Anda di halaman 1dari 7

PERCEIVED SERVICE QUALITY : A HIERACHIAL APPROACH

(Braddy and Cronin)


KUALITAS LAYANAN
1. Pengertian Kualitas Layanan
Pengertian kualitas layanan atau kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Definisi kualitas layanan atau kualitas jasa menurut Parasuraman (1988) adalah sebagai berikut :
Kualitas layanan merupakan refleksi persepsi evaluatif konsumen terhadap pelayanan yang
diterima pada suatu waktu tertentu. Kualitas pelayanan ditentukan berdasarkan tingkat
pentingnya pada dimensi-dimensi pelayanan
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas
layanan, yaitu layanan yang diharapkan (expected service) konsumen dan layanan yang diterima
atau dirasakan (perceived service) oleh konsumen atau hasil yang dirasakan
2. Dimensi Kualitas Layanan
Banyak dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas layanan atau kualitas jasa.
Setidaknya ada 4 konsep pengukuran kualitas layanan, yaitu :
1. Nordic Model (Gronroos, 1984)
2. SERVQUAL Model (Parasuraman, Zethami, Berry 1988)
3. Three-Component Model (Rust dan Oliver 1994)
4. Multi Level Model (Dabholkar, Thorpe dan Rentz 1996)

Brady dan Cronin (2001) mengukur kualitas layanan/jasa berdasarkan Multi Model yang mencakup
tiga dimensi yaitu Kualitas Interaksi, Kualitas Lingkungan Fisik, dan Kualitas Hasil. Brady dan Cronin
mengembangkan model kualitas jasa berbasis rancangan hierarkis yaitu Perceived ServiceQualityA
Hierarchial Approach.
Model yang dikembangkan oleh Brady dan Cronin inimengadopsi pandangan dari Rust dan Oliver
(1994) bahwa persepsi kualitas pelayanan didasarkan pada evaluasi pelanggan terhadap 3 dimensi
yaitu (1) interaksi pelanggan-karyawan (kualitas fungsional), (2) Lingkungan Layanan dan (3)
Outcome (kualitas teknis). Brady dan Cronin juga mengadopsi pandangan bahwa persepsi kualitas
layanan itu bersifat multi level dan multi dimensi. Beberapa teori mendukung model multidimensi
dan model multi level (seperti Carman 1990; Czepiel, Solomon, Suprenant 1985; Dabholkar, Thorpe
dan Rentz 1996), namun hanya sedikit yang mengidentifikasi atribut-atribut atau faktor-faktor yang
mendefinisikan sub dimensinya. Menurut Brady dan Cronin, ada kesenjangan yang signifikan

terhadap kompleksitas evaluasi interkasi kualitas pelayanan, lingkungan pelayanan dan dampak
pelayanan
Dalam model tersebut, konsumen dapat mengukur kualitas jasa secara menyeluruh melalui dimensi
utama pengukuran kualitas jasayang terdiri dari 3 komponen yaitukualitas interaksi (Interaction
Quality), kualitas lingkungan fisik (Physical Environment), dan kualitas hasil (Outcome Quality).
Kualitas interaksi (Interaction Quality)
Jasa karena bersifat inherent, intangibledan memiliki karakteristik inseparability, maka interaksi
personal selama pemberian jasa sering memiliki pengaruh terbesar dalam persepsi kualitas jasa.
Interaksi personal diartikan sebagai pertemuan antara petugas dan pelanggan.Melalui studi,Brady
and Croninmengidentifikasi 3 faktor yang berpengaruh dalam kualitas interaksi yaitu sikap, perilaku
dan keahlian.
Sikap (attitude)
Sikap dalampengertian ini diartikan sikap sebagai sikap yang ditunjukkan oleh seluruhkomponen
penyedia jasa selama proses pemberian jasa berlangsung.
Perilaku (behaviour)
Perilaku

dalam

pengertian

ini

diartikan

sebagai

perilaku

yang

ditunjukkan

oleh

seluruhkomponenpenyedia jasa selama proses pemberian jasa dalam hal komunikasi


petugassaat memberikan pelayanan.
Keahlian (expertise)
Keahlian dalam pengertian ini diartikan sebagai kemampuan dan tingkat pengetahuan serta
pemahaman para pemberi jasa kepada pekerjaan yang dilakukannya.
Kualitas lingkungan fisik (Physical Environment Quality)
Jasa bersifat intangible dan melibatkan konsumen selama proses, keberadaan lingkungan dan
sekitarnya dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi keseluruhan kualitas jasa
yang dirasakan.
Ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan fisik yaitu ambient condition, desain fasilitas,
dan faktor sosial
Ambient condition
Ambient conditionsmengacu padaaspek nonvisual, seperti temperature, musik, aroma.
Desain (design)
Desain fasilitas meliputi layout atau penataan atau fasilitas yang ada di lingkungan jasa yang
biasa bersifat fungsional maupun estetis.
Faktor sosial (social factors)
Faktor sosial dalam konsep ini berupa jumlah dan tipe orang yang berada dalam lingkungan
jasa,beserta perilaku mereka.
Kualitas Hasil (outcome quality)
Mendefinisikan kualitas hasil sebagai produk jasa dan menyarankan agar menjadi evaluasi
pelanggan setelah pemberian jasa. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan kualitas hasil
adalah hasil dari proses pelayanan yang baik berupa produk atau jasa yang diperoleh pelanggan
untuk menjadi evaluasi dan penentu persepsi terhadap kualitas pelayanan.
Ada 2 faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan fisik yaituwaktu tunggu dan valensi.
Waktu tunggu (Waiting time)
Pelanggan mengidentifikasi pelayanan yang tepat pada waktunya sebagai bagian dari penilaian
mereka terhadap kualitas jasa secara keseluruhan. Selain itu, Houtson, et al (1998)
mengungkapan waktu tunggu dalam kualitas jasa merupakan alat yang penting untuk

memprediksi.Selanjutnya, waktu tunggu yang dirasakan diidentifikasi sebagai subdimensi dari


kualitas hasil.
Valensi (Valence)
Valensi merupakan faktor yang mengacu pada atribut yang mempengaruhi keyakinan
pelanggan bahwa hasil dari suatu jasa itu baik atau buruk terlepas dari evaluasi mereka
terhadap aspek lain dari pengalaman

We adopt Rust and Oliver's (1994) view that the over-all perception of service quality is
based on the customer's evaluation of three dimensions of the service encounter: (1) the
customer-employee interaction (i.e., functional quality; see Gronroos 1982, 1984), (2) the service
envi-ronment (see Bitner 1992), and (3) the outcome (i.e., tech-nical quality; see Gronroos 1982,
1984). Given the grow-ing support for revisiting Gronroos's seminal conceptualization (e.g., Bitner

1990; Lassar, Manolis, and Winsor 2000; Mohr and Bitner 1995; Oliver 1997; Rust and Oliver 1994)
and the recent evidence that the service environment affects service quality perceptions (e.g.,
Baker 1986; Bitner 1990, 1992; Spangenberg, Crowley, and Henderson 1996; Wakefield, Blodgett,
and Sloan 1996), a framework that incorporates these three dimen-sions is justified. We also
adopt the view that service quality perceptions are multilevel and multidimensional (Dabholkar,
Thorpe, and Rentz 1996). Carman (1990) was perhaps the first to note that customers tend to
break service quality dimensions into various subdimensions. Such a structure more fully
accounts for the complexity of human perceptions (Dab-holkar, Thorpe, and Rentz 1996). There is
theoretical sup-port for a multidimensional, multilevel model (e.g., Carman 1990; Czepiel,
Solomon, and Surprenant 1985; Dabholkar, Thorpe, and Rentz 1996; McDougall and Levesque
1994; Mohr and Bitner 1995), but there has been little effort to identify the attributes or factors that
define the subdimen-sions. Given the complexity of evaluating the quality of ser-vice interactions,
the service environment, and the service outcome, this is a significant gap. To address this gap,
we undertook the qualitative study described in the next section.
Brady dan Cronin, mengadopsi pandangan dari Rust dan Oliver (1994) bahwa persepsi kualitas
pelayanan didasarkan pada evaluasi pelanggan terhadap 3 dimensi yaitu (1) interaksi pelanggankaryawan (kualitas fungsional), (2) Lingkungan Layanan dan (3) Outcome (kualitas teknis). Brady dan
Cronin juga mengadopsi pandangan bahwa persepsi kualitas layanan itu bersifat multi level dan multi
dimensi. Beberapa teori mendukung model multidimensi dan model multi level (seperti Carman 1990;
Czepiel, Solomon, Suprenant 1985; Dabholkar, Thorpe dan Rentz 1996), namun hanya sedikit yang
mengidentifikasi atribut-atribut atau faktor-faktor yang mendefinisikan sub dimensinya. Menurut Brady
dan Cronin, ada kesenjangan yang signifikan terhadap kompleksitas evaluasi interkasi kualitas
pelayanan, lingkungan pelayanan dan dampak pelayanan
Kami mengadopsi Rust dan Oliver (1994) melihat bahwa over-semua persepsi kualitas layanan
didasarkan pada evaluasi pelanggan dari tiga dimensi pertemuan layanan: (1) interaksi pelanggan
karyawan (yaitu, kualitas fungsional, lihat Gronroos 1982, 1984), (2) layanan ENVI-ronment (lihat Bitner
1992), dan (3) hasil (yaitu, kualitas teknologi-te; lihat Gronroos 1982, 1984). Mengingat dukungan
tumbuh-ing untuk meninjau kembali konseptualisasi mani Gronroos (misalnya, Bitner 1990; Lassar,
Manolis, dan Winsor 2000; Mohr dan Bitner 1995; Oliver 1997; Rust dan Oliver 1994) dan bukti terbaru
bahwa lingkungan layanan mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan (misalnya, Baker 1986; Bitner
1990, 1992; Spangenberg, Crowley, dan Henderson 1996; Wakefield, Blodgett, dan Sloan 1996),
kerangka yang menggabungkan ini tiga dimen-keputusan dibenarkan. Kami juga mengadopsi pandangan
bahwa persepsi kualitas layanan yang bertingkat dan multidimensional (Dabholkar, Thorpe, dan Rentz
1996). Carman (1990) mungkin yang pertama untuk dicatat bahwa konsumen cenderung untuk memecah
dimensi kualitas layanan ke berbagai subdimensi. struktur seperti lebih lengkap menyumbang
kompleksitas persepsi manusia (Dab-Holkar, Thorpe, dan Rentz 1996). Ada teori sup-port untuk model
multilevel multidimensi (misalnya, Carman 1990; Czepiel, Solomon, dan Surprenant 1985; Dabholkar,
Thorpe, dan Rentz 1996; McDougall dan Levesque 1994; Mohr dan Bitner 1995), namun ada sedikit
upaya untuk mengidentifikasi atribut atau faktor-faktor yang menentukan subdimen-keputusan. Mengingat
kompleksitas mengevaluasi kualitas ser-wakil interaksi, lingkungan pelayanan, dan hasil layanan, ini
adalah kesenjangan yang signifikan. Untuk mengatasi kesenjangan ini, kami melakukan studi kualitatif
yang dijelaskan pada bagian berikutnya.
Our model suggests that each of the primary dimensions of service quality (interaction,
environment, and outcome) has three subdimensions. Furthermore, customers aggregate their
evaluations of the subdimensions to form their percep- tions of an organization's performance on
each of the three primary dimensions. Those perceptions then lead to an overall service quality
perception. In other words, customers form their service quality perceptions on the basis of an

evaluation of performance at multiple levels and ultimately combine these evaluations to arrive at
an overall service quality perception. In addition to the qualitative study, the work of Parasuraman, Zeithaml, and Berry (1985, 1988) was used to refine the definition of the subdimensions.
There is debate about SERVQUAL's five-factor structure, but there is wide agree- ment that these
dimensions are important aspects of quality service (Fisk, Brown, and Bitner 1993). For example,
it is clear that reliable service is an important part of attaining a favorable perception of quality.
Yet there are many aspects of a quality service encounter that should be reliable, such that
reliability is not a clear dimension unless it is known what needs to be reliable. We maintain that
the dimensionality problems with SERVQUAL/SERVPERF(Cronin and Taylor 1992; Parasuraman,
Zeithaml, and Berry 1994) hinge on this issue. We therefore reposition the SERVQUAL factors as
modifiers of the nine subdimensions (see Figure 2). These subdimensions provide the necessary
foundation for answering the question of what needs to be reliable, responsive, and so on. In turn,
the SERVQUAL dimensions capture how consumers differentiate performance on these dimensions. In other words, they define how the subdimensions are evaluated. Undeniably, the relative
importance of the SERVQUAL factors may vary across each dimension depending on individual or
situational differences. That is, the SERVQUAL factors theoretically may be an important
determinant of any of the nine subdimensions.
Model kami menunjukkan bahwa setiap dimensi utama kualitas pelayanan (interaksi, lingkungan,
dan hasil) memiliki tiga subdimensi. Selanjutnya, pelanggan agregat evaluasi mereka dari subdimensi
untuk membentuk persepsi mereka tentang kinerja organisasi pada masing-masing dari tiga dimensi
utama. Mereka persepsi kemudian menyebabkan persepsi kualitas layanan secara keseluruhan. Dengan
kata lain, pelanggan membentuk persepsi kualitas layanan mereka atas dasar evaluasi kinerja pada
berbagai tingkat dan akhirnya menggabungkan evaluasi tersebut untuk sampai pada persepsi kualitas
layanan secara keseluruhan. Selain studi kualitatif, karya Parasura- manusia, Zeithaml, dan Berry (1985,
1988) digunakan untuk memperbaiki definisi dari subdimensi. Ada perdebatan tentang struktur lima-faktor
SERVQUAL, tapi ada setuju- pemerintah lebar yang dimensi ini merupakan aspek penting dari kualitas
pelayanan (Fisk, Brown, dan Bitner 1993). Sebagai contoh, jelas bahwa layanan handal merupakan
bagian penting dari mencapai persepsi menguntungkan kualitas. Namun ada banyak aspek dari layanan
pertemuan kualitas yang harus dapat diandalkan, sehingga kehandalan bukanlah dimensi yang jelas
kecuali diketahui apa harus handal. Kami mempertahankan bahwa masalah-dimensi-masalah dengan
SERVQUAL / SERVPERF (Cronin dan Taylor 1992; Parasuraman, Zeithaml, dan Berry 1994) engsel
tentang masalah ini. Oleh karena itu kami memposisikan faktor SERVQUAL sebagai pengubah dari
sembilan subdimensi (lihat Gambar 2). subdimensi ini memberikan fondasi yang diperlukan untuk
menjawab pertanyaan dari apa yang harus handal, responsif, dan sebagainya. Pada gilirannya, dimensi
SERVQUAL menangkap bagaimana konsumen membedakan kinerja ini dimensi-dimensi. Dengan kata
lain, mereka menentukan bagaimana subdimensi dievaluasi. Tak dapat disangkal, kepentingan relatif dari
faktor-faktor SERVQUAL mungkin berbeda-beda di masing-masing dimensi tergantung pada perbedaan
individu atau situasional. Artinya, faktor SERVQUAL secara teoritis mungkin menjadi faktor penting dari
setiap sembilan subdimensiGoogle Translate for Business:Translator ToolkitWebsite TranslatorGlobal
Market Finder

In our revised framework, the reliability, responsiveness, and empathy variables are
retained, but they are not identified as direct determinants of service quality. Rather, they serve as
descriptors of the nine subdimensions identified in the qualitative study. The tangibles dimension
is not identified as a descriptor because of evidence that customers use tangibles as a proxy for
evaluating service outcomes (Booms and Bitner 1981; McDougall and Levesque 1994). This
evidenceis supported by our qualitative data, because respondents regularly listed tangible

elements as influencing their perceptions of service outcome quality. Therefore, tangibles are
included as a subdimension of outcome quality. The assurance dimension was subsequently
dropped because it did not remain distinct in factor analyses. Specif- ically, assurance measures
have been found to load on sev- eral different factors depending on the industry context (see
Babakus and Boiler 1992; Carman 1990; Dabholkar, Shepherd, and Thorpe 2000; Frost and Kumar
2000; Llosa, Chan- don, and Orsingher 1998; McDougall and Levesque 1994; Mels, Boshoff, and
Nel 1997), andthey failed to remain distinct in a pretest that was conducted as part of our
research.
Dalam kerangka direvisi kami, keandalan, ketanggapan, dan variabel empati dipertahankan,
tetapi mereka tidak diidentifikasi sebagai penentu langsung dari kualitas layanan. Sebaliknya, mereka
berfungsi sebagai penjelas dari sembilan subdimensi diidentifikasi dalam studi kualitatif. Dimensi
tangibles tidak diidentifikasi sebagai descriptor karena bukti bahwa pelanggan menggunakan tangibles
sebagai proxy untuk mengevaluasi hasil layanan (Boom dan Bitner 1981; McDougall dan Levesque
1994). Ini evidenceis didukung oleh data kualitatif kami, karena responden teratur terdaftar elemen nyata
sebagai mempengaruhi persepsi mereka tentang kualitas hasil layanan. Oleh karena itu, tangibles
disertakan sebagai subdimensi kualitas hasil. Dimensi assurance kemudian turun karena tidak tetap
berbeda dalam faktor analisis. Specif- ically, langkah-langkah jaminan telah ditemukan untuk memuat
faktor-faktor yang berbeda beberapa wakil tergantung pada konteks industri (lihat Babakus dan Boiler
1992; Carman 1990; Dabholkar, Shepherd, dan Thorpe 2000; Frost dan Kumar 2000; Llosa, SDTV don ,
dan Orsingher 1998; McDougall dan Levesque 1994; Mels, Boshoff, dan Nel 1997), andthey gagal tetap
berbeda dalam pretest yang dilakukan sebagai bagian dari penelitian kami.
The results presented here are an effort to integrate the two schools and move forward.
We provide qualitative and empirical evidence that service quality is a multidimen-sional,
hierarchical construct. The paths in the research model are all confirmed, which indicates that
each subdi-mension is appropriately conceived as an aspect of service quality. Collectively, it
appears that these results contribute to the discipline in several areas. First, we provide evidence
that customers form service quality perceptions on the basis of their evaluations of three primary
dimensions: outcome, interaction, and environmen-tal quality. The first two are adapted from the
Nordic school, in particular Gronroos's (1982, 1984) seminal idea that ser-vice quality is assessed
according to customer evaluations of outcomes as well as interactions with service employees.
The third primary dimension reflects the influence of the ser-vice environment on quality
perceptions. Therefore, we offer the first empirical evidence for Rust and Oliver's (1994) threecomponent conceptualization of service quality.
Hasil yang disajikan di sini adalah upaya untuk mengintegrasikan dua sekolah dan bergerak
maju. Kami memberikan bukti kualitatif dan empiris bahwa kualitas pelayanan adalah multidimen-sional,
hirarkis membangun. Jalan dalam model penelitian semua dikonfirmasi, yang menunjukkan bahwa setiap
subdi-mension yang tepat dipahami sebagai aspek kualitas pelayanan. Secara kolektif, tampak bahwa
hasil ini memberikan kontribusi untuk disiplin di beberapa daerah. Pertama, kami memberikan bukti
bahwa pelanggan membentuk persepsi kualitas pelayanan atas dasar evaluasi mereka dari tiga dimensi
utama: hasil, interaksi, dan kualitas environmen-tal. Dua yang pertama diadaptasi dari sekolah Nordic,
khususnya Gronroos (1982, 1984) ide mani yang ser-wakil yang berkualitas dinilai sesuai dengan
evaluasi pelanggan hasil serta interaksi dengan karyawan layanan. Dimensi utama ketiga mencerminkan
pengaruh lingkungan ser-wakil pada persepsi kualitas. Oleh karena itu, kami menawarkan bukti empiris
pertama untuk Rust dan Oliver (1994) konseptualisasi tiga komponen kualitas pelayanan.
Second, our qualitative and empirical results also indi-cate that the three primary
dimensions are composed of mul-tiple subdimensions. Customers base their evaluation of the
primary dimensions on their assessment of three correspond-ing subfactors. The combination of
all these constitutes a customer's overall perception of the quality of service. On the basis of
these findings, it appearst hat a hierarchicalc on-ceptualization of service quality is appropriate.
Third, the results indicate that the reliability, responsive-ness, and empathy of service providers

are important to the provision of superior service quality, as is suggested by the American school
(e.g., Parasuraman, Zeithaml, and Berry 1985, 1988). Yet we argue that these are modifiers of the
sub-dimensions, as opposed to direct determinants. The implica-tion is that they represent how
each subdimension is evalu-ated (reliable or not, responsive or not, and so on), whereas the
subdimensions answer the question as to what about the service should be reliable, responsive,
and empathetic. Ours tudy achieves two importanto bjectives.F irst,i t con-solidates multiple
service quality conceptualizations into a single, comprehensive, multidimensional framework with
a strong theoretical base. Second, it answers the call for a new direction in service quality
research and may help alleviate the currents talemate.T hese advancesa re particularlys ignifi-cant
because a high level of service quality is associated with several key organizational outcomes,
including high market share( Buzzell and Gale 1987), improvedp rofitabilityr elative to competitors
(Kearns and Nadler 1992), enhanced customer loyalty (Zeithaml,B erry,a nd Parasuraman1 996),
the realiza-tion of a competitive price premium (Zeithaml, Berry, and Parasuraman1 996), and an
increasedp robabilityo f purchase (Zeithaml,B erry,a nd Parasuraman, 1996).
Kedua, kami kualitatif dan empiris hasil juga indi-cate bahwa tiga dimensi utama terdiri dari
subdimensi mul-tiple. Pelanggan mendasarkan evaluasi mereka dari dimensi utama pada penilaian
mereka dari tiga subfaktor bersesuaian-ing. Kombinasi dari semua ini merupakan persepsi keseluruhan
pelanggan dari kualitas layanan. Atas dasar temuan ini, appearst topi hierarchicalc on-ceptualization
kualitas layanan yang sesuai. Ketiga, hasil menunjukkan bahwa keandalan, responsif-ness, dan empati
dari penyedia layanan penting untuk penyediaan kualitas layanan yang unggul, seperti yang disarankan
oleh sekolah Amerika (mis, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry 1985, 1988). Namun kami berpendapat
bahwa ini adalah pengubah dari sub-dimensi, sebagai lawan langsung penentu. Yang implikasi-tion
adalah bahwa mereka mewakili bagaimana setiap subdimensi adalah evalu-diciptakan (terpercaya atau
tidak, responsif atau tidak, dan sebagainya), sedangkan subdimensi menjawab pertanyaan seperti apa
tentang layanan harus dapat diandalkan, responsif, dan empati. Studi kita kita mencapai dua importanto
bjectives.F irst, i t con-solidates beberapa konseptualisasi kualitas pelayanan menjadi, komprehensif,
kerangka multidimensi tunggal dengan dasar teoritis yang kuat. Kedua, menjawab panggilan untuk arah
baru dalam penelitian kualitas pelayanan dan dapat membantu meringankan arus talemate.T hese
advancesa ulang particularlys ignifi-tidak bisa karena tingkat tinggi kualitas layanan dikaitkan dengan
beberapa hasil organisasi kunci, termasuk pangsa pasar yang tinggi ( Buzzel dan Gale 1987), improvedp
rofitabilityr elative pesaing (Kearns dan Nadler 1992), meningkatkan loyalitas pelanggan (Zeithaml, B erry,
nd Parasuraman1 996), yang realiza-tion dari premium harga yang kompetitif (Zeithaml, Berry, dan
Parasuraman1 996 ), dan increasedp robabilityo f pembelian (Zeithaml, B erry, nd Parasuraman1 996).

Anda mungkin juga menyukai