Anda di halaman 1dari 10

Nama Peserta : dr.

Reshka Renanti Maharani


Nama wahana : RSUD Bangkinang
Topik : Epistaksis anterior ec Hipertensi
Tanggal (kasus) : 11 Oktober 2018
Nama Pasien : Tn. A (66 tahun) No RM : 163587
Tanggal Presentasi : 12 Oktober 2018 Nama Pendamping : dr. Nur Aisyah
Tempat Presentasi : RSUD Bangkinang
Objektif Presentasi :
 Keilmuan □ keterampilan □ penyegaran Tinjauan Pustaka
 Diagnostik ✓ Manajemen ✓ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja  Dewasa □ Lansia □ Bumil
Deskripsi :
Laki-laki 66 tahun datang ke IGD RSUD Bangkinang dengan keluhan keluar darah dari
lubang hidung kanan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.
Tujuan :
 Mendiagnosa Epistaksis anterior
 Melakukan tatalaksana yang tepat
Bahan Bahasan : ✓Tinjauan □Riset  Kasus □ Audit

Pustaka
Cara Membahas : □ Diskusi  Presentasi dan □ Email □ Pos
diskusi
Data Pasien : Nama : Tn. A Nomor registrasi : 163587
Nama Klinik : IGD RSUD Telp: Terdaftar Sejak : 11 Oktober 2018
Bangkinang
Data Utama untuk Bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien laki-laki 66 tahun datang ke IGD RSUD Bangkinang dengan keluhan keluar
darah dari lubang hidung kanan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan
keluar darah tiba-tiba, warna merah segar, bergumpal, menghabiskan 3 tisu.
2. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi sejak 18 tahun yang lalu, minum obat tidak terkontrol

1
Status Generalisata :
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, Kesadaran : Komposmentis kooperatif
TD: 190/110 mmHg, HR: 115x/i, RR: 20 x/i, T: 36,40C

Kulit : Teraba hangat, turgor baik, sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
Kepala : Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Tidak diperiksa
Thorax :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Tidak diperiksa
Perkusi : Tidak diperiksa
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-) , Wheezing(-/-).
Bunyi jantung I dan II normal.
Abdomen : Supel, bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik

Status Lokalis:
Hidung : …………..

Laboratorium:
Hemoglobin : 11,7 mg/dl
Lekosit : 11.200 mm3
Trombosit : 364.000 mm3
Masa pembekuan (CT) : 8 menit
Masa pendarahan (BT) : 2 menit

Hasil Pembelajaran :
Diagnosis serta tatalaksana yang tepat pada Epistaksis anterior
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :

1. Subjektif
2
Laki-laki 66 tahun datang ke IGD RSUD Bangkinang tanggal 11 oktober 2018 dengan:
Keluhan Utama : Keluar darah dari lubang hidung kanan sejak 4 jam sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Keluar darah tiba-tiba, warna merah segar, bergumpal, menghabiskan 3 tisu.
 Pasien merasa aktifitas sehari-hari terganggu karena lemas
Riwayat Pasien Terdahulu : riwayat hipertensi (+)

2. Objektif
Status Generalisata :
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, Kesadaran : Komposmentis kooperatif
TD: 190/110 mmHg, HR: 115x/i, RR: 20 x/i, T: 36,40C

Kulit : Teraba hangat, turgor baik, sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
Kepala : Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Tidak diperiksa
Thorax :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Tidak diperiksa
Perkusi : Tidak diperiksa
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-) , Wheezing(-/-).
Bunyi jantung I dan II normal. Murmur (-), gallop (-).
Abdomen : Supel, bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik

Status Lokalis:

Hidung :

3
Menurut literatur:
Epistaksis merupakan perdarahan spontan yang berasal dari dalam hidung.
Epistaksis dapat terjadi pada segala umur, dengan puncaknya terjadi pada anak-anak dan
orang tua. Kebanyakan kasus ditangani pada pelanan kesehatan primer dan kecil
kemungkinan pasien dibawa ke rumah sakit atau ke spesialis THT. Walaupun kebanyakan
kasus yang terjadi ringan dan bersifat selflimiting, ada beberapa kasus yang berat dan
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang serius. Penting sekali mencari asal
perdarahan dan menghentikannya, di samping perlu juga menemukan dan mengobati
penyebab yang mendasarinya.

Etiologi
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung.
Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area
Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang
persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis. Epistaksis
dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik.
1. Lokal
a. Trauma.
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan
ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma
yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Trauma karena
sering mengorek hidung dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahan di mukosa
bagian septum anterior. Selain itu epistaksis juga bisa terjadi akibat adanya benda
asing tajam atau trauma pembedahan.
b. Infeksi Lokal
Infeksi akan menyebabkan inflamasi yang akan merusak mukosa. Inflamasi akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas pem buluh darah setempat sehingga
memudahkan terjadinya perdarahan di hidung.
c. Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,
kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemangioma,
angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat. Karena pada tumor terjadi

4
pertumbuhan sel yang abnormal dan pembentukan pembuluh darah yang baru
(neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehingga memudahkan terjadinya
perdarahan.
d. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease). Juga
sering terjadi pada Von Willendbrand dsease. Telengiectasis hemorrhagic hereditary
adalahkelainan bentuk pembuluh darah dimana terjadi pelebaran kapiler yang
bersifat rapuh sehingga memudah kan terjadinya perdarahan.
e. Pengaruh lingkungan
Kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa. Epistaksis
sering terjadi pada udara yang kering dan saat musim dingin yang disebabkan oleh
dehumidifikasi mukosa nasal selain itu bisa disebabkan oleh zat-zat kimia yang
bersifat korosif yang dapat menyebabkan kekeringan mukosa sehingga pembuluh
darah gampang pecah.
2. Sistemik
a. Kelainan darah
Beberapa kelainan darah yang dapat menyebabkan epistaksis adalah
trombositopenia, hemofilia dan leukemia. Trombositopenia akan memperlama
waktu koagulasi dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan dalam pembuluh
darah kecil di seluruh tubuh sehingga dapat terjadi epistaksis pada keadaan
trombositopenia. Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan
sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah berjalan amat lambat. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya epistaksis. Pada Leukemia terjadi peningkatan
pembentukan sel leukosit sehingga menyebabkan penekanan atau gangguan
pembentukan sel-sel darah yang lain di sumsum tulang termasuk trombosit.
Sehingga terjadi keadaan trombositpenia yang menyebabkan perdarahan mudah
terjadi.
b. Penyakit kardiovaskuler
 Hipertensi. Epistaksis sering terjadi pada tekanan darah tinggi karena kerapuhan
pembuluh darah yang di sebabkan oleh penyakit hipertensi yang kronis terjadilah

5
kontraksi pembuluh darah terus menerus yang mengakibatkan mudah pecahnya
pembuluh darah yang tipis.
 Arteriosklerosis
Pada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah. Jika terjadi keadaan tekanan
darah meningkat, pembuluh darah tidak bisa mengompensasi dengan vasodilatasi,
menyebabkan rupture dari pembuluh darah.

Sumber Perdarahan:
1. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber
perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoid
anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan
tindakan sederhana.

2. Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.
Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat
menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular.

3. Diagnosis
Epistaksis anterior

6
4. Plan :
 IVFD Rl 20 tpm
 Injeksi ondansentron 1 ampul/12 jam/IV
 Injeksi ranitidine 1 ampul/12 jam/IV
Pengobatan hiperemesis gravidarum berdasarkan literature:
1. Medikamentosa
Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin,
dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan
adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup
efektif dalam mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan
adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk
menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H1 dan secara tidak langsung
mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah. Selama
terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam menghambat
motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamine antagonis. Dopamin
antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan
metocloperamide. Prochlorperazin dan promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk
menimbulkan efek antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di
perifer. Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan
spincter esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual dan
muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin
antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron. Odansetron biasanya diberikan pada
pasien hiperemesis gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang
lain. Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan
pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir
dengan cacat bawaan
2. Terapi Nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat
muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana
pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus

7
digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric
tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi
banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin.
Selain itu dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga
pengaturan homeostasis nutrisi. Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi
diet yang diberikan adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi
karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk
sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan
rangsangan muntah.
3. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran udara
yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar
masuk kamar tersebut. Biasanya dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau
hilang tanpa pengobatan.
4. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.Hilangkan
rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses fisiologis,
kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang
melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang
normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4
bulan.

Daftar Pustaka

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu


di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, edisi 1. Jakarta; 2013.
2. Widayana Ary dkk. 2012. Diagnosis dan Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum.
Universitas Udayana; Bali.
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H.2007. Hiperemesis gravidarum. Dalam: Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

8
Portofolio

Hiperemesis Gravidarum

Oleh
dr. Reshka Renanti Maharani

Pembimbing
dr. Nur Aisyah
9
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE NOVEMBER 2017-2018
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKINANG
KABUPATEN KAMPAR
2018

10

Anda mungkin juga menyukai