SKENARIO 1 BLOK 5
OLEH KELOMPOK 1
FASILITATOR
KETUA
: Muhammad Qisthy
04111004038
SEKRETARIS
: Sherly Septhimoranie
04111004039
ANGGOTA
: 1. Rozalia
04111004031
2. Ammelia Piliang
04111004018
04111004028
4. Aisyah
04111004048
5. Wendy Nadya
04111004020
6. Sischa Ramadhani
04111004029
7. Sanny Susanti
04111004043
8. Meity Isrianti
04111004019
9. Miftah Wiryani
04111004026
04111004050
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di tutorial kali ini kami mendapatkan skenario sebagai berikut :
Isma, seorang anak perempuan berusia 11 tahun diantar ibunya ke
dokter gigi untuk memeriksakan gigi belakang kiri bawah yang tanggal sejak
satu tahun lalu, tetapi belum tumbuh gigi pengganti. Dokter gigi melakukan
pemeriksaan radiologu untuk melihat kondisi pada daerah tersebut sebanyak
dua kali, karena hasil foto pertama menunjukkan elongasi dan cone cutting.
Dari hasil rontgen foto kedua, terlihat adanya benih gigi 34,35 dan
gambaran radiografis di sekitarnya terlihat normal dengan pembentukan
akar yang belum sempurna.
Dari skenario tersebut, akan kami jelaskan dengan jump jump sebagai
berikut :
1. KLARIFIKASI ISTILAH
a)
Pemeriksaan
radiologi
pemeriksaan
menggunakan
gelombang
b) Elongasi : pemanjangan pada hasil gambar rontgen
c) Cone cutting : hasil gambar yang tidak sesuai karena
ketidaksesuaian cone sehingga hasil hilang sebagian.
d) Rontgen : salah satu teknik pemeriksaan radiologi
menggunakan sinar-x
e) Benih gigi 34,35 : benih gigi P1 dan P2 kiri bawah
2. IDENTIFIKASI MASALAH
a) Isma (11th) mengeluhkan gigi belakang kiri bawah tanggal
sejak satu tahun lalu dan belum tumbuh
b) Dokter melakukan pemeriksaan radiologi 2 kali karena hasil
foto pertama menunjukkan elongasi dan cone cutting
3. ANALISIS MASALAH
a) Mengapa gigi belakang kiri bawah Isma yang tanggal sejak
satu tahun lalu belum tumbuh gigi pengganti ?
b) Pada usia berapa normalnya gigi permanen seseorang mulai
tumbuh?
c) Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang gigi ?
d) Bagaimana proses pergantian gigi susu menjadi
gigi
permanen ?
e) Apa yang menyebabkan foto pertama menunjukkan elongasi
dan cone cutting ?
f) Bagaimana proses pemeriksaan radiologi ? Dan apa saja
g)
h)
i)
j)
4. HIPOTESIS
Dari hasil pemeriksaan rontgen, gigi Isma (11th) yang tanggal sejak satu
tahun lalu belum tumbuh dikarenakan pembentukan akar yang belum sempurna
5. LEARNING ISSUE
a) Nomenklatur gigi
Gigi Susu
Gigi Permanen
b) Tumbuh kembang gigi
Proses
Faktor yang mempengaruhi
Kelainan pada proses tumbuh kembang gigi
c) Pemeriksaan radiografi kedokteran gigi
Definisi dan jenis jenis
Indikasi
Prosedur pengambilan gambar
rontgen
d) Interpretasi hasil foto radiografis
Cara menginterpretasikan hasil foto
Gambaran radiografis gigi yang normal
Contoh kegagalan pada foto rontgen
BAB II
PEMBAHASAN
A. NOMENKLATUR
Menurut masa pertumbuhan gigi manusia terbagi menjadi dua, yaitu :
Gigi susu
Gigi susu berjumlah 20 buah dan mulai tumbuh pada umur 6 -9 bulan dan lengkap
pada umur 2 2,5 tahun. Gigi susu terdiri dari 5 gigi pada setiap daerah rahang
masing masing adalah : 2 gigi seri (incicivus),1 gigi taring
2. Gigi permanen
Gigi permanen berjumlah 28 32 terdiri dari 2 gigi seri, 1 gigi taring, 2 gigi
premolar, dan 3 gigi molar pada setiap daerah rahang. Gigi permanen
menggantikan gigi susu. Antara umur 6 14 tahun 20 gigi susu diganti gigi
permanen. Gigi molar 1 dan 2 mulai erupsi pada umur 6 12 tahun sedangkan
gigi molar 3 mulai erupsi pada umur 17 21 tahun.
Nomenklatur adalah cara menulis gigi geligi ada beberapa cara nomenklatur yaitu:
1.Cara Zsigmondy :
Gigi permanent :
87654321 12345678
87654321 12345678
Contoh : P2 atas kanan = 5 |
I 1 bawah kiri = | 1
Gigi decidui :
V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
Contoh : c bawah kanan = III |
m2 atas kiri = | V
2.Cara FDI
System 2 angka dari federation dental international (FDI)
i.
ii.
Gigi Permanent
1-4 untuk gigi permanent
55 54 53 52 51 61 62 63 64 65
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75
Contoh :
43 = permanen, caninus bawah kanan
25 = permanen, premolar dua atas kiri
73 = decidui, caninus bawah kiri
65 = decidui, molar dua atas kiri
3. Cara Palmers
8..... 2
17 18 . . . . .24 25 . . . . .31 32
Contoh :
P2 atas kanan = 13
I1 bawah kiri = 25
Gigi Decidui
X IX . . VI
IV
Contoh :
P2 atas kanan = 5 +
I1 bawah kiri = 1
c bawah kanan decidui = 03 +
m2 atas kiri decidui = +05
6.Cara applegate
Kebalikan dari cara amerika yaitu dengan menghitung dari atas kanan, kebawah
kiri, lalu kebawah kanan
Gigi Permanent
1 2 . . . . . 8
9 . . . . . 15 16
32 31 . . . . 25
24 . . . . . . 18 17
Gigi Decidui
II . . . V
VI . . . . X
XX . . .XVI
XV . . . X I
7. System Scandinavian
Jarang digunakan dalam praktek dokter gigi
+ = untuk gigi atas
- = untuk gigi bawah
8 Cara G. B. Denton
Gigi tetap : 2
3
P2ataskanan=2.5
Gigi susu : b
c
Secara garis besar, pertumbuhan dan perkembangan gigi terdiri atas 3tahap yaitu
perkembangan, kalsifikasi dan erupsi.
A. Tahap perkembangan yaitu :
1.
Inisiasi
(bud
stage)
pada
lapisan basal dari epitel mulut berproliferasi lebih cepat daripada sel sekitarnya.
Hasilnya
adalah lapisan epitel yang menebal di regio bukal lengkung gigi dan meluas
sampai
seluruh bagian rahang atas dan bawah.
2.
Proliferasi
(cap
stage)
dentin
dan pulpa pada tahap ini. Sel-sel mesenkim yang berada di sekeliling organ gigi
danpapila gigi memadat dan fibrous, disebut kantong gigi yang akan menjadi
sementum,
membran periodontal, dan tulang alveolar.
3.
Histodiferensiasi
(bell
stage)
Terjadi diferensiasi seluler pada tahap ini. Sel-sel epitel email dalam (inner
email
epithelium) menjadi semakin panjang dan silindris, disebut sebagai ameloblas
yang
akan
berdiferensiasi menjadi email dan sel-sel bagian tepi dari papila gigi menjadi
odontoblas
yang akan berdiferensiasi menjadi dentin.
4.
Morfodiferensiasi
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk
menghasilkan
bentuk dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks
dimulai.
Morfologi gigi dapat ditentukan bila epitel email bagian dalam tersusun
sedemikian rupasehingga batas antara epitel email dan odontoblas merupakan
gambaran
dentinoenamel
bertindak sebagai pola pembentuk setiap macam gigi. Terdapat deposit email
dan
matriks
dentin pada daerah tempat sel-sel ameloblas dan odontoblas yang akan
menyempurnakan
gigi sesuai dengan bentuk dan ukurannya.
5.
Aposisi
Terjadi pembentukan matriks keras gigi baik pada email, dentin, dan
sementum.
Matriks email terbentuk dari sel-sel ameloblas yang bergerak ke arah tepi dan
telah
terjadi proses kalsifikasi sekitar 25%-30%.
B. Tahap Kalsifikasi
Kalsifikasi terjadi dengan pengendapan garam-garam kalsium anorganik selama
pengendapan matriks. Kalsifikasi dimulai selama pengendapan matriks oleh
endapan dari suatu nidus kecil, selanjutnya nidus garam-garam kalsium
anorganik bertambah besar oleh tambahan lapisan-lapisan yang pekat. Apabila
kalsifikasi terganggu, butir kalsium individu di dalam dentin tidak menyatu,
dan tertinggal sebagai butir kalsium dasar yang terpisah di dalam daerah
matriks eosinofilik tersendiri yang tidak terkalsifikasi. Tahap ini tidak sama
pada setiap individu, dipengaruhi oleh genetic atau keturunan sehingga
mempengaruhi pola kalsifikasi, bentuk mahkota dan komposisi mineralisasi.
C. Tahap Erupsi
Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari
awalpembentukan melaluibeberapa tahap sampai gigi muncul ke rongga mulut
. Ada dua fase yang penting dalam proses erupsi gigi, yaitu erupsi aktif dan
pasif. Erupsi aktif adalah pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan ke arah
sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang
terlalu besar.
4.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan tidak banyak mempengaruhi pola erupsi. Faktor
tersebut adalah:
1. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan
seseorang. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu
erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan anak dengan tingkat ekonomi
menengah.
2. Nutrisi
Sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan proses
kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor
kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin.
5. Faktor lokal
Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi
ke tempat erupsi, malformasi gigi, persistensi gigi desidui, adanya gigi berlebih,
trauma terhadap benih gigi, mukosa gusi yang menebal, ankilosis pada akar gigi,
dan gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya.
6. Faktor Penyakit
Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit
sistemik dan beberapa sindroma, seperti Down Syndrome, Cleidocranial
dysostosis, Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial
synostosis dan hemifacial atrophy.
Hipodonsia
Kegagalan perkmbangan gigi satu atau dua benih gigi. Relatif umum terjadi
dan sering kali bersifat herediter. Ada beberapa sindrom yang disertai
hipodonsia, yang paling umum yaitu adalah sindrom down. Gigi yang paling
sering tidak tumbuh adalah molar 3, premolar kedua dan insisif lateral atas
Anodonsia
Gigi berkembang dalam jumlah lebih dari normal disebut gigi supernumerari.
Ditemukan sebagai akibat perkembangan berlebih dari dental lamina dengan
penyebab yang tidak diketahui. Gigi berlebih yang terjadi diantara gigi seri
pertama atas dinamakan mesiodens. Gigi ini umumnya kecil (mikrodonsia)
dan tidak menyerupai gigi normal. Gigi supernumerari dapat menyebabkan
gigi berjejal dan memperlambat erupsi gigi. Berikut yang termasuk gigi
supernumerai :
1. Geminasi , merupakan gigi yang besar karena satu benih membentuk dua
gigi. Gigi kembar ini biasanya menyebabkan terpisahnya mahkota gigi
secara menyeluruh atau sebagian melekat pada satu akar dengan satu
saluran akar.
2. Fusi, merupakan gigi yang besar (mikrodonsia dengan satu mahkota besar
yang terdiri atas persatuan mahkota dan akar. Akar umumnya mempunyai
dua saluran akar karena satu gig dibentuk dibentuk oleh dua benih yang
terpisah. Fusi sulit dibedakan dengan geminasi.
Selain dengan
Erupsi prematur, digunakan untuk gigi yang telah erupsi sebelum waktu
normalnya. Keadaan ini bisa terjadi pada gigi susu maupun gigi tetap. Gigi
ini mempunyai sifat yang khas yaitu mudah tanggal, pembentukan akar,
struktur dan kalsifikasi yang tidak sempurna.
Erupsi lambat, pada keadaan ini proses erupsi menjadi lambat. Erupsi
yang terlambat dapat disebabkan oleh gangguan endokin, hipotiroidisme,
riketsia dan kurangnya ruang untuk gigi.
Makrodonsia, yaitu bentuk ukuran gigi yang lebih besar dari keadaan
normal. Keadaan ini bisa terjadi pada sebagian atau seluruh gigi.
Makrodonsia yang bersifat menyeluruh mutlak terjadi pada pitutary
gigantisme. Sedangkan makrodonsia lokal sering terjadi pada molar 3
bawah.
periapikal paralel.
Bite Wing
Bite wing adalah teknik pemotretan radiografis yang dapat
menghasilkan gambaran radiografis daerah mahkota sampai dengan
leher gigi dan jaringan periodontal di daerah interdental region rahang
mandibula satu lembar film. Teknik foto rontgen ekstra oral dapat
menghasilkan gambar yang menunjukkan semua gigi dan jaringan
pendukung.
Foto panoramik dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram
dan menjadi sangat populer di kedokteran gigi karena teknik yang
sederhana, gambaran mencakup seluruh gigi dan rahang dengan dosis
radiasi yang rendah, dimana dosis radiasi yang diterima pasien untuk
satu kali foto panoramik hampir sama dengan dosis empat kali foto
-
intra oral
Cephalometri
Cephalometri adalah radiografi yang distandarisasi dan reproducible,
terutama dipergunakan di bidang ortodonsi dan orthognatic surgery.
Cephalometri menggunakan sefalostat atau kraniostat untuk fiksasi
kepala standar.
Maksud standarisasi adalah untuk memperoleh foto dengan posisi yang
selalu sama terutama untuk memperbandingkan foto sebelum, selama,
dan sesudah perawatan ortodonsi.
Waters View
Proyeksi Waters biasanya disebut juga proyeksi Occipito Mental.
Semula proyeksi ini ditujukan untuk sinus maksilaris. Namun, bagian
posteroanterior yang paling belakang akan tumpang tindih dengan
processus alveolaris gigi posterior sehingga harus ditambahkan
proyeksi lainnya.
Waters foto ini terutama untuk melihat sinus paranasal yaitu sinus
A. Intra Oral
gigi impaksi
Mendeteksi benda asing di dalam tulang rahang dan batu di dalam
kelenjar saliva
Melihat dasar sinus maksilaris
Pasien dengan trismus
Letak fraktur rahang
Mendeteksi kista, osteomyelitis, dan tumor
B. Ekstra Oral
penyakit periodontal
Menilai keadaan gigi molar 3
pertumbuhan
Untuk mendeteksi perubahan dalam arah mediolateral kepala
Memperlihatkan struktur fasial lainnya
keras
Observasi pra dan pasca perawatan
Rahang Atas
Waktu (detik)
Rahang Bawah
I
C
P
M
0,3
0,4
0.5
0,8
I
C
P
M
Waktu (
0,3
0,4
0,5
0,6
a.
b.
Penderita/ Pasien
Pemotretan pada pasien anak kadang-kadang sulit dilakukan, karena ada rasa takut
yang berlebihan. Pasien sering bergerak atau merontah pada waktu pemotretan.
Pasien lanjut usia juga kadang kadang sulit dilakukan pemotretan, karena pasien
tidak dapat diam atau tremor yang mungkin terjadi. Pada pasien-pasien ini dapat
terjadi double image.
Bentuk anatomis rahang sempit dan palatum dangkal dapat menyebabkan tidak
seluruh struktur yang akan diperiksa dapat terproyeksi dengan utuh (terpotong).
Sedangkan gigi yang berjejal atau pada gigi impaksi dapat terjadi tumpang tindih
satu gigi dengan gigi geligi disekitarnya.
Pasien dengan reflex muntah tinggi juga dapat menyulitkan pemotretan. Terutama
pemotretan region posterior rahang atas dan rahang bawah.
c.
Dokter Gigi
Pengetahuan, ketelitian dan keterampilan dokter gigi juga mempengaruhi foto
radiografis yang dihasilkan. Kelalaian dokter gigi pada waktu menulis surat
rujukan , misalnya salah menulis elemen gigi atau region, tidak menulis maksud
tujuan pemeriksaan radiografis atau regio, tidak menulis maksud tujuan
pemeriksaan radiografis atau tidak menulis diagnose sementara berdasarkan
pemeriksaan radiografis sebelumnya menyebabkan hasil pemeriksaan radiografis
sebelumnya menyebabkan hasil pemeriksaan radiografis yang dihasilkan tidak
sesuai dengan yang dimaksud / diharapkan.
2.
BAHAN/ MATERIAL
a.
Film
Beberapa hal yang harus diperharikan dalam melilai film radiografis adalah waktu
kadaluarsa serta kemasan pembungkus film. Hal ini penting diperhatikan karena
apabila kedua hal tersebut sudah tidak memenuhi syarat lagi, hasil foto
radiografisnya tidak dapat sebaik yang diharapkan.
b.
3.
TEKNIK PEMOTRETAN
a.
b.
Peletakan film
Pada teknik intra oral peletakan film dalam rongga mulut harus sedemikian rupa
sehingga objek yang akan diperiksa terletak di pertengahan film, untuk itu perlu
diperhatikan bahwa untuk letak film di gigi anterior film diletakkan vertical dan
pada gigi posterior di letakkan horizontal. Dengan demikian seluruh gigi sampai
dengan daerah periapikal dapat tercakup semua dalam film. Sisakan 2-3 mm
antara jarak tepi permukaan gigi dengan permukaan oklusal atau insisal.
Sekalahan yang dapat terjadi apabila tidak diperhatikan hal-hal tersebut di atas
adalah terpotongnya gambar radiografis yang dihasilkan. Gambaran ini juga dapat
terjadi akibat kondisi anatomis pasien berupa palatum atau dasar mulut yang
dangkal.
Kesalahan peletakan cassette pada teknik ekstra oral baik teknik pemotretan yang
menggunakan cassette holder atau tidak adalah terpotongnya gambaran
radiografis yang dihasilkan.
C. Cara Menahan Film
Radiopaque ( putih )
Radiointermediate ( abu-abu )
Objek yang diperhatikan adalah gigi dan bagian-bagiannya, jaringan lunak, tulang
enamel
a. Lokasi
gigi permanen.
Berada hanya pada mahkota gigi paling koronal
b. Ukuran
dengan batas
bawah adalah dentin.
: mengikuti luas permukaan mahkota gigi
2. Dentin
a. Lokasi
gigi permanen.
Berada pada mahkota dan akar gigi, pada mahkota
berada tepat
dibawah enamel. Pada akar gigi, dentin
b. Ukuran
a. Lokasi
Pulp Canal
a. Lokasi
Pulp Chamber
gigi permanen.
Berada pada mahkota gigi dan akar gigi. Pulpa
dikelilingi oleh
dentin.
b. Ukuran
: mengikuti bentuk anatomi dari gigi, ukuran
bisa beragam.
c. Jumlah
: ruang pulpa terdapat 1 pada tiap gigi, dan saluran
akar pulpa pada tiap gigi beragam dari 1 sampai 3 bahkan lebih
a. Lokasi
permukaan akar
gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen. Berada
diantara
b. Ukuran
dengan ketebalan
berkisar antara 0,3-0,1 mm.
c. Jumlah
: melingkupi permukaan akar setiap gigi.
d. Bentuk
: seperti garis hitam melingkupi permukaan akar
setiap gigi.
e. Radiodensitas : ligamen periodontal menunjukkan gambaran
radiolusen berserat
yang mengelilingi akar gigi, nampak berserat
karena ligamen
periodontal terdiri dari serat-serat pendukung gigi.
6. Lamina dura
a. Lokasi
b. Ukuran
Tulang
alveolar
a.
b.
c.
d.
e.
Lokasi
Ukuran
Jumlah
Bentuk
Radiodensitas
yang
sentral.
: seukuran jempol orang dewasa.
: terdapat 1 fossa nasalis pada setiap tengkorak
kepala manusia.
d. Bentuk
: membulat tapi tidak jelas.
e. Radiodensitas : gambaran radiolusen dengan tepi radiopak, dan
ditengah bulatan radiolusen tersebut terdapat garis radiopak difuse
yang memotong bulatan radiolusen menjadi 2 bagian kanan dan
kiri.
9. Aveolar crest
a. Lokasi
gigi geligi.
Merupakan puncak dari lamina dura. Terletak
kurang lebih 2 mm
dari apikal ke CEJ.
b. Ukuran
: tidak menentu, tergantung dari jarak antar
gigi yang bersebelahan
itu sendiri, jika jauh maka alveolar crest datar dan
luas, jika dekat
c. Jumlah
tajam.
: menyesuaikan dengan jumlah gigi, terdapat satu
alveolar crest
d. Bentuk
anterior
meninggi atau meruncing ke koronal.
e. Radiodensitas : gambaran radiopak yang merupakan puncak dan
akhir dari
lamina dura ke arah koronal.
a. Lokasi
insisivus sentral.
b. Ukuran
: kecil, dengan panjang sekitar 1-5 mm.
c. Jumlah
: terdapat 1 spina nasalis anterior pada setiap
tengkorak manusia.
d. Bentuk
: berupa tonjolan tulang di bawah fossa nasalis,
yang merupakan
perpanjangan dari dasar atau lantai dari fossa
nasalis.
e. Radiodensitas : perpanjangan radiopak dari septum nasalis.
11. Linea oblique eksterna
a. Lokasi
posterior dari
gigi molar dari arah anterior ramus asenden
mandibula ke arah
molar.
b. Ukuran
: sesuai dengan bentuk dari mandibula.
c. Jumlah
: ada 2 pada mandibula, kanan dan kiri.
d. Bentuk
: sesuai dengan bentuk dari mandibula.
a. Lokasi
rahang atas.
b. Ukuran
a. Lokasi
kiri, di daerah
b. Ukuran
c. Jumlah
d. Bentuk
lingual.
: sesuai dengan bentuk dari mandibula.
: ada 2 pada mandibula, kanan dan kiri.
: bentukan tulang menonjol yang memanjang di
daerah lingual,
kanan dan kiri mandibula.
a. Lokasi
daerah lingual.
Berada di daerah apikal insisif sentral rahang
bawah.
b.
c.
d.
e.
Ukuran
: kurang dari 1 mm.
Jumlah
: 1.
Bentuk
: bulat kecil.
Radiodensitas : bulatan radiolusen yang kecil.
a. Lokasi
melintang secara
horizontal di bawah gigi molar.
b. Ukuran
: lebarnya (dari garis radiopak hingga garis
radiopak di bawahnya)
berkisar antara 3-4 mm.
c. Jumlah
: 2 kanan dan kiri mandibula.
d. Bentuk
: seperti tabung yang panjang.
e. Radiodensitas : berupa radiolusen yang dibatasi oleh garis
radiopak, dan
memanjang di bawah gigi geligi molar.
a. Lokasi
posterior dari
geligi molar yang paling akhir di rahang tersebut,
b. Ukuran
c. Jumlah
d. Bentuk
dan merupakan
batas akhir dari rahang atas.
: seukuran mahkota gigi molar.
: terdapat 2 di rahang atas, kanan dan kiri.
: seperti benjolan membulat di posterior gigi molar.
a. Lokasi
membagi palatum
menjadi 2 bagian kanan dan kiri.
b. Ukuran
: memanjang sepanjang palatum.
c. Jumlah
: 1 pada rahang atas.
d. Bentuk
: garis panjang di tengah palatum, mulai dari bagian
tengah insisif
sentral rahang atas sampai ke posterior.
e. Radiodensitas : garis radiolusen tipis dengan batas radiopak.
19. Foramen mentalis
a. Lokasi
apikal dari
b.
c.
d.
e.
premolar kedua.
Ukuran
: diameter kurang lebih 2 mm.
Jumlah
: terdapat 2 di mandibula kanan dan kiri.
Bentuk
: bulat dan kadang sedikit oval.
Radiodensitas : bulatan radiolusen.
a. Lokasi
b.
c.
d.
e.
lingual.
Ukuran
: ketebalan sekitar 3-4 mm.
Jumlah
: 1 pada rahang bawah.
Bentuk
: garis tebal
Radiodensitas : garis radiopak yang tebal yang melintang di daerah
apikal dari
geligi anterior rahang bawah.
b. Ukuran
dan tebal.
c. Jumlah
: melingkupi setiap mahkota gigi.
d. Bentuk
: garis tebal seperti huruf J atau U.
e. Radiodensitas : garis tebal radiopak yang berbentuk seperti huruf J
atau U di
daerah apikal gigi molar.
22. Nutrient canals
a. Lokasi
bawah, tetapi biasanya lebih terlihat jelas pada gigi anterior rahang
bawah. Merupakan jalan masuk pembuluh darah dan nervus.
b. Ukuran
: lebar kurang dari 1 mm,dan panjang
vertikal di bawah apikal gigi.
c. Jumlah
: sesuai jumlah akar gigi yang ada.
d. Bentuk
: garis panjang.
e. Radiodensitas : terlihat seperti garis vertikal yang radiolusen di
bawah akar gigi.
Mudah dilihat di regio anterior.
gingiv
a
dentin
Zona
bifurkasi
laminadu
ra
Foramen
apikal
Jaringan
periodontal
Tulang
alveolar
sementu
m
Superimposed
Gambaran radiografis tumpang tindih dengan gambaran selain gigi dan
struktur anatomis disekitarnya. Contoh berupa gambaran kaca mata,
cengkraman gigi tiruan lepasan, gigi tiruan kerangka logam, atau kawat
alat orthodonsi
Double exposed
Film yang telah dipakai, sebelum dicuci dipakai lagi untuk pemotretan
pasien lain sehingga akan tampak dua gambaran radiografis yang berbeda
pada satu pasien.
Double image
Pada pasien anak yang memiliki rasa takut yang berlebihan sehingga
sering bergerak atau merontah pada waktu pemotretan.
Elongasi
Pemanjangan gambar radiografis gigi yang dihasilkan, akibat penentuan
sudut vertical terlalu besar.
Horizontal overlapping
Gambaran radiografis yang tumpang tindih antara satu gigi dengan gigi
yang berdekatan, akibat sinar-X tidak sejajar dengan permukaan
interproksimal gigi atau tidak tegak lurus dengan sumbu gigi yang
diperiksa.
Cone cutting
Terpotong sebagian gambar radiografis gigi yang dihasilakn dengan batas
tepi berupa lengkungan, terjadi akibat sinar-X tidak tepat pada
pertengahan film, sehingga ada sebagian film yang tidak terkena sinar-X.
Overexposed
Kondisi waktu pemotretannya yang terlalu lama sehingga gambaran
radiografis yang dihasilakan akan tampak gelap/hitam (radiolusen) secara
keseluruhan.
Underexposed
Terjadi bila waktu pemotretan terlalu singkat dan gambar radiografis yang
dihasilkan akan tampak putih (radiopak) secara keseluruhan.
Overdeveloped
Kondisi waktu pencucian dalam developer yang terlalu lama sehingga
gambaran radiografis yang dihasilkan tampak hitam (radiolusen) secara
keseluruhan.
Underdeveloped
Kondisi waktu pencucian dalam developer yang terlalu cepat sehingga
gambar tampak lebih putih (radiopak) secara keseluruhan.
Elongasi
periapikal
Elongasi periapikal pada pasien orthodontik
BAB III
RANGKUMAN
A. Sintesis
Kesimpulan dari skenario ini adalah Dari hasil pemeriksaan periapikal,
gigi Isma (11th) yang tanggal 1 tahun lalu belum tumbuh masih masuk kategori
normal.
BAB IV
REFERENSI
O.E.
and
R.
P.
Langlais.,
2002. Principles
of
Dental