Di media tersiar kabar tentang kisah gantung dirinya Rangga, seorang bocah
SMP dalam lemari, seperti diberitakan di sini, Kisah pilunya menyebar secara
cepat melalui media sosial. Ini menambah deretan panjang catatan kelam
prilaku anak remaja yang memprihatinkan. Dikabarkan Rangga adalah seorang
anak broken home yang tidak lagi tinggal bersama ayah dan ibunya. Kurang
kasih sayang, demikian dugaan penyebab perbuatan nekadnya. Bak kisah
drama dalam sinetron. Anak bermasalah produk perceraian, tak diperhatikan
orang tua, menjadi pendiam dan tertutup, lalu mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri. Sungguh rantai yang lengkap!
Bunuh diri apalagi dengan menggantung diri, tentu adalah hal mengerikan yang
bila ditilik dengan akal sehat rasanya manusia dewasa akan berpikir ribuan kali
untuk melakukannya. Apatah lagi bila ini dilakukan seorang bocah belasan
tahun. Ide gila ini harusnya lebih menakutkan bagi anak seusia mereka. Namun
mengapa bisa ini terjadi? Mengapa mereka bisa begitu impulsif?
Anak adalah jiwa yang hidup. Yang butuh perhatian dan diberi kasih sayang
yang cukup. Kadang keadaan tak beruntung menjadikan sebagian anak harus
dewasa sebelum waktunya. Diharuskan mengerti banyak hal yang belum bisa
mereka pahami. Tanpa bisa memilih, mau tak mau harus menerima kekisruhan
rumah tangga kedua orang tuanya yang berujung pada perpisahan. Andaipun
harus memilih, ikut salah satu dari kedua orang tuanya, boleh jadi inipun
menjadi hal terberat dan tak mudah bagi sang anak. Bagai buah simalakama.
Berapa pun banyaknya materi yang orang tua berikan pada anak, tak akan
mampu mengalahkan besarnya kasih sayang yang anak butuhkan. Karena bagi
anak, apalah arti uang dan materi jika harus hidup tanpa orang tua yang
disayangi. Mungkin, hal ini lah yang dirasakan anak kelas 2 SMP ini. Rangga
atau yang akrab disapa Aga adalah salah satu di antara sekian banyak anak
korban broken home. Beberapa anak masih bisa bertahan dengan orang
tuanya yang sudah tidak utuh lagi. Tidak sedikit juga yang depresi hingga
berujung pada niat untuk bunuh diri. Seperti cara yang ditempuh Aga, dia begitu
yakin bahwa Sang Pencipta jauh lebih menyayanginya daripada kedua orang
tuanya.
Berpikir jauh lah untuk anda para orang tua yang telah memiliki anak tetapi
merencanakan untuk bercerai. Kemungkinan besar efek perceraian itu akan
membuat anak anda mempunyai rencana mengerikan juga yaitu mengakhiri
hidupnya.
Hal ini ditemui oleh para peneliti dari Universitas Toronto yang meneliti terhadap
6.647 orang dewasa, termasuk 695 diantaranya yang masih berumur di bawah
18 tahun saat orang tua mereka bercerai. Hasilnya orang yang tumbuh dalam
keluarga broken home (orang tua cerai) lebih mudah terdorong melakukan
tindakan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang tumbuh di tengah
keluarga yang harmonis dan lengkap.
Dari penelitian itu juga ditemukan bahwa perceraian menimbulkan efek yang
berbeda bagi laki-laki dan wanita. Laki-laki dengan orang tuanya bercerai ketika
masih anak-anak berisiko tiga kali lebih serius lakukan bunuh diri dari pada lakilaki lain. Wanita dewasa yang tumbuh dalam keluarga dengan orang tuanya
cerai terindentifikasi 83 persen berpikir lakukan bunuh diri dibanding dengan
mereka yang orang tua masih harmonis.
Pelajaran yang bisa kita ambil adalah perceraian mungkin menghasilkan jalan
terbaik untuk kedua pasangan, namun tidak untuk anak mereka bahkan
keluargapun dapat mendapat efek buruk dari hal ini seperti hilangnya
kepercayaan. Ikatan janji yang telah dipersatukan Tuhan didalam pernikahan
adalah janji kudus yang harus dijaga.
Sumber : Suara Pembaruan Online/dpt
I.
AGA
Orang tua Aga bercerai sejak dia masih kecil. Ayah dan ibunya sudah
menikah lagi. Ayah Aga tinggal di Jakarta bersama istri barunya. Begitu
juga dengan ibu Aga yang tinggal dengan suami barunya di Surabaya.
Sedangkan Aga sendiri, sejak orang tuanya berpisah, dia tinggal bersama
nenek dan tantenya. Rangga atau Aga, korban broken home. Seperti
korban broken home lainnya, Aga tentu merasakan kerinduan kasih sayang
yang mendalam dari kedua orang tuanya. Ayahnya juga sering berjanji
untuk datang dan menemui. Namun, janji hanya sebatas di mulut saja.
Ayah yang Aga tunggu jarang datang menemuinya. Bukan salah Aga, jika
dia merasa ayah dan ibunya sudah tidak lagi cinta kepadanya.
2. Depresi sejak kecil
Lima tahun setelah orang tuanya bercerai, Aga sudah menunjukkan bahwa
dia sangat depresi dan cenderung suicidal. Namun sayangnya, kedua
orang tua Aga tidak menyadari hal tersebut. Mereka seakan tidak begitu
peduli terhadap apa yang terjadi pada psikis anaknya. Aga tumbuh dari
keluarga yang berada dan termasuk anak yang cerdas. Dia menimba ilmu
pendidikan di sekolah yang elit. Di usia yang masih sangat muda, dia
bahkan berkomunikasi dengan ibunya menggunakan bahasa inggris.
Namun sayang, pikirannya kosong dan dia juga haus kasih sayang dari
orang tuanya.
3. Merencanakan kematian
Rupanya, sudah lama Aga merencanakan kematiannya mengingat ayah
dan ibunya yang sudah tidak lagi sayang kepadanya. Dia lebih memilih
kematian dan ingin kembali kepada Sang Pencipta karena menurutnya,
Tuhan pasti lebih mencintainya, melebihi cinta ayah dan ibunya.
Sebenarnya, tanda bahwa Aga ingin segera mengakhiri hidupnya sudah
terlihat. Aga juga menulis secara detail rencana kematiannya di smartphone
miliknya. Hanya saja, orang orang di sekitarnya belum peka. Salah satu
contohnya, dia mulai memberikan mainan yang dia sukai kepada teman
temannya. Seperti menunjukkan, bahwa dia akan segera pergi.
4. Gantung diri di lemari
Seperti yang telah direncanakan di smartphonenya, Aga mengakhiri
hidupnya pada hari Selasa, 13 Januari yang lalu. Namun sebelumnya,
sejak Minggu dia sudah berpuasa dengan harapan saat sudah tiada nanti,
dia tidak mengeluarkan kotoran dari tubuhnya. Dan akhirnya, dia gantung
diri di lemari dengan menekukkan kedua kakinya. Sekali lagi, Aga hanya
salah satu contoh di antara jutaan korban broken home lainnya. Dan
semoga kisah Aga ini dapat membuka mata hati semua orang tua yang
merasa kurang memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. Karena
materi dan uang, tak kan mampu menggantikan kasih sayang yang anak
butuhkan.
II.
DWI SUPRIYANTO
Duka mendalam atas kepergian Santa Maria Claudia (8) tidak hanya terasa di
tengah keluarga Sri Lestari (32) dan Oktavianus Cahyo Saputro (36). Guru di
SD Ngabeyan 3, Kartasura pun merasakan kehilangan sosok gadis periang dan
pintar. Saat ditemui di SD Ngabeyan 3, Kartasura, Waliyani, salah satu guru,
terisak menangis saat menceritakan siswinya tersebut. Claudia dikenal sangat
disiplin dan tergolong siswa cerdas. Waliyani, guru kelas 2 SD Ngabeyan,
menuturkan, Claudia yang mengungkapkan kata-kata terakhir sebelum
meninggal.
Liputan6.com, Bandung - Akibat istri minta cerai dan tidak memberikan hak
asuh anak, seorang suami di Bandung Barat, Jawa Barat membakar diri
bersama putranya yang berusia 1 tahun.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Minggu (5/10/2014), Di ruang
Intensive Care Unit (ICU) RS Hasan Sadikin, Bandung, bocah bernama Raditia
dirawat.
Raditia dan ayahnya Rahmat Syarifudin menjalani perawatan karena
mengalami luka bakar sekitar 80 persen. Sayangnya pada Sabtu malam 4
Oktober kemarin, nyawa Raditia tidak bisa diselamatkan dan harus pergi untuk
selamanya akibat tindakan brutal sang ayah.
Rahmat yang emosi karena istrinya mengajukan gugatan cerai dan tidak mau
memberikan hak asuh anak, membakar diri bersama Raditia yang berada
dalam gendongannya.
Polisi sendiri telah mengamankan sejumlah barang bukti berupa botol berisi
bensin dan korek api gas, namun belum menetapkan tersangka dalam kasus ini
karena pelaku yang membakar diri masih dalam kondisi kritis. (Mut).
V.
Seorang tukang ojek di Kota Serang, Nasirudin (50) nekat mengakhiri hidupnya
dengan cara gantung diri di dalam rumah kontrakannya di Perumahan Bumi
Agung Permai I blok V2, no 21, Kelurahan Unyur, Kota Serang, Banten pada
hanya di dalam kamar. Namun setiap malam korban selalu keluar rumah, tidak
dengan tadi malam. "Dia meninggalkan surat yang ditujuhkan kepada
keluarganya, jika keputusan dia untuk mengakhiri hidupnya bukan kesalahan
keluarganya namun kesalahan dia sendiri. Dia juga minta maaf dan meminta
agar keluarganya tidak mengharapkan dia lagi. Bukan karena putus cinta
karena dalam surat terakhirnya tidak ditulis masalah cinta," ujarnya.
Kapolsek menambahkan, akibat perceraian kedua orang tuanya, korban tidak
melanjutkan sekolahnya. Padahal korban dikenal anak yang pintar khususnya
di pelajaran Bahasa Inggris, korban pernah meraih juara pertama lomba pidato
Bahasa Inggris tingkat Kabupaten Mojokerto. "Seharusnya tahun ini lulus SMA
tapi dia tidak melanjutkan, kata keluarga dia juga pernah mondok di Pacet tapi
hanya sebentar. Korban mengurung diri sehingga pihak keluarga tidak tahu
masalahnya, anaknya pendiam. Pihak keluarga meminta tidak dilakukan otopsi
tapi hasil identifikasi memang tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh
korban," jelasnya. Korban murni meninggal karena gantung diri karena di leher
korban ditemukan merah bekas lilitan kaos serta air mani yang keluar sehingga
jenazah korban langsung diserahkan ke pihak keluarga untuk dimakamkan.
Pihak keluarga juga mau menandatangi surat pernyataan tidak dilakukan
otopsi.
Aku yakin setiap manusia memiliki lembar kehidupan kelam dalam sejarah
hidupnya. Dan begitu juga aku. Dipicu oleh kekecewaan terhadap perceraian
orang tua, aku terjatuh dalam kubangan dosa dan derita. Meski saat ini aku
sudah bekerja di Hong Kong, tapi masa`lalu yang suram itu ternyata sulit
dilupakan.
Aku sungguh tak mengerti kenapa dulu bapak dan ibuku pisah ranjang dan
memilih kembali ke orang tua masing-masing. Mereka memutuskan pisah,
tanpa memperdulikan anak-anaknya. Padahal usiaku baru delapan tahun
dengan tiga adik yang masih kecil. Si bungsu yang kembar bahkan masih netek
pada ibu. Meski samar-samar, sebagai anak sulung, aku, -panggil saja Delwismasih bisa mengingat bagaimana perjalanan rumah tangga orang tuaku.
Layaknya mayoritas warga desa kami di Malang, Kakek dan nenek atau kedua
orang tua dari ayah ibuku, hidup jauh dari kecukupuan. Sehari-hari mereka
bekerja mencari rumput untuk hewan piaraan merangkap buruh tani. Setelah
bapak ibu kenalan, pacaran, dan akhirnya menikah, kehidupan tetap tak
berubah. Seperti kakek dan nenek, mereka bertani di sawah milik orang lain.
Bapak dan ibuku pernah bercerita, semasa pacaran mereka berjanji akan setia
selamnya sampai mati. Biarpuun hidup dalam gubuk bambu dan makan
seadanya, mereka bahagia yang penting bisa bersama. Tapi itu dulu, ketika aku
dan adik-adiku belum hadir. faktanya, setelah kehadiran anak dalam rumah
tangga, janji mulia itu pudar perlahan. Padahal mereka sadar kehadiran anak,
sejatinya adalah anugerah. Titipan tuhan yangharus dijaga dan dilimpahi kasih
sayang.
Awalnya, orang tuaku menjalankan amanah tersebut. Sebelum perpisahan,
mereka bekerja banting tulang siang dan malam. Tak jarang dengan alasan
10
puasa, seharian mereka tidak makan dan minum. Lantaran memang tidak ada
yang dimakan. Itu semua hanya demi aku dan adik adikku.
Tiap malam ibu tak pernah di rumah. keliling kampung jualan serabi. Atau
jualan kacang rebus dan jagung bakar di stasiun. Siangnya, ibu masih sempat
pergi ke sawah mencari sayur semanggi dan menjualnya ke tetangga. Bapakku
tak jauh berbeda. Sejak pagi sudah pergi ke sawah, pulang menjelang adzan
mahgrib.
Melihat kedua orang tua yang pontang panting mencari nafkah,aku tak tinggal
diam. Aku mengambil alih pekerjaan rumah sekaligus menjaga adik-adik.
Mungkin benar, saat itu orang tuaku sudah sangat lelah menghadapai
kenyataan hidup. Meskipun sudah ditempuh dengan doa dan usaha. Tapi
apakah semata-mata himpitan ekonomi, orang tua lalu memilih berpisah?
Kenapa mereka tidak menungguku sedikit lebih dewasa, lagi. Sampai aku bisa
mencari uang sendiri?
Tega. Begitulah aku menilai kedua orang tuaku. Hanya karena ego, anak
dijadikan korban. Seperti anak kecil yang sedang bertengkar, bapak dan ibu
memilih kembali ke orang tua masing-masing. Ibu membawa serta ketiga adiku,
sementara aku ikut bapakku. Sunguh tak ku sangka aku bakal berpisah dengan
adik-adik dan ibu yang aksayangi.
Jahatnya lagi, ibu tak mau mengunjungiku di rumah bapak. Begitujuga bapak,
tak sekalipun mengajakku ke rumah . Bagi aku yang membuka jalan rahim
ibunda, sikap mereka sangat keterlaluan. Sampai-sampai aku yang saat itu
kelas 4 SD, kerap di cemooh oleh teman-teman. Karena tidak konsen,
Instruktur di sekolah pernah memarahiku. Lantaran, tak bisa mengerjakan tugas
dipapan tulis. Goblok, kamu tak punya orang tua lagiujarnya.
Karena tak betah dengan kondisi di rumah, menjelang lulus SD, aku nekat
minggat dari rumah. Aku masih berseragam pramuka, karena hari itu sabtu.
Bekalku hanya uang iuran bulanan, yang hari itu rencananya hendak
kubayarkan kesekolah. Iuran SPP yang menunggak tiga bulan. Tindakan itu
terpaksa kulakuka, karena- setelah dua tahun pisah ranjang- belum ada titik
terang kapan akur bapak ibumau akur atau bercerai. Mereka Cuma pisah
ranjang.
Dalam keadaan suntuk, aku naik bis menuju Surabaya. Tujuanku hanya satu:
melepas kejengkelan terhadap sikap orang tua. Namun setiba di terminal Joyo
Boyo (waktu itu, sebelum pindah ke Bungurasih) aku kebinggungan sendiri. tak
punya arah dan tujuan. Pokoknya aku hanya ingin pergi dari rumah.
Menjadi pengemis dan pencopet
Selama tiga hari empat malam, aku masih belum tahu hendak berbuat apa.
sementara uangku ludes tak tersisa. Terpaksa, aku tidur di emperan terminal.
Membaur dengan pengemis jalanan dan kaum pinggiran lainnya. Esokannya,
aku ikut-ikutan menadahkan tangan layaknya pengemis. Namun berhari-hari
dengan kondisi perut yang semakin melilit, tak jua aku beroleh rizeki.
Jangankan uang, welas asih saja tak kudapat. Aku malah pernah di tendang
karena meminta dengan sedikit memaksa.
11
Sedikit kusadari kenapa aku tak laku sebagai pengemis. Sebernarnya Tuhan
memberikan karunianya yang sangat besar padaku. Di berinya aku wajah yang
imut dan manis. Bodyku kelihatan segar dan lumayan bagus meski usiaku baru
12 tahun. Selain itu, rambutku pirang. Tidak terlalu lebat dan sedikit kemerahan,
karena sering selulupan atau keramas di sungai.
Gagal menjadi pengemis terminal, aku mencoba melamar kerjaan ke warung
yang berjejer di sepanjang terminal. Warung pertama, mjenolak. Warung kedua,
ber alasan sepi pembeli. Warung ketiga, tak butuh tenaga lagi. Warung ke
empat kelima dan seterusnya, hanya membuatku sakit hati. Ternyata
bukan hanya orang tua, orang lainpin tak ada yang peduli terhadap nasib gadis
kecil yang kehilangan kasih sayang.
Sempat terbersit untuk kembali pulang, tapi aku terlanjur tak punya uang
ongkos. Pernah aku mengeluh pada kondektur dan sopir bis jurusan kotaku
agar memberi tumpangan. Tapi mereka juga tak punya hati dan perasaan. Di
usir! Sangking lelahnya, aku ketiduran di runag tunggu terminal.
Sayup-sayup aku mendengar suara lembut membangunkanku. Karena masih
samar dan seperti mimpi, aku tak hirau. Selanjutnya ia menguncang tubuhku
pelan. Aku masih tak hirau. Mungkin, karena kesabarannya habis ia
membentak dan memukulku dengan kasar. Aku gelagapan. Di hadapanku,
berdiri seorang laki-laki berusia 25-an tahun. Rambutnya gondrong di ikat karet.
Badannya kurus dan tidak terlalu tinggi. Di lengan kirinya ada tato scorpio.
Pakaiannya cukup necis dan bertopi Nike. Dan tatapannya, duh. Sangarnya
minta ampun.
Aku beringsut kebelakang. juangan takutujarnya sambil duduk di sampingku.
Laki-laki yang mengaku bernama Bandi itu, lalu mengajakku ke tempat
tinggalnya yang tak seberapa jauh dari terminal. Sebuah rumah beton
berukuran 5 kali 6 meter persegi. Terdiri dari dua kamar plus kamar tamu yang
di biarkan los. Ini yang bikin aku risih dan merinding. Tas kresek yang entah apa
isinya, hampir memenuhi tiap pojokan rumah. Puntung rokok, kaleng dan botolbotol minuman berserakan di mana-mana. Sepertinya tempat itu tak pernah di
bersihkan.
Anehnya, di salah satu kamar-konon bilik Bandi- sangat rapi dan bersih. Poster
westlife menhias di setiap dinding. Perabotannyapun lumayan lengkap. Mulai
dari lemari plastik hingga TV/VCD. Di kamar Mas Bandi_begitu aku akhirnya
memanggil_ memberiku makan, meminjami baju, juga mempersilahkan aku
beristirahat.
Singkat cerita, sejak itu hidupkupun berada dalam kekuasaannya. Mas Bandi
ternyata seorang pencopet ulung dan pemimpin geng anak-anak pengamen
jalanan. Akhirnya di tangannya aku ikut menjadi pencopet, penjambret dan
pencuri. Mula-mula, aku canggung saat hendak beroperasi. Tapi karena kerja
sama antar time cukup baik, aku -yang pernah sukses mencopet uang dalam
jumblah besar- jadi ketagihan. Setelah jalan dua tahun, aku menjadi pencopet
profesional. Banyak bandit lain yang ingin mengajak kerjasama, atau
12
bergabung jadilah, aku dan Mas Bandi-yang kemudian jadi pacarku- jarang
beroperasi, kecuali memantau dan memberi komando.
Dengan pendapatan yang semakin meningkat, tiap malam kami hura-hura di
tempat-tempat hiburan malam di Surabaya. Sampai suatu hari, Mas Bandi
menerima tawaran seorang big bos narkoba untuk menjadi pengedar dengan
sistem setor sekali sebulan.awalnya berjalan mulus namun suatu uang setoran
tak mencukupi. Terpaksa kami menyusun rencana untuk turun ke jalan.
Mencopet!
Namun, setinggi-tingginya tupai melompat, akhirnya terjatuh juga. Pepatah itu
sangat tepat untuk melukiskan nahas yang menimpa Mas Bandi. lelaki yang
sudah kuanggap seperti dewa ini tertangkap fihak berwajib saat sedang
beraksi. Aku yang saat itu tidak jauh dari tempat itu, hanya terduduk lemas
tanpa daya. Aku yakin Mas Bandi bakal dihukum berat, karena saat itu ia
membawa beberapa butir ekstasi yang hendak di berikan kepada temannya.
Saat menjadio tahanan pilisi, aku masih sering mengunjungi Mas Bandi,
mengaku sebagai adiknya. Namun dalam kunjunganku yang kesekian, aku tak
lagi bisa menjumpainya di sana. Menurut petugas, Mas Bandi sudah
dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan dengan vonis 13 tahun penjara. Ake
lemas sekaligus merasa berdosa. Sebab, sewaktu masih dalam tahanan polisi,
ia pernah memintaku menghubungi bosnya, minta uang dalam jumblah yang
sangat besar. Pesan itu tak kutunaikan, karena aku trauma melihatnya digiring
polisi saat penangkapan.
Aku sendirian lagi, tanpa mas bandi yang selama ini menemani hari-hariku.
Saat itu aku sempat memutuskan hendak pulang dan kembali ke orang tua.
Namun rencana tersebut tak pernah kesampaian. Hari itu saat itu aku
nongkrong di terminal seorang wanita paruh baya itu mengajakku kenalan dan
berbagi cerita. Ujung-ujungnya, mami W sebut saja begiitu-menawariku
bekerja di tempatnya. Yup, ia seorang mucikari di perkampungan Dolly. Tanpa
pikir panjang, ku terima ajakannya.
Resmilah aku menjadi anak buah mami W. Aku di beri fasilitas memadai dan
dipinjami uang untuk membeli berbagai kebutuhan terutama bajudinas. Entah
kenapa tidak juga aku menyadari bahwa yang ku lakukan itu salah dan sesat.
Kupikir, bekerja sebagai PSK pun butuh pengorbanan dan perjuangan serta
memeras keringat demi untuk mendapatkan uang.
Setelah kerja beberapa bulan, aku bisa melunasi hutangku pada mami.
Pendapatan berikutnya aku kirimkan ke kampung halaman dan sebagian aku
tabung sendiri. Kepada orang tua yang belakangan kudengar sudah resmi
bercerai, aku mengaku bekerja di restaurant.
Terserang penyakit kelamin
Bekerja pada dunia malam harus ekstra hati-hati terutama menyangkut
kesehatan. Sekali teledor, bisa berakibat fatal. Inilah yang akhirnya terjadi pada
diriku. Aku terjangkit penyakit kelamin. Bersamaan denganku, ada teman satu
kantor ku yang beberapa hari lalu di pulangkan ke kampung, setelah dokter
13
IX. DEKI
deki ia adalah seorang anak yang menjadi korban perceraian kedua orang
tuanya semasa kecil. Semasa kecil deki dihabiskan lebih banyak di rumah dan
sekolah seperti kebanyakan anak-anak pada umumnya. Karena ayahnya
terlibat masalah dengan kepolisian dan ibunya bekerja menjadi buruh disebuah
pabrik yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya saat itu. Hari demi haripun
telah berlalu dan deki kecilpun tumbuh sedikit lebih besar. Lalu ibu deki
menitipkan deki dirumah teman ibunya, kemudian ibunya mengambilnya
kembali karena ibunya akan bekerja menjadi tkw diluar negri tepatnya dinegara
malaysia, dan menitipkan deki kecil kerumah ayah kandungnya yang sudah
lepas dari masalah dengan kepolisian. Namun semasa hidup dengan ayahnya
deki memutuskan terjun kejalan menjadi pengamen untuk membantu ekonomi
14
ayahnya yang pada saat itu telah kehilangan semua harta benda yang telah
dimilikinya, dikarenakan musibah yang menimpa bengkel sepatu milik ayahnya
saat itu bangkrut. Karna pergaulan dan teman-teman deki dijalan, akhirnya deki
kecil sedikit demi sedikit menjadi terpengaruh oleh teman-temannya dijalanan,
sampai kadang ia tidak pulang kerumah ayahnya maupun kerumah neneknya,
ia mengikuti teman-temannya untuk ikut-ikutan tidur dijalanan. Deki kecil
akhirnya memutuskan untuk tidak sekolah dan memilih jalanan serta
mengamen sebagai pilihannya saat itu, karena deki kecil asyik dengan dunia
barunya iapun lupa dengan rumah dan ayahnya, bahkan kadang ia tidak pulang
sampai satu minggu terkadang dua minggu ia baru pulang untuk melihat
keadaan ayahnya. Hari demi hari terus dilalui deki kecil yang semakin asyik
dengan dunianya dan semakin lupa dengan rumah dan orang tuanya hingga
berbulan-bulan lamanya deki kecil tidak pulang kerumah ayahnya. Pada saat
deki kecil pulang kerumah ayahnya, deki kaget karena ternyata ayahnya sudah
tidak tingal dirumah itu lagi dan ia tidak tau kemana ayahnya pindah dan sejak
kapan ia pindah deki tidak mengetahui tentang itu. Satu-satunya yang ia
ketahui adalah keberadaan ibunya yang masih bekerja di malaysia namun
sebaliknya ibunya tidak mengetahui keberadaan deki saat itu, akhirnya dengan
perasaan sedih, deki memutuskan kembali kejalan berkumpul bersama temantemannya. Bertahun-tahun ia tinggal dijalan, dan tidak bisa dipungkiri kalau
narkoba menjadi kesehariannya, sampai deki kecil tumbuh menjadi besar tanpa
kedua orang tuanya yang seharusnya menemani ia menjadi besar namun takdir
berkata lain. Deki besar kemudian bergabung menjadi anak binaan disuatu
lembaga pemerintah yang bergerak dibidang kesejateraan sosial anak jalanan
dan anak terlantar yang biasa disebut yayasan atau rumah singgah. Sedikit
demi sedikit, deki besar mulai bisa melupakan masa kelamnya yang suram,
deki besar mulai melepaskan keterbiasanannya menghisap/ menghirup lem
aibon yang biasa digunakan para pengrajin sepatu untuk merekatkan bahan
dasar membuat sepatu, yang menurut deki bisa membuatnya tenang dari
kenyataan hidupnya yang pahit, karena ia bisa menghayal dan
mengimajinasikan sesuatu yang tidak pernah ia miliki dan ia rasakan selama
hidupnya. Namun tidak jarang pula terlintas hasrat untuk menghirup lem aibon
kembali dalam dirinya, jika hasrat itu datang deki beralasan meminta izin
kepada teman-temannya dan pengurus rumah singgah tempat deki tinggal
untuk mengamen, tetapi itu hanya alasannya saja untuk memenuhi hasratnya
dan kembali kepada teman-teman lamanya yang berlokasi tidak jauh dari
pasar senen jakarta pusat untuk menghirup kembali lem aibon. Waktupun
berlalu akhirnya deki pun mengetahui dan menemukan keberadaan ayah
kandungnya setelah bertahun-tahun meninggalkannya begitu saja, namun
pembaca bisa menilai siapakah sebenarnya yang meninggalkan?? Deki
ataukah ayahnya..??. Setelah bertahun-tahun deki berpisah dengan ayahnya
deki akhirnya menemukan tempat tinggal ayahnya, yang kebetulan jaraknya
tidak jauh dari lembaga sosial atau yayasan tempat ia tinggal sekarang, lalu ia
mendatangi alamat tersebut dengan menaiki sepeda seorang tetanga yang ia
15
pinjam menuju alamat tempat tinggal ayahnya. Dengan hati yang sangat-sangat
senang deki terus menggoes pedal sepeda dengan semangat berharap
bertemu dengan ayahnya kembali. Ternyata dewi keberuntungan sedang
berada dipihaknya dan akhirnya deki bertemu dengan ayahnya yang sudah
menikah lagi dan telah memiliki keturunan dari istri barunya. Walaupun hanya
bertemu ayahnya saja ia sangat senang dan bahagia meskipun deki tidak
bertemu dengan ibu kandungnya, namun ia mengetahui kabar ibunya yang
menurut ayahnya masih berada di malaysia menjadi tkw, deki besar kemudian
memilih tinggal bersama ayah kandungnya. Kini hari-hari deki menjadi lebih
bermakna dan deki lebih merasakan hidupnya menjadi lebih hidup selama ini
setelah bertemu dengan ayahnya. Setelah beberapa bulan tinggal dengan
ayahnya deki merasakan keganjilan pada ibu tirinya, yang menurutnya tidak
senang dengan kehadiaran dirinya beberapa bulan belakangan ketika tinggal
dengan ayahnya, lalu deki memutuskan untuk kembali tinggal di lembaga sosial
atau rumah singgah tempat dulu ia pernah tinggal sebelum bertemu dengan
ayahnya dulu. Saat tinggal di rumah singgah ia selalu menyempatkan diri untuk
pulang kerumah ayahnya, namun takdir kembali bekehendak lain pada diri deki.
Ketika deki tidak sempat pulang beberapa hari kerumah ayahnya, pada saat itu
deki merasakan ingin sekali pulang kerumah ayahnya, malam itupun ia segera
bergegas menuju rumah ayahnya. Namun lagi-lagi dewi fortuna tidak berada
dipihaknya, deki mendapati rumah ayahnya sudah kosong dan deki tidak
menemukan ayahnya. Dengan hati kecewa dan sedih, deki mencoba bertanya
kepada tetangga rumah kosong tersebut untuk mendapatkan keterangan
tentang ayahnya, kemudian seseorang tetangga berkata kepada deki, kalau
rumah tersebut sudah kosong beberapa hari yang lalu tanpa menitipkan pesan
untuk deki. Dengan hati yang sangat-sangat kecewa, deki terbaring lemas
diteras rumah kosong tersebut dan terlelap tidur dalam kesedihan dan
kekecewaan yang mendalam hingga sang surya menyorotkan sinarnya untuk
membangunkan deki dari tidur lelapnya.
16