Anda di halaman 1dari 27

BLOK STOMATOGNATIC SYSTEM

LAPORAN PRAKTIKUM
PRAKTIKUM SALIVA-1

Dosen Pembimbing:
drg. Ryana Budi Purnama
Disusun Oleh:
Nur Faizah Ulfa
Moh. Sawabi Ichsan
Ni Made Zatphika J.
Nabilah
Rachmadiani Noor F.
Naufal Khawana M.
Nindyarani S.
Nabila Prandita
Prasetya Adi Nugroho
Mayesa Farah U.

G1G013003
G1G013018
G1G013025
G1G013031
G1G013033
G1G013054
G1G013061
G1G013063
G1G013065
G1G013067

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2015

BLOK STOMATOGNATIC SYSTEM


LAPORAN PRAKTIKUM
PRAKTIKUM SALIVA-1

Dosen Pembimbing:
drg. Ryana Budi Purnama
Disusun Oleh:
Nur Faizah Ulfa
Moh. Sawabi Ichsan
Ni Made Zatphika J.
Nabilah
Rachmadiani Noor F.
Naufal Khawana M.
Nindyarani S.
Nabila Prandita
Prasetya Adi Nugroho
Mayesa Farah U.

G1G013003
G1G013018
G1G013025
G1G013031
G1G013033
G1G013054
G1G013061
G1G013063
G1G013065
G1G013067

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan hidayat-Nya kami kelompok 4 dapat menyelesaikan
laporan kelompok Praktikum Saliva-1. Terima kasih kami ucapkan kepada dosen
pembimbing kami, drg. Ryana Budi Purnama yang telah membimbing kami
selama berjalannya Proses Praktikum Saliva Ke-1. Tanpa bimbingan dari beliau
kami tidak dapat menyelesaikan Prkatikum Saliva dan laporan praktikum dengan
baik.
Kami menyadari dalam penulisan laporan praktikum ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, karena kami masih dalam proses belajar kami harap
maklum kemampuan serta pengetahuan kami masih terbatas. Oleh sebab itu, kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar laporan berikutnya dapat
lebih baik lagi. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Purwokerto, 01 Mei 2015

Penyusun

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................3
D. Manfaat.........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
A. Saliva.............................................................................................................4
B. Kecapatan Alir Saliva....................................................................................7
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................12
A. Alat dan Bahan:...........................................................................................12
B. Prosedur kerja:............................................................................................12
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................14
A. Pembahasan.................................................................................................14
BAB V SIMPULAN & SARAN............................................................................20
A. Simpulan.....................................................................................................20
B. Saran............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Saliva merupakan cairan oral kompleks yang dihasilkan oleh kelenjar
saliva yang terdiri atas kelenjar salivarius mayor dan kelenjar salivarius
minor, dimana kelenjar salivarius mayor terbagi lagi menjadi 3 yakni,
kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Kelenjar
salivarius minor merupakan kelenjar salivarius yang berukuran kecil yang
berada di mukosa atau submukosa yang diberi nama berdasarkan lokasi
atau nama penemu kelenjar salivarius tersebut (Kidd danBechal, 1992).
Terdapat dua macam saliva, yakni saliva yang bersifat serus dan saliva
yang bersifat mukus. Saliva yang bersifat serus merupakan saliva yang
encer dan kaya akan amilase, sedangkan saliva yang bersifat mukus
merupakan saliva yang kental dan kaya akan glikoprotein. Komposisi
saliva pada orang normal terdiri atas 99,5% air dan sisanya sekitar 0,5%
adalah substansi lainnya. Saliva terdiri unsure organik, unsure anorganik,
komponen makromolekul, gas, dan air (Roland, 2005).
Keseimbangan asam-basa atau pH saliva normal berkisar antara 6
sampai 7. Pada saat aliran saliva rendah pH nya bias mencapai 5,3
sedangkan pada saat aliran saliva tinggi pH nya bias mencapai 7,8. Faktor
yang dapat mempengaruhi pH saliva diantaranya ialah konsumsi
karbohidrat dimana karbohidrat akan difermentasi oleh bakteri dan
melekat pada permukaan gigi, namun dengan adanya sistem buffer pada
saliva, pH saliva akan kembali lagi menjadi normal dalam waktu sekitar
20 menit kemudian. Volume saliva pada orang normal berkisar antara
1000-1500 ml per hari. Ketika dalam posisi istirahat, laju aliran saliva
normal adalah 0,4 ml/menit, dimana saliva pada saat istirahat banyak
diproduksi oleh kelenjar submandibula, sedangkan dalam keadaan
distimulasi, laju aliran saliva adalah 2.0 ml/menit, dimana saliva pada
kondisi distimulasi banyak diproduksi oleh kelenjar parotis yang dibantu
oleh kelenjar submandibula. Dalam keadaan hypo salvias atau penurunan
jumlah sekresi saliva, pada keadaaan istirahat seseorang menghasilkan

saliva dibawah 0.1-0,2 ml/menit sedangkan pada keadaan distimulasi laju


alirnya adalah sekitar 0,7 ml/menit (Lamster dan Northridge, 2008).
Beberapa faktor yang dapat menurunkan sekresi saliva diantaranya
ialah: (Almeida dkk., 2008).
1.
Postur tubuh, pencahayaan dan merokok
2.
Irama sirkadian dan sirkanual
3.
Stimulasi teratur dari saliva
4.
Medikasi
5.
Memikirkan, membayangkan, dan mencium bau makanan
6.
Ukuran glandula saliva serta berat badan
7.
Tipe stimulasi, lama stimulasi, dan intensitas stimulasi
8.
Kontribusi glandula salivarius
9.
Latihan fisik
10. Mual dan puasa
11. Alkohol
12. Penyakit sistemik dan nutrisi
13. Usia
Saliva memiliki beberapa fungsi penting, yakni berfungsi sebagai
pembersihan mekanis rongga mulut, untuk melumasi makanan agar mudah
dicerna dan ditelan serta menginisiasi proses digesti lewat aksi enzim
ptyalin, melindungi jaringan keras dan lunak gigi, sebagai sistem buffer
rongga mulut, dan juga berfungsi sebagai antimikroba dan antisolubility
(Bruket, 2005).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi pH dan volume saliva yang tidak distimulasi ?
2. Bagaimana kondisi pH dan Volume saliva yang distimulasi kapas ?
3. Bagaimana kondisi pH dan Volume saliva yang distimulasi permen
xylitol ?
4. Bagaimana kondisi pH dan Volume saliva yang distimulasi gula
sukrosa ?
5. Bagaimana kondisi pH dan Volume saliva yang distimulasi buah segar
yang asam ?
C. Tujuan
Tujuan disusun laporan praktikum ini ialah:
1. Mengetahui pH dan volume saliva yang tidak di stimulasi
2. Mengetahui pH dan volume saliva yang distimulasi kapas
3. Mengetahui pH dan volume saliva yang distimulasi permen
xylitol

4. Mengetahui pH dan volume saliva yang distimulasi gula


sukrosa
5. Mengetahui pH dan volume saliva yang distimulasi buah segar
yang asam
D. Manfaat
Diharapkan dengan disusunnya laporan praktikum ini mahasiswa akan
mengetahui, mengerti, dan memahami pH dan volume saliva tanpa
stimulasi serta pH dan volume saliva yang distimulasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Saliva
Saliva adalah cairan oral kompleks yang terdiri atas campuran sekresi
glandula salivarius mayor maupun minor. Saliva terutama dihasilkan oleh tiga
pasang glandula saliva utama yang terletak diluar rongga mulut dan
memngeluarkan saliva melalui duktus pendek ke dalam rongga mulut
(Sherwood, 2011). Glandula salivarius utama atau glandula salivarius mayor
terdiri dari glandula parotis, glandula submandibula, dan glandula sublingual.
Sedangkan glandula salivarius minor adalah glandula asesorius yang terdapat
pada mukosa dan submukosa rongga mulut dalam jumlah yang banyak. Sekresi
glandula parotis didistribusikan melalui duktus stenson, sekresi glandula
submandibula didistribusikan melalui duktus wharton, sedangkan sekresi
glandula sublingual didistribusikan melalui duktus bartholini (Pedersen, 1996).
Normalnya glandula salivarius mensekresi 500-1500 ml saliva per hari.
Whole saliva terdiri atas campuran cairan dari glandula saliva, gingival fold,
oral mucosa transudate, mucosa rongga hidung dan faring, flora normal
bakteri, sisa makanan, epitel yang terdeskuamasi dan sel-sel darah (Almeida,
dkk., 2008). Saliva mengandung 99% air dan 1% solid yang dibagi menjadi
dua (Khurana, 2008), yaitu:
1. Organik, seperti amilase, lysozyme, urea, uric acid
2. Anorganik, seperti natrium, kalium, kalsium
Menurut sherwood (2011), saliva mengandung H2O, elektrolit dan protein.
Konsentrasi NaCl saliva hanya sepertujuh dari konsentrasinya di plasma yang
penting dalam mempresepsikan rasa asin. Demikian juga rasa manis yang
dipengaruhi oleh konsentrasi glukosa pada saliva. Proteinyang penting dalam
saliva yaitu:
1.

Amilase berfungsi untuk mencerna karbohidrat di dalam mulut,

2.

menguraikan polisakarida menjadi maltosa


Mukus berfungsi untuk membantu pelumasan, bersifat kental dan licin

3.

Lisozim berfungsi sebagai anti bakteri dengan melisiskan atau

menghancurkan bakteri tertentu dengan merusak dinding sel


Komposisi saliva bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,
usia, jenis sekresi, obat, hormon, kelainan sistemik dan flow rate (Dorion,
2011).
Saliva memiliki peran penting dalam aktifitas rongga mulut. Fungsi saliva
antara lain:
1. Rasa
Awalnya cairan saliva yang terbentuk di dalam asinus isotonik terhadap
plasma. Namun, karena berjalan melalui duktus berubah menjadi
hypotonic. hipotonisitas saliva (rendah glukosa, natrium, klorida, dan
urea) memungkinkan gustatory buds untuk memahami rasa yang
berbeda (Almeida, dkk., 2008)
2. Perlindungan dan pelumasan
Saliva membentuk seromucosal yang melumasi dan melindungi
jaringan mulut terhadap irritating agents. Mukus bertanggung jawab
untuk perlindungan terhadap dehidrasi dan pemeliharaan viscoelasticity
saliva. Selain itu melakukan adhesi mikroorganisme pada permukaan
rongga mulut sebagai kontrol bakteri dan kolonisasi jamur.(Almeida,
dkk., 2008)
3. Self cleansing
Saliva melakukan pembersihan mekanis terhadap residu di dalam mulut
seperti bakteri nonadherent dan debris. Semakin banyak cairan saliva,
semakin besar pembersihan. Oleh karena itu, jika terjadi perubahan
status kesehatan yang menyebabkan penurunan cairan saliva akan
terjadi perubahan drastis dalam kebersihan mulut (Almeida, dkk., 2008)
4. Buffer
Saliva berfungsi sebagai penyangga untuk melindungi rongga mulut,
yaitu:
a. Mencegah kolonisasi mikroorganisme patogen
b. Menetralkan asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme asidogenik
sehingga mencegah demineralization enamel
Asam bikarbonat adalah paling penyangga penting dalam saliva
distimulasi, sedangkan fosfat berfungsi sebagai penyangga saliva yang
tidak distimulasi. Sistem buffer ini sangat penting untuk mencegah
gingivitis (Almeida, dkk., 2008)
5. Intergritas enamel

Saliva berperanan penting dalam menjaga integritas enamel dengan


melakukan remineralisasi dan. Faktor utama dalam stabilitas enamel
adalah konsentrasi bebas aktif dari kalsium, fosfat, dan fluoride dalam
larutan dan pH. Remineralisasi gigi karies sebelum kavitasi terjadi
disebabkan oleh ketersediaan ion kalsium dan fosfat dalam saliva.
Konsentrasi kalsium ludah bervariasi dan tidak terpengaruh oleh diet
(Almeida, dkk., 2008)
6. Pencernaan
Saliva bertanggung jawab untuk pencernaan awal karbohidrat dan
membantu pembentukan bolus. Hal ini terjadi karena adanya enzim
amilase pada saliva. Fungsinya untuk memecahnya menjadi maltosa,
maltotriosa dan dekstrin. Sebagian besar enzim amlase (80%) berasal
dari glandula parotis dan sisanya glandula submandibula. Namun
pencernaan di dalam mulut hanya terbatas dan tidak terjadi penyerapan
nutrient (Almeida, dkk., 2008)
7. Perbaikan jaringan
Saliva berfungsi untuk perbaikan jaringan karena saat perdarahan di
rongga mulut timbul dalam waktu yang lebih singkat dari pada jaringan
lain. Ketika saliva adalah bercampur darah, waktu koagulasi dapat
dipercepat meskipun gumpalan yang dihasilkan kurang padat dari
normal. Hal ini terjadi karena saliva mengandung epidermal growth
factor yang dihasilkan oleh glandula submandibular (Almeida, dkk.,
2008)
8. Anti bakteri
Air liur mengandung spektrum imunologi dan protein non-imunologi
dengan antibakteri.

Imunoglobulin A (IgA) adalah yang komponen

imunologi terbesar pada saliva yang dapat menetralisir virus, bakteri,


dan toksin enzim. Komponen imunologi lainnya yaitu IgG dan IgM
dalam jumlah yang sedikit. Selain itu terdapat komponen protein nonimunologi, diantaranya enzim (lisozim, laktoferin, dan peroksidase),
glikoprotein musin, aglutinin, histatin, protein kaya prolin, statherins,
dan cystatins (Almeida, dkk., 2008)
Sekresi saliva merupakan reflek sederhana

yang

terjadi

ketika

kemoreseptor dan reseptor tekan di dalam rongga mulut berespon dengan


keberadaan makanan. Reseptor tersebut menghasilkan impuls aferen yang

membawa informasi ke pusat liur di medula, kemudian mengirim impuls


melalui saraf otonom ekstrinsik ke glandula salivarius untuk meningkatkan
sekresi saliva. Namun ada juga reflek terkondisi pada keadaan tanpa stimulasi
oral, hanya membayangkan, melihat atau mencium makanan. Sinyal tersebut
berasal dari luar dan bekerja melalui korteks serebri untuk merangsang pusat
liur di medula (Sherwood, 2011).
Tidak seperti sistem saraf otonom pada bagian tubuh lain, saraf otonom
saliva tidak antagonistik. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis
meningkatkan sekresi saliva tapi jumlah, karakteristik serta mekanismenya
berbeda. Stimulasi parasimpatis memiliki efek dominan pada sekresi saliva
yang meghasilkan saliva encer dalam jumlah yang banyak dan kaya enzim.
Sebaliknya stimulasi simpatis menghasilkan saliva dengan volume terbatas,
kental dan kaya mukus. Sehingga jika sistem simpatis dalam keadaan dominan,
misalnya dalam kondisi stres mulut akan terasa kering (Sherwood, 2011).
B. Kecapatan Alir Saliva
Kecepatan alir saliva sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor tersebut antara lain:
1. Hydrasi
Tingkat hidrasi individu adalah yang faktor paling penting yang
mempengaruhi sekresi saliva. Ketika kadar air tubuh berkurang, cairan
saliva juga berkurang, sedangkan hiperhidrasi menyebabkan peningkatan
cairan saliva (Almeida, dkk., 2008)
2. Postur tubuh, cahaya, kebiasaan merokok
Orang dengan posisi berdiri aliran salivanya lebih tinggi daripada duduk
atau berbaring (Almeida, dkk., 2008)
3. Cahaya
Terjadi penurunan 30% sampai 40% cairan saliva dari orang dengan mata
tertutup atau dalam gelap. Namun, hal ini tidak terjadi pada orang buta
karena orang buta beradaptasi dengan cahaya minimal yang masuk ke mata
(Almeida, dkk., 2008)
4. Jenis glandula saliva
Faktor yang mempengaruhi saliva adalah jenis glandula saliva. Selama
tidak distimulasi produksi saliva diproduksi:
a. 20% kelenjar parotis
b. 65%-70% kelenjar submandibular
c. 7%-8% kelenjar sublingual

d. <10% kelenjar ludah minor


Ketika distimulasi, terjadi perubahan persentase. Glandula parotids
kontribusi lebih dari 50% dari total secretionenzim (Almeida, dkk., 2008)
5. Stimulasi
Beberapa peneliti mengamati adanya peningkatan aliran saliva dalam
menerima rangsangan visual. Aliran saliva juga dapat dipengaruhi karena
stimulasi mekanis seperti mengunyah (Almeida, dkk., 2008)
6. Circadian dan circannual cycle
Aliran saliva mencapai puncaknya pada akhir sore hari tapi turun sampai
hampir nol saat tidur. Konsentrasi protein pada irama circadian mencapai
puncaknya pada sore hari dan puncak produksi natrium dan klorida terjadi
pada pagi hari. Irama circannual juga berpengaruh terhadap sekresi saliva.
Pada musim panas aliran saliva rendah dan diproduksi kelenjar parotis,
sementara pada musim dingin merupakan puncak aliran saliva (Almeida,
dkk., 2008)

7. Obat
Kelas obat yang memiliki sifat antikolinergik (antidepresan, anxiolytics,
antipsikotik,

anthistamin,

dan

antihipertensi)

dapat

menyebabkan

penurunan saliva (Almeida, dkk., 2008)


8. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kronis seperti pankreatitis, diabetes mellitus, insufisiensi
ginjal, anoreksia, bulimia, dan penyakit celiac, tingkat amilase menjadi
tinggi (Almeida, dkk., 2008)
9. Latihan fisik
Latihan fisik dapat mengubah sekresi menjadi tinggi dan menginduksi
perubahan dalam berbagai komponen saliva, seperti imunoglobulin,
hormon, laktat, protein, dan electrolytes. Selain itu terjadi kenaikan yang
jelas amilase dan elektrolit terutama Na. Selama latihan fisik stimulasi
simpatis dapat menghambat sekresi saliva (Almeida, dkk., 2008)
Pengukuran kecepatan alir saliva baik dengan stimulasi maupun tanpa
stimulasi dapat dilakukan dengan beberapa metode pengumpulan saliva.
Pemilihan metode tergantung pada peneliti dan kenyamanan partisipan.
Beberapa metode yang sering digunakan (Salimetric, 2013), yaitu:

1. Passive drool, yaitu metode dengan mengumpulkan saliva secara pasif


ke dalam tube dan merupakan metode yang paling sering digunakan
2. Spitting, yaitu metode dengan mengumpulkan saliva di dasar mulut
kemudian meludahkannya ke dalam tube dalam periode tertentu
3. Suction, yaitu metode dengan mengaspirasi saliva dari dasar mulut ke
tube dengan bantuan saliva ejector atau dengan aspirator
Rata-rata produksi saliva orang yang sehat berkisar dari 1-1,5 liter per hari.
Indeks cairan saliva distimulasi adalah parameter untuk klasifikasi normal,
rendah, atau sangat rendah (hiposalivasi). Pada orang dewasa, indeks normal
total saliva distimulasi berkisar dari 1-3 mL per menit, rentang rendah 0,7-1,0
mL per menit, sedangkan hiposalivasi ditandai dengan cairan saliva kurang dari
0,7 mL per menit. Sedangkan untuk klasifikasi cairan saliva yang tidak
distimulasi normalnya berkisar 0,25-0,35 mL per menit, rentang rendah 0,10,25 mL permenit, sedangkan hiposalivasi ditandai dengan cairan saliva kurang
dari 0,1 ml per min. Namun, indeks normal cairan saliva baik distimulasi
maupun tidak distimulasi bervariasi tergantung pada keadaan biologis setiap
orang (Almeida, dkk., 2008).

10

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Air mineral untuk berkumur


Kapas
Beker glass
Gelas ukur
pH meter
Permen karet yang mengandung gula sukrosa dan gula xylitol
Buah Jeruk Segar

B. Prosedur kerja:
1. Mahasiswa dalam grup praktikum mencari pasangan untuk dijadikan
probandus
2. Probandus diminta untuk berkumur dengan air mineral 1x
3. Percobaan 1. Probandus menampung saliva dalam beker glass selama 5
menit.
4. Ukur pH saliva yang telah ditampung dengan menggunakan pH meter. pH
meter perlu dicuci dengan menggunakan air mineral dan dikeringkan
dengan kertas tissue supaya akurasinya terjaga.
5. Selanjutnya saliva dipindahkan kedalam gelas ukur untuk diukur
volumenya
6. Probandus beristirahat selama 15 menit untuk melaksanakan percobaan
berikutnya
7. Catat hasil dalam tabel pasangan sebagai laporan sementara
8. Selanjutnya:
a. Percobaan 2 : probandus mengunyah kapas selama 5 menit sembari
menampung saliva dalam beker glass; kemudian lakukan prosedur
4,5,6,7
b. Percobaan 3 : probandus mengunyah permen karet yang mengandung
gula xylitol selama 5 menit sembari menampung saliva salam beker
glass; kemudian lakukan prosedur 4,5,6,7

11

12

c. Percobaan 4 : probandus mengunyah permen karet yang mengandung


gula sukrosa selama 5 menit sembari menampung saliva dalam beker
glass; kemudian lakukan prosedur 4,5,6,7
d. Percobaan 5 : probandus mengunyah jeruk segar selama 5 menit
sembari menampung saliva dalam beker glass; kemudian lakukan
prosedur 4,5,6,7

BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN

A. Pembahasan

No NamaProbandus

Percobaan (pH)
Tanpa

Stimulasi

Stimulasi Stimulasi

Stimulasi

Stimulasi kapas

xylitol

sukrosa

buah segar

Nabila Prandita

Nabilah

PrasetyoAdi

Nindyarani

Rachmadiani

Noor
Berdasarkan percobaan pengukuran pH saliva dengan dan tanpa stimulasi,
di dapatkan hasil sebagai berikut :

Dari hasil percobaan dengan dan tanpa menggunakan stimulasi, di dapatkan hasil
sebagai berikut:

13

1. Pada pengukuran pH saliva tanpa menggunakan stimulasi, didapatkan


hasil seluruhnya mendapatkan pH 7. Keadaan saliva pada saat istirahat dan
tanpa di stimulasi, 70% dihasilkan oleh glandula submandibularis yang
mengandung bikarbonat, fosfat dan protein (Ekstromdkk, 2012).
Kandungan dari glandula saliva ini memiliki fungsi sebagai penyangga
atau buffer untuk menetralisir pH yang menurun akibat fermentasi sisa
karbohidrat oleh bakteri dari plak, dan untuk mempertahankan pH pada
rongga mulut dalam keadaan istirahat (Little JW, 2008).
2. Pada pengukuran pH saliva dengan menggunakan stimulasi mekanis
dengan menggunakan kapas di dapatkan hasil, pada probandus nomer 1, 3
dan 4 mendapatkan hasil pH 7, pada probandus kedua mendapatkan hasil

14

15

3. percobaanya itu adanya peningkatan pH dari 7 menjadi 8 dan probandus


kelima mendapatkan hasil percobaanya itu adanya peningkatan pH dari 7
menjadi 9. Menurut Little JW (2008) Selama proses pengunyahan
kecepatan sekresi saliva bertambah, dimana 70% hasil sekresi tersebut di
produksi oleh kelenjar parotis. Proses mastikasi menyebabkan peningkatan
sekresi saliva baik dalam jumlah maupun susunan kandungan saliva,
seperti bikarbonat yang dapat meningkatkan pH. Kadar pH saliva tidak
berubah dapat disebabkan oleh kurangnya kandungan bikarbonat yang ada
dalam saliva atau kurangnya jumlah sekresi saliva yang berasal dari
glandula parotis.
4. Pada perngukuran pH saliva dengan menggunakan stimulasi mekanis
dengan menggunakan pengunyahan permen yang mengandung xylitol
mendapatkan hasil, pada probandus nomer 1 dan 3 mendapatkan hasil pH
7 yaitu tidak adanya perubahan pH. Pada probandus nomer 2 dan 4
mendapatkan kenaikan pH dari stimulasi sebelumnya yaitu dengan pH 8.
Dan pada probandus nomer 5 memiliki pH yang sama dengan stimulasi
sebelumnya yaitu pH 9. Menurut Rodiandkk (2013) Xylitol bahan yang
tidak dapat difermentasi oleh bakteri dan tidak diubah menjadi asam,
sehingga dapat mendorong keseimbangan asam basa didalam mulut, juga
mempunyai efek merangsang kecepatan sekresi saliva dan menekan
pertumbuhan Streptococcusmutans. Terjadinya perubahan pH disebabkan
karena perubahan keseimbangan pada asam basa pada rongga mulut. Dan
tidak terjadinya perubahan disebabkan karena pada saat proses
pengunyahannya belum sempurna atau masih terdapat kandungan dari
stimulasi sebelumnya.
5. Pada perngukuran pH saliva dengan menggunakan stimulasi mekanis
dengan cara menggunyah dengan permen yang mengandung sukrosa
didapatkan hasil, pada probandus nomer satu dan tiga mendapatkan pH 7
yaitu tidak ditemukan adanya perubahan pH. Sedangkan pada probandus
nomer 2,4 dan 5 mendapatkan pH 8, dimana pada probandus nomer 2 dan
4 tidak adanya perubahan pH dengan percobaan dengan stimulasi
sebelumnya. Namun pada probandus ke 5 mendapatan pH 8 dimana terjadi
penurunan pH dengan stimulasi sebelumnya. Menurut Kidd dan Bechal

16

(1992) permen karet yang mengandung bahan pemanis sukrosa akan


dipecahkan menjadi gluktan dan fruktan oleh enzim glukosiltransferase
yang dihasilkan Streptococcus mutans. Gluktan dan fruktan akan
digunakan pada proses metabolisme glikolisis hingga menghasilkan energi
dan asam yang dapat menyebabkan gigi karies.
Pada percobaan tersebut terjadinya perubahan pH dengan stimulasi
sebelumnya disebabkan karena adanya kandungan sukrosa yang menyebabkan
perubahan pada asam basa di dalam rongga mulut
1.

Pada pengukuran pH saliva dengan stimulasi neurologis yaitu melihat


buah jeruk dan mencium kulitnya, didapatkan hasil perbandingan dengan
melakukan percobaan tanpa adanya stimulasi didapatkan. Pada probandus
nomer 1 dan 5 mengalami penurunan pH saliva yang tadinya tanpa
stimulasi didapatkan pH 7 berubah dengan adanya stimulasi neurologis
mejadi pH 6.Sedangkan pada probandus nomer 3 tidak ditemukan adanya
perubahan pH atau memiliki hasil tetap yaitu dengan pH 7. Namun pada
probandus dengan nomer 2 dan 4 memiliki peningkatan pH saliva yang
tanpa stimulasi di dapatkan pH 7 dan berubah menjadi pH 8 dengan
melakukan stimulasi neurologis. Reseptor olfaktori yang terletak pada
piringan cribriform, menyebabkan pada saat membau terjadi peningkatkan
aliran udara dan dengan demikian memudahkan akses ke bagian reseptor.
Reseptor akan terstimulasi dan meregulasi kelenjar submandibular untuk
mensekresi saliva. Melihat makanan yang menggiurkan dihubungkan
dengan lidah terlebih dahulu dan pergerakan bibir serta kesadaran terhadap
saliva yang sudah ada di dalam mulut sebelumnya. Stimulus dari
penciuman kulit jeruk dan penglihatan pada buah jeruk merupakan
stimulus aferen yang menstimulasi kedua sistem saraf yaitu simpatik dan
parasimpatik (Ekstrom dkk, 2012). Tidak ada perubahan pH pada
probandus dapat disebabkan oleh laju sekresi yang tidak berubah sehingga
tidak ada penurunan atau peningkatan pH. Peningkatan pH pada
probandus dapat disebabkan oleh laju aliran saliva yang tinggi sehingga
ion bikarbonat juga meningkat dan menyebabkan pH naik

17

No Nama

Percobaan volume (per5 menit)

Probandus

Tanpa

Stimulasi

Stimulasi Stimulasi

Stimulasi

Stimulasi

kapas

xylitol

sukrosa

buah segar

Nabila Prandita

1,2 ml

10 ml

6,4 ml

5,4ml

6 ml

Nabilah

4,1 ml

6,2 ml

10,1 ml

12,6 ml

9,2 ml

Prasetyo Adi

3,9 ml

15.1 ml

16,2 ml

18,2 ml

7,2 ml

Nindyarani

4,5 ml

21 ml

24 ml

26 ml

21 ml

Rachmadiani

1.15 ml

6,3 ml

11,2 ml

13,3 ml

7,2 ml

Noor
2. Berdasarkan percobaan pengukuran volume saliva dengan dan tanpa
stimulasi, didapatkan hasil sebagai berikut:

Hasil percobaan pengukuran volume saliva dengan dan tanpa stimulasi, didapati
hasil sebagai berikut ini:
Menurut Amerongen (1991) Nilai normal rata-rata flow rate saliva yang
tidak distimulasi pada individu yang sehat berkisar 0,3 ml/menit. Dibawah 0,1
ml/menit merupakan hiposalivasi dan diantara 0,1-0,25 ml/menit adalah rendah.
Dari data tersebut dapat disimpulkan probandus yang melakukan pengukuran
saliva tanpa adanya stimulasi didapati 1,2 ml /5 menit.
Menurut Meryem dkk (2002) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan aliran saliva saat terstimulasi adalah asal stimulus, pengunyahan,
muntah, merokok, ukuran kelenjar saliva, indera penciuman dan pengecapan,
asupan makanan, factor psiko-emosional, dan usia. Kecepatan aliran saliva dapat
mempengaruhi

aksi

proteksi

saliva.

Stimulasi

kelenjar

saliva

melalui

pengunyahan dapat meningkatkan kecepatan aliran saliva sehingga mendukung


pembersihan makanan dari mulut. Semakin cepat aliran saliva, semakin cepat
karbohidrat dapat dibersihkan dari dalam rongga mulut serta semakin efektif
saliva dalam mengurangi demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi gigi.
Selain itu, konsentrasi berbagai komponen dalam saliva dapat juga dipengaruhi
oleh kecepatan aliran saliva (Prastiwi, 2008).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai pH saliva antara lain:

18

1. Diet (Makanan)
2. Adanya material

oksigen

berupa

karbohidrat

yang

dapat

difermentasikan dengan cepat seperti gula dapat menurunkan


kapasitas buffer saliva sehingga metabolism bakteri dalam
menghasilkan asam akan meningkat. Sedangkan makanan yang kaya
akan protein memiliki efek yang dapat meningkatkan kapasitas
buffer saliva melalui pengeluaran zat-zat basa seperti ammonia.
3. Penurunan kapasitas buffer saliva.
4. Penurunan kapasitas buffer dapat terjadi pada orang tua, penderita
penyakit sistemik, dan pengguna obat-obatan tertentu. Selain itu,
kapasitas buffer dan sekresi saliva pada wanita biasanya lebih rendah
dibandingkan pada pria.
5. Ritme biologis (irama siang-malam)
6. Kapasitas buffer dan pH saliva yang tidak terstimulasi memiliki nilai
terendah pada saat tidur dan nilai tertinggi saat segera setelah
bangun, kemudian nilai ini bervariasi setelahnya. Sedangkan pada
kapasitas buffer dan pH saliva yang terstimulasi, jam setelah
stimulasi keduanya memiliki nilai paling tinggi, dan dalam kurun
waktu 30-60 menit kemudian akan kembali turun (Rehak dkk, 2000)
Hipersaliva dapat disebabkan oleh produksi saliva yang berlebihan atau
gangguan pada penelanan saliva. Penyebab produksi saliva berlebihan antara lain:
kehamilan, asupan zat tepung yang berlebihan, penyakit refluks gastroesophageal,
pankreatitis, penyakit hati, sindrom serotonin, ulserasi oral, dan infeksi oral. Obatobatan juga dapat menyebabkan produksi saliva berlebihan diantaranya:
clozapine, pilocarpine, ketamine, dan potassium chlorate. Racun dapat
menyebabkan hipersaliva termasuk mercury, copper, organophosphates, dan
arsenic. Penurunan kemampuan menelan saliva disebabkan oleh infeksi seperti
tonsillitis, retropharyngeal dan peritonsillar abscesses, epiglottitis, dan mumps.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh gangguan seperti pada rahang contohnya
fraktur atau dislokasi; terapi radiasi, gangguan neurologis seperti myasthenia
gravis, Parkinson's disease, rabies, bulbar paralysis, bilateral facial nerve palsy,
dan hypoglossal nerve palsy (Prastiwi, 2008).

19

BAB V
SIMPULAN & SARAN

A. Simpulan
Simpulan yang dapat kami peroleh dari praktikum diatas adalah:
1. Nilai normal rata-rata flow rate saliva yang tidak distimulasi pada
individu yang sehat berkisar 0,3 ml/menit sedangkan pada individu
yang tidak normal dapat berkisar antara 0,1-2,5 ml/menit.
2. Individu yang mendapat stimulus kapas mengalami peningkatan dari
yang tidak terstimulasi, peningkatan bisa melebihi 100% dari curah
saliva tanpa stimulasi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa aliran dan
produksi saliva akan meningkat ketika menerima stimulasi, baik dalam
bentuk rangsang bau, rasa, atau secara psikologis.
3. Individu yang mendapat stimulasi permen karet xylitol didapati bahwa
flow rate saliva sedikit meningkat dari pada hasil dari stimulasi kapas.
Hal ini dikarenakan pengaruh stimulus rasa pada makanan yang
dikunyah juga dapat mempengaruhi flow rate saliva.
4. Individu yang mendapat stimulasi dari gula sukrosa memilki hasil flow
rate saliva yang lebih banyak dari hasil yang diperoleh dari stimulasi
permen karet xylitol. Peningkatan yang didapai dapat mencapai 0,5-1,5
ml/menit. Hasil tersebut juga tergantung dari kondisi fisik probandus.
5. Individu yang mendapat stimulasi dari buah jeruk segar mengalami
penurunan flow rate saliva hingga 50% dari flow rate tertinggi dari
yang didapat pada praktikum diatas. Hasil tersebut selain dipengaruhi
oleh kondisi fisik, juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dari probandus.
B. Saran
1. Probandus sebaiknya diperintahkan untuk melakukan puasa selama 2x
45 menit sebelum dilakukannya praktikum untuk mendapatkan hasil
yang lebih akurat. Karena idividu yang akan dijadikan probandus
dihindari dari mengkonsumsi makanan yang dapat menstimulasi kerja
glandula untuk memproduksi saliva lebih tinggi, ataupun sebaliknya.

20

21

2. Saat memilih individu sebagai probandus pada praktikum, sebaiknya


pilih yang dalam kondisi sehat dan tidak mengalami gangguan rongga
mulut guna mendapatkan hasil yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Almeida, P. D. V., Gregio, A. M. T., Machado, M. A. N., Lima, A. A. S., Azevedo,


L. R., 2008, Saliva Composition and Function: A Comprehensive Review,
The Journal of Contemporary Dental Practice, 9(3): 1-11
Amerongen AVN. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah : Arti Bagi Kesehatan Gigi.
Surabaya : Gadjah Mada University Press
Bruket, L. W., 2005, Oral Medicine Diagnosis and Treatment, J. B Lippincott
Company : Toronto
Dorion, R. B. J., 2011, Bitemark Evidence: A Color Atlas and Text, Edisi 2, USA:
CRC Press. h. 133.
Ekstrom, J. Khosravani, N. Castagnola, M. Messana, I. 2012. Dysphagia Medical
Radiology. Springer Berlin Heidelberg Publisher. Sweden
Kidd, E. A. M., Bechal, S. J., 1992, Dasar-Dasar Karies; Penyakit dan
Penanggulangannya, EGC : Jakarta.
Khurana, I., 2008, Essential Medical Physiology, New Delhi: Elsevier. h. 352
Lamster, I. B., Northridge, M. E., 2008, Improving Oral Health for the Elderly,
Springer : New York
Little, J.W. Dental Management of The Medically Compromised Patient, 7th
edition,

Elsevier, Canada; 2008

Meryem, K, Tevfik, F. C., Funda, U, Saniye, S, danSakir, B, Salivary Function in


Patient with Chronic Renal Failure Undergoing Hemodialysis, Annal of
Nuclear Medicine; 2002:16(2): 117-120
Pedersen, G. W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta: EGC. h. 279-280
Prastiwi, A.I, Dahlia, H, dan Kwartarini M, 2008, Perbedaan Kadar Urea dan
Akumulasi Kalkulus Supragingiva Penderita Gagal Ginjal Terminal Antara

Terapi Hemodialisis dan Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis, Majalah


Ilmu Kedokteran Gigi, X(1)
Rehak, NN., Cecco, SA., dan C. sako, G., 2000, Biochemical Composition and
Electrolyte Balance of "Unstimulated" Whole Human Saliva, Clinical
Chemistry and Laboratory Medicine, Apr 38(4): 335-43
Roland, S. M., 2005, Gigi Penasihat Oral Aksi, Gigi Umum Praktisi, St John
Wood : London
Rodian, M. Satari, M. H. Rolleta, H. 2013. Efek Mengunyah Permen Karet Yang
Mengandung Sukrosa, Xylitol, Probiotik Terhadap Volume, Kecepatan
Aliran, Viskositas, pH, Dan Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Saliva.
FKG UNPAD. BANDUNG
Salimetric, 2013, Saliva Collection and Handling Advice, Salimetric, Edisi 3. h. 115.
Sherwood, L., 2011, Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, jakarta: EGC. h. 650651.

Anda mungkin juga menyukai