terdahulu.
Dukungan kelompok di luar individu amat besar artinya bagi individu
yang bersangkutan.Seorang siswa memerlukan dukungan teman temannya;
seorang anggota keluarga memerlukan dukungan dari anggota keluarga lainnya,
dan lain sebagainya. Dukungan dari berbagai pihak dalam berbagai jenis
sokongan (sosial emosisonal materiil) akan memperkuat semangat dan upaya
individu untuk terhindar dari permasalahan yang mungkin terjadi. Konselor perlu
menggalang dukungan semacam itu untuk memperkuat upaya pencegahan yang
dimaksudkan.
Secara operasional konselor perlu menampilkan kegiatan dalam rangka
pelaksanaan fungsi pencegahan. Kegiatan antara lain dapat berupa program
12

program nyata. Secara garis besar, program program tersebut dikembangkan,


disusun dan diselenggarakan melalui tahap tahap :
1

Identifikasi permasalahan yang mungkin timbul


Misalnya di sekolah, permasalahan yang mungkin timbul adalah para
siswa kurang disiplin; kurang menghargai guru; siswa terlibat narkotika;
dll.

Mengidentifikasi dan menganalisis sumber sumber penyebab timbulnya

masalah masalah
Dalam hal ini kajian teoritik dan studi lapangan perlu dipadukan.
Mengidentifikasi pihak pihak yang dapay membantu pencegahan
masalah tersebut
Misalnya untuk permasalah murid di sekolah pihak pihak yang terkait
adalah kepala sekolah, guru, wali kelas, orang tua, badan atau lembaga
tertentu. Sangkut paut pihak pihak tersebut dengan permasalahannya

yang dimaksudkan perlu dikaji secara objektif.


Menyusun rencana program pencegahan
Rencana ini disusun berdasarkan (a) spesifikasi permasalahan yang hendak
dicegah timbulnya, (b) hasil kajian teoritik dan studi lapangan, (c) peranan
pihak pihak terkait, (d) faktor faktor operasional dan pendukung,

seperti waktu, tempat, biaya, dan perlengkapan kerja.


Pelaksanaan dan monitoring
Pelaksanaan program sesuai dengan rencan dengan kemungkinan
modifikasi yang tidak mengganggu pencapaian tujuan dengan persetujuan

pihak pihak yang terkait.


Evaluasi dan laporan
Evaluasi dilakukan secara cermat dan objektif. Laporannya diberikan
kepada pihak pihak terkait untuk dipergunakan sebagai masukan bagi
program sejenis lebih lanjut.

3. Fungsi Pengentasan
Dalam kehidupan sehari hari, bila seseorang menderita demam dan
demamnya ia tidak dapat tersembuhkan dengan dikerok atau dengan meminum
obat yang dibeli di warung atau rumah obat, maka ia pergi ke dokter. Spa yang
diharapkan orang tersebut dari pelayanan dokter? Tentulah kesembuhan dirinya
dari demam yang dideritanya itu. Demikian pula analoginya bila seseorang

13

mengalami masalah yang tidak mampu diatasinya sendiri, ia pergi ke konselor dan
yang diharapkan oleh orang itu adalah tidak lain teratasinya masalahnya itu.
Orang yang mengalami masalah itu dianggap berada dalam suatu keadaan
yang tidak mengenakan. Ia perlu dientas dari keadaan yang tidak disukainya itu.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu adalah upaya
pengentasan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Dalam hal itu,
pelayanan bimbingan dan konseling menyelenggarakan fungsi pengentasan.
Secara sederhana kesejajaran antara fungsi penyembuhan pelayanan dokter
dan fungsi pengentasan pelayanan konselor adalah sebagaimana terlibat pada
bagan berikut (Gambar 8 di halaman 210).
Pelayanan Dokter
Pasien

pemeriksaan

pelayanan konselor
Klien

Proses
konseling

Resep

Aplikasi
obat

Aplikasi hasil
konseling

Diagram 1
Kesejajaran pelayanon dokter dan pelayanan konselor
Masalah
Proses
penyembuhan penyakit melalui pelayanan terentaskan
dokter menekankan pada
Penyakit
kegunaan
obat-obat
yang
menurut
keyakinan
dokter
cukup
manjur. Obat-obat ini
sembuh

merupakan unsur fisik yang berada di luar diri pasien. Berbeda dari itu, proses
Pengentasan masalah pelayanan konseior tidak menggunakan unsur-unsur fisik
yang di luar diri klien, tetapi rnenggunakan kekuatan-kekuatan yang berada dalam
diri klien sendiri. Kekuatan-kekuatan (yang pada dasarnya ada) itu dibangkitkan,
dikembangkan, dan digabungkan untuk sebesar-besarnya dipakai menanggulangi
masalah yang ada. Di samping itu, tahap "aplikasi hasil konseling" dan "masalah
terentaskan" yang pada gambar di atas terpisah dari tahap "proses konseling",
14

sering kali terjadi justru dalam proses konseling itu sendiri sehingga dengan
demikian, proses konseling merupakan proses terpadu sebagai wadah pengentasan
masalah.
a Langkah-Langkah Pengentasan Masalah
Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan,
sebab setiap masalah adalah unik. Masalah-masalah yang diderita oleh yang
berbeda ficlak boleh disamaratakan. Dengan dernikian penanga.nannya pun harus
secara unik disesuaikan terhadap kondisi masing-masing masaiali itu*). Untuk itu
konselor perlu memiliki ketersediaan berbagai bahan dan keterampilan untu k
menangani berbagai masalah yang beraneka ragarn itu.
b

Pengentasan Masalah Berdasarkan Diagnosis


Pada umumnya diagnosis dikenal sebagai istilah medis yang berarti proses

penentuan jenis penyakit dengan meneliti gejala-gejalanya. Sejak tahun empat


puluhan, Bordin memakai konsep diagnostik yang mirip dengan pengertian medis
itu clalam pelayanan birnbingan dan konseling (dalam Hansen,Stevic&
Warner,1977) pengertian diagnostik yang dipakai oleh Bordin itu lebih lanjut
dikenal sebagai "diagn' ostik pengkiasifikasian". Dalam upaya diagnostik itu
masalah-masalah diklasifikasi, cillihat sebab-sebabnya, dan ditentukan cara
pengentasannya. Berikut adalah contoh diagnosis menurut Bordin (lihat halaman
berikut). Model diagnosis Bordin itu tampak cukup rnenarik. Sejalan dengan
diagnosis medis : ada masalah, dianalisis dan diklasifikasi, ditetapkan sebabsebabnya, dan diberikan "resep" pengentasannya. Tampak sederhana dan mudah.
Model ini beredar cukup lama : Pada akhir tahun lima puluhan mulai dirasakan
bahwa model seperti itu tidak tepat, dan bahkan pada tahun enampuluhan dikecam
sebagai cara diagnosis yang tidak membuahkan hasil cliagnosis apa pun yang
berupa sebab-sebab timbulnya masalah yang mendorong ditetapkannya cara-cara
pengentasan

tertentu

(dalam

Hansen,

dkk.,

1977).

Di

samping

itu,

mengklasifikasikan masalah seperti dilakukan Bordin itu dirasakan sulit, karena


unsur-unsur masalah yang satu sering saling terkait satu sama lain, dan dengan
lebih penting lagi setiap masalah.
Tabel 1.
Klasifikasi Masalah, Sebabnya, dan cara Pengentasannya

Klasifikasi Masalah

Sebab

Cara Pengentasan

15

Sikap tergantung

Klien belum belajar

Konselor membantu klien agar

untuk bertanggung

merasa sanggup menghadapi

jawab dalam

masalah

pemecahan masalah

sehari-hari dan memperoleh

sendiri

pengalaman langsung untuk

dalam

hidupnya

memungkinkannya tidak lagi


tergantung pada orang lain.
Kekurangan informasi pengalaman yang

Terjadi konflik dalam

Kosnelor

memberikan

dimiliki klien selama

informasi yang di perlukan

ini tidak menandai

klien atau langsung membawa

lagi untuk mengatasi

klien ke sumber informasi yang

permasalahan yang

dimaksud.

dihadapinya.

diri sendiri
dua atau lebih

Konselor

perasaan dan

untuk mengenali dan menerima

keinginan yang

perasaan-perasaan

kecemasan dalam

berlainan arah

keinginan-keinginannya

memilih

mendorong konflik

berlainan arah itu sehingga

dala diri klien.

konflik itu teratasi.

klien tidak mampu

Konselor

menghadap dan

menyadari

menerima suasana

maslah yang dihadaoinya itu

berat (dalam memilih)

dan selanjutnya membuat suatu

yang tak terelakan.

keputusan.

Klien membutuhkan

Konselor

dukungan terhadap

dorongan

keputusan yang telah

kepada klien.

Tidak ada masalah *)

membantu

dan

membantu
dan

klien

yang

klien

menerima

memberikan
dan

dukungan

diambilnya, atau ingin

16

mengecek apakah ia
bertindak dijalur yang
benar.

Klien adalah unik. Pengklasifikasian masalah cnderung menyamrkan


maslah klien yang satu dengan klien lainnya.
Perkembangan lebih lanjut menggarisbawahi bahwaa ,odel diagnosis yang
diterima dalam pelayanan bimbingan dan konseling adalah model dagnosis
pemahaman, yaitu yang mengupayakan pemahaman masalah klien, yaitu
pemahana terhadap seluk beluk masalah klien, termasuk di dalamnya
perkembangan dan sebab-sebab timbulnya masalah. Sebagai rambu-rambu yang
dapat di pergunakan untuk terselenggaranya diagnosis pemahaman itu, disini di
catatkan tiga dimensii diagnosis, yaitu :
1
2
3

Diagnosis mental/psikologis
Diagnosis sosio-emosional
Diagnosis instrumental
Diagnosis mental/psikologis mengarah kepada pemhaman tentang kondisi

mental/psikologis klien, seperti kemampuan-kemampuan dasarnya bakat dn


kecendrungan minat-minatnya, keinginan dan harapan-harapannya, temperamen
dan kematangan emosinalnya, sikap dan kebiasaannya. Diagnosis sosio-emosional
mengacu kepada hubungan sosial klien dengan orang-orang yang amat besar
pengaruhnya terhadap klien, seperti orang tua, guru, teman sebaya (bagi siswa),
suami/istri, mertua(bagi pasangan suami/istri), penjabat yang menjadi atasan
langsung (bagi karyawan), serta suasana hubungan antara klien dengan orangorang penting" itu, dan deng,an Iingkungan sosial pada umumnya. Sedangkan
diagnosis instrumentai berkenaan dengan kondist atau prasvarat vuig diperlukan
terlebih dahuiu sebelurn individu mampu melakukan mencapai sesuatu. Diagnosis
instrumentai ini meliputi aspek-aspek Fisik klien (seperti kesehatan), ftsik
lingkungan (seperti keadaan sandang, pangan, papan), sarana kegiatan (seperti
buk.u-bulcu pelajaran bagi siswa, alat-alat kantor bagi karyawan), prasyarat
kernampuan untuk belajar lanjut (Iihat bagian "belajar" pada Bab IV), dan
pemahaman situas (misalnya untuk dapat bertindak secara disiplin, seseorang

17

harus memaharni terlebih dahulu peraturan yang berlaku: untuk dapat memilih
dengan tepati seseorang perlu memahami kondisi dari setiap pilihan yang ada).
Penjelajahan aspek-aspek tersebut, khususnya yang relevan dengan permasalahan
klien. dalam dialog teraputik sebagaimana diutarakan di atas, pemaharnan yang
luas dan mendaIam tentang seluk-beiuk maslah klien yang mengarah pada
identifikasi sebab-sebab timbulnya masalah dan upaya pengentasannya.
c

Pengentasan Masalah Berdasarkan Teori Konseling


Sejumlah ahli telah mengantarkan berbagai tcori konseling, antara lain

teori ego-counseling yang didasarkan pada tahap perkembangan psik,,)sosial


menurut Erickson, pendekatan transadional analvsis dengan tokohnya Eric Berne,
pendekatan konseling berdasarkan ,self-theorydengan tokohnya Carl Rogers,
gestalt counseling dengan tokohnya Frita Perl, pendekatan konseling yang bersirat
behavioristik yang didasark.an pada pernikiran tentang tingkah laku oleh B.F.
Skinner, pendekatan rasional dalam konseling dalam bentuk Reality Therapy
dengan tokohnya William Glasser dan Rational Emotive Therapv dengan
tokohnya Albert Ellis (dalam Hansen, dkk., 1977), dan Brammer & Shastrom,
1982).
Masing-masing teori konseling itu dilengkapi dengan teori tentang
kepribadian individu, perkembangan lingkah laku individu yang dianggap sebagai
masalah, tujuan konseling, serta proses dan teknik-teknik khusus konseling.
Tujuan teori-teori tersebut tidak lain adalah mengentaskan masalah yang diderita
oleh klien dengan eara yang paling cepat, cermat, dan tepat. Meskipun tujuan
umurnnya sama, namun dari segi teori prinsip-prinsip danlinsur-unsur teknis
operasional rasional masing-masing teorilmseling itu sering kali tidak sama,
bahkan ada yang saling bertolak belakang. (Uraian lebih jauh tentang melalui
pengetesan tentang upaya pengetesan melalui konseling dapat dibaca pada Bab
VII).
Menilik uraian di atas jelaslah bahwa fungsi pengentasan melalui
pelayanan bimbingan dan konseling berdimensi luas. Pelaksanaannya tidak hanya
melalui bentuk layanan konseling perorangan saja, tetapi dapat pula dengan
menggunakan bentuk-bentuk layanan lainnya, seperti konseling kelompok,
program-program orientasi dan informasi serta program-prog-ram lainnya yang

18

disusun secara khusus bagi klien. Untuk semuanya itu konselor dituntut
menguasai dengan sebaik-baiknya teori dan praktek bimbingan dan konseling.
4.

Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan


Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang

ada pada diri individu, baik hai itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil
perkembangan yang telah dicapai selama ini. Inteligensi yang tinggi, bakat yang
istirnewa, minat yang menonjol untuk hal-hal yang positif dan produktif, sikap
dan kebiasaan yang teiah terbina dalam bertindak dan bertingkah laku sehari-hari
cita-cita yang tinggi dan cukup realistik, kesehatan dan kebugaran jasmani,
hubungan sosial yang harmonis dan dinamis, dan berbagai aspek positif lainnya
dari individu perlu dipertahankan dan dipelihara. Bukan itu saja. Lingkungan yang
baik pun (lingkungan fisik, sosial dan budaya) harus dipelihara dan sebesarbesamya dimanfaatkan untuk kepentingan individu dan orang-orang lain. Jangan
sampai rusak ataupun berkurang mutu dan kemanfaatannya.
Apabila berbicara tentang "pemehharaan", maka pemeliharaan yang baik
bukanlah sekadar mempertahankan agar hal-hal yang dimaksudkan tetap utuh,
tidak rusak dan tetap dalam keadaannya semula, melainkan juga rnengusahakan
agar hal-hal tersebut bertambah baik, kalau dapat lebih indah, lebih
menyenangkan, memiliki nilai tambah daripada waktu-waktu sebelumnya.
Pemeliharaan yang demikian itu adalah pemeliharaan yang membangun,
pemeliharaan yang memperkembangkan. Oleh karena itu fungsi pemeliharaan dan
fungsi pengembangan tidak dapat dipisahkan. Bahkan keduanya ibarat dua sisi
dari satu mata uang. Jika sisi yang satu tidak ada atau cacat, maka mata uang itu
secara keseluruhan tidak mempunyai nilai lagi. Kedua sisi berfungsi seiring dan
saling menunjang.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan dan
pengernbangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan, dan program.
Misalnya di sekolah, bentuk dan ukuran meja/kursi murid disesuaikan dengan
ukuran tubuh (dan besarnya) serta sikap tubuh yang diharapkan (tegap dan gagah).
Ventilasi, suhu, bentuk, dan susunan ruang kelas diusahakan agar mereka yang
berada di ruangan itu merasa nyaman, betah dapat melakukan kegiatan dengan

19

tenang dan sepenuh kemampuan. Letak duduk anak-anak dalam kelas setiap kali
diubah (misalnya setiap caturwulan atau semester) agar unsur-unsur organisme
anak-anak itu (misalnya arah dan jarak pandangan, kemampuan mendengar, sikap
dan arah menghadapkan xubuh) tidak berkembang ke arah yang menyimpang.
Aturan disiplin dibuat sedemikian rupa sehingga di satu sisi tidak kaku
atau membosankan dan di sisi lain tidak menciptakan suasana keributan dan
kesimpangsiuran. Tempat buang air dan membersihkan diri tersedia secukupnya
agar kesehatan cian kebersihan terjaga. Kegiatan kelompok belajar dijaga
kelangsungnya dan dikembanQkan sebagai salah satu arah kegiatan belajar para
siswa di luar kelas, Penjurusan dan penempatan siswa pada program-program
akademik dan kokurikuier/ekstrakurikuler disesuai-kan dengan kemampuan, bakat
dan rninat siswa. Program penilaian dan apresiasi kemampuan dan prestasi siswa.
diorientasikan pada prinsip "maju berkelanjutan". Contoh-contoh di atas baru
menyebut beberapa dan secara garis besar berkenaan dengan kehidupan siswa di
sekolah.
Pengaturan, kegiatan dan program-program lain yang mengacu kepada
fungsi bimbingan dan konseling tersebut dapat disusun dan kembangkan dalam
jenis dan jumlah yarig bervariasi dengan kemungkinan yang tidak terbatas.
Demikian pula dengan berbagai jenis pengaturan, kegiatan dan program untuk
siswa berkenaan dengan keluarganya dan lingkungannya yang lebih luas. Sejalan
dengan apa yang dapat dilakukan dalam pelayanan terhadap siswa itu,
penyelenggaraan fungsi pemeliharaan dan pengembangan terhadap klien-klien
dan lingkungan luar sekolah dapat melalui pengaturan, kegiatan dan program
berkenaan dengan disiplin, kesehatan, sarana ruangan dan kelengkapan kerja,
keadaan rumah tangga dan keluarga, kegiatan waktu senggang, dan la.in
sebagainya sesuai dengan permasalahan klien yang bersangkutan.
Tugas-tugas dan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan, apalagi
pemeliharaan dan pengembangan individu manusia yang segenap aspek dan
sangkut-pautnya

sangat

b.ervariasi

dan

kompleks,

tidak

dapat

herdiri

perneliharaan dan pengembangan dalam Demikianlah, fungsi tidaklah mungkin


berdiri sendiri. Dengan contoh-bimbingan dan konseling menjadi jelas bahwa:

20

(a) fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam suatu kegiatan atau program
bimbingan dan konseling sebenarnya terkait langsung pada ketiga fungsi yang lain
(pemahaman, pencegahan, dan pengentasan); bahkan seringkali untuk dapat
terpelihara dan terkembangnya aspek-aspek tertentu pada diri klien perlu
dipersyarati dengan keberhasilan fungsi-fungsi pemahaman, pencegahan, dan
pengentasan itu.
(b) dalam menjalankan fungsi pemeliharaan dan pengernbangan itu konselor
sering kali tidak dapat berjalan sendiri, melain-kan perlu bekerja sarna dengan
pihak-pihak lain. Misalnya, penyediaan meja/kursi dan ruangan kelas yang
memenuhi standar kesehatan dan perkembangan anak-anak di sekolah, sekaligus
menjadi wahana pelaksanaan fungsi-fungsi pemahaman (pemahaman pihak-pihak
tertentu tentang pentingnya meja/kursi dan ruangan kelas standar pemahaman
seperti itu perlu dibangkitkan oleh konselor), fungsi pencegahan (tercegahnya
anak-anak dari perturnbuhan/perkembangan yang tidak diinginkan), fungsi
pengentasan (terentaskannya berbagai masalah yang timbul sebagai akibat sarana
pendidikan yang tidak standar itu yang ada sebelumnya), serta fungsi
pemeliharaan dan pengembangan. Lebih jauh, untuk tersedianya meja/kursi dan
ruangan kelas yang memenuhi standar kesehatan dan perkembangan itu, konselor
harus bekerja sama dengan guru, kepala sekolah, orang tua (dan organisasi orang
tua murid), dan bahkan mungkin perlu dengan para pejabat di luar sekolah yang
berkepentingan dan menjadi sumber bagi pengadaan sarana sekolah. Untuk
keperluan itu konselor sering kali harus rnelakukan "strategi politik" demi
kepentingan murid-murid yang menjadi tanggung jawabnya itu. Demikian juga
dengan kegiatan dan program-prog-ram lainnya, baik untuk siswa-siswa atau
klien-klien di sekolah maupun di luar sekolah.
Memperhatikan kaitan antara keempat fungsi bimbingan dan konseling,
fungsi pemeliharaan dan pengembangan tampaknya bersifat lebih umum dan
dapat terkait pada ketiga fungsi lainya. Jika dikaji lebih jauh, dapatlah dimengerti
bahwa "pemeliharaan" dalam artinya yang luas dan "perkembangan" pada
dasarnya merupakan tujuan umum dari seluruh upaya pelayanan pemuliaan
manusia, khususnya bimbingan dan konseling, bagaimana dikatakan oleh Ivey:
"...pelayanan kita adalah untuk memberikan kemudahan-kemudahan terhadap

21

perkembangan

manusia"

(dalam

Mayers,

1992);

dan

Mayers

sendiri

menambahkan bahwa perhatian konselor yang paling utama dalam menjalankan


pelayanan adalah untuk mengoptimalkan perkembangan manusia sekarang.
Dengan

demikian,

sewaktu

pencegahan/pengentasan,

ia

konselor
perlu

menjalankan

me-nyadari

fungsi

bahwa

pemahaman,

pelayanan

yang

diberikannya itu sebenamya juga mengemban fungsi pemeliharaan dan


pengembangan. Pemeliharaan dan pengembangan segenap potensi individu dalam
keempat dimensi kemanusiaannya.
5. Fungsi Advokasi
Fungsi advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh
pembelaan atas hak dan atau kepentingannya kurang mendapat perhatian, dan juag
berfungsi yang menghasilkan pembelaan terhadap konseli dan rangkap upaya
pengembangan seluruh potensial secara optimal. Fungsi tersebut diwujudkan
melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling untuk mecapai hasil sebagaimana yang terkandung dalam fungsi.

B. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling


Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoretik dari telaah lapangan Yang
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam
pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya
bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis
tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks
sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan
bimbingan dan konseling. Misalnya Van Hoose (1969) mengemukakan bahwa:
(a) bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak
terkandung kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan
pendidikan hendaklah mampu rnernbantu anak memanfaatkan potensinya
itu.
(b) bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik; seseorang
anak berbeda dari yang lain.

22

(c) birnbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pernuda dalam


pertumbuhan dan perkernbangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang
sehat.
(d) bimbingan rnerupakan usaha membantu mereka yang memerlukannya
untuk mencapai apa yang menjadi idarnan masyarakat dan kehidupan
umumnya.
(e) bimbingan adalah pelayanan, unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli
dengan latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan
bimbingan diperlukan minat pribadi khusus pula.
Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar, tetapi butir-butir
tersebut belum merupakan prinsip-prinsip yang jelas aplikasinya dalam praktek
bimbingan dan konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan prinsipprinsip birnbngan dan konseling, maka aspek-aspek operasionalisasinya harus
ditambahkan.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya
berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses
penanganan masalah, progr-am pelayan, penyelenggaraan pelayanan. Berikut fni
dicatatkan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang diramu dari sejumlah
sumber (Bernard & Fullmer, 1969 dan 1979; Crow & Crow, 1960; Miller
Fruehling, 1978).
1

Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan

Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu, baik


secara perorangan maupun kelompok. itu sangat bervariasi, misalnya dalam hal
umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat
dan jabatannya, keterikatannya terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasivariasi lainnya. Berbagai variasi itu menyebabkan individu yang satu berbeda dari
yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik. Secara lebih khusus lagi, yang
menjadi

sasaran

pelayanan

pada

umumnya

adalah

perkembangan

dan

perikehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan
tingkah lakunya. Sebagaimana telah disinggung terdahulu, sikap dan tingkah laku
individu amat dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi diri sendiri,

23

serta kondisi lingkungannya. Variasi dan keunikan keindividualan, aspek-aspek


pribadi dan lingkungan, serta sikap dan tingkah laku dalam per-kembangan dan
kehidupannya itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling sebagai berikut:
a

Bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur,

jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.


Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu
yang terbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik;
oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau
keunikan dan kekompleksan pribadi individu.
Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan

kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap
individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.
Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung

faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap dan pola-pola


tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan
konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap
segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek
perkembangan.
Meskipun individu yang satu dan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal,

perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka


upaya yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada individuindividu tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja ataupun orang dewasa.
2

Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu


Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan

individu tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan


menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan
kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri
individu. Masalah-masalah yang timbul seribu satu macam dan sangat bervariasi,
baik dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan bimbingan dan
konseling ingin membantu sernua individu dengan berbagai masalahnya itu.
Namun, 'sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan
bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas.

24

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah:


a. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap
dan bidang perkembangan dan kehidunan individu, narnun bidang
bimbingan pada umumnya diba.tasi hanya pada hal-hai yang menyangkut
pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di
rumah. di sekolah. serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan
pekerja.an, clan sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi
rnental dan fisik individu.
b. Keadaan sosial, ekonomi dan politik yang kuranQ menguntungkan
merupakan faktor salah-satu pada diri individu dan hal itu sernua menuntut
perhatian saksama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.
3

Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan


Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara

"insidental", maupun terprogram. Pelayanan "insidental" diberikan kepada klienklien yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor
untuk meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan kepada mereka secara
langsung pula sesuai dengan permasalahan klien pada waktu mereka itu datang.
Konselor mernang tidak menyediakan prog-ram khusus untuk mereka.
Klien-klien "insidental" seperti itu biasanya datang dari luar lembaga tempat
konselor bertugas. Pelayanan "insidental" itu merupak-an pelayanan konselor
yang sedang menjalankan "praktek pribadi". Untuk warga lembaga tempat
konselor bertugas, yaitu warga yang pernberian pelayanan bimbingan dan
konselingnya menjadi tanggung jawab Konselor sepenuhnya, konselor dituntut
untuk menyusun program pelayanan. ogi arn ini berorientasi kepada seluruh
warga lembaga itu (misalnya atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah
yang mungkin timbul dan jenis layanan yang dapat diselengarakan, rentangan dan
unit-unit waktu yang tersedia (misalnya caturwulan, atau semester, atau bulan),
ketersediaan

staf,

kernungkinan

hubungan

antarpersonal

dan

lembaga,

kernudahan-kemudahan yang tersedia, dan faktor-faktor lainnya yang dapat


dirnanfaatkan dan dikembangkan di lembaga tersebut.

25

Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan biimbingan dan


konseling itu adalah sebagal berikut:
a

Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan


dan pengembangan; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus
disusun

dan

dipadukan

sejalan

dengan

program

pendidikan

dan

pengembangan secara menyeluruh.


Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan

kondisi lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat.


Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diseleng-garakan
secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai dengan orang dewasa;
di sekolah misainya dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai
pergurnan tinggi.
Terhadap oelaksana.an bimbingan dan konseling hendaknya diadakan

penilaian yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang
diperoleh, serta mengetahui kesesuaian antara program yang direncanakan
dan pelaksanaannya.
4

Prinsip-Prinsip Berkenatin dengan Pelaksanaan Layanan


Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat

"insidental" maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan


layanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang
dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor profesional.
Konselor yahg bekerja di suatu lembaga yang cukup besar (misalnya sebuah
sekolab), sangat berkepentingan dengan penyelenggara program-program
bimbingan dan konseling secara teratur dari waktu ke waktu. Kerja sama clengan
berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar berbagai tempat ia bekerja perlu
dikembangkan secara optimal. Prinsip-prinsip berkenaan dengan hal-hal tersebut
adalah:
1

Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu:


oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk
mengembangkan klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam
menghadapi setiap kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya.

26

Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh
klien hendaklah atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau

desakan dari konselor.


Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani
oleh (dan kalau perlu dialihtangankan kepada) tenaga ahli dalam bidang

yang relevan dengan permasalahan khusus tersebut.


Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional; oleh karena itu
dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan

khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.


Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan
pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu bekerjasama antara

konselor dengan guru dan orang tua amat diperlukan.


Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan. Oleh
karena itu keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi
untuk mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada

lingkungan individu/siswa.
Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan
sejauh mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan
penilaian terhadap individu hendaknya dilakukan, dan himpunan data yang
memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembnagkan dan dimanfaatkan
dengan baik. Dengan mengadministrasian instrumen yang benar-benar
dipilih dengan baik, data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar,
bakat dan minat, dan berbagai ciri kepribadian hendaknya dikumpulkan,

disimpan, dan dipergunakan sesuai dengan keperluan.


Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan

kebutuhan individu dengan lingkungannya.


Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya
diletakkan di pundak seorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik
secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerjasama
dengan staf dan personal, lembaga di tempat ia bertugas dan lembaga-

lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan konseling.


10 Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan.
Kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap mereka
yang berkepentingan dengan program yang disediakan (baik pihak-pihak

27

yang melayani maupun yang dilayani), dan perubahan tingkah laku mereka
yang pernah dilayani.
5

Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan

lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan
dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik
mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur; sekolah
memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar
yang tinggi.
Para siswanya yang sedang dalam tahap perkembangan yang meranjak
memerlukan segala jenis layanan bimbingan dan konseling dalam segenap
fungsinya. Para guru terlihat langsung dalam pengajaran yang apabila pengajaran
itu dikehendaki mencapai taraf keberhasilan yang tinggi, memerlukan upaya
penunjang untuk bagi optimalisasi belajar siswa. Dalam kaitan ini tepatlah apa
yang dikatakan oleh Bernard & Fullmer (1969) bahwa guru amat memperhatikan
bagaimana murid belajar seiring dengan itu, Crow & Crow (1960)
mengemukakan perubahan materi kurikulum dan prosedur pengajaran hendaklah
memuat kaidah-kaidah bimbingan. Apabila kedua hal itu memang terjadi, materi
dan prosedur pengajaran berkaidah bimbingan, dibarengi oleh kerjasama yang erat
antara guru dan konselor, dapat diyakini bahwa proses belajar-mengajar yang
dilakukan oleh guru untuk murid itu akan sukses.
Namun harapan akan tumbuh-kembangnya pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah sesubur-suburnya itu sering kali masih tetap berupa harapan
saja. Pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi memang ada di sekolah,
tetapi keberadaannya belum seperti dikehendakinya. Dalam kaitan ini Belkin
(1975) menegaskan lima prinsip untuk menegakkan dan menumbuh kembangkan
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Pertama, konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program
kerfja yang jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program
tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah
dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak dijalankan itu.

28

Kedua, konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa


menggangu kerharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah
lainnya

dan

siswa.

Dalam

hal

ini,

konselor

harus

menonjolkan

keprofesionalannya, tetapi tetap menghindari sikap elitis atau kesombongan/


keangkuhan profesional.
Ketiga, konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya
sedbagai konselor profesional dan menerjemahkan itu ke dalam kegiatan nyata.
Konselor harus pula mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orangorang dengan siapa ia akan bekerja sama tentang tujuan yang hendak dicapai oleh
konselor serta tanggung jawab yang dipikul di pundak konselor.
Keempat, konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswasiswa yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan
putussekolah, yang mengalami permasalah emosional, yang mengalami kesulitan
belajar, maupun siswa-siswa yang yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi
rata-rata, yang pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai, serta yang bersikap
menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan personal sekolah
lainnya.
Kelima, konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi
untuk membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup
parah dan siswa-siswa yang menderita gangguan emosional, khususnya melalui
penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di sekolah dan
kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
Prinsip-prinsip tersebut menegaskan bahwa penegakkan dan penumbuhkembangan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah hanya mungkin
dilakukan oleh konselor profesional yang tahu dan mau bekerja, memiliki
program nyata dan dapat dilaksanakan, sadar akan profesinya, dan mampu
menerjemahkannya ke dalam program dan hubungan dengan sejawat dan personal
sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa
dengan segenap variasinya di sekolah, dan mampu bekerjasama serta membina
hubngan yang harmonis-dinamis dengan kepala sekolah. Konselor yang demikian
itu tidak akan muncul dengan sendiri, melainkan melalui pengembangan dan

29

peneguhan sikap dan keterampilan, wawasan dan pemahaman profesional yang


mantap.

C. Orientasi Bimbingan dan Konseling


Orientasi yang dimaksudkan di sini ialah pusat perhatian atau titik berat
pandangan. Misalnya, seseorang yang berorientasi ekonomi dalam pergaulan,
maka ia akan menitikberatkan pandangan atau memusatkan perhatiannya pada
perhitungan untuk rugi yang dapat ditimbulkan oleh pergaulan yang ia adakan
dengan orang lain; sedangkan orang yang berorientasi agama akan melihat
pergaulan itu sebagai lapangan tempat dilangsungkannya ibadah menurut ajaran
agama.
Apakah yang menjadi titik berat pandangan atau pusat perhatian konselor
terhadap kliennya? Itulah orientasi bimbingan dan konseling yang menjadi pokok
pembicaraan pada bagian ini.
1

Orientasi Perorangan
Misalnya seorang konselor memasuki sebuah kelasx; di dalam kelas itu ada

sejumlah orang siswa. Apakah yang menjadi titik berat pandangan konselor
berkenaan dengan sasaran layanan, yaitu siswa-siswa yang hendaknya
memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Semua siswa itu secara
keseluruhan ataukah masing-masing siswa seirang demi seorang? Orientasi
perseorangan

bimbingan

dan

konseling

menghendaki

agar

konselor

menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Satu per satu siswa
perlu mendapat perhatian. Pemahaman konselor yang baik terhadap keseluruhan
siswa sebagai kelompok dalam kelas itu penting juga, tetapi arah pelayanan dan
kegiatan bimbingan ditujukan kepada masing-masing siswa. Kondisi keseluruhan
(kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi (bentuk keseluruhan) yang dampak
positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual harus diperhitungkan.
Berkenaan dengan isu kelompok atau individu, konselor memilih
individu sebagai titik berat pandangannya. Dalam hal ini individu diutamakan dan
kelompok dianggap sebagai lapangan yang dapat memberikan pengaruh tertentu
terhadap individu. Dengan kata lain, kelompok dimanfaatkan sedbesar-besarnya
untuk kepentingan dan kebahagiaan individu, dan bukan sebaiknya. Pemusatan

30

perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan
kelompok, dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam kaitannya
dengan hubungan timbal balik yang wajar antarindividu dan kelompoknya.
Kepentingan kelompok dalam arti misalnya keharuman nama dan citra kelompok,
kesetiaan kepada kelompok, kesejahteraan kelompok, dan sebagainya, tidak akan
terganggu oleh pemusatan pada kepentingan dan tercapainya kebahagiaan
individu. Apabila secara individual para anggota kelompok itu dapat terpenuhi
kepentingannya dan merasabahagia dapat diharapkan kepentingan kelompok pun
akan terpenuhi pula. Lebih-lebih lagi, pelayanan bimbingan dan konseling yang
berorientasikan individu itu sama sekali tidak boleh menyimpang ataupun
bertentangan dengan nilai-nilai itu sesuai dengan norma-norma umum yang
berlaku.
Sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam
bimbingan dan konseling dapat dicatat sebagai berikut.
a. Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan
dan konselng diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap
individu yang menjadi sasaran layanan.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan
individu untuk memahami kebutuhan-kebutuhannya, motivasi-motivasinya,
dan kemampuan-kemampuan potensialnya, yang semuanya unik, serta untuk
membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi, dan
potensinya itu ke arah pengembangannya yang optimal, dan pemanfaatan
yang sebesar-besarnya bagi diri dan lingkungannya.
c. Setiap klien harus diterima seabagi individu dan harus ditangani secara
individual (Rogers, dalam McDaniel, 1956).
d. Adalah menjadi tanggung jawab konselor untuk memahami minat,
kemampuan, dan perasaan klien serta untuk menyesuaikan program-program
pelayanan dengan kebutuhan klien setepat mungkin. Dalam hal itu,
penyelenggaraan program yang sistematis untuk mempelajari individu
merupakan dasar yang tak terelakkan bagi berfungsinya program bimbingan
(McDaniel, 1956)).
Kaidah-kaidah tersebut akan diturunkan samapi dengan penerapannya dalam
berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling.

31

Orientasi Perkembangan
Ketika membahas fungsi-fungsi

bimbingan

dan

konseling

telah

dikemukakan salah satu fungsi tersebut adalah fungsi pemeliharaan dan


pengembangan. Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih
menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang
hendaknya diterjadikan pada diri individu. Bimbingan dan konseling memusatkan
perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.
Menurut Myrick (dalam Mayrick, 1992) perkembangan individu secara
tradisional dari dulu sampai sekarang menjadi inti dari pelayanan bimbingan.
Sejak tahun 1950-an penekanan pada perkembangan dalam bimbingan dan
konseling sejalan dengan konsepsi tugas-tugas perkembangan yang dicetuskan
oleh Havighurst (Hansen, dkk., 1976). Dalam hal itu, peranan bimbingan dan
konseling adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak individu
menjalani

alur

perkembangannya.

Pelayanan

bimbingan

dan

konseling

berlangsung dan dipusatkan untuk menunjang kemampuan inheren individu


bergerak menuju kematangan dalam perkembangannya.
Ivey dan Rigazio Digilio (dala Mayers, 1992) menekankan bahwa orientasi
perkembangan justru merupakan ciri khas yang yang menjadi inti gerakan
bimbingan. Perkembangan merupakan konsep inti dan terpadukan, serta menjadi
tujuan dari segenap layanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya ditegaskan
bahwa, praktek bimbingan dan konseling tidak lain adalah memberikan
kemudahan yang berlangsung perkembangan yang berkelanjutan. Permasalahan
yang dihadapi oleh individu harus diartikan sebagai terhalangnya perkembangan,
dan hal itu semua mendorong konselor dan klien bekerjasama untuk
menghilangkan penghalang itu serta mempengaruhi lajunya perkembangan klien.
Secara khusus, Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembnagan
individu dari sudut perkembangan kognisi. Dalam perkembangannya, anak-anak
berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam empat
bentuk:
a) Hambatan egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan lain
di luar apa yang dipahaminya,
b) Hambatan konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian
pada lebih dari satu aspek tentang sesuatu hal,

32

c) Hambatan reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelusuri alur yang


terbalik dari alur yang dipahami semula,
d) Hambatan transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan
urutan yang ditetapkan.
Thompson & Rudolph menekankan bahwa tugas bimbingan dan konseling adalah
menangani hambatan-hambatan perkembangan itu.
3

Orientasi Permasalahan
Ada yang mengatakan bahwa hidup dan berkembang itu mengandung

risiko. Perjalanan kehidupan dan proses perkembangan sering kali ternyata tidak
mulus, banyak mengalami hambatan dan rintangan. Padahal tujuan umum
bimbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu
sendiri, ialah kebahagiaan. Hambatan dan rintangan dalam perjalanan hidup dan
perkembangan pastilah akan menganggu tercapainya kebahagiaan itu. Agar tujuan
hidup dan perkembangan, yang sebagainya adalah tujuan bimbingan dan
konseling, itu dapat tercapai dengan sebaik-baiknya, maka risiko yang mungkin
menimpa kehidupan dan perkembangan itu harus selalu diwaspadai. Kewaspadaan
terhadap timbulnya hambatan dan rintangan itulah yang melahirkan konsep
orientasi masalah dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah
dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut-paut dengan fungsi
pencegahan dan fungsi pengetesan. Fungsi pencegahan menghendaki agar
individu dapat terhindar dari masalah-masalah yang mungkin membebani dirinya,
sedangkan fungsi pengetesan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur
mengalami masalah dapat terentaskan masalahnya. Fungsi-fungsi lain, yaitu
fungsi pemahaman, dan fungsi pemeliharaan/pengembangan pada dasarnya juga
bersangkut-paut dengan permasalahan pada diri klien. Fungsi pemahaman
memungkinkan individu memahami berbagai informasi dan aspek lingkungan
yang dapat berguna untuk mencegah timbulnya masalah pada diri klien, dan dapat
pula bermanfaat di dalam upaya pengentasan masalah yang telah terjadi.
Demikian pula fungsi pemeliharaan dapat mengarah pada tercegahkan ataupun
terentaskannya masalah-masalah tertentu. Dengandemikian konsep orientasi
masalah terentang seluas daerah beroperasinya fungsi-fungsi bimbingan, dan

33

dengan demikian pula menyusupi segenap jenis layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling.
Jenis masalah yang (mungkin) diderita oleh individu amat bervariasi. Roos
L. Mooney (dalam Prayitno, 1987) mengidentifikasi 330 masalah yang
digolongkan ke dalam sebelas kelompok masalah, yaitu kelompok masalah yang
berkenaan dengan:
a. Perkembangan jasmani dan kesehatan (PJK)
b. Keuangan, keadilan lingkungan, dan pekerjaan (KLP)
c. Kegiatan sosial dan reaksi (KSR)
d. Hubungan muda-mudi, pacaran dan perkawinan (HPP)
e. Hubungan sosial kejiwaan (HSK)
f. Keadaan pribadi kejiwaan (KPK)
g. Moral dan agama (MDA)
h. Keadaan rumah dan keluarga (KRK)
i. Masa depan pendidikan dan pekerjaan (MPP)
j. Penyesuaian terhadap tugas-tugas sekolah (PTS)Kurikulum sekolah dan
prosedur pengajaran (KPP)
Frekuensi dialaminya masalah-masalah tersebut juga bervariasi. Satu jenis
masalah barangkali lebih banyak dialami, sedangkan jenis masalah lain lebih
jarang muncul. Frekuensi munculnya masalah-masalah itu diwarnai oleh berbagai
kondisi lingkungan. Di sekolah misalnya, frekuensi dialaminya masalah-masalah
tersebut terlihat pada tabel berikut ini (Prayitno, 1980):
Tabel 2
Frekuensi Dialaminya Masalah-Masalah oleh Siswa
SMA Negeri Sumatera Barat (N=405)
No. Kelompok Masalah
Frekuensi
Peringkat (dalam %)
1.
PJK
91,4
8
2.

KLP

97,5

3.

KSR

95,6

3,5

4.

HPP

88,6

5.

HSK

94,3

6.

KPK

95,6

3,5

7.

MDA

94,1

8.

KRK

97,9

10

9.

MPP

98,0

10.

PTS

94,1

11.

KPP

86,7

11

34

Ternyata di lingkungan sekolah, frekuensi dialaminya masalah-masalah


tersebut cukup bahkan amat tinggi. Orientasi masalah dalam bimbingan dan
konseling mewaspadai kemungkinan timbulnya masalah-masalah itu, dan kalau
individu ternyata (sudah terlanjur) mengalaminya, tugas bimbingan dan konseling
adalah membantu individu tersebut mengatasi masalah-masalahnya itu.
D. Ruang Lingkup Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peranan penting, baik bagi
individu yang berada dalam lingungan sekolah, rumah tangga (keluarga), maupun
masyarakat pada umumnya. Uraian di bawah ini membicarakan peranan
bimbingan dan konseling pada masing-masing ruang lingkup kerja tersebut.
i.
1

Ruang Lingkup dari Segi Pelayanan


Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk

menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaan


sekolah terdapat sejumlah bidang kegiatan dan bidang pelayanan bimbingan dan
konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus.
a. Keterkaitan Antara Bidang Pelayanan Bimbingan Konseling Dan BidangBidang Lainnya
Dalam proses pendidikan, khususnya di sekolah, Mortensen dan
Schmuller (1976) mengemukakan adanya bidang-bidang tugas atau
pelayanan yang saling terkait. Bidang-bidang tersebut hendaknya secara
lengkap ada apabila diinginkan agar pendidikan di sekolah dapat berjalan
dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi secara optimal kebutuhan peserta
didik dalam proses perkembangannya. Bidang-bidang tersebut terlihat pada
gambar berikut :

Administa
si &
Pengajaran
Bimbinga
n&
Konseling
35

Gambar 8
Bidang-bidang Pelayanan Sekolah

Dalam gambar tersebut terdapat tiga bidang pelayanan pendidikan,


yaitu

bidang

kurikulum

dan

pengajaran,

bidang

administrasi

dan

kepemimpinan dan kesiswaan :


(1) Bidang kurikulum dan pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan
kurikulum

dan

pelaksanaan

pengajaran

yaitu

penyampaian

dan

pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan


berkomunikasi peserta didik.
(2) Bidang administrasi atau kepemimpinan, yaitu bidang yang meliputi
berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan
kebijaksanaan, serta bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan dan administrasi
sekolah, seperti perencanaan, pembiayan, pengadaan, dan pengembangan
staf, prasanan dan saran fisik, dan pengawasan.
(3) Bidang kesiswaan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan
kegiatan yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara individual
agar masing-masing peserta didik itu dapat berkembang sesuai dengan
bakat, potensi, dan minat-minatnya, serta tahap-tahap perkembangannya.
bidang ini dikenal sebagai pelayanan bimbingan dan konseling.
Kendatipun ketiga bidang tersebut tampaknya terpisah antara satu dengan
yang lain, namun semuanya memiliki arah yang sama, yaitu memberikan
kemudahan bagi pencapaian perkembangn yang optimal peserta didik. Antara
bidang yang satu dengan yang lain terdapat hubungan yang saling isi-mengisi.
Pelayanan bimbingan dan konseling dapat memberikan seumbangan yang berarti
terhadap pengajaran. Misalnya, proses belajar-mengajar akan dapat berjalan
dengan efektif apabila siswa terbebas dari masalah-masalah yang mengganggu
proses belajarnya. Pembebasan masalah-masalah siswa itu dilakukan

melalui

pelayanan bimbingan dan konseling. Lebih jauh, materi layanan bimbingan dan
konseling dapat dimanfaatkan oleh guru untuk penyesuaian pengajaran dan
indiviualitas siswa. Demikin juga terhadap administrasi dan supervisi, bimbingan
dan konseling dapat memberikan sumbangan yang berarti; misalnya dalam
kaitannya dengan penyusunan kurikulum, pengmbangan program-program
36

belajar, pengambilan kebijakan yang tepat dalam rangka penciptaan iklim sekolah
yang benar-benar menunjang bagi pemenuhan kebutuhan dan perkembangan
siswa.
Sebaliknya, bidang pengajaran dan administrasi dapat memberikan
sumbangan besar bagi suksesnya bidang bimbingan dan konseling. Bidang
kurikulum dan pengajaran merupakan lahanyang sangat efektif bagi terlaksananya
di dalam praktek mater-materi layanan bimbingan dan konseling. Pelaksanaan
pengajaran yang sehat dan mantap, baik dalalmisi maupun suasanya, akan
memberikan sumbangan besar bagi pencegahan timbulnya masalah siswa, dan
juga merupakan wahan bagi pengtahuan masalah-masalah siswa.

Pengajaran

perbaikan dan pemberian materi pengayaan merupakan bentuk layanan bimbingan


yang diselenggarakan melalui kegiatan pengjaran.bidang pengelolaan dan
administrasi dapat memberikan sumbangan besar bagi pelayanan bimbingan dan
konseling melalui berbagai kebijaksanaan dan pengaturan yang menghasilkan
kondisi yang memungkinkan berjalannya layanan itu secara optimal, sehingga
segenap fungsi-fungsi

bimbingan dan konseling dapat terlaksanan dengan

lancardan mencapai sasaran.


Dalam bidang bimbingan dan onseling tersebut diwujudkanlah segenap
fungsi-fungsi bimbingan dan konseling melalui berbagai layanan dan kegiatan.
Konselor dengan kemampuan profesionalnya mengisi bidang tersebut sepenuhnya
dengan bekerjasama dengan berbagai pihak yang dapat menunjang pencapaian
tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.
b. Tanggung jawab Konselor Sekolah
Tenaga inti (dan ahli) dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling
ialah konselor. Konselor inilah yang mengendalikan dan sekaligus melaksanakan
berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang menjadi tanggung
jawabnya. Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya itu konselor
menjadi pelayan bagi pencapaisn tujuan pendidikan secara meyeluruh,
khususnya bagi terpenuhinya kebutuhan dan tercapainya tujuan-tujuan
perkembangan masing-masing peserta didik sebagaimana telah disebutkan di
atas. Dalam kaitannya dengan tujuan yang luas itu, konselor tidak hanya
berhubungan degan peserta didik atau siswa saja ( sebagai sasara utama
37

layanan), melainkan juga dengan berbagai pihak yang dapat secara bersamasama menunjang pencapaian tujuan itu, yaitu sejawat (Sesama konselor, guru,
dan personal sekolah lainnya), orangtua, dan masyarakat pada umumnya.
Kepada mereka itulah konselor menjadi pelayan dan tanggung jawab dalam
arti yang penuh dengan kehormatan, dedikasi, dan keprofesionalan.
(1) Tanggung jawab konselor kepada siswa, yaitu bahwa konselor :
(a) Memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa
yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik;
(b) Memperhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan siswa (kebutuhan
yang menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi, dan sosial)
dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi
setiap siswa;
(c) Memberi tahu siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan dan
konseling, serta aturan prosedur yang harus dilalui apabila ia
menghendaki bentuan bimbingan dan konseling;
(d) Tidak mendesakkan kepada siswa (klien) nilai-nilai tertentu yang
sebenarnya hanya sekadar apa yang dianggap baik oleh konselor saja;
(e) Menjaga kerahasian data tentang siswa;
(f) Memberi tahu pihak yang berwenang apabila ada petunjuk kuat
sesuatu yang berbahaya akan terjadi;
(g) Menyelenggarakan pengungkapan data secara tepat dan memberi tahu
siswa tentang hasil kegiatan itu dengan cara sederhana dan mudah
dimengerti;
(h) Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan
profesional;
(i) Melakukan referal kasus secara tepat
(2) Tanggung jawab kepada orang tua, yaitu bahwa konselor :
(a) Menghormati hak dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan
berusaha sekuat tenaga membangun hubungan yang erat dengan orang
tua demi perkembangan siswa;
(b) Memberi tahu orang tua tentang peranan konselor dengan asas
kerahasiaan yang dijaga secara teguh;
(c) Menyediakan untuk orang tua berbagai informasi yang berguna dan
meyampaikan dengan cara yang sebaik-baiknya untuk kepentingan
perkembangan siswa;
(d) Memperlakukan informasi yang diterima dari orangtua dengan
menerapkan asas kerahasiaan dan dengan cara yang sebaik-baiknya;
38

(e) Menyampaikan informasi (tentang siswa dan orangtua) hanya kepada


pihak-pihak yang berhak mengetahui informasi tersebut tanpa
merugikan siswa dan orangtua.
(3) Tanggung jawab kepada sejawat, yaitu bahwa konselor :
(a) Memperlakukan sejawat dengan penuh kehormatan,

keadilan,

keobjektifan, dan kesetiakawanan;


(b) Mengembangkan hubungan kerja sama dengan sejawat dan staf
administrasi demi terbinanya pelayanan bimbingan dan konseling yang
maksimum;
(c) Membangun kesadaran tentang perlunya azas kerahasiaan, perbedaan
antara data umum dan data pribadi, serta pentingnya kunsultasi
sejawat;
(d) Menyediakan informasi yang tepat, objaktif, luas dan berguna bagi
sejawat untuk membantu menangani masalah siswa;
(e) Membantu proses alih tangan kasus.
(4) Tanggung jawab kepada sekolah dan masyarakat, yaitu bahwa konselor:
(a) Mendukung dan melindungi program sekolah terhadap penyimpanganpenyimpangan yang merugikan siswa;
(b) Memberitahu pihalk-pihak yang bertanggung jawab apabila ada
sesuatu yang menghambat atau merusak misi sekolah, personal
sekolah ataupun kekayaan sekolah;
(c) Mengebangkan dan meningkatkan peran dan fungsi bimbingan dan
konseling untuk memenuhi kebutuhan segenap unsur-unsur sekolah
dan masyarakat;
(d) Membantu pengembangan:
- Kondisi kurikulum dan lingkungan yang baik untuk kepentingan
-

sekolah dan masyarakat;


Program dan prosedur pendidikan demi pemenuhan kebutuhan siswa

dan masyarakat;
Proses evaluasi dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi sekolah pada
umumnya (fungsi bimbingsn dan konseling, kurikulum dan pengajaran

dan pengelolaan/administrasi).
(e) Bekerjasama dengan lembaga, organisasi dan perorangan baik di
sekolah maupun dimasyarakat demi pemenuhan kebutuhan siswa,
siswa dan masyarakat tanpa pamrih.
(5) Tanggung jawab kepada diri sendiri, bahwa konselor:
39

(a) berfungsi

(dalam

layanan

bimbingan

dan

konseling)

secara

professional dalam batasan-batasan kemampuannya serta menerima


tanggung jawab dan konsekwensi dari pelaksanaan fungsi tersebut;
(b) menyadari kemungkinan pengaruh diri pribadi terhadap pelayanan
yang diberikan kepada klien;
(c) memonitor bagaimana diri sendiri berfungsi dan bagaimana tingkat
keefektifan pelayanan serta menahan kemungkinan merugikan klien;
(d) selalu mewujudkan perakarsa demi peningkatan dan pengembangan
pelayanan

professional

melalui

dipertahankannya

kemampuan

professional konselor dan melalui penemuan-penemuan baru.


(6) Tanggungjawab terhadap profesi, yaitu bahwa konselor:
(a) bertindak sedemikian rupa sehingga mengntungkan diri densiri sebagai
konselor dan profesi;
(b) melakukan penelitian dan melaporlkan penemuannya sehingga
memperkaya khasanah dunia bimbingan dan konsseling;
(c) berpartisipasi secara akitf dalam kegiatan organisasi professional
bimbingan dan koseling baik di tempatnya sendiri, di daerah, maupun
dalam lingkungan nasional;
(d) menjalankan dan mempertahankan standar profesi bimbingan dan
konseling serta kebijakan yang berlaku berkenaan dengan pelayanan
bimbingan dan konseling;
(e) membedakan dengan jelas mana pernyataan yang berisfat pribadi dan
mana yang pernyataan yang menyangkut profesi bimbingan serta
memperhatikan dengan sungguh-sungguh implikasinya terhadap
pelayanan bimbingan dan konseling.
2

Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Luar Sekolah


Warga masyarakat yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling

ternyata tidak hanya mereka yang berada di lingkungan sekolah ataupun


pendidika formal saja. Warga masyarakat di luar sekolah pun banyak mengalami
masalah yang perlu dientaskan, dan kalau mungklin timbulnya masalah-masalah
itu justru dapat dicegah.
a

Bimbingan dan Konseling Keluarga


Keluarga merupakan suatu persekutuan hidup yang paling mendasar dam

merupakan pangkal kehidupan bermasyarakat. Di dalam keluarga setiap warga

40

masyarakat memulai kehidupanya, dan dari dalam dan dari keluarga setiap
indovidu dipersiapkan untuk menjadi warga masyarakat. Lebih jauh, mutu
kehidupan didalam masyarakat dan mutu masyarakat itu sendiri sebagian tersebar
ditentukan

oleh

mutu

keluarga-keluarga

yang

mendukulng

kehidupan

bermasyarakat itu. Dalam kaitan itu, kebutuhan dan kebahagiaan keluarga mutlak
memerlukan perhatian bagi segenap pihak yang berkepentingan dalam
pengembangan kesejahteraan masyarakat.
Apabila

diatas

disebutkan

bahwa

kehidupan

dan

perkembangan

mengandung risiko, maka risiko itupun dapat menimpa anggota keluarga.


Anggota keluarga tidak imun terhadap berbagai permasalahan yang terjadi.
Palmo, lowry, Weldon dan scioscia (1984) mengidentifikasi perubahanperubahan yang terjadi yang secara signifikan mempengaruhi struktur dan
kondisi keluarga, yaitu meningkatnya perceraian, kedua orangtua bekerja,
pengangkatan anak, emansipasi pria-wanita dan kebebasan hubungan seksual.
Selain itu meningkatnya kesadaran tentang anak-anak cacat, keadaan depresi dan
bunuhdiri, kesulitan mencari pekeraan dan ketidak mampuan ekonomi pada
umumnya menambah unsur-unsur yang mempengaruhi kehidupan keluarga.
Unsur-unsur yang tidak menguntungkan itu secara langsung ataupun tidak
langsung membawa pengaruh kepada anggota keluarga, baik mereka yang sudah
dewasa maupun yang masih muda, baik mereka yang masih mengikuti
pendidikan di sekolah maupun yang sudah tidak bersekolah lagi. Permasalahan
yang ditimbulkan oleh pengaruh yang tidak menguntungakan itu mengundang
berperannya bimbingan dan konseling dalam keluarga.
Bimbingan dan konseling keluarga, menurut palmo, dkk, sebenarnya
bukanlah sesuatu yang baru. Dikatakan, pelayanan tersebut telah dimuali sejak
pertengahan tahun 1940-an, dan sejak tahun 1980-an pelayanan yang menangani
permasalahan dalam keluarga itu tampak berkembang dengan cepat. Pelayanan
tersebut

ditujukan

kepada

seluruh

anggota

keluaarga

yang

memerlukannya.segenap fungsi, jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan


konseling pada dasarnya dapat diterapkan dengan memperhatikan kesesuaiannya
dengan masing-masing karakteristik anggota keluarga yang memerlukan
pelayanan itu. Khusus untuk anggota keluarga yang masih duduk di bangku

41

pendidikan formal, peranan konselor sekolah amat besar. Konselor sekolah justru
diharapkan agar menjembatani program bimbingan dan konseling di sekolah
dengan kebutuhan keluarga dalam pelayanan bimbingan dan konsling. Kenselor
sekolah hendaknya mampu mensinkronisasikan secara harmonis pemenuhan
kebutuhan anak di sekolah dan di rumah pada satu segi; serta fungsi sekolah dan
fungsi keluarga tergadap anak pada segi yang lain.
b

Bimbingan dan Konseling dalam Lingkungan yang Lebih Luas


Permasalahan yang dialami oleh warga masyarakat tidakhanya terjadi di

lingkungan sekolah dan keluarga saja, melainkan di luar keduanya. Warga


masyarakat

di

lingkungan

perusahaan,

industry,

kantor-kantor

(baik

pemerintahan maupun swasta) dan lembaga-lembaga kerja lainnya, organisasi


pemuda

dan

organisasi

kemasyarakatan

lainnya,

bahkan

di

lembaga

pemasyarakatan, rumah jompo, rumah yatim piatu atau panti asuhan, rumah
sakit dan lain sebagainya, seluruhnya tidak terhindar dari kemungklinan
menghadapi masalah. Oleh karena itu, disana diperlukan jasa imbingan dan
konseling.
Pelayanan bimbingan dan konseling yang menjangkau daerah kerja yang
luas itu harus diselenggarakan oleh konselor yang bersifat multidimensional
(Chiles & Eiken, 1983), yaitu yang mampu bekerja sama selain dengan guru,
administrator dan orang tua, juga dengan berbagai komponen dan lembaga di
masyarakat secara lebih luas. Konselor seperti itu bekerja dengan masalah
masalah pesoalan, emosional, social, pendidikan dan pekerjaan yang
kesemuanya itu untuk mencegah timbulnya masalah, pengentasan masalah dan
menunjang perkembangan individu anggota masyarakat. Konsep professional
yang multidimensional itu akan lebih banyak berperan sebagai pelatih dan
supervisor, disamping penyelenggaraan layanan dan kegiatan tradisional
bimbingan dan konseling, bagi kaum muda dan anggota masyarakat lainnya
(Goldman, 1976).
Dalam lingkungan yang lebih luas itu, konselor akan berada di berbagai
lingkungan, selain di sekolah dan di keluarga, juga di tempat-tempat yang
sekarang agaknya belum terjangkau oleh pekerjaan professional bimbingan dan

42

konseling. Konselor professional yang multidimensional benar-benar menjadi


ahli yang memberikan jasa berupa bantuan kepada orang-orang yang sedang
memfungsikan dirinya pada tahap perkembangan tertentu, membuat mereka
mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari kondisi dan apa yang sudah
mereka miliki, membantu merekamemahami hal-hal tertentu agar lebih efektif,
merencanakan tindak lanjut atas langkah-langkah yang telah diambil, serta
membantu lembaga ataupun organisasi melakukan perubahan yang lebih efektif.
Dalam melaksanakan peranannya yang lebih luas itu konselor berada di manamana, di lembaha formal dan non-formal, di desadesa dan di kota-kota; konselor
bekerjasama dengan keluarga dan tokoh-tokoh masyarakat, kepala desa dan
camat, dengan para pemimpin formal dan nin formal. Konselor dimasa depan
bekerja di semua bidang kehidupan, mengabdikan perana dan jasanya untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dan sumber daya manusia, membantu individu
warga masyarakat dari berbagai umur, mencegah timbulnya masalah dan
mengentaskan berbagai masalah yang dihadapi warga masyarakat, dan
menjadikan tahap perkembangan yang mereka jalani menjadi optimal
(Prayitno,1990).
Konselor yang bekerja diluar sekolah dapat mengikatkan diri dengan
lembaga tertentu (misalnya perusahaan, kantor dan lain-lain), dapat bekerja sama
dengan sejawat dalam suatu tim pelayanan bimbingan dan konseling, dapat
bekerja mandiridan dapat pula menciptakan bentuk-bentuk baru penjualan jasa
bimbingan dan konseling di masyarakat. Dimanapun konselor bekerjadan
apapun tugas-tugas khusus yang diselenggarakan konselor, namun fungsi,
prinsip, asas, jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling pada dasarnya
tetap sama. Modifikasi dan penyesuaian diperlukan berdasarkan kekhususan
yang ada pada layanan sasaran layanan, lembaga tempat kerja, tujuan dan
kondisi yang menyertai diperlukannya layanan bimbinbgan dan konseling itu.
ii.

Ruang lingkup dari segi fungsi : memberi kemudahan dalam tindakan

konseling (pada konselor).


a. Fungsi pemahaman.
Dalam fungsi pemahaman. Terdapat beberapa hal yang perlu kita pahami,
yaitu pemahaman tentang masalah klien. Dalam pengenalan, bikan saja hanya
mengenal diri klien, melainkan lebih dari itu, yaitu pemahaman yang menyangkut
43

latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta lingkungan klien.
Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas. Lingkungan klien ada dua, ada
sempit dan luas. Lingkungan sempit, yaitu kondisi sekitar individu yang secara
langsung mempengaruhi individu, contohnya rumah tempat tinggal, kondisi sosioemosional, sosio-ekonomi, keluarga dan lain-lain. Sedangkan lingkungan yang
lebih luas adalah lingkunga yang memberikan informasi kepada individu, seperti
informasi pendidikan dan jabatan bagi sisawa, informasi promosi dan pendidikan
tpat lanjut bagi parar kariawan dan lain-lain.
b. Fungsi pencegahan.
Fungsi pencegahan ini berfungsi agar klien tidak memasuki ketegangan
atupn gangguan tungkat lanjut dari hidupnya agar tidak memasuki hal-hal yang
berbahaya tingkat lanjut, yang mana perlu pengobatan yang rumit pula.
c. Fungsi pengentasan.
Dalam bimbingan dan konseling, konselor bukan ditugaskan untuk
mengenal penggunaan unsur-unsur fisik yang berada di luar diri klien, tapi
konselor mengentas penggunaan kekuatan yang berada dalam diri klien sendiri.
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan.
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala yang baik yang ada pada diri
individu, baik hal yang merupakan pembawaan, maupun hasi dari pengembangan
yang telah dicapai selama ini. Dalam bimbingan dan konseling, fungsi
pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai peraturan,
kegiatan dan program.
iii.
Ruang lingkup dari segi sasaran.
a. Perorangan/individual.
Pengembangan kehidupan priadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan
kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian
dan kebutuhan dirinya secara realistic.
b. Kelompok.
Bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan kepada
sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu
memberikan manfaat atau jasa kepada sejumlah orang.
44

iv.

Ruang lingkup dari segi pendidikan dan karier.


a. BK pendidikan: siswa, prestasi, pergaulan dan lain-lain.
Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang

membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka


mengikuti pendidikan sekolah/ madrasah dan belajar secara mandiri.
b. Bimbingan konseling karier: pekerja, motivasi dan lain-lain.
Pengembangan karier, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta
didik memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan
karier .
v.

Ruang lingkup dari segi sosial budaya.


Pengembangan kehidupan social, yaitu bidang pelayanan yang membantu

peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan


hubungan social yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga
dan warga lingkungan social yang lebih luas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fungsi fungsi bimbingan dan konseling itu banyak dan dapat
dikelompokkan menjadi lima fungsi pokok, yaitu : (a) fungsi pemahaman, (b)
fungsi pencegahan, (c) fungsi pengentasan, (d) fungsi pemeliharaan dan
pengembangan, (e) fungsi advokasi.
Prinsip layanan bimbingan dan konseling dapat dikelompokkan sebagai
berikut : (1) prinsip-prinsip yang berhubungan dengan sasaran pelayanan, (2)
prinsip-prinsip yang berhubungan dengan masalah individu, (3) prinsip-prinsip
yang berhubungan dengan program pelayanan, (4) prinsip-prinsip yang
berhubungan dengan pelaksanaan pelayanan.
Ada enam prinsip untuk menegakkan dan menumbuh kembangkan
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu : (1) konselor harus memulai
kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas, (2) konselor harus selalu
mempertahankan sikap profesional tanpa menggangu kerharmonisan hubungan
antara konselor dengan sekolah, (3) konselor bertanggung jawab untuk memahami
peranannya sebagai konselor profesional dan menerjemahkan itu ke dalam
kegiatan nyata, (4) konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, (5) konselor

45

harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa-siswa


yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan siswa-siswa yang
menderita gangguan emosional.
Adapun orientasi bimbingan dan konseling, yakni : (1) orientasi
perorangan, (2) orientasi perkembangan, (3) orientasi permasalahan.
Ruang lingkup bimbingan dan konseling, antara lain : (1) Ruang lingkup
dari segi pelayanan : (a) di sekolah; (b) di luar sekolah, (2) Ruang lingkup dari
segi fungsi : (a) pemahaman; (b) pencegahan; (c) pengetasan; (d) pemeliharan dan
pegembangan, (3) Ruang lingkup dari segi sasaran : (a) perorangan/individual; (b)
kelompok, (4) Ruang lingkup dari segi pendidikan dan karir : (a) BK pendidikan;
(b) BK karir, (5) Ruang lingkup dari segi sosial dan budaya
B. Saran
Dengan mengtahui apa pentingnya fungsi, prinsip, orientasi serta ruang
lingkup bimbingan konseling, semua elemen sekolah dapat memahami kegunaan
bimbingan konseing dan tidak memandang negatif terhadapnya. Dan juga guru
bimbingan dan konseling seharusnya bisa ebih berbaur dengan pasa siswa agar
dari setiap siswa yang memiliki masalah akan lebih mudah dalam mencari solusoi
dari permasalannya agar tidak mengganggu proses belajarnya
Bukan hanya untuk mengatasi siswa-siswi yang melanggar peraturan saja
yang diperhatikan tetapi juga para siswa yang ingin berkonsutasi tentang
pendidikan dan karir selanjutnya. Inilah yang membuat guru bimbingan dan
konseling banyak dipandang negatif oleh para siswa.

46

DAFTAR PUSTAKA
H. Prayitno, Prof. Dr., dan Amti, Erman, Drs. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling. Jakarta : Pusat Perbukuan DEPDIKNAS.
Sulistyarini, M.Si dan Jauhar,M, S.Pd. 2014. Dasar-Dasar Konseling : Panduan
Lengkap Memahami Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Konseling. Jakarta :
Prestasi Pustaka.

47

Anda mungkin juga menyukai