KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Allah SWT karena berkat dan
rahmat-Nyalah buku konsensus ini dapat kami selesaikan. Dalam buku konsensus ini
kami membahas tentang Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal
Karena Efek Samping Kontrasepsi.
Buku ini dibuat sebagai salah satu wujud kegiatan dari Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI), dalam rangka mendukung program
MDGs serta membantu para sejawat dalam memperdalam pemahaman dan
pengetahuan tentang pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh pemakaian
kontrasepsi. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi rekan sejawat dalam
menangani kasus pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh penggunaan
kontrasepsi.
Kami menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, buku ini
tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap
saran dan kritik demi perbaikan buku ini ke depannya.
Akhirnya, kami berharap buku konsensus ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Hormat kami
Ketua
HIFERI
KONTRIBUTOR
II
NARASUMBER
EDITOR PEMBANTU
HIFERI Pusat
III
DAFTAR ISI
KONTRIBUTOR..... i
KATA PENGANTAR KETUA PB HIFERI-POGI ii
DAFTAR ISI. iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ..... 1
1.1. Latar belakang .... 1
1.2. Permasalahan . 2
1.3. Tujuan 3
1.3.1. Tujuan umum .... 3
1.3.2. Tujuan khusus ... 3
1.4. Sasaran .. 3
1.5. Dokumen terkait lainnya ... 4
BAB II. METODOLOGI .... 5
BAB III. TERMINOLOGI .. 7
3.1. Definisi haid normal ......
7
3.2. Definisi pendarahan uterus abnormal (PUA) . 8
3.3. Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan ..... 8
3.4. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan.. 9
3.5. Pendarahan sela (breakthrough bleeding) ... 12
3.6. Pendarahan lucut (withdrawal bleeding) . 12
3.7. Jenis kontrasepsi yang sering digunakan saat ini... 13
BAB IV. PATOFISIOLOGI PUA AKIBAT KONTRASEPSI .. 16
4.1. Patofisiologi pendarahan sela (breakthrough bleeding) 16
4.1.1 Pendarahan sela progesteron ... 16
4.1.2. Pendarahan sela estrogen/estrogen breakthrough bleeding 16
4.2. Patofisiologi pendarahan lucut (withdrawal bleeding) .. 18
4.2.1. Pendarahan lucut estrogen ............. 18
4.2.2. Pendarahan lucut progesterone .... 18
4.3. Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi non hormonal .. 20
4.3.1. PUA akibat AKDR .......... 20
4.3.2. PUA karena sterilisasi .. 21
4.4. Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi hormonal . 22
4.4.1. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis kontrasepsi
hormonal kombinasi .. 22
4.4.2 Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis
kontrasepsi progestin only. 23
I
V
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pembagian PUA
10
30
32
42
46
57
61
63
VI
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi .................7
Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia 1
5-44 tahun...................................................................................9
Tabel 3.3. Perkembangan Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK).............................14
Tabel 5.1. Anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis banding perdarahan
uterus abnormal.......................................................................... 25
Tabel 5.2. Anamnesis keluhan perdarahan pada penggunaan kontrasepsi
hormonal................................................................................... 26
Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan
kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang.............27
Tabel 5. 4.Pemeriksaan estimasi kehilangan darah berdasarkan PBAC ................29
Tabel 5.5. Diagnosis PUA-I berdasarkan strata pelayanan.................................43
Tabel 6.1. Penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi .... 44
Tabel 6.2. Ringkasan beberapa penelitian tentang PUA I karena kontrasepsi
hormonal progestin ...... 55
Tabel 6.3. Daftar obat PUA-I 56
Tabel 6.4. Pendekatan Terapi PUA Sesuai Level Pelayanan 56
VII
DAFTAR SINGKATAN
17-0H Progesterone
g
U
AKDR
Ang-1
Ang-2
bFGF
BT
BTB
CL
cm
COX
CT
CTP
Cu-IUD
CVR
dkk
dl
DMPA
EE
FIGO
FSH
GnRH
GPP
Hb
HIFERI
Ht
ITP
IUD
L
LARCs
LH
LNG
LNG-IUS
LR
mIU
mL
MMP
NET-EN
ng
ml
nmol
NO
NPV
PBACS
PDGF
pg
: Hematokrit
: Idiopathic Thrombocytopenia Purpura
: Intra Uterine Device
: Liter
: Long Acting Reversible Contaceptives
: Luteinizing Hormone
: Levonorgestrel
: Levonorgestrel Intrauterine System
: Likelihood Ratio
: mili Internasional Unit
: mililiter
: Matrix Metalloproteinase
VIII
: Norethisterone enanthate
: nanogram
: mililiter
: nanomol
: Nitrit Oksida
: Negative Predictive Value
: Pictoral Blood Assessment Chart
: Platelet Derived Growth Factor
: pikogram
PG
PGE2
PGF2a
PKK
PKMI
PNPK
POCs
POP
PPV
PPK
PUA
PUA-A
: Prostaglandin
: Prostaglandin E2
: Prostaglandin F2a
: Pil Kontrasepsi Kombinasi
: Persatuan Kontrasepsi Mantap Indonesia
: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
: Progestogen Only
: Progestin Only Pill
: Positive Predictive Value
: Panduan Praktik Klinis
: Pendarahan Uterus Abnormal
PUA-C
PUA-I
PUA-L
PUA-M
PUA-N
PUA-O
PUA- P
PUD
PUS
SDKI
SIS
SOPK
TIMP
TVS
U
UKMEC
USG
VEGF
WHO
Adenomiosis
Coagulopathy
Iatrogenik
Leiomioma
Malignancy dan hyperplasia
lain yang sulit diklasifikasi (Not yet classified)
Ovulasi
: Pendarahan Uterus disfungsional
: Pasangan Usia Subur
: Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
: Saline Infusion Sonography
: Sindrom Ovarium Polikistik
: Tissue Inhibitors of Metalloproteinase
: Transvaginal
: Unit
: United Kingdom Medical Eligibility Criteria
: Ultrasonografi
: Vascular Endothelial Growth Factor
: World Health Organization
IX
BAB
I
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Program keluarga berencana hingga saat ini masih jauh dari kata selesai. Hal ini
disebabkan oleh karena masih terdapat lebih dari 120 juta perempuan di seluruh dunia
yang ingin mencegah kehamilan, namun mereka maupun pasangannya tidak
menggunakan kontrasepsi.
berjalan dengan baik, maka diperkirakan penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta
jiwa pada tahun 2025. Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan masalah yang cukup
serius dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya, termasuk keamanan, yang
2
pada akhirnya akan berdampak pula pada masalah kesehatan. Pasangan Usia Subur
(PUS) yang ingin menunda kehamilan atau tidak ingin punya anak lagi namun tidak
menggunakan kontrasepsi (unmet need), diperkirakan dapat mencapai angka 8,6%
bahkan mungkin dapat mencapai angka 9% menurut SDKI 2007 dan PKMI.
2-4
Alasan
untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi diantaranya adalah: pelayanan dan alat yang
belum tersedia atau amat terbatas, kekhawatiran akan efek samping, kondisi kesehatan
klien dan kurangnya pengetahuan tentang pilihan dan penggunaan alat kontrasepsi.
Alat kontrasepsi yang baik, harus dapat menggabungkan aspek keamanan dan
efektifitas dengan kenyamanan penggunaan, dan idealnya dapat pula memberikan
manfaat kesehatan tambahan. Kontrasepsi progestogen only (POCs) telah digunakan
secara luas diseluruh dunia dan terbukti merupakan alat kontrasepsi yang aman dan
efektif. Namun sayangnya efek samping yang tidak diinginkan berupa pendarahan
sela/breakthrough bleeding (BTB) masih merupakan masalah yang sering terjadi pada
semua modalitas POC. Kejadian pendarahan abnormal tersebut sering mengakibatkan
penghentian penggunaan alat kontrasepsi tersebut.
Pendarahan uterus abnormal adalah efek samping yang umumnya dapat terjadi
pada
penggunaan
kontrasepsi
hormonal.
Meskipun
pendarahan
ini
jarang
pendarahan akibat kontrasepsi hormonal. Pemberian hormon steroid seks dalam bentuk
kontrasepsi
hormonal,
akan
mempengaruhi
pola
histologi
endometrium.
Respon
formulasi, rute ,waktu dan durasi pemberian. Pendekatan yang efektif untuk mengelola
pasien dengan pendarahan saat menggunakan kontrasepsi sangat diperlukan guna membantu
perempuan tersebut tetap merasa puas dengan metode kontrasepsi yang mereka pilih. Sikap
tersebut tentu akan menghindari terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan akibat
penghentian penggunaan alat kontrasepsi.
8,9
1.2. Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan tentang pilihan dan penggunaan kontrasepsi.
2. Kurangnya pengetahuan tentang efek samping pendarahan akibat penggunaan alat
kontrasepsi hormonal dan non hormonal
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Tujuan pedoman ini adalah untuk memberikan panduan kebijakan bagi para pengambil
keputusan dan komunitas ilmiah yang telah dilengkapi dengan seperangkat
rekomendasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan atau merevisi pedoman
kriteria kelayakan medis pada penggunaan kontrasepsi dan penanganan pendarahan
akibat efek samping kontrasepsi hormonal
1.3.2. Tujuan khusus
a.
b.
c.
d.
e.
1.4. Sasaran
Semua tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kontrasepsi dan terlibat dalam
penanganan kasus pendarahan pada pemakaian kontrasepsi hormonal dan non
hormonal termasuk dokter spesialis, dokter umum, bidan dan perawat. Panduan ini juga
diharapkan dapat diterapkan di rumah sakit maupun di pusat layanan primer, pembuat
kebijakan di lingkungan rumah sakit, institusi pendidikan, serta kelompok profesi
terkait.
BAB
II
METODOLOGI
IB
IC
: all or none
II
III
IV
C.
Derajat Rekomendasi
Berdasarkan peringkat bukti, rekomendasi/simpulan dibuat sebagai berikut:
BAB
III
3.1.
TERMINOLOGI
haid normal adalah suatu proses fisiologis dimana terjadi pengeluaran darah, mukus
(lendir) dan seluler debris dari uterus secara periodik dengan interval waktu tertentu
yang terjadi sejak menars sampai menopause dengan pengecualian pada masa
kehamilan dan menyusui, yang merupakan hasil regulasi harmonik dari organ-organ
hormonal.
10
11,12
Indikator
klinik
Batas normal
-
12
(percentil 5 95 th)
Sering
<24
Normal
21-35
Jarang
>38
Tidak ada
Reguler
(hari)
Ireguler
Durasi (hari)
Memanjang
>8.0
Normal
4.5-8.0
Memendek
<4.5
Banyak
>80
(ml)
Normal
5-80
Sedikit
<5
7
3.2.
menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit,
dan haid yang memanjang atau tidak beraturan.
3.3.
13
13
C.
B. Akut
C.Pendarahanten
gah
(intermenstrualbleeding)
B.Kronik
11
Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia
Menstruasi atau pendarahan regular pada penggunaan
kontrasepsi hormonal kombinasi (menggunakan pembalut)
15 - 44 tahun
Scheduled bleeding
Unscheduled bleeding
- Frequent bleeding
Prolonged
bleeding
Irregular bleeding
Pendarahan sela
(Breakthrough
bleeding)
Pendarahan bercak
(spotting)
klasifikasi ini telah disetujui oleh dewan eksekutif FIGO sebagai sistem klasifikasi
PUA berdasarkan FIGO. Terdapat 9 kategori utama yang disusun berdasarkan akronim
PALM-COEIN
13
struktural
KlasifikasiPUA
(FIG
O)
Nonstruktural
PALM
A.Polip
B.Adenomiosis
C.Leiomioma
D.Malignancyand
hyperplasia
COEI
N
E.Coagulopathy
F.Ovulatorydysfuncti
on
G.Endometrial
H.Iatrogenik
I.Notyetclassified
Polip (PUA-P)
Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal mungkin
tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Polip
endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium.
14
10
B.
Adenomiosis (PUA-A)
Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium, menyebabkan
uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai endometrium ektopik,
non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang dikelilingi oleh jaringan
miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia.
C.
13,15
13
13
16, 17
Coagulopathy (PUA-C)
Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan hemostasis sistemik
13
13
Endometrial (PUA-E)
Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
13
11
H.
Iatrogenik (PUA-I)
Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-obatan
13
I.
13
18
pendarahan
yang
terjadi
18
karena
turunnya
kadar
hormon
12
3.7.
A.
19
Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal adalah penggunaan hormon untuk mencegah kehamilan.
13
dengan dosis dan jenis hormon tersebut. Perkembangan yang telah dilakukan pada PKK
adalah menurunkan dosis estrogen, menggunakan preparat progestin generasi terbaru,
mempersingkat durasi hormone free interval dan mengembangkan cara pemberian yang
tidak menggunakan jalur enteral (transdermal dan vaginal). Saat ini di beberapa negara juga
sudah tersedia Patch transdermal kombinasi/ Combined transdermal patch (CTP) yang
melepaskan rata-rata 33.9 g EE dan 203 g norelgestromin per 24 jam dan Ring vagina
kombinasi/ Combined vaginal ring (CVR)/ Nuvaring yang melepaskan EE dan etonogestrel
pada rata-rata 15 g dan 120 g per hari.
20
Adapun
18
Isi
GENERASI
> 50
II
35
30
Levonorgestrel (Lng)
Norgestimate
20
III
20 - 25 - 30
IV
30 20
Drospirenon, dienogest
B.2.
14
20
Implan
Adalah merupakan alat kontrasepsi berupa batang plastik kecil atau kapsul,
masing-masing seukuran batang korek api, yang dapat melepaskan progestin seperti
hormon progesteron alami dalam tubuh perempuan, dan dipasang di bawah kulit pada
bagian dalam lengan atas.
Macam-macam implan:
Implanon
Sino-Implan (II), juga dikenal sebagai Femplant, Trust Implan, dan Zarin: 2 batang,
Suntik progestin
Adalah merupakan jenis kontrasepsi dalam bentuk suntikan depot yang
mengandung Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan norethisterone
enanthate (NET-EN) masing-masing berisi progestin seperti hormon progesteron alami
1
dalam tubuh perempuan. Hormon tersebut akan didepot di dalam otot dan dilepaskan
secara perlahan sehingga akan habis dalam waktu tertentu.
15
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
BAB
IV
KONTRASEPSI
18,21
Pendarahan sela progesteron terjadi ketika rasio progesteron terhadap estrogen tinggi.
Pemberian progestin eksogen secara terus menerus dapat mengakibatkan pendarahan
intermiten dengan durasi yang bervariasi, namun umumnya cukup ringan. Kondisi ini
dapat dihindari jika tubuh masih memiliki kadar estrogen yang cukup untuk
mengimbangi progestin. Contoh dari pendarahan sela progesteron adalah pendarahan
yang terjadi pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi progestin saja. Pada
perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral kombinasi estrogen-progestin dapat
pula mengakibatkan terjadinya pendarahan sela progesteron apabila komponen
progestin menjadi lebih dominan dibandingkan dengan komponen estrogennya.
Gambaran histologi pendarahan sela progesteron menggambarkan adanya penekanan
fase sekresi yang mengakibatkan terjadinya atropi pada jaringan endometrium.
4.1.2.Pendarahan sela estrogen/estrogen breakthrough bleeding
18,21
16
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Tonus pembuluh
darah menurun
Proliferasi
berlebihan
endometrium
Kadar NO
endometrium
meningkat
VEGF
stroma
endometrium
Meningkatkan
fragilitas pembuluh
darah
MMPs dan
PGE2 meningkat
17
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
18,21
Pendarahan menstruasi normal pada akhir dari siklus yang berovulasi terjadi
akibat turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron karena korpus luteum yang
mengalami degenerasi (estrogen-progesteron withdrawal). Mekanisme yang sama
dapat terjadi ketika korpus luteum diangkat pada tindakan bedah atau ketika terdapat
gangguan pada hormon gonadotropin di fase luteal. Kejadian pendarahan yang
mengikuti penghentian pemberian estrogen dan progestin pada terapi hormon
pascamenopause yang diberikan secara siklik dan pendarahan yang terjadi pada akhir
siklus PKK dapat pula dikategorikan sebagai pendarahan lucut.
4.2.1.Pendarahan lucut estrogen
18,21
18,21
18
1
9
25-27
Berdasarkan penelitian dan bukti yang ada, alat kontrasepsi non-hormonal yang
berpotensi dapat menyebabkan PUA adalah metode kontrasepsi sterilisasi dan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
4.3.1. PUA-I karena efek samping AKDR
Telah dilaporkan meskipun AKDR tidak mempengaruhi ovulasi, dapat terjadi
pendarahan menstruasi yang terjadi lebih awal daripada siklus menstruasi yang normal.
Efek samping paling sering dari kontrasepsi AKDR adalah pendarahan yang berlebihan
pada saat menstruasi. Gangguan menstruasi yang umum ditemukan pada penggunaan
AKDR terutama dapat terjadi dalam kurun waktu antara tiga sampai enam bulan
pertama pasca insersi AKDR.
22,23
rasa nyeri, maupun terjadinya pendarahan yang bersifat lama dan berkepanjangan.
Meskipun keluhan ini biasanya membaik, seringkali dapat menjadi alasan penyebab
untuk penghentian penggunaan AKDR. Kejadian infeksi maupun kemungkinan
terdapatnya kelainan ginekologi perlu disingkirkan apabila pendarahan tidak teratur
terus berlangsung.
24
memiliki mekanisme yang lebih kompleks. Amenore atau pendarahan ringan (65%)
terjadi setelah 1 tahun pertama penggunaan LNG-IUS. Terdapat perbedaan bermakna
pada kejadian pendarahan antara penggunaan LNG-IUS dan Cu-IUD (CuT380A)
dalam waktu 3 dan 36 bulan penggunaan.
Jumlah pendarahan yang hilang selama menstruasi biasanya 2 kali lipat pasca
insersi IUD. Pendarahan akibat penggunaan AKDR yang lebih sering dengan jumlah
yang berlebihan dan masa pendarahan yang memanjang berpotensi dapat menyebabkan
terjadinya anemia defisiensi besi. Dalam kurun waktu 1 tahun diperkirakan 10-155
perempuan akan menghentikan pemakaian AKDR karena efek samping pendarahan
yang cukup mengganggu.
20
33-36
pendarahan dan timbulnya nyeri saat menstruasi . Xin dkk, menemukan bahwa
terdapat ekspresi berlebihan mRNA dan protein enzim COX-2 yang menyebabkan
produksi berlebihan prostaglandin di endometrium pasca insersi AKDR.
32
Zat vasoaktif lain yang juga mungkin terlibat adalah nitrit oksida (NO) yang
merupakan vasodilator kuat yang dihasilkan endotel pembuluh darah. NO yang
disintesis sebagai respon terhadap reaksi inflamasi akibat adanya AKDR di
21
38
37,38
mendapatkan kejadian gangguan fungsi ovarium ternyata lebih rendah pada kelompok
yang dilakukan sterilisasi pasca operasi sesar. Volume rata-rata ovarium dan jumlah
folikel antral lebih rendah pada kelompok yang dilakukan sterilisasi tuba secara elektif
dibandingkan dengan sterilisasi tuba yang dilakukan selama operasi sesar (level of
evidence III).
39
40
Dede FS, dkk 2006 tidak mendapatkan perbedaan bermakna dalam hal perubahan pola
menstruasi, cadangan ovarium dan kejadian dismenorea pasca sterilisasi tuba
41
42
adalah disebabkan oleh karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang
dapat disebabkan akibat pasien tidak meminum satu atau beberapa pil atau akibat
interaksi dengan obat-obatan tertentu (contohnya rifampisin), dan malabsorpsi (muntah
dalam 2 jam setelah minum pil atau diare berat).
43,44
20
memicu terjadinya pendarahan abnormal, karena estrogen dosis rendah tidak dapat
mempertahankan integritas endometrium, sementara progestin akan menyebabkan
endometrium mengalami atropi. Kedua kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan
pendarahan bercak. Pada penggunaan kontrasepsi kombinasi, pendarahan yang terjadi
bervariasi tergantung jenis, dosis dan lamanya pemakaian pil progestin, rasio dosis
estrogen dan progestin, kadar estrogen (E2) dan progesterone endogen dan respon
endometrium terhadap pemberian kontrasepsi hormonal yang sangat bersifat individual.
Gambaran histologi yang berkaitan dengan pendarahan sela pada penggunaan PKK
dihubungkan dengan adanya angiogenesis endometrium yang abnormal. Perubahan
struktural dan kerapuhan pembuluh darah yang mengkibatkan terjadinya kerusakan dan
pendarahan, yang terlihat terutama pada awal (bulan) penggunaan kontrasepsi
kombinasi dosis rendah atau yang mengandung progestin saja.
45
45,46
23
47,48
24
47,48.
2
5
Anamnesis pada pendarahan karena kontrasepsi hormonal dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Anamnesis keluhan pendarahan pada penggunaan kontrasepsi
hormonal
ANAMNESIS (Rekomendasi C)
- Metode kontrasepsi apakah yang digunakan sekarang dan sudah berapa lama?
- Bagaimana pola pendarahan sebelum menggunakan kontrasepsi ini? Dan
bagaimana pola pendarahan sejak memulai menggunakan kontrasepsi sampai
sekarang?
- Bagaimana cara pemakaian kontrasepsi tersebut? Apakah ada riwayat tidak
minum pil?
- Bagaimana pola pendarahan yang berlangsung akibat kontrasepsi tersebut?
Berapakah jumlah hari berdarah dalam 1 bulan? Berapa episode pendarahan
dalam 1 bulan? Adakah pendarahan selama atau sesudah hubungan seksual?
Apakah pendarahan berkaitan dengan nyeri abdomen atau keluhan berkemih?
- Bila menggunakan kontrasepsi implan, maka tanyakan kapan implan dipasang,
apakah implan dapat diraba?
- Adakah kemungkinan pasien hamil?
- Apakah terdapat riwayat menggunakan
26
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Pola pendarahan karena efek samping kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan
kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang.
Metode Kontrasepsi
KONTRASEPSI
HORMONAL
kontrasepsi kombinasi
KOMBINASI
efektif
Pil
pendarahan dan 1
dari 10 mengalami
(frequent bleeding)
Gangguan pendarahan
(spotting, pendarahan
progestin
Suntikan
progestin
terjadi.
Sampai 35% mengalami
amenorea selama 3 bulan.
Gangguan pendarahan
sering terjadi
Implan
progestin
pendarahan lama.
LNG-IUS
dalam 1 tahun
27
13
Pastikan bahwa pendarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan
dengan kehamilan.
Menyingkirkan kehamilan
Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap
smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip,
hiperplasia endometrium atau keganasan.
-
28
Nilai 5
Nilai 20
Nilai 1
Nilai 5
Nilai 10
Bekuan darah
Nilai 1
Nilai 5
Nilai 5
29
49
18
30
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Haid normal.
x
18
Perekrutan folikel dominan terjadi selama hari 5- 7, akibatnya, kadar estradiol mulai
meningkat secara bermakna pada hari ke 7. Kadar estradiol, berasal dari folikel
dominan, meningkat terus dan melalui efek umpan balik negatif, menekan pelepasan
FSH
Kadar estradiol yang diperlukan untuk mencapai umpan balik positif lebih dari 200
pg / mL, dan konsentrasi ini harus dipertahankan sekitar 50 jam. Kadar estrogen ini
tidak pernah terjadi sampai folikel dominan mencapai diameter 15 mm.
Apabila dalam waktu 14 hari tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan
mengalami degenerasi. Kematian korpus luteum menyebabkan penurunan kadar
estradiol, progesteron, dan inhibin sirkulasi.
Sampai 36-48 jam sebelum menstruasi, masih terdapat sekresi gonadotropin ditandai
dengan pulsasi LH yang jarang dan kadar FSH rendah yang merupakan khas akhir
31
fase luteal. Selama transisi dari fase luteal ke fase folikuler berikutnya, GnRH dan
gonadotropin dilepaskan sebagai efek penghambatan estradiol, progesteron, dan
inhibin.
Peningkatan kadar FSH dan LH dan rendahnya kadar estradiol serum sesuai
dengan rendahnya cadangan ovarium atau kegagalan ovarium primer.
Rendahnya kadar FSH dan LH sesuai dengan disfungsi ovarium sekunder karena
gangguan pada hipotalamus atau hipofisis.
32
sel/mm ) sel/mm )
sel/mm )
3
3
Rekomendasi
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan pada semua perempuan dengan HMB.
Pemeriksaan ini harus dilakukan paralel dengan pengobatan HMB yang diberikan.
(Rekomendasi C)
Pemeriksaan gangguan koagulasi harus dipertimbangkan pada perempuan dengan
HMB sejak menarche dan memiliki riwayat pribadi atau keluarga dengan gangguan
koagulasi. (Rekomendasi C)
Pemeriksaan serum feritin tidak harus dilakukan secara rutin pada perempuan
dengan pendarahan uterus abnormal. (Rekomendasi B)
Pemeriksaan hormonal
tidak
dilakukan
pada
perempuan
dengan
HMB.
(Rekomendasi C)
Pemeriksaan hormon tiroid seharusnya hanya dilakukan bila terdapat tanda dan
gejala penyakit tiroid hadir. (Rekomendasi C)
49
5.4.Pemeriksaan ultrasonografi
Sebuah systematic review penggunaan USG, sonohysteroscopy dan histeroskopi pada
populasi AUB. Kajian ini menemukan akurasi setiap penelitian memiliki variasi luas. Untuk
USG transvaginal (TVS) (sepuluh penelitian) dengan kisaran sensitivitas 48-100% dan
spesifisitas 12-100%, untuk identifikasi setiap patologi intrauterin. Sonohysteroscopy (11
penelitian) dengan kisaran sensitifitas 85100% dan spesifisitas 50100. Hysteroscopy (3
penelitian) dengan kisaran sensitifitas 9097% dan spesifisitas 6293%. Systematic review
ini menyimpulkan bahwa ketiga metode pemeriksaan tersebut mempunyai akurasi minimal
sedang untuk mengidentifikasi kelainan di uterus
56,57
58
34
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
59
(Level of evidence
II).
Histeroskopi
Tindakan pemeriksaan histeroskopi saat ini dapat dilakukan di poliklinik rawat
jalan, tanpa membutuhkan anestesi umum (office hysteroscopy). Histeroskopi di
poliklinik rawat jalan umumnya dapat ditolera nsi dan diterima sangat baik oleh pasien.
Histeroskopi digunakan sebagai alat diagnostik hanya ketika hasil USG tidak dapat
disimpulkan.
60
Rekomendasi
-
35
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
ovarium
normal
melalui
ultrasonografi
transvaginal
akan
memberikan gambaran struktur ovoid pada antero medial dalam fossa ovarica tepat
diatas arteri iliaka interna. Dengan tanda khas berupa gambaran anekoik dari folikel3
folikel. Volume ovarium dewasa kurang lebih 4,3 cm dengan ukuran 3-4 mm.
Fase Proliferasi
Perekrutan folikel dimulai sebelum onset menstruasi. Penumpukan cairan di
antrum folikel menyebabkan folikel bertambah besar dan terlihat pada pemeriksaan
USG. Saat ukuran folikel 1 2 mm, dapat dilihat dengan TVS. Pada hari ke-5 sampai
7, beberapa folikel yang terlihat dalam ovarium. Pada hari ke 8-12, satu atau lebih
folikel dominan akan terlihat. Rerata diameter folikel non dominan biasanya berukuran
lebih kecil dari 14 mm. Pada hari ke 4-5 sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel
dominan 2-3 mm/ hari mencapai rerata diameter maksimum kurang lebih 20 mm
(berkisar 16-30 mm). Kira-kira 24 jam sebelum ovulasi akan tampak gambaran cincin
hipoechoik pada pemeriksaan USG. Kadangkala terlihat kumulus ooforus.
61,62
Gambaran fase proliferasi awal endometrium berupa garis tipis yang ekogenik
dengan tebal 1-4 mm. Dengan progresifnya fase proliferasi, ekogenisitas endometrium
berkurang dbandingkan miometrium sekitarnya. Gambaran endometrium fase
proliferasi akhir berupa gambaran triple layer. Ketebalan endometrium normal 4-8 mm
pada fase proliferasi dan 8-12 mm selama periode periovulasi (Gambar 6A dan 6B).
36
62
62
62
62
37
Gambar.7. A. Endometrium fase sekresi, B. USG Doppler Korpus luteum fase luteal.
62
Korpus luteum dapat menahan cairan selama 4 sampai 5 hari berikutnya dan
ukurannya bertambah menjadi 2-3 cm selama fase luteal. Korpus luteum yang terisi
darah disebut korpus hemoragikum. Pertumbuhan korpus luteum diasosiasikan
dengan peningkatan aliran darah dan kadar progesterone serum fase luteal.
Segera setelah ovulasi, dinding folikel menjadi sangat vaskuler pada 48-72 jam
pertama, terdapat cincin vaskuler yang jelas, yang muncul setelah corpus luteum
matang dan dapat dilihat dengan pemeriksaan Doppler berwarna atau Power Doppler.
Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum secara bertahap akan mangalami involusi
dan atropi menjadi corpus albikans.
62
Fase Menstruasi
Menstruasi dimulai pada saat kadar estrogen dan progesteron menurun pada
akhir siklus ovarium, menyebabkan meluruhnya lapisan fungsional endometrium.
Gambaran USG fase menstruasi bervariasi tergantung pada jumlah darah dan fragmen
endometrium, yang terlihat sebagai debris ekogenik. Lapisan basalis tampak sebagai
garis yang tipis, ireguler, dan hiperekogenik (Gambar 8 ).
38
62
63
nonspesifik atau massa fokal dalam rongga endometrium. Gambaran TVS pada fase
proliferasi memberikan hasil yang paling dapat diandalkan.
Rekomendasi
-
Menambahkan kontras intrauterin pada pemeriksaan USG (dengan atau tanpa 3-D)
meningkatkan kemampuan diagnosis polip endometrium (Rekomendasi B).
39
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Leiomioma uteri
Diagosis mioma submukosum secara USG adalah berdasarkan distorsi kontur
uterus baik fokal ataupun difus, pembesaran uterus dan perubahan tekstur. Tekstur
sonografinya bervariasi dari hipoekoik hingga ekogenik dan berbatas tegas bergantung
dari jumlah otot polos dan jaringan penyambung. Salah satu ciri khas yang
membedakan mioma uteri adalah adanya gambaran pseudokapsel dan shadowing
dengan bercak kalsifikasi. Mioma uteri dengan degenerasi kistik akan memberikan
gambaran anekoik.
63
64
Adenomiosis
Pembesaran
difus
uterus
(globuler)
dengan
gambaran
heterogenitas,
64
Karsinoma endometrium
Gambaran UGS karsinoma endometrium berupa penebalan endometrium lebih
dari 5 mm pada perempuan post menopause dan lebih dari 8 mm pada perimenopause,
endometrium hiperekhoik, batas endometrium dan lapisan dibawahnya tidak tidak
jelas, adanya cairan intrauterine, dll.
62
41
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Histeroskopi harus digunakan sebagai alat diagnostik hanya apabila hasil USG
tidak dapat disimpulkan, misalnya, untuk menentukan lokasi fibroid yang tepat
(Rekomendasi A).
Saline infus sonografi tidak digunakan sebagai alat diagnostik lini pertama
(Rekomendasi A)
Dilatasi dan kuretase saja tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik
(Rekomendasi B)
Saline infusion sonography (SIS) bermanfaat dalam penilaian distorsi kavum uteri yang
disebabkan oleh mioma. SIS paling baik dilakukan saat fase proliferasi dari siklus
menstruasi, setelah menstruasi dan sebelum terjadinya ovulasi
42
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Pelayanan
primer
Pelayanan
sekunder
Pelayanan tertier
Pemeriksaan
laboratorium
Darah rutin
(Hb,
trombosit, lekosit,
HT)
Pemeriksaan
hemostasis
sederhana (BT
dan
CT)
Pemeriksaan
hemostasis lengkap
Pemeriksaan
hormonal
+
+
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan
histeroskopi
poliklinik
Salin
sonografi
infusion
43
BAB
VI
Pendarahan akibat kontrasepsi hormonal merupakan hal yang biasa pada
beberapa bulan pertama penggunaan dan terapi medis sebaiknya ditunda setelah 3
bulan pertama penggunaan. Meskipun demikian, jika pasien meminta, pilihan terapi
yang paling minimal dapat dipertimbangkan. Secara garis besar penatalaksanaan PUA
akibat kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 6.1.
Tabel 6.1. Penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi
PUA
Terapi
Nonhormonal
+
hormonal
+
+
+
+
+
66,67
2. Asam traneksamat
Asam traneksamat merupakan inhibitor kompetitif aktivasi plasminogen,
sehingga bertindak sebagai antifibrinolitik. Asam traneksamat menghambat faktor yang
terkait dengan pembekuan darah, tetapi tidak berpengaruh pada koagulasi pada
pembuluh darah yang sehat. Asam traneksamat tampaknya tidak mempengaruhi jumlah
platelet atau agregasi ptalet tetapi bekerja dengan mengurangi pemecahan fibrin. Dosis
untuk PUA adalah 1 g (2 500 mg tablet) 3 sampai 4 kali sehari, yang diberikan pada
awal pendarahan hingga 4 hari
79
Tissue plasminogen W
Plasminoge
n
Plasmin
Fibrin
Fibrinogen
Koagulasi
degr
on
product
Fibri
n
Trombin
Asam
29
45
Phospholipid pada
membrane sel
phospolopase
Asam araidona
>
se
AINS,ASA
se
Win
(PGF2/PGI2/PGE2/TXA2
80
81,82
4. Doksisiklin
Perdarahan uterus abnormal telah dikaitkan dengan up-regulasi matriks
metalloproteinase
(MMP),
suatu
kelompok
zink
protease
dependent
yang
12
perempuan yang menggunakan OCP belum diteliti secara khusus, efek serupa dapat
terjadi pada
46
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
penggunaan OCP. Selain dari sifat antimikroba, doksisiklin menyebabkan khelasi atom
mg/ hari) dibandingkan dengan efek antimikroba (100-200 mg/ hari). Dosis
subantimikroba doksisiklin dapat digunakan jangka panjang tanpa resistensi
antimikroba, perubahan flora normal atau meningkatkan efek samping gastrointestinal.
Pendekatan ini berguna untuk mengelola perdarahan pada perempuan yang
menggunakan OCP jangka panjang.
65
secara klinis penting dalam menurunkan MBL pada pasien yang menggunakan
kontrasepsi AKDR dengan keluhan pendarahan. Systematic review dari 7 penelitian
melaporkan adanya penurunan MBL sebesar 46.7% (95% CI 47.9% to 51.6%) pada
penggunaan asam traneksamat (level of evidence 1B)
P
30
47
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
3. Doksisiklin
Systematic review yang dilakukan oleh Godfrey dkk, menyimpulkan AINS dan
antifibrinolitik dapat mencegah pendarahan ireguler pada penggunaan kontrasepsi
AKDR.
66
68
bersifat proaktif sebelum suntikan DMPA, pemasangan implan ataupun LNG IUS dan
penggunaan POP, dapat meningkatkan toleransi terhadap perubahan pola pendarahan
menstruasi. Selama bulan-bulan pertama pemakaian episode unscheduled bleeding dan
spotting yang berlangsung selama tujuh hari atau lebih merupakan hal yang biasa.
Pendarahan berkurang dengan tetap melanjutkan penggunaan kontrasepsi.
69,70
Rekomendasi
-
Informasi mengenai perubahan pola pendarahan pada POP yang umum adalah: 2
dari 10 perempuan tidak mengalami pendarahan, 4 dari 10 mengalami pendarahan
reguler dan 4 dari 10 dengan pendarahan tidak teratur. (Rekomendasi C)
11
2.Asam traneksamat
Metode kontrasepsi yang hanya mengandung progestin saja telah diteliti bahkan
lebih luas daripada Cu-IUD. Cochrane 2007, melakukan tinjauan pada 23 penelitian
acak yang meneliti obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan atau pencegahan
pendarahan akibat kontrasepsi progestin. Beberapa intervensi, seperti inhibitor
prostaglandin, estrogen, tamoxifen dan asam traneksamat, diusulkan sebagai obatobatan yang dapat membantu menghentikan pendarahan, namun hasil tinjauan tidak
48
mendukung penggunaan klinis rutin dari salah satu rejimen tersebut, terutama untuk
efek jangka panjang (level of evidence IA).
3. Doksisiklin
Penelitian RCT tersamar ganda Kaneshiro, dkk 2012, melaporkan jumlah hari
pendarahan dan pendarahan bercak menurun pada kedua kelompok yang mendapat
terapi doksisiklin ataupun kelompok kontrol selama pengamatan pada empat siklus.
Meskipun yang subyek menerima doksisiklin menunjukkan kecenderungan lebih
sedikit pendarahan dan hari bercak, namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok dalam jumlah rata-rata hari berdarah dan pendarahan bercak pada 84 hari
pertama dan semua 112 hari penelitian. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan dosis antimikroba doksisiklin yang lebih tinggi (100 mg dua kali
sehari) dimulai pada saat terjadi pendarahan dan pendarahan bercak dan dilanjutkan
selama 5 hari tidak mengurangi pendarahan dan pendarahan bercak. Secara
keseluruhan, kedua penelitian menunjukkan bahwa pemberian doksisiklin dosis rendah
terus menerus dapat mengubah aktivitas MMPs yang menyebabkan pendarahan selama
penggunaan pil kontrasepsi oral. Namun, setelah pendarahan terjadi, bahkan
doksisiklin dosis tinggi tidak dapat menjaga stabilitas endometrium.
65
(level of
evidence IB)
4.AINS
Pendarahan uterus abnormal karena efek samping DMPA dapat diterapi baik
dengan estrogen eksogen atau pun AINS selama 1 minggu.
71
49
Setelah penggunaan IUD selama 4-6 bulan, bila terjadi pendarahan uterus
abnormal, pertimbangkan pemberian pil kontrasepsi oral selama 1 siklus, jika
pendarahan berlanjut, pertimbangkan mengganti metode kontrasepsi.
6.5. Terapi hormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal
6.5.1. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping Kontrasepsi Hormonal
Kombinasi
Pada penggunaan pil kombinasi, pendarahan uterus yang tiba-tiba terjadi pada
lebih dari 30% pada awal penggunaannya, dan menurun menjadi 10% setelah 3 bulan
penggunaan. Penggunaan pil kombinasi ini secara kontinyu dapat menghindari
terjadinya pendarahan. Bila dibandingkan dengan pengunaan secara interval bulanan
maka penggunaan secara kontinyu ini dapat menurunkan jumlah hari pendarahan
menstruasi, akan tetapi akan semakin sering timbul pendarahan yang tiba-tiba dan
spotting. Tatalaksananya adalah sebagai berikut:
-
Secara umum tidak direkomendasikan mengganti pil COC dalam waktu 3 bulan
penggunaan karena gangguan pendarahan akan dapat teratasi dalam waktu 3 bulan.
(GPP)
83
Pengguna pil COC , harus menggunakan dosis EE terkecil untuk dapat mengontrol
siklus haid dengan baik. Dosis EE dapat ditingkatkan sampai kadar maksimum yaitu
35g.(GPP)
Data yang ada, tidak mendukung peningkatan dosis EE pada perempuan yang
sudah menggunakan dosis COC 30 g. Meskipun demikian, meningkatkan dosis EE
sampai 35 g dapat memperbaiki pola pendarahan pada beberapa perempuan.
84
50
perempuan dengan pendarahan yang berat atau berkepanjangan (tapi tidak teratur)
(Kelas B). Apabila telah digunakan beberapa produk yang berbeda, tetapi
pendarahan tetap berlangsung, maka perlu dipikirkan untuk mengganti metode
kontrasepsi (GPP).
-
11
85,86
6.5.2. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal
progestin only
Perubahan siklus menstruasi yang terjadi pada penggunaan DMPA dapat berupa
amenorea (12%) pada penggunaan 3 bulan pertama dan 46 % setelah penggunaan 1
tahun. Apabila terjadi pendarahan, jarang sekali bersifat berat, akan tetapi hal inilah
yang sering kali menyebabkan penggunaan metode ini tidak berlanjut. Penyebab
pendarahan abnormal pada DMPA ini tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan
penelitian, diduga penyebabnya ialah endometritis kronis atau atropi. Bahkan dari hasil
biopsy endometrium menunjukan bahwa endometritis yang terjadi adalah akibat dari
atropi endometrium, bukan disebabkan oleh infeksi. Pendarahan yang terjadi akan
menurun dan berkurang seiring waktu pemakaian. Pendarahan ini kemungkinan juga
disebabkan oleh paparan kontinyu progesterone dengan dosis menetap pada
endometrium yang akan menyebabkan endometrium kurang menerima paparan dari
estrogen. Hal ini akan menyebabkan perubahan histopatologi endometrium, yang tidak
mengalami fase sekresi, menjadi tipis. Perubahan pada permukaan endometrium
menyebabkan permukaan endometrium tidak rata karena proses ini tidak terjadi pada
51
PUA baik berupa pendarahan yang tidak teratur ataupun spotting karena kontrasepsi
progestin only, dapat diperbaiki baik dengan pemberian estrogen ataupun dengan
mengurangi durasi pemberian 1 hari, sehingga meningkatkan interruption window
(8 hari, bukan 7 hari) (GPP). Namun hal ini tidak menunjukkan perbaikan pada
beberapa perempuan, sehingga mengganti metode kontrasepsi menjadi indikasi.
Umumnya
PUA
yang
terjadi
pada
pemakaian
kontrasepsi
progestin,
direkomendasikan untuk mengganti jenis pil kontrasepsi (GPP). Tidak ada data
tentang rekomendasi pemberian AINS, antifibrinolitik, atau ditambahkan estradiol
11
Belum ada bukti yang diidentifikasi dan menyatakan bahwa 1 POP berhubungan
dengan pendarahan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jenis yang lain
(termasuk pil desogestrel-only). Meskipun pendarahan dapat berhenti seiring
jalannya waktu, belum ada data untuk menjelaskan berapa lama waktu yang
dibutuhkan bagi seorang perempuan yang mengharapkan pendarahan-nya berhenti
atau membaik. Belum ada bukti bahwa terjadi perbaikan pendarahan dengan
penggunaan 2 POP per hari, meskipun hal ini telah digunakan dalam praktik
klinik.
87
52
88
Tidak ada bukti langsung mengenai penggunaan COC dosis rendah (<50 g) untuk
menatalaksana unscheduled bleeding pada perempuan yang menggunakan injeksi
progestogen-only. Meskipun demikian UKSPR mendukung penggunaan EE sebagai
pilihan terapi jangka pendek pada perempuan dengan pendarahan ringan atau berat
yang menggunakan injeksi progestogen-only. Belum ada rekomendasi yang
diberikan berkaitan dengan penggunaan NSAID. Bukti-bukti yang baru
menunjukkan adanya manfaat jangka pendek dari penggunaan asam mefenamat.
75
Satu studi RCT menunjukkan bahwa mifepristone (50 mg dosis tunggal pada hari
ke-14 dan setiap 2 minggu selama 6 siklus) dilaporkan menyebabkan pengurangan
yang signifikan dari BTB dibandingkan dengan plasebo.
75
Sebuah RCT kecil menyatakan bahwa terdapat beberapa bukti bahwa Cox- 2
inhibitor (valdecoxib) efektif dalam terapi pendarahan uterus dengan DMPA,
meskipun demikian penggunaannya untuk tujuan ini masih belum berlisensi.
Progestogen-only implants
-
89
90.
Levonorgestrel-releasing IUS
-
Belum ada bukti yang mampu diidentifikasi berkaitan dengan pilihan terapi untuk
perempuan yang mengeluhkan unscheduled bleeding dengan levonorgestrel-releasing
IUS. Penetapan informasi yang baik mengenai ekspektasi pola pendarahan yang
kemungkinan dapat dialami merupakan bagian penting dari manajemen.
53
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
KESIMPULAN
-
Pendarahan adalah hal biasa terjadi pada beberapa bulan pertama menggunakan
kontrasepsi yang hanya mengandung progestin dan keluhan dapat menghilang
tanpa pengobatan. Namun terapi terhadap efek samping dapat dipertimbangkan
jika dapat meningkatkan kepatuhan pasien. (GPP)
Tidak didapatkan bukti yang menunjukkan bahwa merubah jenis dan dosis pil
yang hanya mengandung progestogen dapat mengurangi gejala pendarahan tetapi
hal ini bermanfaat pada beberapa pasien. (GPP)
Pendarahan pada pengguna kontrasepsi injeksi, implant atau LNG IUS yang
masih ingin melanjutkan menggunakan metode tersebut, dan layak secara medis,
COC dapat digunakan sampai 3 bulan. (GPP)
REKOMENDASI
Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi injeksi yang hanya berisi progestin , asam
mefenamat 500 mg 2 x perhari (atau sampai 3 kali perhari) selama 5 hari dapat
mengurangi lamanya episode pendarahan tetapi mempunyai efek yang minimal
terhadap pendarahan dalam periode lama (Rekomendasi B)
54
Implan
DMPA
LNG
IUD
PKK
Tidak
ditemukan
penelitian
terkait PKK
Obat-obatan anti
inflamasi
nonsteroid (AINS)
Dimulai saat
pendarahan mulai
terjadi
Tidak
ditemukan
penelitian
terkait
AINS
Tidak
ditemukan
penelitian
terkait asam
salisilat
Tidak
ditemukan
penelitian
terkait asam
traneksamat
Asam salisilat
(aspirin)
Asam traneksamat
dimulai pada saat
terjadi pendarahan
Vitamin E
Tidak
ditemukan
penelitian
terkait
vitamin E
55
Adapun dosis dan macam obat yang digunakan pada PUA-I karena kontrasepsi dapat
dilihat pada table berikut:
Tabel 6.3. Daftar obat PUA I
Jenis terapi
Dosis
minggu
Estradiol (Estrase)
Jenis Terapi
Sekunder Level
(PPK3)
Tersier
Terapi Non-Hormonal
1. Konseling
2. AINS
3. Antifibrinolitik
4.Antibiotik
56
BAB
VII
ALGORITMA
TATALAKSANA
PUA-I
KARENA
EFEK
SAMPING KONTRASEPSI
1.Anamnesisdanpemeriksaanfisik,pemeriksaanlaboratoriumyangpenting
2.Apakahterdapatkelaina
n
tidakminum1ataubeberapapil
Tidak
Ya
Ya
Tidak
3.Tatalaksanasesu
ai
kelainan/rujuk
Tes kehamilan
dankonseling
Dalam3bulanpertama
penggunaankontrasepsi
5.Konselingdanyakink
an
bahwaperdarahanters
ebut
halbiasa,catatsiklus
kontrasepsikontrasepsi
7.Cekklamidia,gonorrhea(endometr
itis)
Suplementalestrogen1
2minggu/sampai
perdarahanberhenti
6.Pasientidakinginmelanj
utkan
PKK/perdarahanmenetap
>3 bulan
7.AINS(ibuprofen800mg3x
sehari)selama2mingguatau
sampaiperdarahanberhenti
Tidakadaperubahan
8. Pendarahan menetap, lakukan
TVS, SIS atau histeroskopi untuk
menyingkirkan
kelainansaluranreproduksi
9.Ulangipengobatan/henti
kan
penggunaanPKK,sarankanj
enis kontrasepsilain
Apakahterdapatkelainan
Tidak
Ya
57
secara
teratur.
Pertimbangkan
untuk
menaikkan
dosis
estrogen
58
2.Menasihatipasienbahwahalterse
but 4.Anamnesis,pemeriksaanfisik,ginekologi, merupakanhalyangdiharapkan
pemeriksaanlaboratorium,apakahterdapatkelainan?
ya
Tidak
5.Tatalaksanasesuaipenyebab
6.Nilaikepatuhan Kepatuhan/
complianceb
aik
Kepatuhan/
complianetidakb
aik
7a.<4 6bulan
8.Konseling
penggunaankontrase
7b.>4 6
bulanpenggunaankontrasepsi,Nilai
polapendarahan denganmenstrualdiary
psi
9.TerapilinipertamaAINS/asam
10.Perdarahanmen
etap
11.Terapilinikedu
a
mefenamatdanasamtraneksamat
,tambahkanestrogen1 2minggu
atausampaipendarahanberhenti
POP
DMPA
12.GantidenganPKK
13.TambahkanPKKdosisrendahsel
ama
2 3bulan/suntikDMPAtiap2bulan
Pendarahanberhenti
14.Pendarahanberlanjutsetelah6bu
lan
Ulangipengobatanuntuk
k
episodependarahanberikutnya
LakukanTVS,SISatauhisteroskopiuntu
Tidakadakelainan
menyingkirkankelainansaluranreproduksi
15.Berikanestrogenjangkapendek,
pertimbangkanmenggantimetodekont
rasepsi
16.Pendarahanpersistenyangmengganggu
17.Diskusikanmetodekontrasepsi alternatif
59
7.3.
5.
Ya
pasang
implant/terapi
dengan obat gagal
3B. Abnormal
(tatalaksana sesuai
penyebab atau rujuk
7. Tergantung usia
dan
faktor risiko kanker
endometrium, maka
dapat
dilakukan:
USG, penilaian lanjut
endometrium
6. Tawarkan terapi
obat/ melepas
implant
atau merubah
metode
kontrasepsi
4. Pendarahan
menetap
Tidak
(pertimbangkan bila
usia>45 tahun atau
lebih
dan perempuan usia
muda
dengan obese,
sindrom
ovarium polikistik)
Ya
4. Metode kontrasepsi
dapat
dilanjutka
n
Gambar 17. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping
implant
61
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Lakukan anamnesis untuk menilai : kemungkinan STD dan kehamilan, riwayat skrining
kanker serviks. Jika terdapat keluhan yang berkaitan dengan penyakit menular seksual, atau
test kehamilan positif, temuan abnormal pada pemeriksaan fisik, ginekologi dan
laboratorium, lakukan tatalaksana. Jika tidak, lanjutkan ke langkah 3.
3. Jika keluhan pendarahan kurang dari 6 bulan, nilai apakah terdapat pendarahan yang
persisten, dispareunia dan belum pernah dilakukan skrining kanker serviks. Jika iya,
lanjutkan ke langkah 6, jika tidak lanjutkan ke langkah 4.
4. Lakukan konseling bahwa pendarahan tersebut adalah hal biasa, lakukan follow up,
pertimbangkan terapi medikamentosa bila pasien meminta. Terapi lini pertama AINS
(ibuprofen 800 mg 3x /hari atau asam mefenamat 3x500mg perhari), selama 1-2 minggu/
sampai pendarahan berhenti, tambahkan asam traneksamat 3-4x 500mg/1g dan estrogen 1-2
minggu atau sampai pendarahan berhenti (Rekomendasi B)
Jika pendarahan tidak menetap, metode kontrasepsi dapat dilanjutkan jika pendarahan
menetap, lanjutkan ke langkah 7.
5. -LND SHQGDUDKDQ EXODQ VHWHODK SDVDQJ LPSODQWWHUDSL GHQJDQ REDW JDJDO
ODQMXWNDQ NH langkah 7
6. Tawarkan terapi obat/ melepas implant atau merubah metode kontrasepsi
7. Lakukan tatalaksana yang sesuai kelainan atau rujuk, tergantung usia dan faktor risiko
kanker endometrium, maka dapat dilakukan: USG, untuk penilaian endometrium lebih lanjut
(pertimbangkan bila usia>45 tahun / lebih dan perempuan usia muda dengan obese dan
sindrom ovarium polikistik).
62
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
PilihanTerapipadaPerempuanPenggunaKontrasepsiHormonaldenga
nKeluhan
Perdarahan
Penggunakontrasepsi
hormonalkombinasi
Pilkontrasepsiprogest
ogen
Implanprogestogen,
injeksiatauLNGIUS
dapatdilanjutkansampai
minimal3bulan
Pilyangsamadapatdilanjutk
an selamaminimal3bulan,
mengingatperdarahanakan
tertanganidalamwaktu3bul
an
Gunakanpilkontrasepsi
kombinasidengandosisEEy
ang
dapatmengontrolsiklusden
gan baik
PertimbangkanuntukdosisE
E
sampaikadarmaksimumyait
u 35g.
DapatdicobaCOCyangberbe
da tetapitidakadabuktiyang
menyatakanbahwasalahsat
u
obatdapatmengontrolsiklus
lebihbaikdibandingkanobatl
ain
Tidakada buktibahwa
menggantidosisataujenis
progestogendapatmemper
baiki siklus
Tidakterdapatdatatentan
g
pengginaanpatch,metod
eini
DapatdigunakanPOPlain
meskipuntidakadadatabahw
a
menggantijenisataudosisda
pat
memperbaikiperdarahan
Tidakterdapatdata,pilyan
g berisidesogestrelsaja
menunjukkanpolaperdara
han
yanglebihbaikdibandingk
an POP
Tidakterdapatdatabahwa
penggunaan2POPperharida
pat
memperbaikiperdarahan
COCLinipertama(30
35gEE
denganlevonorgestrelatau
norethisterone)dapatdigun
akan
sampai3bulansecaraterus
menerusataudalambentuk
regimensiklik
Tidakadadatabahwa
mengurangiintervalwaktuun
tuk
injeksiDMPAdapatmemperb
aiki
polaperdarahan,namuninjek
si
dapatdiberikansampai2min
ggu lebihawal.
Asammefenamat500mg2x
perhari(atau3xperhari)sela
ma
5hari,padapenggunaanDM
PA
dengankeluhanperdarahan
tidakmemberikanmanfaat
jangkapanjang
63
1.Nyeripadauterus
2.Doksisiklin2x100mg/harisela
ma10
hari,pertimbangkanpengangkat
an
Tidak
Ya
3.Penggunaan4
6bulanpertama
Tidak
5.BerikanPKKuntuk1siklus
4.LanjutkanpenggunaanAKDR,ji
ka
perludapatditambahkanAINS
4.Perdarahanabnormal
berlanjutsetelah6bulan,at
au pasieninginditerapi
6.Jikaperdarahanabnormal
menetap,angkatAKDR,Pada
pasienberusia>35tahun,lak
ukan biopsyendometrium
64
LAMPIRAN
Tabel 1. Nilai laboratorium normal kadar hormon basal
Nilai normal
FSH (basal)
SI
5-20 IU/L
Conventional
mIU/mL
LH (basal)
5-25 IU/L
mIU/mL
E2 (basal)
70-220 pmol/L
20-60 pg/mL
P (mid luteal)
6-64 nmol//L
2-20 ng/mL
Nama Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Leukosit
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Trombosit
LED
Waktuprotrombin
APTT
Fibrinogen
D-Dimer
GOT
Gamma GT
Fosfatase Alkali
Cholesterol Total
LDL Direk
HDL
Trigliserida
Urean N
SHBG
TSHs
Nilai Rujukan
11,7 15,5
35 47
3,8 5,2
80 100
26 34
32 36
3,6 11,0
01
24
50 70
25 40
28
150 440
0 20
11,9 14,4
23,6 34,8
200 400
<500
<27
<39
42 98
<200
<100
>40
<150
6 20
26,1 110
0,550 4,780
Satuan
g/dL
%
6
10 /uL
Fl
Pg
g/dL
3
10 /uL
%
%
%
%
%
3
10 /uL
mm/jam
Detik
Detik
Mg/dL
Ng/mL
U/L
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
nmol/L
ulU/mL
65
Nama Pemeriksaan
NilaiRujukan
LH
3,26
FSH
Free Testosteron
Index
Testosteron
GTT Puasa
GTT 2 Jam
Insulin Puasa
Prolaktin
66
Follicular phase
2,5 10,2
Midcycle peak
phase 3,4 33,4
Luteal phase 1,5
9,1
Perempuanhamil<
0,3
Postmenopausal
23,0 116,3
0,51 6,53
Perempuan 2049: 8,4 48,1
Perempuan>50 :
2,9 40,8
<100
<140
3,2 28,5
Tidakhamil: 2,8 29,2
Hamil : 9,7
208,5
Postmenopausal :
1,8 20,3
Satuan
mlU/m
L
mlU/m
L
%
ng/dL
mg/dL
mg/dL
ulU/mL
ng/dL
Anti Fibrinolitik
1
Asam traneksamat
Asam mefenamat
Ibuprofen
3.
Estrogen Alamiah
1. 17 Estradiol
2. Estrogen ekuin konjugasi
Estrogen Sintetik
1. Etinil Estradiol
Progestin Sintetik
1. Didrogesteron
2. Desogestrel
1 mg & 2 mg/tab
Tab 0,625 mg, kotak, strip 28 tablet
0.05 mg, 1 botol @ 100 tablet (Lynoral)
Tablet 10 mg,1 strip 10 tablet
Tablet 0,075 mg, box 1 blister @ 28 tablet, box 3 blister@
28 tablet (Cerazette)
3.
Lynestrenol
4.
3. Noretisteron
4. Nomegestrol asetat
5
Depo medroksi progestero nasetat
Pil Kontrasepsi Kombinasi
1.
No Nama Generik
2.
Etinil estradiol + Cyproteron asetat (21- Cyproterone acetate 2 mg + Etinil estradiol 0.035 mg
3.
4.
7 rejimen)
Etinil estradiol + Drospirenone (21-7
rejimen)
Etinil estradiol + Drospirenone (24-4
rejimen)
Implan 1 rod
Implan 2 rods
75 mg levonorgestrel/rods
Levonorgestrel 52 mg
T-shaped IUD dengan kawat tembaga
Antibiotik
1
Doksisiklin
68
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
World Health Organization. Family Planning A Global Handbook for Providers-EvidenceBased Guidance Developed. 2011. Whqlibdoc.who.int/publications /2011/9780978856373
eng.pdf.
Biran Affandi. Penduduk Indonesia mencapai 273 juta tahun 2025. Antara . 11-11-2006. 3-22010.
Abdul Bari Saifuddin. Konseling dan Persetujuan Tindakan Medis. In: Biran Affandi,
Moh.Baharuddin, Soekaemi Soekir, editors. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. 2
ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. U1-U7.
Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia. Hasil Muktamar IX, Surabaya 5 Agustus 2009.
PKMI; 2010.
Schrager S. Abnormal Uterine Bleeding Associated with Hormonal Contraception.AmFam
Physician. 2002 May 15;65(10):2073-2081.
Mansour D, Korver T, Petrova MM, Frase I. The effects of Implanon on mentrual bleeding
patterns. The european Journal of Contraception and Reproductive Health Care June 2008;13
(S1):13-28
Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare in collaboration with the Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Management of Unscheduled Bleeding in Women
Using
Hormonal
Contraception.
2009:1-16.
www.fsrh.org/pdfs/unscheduledbleedingmay09.pdf
Wiegratz I, Stahlberg S, Manthey T, et al. Effect of extended-cycleregimen with an oral
contraceptive containing 30 mcg ethinylestradioland 2 mg dienogest on bleeding patterns,
safety, acceptance andcontraceptive efficacy. Contraception 2011;84:13343.
Miller L, Hughes JP. Continuous combination oral contraceptive pillsto eliminate withdrawal
bleeding: a randomized trial. Obstet Gynecol2003;101:65361.
Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI). Konsensus HIFERI,
Bogor 24-25 agustus 2013
Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F, Gondry J, Agostini A,
Bazot M, Brailly-Tabard S, Brun JL, De Raucourt, Gervaise A. Clinical practice guidelines on
menorrhagia: management of abnormal uterine bleeding before menopause. European Journal
of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 152 (2010) 133137
Munro MG,Critchley H, Fraser IA. The FIGO systems for nomenclature and classificationof
causes of abnormal uterine bleeding in thereproductive years: who needs them?Am J
ObstetGynecol 2012
Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS. The FIGO classification of causes of abnormal uterine
bleeding in the reproductive years. Fertility and Sterility.2011.( 95) 7.
Kim KR, Peng R, Ro JY, Robboy SJ. A diagnostically useful histopathologic feature of
endometrial polyp: the long axis of endometrial glands arranged parallel to surface
epithelium. Am J SurgPathol. 2004;28:10571062.
Bird C, McElin T, Manalo-Estrella P. The elusive adenomyosis of the uterus revisited. Am J
Obstet Gynecol. 1972;112:583593.
Salman MC, Usubutun A, Boynukalin K, Yuce K. Comparison of WHO and endometrial
intraepithelial neoplasia classifications in predicting the presence of coexistent malignancy in
endometrial hyperplasia. J GynecolOncol. 2010;21:97101
17. Baak JP, Mutter GL, Robboy S, et al. The molecular genetics and morphometry-based
endometrial intraepithelial neoplasia classification system predicts disease progression in
endometrial hyperplasia more accurately than the 1994 World Health Organization
classification system. Cancer. 2005;103:23042312.
18. Frits marc A and Leon Speroff. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Ed. VIII
TH. Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia (2011)
19. Stanford JB, Mikolajczyk RT. Mechanisms of action of intrauterine devices: update and
estimation of post fertilization effects. Am J ObstetGynecol2002;187:1699708.
20. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare. Combine hormonal contraception .2011.
http://www.fsrh.org/pdfs/UnscheduledBleedingMay09.pdf.
21. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding.Maturitas 45 (2003) 1-14.
22. World Health Organization. Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use (2nd
edn). 2005.http://www.who.int/reproductive-health/publications/spr_2/ index.html
23. Faculty of Family Planning and Reproductive Health Care Clinical Effectiveness Unit. UK
Selected
Practice
Recommendations
for
Contraceptive
Use.
2002.http://www.fsrh.org/admin/uploads/Finalrecommendations1.pdf
24. French RS, Cowan FM, Mansour DJ, Morris S, Procter T, Hughes D, et al. Implantable
contraceptives (subdermal implants and hormonally impregnated intrauterine systems) versus
other forms of reversible contraceptives: two systematic reviews to assess relative
effectiveness, acceptability, tolerability and cost-effectiveness. Health Technol Assess
2000;4(7)iv:1107.
25. Jones RJ, Critchley HOD. Morphological and functionalchanges in human endometrium
following intrauterine levonorgestrel delivery. Hum Reprod 2000; 15: 162172.
26. McGavigan CJ, Dockery P, Metaxa-Mariatou V, Campbell D,Stewart CJR, Cameron IT, et al.
Hormonally mediateddisturbance of angiogenesis in the human endometrium after exposure
to intrauterine levonorgestrel. Hum Reprod 2003;18: 7784.
27. Department of Reproductive Health and Research includingUDNP/UNFPA/WHO/World
Bank Special Programme ofResearch, Development and Research Training in
HumanReproduction. Annual Technical Report 2002. Geneva,Switzerland: World Health
Organization, 2002.
28. Xin ZM, Xie QZ, Cao LM, Sun YP, Su YC, Guo YH. Effects of intrauterine contraceptive
device on expression of vascular endothelial growth factor, kinase insert domain-containing
receptor and microvessel density in endometrium. Zhonghua Fu Chan Ke Za Zhi
2004;39(11):7715.
29. Perchick GB, Jabbour HN. Cyclooxygenase-2 overexpression inhibits cathepsin D-mediated
cleavage of plasminogen to the potent antiangiogenic factor angiostatin. Endocrinology
2003;144: 532288.
30. Smith OP, Jabbour HN, Critchley HO. Cyclooxygenase enzyme expression and E series
prostaglandin receptor signalling are enhanced in heavy menstruation. Hum Reprod
2007;22(5): 14506.
31. El-Sahwi S, Toppozada M, Kamel M, Gaweesh S, Riad W, Ibrahim I, et al. Prostaglandins
and cellular reaction in uterine flushings. I. Effect of IUD insertion. Adv Contracept 1987;3:
291302.
32. Xin ZM, Cao LM, Xie QZ, Sun Y, Su YC, Guo YH. Effects of the copper intrauterine device
on the expression of cyclooxygen- ase-1 and -2 in the endometrium. Int J GynaecolObstet
2009;105(2):1668.
33. Laroux FS, Lefer DJ, Kawachi S, Scalia R, Cockrell AS, Gray L, et al. Role of nitric oxide in
the regulation of acute and chronic inflammation. Antioxid Redox Signal 2000;2(3):3916.
34. Ortiz ME, Croxatto HB. Copper-T intrauterine device and levonorgestrel intrauterine system:
biological bases of their mechanism of action. Contraception 2007;75(6 Suppl):S1630.
35. Moilanen E, Moilanen T, Knowles R, Charles I, Kadoya Y, al- Saffar N, et al. Nitric oxide
synthase is expressed in human macrophages during foreign body inflammation. Am J Pathol
1997;150:8817.
36. Roberto da Costa RP, Costa AS, Platek R, Siemieniuch M, Galva o A, Redmer DA, et al.
Actions of a nitric oxide donor on prostaglandin production and angiogenic activity in the
equine endometrium. ReprodFertil Dev 2008;20:67483.
37. Cevrioglu AS, Degirmenci B, Acar M, et al. Examination of changes caused by tubal
sterilization in ovarian hormone secretion and uterine and ovarian artery blood flow rates.
Contraception 2004;70:46773.
38. Gentile GP, Kaufman SC, Helbig DW. Is there any evidence for a post-tubal sterilization
syndrome? Fertil Steril 1998;69:17986.
39. Ozyer S, Moraloglu O, Gulerman C, Engin-Ustun Y, Uzunlar O, Karayalcn R .Tubal
sterilization during cesarean section or as an elective procedure? Effect on the ovarian
reserve.Contraception 86 (2012) 488493.
40. Peterson HB, Jeng G, Folger SG, HillisSA,MarchbanksPA,Wilcox LS,U.S. Collaborative
Review of Sterilization Working Group. The risk ofmenstrual abnormalities after tubal
sterilization. U.S. CollaborativeReview of Sterilization Working Group. N Engl J Med
2000;343:16817.
41. Dede FS, Dilbaz B, Akyuz O, Caliskan E, Kurtaran V, Dilbaz S.Changes in menstrual pattern
and ovarian function following bipolar electrocauterization of the fallopian tubes for
voluntary surgical .contraception. Contraception 2006;73:8891.
42. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare.Intrauterine contraception. 2007:1-16.
43. Comparato MR, Yabur JA, Bajares M. Contraceptive efficacy and acceptability of a
monophasic oral contraceptive containing 30 microgram ethinyl estradiol and 150 microgram
desogestrel in Latin-American women. Adv Contracept1998; 14: 1526.
44. Bannemerschult R, Hanker JP, Wunsch C, Fox P, Albring M, Brill K. A multicentre,
uncontrolled clinical investigation of the contraceptive efficacy, cycle control and safety of a
new low dose oral contraceptive containing 20 micrograms ethinyl estradiol and 100
micrograms levonorgestrel over six treatment cycles. Contraception 1997; 56: 285290.
45. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding. Maturitas 45 (2003) 114
46. Smith OP,Critchley HOD.Progestogen onlycontraceptionand endometrial
breakthrough bleeding. Angiogenesis. 2005 (8): 117-126.
47. National institute for Health and clinical excellence (NICE). Long acting reversible
contraception, Clinical guideline 30 (October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia
/pdf/cg030niceguideline.pdf .
48. Bitzer J, Tschudin S, Alder J, Swiss contraceptive implants Study Group. Acceptability and
side-effects of contraceptive implants in Switzerland: a retrospective study by the
contraceptive implants Swiss Study Group. Eur J ContraceptReprod Health Care 2004; 9:
278284.
49. Welsh A. Guidelines for the NHS by NICE Guideline. Clinical Guideline January 2007.
50. Tsai M, Goldstein SR. Office Diagnosis and Management of Abnormal Uterine Bleeding.
Clinical obstetrics and gynecology. 2012.Vol 55(3): 635650
51. Siegel JE. Abnormalities of hemostasis and abnormal uterine bleeding. Clinical obstetrics and
gynecology.Volume 48( 2), 284294
52. James A, Matchar DB, Myers ER. Testing for von Willebrand disease in women with
menorrhagia: a systematic review. ObstetGynecol2004; 104:381-388.
53. Lockwood J. Mechanisms of normal and abnormal endometrial bleeding. Menopause: The
Journal of The North American Menopause Society Vol. 18, No. 4, pp. 408/411.
54. ShueyKM.Platelet-Assoeiated Bleeding Disorders. Seminars in OncologyNursing, Vo112, No
1 (February), 1996: 15-27.
55. Bevan JA, Maloney KW, Hillary CA, Gill JC, Montgomery RR, Scott JP. Bleeding
disorders: A common cause of menorrhagia in adolescents. J Pediatr 2001;138:85661
56. Farquhar C, Ekeroma A, Furness S, et al. A systematic review of transvaginal
ultrasonography, sonohysterography and hysteroscopy for the investigation of abnormal
uterine bleeding in premenopausal women. Acta Obstetricia et Gynecologica
Scandinavica2003;82(6):493504.
57. Dueholm M, Lundorf E, Olesen F. Imaging techniques for evaluation of the uterine cavity
and endometrium in premenopausal patients before minimally invasive surgery. Obstetrical
and Gynecological Survey 2002;57(6):389403
58. Critchley HO, Warner P, Lee AJ, et al. Evaluation of abnormal uterine bleeding:comparison
of three outpatient procedures withincohorts defined by age and menopausal status. Health
Technology Assessment 2001;8:(34)iiiiv,1139.
59. Cepni I, Ocal P, Erkan S, et al. Comparison of transvaginal sonography, saline
infusionsonography and hysteroscopy in the evaluation of uterine cavity pathologies.
Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology 2005;45:305
60. Mohan S, Page LM, Higham JM. Diagnosis of abnormal uterine bleeding .Best Practice &
Research Clinical Obstetrics and Gynaecology .2007: Vol. 21, No. 6, pp. 891903
61. Levi CS, Lyons EA, Holt SC. Normal anatomy of the female pelvis and
transvaginalsonography. In:Callen PW. Ultrasonography in Obstetric and Gynecology, 5th
edition. Philadelphia:Saunders-Elsevier, 2008:887-918
62. Kupesic S, Kurjak A, TripaloA.Normal Pelvic Anantomy Assessed by Ultrasound Methods.
In: Kurjak A. ChervenakFA.Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and
Gynecology.2003:584-591
63. Munro MG, Critchley H.O.D, Broder MS, Frase IS. FIGO Classification System
(PALM_COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Nongravid Women of
Reproductive Age. International Journal of Gynecology and Obstetrics 113 (2011) 313.
64. Peri N, Levine D. Sonographic Evaluation of the Endometrium in Patients With a History or
an Appearance of Polycystic Ovarian Syndrome. J Ultrasound Med 2007; 26:5558
65.
National institute for Health and clinical excellence (NICE). Heavy menstrual bleeding
(October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia /pdf/cg030niceguideline.pdf .
66. Porter C, Rees MC. Bleeding problems and progestogen-only contraception. J
FamPlannReprod Health Care 2002; 28:8181.
67. Kovacs G. Progestogen-only pills and bleeding disturbances. Hum Reprod 1996; 11: 202