Laporan Praktikum Farmasetika 1a Emulsi
Laporan Praktikum Farmasetika 1a Emulsi
EMULSI
DISUSUN OLEH
Kelompok C-5
10060310109
10060310110
10060310111
10060310112
10060310113
10060310114
10060309017
Tara Verina
Arini Sakinah
Faza Shalihah N
Nur Amanah
Bentar Ali B
Dadi Setiawan
Laduna Aniq
: 20 Maret 2013
Tgl. Pengumpulan
: 1 April 2013
II.
Tujuan Percobaan
Mengetahui dan memahami cara pembuatan emulsi yang baik.
Mengetahui formulasi sediaan emulsi yang baik dan stabil.
Teori Dasar
Emulsi (emulsion) adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersi dan
medium pendispersinya berupa cairan yang tidak dapat bercampur. Misalnya
benzena dalam air, minyak dalam air, dan air susu. Mengingat kedua fase tidak
dapat bercampur, keduanya akan segera memisah. Untuk menjaga agar emulsi
tersebut mantap atau stabil, perlu ditambahkan zat ketiga yang disebut emulgator
atau zat pengemulsi (emulsifying agent). (Sumardjo, 547).
Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan
merata atau homogen dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah:
1. Untuk dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral. Umumnya tipe emulsi
tipe O/W.
2. Untuk dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O, tergantung
pada banyak faktor, misalnya sifat atau efek terapi yang dikehendaki.
(Syamsuni, 129).
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling
butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah
terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. (Anief,
132).
Syarat emulgator adalah molekul-molekulnya mempunyai afinitas
terhadap kedua cairan yang membentuk emulsi. Daya afinitasnya harus parsial
atau tidak sama terhadap kedua cairan tersebut. Salah satu ujung emulgator larut
dalam cairan yang satu, sedangkan ujung yang lain hanya membentuk lapisan tipis
(selapis molekul) di sekeliling atau di atas permukaan cairan yang lain.
(Sumardjo, 547). Beberapa zat pengemulsi yang sering digunakan adalah gelatin,
gom akasia, tragakan, sabun, senyawa amonium kwartener, senyawa kolesterol,
surfaktan, atau emulgator lain yang cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat
ditambahkan
zat
pengental,
misalnya
tragakan,
tilosa,
natrium
emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak.
Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase eksternal. Terdapat dua macam
komponen emulsi:
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam
emulsi, terdiri atas:
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase dalam,
yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam
emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi
tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan
emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahakan ke
dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen
saporis, odoris, colouris, pengawet (preservative), dan antioksidan. (Syamsuni,
119).
Dari emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana
yang paling baik (ideal). Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan:
1. Flokulasi dan creaming
Creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis
cairan, dimana masing-masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda.
Nama cream berasal dari peristiwa pemisahan sari susu dari susu (milk). Sari
susu tersebut dapat dibuat Casein, keju, dan sebagainya.
2. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking atau breaking)
Creaming adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan
proses cracking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada
creaming, flokul fase dispers mudah didispersi kembali dan terjadi campuran
homogen bila digojok perlahan-lahan. Sedangkan pada cracking, penggojokan
sederhana akan gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam
bentuk emulsi yang stabil.
3. Inversi
Adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A ke tipe
A/M atau sebaliknya. (Anief, 147).
III.
Preformulasi
a. Zat Aktif
Parafin Cair (Paraffinum Liquidum)
Pemerian
Kelarutan
: praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut
dalam kloroform P dan dalam eter P.
Stabilitas
b. Zat Tambahan
1. Pulvis Gummi Acaciae (PGA)
Pemerian
: serbuk, berwarna putih/putih kekuningan; tidak berasa;
Kelarutan
tidak berbau.
: larut sempurna
dalam
air,
tetapi
sangat
lambat,
dipertahankan
stabilitasnya
jika
dilakukan
Kelarutan
Pemakaian
: Emulgator 0,25%-1,0%.
Stabilitas
Kelarutan
pH larutan
: 1-4
Stabilitas
obat
yang
memiliki
ikatan
rapat
seperti
Kelarutan
: larut dalam air dan etanol, praktis tidak larut dalam minyak
Pemakaian
Stabilitas
menyebabkan
pembentukan
peroksida.
Harus
6. Setil Alkohol
Pemerian
Kelarutan
Titik lebur
Pemakaian
Stabilitas
Inkompatibilitas
mempunyai rasa.
: dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 96).
V.
Alat
Cawan penguap
Pipet
Tabung sedimentasi
Beaker glass
Batang pengaduk
Mortar dan stamper
Gelas ukur
Piknometer
Waterbath
Stirer
Matkan
Bahan
Parafin cair 30%
Tween 80 3% dan 6%
Veegum 1% dan 2%
Span 80 3% dan 6%
CMC Na 0,5% dan 1%
Aquadest
Setil alkohol 5% dan 15%
PGA 10% dan 15%
Prosedur Percobaan
Menggunakan Emulgator Alam
1. Metode Korpus Emulsi Basah
Terlebih dahulu menimbang bahan-bahan yang akan digunakan sesuai
dengan keperluan. Dikembangkan emulgator veegum 1% dalam air panas
sebanyak 12 kali beratnya dengan cara menaburkan secara merata pada
mortar, lalu digerus kuat sampai homogen dan terbentuk korpus emulsi.
Kemudian veegum dituangkan ke dalam matkan, ditambahkan parafin cair
sebanyak 30 mL. Diaduk menggunakan stirrer pada kecepatan 400 rpm, lalu
dinaikkan perlahan-lahan sampai kecepatan mencapai 1000 rpm selama 15
menit. Setelah itu ditambahkan air ad 100 ml sedikit demi sedikit dan
diaduk lagi sampai homogen, dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi lalu
dilakukan pengamatan dan evaluasi terhadap sediaan emulsi pada waktu 0,
10, 30, 60, 120, hari-1, dan hari-3.
2. Metode Korpus Emulsi Kering
Terlebih dahulu menimbang bahan-bahan yang akan digunakan sesuai
dengan keperluan. Dididihkan air yang akan digunakan lalu didinginkan
sebelum dipakai. Membuat korpus emulsi dengan mecampurkan langsung
veegum 2%, parafin cair 30 mL, dan air ad 100 mL ke dalam matkan, lalu
diaduk menggunakan stirrer pada kecepatan 400 rpm, lalu dinaikkan
perlahan-lahan sampai kecepatan mencapai 1000 rpm selama 15 menit.
VI.
Data Pengamatan
1. Emulgator Alam Metode Korpus Emulsi Basah
Kelompok
1
(PGA 10%)
2
(PGA 15%)
Waktu
Tinggi
(t)
0
10
30
60
120
Hari 1
Hari 3
0
Sedimentasi
16,8 cm
15,9 cm
15,9 cm
15,8 cm
15,8 cm
8,3 cm
7,8 cm
Organoleptis
Warna putih gading
Sebelum pengocokan : flokulasi
Sesudah pengocokan : reversibel
sediaan emulsi tetap stabil
Vo = 90 ml
Ho = 16,2 cm
30
2.
Kelompok
1
(Veegum
1%)
2
(PGA 10%)
Waktu
(t)
0
10
30
60
120
Hari 1
Hari 3
0
Tinggi
Sedimentasi
17 cm
0,94 cm
0,89 cm
0,86 cm
0,82 cm
0,72 cm
0,69 cm
Organoleptis
Putih keruh
Sebelum pengocokan : creaming
pada bagian atas koalesen.
Sesudah pengocokan : irreversibel
menjadi sediaan emulsi yang tidak
stabil terjadi koalesen dengan
globul-globul kecil.
Vo = 100 ml
Ho = 17,5 cm
30
0,994 cm
Hari 3
1,04 cm
16,2 cm
Warna putih susu pada semua
bagian emulsi.
10
15,5 cm
30
60
120
Hari 1
14,5 cm
12,3 cm
4
(CMC-Na
0,5%)
Ho= 16,1cm
Hu= 0 cm
Hu
H = Ho
H=
0 cm
16,1 cm
H = 0 cm
10
Ho=16,1 cm
Hu1= 11,2cm
Hu2= 2,2 cm
H=
Hu 1+ Hu2
Ho
H=
11,2+ 2,2 cm
16,1cm
Dibagian paling bawah berwarna
keruh pekat, dibagian tengah
H=
13,4 cm
16,1cm
30
H = 0,83 cm
Ho = 16 cm
Hu1 = 11,2
cm
Hu2 = 4 cm
H=
Hu 1+ Hu2
Ho
H=
11,2+ 4 cm
16,1 cm
H=
15,2 cm
16,1 cm
60
H = 0,94 cm
Ho = 15,9 cm
Hu1 = 11,2
cm
Hu2 = 4,1 cm
H=
Hu 1+ Hu2
Ho
H=
11,2+ 4,1 cm Dibagian paling bawah berwarna
16,1 cm
keruh pekat, dibagian tengah
terdapat globul berukuran kecil,
dibagian atas globul berwarna
H=
jernih, dibagian bawah globul
15,3 cm
masih berwarna agak keruh.
16,1 cm
120
H = 0,95 cm
Ho = 15,9 cm
Hu1 = 11,2
cm
Hu2= 4,2 cm
H=
Hu 1+ Hu2
Ho
H=
Dibagian paling bawah berwarna
11,2+ 4,2 cm keruh pekat, dibagian tengah
16,1 cm
terdapat globul berukuran kecil,
dibagian atas globul tetap berwarna
jernih, dibagian bawah globul tetap
H=
berwarna agak keruh.
15,4 cm
16,1cm
Hari 1
H = 0,96 cm
Ho =16 cm
Hu = 0,7 cm
H=
Hu
Ho
H=
0,7 cm
16 cm
H = 0,04 cm
Hari 3
Ho = 16 cm
Hu = 0,8 cm
H=
Hu
Ho
H=
0,8 cm
16 cm
H = 0,05 cm
5
(Veegum
2%)
0
10
30
60
120
Hari 1
Hari 3
17,3 cm
17,3 cm
17,3 cm
17,3 cm
17,3 cm
17,3 cm
17,3 cm
3. Emulgator Sintetis
Kelompok
1
(T80, S80 3%
+ Setil alkohol
15%)
2
(T80 + S80
3%)
Waktu
(t)
0
10
30
60
120
Hari 1
Hari 3
0
Tinggi
Sedimentasi
15,5 cm
Vo = 100ml
Ho = 17cm
Organoleptis
Putih seperti susu. Tidak terbentuk
sediaan emulsi
10
F=
5,3
17
= 0,31 cm
F=
5,3
17
= 0,31 cm
5,3
17
= 0,31 cm
120
F=
5,3
17
= 0,31 cm
F=
4,3
17
= 0,33 cm
0
10
30
60
16,1 cm
120
Hari 1
Putih susu
semua
emulsi.
4
(T80, S80 6%)
Hari 3
7,3 cm
Ho = 17,3 cm
Hu = 0 cm
H=
Hu
Ho
H=
0 cm
17,3 cm
10
pada
bagian
H = 0 cm
Ho = 15,3 cm
Hu = 0 cm
Belum
terbentuk
sedimen,
berwarna putih susu homogen.
H=
Hu
Ho
H=
0 cm
15,3 cm
30
H = 0 cm
Ho = 15 cm
Hu = 0 cm
H=
Hu
Ho
H=
0 cm
15 cm
60
Belum
terbentuk
sedimen,
berwarna putih susu homogen.
H = 0 cm
Ho = 14,7 cm
Hu = 0 cm
H=
Hu
Ho
H=
0 cm
14,7 cm
H = 0 cm
120
Belum
terbentuk
sedimen,
berwarna putih susu homogen.
Ho = 14,7 cm
Hu = 0 cm
H=
H=
Hu
Ho
Belum
terbentuk
sedimen,
berwarna putih susu homogen,
dibagian paling bawah berwarna
putih keruh.
0 cm
14,7 cm
H = 0 cm
Hari 1
Ho = 14,8 cm
Hu = 0 cm
H=
Hu
Ho
H=
0 cm
14,8 cm
H = 0 cm
Hari 3
Hu
Ho
H=
6,5 cm
14,8 cm
H = 0,44 cm
VII.
0
10
30
60
120
Hari 1
Hari 3
Belum
terbentuk
sedimen,
berwarna putih susu homogen,
dibagian paling bawah berwarna
putih keruh.
Ho = 14,8 cm
Hu = 6,5 cm
H=
5
(T80, S80 3%
+ Setil alkohol
5%)
Belum
terbentuk
sedimen,
berwarna putih susu homogen,
dibagian paling bawah berwarna
putih keruh.
15,2 cm
14,5 cm
14,2 cm
14,2 cm
14,2 cm
13,4 cm
12,4 cm
Pembahasan
Pada praktikum pembuatan sediaan emulsi, zat aktif yang digunakan
adalah parafin cair. Parafin cair ini akan mengalami oksidasi ketika dipanaskan
dan terkena sinar atau cahaya. Sehingga jika menggunakan pemanasan pada
proses pembuatan, suhu pada pencampuran parafin tidak boleh terlalu panas.
Emulgator yang digunakan adalah emulgator alam (PGA, Veegum, dan CMC Na)
dan emulgator sintetik yaitu Tween 80 dan Span 80. Dalam pembuatannya untuk
emulgator alam dilakukan dalam 2 metode yaitu pembuatan emulsi cara kering
dan cara basah sedangkan untuk emulgator sintetik hanya dengan cara basah.
Untuk membuat emulsi dengan menggunakan emulgator alam digunakan
PGA, Veegum, dan CMC-Na dengan berbagai konsentrasi.
1. PGA
Pulvis Gummi Acaciae atau gom arab merupakan salah satu emulgator
alam yang digunakan pada pembuatan sediaan emulsi. Pembuatan emulsi minyak
lemak biasanya dibuat dengan emulgator gom arab, dengan perbandingan untuk
10 bagian minyak lemak dibuat 100 bagian emulsi. Gom arab yang digunakan
adalah separuh jumlah minyak lemak. Sedangkan air yang digunakan adalah 1,5 x
berat PGA. (Anief, M., 2005)
Pada percobaan kali ini digunakan PGA berkonsentrasi 10% dan 15%,
dengan metode pembuatan korpus emulsi dengan cara basah dan cara kering. Cara
basah dilakukan dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan
sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang
kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk
sampai volume yang diinginkan. Sedangkan cara kering dilakukan dengan
membuat korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1
bagian gom, lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian
ditambahkan sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
terbentuknya suatu emulsi yang baik.
Pada emulsi menggunakan emulgator PGA berkonsetrasi 10% yang dibuat
dengan metode korpus emulsi basah pada waktu t-0 tinggi sedimentasi adalah
16,8cm, pada t-10 dan t-30 terjadi penurunan ketinggian sedimentasi yaitu
15,9cm, t-60 dan t-120 tinggi sedimentasi sedikit menurun yaitu menjadi 15,8cm.
Pada hari ke 1 dan ke 3 terjadi penurunan tinggi sedimentasi menjadi 8,3 dan 7,8.
Warna emulsi pada PGA berkonsentrasi 10% ini adalah putih gading. Terjadi
flokulasi pada emulsi ini, yaitu terlihat dengan terbentuknya kelompok-kelompok
globul yang posisinya tidak beraturan tetapi setelah dilakukan pengocokan sediaan
emulsi kembali stabil.
Metode korpus emulsi basah menggunakan emulgator PGA berkonsentrasi
15% pada t-0 tinggi sedimentasi adalah 16,2cm dengan volume 90ml. Pada t-0 ini
emulsi masih homogen dan berwarna krem yang merata. Pada t-10 dan t-30 masih
sama seperti menit ke-0. Warna emulsi tidak homogen, bagian atas lebih pucat,
bagian bawah ada batas berwarna coklat 0,1 cm (ampas). Pada t-60 tinggi
sedimentasi masih sama dengan menit ke-30 namun ampas semakin tinggi yaitu
0,2 cm. Terbentuk gradasi warna, 4,6 cm putih susu, 11 cm putih gading dan 0,6
cm coklat bening pada t-120. Pada hari ke-1 konsistensi mengental, bagian atas
putih dengan gelembung-gelembung bening, bagian putih susu 1,3 cm, bagian
bawah terlihat lebih kuning. Sedangkan pada hari ke-3 bagian atas emulsi
membentuk busa, antara bagian putih susu dan keruh kekuningan membentuk
warna abu 0,3 cm. Bagian putih susu sudah caking.
Pembuatan emulsi menggunakan PGA dengan metoda korpus emulsi cara
kering, konsentrasi 10% pada t-0 menunjukkan emulsi berwarna putih susu dan
homogen disemua bagian dengan tinggi sedimentasi 17,5cm. dengan volume
100ml. Pada t-10,30,60 dan 120 emulsi masih stabil seperti pada h0 yaitu
berwarna putih susu dan homogen. Terjadi sedimentasi pada hari ke-1 dengan
tinggi 0,994cm yang membentuk konsistensi cair, warna putih susu dengan
endapan warna abu-abu setebal 0,3 cm. Sedangkan pada hari ke-3 tinggi
sedimentasi menjadi 1,04 cm dengan konsistensi kental, warna putih susu dengan
endapan abu-abu setebal 0,8 cm.
Pada konsentrasi PGA 15% (metode korpus emulsi kering) t-0 emulsi
menunjukkan warna putih susu pada semua bagian dengan tinggi sedimentasi
16,2cm. Pada t-10 tinggi sedimentasi adalah 15,5cm dengan warna emulsi seperti
pada t-0 yaitu berwarna putih susu. T-30, 60, 120 tinggi sedimentasi tidak
berubah, sama dengan t-10 dan emulsi masih berwarna putih susu. Terjadi
perubahan ketinggian sedimentasi dan warna pada hari ke-1 yaitu tinggi
sedimentasi mencapai 14,5cm dan terdapat 2 lapisan (warna putih susu dibagian
atas, dibagian dasar tabung warna putih). Pada hari ke-3 ketinggian sedimentasi
menjadi 12,3cm dan terdapat 2 lapisan pada emulsi (warna putih susu dibagian
atas, dibagian dasar tabung keruh). Ketika dilakukan pengocokan emulsi bersifat
reversibel.
Pada PGA metode korpus emulsi basah dengan konsentrasi 10% pada
3hari penyimpanan terjadi ketidakstabilan emulsi yang berupa flokulasi.
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya
energi bebas permukaan. Flokulasi adalah terjadinya kelompok-kelompok globul
yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Flokulasi merupakan
agregasi pertikel tanpa kerusakan individualitas emulsi karena gaya tarik menarik
yang lemah antara koloid. Flokulasi tergantung pada energi interaksi antara dua
partikel sebagaifungsi dari jarak antar partikel.Energy interaksi merupakan
gabungan gaya tarik menarik dan gaya tolak menolak. Selama flokulasi, partikel
mempertahankan integritas strukturalnya (McClements & Demetriades, 1998).
Begitu pula yang terjadi dengan PGA konsentrasi 15% yang dibuat dengan
metode pembuatan korpus emulsi kering, pada 3hari penyimpanan terjadi
flokulasi. Akan tetapi ketidakstabilan emulsi ini hanya bersifat sementara
(reversible) karena dengan pengocokan emulsi ini dapat kembali homogen,
dengan warna putih susu yang merata dan menjadi stabil kembali.
Yang terjadi pada PGA yang dibuat dengan metode korpus emulsi basah
dengan konsentrasi 15% pada 3 hari penyimpanan adalah koalesen dan
demulsifikasi. Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi
bebas permukaan saja, tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film
antar permukaan. Koalesen adalah terjadinya penggabungan globul-globul
menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah merupakan proses lebih
lanjut dari koalesen dimana kedua fasa terpisah menjadi dua cairan yang tidak
bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki dengan pengocokan.
Pada PGA yang dibuat dengan metode korpus emulsi kering dengan
konsentrasi 10% cukup stabil, karena tidak terjadi perubahan yang signifikan baik
dari warna sediaan maupun ketinggian sedimentasi. Sedimentasi terlihat hanya
pada hari ke-1 dan ke-3 saja, dan mudah diperbaiki kembali dengan pengocokan
(Rowe,2009).
Konsentrasi ideal PGA sebagai emulgator yang digunakan dalam sediaan
emulsi adalah 10%-20%. (Rowe, 2009). Dalam percobaan kali ini digunakan
Hu
Ho
cmc-Na sebagai emulgator pada konsentrasi 0.5 % dengan metode korpus basah,
suspensi hanya baik dan dikatan stabil dimana tidak terjadi pemisahan menjadi 2
lapisan antara fase air dan fase minyak pada hari pembuatan, meskipun pada
T120 menit terdapat sedikit larutan bening di bagian atas larutan yang
menandakan emulsi mulai memisah. Namun hal itu dapat diatasi dengan
pengocokan kembali larutan sehingga fase minyak yang mulai memisah dapat
teremulsikan kembali (namun cara ini tidak dilakukan dalam pengamatan karena
ingin dilihat waktu sampai emulsi benar benar memisah). Pada hari ke 1
pengamatan (hari ke 2 setelah pembuatan), emulsi terpisah menjadi 2 bgian yang
berupa lapisan keruh/putih susu dan lapisan jernih yang menandakan emulsi
terpecah. Pada hari ke 3 pengamatan tinggi lapisan keruh menurun jauh dari H 0
menjadi 4 cm. Dimana pada bagian atas jernih dan pada bagian bawah terdapat
lapisan putih susu serta pada dasar tabung terdapat endapan berwarna putih yang
berarti terjadi koalesen pada emulsi ini. Namun pada koalesen ini bersifat
reversible, dimana setelah dilakuka pengocokan emulsi kembali terbentuk. Dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi 0.5 % bagi cmc-Na pada emulsi kurang begitu
baik karena sistem cepat terpisah sehingga kestabilannya kurang baik. Hal yang
sama terjadi pada emulsi menggunakan metode korpus kering dengan cmc-Na 0.5
%, emulsi hanya baik pada hari pembuatan dan emulsi mudah terpisah.
Pada kadar cmc-Na 1 % emulsi bisa dikatakan lebih stabil karena
pemisahan berlangsung lebih lambat dan tinggi H lebih rendah dari tinggi H pada
cmc-Na 0.5 %. Tinggi H lebih stabil dimana pada pengamatan H-1 sampai H-3
tinggi H tetap 0.10 cm yang menandakan pemisahan tidak terus berlansung. Dari
data tersebut dapat disimpulkan emulsi menggunakan cmc-Na 1 % lebih stabil
dari emulsi menggunakan cmc-Na 0.5 %.
Selain dengan menggunakan emulgator alam, dalam praktikum kali ini
juga dilakukan pembuatan emulsi menggunakan emulgator sintetik yaitu Tween
VIII.
Kesimpulan
Emulsi dengan menggunakan emulgator PGA 10% yang dibuat
menggunakan metode pembuatan korpus emulsi kering dapat membentuk
emulsi yang stabil.
Veegum konsentrasi 2 % merupakan konsentrasi yang paling tepat untuk
membuat suatu sediaan emulsi yang stabil, baik dengan cara korpus emulsi
cmc-Na 0.5 %.
Sistem emulsi dengan menggunakan emulgator sintesis, yang lebih stabil
adalah pada penambahan Tween 80 dan Span 80 dengan konsentrasi 6%
IX.
Daftar Pustaka
Anief, Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia