Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu keluhan atau tanda,
bukan penyakit. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau penyakit
umum. Penting sekali mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping perlu juga
menemukan dan mengobati sebabnya. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin
hampir 90% dapat berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang
dilakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya.
Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien,
bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong. Pada umumnya terdapat dua sumber
perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari
Pleksus Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat
berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Epistaksis biasanya terjadi tibatiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa
perlu memanggil dokter.Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali.

LAPORAN KASUS

Bapak Napitulu, 45 tahun executive suatu bank, datang ke tempat anda dengan keadaan
yang cemas, masih bisa berjalan dan duduk sendiri, dengan handuk kecil menutupi hidungnya
yang sudah penuh darah.
Sebagai dokter yang belum begitu mengenal pasien tersebut, apa tindakan dan rencana
anda selanjutnya. Setelah mendapat kesan bahwa fungsi vital penderita masih baik, anda
menghentikan perdarahannya dengan memasang tampon anterior kemudian melanjutkan dengan
anamnesis.
Perdarahan hidung dialami baru pertama kali, setelah melakukan olahraga senam, kirakira jam yang lalu, jumlahnya gelas minum. Keluar darah intermitten dan tidak berhenti
dengan pencet hidung dan kompres es.
Sebelumnya penderita sudah sering mengeluh pusing kepala. Tidak pernah sakit berat
sampai dirawat, tidak pernah mengalami trauma kepala. Tidak pernah sakit berat sampai dirawat,
tidak pernah mengalami trauma kepala / trauma hidung / operasi hidung.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
KU

: lemah, masih bisa duduk dan berjalan sendiri

Kesadaran

: CM

Suhu

: 37 C

Tekanan darah

: 160 / 90 mmHg

Pernapasan

: 20x/menit

Bunyi jantung

: murni

Paru-paru

: sonor, vesikuler
2

Hepar & Lien

: tidak teraba

Ekstremitas

: hangat

Status Lokalis
Telinga

: ADS; LT lapang, MT intak mengkilat

Hidung

: Masih terlihat darah merembes dari tampon anterior. Anda


putuskan untuk mencabut kembali tampon anterior dan
mengeksplorasi lebih lanjut kavum nasinya. Pada waktu darah di
hidung dibersihkan dengan suction terlihat vestibulum dan
septum licin, tenang. Tampak asal perdarahan dari bagian
belakang hidung di bawah konka media, berdenyut.

Tenggorok

: Tonsil T1/T1 tenang


Faring tenang
Ada darah yang mengalir di dinding faring belakang

Pemeriksaan Laboratorium
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hb
Leukosit
Erythrocyte
Jumlah Thrombocyte
Bleeding time
Clotting time
PTT

8. SGPT

: 12 g %
: 7000 / ml
: 4,5 juta / ml
: 260.000 / ml
: 2 (Duke)
: 6 (Lee&White)
: 13
: 28 / l

9. SGOT

: 31

10. Ureum
11. Creatinin
12. Asam Urat
13. Glucose darah sewaktu
14. Cholesterol
15. Triglyceride
16. HDL
17. LDL

: 24 mg/dl
: 1,0 mg /dl
: 5 mg/dl
: 135 mg%
: 260 mg/dl
: 220 mg/dl
: 33 mg/dl
: 145 mg/dl

/l

PEMBAHASAN

Masalah
Keluar darah dari hidung

Dasar masalah
Anamnesis dan pemeriksaan

Hipotesis
Lokal: trauma, infeksi hidung
4

fisik

paranasal, tumor, pengaruh


lingkungan, benda asing dan
rinolit , dan idiopatik.
Sistemik: penyakit
kardiovaskuler, kelainan
darah, infeksi sistemik, dan
gangguan endokrin.

Anamnesis Tambahan
Riwayat penyakit sekarang

Apakah sebelumnya ada jatuh atau korek hidung?


Sejak kapan mulai berdarah dan sudah berapa banyak perdarahannya?
Sudah berapa lama berdarahnya?
Apa kegiatan sebelum terjadinya perdarahan?
Apakah unilateral atau bilateral?
Apakah ada hematemesis dan / atau melena?

Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelunya pernah terjadi kejadian serupa?


Apakah pasien ada riwayat hemofili?
Apakah ada penurunan berat badan dalam beberapa bulan ini?
Apakah punya riwayat DM atau hipertensi?

Riwayat kebiasaan

Apakah merokok atau mengkonsumsi alkohol?


Apakah bekerja ditempat yang dingin atau bekerja di tempat industri?

Riwayat pengobatan

Apakah ada mengkonsumsi obat antikoagulan?

INTERPRETASI PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
KU

: lemah, masih bisa duduk dan berjalan sendiri walaupun pasien


terlihat lemah dikarenakan perdarahan yang dialaminya, namun
belum terjadi syok. Sehingga ia masih bisa duduk dan berjalan
sendiri.

Kesadaran

: CM pasien masih dalam keadaan sadar penuh.

Suhu

: 37 C masih dalam batas normal yaitu 36,5 - 37,2 C.

Tekanan darah

: 160 / 90 mmHg menunjukkan Hipertensi Stage II menurut


Kriteria JNC VII dimana nilai systole 160 mmHg.

Pernapasan

: 20x/menit nilai normal pernapasan Pria adalah 14-18 x/menit,


pasien ini dalam keadaan tachypnoe.

Bunyi jantung

: murni normal, berarti tidak ditemukan bunyi jantung


tambahan. Tidak ada kelainan.

Paru-paru

: sonor, vesikuler normal, berarti tidak ditemukan kelainan.

Hepar & Lien

: tidak teraba normal, tidak terjadi pembesaran.

Ekstremitas

: hangat normal, berarti perfusi masih bagus.

Status Lokalis
Telinga

: ADS; LT lapang, MT intak mengkilat normal, tidak ada


kelainan.

Hidung

: Masih terlihat darah merembes dari tampon anterior. berarti


perdarahan tidak berasal dari bagian anterior. Anda putuskan

untuk mencabut kembali tampon anterior dan mengeksplorasi


lebih lanjut kavum nasinya.
Pada waktu darah di hidung dibersihkan dengan suction terlihat
vestibulum dan septum licin, tenang. tampak tidak ada
kelainan, semakin mendukung kemungkinan perdarahan yang
bukan berasal dari anterior, karena di daerah septum merupakan
tempat dari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan
anterior.
Tampak asal perdarahan dari bagian belakang hidung di bawah
konka media, berdenyut. ditemukan sumber perdarahan
berasal dari bagian posterior, dan berdenyut menyatakan bahwa
perdarahan berasal dari arteri.
Tenggorok

: Tonsil T1/T1 tenang normal, tidak terjadi pembesaran dan


peradangan tonsil.
Faring tenang tidak terjadi peradangan.
Ada darah yang mengalir di dinding faring belakang darah
berasal dari naso faring akibat dari perdarahan yang terjadi
pada posterior hidung, sehingga darah akan mengalir sampai ke
oro faring.

INTERPRETASI LABORATORIUM
Hasil
1. Hb

: 12 g %

Kadar normal
13.5 17.5 (13 16) (g/dl)

Intrepretasi
Agak sedikit menurun karena
pasien mengalami perdarahan

2. Leukosit : 7000/ml

3. Eritrosit : 4,5 juta/ml

4.000 11.000 (5.000

Pada pasien normal menandakan

10.000) (/ul)

tidak adanya infeksi pada pasien

4.5 5.9 (4.5 5.5) (juta/ul)

Pasien berada pada batas bawah

namun masih normal,


diperkirakan karena perdarahan
4. Jumlah trombosit:
260.000/ml

150.000 440.000 (150.000

Normal

400.000) (/ul)

5. Bleeding time : 2

1-8

Normal

6. Clotting time : 6

5 15

Normal

7. PTT : 13

25 35

Menurun, merupakan faktor


resiko terjadinya thrombus

8. SGPT : 28 /L

5 41 (u/l)

Normal

9. SGOT : 31 /L

5 40 (u/l)

Normal

10. Ureum : 24 mg/dl

15 40 (mg/dl)

Normal

11. Creatinin : 1,0 mg/dl

0.5 1.5 (mg/dl)

Normal

12. Asam urat : 5 mg/dl

3.4 7.0 (mg/dl)

Normal

13. Glucose darah sewaktu:

: < 150 (mg/dl)

Normal

< 200 (mg/dl)

Meninggi merupakan faktor bisa

135 mg%
14. Cholesterol : 260 mg/dl

terjadinya arteroskelosis
15. Triglyceride : 220 mg/dl

< 150 (mg/dl)

Meninggi merupakan faktor bisa


terjadinya arteroskelosis

16. HDL : 33 mg/dl

> 55 (mg/dl)

Menurun menyebabkan
perbandingan LDL dan HDL
menjadi tidak bagus,merupakan
faktor bisa terjadinya
arteroskelosis

17. LDL : 145 mg/dl

< 150 (mg/dl)

Normal
8

Mekanisme terjadinya masalah (Patofisiologi)


Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan bahwa tekanan darah 160/90 mmHg hipertensi
grade 2 secara tidak langsung epikstasis. Pada kasus ini jenisnya epistaksis posterior
tingginya tekanan pada pembuluh darah pecahnya pembuluh darah. Selain itu, dari hasil
anamnesis diketahui pasien mengalami epistaksis setelah melakukan senam meningkatkan
tekanan darah. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan pula bahwa kadar LDL pasien
ini meninggi aterosklerosis penyempitan lumen pembuluh darah sehingga karena
sempitnya saluran meningkatkan tekanan aliran darah epistaksis juga atau kemungkinan
pasien ini meminum obat pengencer darah darah menjadi encer perdarahan yang hebat
DIAGNOSIS PASTI EPISTAKSIS POSTERIOR DENGAN HIPERTENSI GRADE II
DAN HIPERLIPIDEMIA
DIAGNOSIS BANDING:

Epistaksis posterior et causa obat-obat pengencer darah


Epistaksis anterior dengan hipertensi grade II dan hiperlipidemia

Penatalaksanaan
1. Pasien harus dalam posisi duduk tegak.
2. Cek keadaan umum dan tanda vital pasien.
3. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk menyingkirkan bekuan
darah.
4. Sumber perdarahan juga dicari dengan bantuan tampon.
Tampon kapas dibasahi dengan adrenalin 1: 10.000 dan lidokain atau pantokain2%. Kapas
ini dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi
rasa sakit pada saat tindakan selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3 - 5 menit. Dengan
cara ini dapat ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau
posterior
5. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq.
Tampon ini dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah
9

benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup
sumber perdarahan. Kemudian tampon diberikan vaselin agar tidak lengket saat dicabut serta
antibiotik untuk mencegah terjadinya otitis media dan sinusitis.
Teknik Pemasangan
Langkah langkah pemasangan tampon Bellocq

dilakukan anestesi local terlebih dahulu


lalu dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring

(gunanya untuk menarik tampon Belloque ke koana.)


kemudian ditarik ke luar melalui mulut.
Ujung kateter di mulut kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada

satu sisi tampon Bellocq


kemudian kateter yang ada dihidung, ditarik keluar hidung.
Benang yang telah keluar melalui hidung tadi kemudian ditarik, sedangkan jari

telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring.
Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior,
kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung

sehingga tampon posterior terfiksasi.


Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut dan
ditempelkan dipipi, ini digunakan saat pencabutan tampon setelah 2-3 hari pasca

tindakan ini.
6. Pasien dengan Belloque tampon harus dirawat. Saat dirawat, sebaiknya pasien melakukan
tirah baring dengan kepala lebih tinggi dan humidifikasi kamar harus diperhatikan.
7. Setelah itu, pasien kita berikan edukasi, seperti harus menghindari korekan hidung, dilarang
mengeluarkan ingus secara keras, memencet atau menggaruk hidung selama 1 minggu. Pasien
juga dilarang kerja berat dan olah raga selama 2 minggu.
8. kita juga konsultasikan ke dokter penyakit dalam untuk mengatasi hipertensinya.

10

Komplikasi
-

Dari perdarahan dapat menyebabkan :


o Anemia
o Syok
Dari pemasangan tampon, dapat menyebabkan :
o Infeksi, seperti Sinusitis, Otitis Media, Septikemia
o Laserasi palatum mole

Prognosis
Ad Vitam

: Ad Bonam
Karena pasien ini belum mengalami Syok dan kemungkinan septikemia
dapat dicegah dengen pemberian antibiotika.

Ad Fungsionam

: Ad Bonam
Karena dengan penanganan yang benar dan cepat, tidak akan
menimbulkan kerusakan yang dapat mempengaruhi fungsi hidung.
11

Ad Sanationam

: Dubia Ad Bonam
Karena pasien ini menderita Hipertensi yang dapat menjadi etiologi dari
terjadinya epistaxis, sehingga masih ada kemungkinan unruk terjadi
kembali.

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Hidung
Anatomi dan fisiologi hidung Hidung merupakan organ

penting yang seharusnya

mendapat perhatian lebih dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh
terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung
dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung
luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan,
dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah
adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks
disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu
dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian
tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela
dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan
12

dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela
adalah nares anterior atau nostril (Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi
oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan
lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os internum
disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh
septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk
kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior
(koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior,
disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior. Yang
terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah
konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema
dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang
melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid.

Celah antara konka inferior dengan dasar hidung

dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut meatus
media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior.
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang
lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla, sinus
frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya
menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang dikenal
sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan
13

meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan
medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai
prosesus unsinatus.
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal terbesar
diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis
dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla.

Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:
1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis
eksterna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna,
diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung
posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri
fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina,
arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus
kieesselbach (littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisialis dan mudah cedera oleh
truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.

14

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernesus.
Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus
oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang
maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus
memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus
etmoidalis anterior

dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis

anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri
etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang
nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum.
Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan
vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid
dari nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion
sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha media.
Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di
daerah sepertiga atas hidung.
Epistaksis (perdarahan hidung)
ETIOLOGI
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang
jelas disebabkan oleh kelainan local pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan local misalnya
trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah, infeksi local, benda asing, tumor, pengaruh
udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi
sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan congenital.
15

1. Trauma
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan
ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat
seperti terkena pukul, jatuh atau kecelakaan lalulintas. Selain itu juga bisa terjadi akibat adanya
benda asing tajam atau trauma pembedahan.
Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan dapat
terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu
sedang mengalami pembengkakan.
2. Kelainan pembuluh darah (local)
Sering congenital, pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih tipis.
3. Infeksi local
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau
sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberculosis, lupus, sifilis dan
lepra.
4. Tumor
Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering terjadi pada
angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.
5. Penyakit kardiovaskular
Hipertensi atau kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada arteriosklerosis,
nefritis kronik, sirosis hepatis, atau diabetes mellitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis
yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali hebat dan berakibat fatal.
6. Kelainan darah
Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia, bermacammacam anemia serta hemophilia.
7. Kelainan congenital
16

Kelainan congenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah telengiektasis hemoragik


herediter (Hereditary Hemorrhagic Telengiectasis Osler-Rendu-Weber disease). Juga sering
terjadi pada Von Willenbrand disease.
8. Infeksi sistemik
Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah, demam tifoid, influenza, dan
morbili juga dapat disertai epistaksis.
9. Perubahan udara atau tekanan atmosfir
Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang cuacanya sangat
dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia ditempat industry yang
menyebabkan keringnya mukosa hidung.
10. Gangguan hormonal
Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh
perubahan hormon.
SUMBER PERDARAHAN
Melihat asal perdarahan, epistaksis dibagi menjadi epistaksis anterior dan epistaksis
posterior. Untuk penatalaksanaannya, penting dicari sumber perdarahan walaupun kadangkadang sulit.
Epistaksis Anterior

17

Kebanyakan berasal dari pleksus Kisselbach


(anastomosis

dari

A.

Ethmoidalis

posterior,

A.

Sphenopalatina, A. Palatina mayor, A. Labialis superior) di


septum bagian anterior atau dari arteri etmoidalis anterior.
Perdarahan pada septum anterior biasanya ringan karena
keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek
hidung dan kebanyakan terjadi pada anak-anak, seringkali berulang

dan

dapat berhenti sendiri.


Epistaksis Posterior
Dapat berasal dari A. Ethmoidalis posterior atau A.
Sphenopalatina. Perdarahannya biasanya lebih hebat dan jarang

dapat

berhenti

sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan
penyakit kardiovaskuler karena pecahnya A.Sphenopalatina.

KESIMPULAN

Pada kasus ini datang seorang pasien pria dengan keluhan keluarnya darah dari hidung.
Perdarahan dari pasien dapat dibedakan dari sifat perdarahannya. Pada pasien tampak perdarahan
berasal dari bagian posterior karena darah tampak lebih banyak. Pada pemeriksaan fisik terlihat
adanya darah di daerah orofaring yang semakin menguatkan diagnosis perdarahan hidung atau
epistaksis yang berasal dari pendarahan bagian posterior.
Pada pasien juga terdapat faktor-faktor pendukung terjadinya perdarahan. Seperti adanya
hipertensi grade II pada pasien dilihat dari hasil pengukuran tekanan darahnya. Selain itu juga
18

terdapat faktor pendukung lainnya, yaitu adanya hiperlipidemia pada pasien dilihat dari
pemeriksaan profil lipidnya. Hal ini menambah berat perdarahan pada pasien karena pembuluh
darah menjadi tidak elastis sehingga dapat pula semakin menaikkan tekanan darah pasien.
Diberikan tatalaksana seperti pemasangan tampon belloq pada pasien untuk
menghentikan perdarahan pada bagian posterior sambil diperhatikan adanya aspirasi pada pasien.
Jika perdarahan tidak berhenti maka dapat dirujuk ke dokter spesialis telinga hidung dan
tenggorokan untuk ditangani lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Silbernagl S, Lang Florian. Teks & Atlas Berwarna Patofisologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003.
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: telinga,
hidung, tenggorok, kepala dan leher. In: Mangunkusumo E, Wardani RS. Epistaksis. 6th
Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 155-6.
3. Accessed at http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21283/4/Chapter%20II.pdf
4. Accesed at http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/10/epistaksis-danpenatalaksanaannya.html
19

5. Health / Encyclopedia of Medicine Available


at :http://findarticles.com/p/articles/mi_g2601/is_0002/ai_2601000207/ Accessed 10
November 2011.
6. Clotting time. Available at :http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/clotting+time
Accessed 10 November 2011.
7. Schmaier AH. Laboratory evaluation of hemostatic and thrombotic disorders. In:
Hoffman R, Benz EJ Jr, Shattil SJ, et al, eds. Hoffman Hematology: Basic Principles and
Practice . 5th ed. Philadelphia, Pa: Churchill Livingstone Elsevier; 2008:chap 122.

20

Anda mungkin juga menyukai