Anda di halaman 1dari 11

Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah ini
Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami
masing-masing dan terima kasih kepada guru yang telah membimbing kami agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah ini, serta rekanrekan seperjuangan yang telah membantu,makalah ini disusun agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang BUDAYA menurut iman kristenmakalah ini
saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini disusun oleh saya dengan berbagai rintangan, baik suka
maupun duka, baik itu yang datang dari diri kami masing-masing maupun yang
datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya tugas ini dapat terselesaikan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja khususnya bagi diri kami sendiri, para pelajar dan semua yang
membaca makalah kami ini, dan mudah-mudahan dapat memberikan wawasan
yang lebih luas kepada pembaca.Saya menyadari bahwa dalam menulis makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini.
Terimakasih.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................
Daftar Isi ..................................................................................................
Bab 1 Pendahuluan..................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................
C. Tujuan Masalah .............................................................................
Bab 2 Pembahasan...................................................................................
A. Definisi Budaya menurut iman kristen...........................................
B. Pandangan Alkitab terhadap kebudayaan dilihat dari beberapa

aspek....
C. Lima sikap gereja terhadap kebuayaan.........................................
Bab 3 Penutup..........................................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................
B. Saran.............................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaanperbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar
dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang
dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang
dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.Citra
yang memaksa itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti individualisme
kasar di Amerika, keselarasan individu dengan alam d Jepang dan kepatuhan kolektif di Cina.
Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman
mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan
hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
B.rumusan masalah
1. Apa pengertian Budaya menurut iman kristen
2. Bagaimana Pandangan Alkitab terhadap kebudayaan dilihat dari beberapa aspek
3. Apa saja sikap gereja terhadap kebuayaan

C.tujuan masalah
1.mengetahui Budaya menurut iman kristen
2.agar mengetahui Pandangan Alkitab terhadap kebudayaan dilihat dari beberapa
aspek
3.Agar mengerti sikap gereja terhadap kebuayaan

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Kebudayaan menurut iman kristen
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah CulturalDeterminism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan
intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan memPengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B.Pandangan Alkitab terhadap kebudayaan dilihat dari beberapa aspek


a.

Tugas Manusia dan Kebudayaan

Dalam Kejadian 1 : 28 dikatakan Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka :
beranak cuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukanlah itu. Kata takklukan:
dalam bahasa ibrani diambil dari kata kabash. Istilah ini dipakai sekitar lima belas kali dalam
perjanjian lama yang berarti menundukan lawan, atau menaklukkan musuh. Untuk menundukan itu
membutuhkan kekuatan Implikasi yang harus dipikirkan, jika hanya sampai disini ialah tindakan
sewenang wenang manusia terhadap alam, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan. Namun
menaklukan alam, sebenarnya Adam harus memikitrkan, mengerjakan, mengusahakan, mengelola
alam ini dan melestarikannya.mengalahkan bukan membinasakan, melainkan menjadikan alam
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta mengusahakan kesejahteraan dirinya dan alam
semesta. Manusia mengemangkan cipta dan karsanya bagi kesejahteraan hidupnya. Inilah mandatm
yang dipercayakan Allah kepada manusia.
b.

Tujuan kebudayaan

Kebudayaan yang dinyatakan dalam alkitab, pada mulanyadan seharusnya bertujuan untuk
memuliakan Allah (Vertikal). Apakah semua manifestasi kebudayaan di semua aktivitas manusia
digunakan untuk memuliakan Allah ? apakah seni suara, musik , lukis, ukir, asitektur, teknik, imu
pengetahuan, dan semua manifestasi kebudayaan pada masa kinitertuju untuk memuliakan Allah ?
ataukah segala kemampuan dikerahkan untuk mendirikan menara babel ?Tujuan selanjutnya untuk
meningkatkan kehidupan manusia (Horizontal). Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan
yang diberikan Allah untuk meningkatkan, mempermudah manusia untuk melakasanakan
pekerjaannya.
Contoh dulu , kalau manusia ingin bekerja disawah hanya mengandalkan cangkul tetapi di zaman
modern ini manusia dipermudah dengan kehadiran alat alat pertanian yang serba modern.
Kenyataan yang kita lihat banyak sekali hasil kebudayaan yang dipergunakan bukan untuk mengasihi
Allah dan sesama manusia, melainkan untuk penyembahan berhala dan kebanggaan atau ambisi diri.
c.

Kuasa Dosa dan iblis dalam Kebudayaan

Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, kebudayaan telah menjadi bagian integral keberdosaan manusia.
Manusia yang mengelola kebudayaan adalah manusia yang berdosa, makka kebudayaan pun iikut
jatuh ke dalam dosa. Sehingga manusia dapat mengarahkan kebudayaan itu bukan untuk memuliakan
Allah. Manusia dapat menciptakn kebudayaan untuk menjadikan hasil kebudayaan sabaggai berhala
misalnya uang. Dalam kenyataannyatidak sedikit orang yang menganggap uang adalah segalagalanya. Mereka melakukan dan menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang. Uang sudah
menggantikan Tuhan bagi dirinya. Bandingkan 1 Timotius 6 : 10 Karena akar segala
kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah
menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.

C. Lima sikap gereja terhadap kebuayaan


1. Gereja anti kebudayan
Gereja memandang dunia di bawah kekuasaan si jahat sebagai kerajaan kegelapan. Warga
Gereja disebut oleh Injil adalah anak-anak terang, karena itun tidak hidup dalam kegelapan. Dunia
kegelapan ini dikuasai oleh nafsu kedagangan, nafsu mata, kesombongan. Semua itu akan berlalu
sebab mereka akan dikalahkan oleh iman kepada Kristus (Niebuhr, 56).
Sikap menentang kebudayaan ini telah dilancarkan oleh Tertullianus tokoh Gereja abad ke 2.
Ia mengatakan bahwa konflik-konflik orang percaya bukan dengan alam tetapi dengan kebudayaan.
Dosa asal itu menurut Tertullianus disebarkan oleh kebudayaan melalui pendidikan anak. Oleh karena
itu kata tertullianus tugas Gereja adalah menerangi semua orang yang sudah berada di bawah ilusi
kebudayan, supaya mereka dibawa kepada pengetahuan akan kebenaran. Yang paling buruk dari
kebudayaan adalah agama sosial, kafir atau politheisme, hawa nafsu dan kemaksiatan (Niebuhr, 60).
Tetapi pada pihak lain, tertullianus menganjurkan agar Gereja memupuk kebersamaan, tidak
meninggalkan pertemuan umum, tempat pemandian, kede, penginapan, pasar mingguan tempat
perdgangan sebab Gereja dengan semua itu numpang bersama dalam dunia. Selanjutnya kata
Tertullianus, kami berlayar bersama berjuang denganmu, mengolah tanah denganmu bahkan dalam
bidang seni untuk umum. Pada pihak lain Tertullianus mengajak orang menjauhi keterlibatan dalam
soal-soal kenegaraan, antara lain menolak dinas militer sebab melanggar perintah Injil yang melarang
menggunakan pedang dan tidak ikut dalam sumpah setia kepada kaisar dan keturut sertaan dalam
upacara kafir. Ia menolak bentuk kekristenan yang berfusi dengan Stoa dan Plato. Menurut
pendapatnya, tidak ada hubungan Kristus dengan filsafat. Walau Tertullianus tidak menolak seluruh
kebudayaan, tapi Niebuhr menyebutnya termasuk dalam posisi Gereja lawan kebudayaan.
2. Gereja dari kebudayaan

Kelompok yang menganut paham ini merasa tidak ada ketegangan besar antara gereja dan
dunia, antara Injil dan hukum-hukum sosial, antara karya rahmat Illahi dengan karya manusia. Mereka
menafsirkan kebudayaan melalui Kristus danberpendapat bahwa pekerjaan dan pribadi Kristus adalah
sangan sesuai dengan kebudayaan. Dipihak lain, kelompok ini berpendapat jika Kristus ditafsirkan
melalui kebudayaan, maka hal-hal yang terbaik dalam kebudayaan adalah cocok dengan ajaran dan
kehidupan Kristus. Namun penyesuaian ini bukan sembarangan, sebab telah dilakukan juga
penjungkiran bagian-bagian kebudayaan yang tidak sesuai dengan Injil dan bagian-bagian Injil yang
tidak sesuai dengan adat istiadat sosial (Niebuhr : 94).
Tetapi kaum Gnostik Kristen menafsirkan Kristus sepenuhnya sesuai dengan konsep
kebudayaan, tidak ada pertentangan antara keduanya. Dengan demikian ada perdamaian Injil dengan
kebudayaan dan karena itu kekristenan telah menjadi sistem agama dan filsafat dan Gereja hanya
sebagai perhimpunan religius bukan sebagai gereja atau masyarakat baru. Tokoh-tokoh penyesuaian
ini dalam sejarah Gereja adalah Clemens (200) dan Origines (185-254)- (Fuklaan-Berkhof, 1981 : 41).
Pada abad pertengahan posisi Gereja dari kebudayaan dilanjutkan oleh Petrus Abelardus
(1079-1142) yang mengakui karya Filsuf Socrates dan Plato sebagai guru mendidik walaupun lebih
rendah tingkatnya tyetapi bersesuaian dengan ajaran Yesus (Niebuhr, 100).
Tokoh yang lain adalah Ritschl yang menggagasi untuk merekonsiliasi kekristenan dengan
kebudayaan. Kelompok ini secara keseluruhan disebut Protestantisme kebudayaan melalui gagasan
tentang kerajaan Allah yang telah disamakan dengan suatu kerajaan umat manusia yang terhimpun
dalam suatu keluarga, di bawah ikatan kebajikan, perdamaian, keperluan bersama. Perhimpunan ini
terbentuk melalui aksi moral secara timbal balik dari anggota-anggotanya yaitu suatu aksi melalui
pertimbangan alamiah (Niebuhz, 109). Dalam gagasan ini, kesetiaan orang kepada Kristus
menentukan orang untuk berpartisipasi secara aktif dalam karya kebudayaan (Niebuhr, 110).
3. Gereja diatas kebudayaan
Pandangan ini berawal dari pandangan tingkatan hirarkis dari alam (natural) dan spiritual
(rohani). Menurut Thomas Aquinas (1225-1274), kebudayaan menciptakan aturan suatu kehidupan
sosial yang ditemukan oleh akan budi manusia yang dapat dikenal oleh semua yang berakal sehat
sebab bersifat hukum alam. Tapi disamping hukum alam ada hukum Ilahi yang dinyatakan Allah
melalui para Nabi yang melampaui hukum alam. Sebagian hukum Ilahi adalah harmonis dengan
hukum alam dan sebagaian lagi melampauinya dan itulah menjadi hukum dari hidup supernatural
manusia (ordo supernaturalis). Hukum Ilahi terdapat dalam perintah: jualah semua apa yang kamu
miliki, berikan kepada orang miskin sedang hukum alam terdapat dalam perintah kamu tidak boleh
mencuri, yaitu hukum yang sama dapat ditemui oleh akal manusia dan didalam wahyu. Dari contoh
itu Thomas Aquinas menyimpilkan bahwa hukum alam yang ditemui yang terdapat dalam kodrat
hidup manusia berada dubawah ordo supernaturalis.
Manusia dalam hidupnya sudah kehilangan ordo supernaturalis dan untuk dapat
memulihkannya kembali hanyalah melalui sakraman.Gereja berada dalam ordo supernatulis. Oleh
karena itu kebudayaan berada di bawah hirarkis gwereja. Dengan itu pada abad pertengahan gereja
menguasai seluruh kebudayaan dalam tatanan Corpus Christianum.
4. Hubungan Gereja dan kebudayaan dalam paradoks
Dalam pandangan ini, iman dan kebudayaan dipisahkan. Orang beriman (Kristen) berada
dalam dua suasana yaitu berada dalam kebudayaan dan sekaligus berada dalam anugerah Allah dalam
Kristus. Oleh sebab itu orang beriman dihimpit oleh dua suasana yaitu hidup dalam iman dan hidup
dalam kebudayaan.
Dalam sejarah Gereja, Marcian seorang tokoh gereja abad ke 2 yang berpendirian bahwa
dalam kebudayaan manusia di bawah Allah yang rendah derajadnya yang dinamainya domiurgos
sedang dalam pembaharuan ciptaan, manusia hidup di bawah Allah Rahmani. Dengan itu ia telah
mempelopori hidup secara dualisme. Ajaran ini ditolak gereja pada masa itu dan dikategorikan
sebagai ajaran sesat.
Pandangan dualisme kelihatan juga secara samar dalam ajaran Marthin Luther yang
mencetuskan reformasi pada tahun 1517 Menurut dia orang beriman hidup dalam dua kerajaan, yaitu
kerajaan Allah yang rohani dan kerajaan duniawi. Kerajaan Allah adalah suatu kerajaan anugerah dan
kemuliaan, tetapi kerajaan duniawi adalah suatu kerajaan kemurkaan dan kekerasan. Kedua kerajaan

itu tidak dapat dicampur adukkan. Masing-masing lingkungan menurutaturannya. Jadi manusia hidup
dalam dua tatanan yaitu tatanan kebudayaan berdasarkan hukum alam dan tatanan rohani yaitu tatanan
surgawi. Ada kesan bahwa Marthin Luther tidak menghubungkan tatanan duniawi dengan yang
surgawi sehingga kehidupan dalam kebudayaan dan surgawi tidak berhubungnan. Dengan itu ada
kemungkinan orang tidak lagi membawa imannya dalam kehidupan dalam kebudayaan (Niebuhr,
194).
Pada abad ini pandangan itu dipertahankan oleh seorang Teolog bernama William Roger.
Manusia menurut Roger, harus berbakti kepada Allah maupun raja, kendati ada ketegangan antara
keduanya. Orang beriman seyogianya hanya berbakti kepada Allah tetapi tidak dapat tidak harus
berbakti kepada kebudayaan. Kita tidak dapat tidak hidup seperti ampibi, yaitu hidup dalam rahmat
Allah dan sekaligus dalam kebudayaan. Kedua lingkungan ini terpisah dan tidak saling berhubungan.
Hal ini mungkin bahwa seorang dapat hidup berdasarkan imannya pada lingkungan rohani atau hidup
menurut imannya pada lingkungan rahmat dan pada pihak lain ia hidup menurut aturan duniawi dalam
lingkungan dunia (Niebuhr:207).
5. Gereja pengubah kebudayaan
Banyak orang Kristen sepanjang abad tidak menyetujui keempat pendirian tersebut baik
dalam teori maupun dalam politik. Mereka juga tidak bersedia menyerah kepadakebudayaan karena
mereka memahami kebudayaan mempunyai kelemahan-kelemahan. Mereka juga menolak takluk
kepada kebudayaan yang dipaksakan gereja sebab kebudayaan yang dipaksakan gereja selalu
berbentuk sintesa antara kerajaan Allah dan kerajaan dunia dan ada kecenderungan memandang
kebudayaan yang masih berdosa ini dianggap suci sebab berada di bawah gereja. Tapi adalah tidak
benar, jika dikatakan bahwa kerajaan Allah telah diwujudkan dalam kebudayaan yang diciptakan
gereja (Verkugl, 1982 : 49).
Sikap gereja yang tepat menurut H. R. Niebuhr adalah sikap gereja pengubah
kebudayaan.Seorang teolog bernama Augustinus (354-430) telah mempelopori sikap gereja pengubah
kebudayaan. Posisi ini berangkat dari pendirian bahwa tidak ada suatu kodrat yang tidak mengandung
kebaikan, karena itu kodrat setan sendiripun tidaklah jahat, sejauh itu adalah kodrat, tapi ia menjadi
jahat karena dirusak (Niebuhr, 239).
Tetapi Allah kata Augustinus, memerintah dan mengatasi manusia dalam pribadi dan sosial
mereka yang rusak. Pandangan ini berasal dari pemahaman bahwa oleh sifat kreatifitas Allah maka
Allah tetap menggunakan dengan baik kehendak manusia yang jahat sekalipun, sehingga m,anusia
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya melalui kebudayaannya. Sikap Allah ini mendapat wujudnya
dalam Yesus Kristus yang telah datang kepada manusia yang telah rusak untuk menyembuhkan dan
memperbaharui apa yang telah ditulari melalui hidup dan kematiannya, ia mengatakan kebesaran
kasih Allah dan tentang begitu dalamnya dosa manusia (241). Denganjalan Injilnya ia memulihkan
apa yang telah rusak dan memberi arah baru terhadap kehidupan yang telah rusak (242). Atas
pemikiran teologis tersebut, Agustinus meletakkan gagasan Injil pengubah kebudayaan atau Injil
adalah Conversionis terhadap kebudayaan. Pemikiran Augustinis ini dilanjutkan oleh Johanes Calvin
pada awal abad ke 16. Titik tolak pikirannya berawal pada pandangannya bahwa hukum-hukum
kerajaan Allah telah ditulis dalam kodrat manusia dan dapat terbaca dalam kebudayaannya. Dengan
itu hidup dan kebudayaan manusia dapat ditransformasikan sebab kodrat dan kebudayaan manusia
dapat dicerahkan, sebab mengandung kemungkinan itu pada dirinya sebagai pemberian Ilahi. Oleh
sebab itu Injil harus diaktualisasikan dalam kebudayaan supaya kebudayaan lebih dapat
mensejahterakan manusia (245-246).
Dapatlah kita simpulkan bahwa sikap gereja terhadap kebudayaan adalah :
Gereja menentang kebudayaan khususnya terhadap unsur-unsur yang secara total bertentangan
dengan Injil, umpamanya terhadap kultus agama, suku dan tata kehidupan yang tidak membangun
seperti poligami, perjudian, perhambaan.
2.
Menerima unsur-unsur kebudayaan yang bersesuaian dengan Injil dan bermanfaat bagi kehidupan.
3.
Menerima unsur-unsur kebudayaan tertentu dan mentransformasikannya dengan Injil umpamanya
tata perkawinan, seni tari dan lain-lain sehingga dapat menjadi sarana Injil untuk membangun iman
dan kehidupan.
1.

BAB III
PENUTUP
A.kesimpulan
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memPengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

B.saran
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga
para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://maknaartikel.blogspot.com/2010/01/budaya-akademik/survei.html
http://blogkita.info/budaya-akademik-2/
http://pustaka.wordpress.com/2007/01/06/48/
http://www.docstoc.com/docs/56994693/materi-agama-islam
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
http://prasetijo.wordpress.com/2009/05/11/pendekatan-budaya-terhadap-agama/
http://blog.uin-malang.ac.id/gudangmakalah/2011/04/17/pengertian-dan-tujuan-sertaruang-lingkup-ilmu-budaya-dasar/

DI SUSUN OLEH
RIVALDO CHRISTIAN UNTU
XI IPA 3

Anda mungkin juga menyukai