Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Teknik Relaksasi Nafas Dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teknik Relaksasi
I.
emosional
yaitu
menurunkan
9
intensitas
nyeri
dan
10
Pembedahan
Teknik
Relaksasi
Nafas Dalam
Hormone
Adrenalin
Memberikan
Rasa Tenang
Meningkatkan
Konsentrasi
Oksigen
Dalam Darah
Mengurangi
Detak Jantung
Mempermudah
Mengatur Pernafasan
Nyeri
Tekanan Darah
(Gambar 2.1)
Sumber: Prasetyo, 2010
4. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah
pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah
diafragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen
11
12
penggunaan
teknik
distraksi
dalam
intervensi
13
seperti
musik klasik.
14
nyeri
15
16
17
yang
ada
dalam
pikirannya
kemudian
pasien
ini
berdasar
menyimpulkan
pada
bahwa
proses
paradigma
imajinasi
reinforcement
dapat
yang
dimodifikasi
18
19
20
dari
kerusakan
jaringan.
Zat-zat
kimiawi
yang
dapat
21
22
retikularis
ke thalamus
Sistem limbik
Fast pain
Slow pain
- Timbul respon emosi
- Respon otonom: TD meningkat, keringant dingin
(Gambar 2.2)
23
terhadap
nyeri.
Sedangkan
menurut
Tamsuri
(2007)
24
c. Kebudayaan
Ernawati (2010) menyatakan bahwa orang akan belajar dari budayanya,
bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. (Ex: suatu
daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus
diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
mengeluh jika merasakan nyeri).
d. Pengalaman Masa Lalu dengan Nyeri
Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak
terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan
persisten (Smeltzer dan Bare, 2002).
e. Perhatian
Tingkat perhatian seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat akan
meningkatkan respon nyeri , sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery
merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri (Prasetyo, 2010).
f. Ansietas (Kecemasan)
Hubungan antara nyeri dan cemas bersifat kompleks, cemas
meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas (Prasetyo, 2010). Pernyataan yang sama juga
dikemukakan oleh Gill (1990) yang dikutip dalam Ernawati (2010),
yang
melaporkan
adanya
suatu
bukti
bahwa
stimulus
nyeri
25
26
motilitas
gaster
intestinal.
a. Muka pucat.
b. Otot mengeras.
c. Penurunan
Respon Parasimpatis
denyut jantung
27
28
Nyeri Akut
Nyeri Kronis
Tujuan
Tidak ada
Awitan
Memperingatkan adanya
cedera atau masalah
Mendadak
Intensitas
Durasi
Durasi singkat(dari
beberapa detik sampai
enam bulan)
a. Konsitensi dengan
respon simpatis.
b. Frekuensi jantung
meningkat.
c. Volume sekuncup
meningkat.
d. Tekanan darah
meningkat.
e. Dilatasi pupil
meningkat.
f. Tegangan otot
meningkat.
g. Motilitas
gastrointestinal
menurun.
h. Aliran saliva
menurun(mulut
kering)
Ansietas
Respon otonom
Komponen psikologis
Contoh
Terus-menerus atau
intermiten
Ringan sampai berat
Durasi lama(enam
bulan atau lebih)
Tidak terdapat respon
otonom
a. Depresi.
b. Mudah marah.
c. Menarik diri dari
minat dunia luar.
d. Menarik diri dari
persahabatan.
a. Tidur terganggu.
b. Lobido menurun.
c. Nafsu makan
menurun
Nyeri kanker, artritis.
29
30
pesan nyeri dari medulla spinalis yang ditransmisikan ke otak dan akan
dipersepsikan sebagai nyeri (Nanda, 2009).
Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan kembali equilibrium fisiologi pasien, menghilangkan rasa
nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi
segera membantu pasien kembali pada fungsi yang optimal dengan cepat,
aman, dan senyaman mungkin (Smeltzer and Bare, 2002 yang dikutip
dalam Nurhayati 2011).
Nyeri akut setelah pembedahan setidak-tidaknya mempunyai fungsi
fisiologis positif, berperan sebagai peringatan bahwa perawatan khusus
harus dilakukan untuk mencegah trauma lebih lanjut pada daerah tersebut.
Tetapi hal ini merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien
setelah pembedahan. Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien
kembali penuh, dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya
pengaruh anestesi. Adapun bentuk nyeri yang dialami oleh klien pasca
pembedahan adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka insisi bekas
pembedahan (Perry dan Potter, 2006).
Nyeri akut yang dirasakan oleh klien pasca operasi tersebut
merupakan penyebab stress, frustasi, dan gelisah yang menyebabkan klien
mengalami gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan, dan ekspresi tegang
(Perry dan Potter, 2006). Selain itu nyeri juga dapat meningkatkan
metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin, peningkatan
produksi kortisol dan retensi cairan (Smeltzer dan Bare, 2002).
31
32
33
(Gambar 2.3)
2) Skala Identitas Nyeri Numerik (NRS)
(Gambar 2.4)
3) Visual Analog Scale (VAS)
Tidak
Nyeri
Nyeri
Berat
(Gambar 2.5)
4) Skala Wajah
10
Tidak sakit
Sedikit Sakit
Agak
mengganggu
Menganggu
Aktivitas
Sangat
Mengganggu
Tidak
tertahankan
(Gambar 2.6)
Sumber: Prasetyo, 2010
34
Prasetyo
penanganan
nyeri
atas
tindakan
farmakologis
dan
non
35
biosistesis
prostaglandin
dan
tromboksan
A2.
36
Setiabudy (2007)
menyatakan
bahwa
pemberian
37
38
39
40
41
di
42
b. Tumor apendiks.
c. Cacing ascaris.
d. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
e. Hiperplasia jaringan limfe.
3. Patofisiologi
Appendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit dan benda asing. Feses
yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi
dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekalit yang
akhirnya sebagai kausa sumbatan (Smeltzer dan Bare, 2002)
Selanjutnya Mansjoer (2000) menyatakan bahwa obstruksi yang
terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, karena elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukus.
Pada saat ini terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan
epigastrium, nausea, muntah. Invasi kuman E Coli dan spesibakteroides
dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan
akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan bawah.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
43
44
appendektomi
dapat
dilakukan
dengan
beberapa
cara
45
mudah
diperluas,
sederhana
dan
mudah.
Sedangkan
46
memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar dan untuk menutup
luka operasi dibutuhkan jahitan penunjang.
c. Pasca operasi
1) Observasi TTV.
2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah.
3) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
4) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selama pasien dipuasakan.
5) Berikan minum mulai15 ml/jam selama 4 - 5 jam pasca operasi lalu
tingkatkan menjadi 30 ml/jam.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan leukosit dengan
peningkatan jumlah neutrofil. Pemeriksaan urine dilakukan untuk
membedakan dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih, pemeriksaan
USG dilakukan bila terjadi infiltrat apendikularis (Mansjoer, 2000).
7. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :
a. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan penyebab terjadinya perforasi.
Perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang
ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh
perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans
47
peritoneum
menyebabkan
timbulnya
peritonitis
Variabel Independen
Variabel Dependen
PENURUNAN
SENSASI NYERI
TEKNIK RELAKSASI
NAFAS DALAM
(Gambar 2.7)
9. Hipotesis