Anda di halaman 1dari 21

BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM

LAPORAN KELOMPOK
PRAKTIKUM 1
PENGUKURAN pH DAN KECEPATAN ALIR SALIVA

Dosen Pembimbing :
drg. Ryana Budi Purnama
Disusun Oleh:
Kelompok A2
Dennia Dwi Anggraeni
Dani Intan Prabawati
Eka Novita Sari
Estika Winta K.
Dewi Sisma P.
Denada Labda Patangga
Bambang Budi Kuncoro
Chairun Nisa
Cinta Yuni Pratami
Endang Yunia Ekawati
Azda Nurma Himammi

G1G013015
G1G013019
G1G013036
G1G013039
G1G013040
G1G013042
G1G013051
G1G013066
G1G013053
G1G013058
G1G013060

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2015

BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM


LAPORAN KELOMPOK
PRAKTIKUM 1
PENGUKURAN pH DAN KECEPATAN ALIR SALIVA

Dosen Pembimbing :
drg. Ryana Budi Purnama
Disusun Oleh:
Kelompok A2
Dennia Dwi Anggraeni
Dani Intan Prabawati
Eka Novita Sari
Estika Winta K.
Dewi Sisma P.
Denada Labda Patangga
Bambang Budi Kuncoro
Chairun Nisa
Cinta Yuni Pratami
Endang Yunia Ekawati
Azda Nurma Himammi

G1G013015
G1G013019
G1G013036
G1G013039
G1G013040
G1G013042
G1G013051
G1G013066
G1G013053
G1G013058
G1G013060

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2015
KATA PENGANTAR
i

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan praktikum tentang pengukuran pH dan kecepatan alir saliva. Penulisan
laporan kelompok ini bertujuan untuk memenuhi komponen penugasan pada blok
Stomatognathic System (SS). Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada tutor
kami, drg. Ryana Budi Purnama yang telah memberikan bimbingan dalam
penyusunan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan laporan ini. Kami
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena
keterbatasan, kemampuan, pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan
laporan ini dari awal sampai akhir.

Purwokerto, 1 Mei 2015

Penyusun

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
D. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................4
BAB III METODE PRAKTIKUM.......................................................................4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................4
A. Hasil..............................................................................................................1
B. Pembahasan...................................................................................................2
BAB V PENUTUP................................................................................................12
A. Simpulan.....................................................................................................12
B. Saran............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii

iv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rongga mulut merupakan salah satu bagian terkecil dari seluruh tubuh
manusia dan pintu pertama masuknya bahan-bahan makanan untuk kebutuhan
hidup sehari-hari seseorang agar seseorang tersebut memiliki derajat
kesehatan yang optimal. Proses pencernaan bahan-bahan makanan tersebut
nantinya dibantu oleh organ-organ yang ada di rongga mulut dan dibantu oleh
cairan yang ada di rongga mulut. Cairan yang ada di dalam rongga mulut dan
membantu dalam proses pencernaan adalah saliva (Hasibuan, 2006).
Saliva merupakan hasil sekresi tiga pasang kelenjar saliva mayor serta
sejumlah kelenjar saliva minor kelenjar yang membasahi gigi serta mukosa
rongga mulut. Saliva berwujud cairan tidak bewarna yang memiliki
konsistensi seperti lendir (Snell, 200). Saliva yang dihasilkan oleh kelenjar
tersebut viskositasnya dapat berupa serus dan atau mucus. Kelenjar saliva
yang utama adalah kelenjar saliva mayor, yang terdiri dari kelenjar parotis,
submandibula, dan sublingualis. Sekresi saliva normal perharinya berkisar
800 sampai 1500 ml, dan pH normal dari saliva antara 6,0 dan 7,0 (Guyton
dan Hall, 2008).
Kecepatan aliran sekresi saliva tergantung dengan adanya stimulasi
atau tidak. Kecepatan saliva saat kondisi istirahat yaitu sebesar 0,3 ml/menit,
dan ketika diberi stimulasi kecepatan saliva meningkat menjadi 2,5-5
ml/menit. Keadaan sekresi saliva tanpa stimulasi dibawah 0,3 ml/menit
dicurigai menderita hiposalivasi. Sedangkan, keadaan sekresi saliva tanpa
stimulasi diatas 0,7 ml/menit dicurigai menderita hipersalivasi (Sumawinata,
2004). Perbedaan kecepatan aliran saliva tidak distimulasi dengan distimulasi
dikarenakan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi saliva
tersebut.
Sekresi dari saliva dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu
faktornya adalah stimulus. Stimulus yang dapat mempengaruhi sekresi saliva
dapat berupa stimulus mekanis, kimiawi, neuronal, dan psikis. Rangsangan

mekanis berupa pengunyaha, rangsangan kimiawi berupa rangsangan seperti


rasa pahit, manis, asam, dan asin, rangsangan neuronal berupa kerja dari
sistem saraf autonom baik simpatis maupun parasimpatis, dan rangsangan
psikis berupa kondisi stress atau emosi. Selain itu, terdapat faktor lain yang
dapat mempengaruhi sekresi saliva yaitu diet. Melakuan diet nantinya dapat
mempengaruhi perbedaan aliran saliva dan berhubungan dengan rangsangan
mekanis (Guyton dan Hall, 2008).
Rangsangan mekanis dan jenis makanan dapat mempengaruhi
kecepatan sekresi saliva. Hal tersebut ternyata ada kaitannya dengan pH yang
dihasilkan. Praktikum kali ini mencoba membuktikan pengaruh rangsangan
mekanik (pengunyahan makanan) terhadap pH dan sekresi saliva.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah:
1. Apa faktor yang dapat mempengaruhi pH dan sekresi saliva?
2. Apa rangsangan pengunyahan yang dapat mempengaruhi pH dan
sekresi saliva?
3. Bagaimana hubungan rangsangan pengunyahan tersebut dengan pH
dan sekresi saliva?
4. Jelaskan mengenai perbedaan pH dan volume saliva pada setiap
komponen rangsangan pengunyahan yang diujikan?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya laporan ini adalah:
1. Mahasiswa mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi pH dan
sekresi saliva
2. Mahasiswa mengetahui

rangsangan

pengunyahan

yang

dapat

mempengaruhi pH dan sekresi saliva


3. Mahasiswa mengetahui hubungan rangsangan pengunyahan tersebut
dengan pH dan sekresi saliva
4. Mahasiswa mengetahui perbedaan pH dan volume saliva pada setiap
komponen rangsangan pengunyahan yang diujikan
D. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan laporan ini bagi pembaca
secara umum dan bagi anggota kelompok secara khusus adalah :
1. Mahasiswa memahami hal yang dapat berpengaruh terhadap pH dan
sekresi saliva dan menerapkannya dalam ilmu kedokteran gigi
2. Mahasiswa memahami perbedaan saliva yang distimulasi dengan tidak
distimulasi
3. Mahasiswa dapat membedakaan hasil sekresi saliva dan pH dari
komponen rangsangan pengunyahan yang berbeda-beda

BAB II
LANDASAN TEORI
Saliva merupakan cairan oral yang kompleks yang diseskresikan
oleh glandula saliva mayor dan glandula saliva minor. Terdapat tiga
glandula saliva mayor, yaitu glandula parotis, submandibula dan
sublingualis. Sebagian besar saliva dihasilkan oleh ketiga glandula mayor
tersebut. Selain oleh glandula saliva mayor, saliva juga disekresikan oleh
saliva minor yang letaknya tersebar di dalam rongga mulut (Kidd dan
Bechal, 1992).
Terdapat dua macam sekresi saliva, serous dan mukus. Serous
merupakan sekresi saliva yang kurang viskous dan banyak mengandung
air. Mucous merupakan sekresi saliva yang viskous dan banyak
mengandung mucin. Sekresi serous banyak dihasilkan oleh kelenjar
parotis, sedangkan sekresi mucous oleh kelenjar sublingual. Sementara
kelenjar submandibula mensekresi keduanya. Kelenjar saliva minor terdiri
dari serous, mucous atau campuran keduanya (Bailey dan Johnson, 2001).
Sebagian besar komposisi saliva (99%) merupakan air, sedangkan 1%
sisanya berupa (Khurana, 2009):
1. Substansi organik seperti L-amilase (ptyalin), lipase lingual, kalikrein,
lysozim, urea dalam jumlah kecil, asam urea, kolesterol dan mucin.
2. Substansi anorganik seperti Na+ , Cl- , K+ dan HCO3- .
Substansi-substansi tersebutlah yang kemudian akan memaksimalkan
fungsi saliva sebagai berikut (Khurana, 2009):
1. Mencampur makanan, sehingga tidak mengiritasi mukosa rongga
mulut.
2. Membersihkan sisa-sisa makanan pada gigi geligi sehingga tidak
menimbulkan karies.
3. Menghancurkan mikroba berbahaya, melalui mekanisme berikut,
a. Lysozyme yang dapat melisiskan bakteri
b. IgA, pertahanan imunoglobulin melawan bakteri dan virus
c. Laktoferin, bersifat bakteriostatik yang dapat menghambat
multiplikasi bakteri
4. Berperan pada sensasi rasa makanan dan bicara melalui fungsi
lubrikasi mucin.

5. Mengatur pH rongga mulut agar selalu berkisar antara 6-7.


6. Fungsi ekskresi beberapa logam berat, ion thiocynate, alkohol dan
morfin.
7. Regulasi suhu tubuh, pada keadaan dehidrasi, produksi saliva akan
menurun yang akan menginduksi rasa haus.
Produksi saliva secara normal selama 24 jam berkisar antara 500-1500
mL. Flow rate saliva tanpa stimulasi berkisar antara 0,001-0,2 mL per
menit per kelenjar. Flow rate tersebut dapat meningkat sampai 0,18-1,7
mL per menit per kelenjar jika diberi stimulasi. Pada keadaan normal,
minimal total flow rate tanpa stimulasi adalah 0,1 mL per menit dan
minimal flow rate dengan stimulasi adalah 0,2 mL per menit. Sedangkan
maksimal flow rate dengan stimulasi adalah 7 mL per menit. Berikut ini
adalah kontribusi glandula-glandula saliva pada keadaan-keadaan tersebut:
(Bailey dan Johnson, 2001).
1. Pada keadaan tanpa stimulasi glandula submandibula memproduksi
saliva 65%, parotis 20%, sublingual 7%
2. Pada keadaan dengan stimulasi kontribusi tersebut menjadi terbalik
dengan produksi parotis lebih dari 50%, sublingual kurang dari 10 %,
dan sebagian besar lain submandibula.
Sekresi saliva diatur oleh impuls refleks saraf otonom simpati dan
parasimpatik pada glandula saliva. Sehingga sekresinya terjadi secara
otomatis dan dapat diprediksi,

Berikut ini adalah macam-macam refleks

stimulasi saliva (Berkovitz, 2011)


1. Reflek Gustatory
Stimulasi yang berasal dari reseptor gustatory, biasanya pada taste bud.
Semua rasa dasar (asin, asam, manis, pahit dan umami) akan
menyebabkan refleks stimulasi saliva. Volume dan komposisi saliva
yang dihasilkan tergantung pada kualitas stimulus. Stimulasi asam
akan menstimulasi respons sekresi maksimal dari semua glandula
saliva.
2. Refleks Mastikasi
Refleks mastikasi yang menstimulasi sekresi saliva dibuktikan saat
seseorang mengunyah pada salah satu sisi, maka glandula parotis pada

10

sisi tersebut akan mensekresikan lebih banyak dibandingkan pada sisi


yang berlawanan. Sekresi saliva kelenjar parotis juga berbanding lurus
dengan tekanan mastikasi yang diberikan. Selain mastikasi, mastikasi
intraoral juga akan menimbulkan refleks yang akan meningkatkan
stimulasi saliva.
3. Refleks Olfaktori
Pavlov pada tahun 1920-an melakukan eksperimen tentang refleks
yang terkondisikan. Berdasarkan hal itu, kemudian diasumsikan bahwa
bau makanan dapat meningkatkan salivasi pada manusia. Penelitian
pada manusia menunjukkan bahwa bau makanan dapat menstimulasi
glandula submandibula dan sublingual untuk memproduksi saliva.
Namun, hal tersebut tidak berpengaruh pada glandula parotis.
4. Refleks Visual dan psikis
Hal ini sudah banyak dipercayai bahwa ketika melihat ataupun
memikirkan makanan maka akan menimbulkan stimulasi yang kuat
untuk mensekresikan saliva. Meskipun demikian, ternyata masih
sedikit literatur yang menyebutkan hal tersebut. Hal ini sepertinya
hanya berdasarkan kehidupan sehari-hari bahwa ketika melihat
makanan ataupun memikirkannya kita akan merasa kenaikan saliva di
mulut.
5. Refleks nosiseptor oral
Saat jaringan oral diberikan stimulasi yang berbahaya seperti capsaicin
(substansi yang ditemukan pada cabe), terlihat terjadi peningkatan
produksi saliva. Hal ini menunjukkan bahwa rangsangan kimia tertentu
dapat menstimulasi produksi saliva.
6. Refleks esofageal
Produksi saliva akan meningkat pada kondisi refluk gastro-esofageal
dan nausea. Hal ini disebabkan oleh tingginya level asam di esofagus.
Nilai pH saliva akan menurun setelah konsumsi makanan yang
mengandung gula. pH ini akan terus menurun atau menetap sampai
seluruh gula berhasil dibersihkan. Besarnya penurunan pH ini tergantung
pada jumlah asam yang dihasilkan bakteri dan kapasitas buffer saliva. Pada
keadaan tersebut demineralisasi gigi dapat terjadi, oleh karena itu
diperlukan pengurangan waktu untuk mencegah karies gigi. pH kritis yang

11

memungkinkan demineralisasi gigi berkisar antara 5,5, namun demikian


kisaran ini mungkin bervariasi antar individu. Sementara itu pH saliva
akan naik pada saat flow rate saliva naik (Rajendran, 2012).

12

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan:
1. Aqua untuk berkumur
2. Kapas
3. Beker glass
4. Gelas ukur
5. PH meter
6. Permen karet yang mengandung gula sukrosa dan gula
xylitol
B. Prosedur Kerja:
1. Mahasiswa membentuk kelompok kecil yang beranggotakan dua
orang.
2. Setiap pasangan menentukan salah satunya untuk menjadi
probandus
3. Meminta probandus untuk berkumur dengan aqua 1x
4. Probandus menampung saliva dalam beker glass selama lima
menit (percobaan 1).
5. Mengukur pH saliva

yang

telah

ditampung

dengan

menggunakan kertas indikator asam basa.


6. Memindahkan saliva ke dalam gelas ukur untuk diukur
volumenya.
7. Meminta probandus untuk beristirahat 15 menit sebelum
melakukan percobaan berikutnya.
8. Mencatat hasil dalam tabel pasangan sebagai laporan sementara.
9. Selanjutnya melakukan:
Percobaaan 2:
probandus mengunyah kapas lima menit sambil menampung saliva
dalam beker glass, kemudian melakukan prosedur e, f, g, dan h.
Percobaaan 3:
probandus mengunyah permen karet yang mengandung xylitol selama
lima menit sambil menampung saliva dalam beker glass, kemudian
melakukan prosedur e, f, g, dan h.
Percobaaan 4:
probandus mengunyah permen karet yang mengandung gula sukrosa
selama lima menit sambil menampung saliva dalam beker glass,
kemudian melakukan prosedur e, f, g, dan h.
Percobaaan 5:

13

probandus dihadapkan kepada buah-buahan segar dan asam selama


lima menit sambil menampung saliva dalam beker glass, kemudian
melakukan prosedur e, f, g, dan h.

14

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Percobaan ini menggunakan lima orang probandus sebagai sampel
saliva, yang selanjutnya diambil nilai rerata, sehingga diperoleh hasil
percobaam pH saliva sebagai berikut:

No. Nama Probandus


1
2
3
4
5

Azda N.
Denada L.
Dani I. P.
Dennia D.
Eka N. S.
Nilai Rerata

Tanpa

Stimulasi Stimulasi Stimulasi Stimulasi

Stimulasi Kapas
7
7
7
7
7
8
7
7
7
7
7
7

Xylitol
8
7
8
7
7
7

Sukrosa Buah Segar


8
7
8
7
8
7
8
6
7
6
8
7

Percobaan ini menggunakan lima orang probandus sebagai sampel


saliva, yang selanjutnya diambil nilai rerata, sehingga diperoleh hasil laju
sekresi saliva selama 5 menit sebagai berikut:

No. Nama Probandus

Tanpa Stimulasi Stimulasi Stimulasi Stimulasi


Stimulasi Kapas

Sukrosa Buah Segar

Azda N.

4,2 ml

5 ml

13 ml

15 ml

7 ml

Denada L.

4,2 ml

4,4 ml

14 ml

16 ml

4,2 ml

Dani I. P.

4 ml

10 ml

10 ml

8,3 ml

2 ml

Dennia D.

1,4 ml

2,2 ml

8,8 ml

11 ml

4,4 ml

Eka N. S.

2 ml

9,2 ml

10 ml

15,8 ml

8,4 ml

6,16 ml 11,16 ml 13,2 ml

5,2 ml

Nilai Rerata
2.

Xylitol

3,16 ml

Pembahasan
Berdasarkan percobaan 1, didapatkan pH sebesar 7 setelah mengumpulkan

saliva tanpa stimulasi apapun. pH saliva normal pada keadaan tanpa stimulasi

15

adalah sebesar 6 - 7, terdapat variasi pada beberapa keadaan yaitu pH 7,8 pada
laju sekresi saliva tinggi, dan pH sebesar 5,3 pada laju sekresi saliva rendah
(Almeida, 2008). Pada percobaan 2, pH yang didapat sebesar 8 setelah diberi
stimulasi berupa mengunyah kapas selama 5 menit. Pada kondisi ini, kelenjar
saliva mendapat stimulus mekanik sehingga mensekresikan saliva dalam jumlah
yang lebih banyak dari biasanya. Sekresi saliva yang meningkat berpengaruh
terhadap buffer saliva, dalam hal diperankan oleh ion bikarbonat. Ion bikarbonat
juga akan mengalami peningkatan sehingga mempengaruhi pH saliva yang
mengalami peningkatan pula (Almeida, 2008).
Pada percobaan ketiga yaitu mengunyah permen xylitol selama 5 menit
didapatkan pH sebesar 8. Peningkatan pH terjadi akibat adanya sekresi saliva dari
stimulus mekanis maupun kimiawi. Sekresi saliva yang meningkat tentunya akan
meningkatkan laju aliran saliva. Terdapat zat-zat yang meningkat konsentrasinya
akibat peningkatan laju aliran saliva, yaitu bikarbonat, kalsium, dan fosfat, zat
tersebut merupakan sebab peningkatan pH saliva ketika mengunyah permen karet
xylitol (Haroen, 2002). Menurut Rodian, dkk (2013), xylitol merupakan permen
karet yang tidak dapat dimetabolisme oleh Streptococcus mutans dan apabila
berkontak akan terbentuk xylitol 5 fosfat sehingga menghambat proses glikolisis.
Maka dari itu, xylitol bersifat antikaries karena mampu menekan jumlah koloni
Streptococcus mutans, menghambat pertumbuhan plak, dan menekan keasaman
saliva.
Dari percobaan yang telah dilakukan, pH saliva setelah mengunyah
permen karet sukrosa sebesar 8. Menurut Rodian, dkk (2013), proses sintesis
sukrosa lebih cepat dari karbohidrat lainnya seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa
yang menghasilkan glukan dan fruktan. Proses glikolisis bakteri membutuhan
glukan untuk menghasilkan energi dan asam laktat. Hal ini menyebabkan pH
turun dalam waktu 1-3 menit sampai 4,5-5, lalu pH kembali normal pada pH
sekitar 7 dalam waktu 30-60 menit. Secara teori, pH yang dihasilkan setelah diberi
stimulus permen karet sukrosa selama 1-3 menit ialah 4,5-5,0, tetapi pada
percobaan 4 didapatkan pH sebesar 8, hal ini disebabkan probandus telah diberi
stimulus berupa permen karet xylitol sebelumnya, dan interval waktu antara

16

percobaan 3 dan 4 hanya beberapa menit sehingga mempengaruhi kondisi


keasaman rongga mulut probandus.
Berdasarkan percobaan 5,

pH saliva setelah diberi stimulasi dengan

memakan buah segar yaitu jeruk didapatkan pH sebesar 7. Stimulus kimiawi yang
bersifat asam merupakan stimulus yang paling kuat dalam meningkatkan sekresi
saliva, substansi kimiawi yang dapat menimbulkan persepsi pengecapan seperti
rasa asam yang disebabkan oleh asam sitrat dan menimbulkan rasa asam yang
tajam bila diaplikasikan dipangkal lidah (Haroen, 2002).
Nilai normal rata-rata flow rate saliva yang tidak distimulasi pada individu
yang sehat berkisar 0,3 ml/menit. Dibawah 0,1 ml/menit merupakan hiposalivasi
dan diantara 0,1-0,25 ml/menit adalah rendah (Hashim, 2010). Dari data tersebut,
dapat disimpulkan untuk rata-rata nilai normal flow rate saliva yang tidak
distimulasi pada individu sehat berkisar 0,6 ml/menit.
Menurut Hashim (2010), nilai normal untuk flow rate saliva yang
distimulasi berkisar 1,0-3,0 ml/menit. Dibawah 0,7 ml/menit merupakan
hiposalivasi dan diantara 0,7-1,0 ml/menit adalah rendah. Dari data tersebut, dapat
disimpulkan untuk rata-rata nilai normal flow rate saliva yang distimulasi berkisar
1,2 ml/menit untuk stimulasi dengan kapas, 2,3 ml/menit untuk Stimulasi dengan
Xylitol, 2,64ml/menit untuk stimulasi dengan sukrosa, dan 1,04ml/menit untuk
stimulasi dengan buah segar.
Dari hasil percobaan dengan berbagai macam stimulasi, seperti stimulasi
mekanis, stimulasi kimiawi, dan stimulasi neurologis, sebagian besar probandus
masuk ke dalam kelompok normal pada stimulasi mekanis dan stimulasi kimiawi.
Flow rate saliva dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk tingkat hidrasi, posisi
tubuh, paparan cahaya, stimulus sebelumnya, memikirkan atau melihat makanan,
irama sirkandian, ukuran kelenjar, merokok, obat-obatan, kontribusi berbagai
kelenjar saliva, olah raga, alkohol, penyakit sistemik, nutrisi, puasa, muntah, usia
dan jenis kelamin. Faktor yang sangat mempengaruhi penurunan flow rate saliva
adalah obat-obatan terapeutik, terutama obat-obatan yang digunakan pada Sjgren
Syndrom dan pengobatan radiasi untuk kanker kepala dan leher (Hashim, 2010).

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Sekresi dari saliva dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu
faktornya adalah stimulus. Stimulus yang dapat mempengaruhi sekresi
saliva dapat berupa stimulus mekanis, kimiawi, neuronal, dan psikis. Pada
praktikum 1 dilakukan pengujian pH dan kecepatan alir saliva terhadap 5
probandus. Pengujian dilakukan tanpa stimulus, stimulasi kapas, stimulasi
xylitol, stimulasi sukrosa, serta stimulasi buah segar. Hasil praktikum
saliva 1 disimpulkan bahwa sekresi saliva sangat dipengaruhi oleh
stimulasi. pH saliva normal memiliki viskositas berupa serous, sedangkan
pH saliva yang asam atau basa memiliki viskositas berupa serous mukus.
Volume saliva pada keadaan yang tidak terstimulasi didapatkan hasil yang
normal serta volume pada keadaan yang terstimulasi didapatkan hasil yang
normal pula.
B. Saran
Bagi praktikan diharapkan dapat mengetahui pengaruh rangsangan
pengunyahan makanan yang mengandung gula sukrosa dan xylitol
terhadap pH dan sekresi saliva, dapat mengetahui dan memahami
viskositas dan buffer saliva, serta dapat mengetahui kerja enzim amilase
yang terdapat di dalam saliva. Bagi pembaca diharapkan dapat mengetahui
pH dan viskositas saliva baik yang terstimulasi maupun tidak terstimulasi
dan dapat mengetahui tentang reaksi-reaksi yang didapat dari percobaan
saliva.

DAFTAR PUSTAKA
Almeida, P. D. V., dkk, 2008, Saliva Composition a Functions: a Comprehensive
Review, The Journal of Contemporary Dental Practice, 9(3): 1-11.
Bailey, B.J., Johnson, J.T., 2001, Head and Neck Surgery Otolaringology,
Fourth Edition, Philadelphia, Lippincot Wiiliam Wilkin
Berkovitz, B.K.B., Moxham, B.J., Linden, R.W.A., Sloan, A.J., 2011, Master
Dentistry: Oral Biology, Volume Three, London, Elsevier.
Guyton, A., Hall, J.E., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC: Jakarta.
Haroen, E. R., 2002, Pengaruh Pengunyahan Dan Pengecapan Terhadap
Kecepatan Aliran Dan Ph Saliva, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia, 9(1): 29-34.
Hasibuan S., 2006, Penuntun Prosedur Diagnosa Penyakit Mulut, Bina teknik
press: Medan.
Khurana, I., 2009, Essential of Medical Physiology, Delhi, Elsevier.
Kidd, E.A.M., Bechal, S.J., 1992, Dasar-dasar Karies: Penyakit dan
Penanggulangannya, terjemahan oleh Narlan Sumawinata dan Safrida
Faruk, EGC: Jakarta
Rajendran, R., Sivapathasundram, B., 2012, Shafers Textbook of Oral Pathology,
Seventh Edition, Delhi: Elsevier.
Snell R.S,. 2000, Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC: Jakarta.
Sumawinata, N., 2004, Serenai Istilah Kedokteran Gigi Inggris-Indonesia, EGC:
Jakarta.
Rodian, M., Satari, M. H., Rolleta, E., 2013, Efek Mengunyah Permen Karet yang
Mengandung Sukrosa, Xylitol, Probiotik Terhadap Volume, Kecepatan
Aliran, Viskositas, pH, dan Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Saliva,
Dentika Dental Journal, 16(1):44-48.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai