Pra Sekolah
Otak atau pusat persarafan, terbagi menjadi dua bagian yaitu otak belahan kanan dan otak
belahan kiri. Otak kanan berkaitan dengan kreativitas, intuisi dan seni. Dengan kata lain
lebih mengarah ke abstraksi, imajinasi, dan konseptual. Sementara otak belahan kiri lebih
terkait pada kemampuan menganalisis dan berpikir logis, mengarah pada sesuatu yang
dihafal dan yang bersifat rutin. Kemampuan bahasa melibatkan fungsi kedua belahan
tersebut. Otak belahan kiri lebih banyak bekerja untuk pembentukan struktur bahasa,
sedangkan ide pemahaman akan bahasa dihasilkan oleh belahan otak kanan.
Ada benarnya jika dikatakan belahan otak kanan mengatur anggota tubuh bagian kiri dan
otak belahan kiri mengatur anggota tubuh bagian kanan karena memang ada gerak silang
seperti itu. Perlu diketahui, daras atau serabut-serabut saraf yang mempersarafi organ
tubuh belahan kanan maupun kiri secara garis besar memiliki topografi yang bersilangan di
otak. Artinya, serabut saraf yang mempersarafi organ kaki dan tangan sebelah kanan akan
berhubungan dengan serabut persarafan di otak sebelah kiri. Begitu pula sebaliknya.
Namun, tak berarti belahan kanan dan kiri terpisah sama sekali. Karena tetap ada serabutserabut saraf yang senantiasa berhubungan dengan belahan otak yang sama. Konkretnya,
serabut saraf organ tubuh kanan tetap ada yang bersambungan dengan otak sebelah
kanan. Meski jumlah serabut saraf yang berada di belahan yang sama tidak sebanyak saraf
yang bersilangan. Ini sangat masuk akal karena jika serabut saraf yang saling bersilangan
terpisah sama sekali dan tidak ada yang menyambung pada belahan yang sama, tentu tidak
pernah akan ada titik temunya. Akibatnya, pastilah tak mungkin terjadi koordinasi.
Tersambungnya serabut-serabut saraf organ tubuh dengan belahan otak dari sisi yang sama
memungkinkan belahan otak yang satunya lagi masih dapat mengambil alih fungsi untuk
mengatur belahan tubuh yang sama saat ada sesuatu yang tak beres pada belahan otak
yang bersebelahan.
NORMAL WALAU TIDAK MERANGKAK
Merangkak di usia bayi juga merupakan gerak silang yang dapat menstimulasi koordinasi
gerak anggota tubuhnya. Kemampuan koordinasi ini tentu akan memengaruhi kemampuan
koordinasi lainnya.
Akan tetapi baik Irawan maupun Vitri kurang setuju bila dikatakan bayi yang tidak
mengalami fase merangkak akan menemui hambatan di usia besarnya. Vitri mencontohkan
anak yang tidak cepat memberi respons saat menerima instruksi. Perjalanan ke arah itu
cukup jauh sekali. Bukankah untuk bisa memahami instruksi, anak perlu konsentrasi?
Sementara untuk bisa memahami arti instruksi itu sendiri, anak perlu menguasai bahasa
reseptif. Jadi, kalau anak tak cepat memberi respons, sangat mungkin kendalanya ada di
dalam salah satu prasyarat kemampuan tadi. Apakah mungkin persepsi auditorinya yang
tak berkembang baik, ada saraf di otaknya yang bermasalah, atau berbagai kemungkinan
lainnya.
Begitu pula anak mengalami gangguan koordinasi. Tentu bukan semata-mata karena dia
tidak merangkak di usia bayi. Soalnya, ada begitu banyak kemungkinan lain yang menjadi
faktor penyebab. Contoh, ada trauma yang menyebabkan salah satu saraf koordinasinya
terganggu. Jadi, bukan berarti jika bayi tak melalui tahapan merangkak di usia 8-9 bulan,
pasti akan berdampak langsung pada tingkat kecerdasannya kelak.
Namun, sebaiknya konsultasikan kondisi si kecil pada dokter anak, apakah tidak merangkak
ini sebagai sesuatu yang normal atau abnormal. Kalau memang disebabkan gangguan
tertentu, mau tidak mau gangguan itulah yang harus diatasi sebelum melanjutkannya
dengan pemberian stimulasi yang sesuai. [ Dedeh Kurniasih / Nakita]
Pra Sekolah
Akhir-akhir
Pra Sekolah
Pra Sekolah
Pra Sekolah
"Eh, aku punya sepeda baru, lo," ujar Tony pada temannya,
Pra Sekolah
prasekolah. "Kamu tidak suka sama Tasya karena dia pamer boneka baru, ya?
Memang tak semua anak mampu mengeluarkan unek-uneknya. Jika cara tadi tidak berhasil,
coba lakukan pendekatan lain. Misalnya, menceritakan pengalaman ibu/ayah ketika masa
kecil dulu. "Waktu Mama seumur kamu, teman Mama juga suka pamer boneka barunya.
Mama juga sempat iri, tapi akhirnya Mama dan teman itu main sama-sama lagi. Malah
Mama boleh pinjam boneka barunya." Dengan begitu, moga-moga saja si prasekolah mulai
terbuka dan mau menceritakan perasaannya. Setelah unek-uneknya keluar akan lebih
mudah mendorongnya untuk berteman kembali dan tidak iri.
* Beri Penjelasan
Bila sudah diketahui penyebabnya, sampaikan alasan yang mudah dipahami. Misalnya,
"Kakak enggak perlu iri sama teman yang sudah lebih dulu bisa menari. Nanti juga Kakak
pandai menari, asalkan berlatih yang rajin ya." Atau, "Kakak enggak perlu iri kalau ada
teman yang punya sepeda baru. Sepeda Kakak kan juga bagus meski sudah lebih lama,
apalagi kalau dibersihkan." Penjelasan yang tepat akan memotivasi anak untuk
memaksimalkan kemampuannya atau menghargai sesuatu yang sudah dimilikinya.
* Mengajarkan konsep berbagi
Agar anak tak mudah merasa iri pada teman, ajarkan juga tentang konsep berbagi.
Misalnya, saat bermain bersama teman, mintalah anak untuk mau meminjamkan
mainannya. Bila mainannya hanya satu maka mintalah ia untuk mau bergantian dengan
yang lain. Begitu pula saat ia punya mainan baru, mintalah agar ia mengajak temannya
bermain bersama.
* Terapkan reward & punishment berupa pujian dan teguran
Kemudian, ketika anak mulai dapat berbagi dengan teman berilah pujian. "Nah, begitu
dong, pinjami mainanmu pada teman." Akan tetapi kalau si prasekolah enggan
meminjamkan mainannya atau bahkan pelit, tegurlah baik-baik. Dengan begitu ia belajar,
mana perilaku yang baik dan mana yang sebaliknya. Secara prinsip, reward dan punishment
membantu si kecil mengembangkan perilaku yang baik agar ia bisa diterima lingkungannya.
Pra Sekolah
Pra Sekolah
Bermain pura-pura berkelahi atau perang-perangan juga secara tak langsung membuat
anak belajar mengenal emosi. Misalnya, ketika marah, ekspresi wajah tampak "sangar".
Saat merasa takut, dia menangis atau gemetar. Atau kalau sakit, ia meringis dan
sebagainya. Manfaat berikutnya, anak belajar bagaimana mengontrol emosinya itu.
JANGAN AGRESIF
Walaupun permainan "berkelahi" dan perang-perangan sarat nilai, tapi juga perlu
diperhatikan efek negatif yang bisa ditimbulkan. Berikut di antaranya:
* Ingin menang sendiri
Harap diingat, dalam diri anak usia prasekolah masih tertanam sifat egois yang cukup besar.
Jangan heran jika dalam setiap bermain apa pun jenisnya, termasuk main dramatisasi ini,
anak selalu ingin menjadi pihak yang menang. Apalagi perang-perangan dan pura-pura
berkelahi pada dasarnya adalah permainan menang-kalah. Alhasil, si prasekolah cuma
berpikir bagaimana supaya bisa mengalahkan "lawannya" dan meraih kemenangan. Dia tak
peduli lagi bagaimana caranya apakah dengan sikap licik atau curang. Apalagi jika si anak
memerankan sosok jagoan. Tentu ia ingin jadi pemenang. Padahal, bisa saja sebenarnya
sang jagoanlah yang kalah, ya kan?
* Menjadi agresif
Tentu saja, permainan "kekerasan" ini dapat memicu agresivitas anak. Kenapa begitu?
Soalnya emosi anak usia prasekolah masih tergolong labil dan cenderung negatif. Misalnya,
ia masih lebih sering memunculkan sikap marah. Tentu saja, bila emosi negatif si prasekolah
sedang keluar dan di saat yang sama dia bermain perang-perangan atau pura-pura
berkelahi, bisa jadi rasa marahnya diluapkan dengan cara bertindak kekerasan.
Contoh konkretnya, mungkin awalnya dia bermain pukul-pukulan. Tapi bisa saja
"perkelahian" yang tadinya pura-pura lantas berkembang menjadi sungguhan jika ada
pencetusnya. Misal, tanpa sengaja pukulan temannya betul-betul mengenai wajah. Lalu dia
balas memukul. Akan tetapi, tentunya jangan terlalu khawatir, biasanya enggak sampai
bermusuhan atau berselisih berkepanjangan. Mereka bisa kembali berteman dan bermain
bersama lagi.
TANAMKAN NILAI POSITIF
Sebenarnya, dampak negatif masih bisa diminimalisasi asal kita tahu kuncinya. Adalah
menjadi tugas orangtua untuk mencegah peristiwa yang tak diinginkan, bukan? Caranya:
Pra Sekolah
semudah dilakukan terhadap orang dewasa. Agar lebih mudah memberikan arahan, bisa
juga orangtua menggunakan berbagai cara seperti memutar film bertema kerja sama atau
pertemanan, misalnya Winie the Pooh. Film seperti ini mengajarkan pada anak bahwa kita
harus sayang pada orang lain, entah itu teman, saudara, dan terutama orangtua. Film-film
yang bernuansa persahabatan biasanya memiliki nilai moral bahwa kita harus saling
menolong, memahami perasaan orang lain, tidak menyakiti atau berlaku kasar pada orang
lain seperti memukul, menendang dan sebagainya. Berbagai "doktrin" yang positif seperti
itu memang sebaiknya ditanamkan sejak kecil. Alhasil, jika si prasekolah bermain perangperangan atau berkelahi tentu itu sekadar pura-pura atau sebagai sebuah permainan
belaka.
* Menjadi penengah dan mengawasi
Ketika anak bermain perang-perangan atau pura-pura berkelahi, mereka tetap harus
diawasi. Kemudian, apabila terjadi sesuatu yang tak diinginkan, misalnya mereka malah
betul-betul berkelahi, saling memukul, mendorong, menjambak dan sebagainya, segeralah
lerai atau dipisahkan. Tahan anak yang hendak memukul dan segera lindungi anak yang
mau dipukul. Orangtua tak perlu mencari siapa yang duluan memukul, tapi cari tahu
mengapa bisa terjadi perkelahian sungguhan. Kalau sudah diberi penjelasan, biasanya
mereka bisa kembali main bersama. Toh, pada dasarnya anak tak memiliki rasa
permusuhan.
Jika kemudian peristiwa yang sama terulang lagi di kemudian hari, padahal kita sudah
memberi mereka pengertian maka lebih baik alihkan pada permainan yang lain. Tetap
carilah penyebab timbulnya baku hantam. Toh bisa saja, kan, si kecil memukul karena
memang energinya sangat berlebihan. Kalau begitu, tak ada salahnya mencoba
menyalurkan kekuatannya dengan cara mendaftarkannya ke klub olahraga.
* Perhatikan aksesori/alat yang digunakan
Saat bermain perang-perangan sebaiknya perhatikan alat yang digunakan si prasekolah,
apakah bisa membahayakan atau menimbulkan cedera. Misalnya, benarkah pistol mainan
yang digunakan tanpa peluru. Asal tahu saja, tak sedikit anak yang jadi "korban" lantaran
terkena peluru nyasar dari pistol mainan di bagian bola mata atau pelipisnya. Begitu juga
dengan pedang-pedangan yang digunakan, apakah terbuat dari plastik, kayu yang tumpul,
atau justru tajam.
Satu hal lagi, perhatikan sekitar tempat bermain anak. Apakah ada benda yang
membahayakan? Ujung meja yang lancip bisa saja menimbulkan cedera. Jadi sebaiknya
"singkirkan" dulu furnitur atau benda lainnya yang dapat membahayakan agar anak leluasa
bermain.
* Lakukan permainan yang lain
Sebenarnya, anak tak akan agresif jika memang aktivitas atau permainan yang
dilakukannya seimbang. Contoh, kemarin main perang-perangan, hari ini main sekolahsekolahan, lalu besok main berantem-beranteman, dan lusa bermain peran sebagai polisi,
tentara, dan lainnya.
Nah, dengan begitu anak mendapatkan pengalaman yang beragam. Si prasekolah tak cuma
bisa "berkelahi" atau perang-perangan, tapi juga bisa berimajinasi menjadi dokter atau
lainnya. Tentu saja, sehari-hari anak tak akan melulu bermain peran atau dramatisasi,
karena ia akan melakukan aktivitas lain yang tentunya tak kalah mengasyikkan.
10
Pra Sekolah
11
Pra Sekolah
Aduh Runi, kok jajan terus sih? Makan siang kamu saja masih utuh!"
keluh Rona pada putrinya yang berusia 4 tahun. "Nanti aku makan
deh, Ma, sekarang mau beli cokelat dulu."
Rona menatap Runi, "Lo, tadi kamu kan sudah beli biskuit. Masak mau
ke warung lagi sih beli cokelat?"
"Cokelatnya baru Ma. Ada wafernya. Boleh ya Ma?" Akhirnya Rona pun
mengangguk-angguk memberi izin.
Si kecil punya "hobi" jajan seperti Runi? Ternyata penyebabnya
berkaitan dengan keingintahuan anak prasekolah yang memang
sedang tinggi, termasuk soal jajan ini. Saat bertandang ke
supermarket atau warung dekat rumah, ia ingin mengeksplorasi cita rasa dari berbagai
jajanan yang bentuk dan warnanya begitu menggoda. Namun, tentu kondisi ini tidak dapat
dibiarkan begitu saja. Satu-dua kali boleh-boleh saja si kecil jajan namun kalau sudah
dianggap sebagai kebutuhan, ini yang harus segera ditindaklanjuti.
KESIBUKAN ORANGTUA
Lalu mengapa ada anak yang begitu senang jajan? Berikut beberapa penyebabnya:
* Faktor situasi
Secara tak disadari orangtua mengondisikan anaknya menjadi suka jajan. Seringkali
kesibukan dan ketidakterampilan ibu atau ayah memasak mendorong mereka menyajikan
makanan siap saji yang mudah didapat. Alhasil, anak mengadopsi perilaku orangtuanya
dengan menjadi suka jajan.
* Pengaruh informasi
Iklan-iklan di teve yang sangat kompetitif menggoda si kecil untuk menjadi konsumtif.
Belum lagi, bila ada hadiah atau bonus di dalam kemasannya. Awalnya bisa saja ia lebih
tertarik untuk mengoleksi bonus/hadiah itu tapi lama-kelamaan jadi ingin menyantap
jajanannya pula.
* Orangtua konsumtif
Kebiasaan orangtua membeli barang/makanan secara berlebihan akan mengakibatkan anak
memersepsikan bahwa berbelanja yang benar adalah yang seperti dilakukan orangtuanya.
Setiap kali pergi berjalan-jalan selalu diakhiri dengan berbelanja, umpamanya. Padahal
makanan/barang yang lama masih menumpuk di kulkas atau lemari.
PLUS MINUS JAJAN
Kalau ditelaah secara saksama, sebenarnya ada sisi negatif dan positif dari kebiasaan suka
jajan ini, yaitu:
1. Sisi Negatif
- Menuntut
Anak tak puas dengan makanan yang disediakan di rumah dan selalu menuntut dibelikan
12
Pra Sekolah
13
Pra Sekolah
kalau di supermarket, Kakak boleh beli snack tapi satu saja ya!"
Tanamkan pada anak bahwa hidup tidak untuk hari ini saja, sehingga ia dapat belajar
hemat. Hemat bukan berarti pelit. Dengan berhemat, kehidupan ekonomi keluarga akan
aman karena menggunakan uang dengan bijaksana. Masalahnya, orangtua kerap tak bisa
menahan diri dan "tergoda" untuk jajan, entah itu membeli bakso yang lewat di depan
rumah atau mampir ke restoran. Contoh seperti ini akan membentuk pola jajan pada anak.
Si kecil jelas tak mau dilarang jajan karena orangtuanya juga suka jajan.
- Ganti kebiasaan jajan
Selain jajan makanan dan minuman, anak juga suka jajan mainan. Perlahan ganti
kebiasaan itu dengan kegiatan lain. Umpamanya, yang dulunya selalu mampir ke toko
mainan setiap ke mal, sekarang ke toko buku. Atau jalan-jalan ke mal diganti menjadi pergi
ke tempat wisata yang bisa menambah pengetahun atau ke tempat sosial seperti panti
asuhan/jompo.
Tanamkan pada anak bahwa mainan baru tak harus produk pabrik, tapi bisa juga dari
barang-barang bekas di sekitar rumah. Contoh, bingkai foto bisa dibuat dari karton yang
ditempeli kancing warna-warni, tempat pensil dari botol minuman mineral yang dihiasi
kertas berwarna cerah dan sebagainya. Anak justru bisa kreatif memanfaatkan barang lama
menjadi sesuatu yang baru.
- Sering-sering menjelaskan
Jika anak marah karena tak diizinkan jajan, beri alasan pelarangan itu dan bersikaplah
tegas. "Kakak jangan jajan di pinggir jalan. Tuh lihat banyak debu. Kotor kan? Mama takut
Kakak jadi sakit." Dengan begitu, anak paham mana jajanan yang boleh dan tidak boleh
dibeli.
Akan tetapi, hindari memberhentikan kebiasaan ini secara ekstrem karena dapat membuat
anak "trauma". Contoh, karena ada ancaman kalau jajan anak akan dijewer, maka ketika
temannya mengajak jajan, dia menolak bukan karena tak mau jajan melainkan lantaran
takut dimarahi orangtua. Akhirnya, anak malah terkucil dari teman-temannya.
Jika si kecil dapat memenuhi kesepakatan jajan hanya sekali dalam sehari umpamanya
jangan sungkan untuk memberikan pujian "Hebat, anak Mama sudah pandai menahan diri
untuk tidak jajan banyak-banyak."
Kalau ia menerima hadiah berupa camilan dalam jumlah banyak dari om, tante atau nenekkakek minta ia agar memakan seperlunya dan menyimpan sisanya untuk esok hari. Dengan
begitu, pola makannya tetap teratur. Nikmati camilan setelah makan agar anak tidak keburu
kenyang.
Hilman Hilmansyah. Foto: Ferdi/NAKITA
14
Pra Sekolah
15
Pra Sekolah
yang kurang "membumi" karena masih terlalu abstrak di telinga anak. Agar si prasekolah
bisa langsung paham jawaban Anda, berikut kiatnya:
* Hindari penjelasan yang berbelit-belit. Yang dibutuhkan si kecil adalah jawaban dan
penjelasan sederhana dengan bahasa yang sesuai kemampuan berpikirnya.
* Jika masih ragu-ragu dengan jawaban yang akan diberikan, jangan bersikap "sok tahu".
Alih-alih mendapat jawaban yang tepat, anak justru menelan informasi yang ternyata salah.
Singkat kata, orangtua harus jujur atau terus terang kalau tak bisa menjawab.
* Ajak anak untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya yang sulit. Misalnya,
dengan mengajak anak membuka ensiklopedia atau mencari orang yang kira-kira bisa
menjawab pertanyaannya. "Yuk kita tanya kakek, mungkin beliau tahu." Atau, "Bagaimana
kalau kita besok tanyakan kepada ibu guru. Siapa tahu ibu guru bisa jawab." Kelak si kecil
juga belajar bahwa jika mendapati masalah maka dia akan mencari orang yang bisa
membantunya memecahkan masalah yang dihadapi atau membacanya dari berbagai
buku/literatur.
* Ajak anak belajar menganalisis hubungan sebab-akibat. Misalnya, ketika anak bertanya,
"Ma, kenapa orang naik kuda? Kenapa enggak jalan kaki saja kan punya kaki." Cobalah
memancing daya analisis si kecil dengan balik bertanya, "Coba menurut kamu lebih cepat
mana orang sampai ke tujuannya, apakah naik kuda atau jalan kaki?" Upaya membalikkan
pertanyaan juga merangsang anak untuk menemukan sendiri jawabannya. "Ayo, menurut
Kakak kenapa orang naik kuda?".
* Untuk menjawab pertanyaan "mengapa" sebaiknya orangtua jangan langsung menjawab.
Biarkan dia berpikir mencari jawabannya. Maklumi jika jawabannya masih sangat sederhana
karena memang kemampuan berpikirnya masih terbatas. Dalam hal ini, orangtua berperan
menambahkan atau menjelaskan sesuatu lebih jelas lagi agar pengetahuan dan wawasan si
kecil makin bertambah. Misalnya, "Kenapa burung bisa terbang? Karena punya sayap. Nah,
burung-burung yang kamu lihat itu terbang untuk mencari makanan yang ada di pohonpohon dan juga di tanah. Burung membuat sarangnya di pohon, lo."
SI PENDIAM
Tak semua anak usia prasekolah banyak melontarkan pertanyaan. Beberapa di antaranya
lebih memilih banyak diam. Kalau ditelusuri ada beberapa hal yang melatarbelakangi
perilaku seperti itu:
* Pendiam. Anak tak suka bertanya karena memang ia tipe pendiam; tak terbiasa
mengemukakan isi pikirannya dan apa saja yang diinginkannya. Mungkin juga karena kedua
orangtuanya pendiam dan jarang mengajaknya berkomunikasi atau berdialog. Harap
diingat, anak adalah peniru ulung. Jikalau orangtua tak banyak bicara, anak pun bisa setali
tiga uang.
* Kemampuan terbatas. Dengan kata lain, perkembangan
keterlambatan sehingga kemampuan bicaranya juga terlambat.
si
kecil
mengalami
* Dianggap sepele dan dimarahi. Orangtua yang tak pernah memberikan kesempatan
kepada si kecil untuk banyak bertanya dapat menyebabkan anak jadi lebih memilih diam.
Misalnya, setiap pertanyaan anak tak pernah dijawab. Entah karena dianggap sepele atau
pertanyaannya sulit dijawab. Misalnya, "Aduh, Papa lagi sibuk nih, tanya-tanya terus sih.
Sana main di luar." Atau misalnya, si anak malah disuruh tanya pada ibunya. "Tanya saja
sama ibu. Ayah masih kerja enggak boleh diganggu!"
Akibatnya, anak bingung tak punya tempat bertanya. Minatnya untuk bertanya pun pupus di
tengah jalan. Dia beranggapan untuk apa bertanya bila malah dimarahi. Di sekolah pun dia
16
Pra Sekolah
jadi jarang bertanya. Anak tumbuh menjadi pribadi yang pasif dan tak percaya diri. Kalau
bertanya takut disalahkan atau khawatir ditertawakan. Dampak lebih jauh, kemampuan
berpikir dan daya nalar si kecil jadi tak berkembang optimal. Sayang, bukan?
17
Pra Sekolah
18
Pra Sekolah
barunya, dalam benak si prasekolah terbersit untuk berbuat jahil, entah itu merusak mainan
tersebut atau bahkan mengambilnya tanpa izin.
* Imitasi
Sikap jahil juga bisa disebabkan peniruan. Contohnya, di rumah si prasekolah kerap melihat
adik kecilnya digelitiki sampai "sakit perut". Di sekolah, ia meniru berbuat hal serupa pada
temannya. Tayangan televisi pun merupakan sumber peniruan yang efektif bagi anak. Di
antaranya mengajarkan perbuatan jahil pada anak.
MENGALIHKAN AKTIVITAS
Perilaku jahil masih dapat dikatakan wajar bila hanya satu dua kali dilakukan. Kalau sudah
berulang-ulang bahkan sampai merugikan atau mencelakakan orang lain tentu mesti
ditangani. Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilakukan orangtua untuk mengatasi
perilaku jahil si prasekolah:
* Jangan marah
Langkah pertama, jaga agar emosi Anda jangan sampai terpancing saat memergoki anak
yang bersikap jahil. Lebih baik, cari tahu apa yang mendorongnya berlaku demikian. Ajak ia
berbicara empat mata. Hindari menghakimi anak dengan kata-kata, "Dasar anak jahil. Ibu
enggak suka kamu berbuat seperti itu!" Bisa jadi anak sedang merasa jenuh dan untuk
mengusir kebosanannya ia berusaha menyenangkan diri dengan berbuat jahil.
Jika yang dijahili merasa kesal sampai menangis, bahkan cedera, dengan tegas (bukan
marah) mintalah anak untuk meminta maaf dan berjanji tidak menjahili temannya lagi.
Lalu, pantaulah perilakunya di sekolah maupun di lingkungan rumah.
* Beri pengertian dan pemahaman
Dengan bahasa yang mudah dipahami, orangtua hendaknya memberi pengertian kepada si
prasekolah bahwa perilaku jahil tak baik dilakukan. Kemukakan alasannya, antara lain dapat
mencederai teman. Bisa jadi anak mungkin belum tahu tentang konsep rasa sakit,
berdarah, atau terluka. Kalau sudah paham, anak tentu akan lebih berhati-hati untuk tidak
sembarangan berbuat jahil.
Anak juga perlu mengetahui dampak kejahilannya terhadap diri sendiri. Misal, temantemanya tak mau lagi bermain dengannya. Tanamkan pula, teman bukan untuk disakiti atau
dijahili tetapi untuk diajak bekerja sama, berbagi, bersenang-senang dan lainnya.
* Lakukan aktivitas lain
Energi si prasekolah yang berlebihan terkadang disalurkan dengan cara berbuat jahil. Nah,
agar kelebihan energi ini bisa bernilai positif, ajak anak untuk melakukan aktivitas rekreatif
yang baik baginya. Umpama, mengajak si kecil bersepeda, bermain sepakbola, atau
berenang. Atau daftarkan anak mengikuti kursus yang diminatinya seperti menggambar
atau musik. Selain belajar disiplin, anak dapat mengasah keterampilannya.
Saat ia tergoda berbuat jahil di rumah, alihkan perhatian anak dengan mengajaknya
membereskan kamar atau menyusun mainannya. Dengan begitu, anak sekaligus diajarkan
tatatertib. Hindari melakukan aktivitas monoton atau sekadar duduk, misalnya nonton teve
karena bersifat pasif dan hanya sedikit manfaat positif yang bisa ia petik dari kegiatan itu.
* Beri "hukuman"
Kalau perbuatan jahil si prasekolah masih terus dilakukan, jangan ragu untuk menerapkan
tindakan tegas berupa "hukuman". Namun hindari hukuman secara fisik karena justru akan
berdampak lebih buruk dan menambah kejahilannya. Lebih baik beri sanksi yang ringan
19
Pra Sekolah
namun tegas. Misalnya, "Kalau kamu masih jahil pada teman-teman sekelasmu, nanti ibu
enggak akan belikan kamu buku gambar dan pensil warna." Dengan begitu, anak sadar,
sanksi diberikan lantaran ia telah melakukan suatu kesalahan. Tanpa hukuman, anak akan
terus mengulangi perbuatan jahilnya. Hukuman ini sekaligus mengajari anak tentang
konsep benar-salah.
* Introspeksi diri
Satu hal penting, orangtua juga perlu introspeksi. Jangan-jangan anak berbuat jahil karena
ayah/ibu juga suka jahil pada orang lain. Selain introspeksi diri, orangtua juga perlu lebih
menyelami perasaan anak kemudian berempati. Gali perasaan anak siapa tahu kejahilannya
merupakan ungkapan untuk menarik perhatian orangtuanya yang akhir-akhir ini dirasakan
kurang memerhatikan kebutuhan dirinya. Dalam hal ini, orangtua memang dituntut untuk
peka terhadap kebutuhan dan keinginan anak. Luangkanlah waktu yang cukup dengannya
agar mau mengatakan isi hatinya. Kedekatan dan perhatian orangtua membuat anak mau
mengubah sikap buruknya tanpa merasa dipaksa. Di sisi lain, anak justru dapat
menyalurkan kelebihan energinya melalui cara-cara kreatif yang tidak lagi merugikan orang
lain.
Hilman Hilmansyah. Foto: Ferdi/nakita
20
Pra Sekolah
21
Pra Sekolah
22
Pra Sekolah
Ajari anak membuat pola, lalu gunting mengikuti garis. Agar hasilnya lebih indah, hiasi
kaleng atau kardus dengan gambar dan lukisan hasil karyanya. Jika kardusnya berukuran
besar, si kecil dapat membuat rumah-rumahan dan sebagainya.
* Kain/kaus kaki
Kain atau kaus kaki bekas dapat digunakan untuk membuat boneka. Bagian ujung dibuat
seperti wajah dengan gambar mata, hidung, dan mulut. Lalu, pergunakan untuk bermain
peran seperti panggung boneka bersama teman-teman. Cara yang lebih sederhana, cukup
jari-jemari yang dihias menggunakan spidol, ada mata, hidung dan mulut.
* Balok-balok
Balok-balok alat permainan dapat dibentuk
gedung/menara tinggi dan sebagainya.
sedemikian
rupa
misalnya
membuat
* Stik es krim
Nah, stik es krim dapat dibentuk menjadi gambar rumah
atau kotak pensil dan sebagainya.
* Tanah liat
Tanah liat dapat dibentuk menjadi apa saja, misalnya bentuk
binatang, gelas, cangkir, dan lainnya. Orangtua tak perlu
khawatir anak jadi kotor karena setelah selesai anak tinggal
mandi agar bersih kembali.
* Pasir
Bermain pasir bisa dilakukan di rumah, juga ketika pergi ke pantai. Anak dapat membuat
rumah-rumahan atau membuat terowongan. Biarkan dia berimajinasi. Jangan khawatir
badannya jadi kotor.
23
Pra Sekolah
Setiap
yang
atau
pun;
yang
24
Pra Sekolah
* Memanipulasi keadaan
Sikap mengadu dapat menjadi cara anak untuk memanipulasi keadaan, sehingga
teman/adik/kakaknya dimarahi atau dihukum. Contohnya, "Pa, tadi kakak cubit aku sampai
sakit nih. " Padahal sebetulnya si kakak men-cubit lantaran dia bersikap bu-ruk. Dalam hal
ini, si prasekolah ingin dibela orangtuanya.
* Minta bantuan
Si kecil mengadu sebagai upaya minta bantuan orang lain/orangtua untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Misalnya, ia mengadu pada gurunya karena tak mendapat
giliran bermain ayunan di sekolah.
* Terlalu sering dibantu
Jika orangtua cenderung selalu membantu anak, contohnya untuk mengambilkan baju,
mainan, atau kebutuhan lainnya, maka sedikit saja dia mengalami kesulitan, si kecil akan
lari minta bantuan. Jadi bukan tindakan yang bijaksana jika urusan anak selalu diambil alih
orangtua. Jangan heran kalau keterampilannya dalam menyelesaikan masalah menjadi
kurang terasah.
* Suka membanding-bandingkan
Orangtua secara tak sengaja membanding-bandingkan kemampuan si prasekolah dengan
saudaranya. Misalnya, "Kok kamu enggak kayak kakak yang rajin bersih-bersih dan mau
kalau disuruh Mama." Nah, upaya mengadu dijadikan trik oleh si kecil agar dia sesekali
mendapat pembelaan dari orangtuanya.
* Meniru
Satu hal lagi yang cukup penting, kebiasaan mengadu juga dapat terbentuk dari proses
peniruan. Ingat lo, anak adalah peniru ulung. Jadi, kalau dia sering melihat mamanya
bilang, "Ayo cepat mandi sore, kalo enggak nanti Mama laporin ke Papa lo." Akibatnya dia
meniru perilaku mengadu seperti itu.
AJARKAN PROBLEM SOLVING
* Ketahui masalahnya
Apakah anak mengadu karena mendapat perilaku kasar/kekerasan fisik. Bila ya, tentu hal
ini perlu segera ditangani. Namun bila yang dilaporkannya itu bukan sesuatu yang membahayakan dirinya, tak perlu diperhatikan secara serius. Dengan kata lain, orangtua mesti
menyaring pengaduan mana yang perlu ditanggapi atau tidak. Tanyakan duduk perkaranya
dengan tidak ada keberpihakan.
Nah, jika pengaduannya hanya ingin minta tolong yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri,
alangkah baiknya minta-lah anak melakukannya sendiri. Apalagi kalau pengaduan yang
sama terjadi berulang kali, tentu itu hanya ingin menarik perha-tian ayah atau ibu.
Orangtua juga mesti hati-hati jangan menghukum anak yang diadukan karena si pengadu
bisa menjadikan kebiasaan ini sebagai ajang untuk "balas dendam". Lebih baik, bantu
mereka yang tengah berkonflik menyelesaikan masalah.
25
Pra Sekolah
26
Pra Sekolah
Heida
27
Pra Sekolah
AJAK DISKUSI
Karena itulah, menghadapi si prasekolah yang "hobi" membangkang, Ozi menganjurkan
orangtua agar tenang dan sabar. Orangtua juga harus sadar betul bahwa anaknya ini pintar,
hanya saja ada beberapa aspek kepribadiannya yang mungkin tak bisa dikendalikan semisal
terlalu percaya diri dan keterampilan sosialnya yang belum bagus.
Kata Ozi, orangtua harus ekstra hati-hati dalam mendampingi si prasekolah yang selalu
punya pendapat sendiri. "Orangtua harus tetap memberikan aneka masukan untuk
perkembangan kognitif si anak, sambil terus membangun kepercayaan dirinya dan
meningkatkan keterampilan sosialnya agar lebih baik."
Inilah beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua ketika si prasekolah menunjukkan
pendapat yang berbeda:
* Ajak berdiskusi.
Contoh, si prasekolah meno-lak memakai kaus kaki. Tanyakan padanya, apa alasannya.
Misal, "Enakan enggak pakai kaus kaki, jadi lebih cepat pakai sepatunya." Kemudian ajak ia
berdiskusi, "Kalau tidak pakai kaus kaki, nanti kakimu bisa lecet." Bisa juga kita katakan,
"Kalau sepatumu seperti sepatu Bunda, memang bagus tidak pakai kaus kaki. Tetapi
sepatumu, kan, sepatu olahraga. Kelihatannya enggak asyik deh kalau enggak pakai kaus
kaki."
* Hentikan jika pendapat dan keinginannya berbahaya baik bagi dirinya sendiri maupun
orang lain.
Tentunya orangtua harus mengemukakan apa alasan yang menjadikan pendapat si anak
yang berbeda itu tidak baik, tidak benar, atau membaha-yakan. Sampaikan pada anak saat
itu juga dengan bahasa yang sederhana, sehingga anak paham dan mengerti. Contoh,
ketika si kecil berkata, "Turun tangganya enakan sambil meluncur lewat pegangan, asyik
dan cepat." Cegahlah, "Eit, ini bukan seluncuran tetapi pegangan untuk tangan. Kalau kamu
meluncur lewat pegangan ini, nanti kamu bisa jatuh dan sakit." Kalaupun terpaksa, orangtua boleh saja mengabulkan tapi dengan catatan, "Oke, tapi Ayah akan pegangi kamu,"
misalnya.
* Orangtua harus membuka diri alias mau menerima jika anak dapat memberikan alasan
yang masuk akal atas pendapat atau keinginannya itu.
Untuk itu, anggapan bahwa orangtua selalu dalam posisi benar, menang, dan harus dituruti
oleh anak sudah saatnya mesti dihilangkan.
Satu hal yang penting, jangan sekali-kali memaksa anak untuk sepaham dengan orangtua.
Siapa tahu dari hasil diskusi bersama, orangtua dan anak bisa menemukan jawaban yang
lebih baik lagi.
28
Pra Sekolah
Dari penelitian terhadap 71 anak usia 3-5 tahun di keluarga dan yayasan selama 71 hari,
beber Ozi, sebanyak 90% melakukan pembangkangan dan mengutarakan pendapat yang
berbeda kepada orang lain dengan usia di atasnya daripada kepada teman sebaya atau usia
di bawahnya.
Satu hal, katanya, berbeda pendapat atau membangkang sangat berbeda dari agresi.
"Agresi kan, bertujuan menyakiti objek atau individu lain tetapi kalau pembangkangan
tidak." Jadi, jangan disamaratakan.
Gazali Solahuddin. Ilustrator: Pugoeh
29
Pra Sekolah
Seperti
diketahui,
tiap
anak
memiliki
tugas-tugas
30
Pra Sekolah
menurut penelitian para ahli, dengan bermain simbolik, anak akan lebih cepat dan kaya
perkembangan bahasanya, baik dalam hal semantik (makna kata dan kalimat) maupun
kosakatanya.
Selain itu, di masa praoperasional, si prasekolah juga sudah bisa melakukan sesuatu
sebagai hasil meniru atau mengamati suatu model tingkah laku. Jadi, anak sudah mampu
melakukan sebuah peniruan tingkah laku yang pernah dilihatnya di waktu lampau. Karena
itu pengalaman-pengalaman tersebut ia tampilkan dalam kegiatan bermain khayal, dimana
anak berpura-pura menjadi tokoh tertentu dan melakukan apa yang biasanya dikerjakan
oleh tokoh itu.
Pada tahap ini pula anak mampu menjalankan dua peran sekaligus yang memisahkan
antara dunia "pura-pura" dengan dunia nyata. Sebagai contoh, pada saat bermain khayal
seorang anak mendapat peran sebagai orang sakit yang tidak dapat berjalan. Tiba-tiba
dalam situasi bermain ia berjalan-jalan. Saat temannya menegur, "Eh, kamu kan orang sakit
yang tidak bisa jalan", maka si anak akan langsung menjawab bahwa dirinya bukan orang
sakit.
MAMPU MENGELOMPOKKAN
Kemampuan lainnya adalah mengelompokkan, entah benda, warna, bentuk, maupun
ukuran. Manfaatnya, anak terlatih untuk bisa berpikir secara logis. Jadi, baik sekali bila kita
bisa menciptakan permainan yang dapat mengasah kemampuan kognitif dalam hal
pengelompokan ini. Umpama, mengajak anak mengumpulkan mainan yang dimilikinya
berdasarkan persamaan warna, atau mengumpulkan benda-benda yang ada di rumah
berdasarkan ukuran tertentu.
Bila hal ini sering kita lakukan pada anak, maka semakin lama anak semakin mampu
melakukan pengelompokan ke tingkat yang lebih tinggi, semisal mengelompokkan atas
dasar dua hingga tiga dimensi.
Tentu saja, pada awalnya anak belum bisa memusatkan perhatian pada benda dua dimensi
yang berbeda secara serempak. Dalam hal menyusun benda-benda berdasarkan urutan
sesuai ukuran, misal, di masa praoperasional ini anak baru bisa merangkaikan dua benda,
seperti tongkat A lebih pendek dari tongkat B. Tapi jika disuruh menyusun tongkat dari yang
paling pendek sampai yang paling panjang, maka ia belum mampu melakukannya. Hal ini
disebabkan anak baru bisa memusatkan satu hubungan pada satu saat dan belum bisa
melihat keseluruhan.
Contoh lain, dalam perco-baannya, Piaget memperlihatkan pada anak-anak usia prasekolah,
20 kuncup kembang terbuat dari kertas; 18 kuncup berwarna cokelat dan sisanya berwarna
putih. Saat ditanya mana yang paling banyak, apakah kuncup kembang berwarna cokelat
ataukah kuncup kembang yang terbuat dari kertas, anak-anak itu menjawab yang paling
banyak adalah kuncup kembang berwarna cokelat.
MENGURUTKAN SESUATU
Perkembangan kognitif lainnya dalam pengelompokan adalah menyusun menurut rangkaian
atau urutan tertentu (sequence). Permainan yang menunjang hal ini contohnya bermain
menyusun menara gelang.
Tahap perkembangan kognitif ini bila diasah dengan baik akan menghasilkan sistematika
logika berpikir yang baik. Supaya lebih baik lagi, stimulasi yang kita berikan bisa juga
dengan mengajak anak mengurutkan sesuatu sesuai yang kita contohkan. Misal, kita
mengurutkan kubus, segitiga, lingkaran, silinder. Lalu, anak diminta untuk melanjutkan
urutan tersebut dengan pola yang sama.
31
Pra Sekolah
Efek yang bisa didapatkan oleh anak dengan pemberian stimulasi yang sangat sederhana ini
adalah anak akan mampu dan mudah mengerti atau memahami aturan-aturan tertentu
yang akan dia temui, mudah belajar membaca sebab kata-kata yang dibaca/ditulis terdiri
atas susunan huruf dengan pola tertentu. Selain itu anak akan lebih mudah mencerna
pelajaran yang berhubungan dengan bilangan, sebab sudah diperkenalkan dengan
pengertian mana yang lebih kecil, lebih besar, dan seterusnya.
Yang perlu dipahami, untuk membuat permainan atau soal-soal seperti ini maka dituntut
kreativitas. Semakin kreatif orangtua akan semakin berva-riasi cara belajar yang diterima
anak. Tentu ini akan berban-ding lurus dengan manfaat yang diperoleh. Untuk sequence ini,
buatlah permainan mengelompokkan benda berdasarkan urutan besar ke kecil, kecil ke
besar, urutan warna, urutan bentuk, dan lainnya.
TIP-TIP PENTING
Dalam mengasah kemampuan kognitif anak usia prasekolah, ada beberapa hal yang penting
diperhatikan orangtua seperti diungkap Mayke berikut ini:
* Hindari penggunaan kata-kata yang abstrak maupun yang bermakna ganda.
* Dalam mengenalkan konsep yang pertama kali, lebih baik kenalkan yang umum dulu dan
sering dilihat anak sehari-hari. Contohnya, segala sesuatu yang ada di lingkungan rumah
terlebih dulu.
* Selain itu, dalam menjelaskan sebuah konsep, terutama benda, mulailah dari fungsinya.
Saat menjelaskan tentang "kursi", misal, kita memang harus memberikan penjelasan secara
konkret (umpama, bentuknya persegi empat atau bulat, mempunyai empat kaki). Akan
tetapi, penjelasan seperti itu akan lebih berarti jika terlebih dulu kita sampaikan fungsinya,
"Kursi ini tempat duduk kita. Kursi yang panjang bisa juga dipakai untuk tiduran." Baru
kemudian kita masuk ke bentuk konkret fisik si kursi. Stimulus mengenai fungsi sangat
diperlukan anak yang belum terlalu menguasai bahasa. Bila kita memberikan penjabaran
detail, kasihan si anak karena akan kesulitan menangkap dan mencernanya.
* Dalam mengenalkan konsep apa pun, selalu lakukan pengulangan.
Gazali Solahuddin. Ilustrator Pugoeh
32
Pra Sekolah
33
Pra Sekolah
yang terlalu bawel, terlalu banyak mengatur, suka memarahi anak, misalnya."
Jika memang mengenai diri kita, "Selanjutnya, perbaiki apa-apa yang salah dan yang
membuat anak jadi sedih atau sakit hati." Alangkah baiknya lagi, tambah Hamizar, bila pada
saat itu orangtua langsung minta maaf, "Maafkan Ayah, ya, Nak," dilanjutkan dengan
pertanyaan, "Menurut kamu, ayah harus bagaimana?" Atau, bisa juga dilanjutkan dengan
kalimat, "Kamu juga janji ya, harus mau dibilangin sama ayah karena ayah kan enggak mau
kamu celaka," misalnya.
34
Pra Sekolah
Intinya, tema dan bahan pembicaraan anak bisa mencakup segala hal dalam ruang lingkup
dunianya.
Gazali Solahuddin. Foto: Ferdi/NAKITA
35
Pra Sekolah
BELANJA BERSAMA
Acara belanja bersama si prasekolah bisa jadi seru kalau tahu kiatnya. Pengalaman belanja
untuk hari raya membuat si kecil banyak belajar.
Dengan
36
Pra Sekolah
37
Pra Sekolah
tetap rewel, sesuai kesepakatan, besok-besok ayah-ibu tidak akan mengajak kamu belanja
lagi," misalnya.
Bagaimana, sudah siap? Selamat berbelanja bersama si kecil!
38
Pra Sekolah
* Untuk menguatkan, sampaikan alasan yang masuk akal dan dapat diterima oleh si
prasekolah. Alasan yang paling pas adalah berkaitan dengan kesehatan. Sebab, bila diberi
penjelasan yang menyangkut pornografi atau malah dosa dikhawatirkan ia tak dapat
memahami. Contoh, "Kalau ciuman bibir bertemu bibir, nanti kalau temanmu sakit, Adek
Rifqiyyah Nur Anisa www.Nakita.com
39
Pra Sekolah
juga bisa ikutan sakit. Penyakit itu mudah menular lewat mulut."
* Sebaliknya, jika alasan yang dikemukakan oleh si prasekolah adalah keinginan sendiri
alias coba-coba meniru adegan di televisi, berikan penjelasan bahwa yang ada di televisi itu
hanyalah pura-pura. Tegaskan, jika ingin mencoba mengungkapkan rasa sayang lewat
ciuman, sebaiknya jangan dilakukan dengan orang lain. Lebih baik, lakukan dengan
orangtua. Sedangkan untuk teman cukup dengan berciuman pipi dan itu sebaiknya
dilakukan dengan teman yang sejenis saja.
5 HAL PENTING
Ada 5 hal penting yang hendaknya diwaspadai orangtua saat buah hatinya bermain peran.
1. Tempat yang digunakan
Si prasekolah kadang kurang mempertimbangkan tempat-tempat yang aman saat memilih
tempat. Bisa-bisa tempat yang dipilih dapat membahayakan keselamatannya. Umpama,
bermain di tangga. Saking asyiknya bermain, saat naik turun tangga si prasekolah kurang
berhati-hati hingga membuatnya tergelincir dan jatuh.
Tempat lain yang patut dihindari adalah bermain di pinggir kolam renang atau di pinggir
jalan. Bila kurang waspada, dikhawatirkan si prasekolah terjatuh atau terpeleset karena
licin.
2. Peralatan yang digunakan
Untuk menghidupkan suasana agar lebih mendekati kondisi aslinya, si prasekolah kerap
membutuhkan peralatan tambahan. Misal, saat bermain peran masak-masakan, ia pasti
membutuhkan pisau untuk mengiris-iris. Waspadai bila si prasekolah berniat menggunakan
pisau sungguhan yang tajam. Pisau roti pun belum tentu aman. Sebaiknya berikan pisau
mainan dan jelaskan bahwa pisau yang tajam dapat membuat jarinya terluka.
3. Pemilihan tema
Banyak tema yang dapat dipilih untuk bermain peran. Sesekali tak ada salahnya
menanyakan tema yang paling disukai oleh si prasekolah dan teman-temannya. Kemudian,
cobalah untuk mengajukan tema-tema lain yang menarik. Berikan penjelasan sederhana
yang menarik sehingga si prasekolah terpancing untuk mencoba tema yang lain.
Diharapkan, semakin banyak tema yang dimainkan akan semakin memperluas wawasannya
dan memperkaya imajinasi si prasekolah.
4. Rambu-rambu yang harus diperhatikan
Berikan rambu-rambu yang sebaiknya diperhatikan dan dipatuhi. Contoh, jangan sampai
membuka atau memainkan bagian-bagian tubuh yang sangat pribadi, dari bagian lutut
sampai ke leher. Sampaikan bahwa bagian tersebut tak boleh dibuka-buka kecuali oleh
ayah, ibu, dan dokter atau suster sungguhan dengan diawasi orangtua.
Rambu lainnya, anak tak boleh bermain di tempat yang berbahaya dan melakukan adegan
yang membahayakan keselamatan. Misalnya, loncat dari ketinggian tertentu atau bermain
perang-perangan dengan menggunakan benda keras apalagi tajam.
5. Jangan abaikan tanggung jawab
Setelah bermain, minta si prasekolah dan teman-temannya untuk membereskan kembali
tempat dan peralatan yang digunakan. Jika ada benda-benda yang bukan miliknya,
mintalah si prasekolah untuk mengembalikan kepada pemiliknya. Melalui cara ini diharapkan
si prasekolah dapat sekaligus belajar bertanggung jawab.
40
Pra Sekolah
41
Pra Sekolah
YIHAAA...YIHAAA, BERKUDA!
Tak-tik-tuk-tik-tak-tik-tuk..., begitulah suara sepatu kuda. Ternyata iramanya yang tenang
dan konstan merupakan terapi yang menenangkan bagi anak.
"Wow, itu kuda! Aku mau naik kuda!" Si kecil biasanya langsung
SESI PENDEKATAN
42
Pra Sekolah
MANFAAT BERKUDA
Menurut Budi, dengan berkuda anak bisa mendapatkan pengalaman baru. "Terlebih
sekarang ini olahraga berkuda sedang menjadi tren di kalangan anak-anak." Mungkin hal ini
merupakan imbas dari banyaknya keluarga yang mencari tempat hiburan edukatif bagi
anaknya di alam terbuka.
Manfaat berkuda adalah:
1. Anak dapat berinteraksi dengan hewan yang dapat berjalan anggun dan berlari kencang
ini. Menunggang kuda tentu merupakan pengalaman seru bagi anak. Apalagi jika di awal
anak
sudah berkenalan dengan kudanya secara dekat, tentu akan memberikan kesan tersendiri
bagi anak.
2. Anak jadi berani bertanya, mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya, berbagi
cerita, dan menjalin hubungan dengan pihak luar. Saat berkuda, bukankah anak harus
berinteraksi dengan kuda dan pendampingnya? "Nah, di sini anak dikondisikan untuk berani
berbicara, sharing, mengemukakan pendapat, termasuk bertanya. Dengan demikian anak
terlatih untuk menjalin komunikasi dengan pihak luar."
3. Belajar menaruh percaya pada pihak lain, sebab saat di atas kuda, pada siapa lagi anak
bisa percaya bahwa ia tidak akan jatuh, selain pada kuda yang ditunggangi dan pelatih yang
mendampinginya?
4. Mengasah empati, karena anak benar-benar tergiring memahami kondisi kuda. "Kalau
kuda lagi enggak enak badan atau tidak bergairah, mungkin sedang capek, maka tidak
43
Pra Sekolah
44
Pra Sekolah
lainnya.
Lagi pula, usia prasekolah adalah masa yang tepat untuk memupuk berbagai kebiasaan,
termasuk beribadah. Diharapkan, di usia sekolah dan remaja nanti, orangtua tidak terlalu
repot membujuk-bujuk anak untuk menjalankan puasa. "Jadi prinsipnya, semakin awal
dikenalkan akan semakin diserap oleh anak. Hasilnya akan semakin baik pula bagi anak,
karena di usia selanjutnya ia dapat memahami hal tersebut dengan lebih baik. Selain juga
dapat menghindari masukan yang salah tentang hal ini dari orang lain," beber pemilik dan
psikolog Sekolah Lentera Insan, Depok, Jawa Barat ini.
45
Pra Sekolah
khas bulan Ramadan. Caranya, kata Fitriani, dengan mengajak anak merasakan dan
mencoba secara langsung.
Salat Tarawih
Jelaskan pada anak bahwa salat Tarawih adalah salat malam yang cuma ada di bulan suci
Ramadan. "Jadi Nak, sayang sekali kalau kita tidak melakukannya," misal.
Karena anak usia ini sudah bisa diberi pengertian, maka sebelum mengajaknya salat
Tarawih di mesjid, bisiki dulu, "Nanti di mesjid kita Tarawih, tapi tidak boleh teriak-teriak
dan lari-lari, ya."
Biasanya Tarawih di mesjid menyenangkan bagi anak, selain ramai juga banyak temannya.
Karena itu, kita boleh memberikan sanksi bila anak melakukan pelanggaran. Misalnya, tidak
akan diajak ke mesjid lagi.
Berbuka puasa
Orangtua sebisa mungkin berbuka di rumah. Jadikan acara berbuka puasa sebagai acara
makan berjamaah. Di sini anak akan mendapatkan sensasi dan suasana yang lain lagi,
"Asyik ya. Buka puasa makanannya enak. Sama-sama lagi," misalnya.
Salat berjamaah
Setiap waktu salat tiba dan kebetulan orangtua berada di rumah, jangan lupa mengajak si
kecil. Sekalipun salatnya masih ngawur atau malah dia cuma guling-guling, tak masalah.
Yang terpenting, kita bisa membuat suasana yang dapat dirasakan oleh anak secara nyata
semisal, "Bulan Ramadan itu asyik, kumpul dan sama-sama terus."
Tadarus atau membaca Alquran bersama-sam
Baik sekali jika meluangkan waktu untuk mengajari anak setelah atau sebelum orangtua
mengaji. Tadarus dengan anak jauh lebih seru dan mengena jika dilakukan sambil bermain,
mewarnai huruf hijaiyah, membuat huruf hijaiyah lalu digunting dan ditempel, atau
menghafal surat-surat pendek. Alangkah baiknya lagi jika acara tadarus diselipi dengan
cerita mengenai kebajikan nabi dan rasul.
46
Pra Sekolah
47
Pra Sekolah
BERSIH-BERSIH YUK!
Anak sudah dapat dilatih membersihkan diri sendiri sejak di usia prasekolah.
Kebersihan
48
Pra Sekolah
kali usai bepergian, sehabis mengenakan sepatu berlama-lama, ketika hendak naik ke
tempat tidur atau saat akan berangkat tidur. Caranya hampir mirip dengan mencuci tangan:
dibasuh dengan air mengalir, digosok secara merata sampai sela-sela jari kaki, dan gunakan
sabun sebagai alat pembersihnya.
3. MENGGOSOK GIGI
Tanamkan kebiasaan menggosok gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari, yaitu sebelum
tidur malam dan sesudah sarapan. Cara mengajarkannya dengan memberikan contoh
konkret dari orangtua dan bimbingan langsung agar anak mampu melakukan gerakan yang
benar dalam menggosok gigi. Yaitu, gosok gigi dengan gerakan vertikal untuk penampang
gigi bagian luar dan dalam, serta secara horisontal dengan gerakan menyapu ke arah luar
mulut untuk permukaan gigi atas dan bawah.
Lakukan dengan cara yang menyenangkan dan tanpa paksaan. Beri masukan pada anak,
"Kalau gigimu tidak disikat, nanti gusinya bisa bengkak dan sakit. Makan pun jadi susah."
Bisa juga dilanjutkan, "Kalau tidak bisa makan, nanti kamu kekurangan gizi, lalu sakit,
enggak bisa bermain deh."
Selain itu, perhatikan sikat gigi yang digunakan. "Sering kali anak menolak menggosok gigi
karena sikat giginya membuat dia merasa tidak nyaman, sakit, atau trauma. Belum lagi
kalau pasta giginya menurut anak tidak enak," urai Retna. Karena itu, anjurnya, gunakan
sikat gigi khusus untuk anak yang lembut, dan pasta gigi yang rasanya disukai oleh anak.
4. MANDI DENGAN BENAR
Ajari anak mandi dengan benar sekurang-kurangnya dua kali sehari. Cara mengajarkannya
tak beda, yaitu berdasarkan contoh konkret dan tuntunan langsung dari orangtua. Jelaskan
pula, mandi tak sama dengan bermain air, tetapi mandi sama asyiknya dengan bermain air.
Dalam bahasa lain, jangan sampai anak merasakan mandi sebagai sebuah penyiksaan
sehingga membuatnya menolak mandi.
Jadi, ciptakan mandi sebagai sebuah permainan agar anak mau mandi dengan enjoy.
Jangan beralasan tak ada waktu untuk itu, sepanjang orangtua bisa menyiasati waktunya
dengan baik. Lagi pula, permainan yang diciptakan bisa sekaligus dilakukan sambil
melakukan aktivitas bersih-bersih saat mandi. Contoh, membuat hujan buatan dari kantung
plastik yang sudah dibolong-bolongi saat membasuh tubuh anak.
Adapun cara mengajarkan mandi yang benar pada anak, menurut Retna, sama saja seperti
mandinya orang dewasa. Yaitu, membasuh seluruh tubuh, menyabuni hingga merata ke
seluruh tubuh, lalu membilasnya sampai tak ada lagi sisa sabun di kulit. Setelah itu ajak si
kecil merasakan, "Nah, sekarang bagaimana rasanya sesudah mandi? Segar bukan?"
Dengan begitu diharapkan anak akan menjadikan mandi sebagai suatu kebutuhan.
Kalau anak sudah kepalang punya kebiasaan mandi sambil berendam berlama-lama,
sarannya, ajak dialog saja, "Mandi kan yang terpenting bukan berendamnya, tapi bersihbersihnya, menggosok dan membersihakn semua kulit tubuh." Lanjutkan juga dengan
"Kalau berendam lama-lama nanti bisa terlambat sekolah, lo. Malu, kan?" misalnya.
5. KERAMAS
Ajarkan juga untuk tidak lupa keramas, minimal dua hari sekali. Lakukan dengan cara yang
menyenangkan. Sering kali anak menolak keramas karena pernah mengalami sesuatu yang
tidak enak, umumnya lantaran mata si kecil teriritasi oleh sampo. Jadi gunakan sampo
khusus untuk anak yang anti iritasi.
Ajarkan cara bersampo dengan benar, yaitu membasuh rambut dengan air, baluri rambut
49
Pra Sekolah
dengan sampo, pijat-pijat kulit kepala, lalu bilas dengan air hingga bersih.
Kemungkinan anak akan bertanya kenapa rambut bisa kotor dan harus dikeramas. Karena
mungkin saja anak bingung, rambut yang tempatnya di atas dan tak pernah bersentuhan
dengan yang kotor kok harus dicuci. Untuk menerangkannya, saran Retna, ajak anak
melihat air bilasan usai bersampo, "Tuh lihat, airnya keruh, kan. Ini tandanya rambut kamu
kotor." Usai dibilas, coba lagi basahi, "Tuh sekarang airnya tetap jernih. Tandanya rambut
kamu sudah bersih."
6. MENGGANTI BAJU
Yang juga penting diajarkan dan dibiasakan adalah mengganti baju yang sudah dipakai di
luar rumah. Begitu pun baju yang sudah dipakai seharian, meski tampaknya tidak kotor
tetapi di situ banyak sekali debu dan kotoran yang menempel.
Bila anak bertanya, "Mana kotor? Masih bersih kok!" Jawablah dengan praktik dan
pembuktian. Ajak anak bersama-sama mencuci bajunya, perlihatkan air bekas mencuci baju
yang menurutnya masih bersih. Dengan begitu, anak akan paham dan mau menerima apa
yang orangtua sampaikan. "Mama bener juga, ya... bajuku kotor, ih..." misal.
Jika keenam materi tentang kebersihan diri yang telah dipaparkan di atas sungguh-sungguh
diajarkan dan dibiasakan, maka bukan saja tubuh anak akan tetap bersih dan sehat,
melainkan juga lingkungan rumah akan terjaga kebersihannya. Nah, tunggu apa lagi?
Mumpung si kecil masih di usia prasekolah, belum terlambat kok, untuk mulai mengajarinya
menjaga kebersihan diri.
PEDULI LINGKUNGAN
Ajaran untuk menjaga kebersihan diri akan membuahkan cara hidup sehat pada anak. Efek
jangka pendeknya, kata Retna, anak akan mengerti apa yang harus dilakukan untuk
menjaga kebersihan diri. Anak pun bisa merasakan secara langsung, dengan selalu menjaga
kebersihan diri dia akan lebih segar.
Dari sisi psikologis, tambah Retna, bisa membantu menumbuhkan rasa percaya diri anak,
mengasah keterampilan motorik, dan memperbanyak pengetahuan soal kesehatan.
Manfaat lainnya, sudah tentu dengan badan yang bersih, anak tak mudah diserang
penyakit. Waktunya untuk bereksplorasi, bermain, dan belajar menjadi jauh lebih banyak
dan optimal.
Selain itu anak yang sudah biasa melakukan bersih-bersih diri, umumnya juga akan bersih
terhadap lingkungan. Dia tidak mau buang sampah sembarangan dan rajin bersih-bersih,
minimal kamarnya.
TEGAKKAN PERATURAN
Membuat anak bisa menjaga kebersihan diri, repot-repot gampang. Tetapi yang jelas,
orangtua perlu disiplin menerapkan aturan-aturan tersebut: masuk rumah harus cuci kaki
dan tangan, gosok gigi sebelum tidur, mandi harus gosok sana sini, ganti baju yang sudah
dipakai di luar rumah, dan lainnya.
50
Pra Sekolah
Kalau ada pelanggaran, ujar Retna, jangan jemu-jemu mengingatkan anak untuk menaati
itu semua. Malah akan lebih baik dibuatkan sanksi bagi para pelanggar. Tentu
konsekuensinya dibuat bersama dengan anak.
Selain itu, pembuktian dari jawaban atas pertanyaan anak seputar pentingnya kebersihan
harus sebisa mungkin dilakukan. Hanya dengan cara itu anak baru bisa memahami maksud
dan alasannya. "Jika kesulitan mencari bukti, orangtua bisa memanfaatkan media televisi
yang sering memvisualkan kuman di baju, kulit, rambut, supaya anak lebih mudah
menangkapnya, 'Tuh, kan, kumannya mati jika kita mandi menggunakan sabun,' misalnya."
Satu hal lagi, orangtua harus turut andil memberi contoh pada anak mengenai kegiatan
bersih-bersih diri. Bukan saatnya lagi, orangtua jangan cuma bisa nyuruh-nyuruh doang.
Gazali Solahuddin. Foto: Ferdi/NAKITA
51
Pra Sekolah
Coba,
orang
tua
mana
yang
enggak
kesal?
Setelah
52
Pra Sekolah
cukup lama."
Sebaliknya, mereka yang rentang perhatiannya pendek, mudah sekali beralih ke hal yang
lain. Anak tampak cepat puas, kurang tekun, menyepelekan sesuatu, sehingga kurang
menghargai sesuatu, entah itu perjuangannya maupun pemberian yang diterimanya.
Nah, anak-anak yang suka ngotot tiap kali menginginkan sesuatu, tapi setelah itu malah
tidak memedulikan apa yang telah diperolehnya, "Bisa jadi mereka masuk dalam kelompok
yang memiliki rentang perhatian pendek," simpul Natasha.
DIANGGAP TIDAK SESUAI
Sebab lain adalah terbatasnya kemampuan kognitif anak. Juga karena masih dipengaruhi
oleh besarnya keingintahuan, ingin memperoleh sesuatu, dan ingin memiliki apa yang
dipunyai teman. Nah, kala anak hanya sebatas ingin mendapatkan apa yang dimauinya,
tanpa peduli barang itu asyik atau tidak buat dirinya, apakah dia bisa memainkannya atau
tidak, apakah dia memang benar-benar suka atau tidak, maka saat barang itu ada di
tangannya kemungkinan yang terjadi adalah respek atau tidak. Kalau tidak, tentu dia akan
segera mengabaikannya, "Yaa... susah. Enggak asyik, ah!" misalnya.
Dalam bahasa lain, barang yang diperoleh dari hasil perjuangannya itu ternyata tidak sesuai
dengan yang dia bayangkan ketika dia sedang ngotot mendapatkannya. Bisa karena terlalu
sulit, bisa karena si anak merasa tidak enak atau tidak asyik dengan mainan itu, bisa juga
lantaran mainan itu tidak menjadi tantangan buatnya. Tetapi kalau kita tanya, mengapa dia
melakukan perbuatan itu, umumnya anak akan bingung juga. "Iya, ya, kenapa aku begitu?"
JANGAN DIKABULKAN
Tentunya, perilaku si prasekolah yang demikian tak boleh dibiarkan. Mengingat rentang
perhatiannya pendek, maka langkah awal yang harus orang tua lakukan adalah membuat
anak bisa menjadi seseorang yang memiliki rentang perhatian panjang.
"Orang tua harus meningkatkan ketekunan anak dan bisa memotivasi anak dalam
mengeksplorasi sesuatu lebih jauh," ujar Natasha. Caranya, dengan pendampingan. Ajak
anak bermain bersama dengan menggunakan mainan dari hasil ngotot-nya itu. Ciptakan
situasi semenarik mungkin dan menantang keterlibatan anak.
Namun jika anak menolak makanan yang sebelumnya ia idam-idamkan, kata Natasha,
kondisinya jadi berbeda. "Bagaimanapun untuk masalah rasa, kita tak bisa memaksakan."
Jadi, untuk kasus ini, paling yang bisa dilakukan adalah memberikan pengertian padanya
semisal, "Kamu tidak suka makanan ini karena pedas. Lain kali tidak minta makanan ini
lagi, ya." Dengan cara ini diharapkan anak tahu bahwa lidahnya belum dapat menerima rasa
pedas.
Selain itu, minta anak untuk bertanya lebih dahulu pada orang tua mengenai sesuatu yang
diinginkan. Dari situ, orang tua bisa menjelaskan, "Ini mainan orang dewasa, susah
dimainkan oleh anak seusia kamu." Bisa juga ditambahkan, "Kalau kamu tidak percaya,
boleh kita coba dulu." Setelah itu, lanjutkan dengan, "Tuh kan, enggak gampang maininnya." Dengan begitu, anak akan mengerti, "Oh iya, ngapain juga aku ngotot," atau, "Ayah
tidak mau beli bukan karena pelit, tetapi karena aku belum bisa memainkannya."
Natasha minta orang tua agar tidak mengabulkan permintaan anak jika memang sudah
tahu bahwa apa yang diinginkannya tidak akan disukai sekalipun si anak terus ngotot. Tentu
dengan memberikan penjelasan dan bukti atau contoh yang bisa diterima anak.
Tetapi jika hal seperti ini sudah pernah terjadi: dikabulkan tapi kemudian cuek, maka sudah
sepantasnya orang tua bertanya pada anak, "Kemarin saja main- annya tidak dimainkan,
mengapa? Sekarang kok minta yang lain, mengapa?" Atau, "Oke, tapi janji dulu, mainan
53
Pra Sekolah
yang kamu minta betul-betul terpakai. Kalau tidak, besok-besok tidak beli lagi." Jika
kesepakatan dilanggar, anak boleh diberi sanksi berupa pencabutan kesenangannya, semisal
tidak boleh nonton teve dan menyita mainan kegemarannya.
JADI TAK BERTANGGUNG JAWAB
Kalau tidak disikapi segera oleh orang tua, kondisi ini akan bertahan pada diri anak. Selain
terbiasa tidak bertanggung jawab, anak pun jadi suka lepas tangan, dan tak memiliki
penghargaan yang tinggi terhadap pemberian orang lain maupun jerih payahnya sendiri.
Selain itu, anak pun akan terbiasa mendapatkan sesuatu dengan mudah. Dampaknya,
kepribadian anak tidak berkembang menjadi tangguh alias lemah, cenderung tidak
berusaha keras, tidak memiliki ketekunan tinggi, kurang mandiri, inisiatifnya rendah,
bahkan pemalas. Wah, jangan sampai deh!
54
terus
Pra Sekolah
"Anak
55
Pra Sekolah
situasi baru).
2. Gaya pengasuhan
Usia 3-5 tahun adalah masa perkembangan pembentukan konsep diri. Hal ini sangat
dipengaruhi gaya pengasuhan orang tua. Jika orang tua "senang" melarang atau memberi
batasan-batasan yang sangat kaku, bisa dipastikan si anak lebih takut untuk mencoba
sesuatu yang baru. Tentunya ini bisa memengaruhi pembentukan konsep diri anak, salah
satunya kemampuan adaptasi yang jelek.
Selain itu, penerapan disiplin model ini juga bisa menjadi bumerang. Misal, orang tua
menerapkan disiplin tanpa disertai penjelasan mengapa suatu hukuman diberlakukan, maka
biasanya anak jadi tak tahu apa yang seharusnya ia lakukan. Nah, karena tidak tahu,
biasanya dia jadi ragu dan akhirnya ketika harus bertemu sesuatu yang baru, dia juga
bingung karena tak ada patokan atau panduannya. Kondisi ini akan memengaruhi
kemampuan anak untuk bisa beradaptasi.
3. Peristiwa traumatik
Bisa karena lingkungan sosial yang pernah membuat anak merasa tidak aman dan nyaman,
atau ada konflik-konflik tertentu yang membuat dia lebih sulit terbuka.
UBAH POLA ASUH
Selain ketiga penyebab tadi, ada pula yang beranggapan kondisi lambat beradaptasi
diakibatkan faktor keturunan. "Tetapi saya sih melihatnya bukan karena faktor turunannya,
melainkan lebih pada role modelnya," kata Junetty. Maksudnya, si anak mungkin mencontoh
orang tuanya yang juga tidak mahir atau sulit beradaptasi.
Oleh karena itu, bila ingin anak mudah beradaptasi secara sosial, tak ada cara lain kecuali
mengubah pola asuh. "Orang tua harus menghilangkan kebiasaannya yang banyak
melarang, menyepelekan pendapat anak, terlalu banyak mengatur, dan selalu membuatkan
keputusan untuk anak." Pasalnya, dengan kebiasaan orang tua yang demikian, anak jadi tak
pernah merasakan bagaimana menentukan keputusan untuk dirinya sendiri. Imbasnya,
anak jadi sulit beradaptasi karena bingung, takut, dan tak tahu harus bagaimana caranya
mulai beradaptasi.
Selain mengubah pola asuh, orang tua juga harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
anak karena tahapan belajar masing-masing anak tidaklah sama. Pada anak pemalu dan
penakut, misal, orang tua bisa memberikan kesempatan kepada anak berinteraksi dengan
banyak manusia. Caranya, undanglah teman-teman si kecil atau saudaranya ke rumah
untuk bermain bersama atau mengajak mereka ke tempat lain yang banyak anak
sebayanya. "Ini bisa membantu anak mempelajari cara mereka menyesuaikan diri."
Bagaimana bila si kecil menolak cara-cara tersebut? Menurut Junetty, orang tua harus
menghargai, bukan malah memaksakan kehendaknya. Selain itu, orang tua juga harus
mencari tahu apa yang membuat anaknya takut. Selanjutnya orang tua membantu anak
untuk menetralisir ketakutannya itu.
Sementara, anak yang lambat beradaptasi lantaran bertemperamen sulit harus sering diajak
56
Pra Sekolah
bergaul dan dibimbing tentang bagaimana cara memulai berinteraksi dengan orang lain.
Lama-lama anak akan menemukan sendiri cara yang terbaik untuk dapat beradaptasi.
57
Pra Sekolah
hambatan. "Jika modal dasarnya ini sudah dimiliki, semakin lama pasti akan berkembang."
Namun jika belum, kita pun tidak dianjurkan mendesak anak untuk cepat beradaptasi
sementara ia belum siap. Cara ini justru akan menghambat langkah berikutnya. Lain cerita
bila memang kemampuan adaptasi anak sudah baik, semisal tidak mengkeret di belakang
orang tuanya, mau memberikan respons bila disapa lingkungan, dan kemampuan
adaptasinya terus meningkat dengan ciri selalu ingin mencoba dan ingin tahu, maka si anak
tak butuh waktu lama-lama lagi untuk beradaptasi.
akan
diperoleh
anak
dari
kemampuannya
dalam
* Semakin mampu beradaptasi berarti anak semakin cepat beradaptasi. Setelah itu pastinya
anak mampu berinteraksi, membangun interaksi yang baik dengan teman-temannya di
sekolah. Hal ini sangat berpengaruh pada pembentukan self-esteem-nya.
* Anak akan lebih merasa "pede" karena merasa diterima oleh teman-temannya, merasa
punya teman yang bisa berbagi.
* Dalam proses pembelajaran di sekolah, anak bisa mengembangkan perilaku yang positif,
bisa lebih nyaman bersekolah dan menikmati sekolahnya. Dengan begitu, anak dapat
mengeluarkan kemampuannya secara optimal.
* Kemampuan kompetensinya akan lebih tinggi dibandingkan anak yang sulit beradaptasi.
Gazali Solahuddin. Foto: Ferdi/NAKITA
58
Pra Sekolah
"Pokoknya aku enggak mau les. Capek! Aku mau main aja!"
teriak Dea sambil menjauhi Arni, ibundanya. Arni terkesima
sesaat. Ia heran, putrinya yang berusia 4 tahun ini hanya
diikutkan pada dua jenis kursus; menari dan olahvokal. Kursuskursus itu pun dipilih karena melihat Dea berbakat di bidang itu.
Buktinya, Dea dengan mudah mengikuti gerakan-gerakan baru
ketimbang teman-teman di sanggar tari yang diikutinya.
Suaranya pun lumayan. Tapi kenapa Dea jadi mogok seperti ini?
Dibandingkan dengan temannya, Lulu yang berusia sama, jadwal
Dea tidak ada apa-apanya. Rutinitas Lulu dipenuhi dengan les,
les dan les setiap hari. Tapi kok sepertinya Lulu baik-baik saja.
Apa yang salah dengan Dea?
59
Pra Sekolah
overstimulasi:
* Mengeluh
Keluhan seperti letih, bosan, capek, malas bisa menjadi sinyal kalau anak terlalu dipaksa
untuk mengikuti segala macam kegiatan. Cermati, apakah benar demikian atau dia
mengeluh karena hal lain, terlalu lelah karena habis bepergian jauh misalnya.
* Timbul Penolakan
Contoh, anak tidak mau pergi ke tempat les atau mogok latihan di rumah. Penolakan
semacam ini bisa karena kejenuhannya meng-hadapi rutinitas les yang terlalu sering.
* Prestasi Menurun atau Stagnan
Jika tadinya anak dapat menguasai suatu materi dengan cepat, kini hal itu tidak terjadi. Ia
kesulitan untuk menguasai satu materi bahkan yang sebenarnya mudah. Cobalah cari
penyebabnya. Mungkin saja anak terlalu letih sehingga konsentrasinya terganggu. Dengan
beristirahat sejenak dari rutinitas latihan kemungkinan dapat membuatnya fresh kembali.
* Menentang
Anak melakukan penentangan yang begitu kuat. Contoh kasus Dea mewakili hal ini. Anak
menolak dengan frontal; berteriak bahkan melakukan konfron- tasi dengan orang tua untuk
mengungkapkan kebosanan, keletihan, kejemuan, karena stimulasi yang terlalu berlebihan.
* Stres
Lelah fisik/psikis atau situasi yang selalu menekan dapat menimbulkan ketidaknyamanan
yang berujung timbulnya stres pada anak. Dari situ akan banyak perilaku negatif yang
muncul. Umpamanya, mogok makan, sulit diatur, membangkang, dan sebagainya. Cepatlah
tanggap untuk segera mengatasinya. Contoh, dengan membebaskan anak beberapa minggu
dari berbagai aktivitas yang mengikat. Biarkan ia menggunakan waktu sebebas-bebasnya.
Kalau memungkinkan, ajak si kecil pergi ke pantai atau pegunungan misalnya.
AGAR STIMULASI EFEKTIF
Selanjutnya Any mengatakan agar stimulasi yang diberikan berjalan efeketif dan tidak
berlebihan, ada rambu-rambu yang perlu "ditaati", seperti:
* Sesuaikan stimulasi dengan usia dan kemampuan anak
Anak usia 3-4 tahun yang sedang mengikuti olahvokal, tak perlu dipaksa mempelajari
teknik menyanyi bagi anak SD, umpamanya. Anak pun mesti diberi kesempatan untuk
selalu memperbaiki diri. Jangan membentak, memarahi apalagi menghujatnya bila ia belum
mampu. Berkaitan dengan itu, orang tua mesti melakukan observasi terlebih dulu sebelum
memasukkan anak ke sebuah kursus agar "klop" dengan para guru yang ada di sana.
Karena bisa saja sang guru les tidak sabaran lantas mengomel-ngomel setiap si kecil belum
mampu menguasai sesuatu. Pilihlah sanggar/tempat kursus yang memiliki program yang
baik untuk mengembangkan bakat anak.
* Jangan Terlalu Berambisi
Ambisi yang terlalu berlebihan tentu tidak baik. Apalagi bila orang tua memaksakan
ambisinya sementara minat anak bukan di situ.
* Batasi jumlah Kursus
Berbagai les dan kursus yang diikuti anak tak akan bermanfaat bila ia mengikutinya dengan
setengah hati. Bahkan mungkin anak akan mengalami kelelahan fisik dan mental. Kelelahan
fisik lebih mudah diatasi. Dengan beristirahat sebentar fisik akan kembali bugar. Namun
60
Pra Sekolah
sebaliknya, kelelahan mental lebih rumit memulihkannya karena terkadang disertai perilaku
negatif pada anak.
Jadi kursus yang diikutki anak harus sewajarnya saja. Pilih mana kira-kira yang paling
diminati anak. Menari misalnya, bila memang anak lihai meng-ge-rakkan tangannya,
cobalah untuk memasukkannya ke kursus menari.
* Jangan Memberi Jadwal Terlalu Padat
Ingatlah selalu masa kanak-kanak adalah masa bermain. Bila ia sudah dituntut untuk
melaksanakan berbagai jadwal yang begitu padat, tentu anak akan banyak kehilangan
waktu bermainnya. Umpamanya, sepulang "sekolah" anak harus ikut les piano. Setelah itu
ia harus menunggu guru privat membacanya datang. Malamnya orang tua menuntutnya
untuk latihan piano kembali. Meskipun terlihat baik, sebenarnya rutinitas semacam ini
sangat merugikan karena sekali lagi anak jadi kehilangan masa indahnya bermain.
Untuk itu, berikanlah ia kelonggaran waktu buat menikmati masa ber-mainnya dengan baik.
Bukankah saat-saat itu yang selalu dinanti-nantikannya? Bila penantiannya itu tersalurkan,
ia akan tumbuh lebih kondusif; baik fisik maupun psikis.
* Jangan Memaksa
Jangan lupa, pemaksaan hanya akan menelurkan hasil yang tidak maksimal. Termasuk
dalam hal menstimulasi bakat dan minatnya. Berikan anak kebebasan untuk memilih sendiri
kegiatan yang menjadi minatnya. Toh, tak ada salahnya jika orang tua mengarahkan si
kecil. "Kakak kelihatannya pandai menari. Bagaimana kalau kamu ikut les menari?" Hal ini
berbeda lo dengan perkataan, "Pokoknya besok Kakak harus masuk les menari. Soalnya
Mama lihat Kakak jago nari!" misalnya.
* Jangan Terlalu Mendorong
Kemampuan anak dalam menguasai sesuatu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada yang
lambat. Ada anak yang dengan mudah menghafal not-not sebuah lagu, ada yang sulit. Jadi
tak perlu bernafsu, anak harus menguasai materi latihannya dengan segera. Semakin ia
ditekan semakin ia tidak nyaman sehingga semakin sulit untuk menguasainya. Memang,
ada anak yang perlu dorongan lebih kuat untuk menguasai sesuatu. Namun dorongan yang
terlalu kuat malah akan membuatnya kehilangan konsentrasi.
Contoh, agar anak semakin "canggih" mendentingkan piano, ia dipaksa latihan selama
enam jam sehari. Sebagian anak dapat melakukannya tetapi ada juga yang merasa jadwal
tersebut sangat memberatkan. Jadi aturlah waktu sedemikian rupa agar selama berlatih,
anak dalam kondisi yang nyaman.
WASPADAI DAMPAK JANGKA PANJANG
Dampak overstimulasi ada yang langsung terlihat, seperti anak mengeluh, mogok makan,
susah diatur dan menolak perintah, dan ada dampak jangka panjangnya. Yakni anak jadi
melupakan minatnya dan berhenti begitu saja sehingga bakat besarnya menjadi terpendam.
Hal ini menurut Any karena anak mengalami kejenuhan berat setelah didorong begitu rupa.
Empat hingga lima tahun ke depan, ia sudah bosan. Akhirnya, dia pun malas untuk belajar
tari, belajar piano, menyanyi, dan sebagainya. Tentu, ini merupakan sesuatu yang sangat
disayangkan. Untuk itulah, waspadai saat prestasinya berhenti di satu titik bahkan
menurun. Jangan-jangan ia mengalami overstimulasi? Jangan sampai apa yang sudah kita
lakukan menjadi sia-sia bahkan anak menjadi kontraproduktif.
Yang lebih parah anak jadi membenci bidang yang sebelumnya diminati karena merasa
tertekan. Bahkan bisa saja ia jadi memiliki konsep hidup yang negatif. Dia memandang
kalau hidup adalah sesuatu yang sangat berat, tidak menyenangkan, membosankan,
61
Pra Sekolah
sehingga akhirnya timbul stres. Bila hal ini terjadi mungkin akan membuat minat anak
menjadi turun bahkan terpendam.
Nah, kita semua tidak ingin si kecil seperti itu bukan?
Irfan Hasuki. Foto: Ferdi/NAKITA
62
Pra Sekolah
63
Pra Sekolah
Mainan
dapat
juga
dimanfaatkan.
Menyusun
pasel,
umpamanya,
dapat
64
melatih
Pra Sekolah
konsentrasi dan pengendalian diri. Namun pelatihan seperti ini tidak perlu dijadwal ketat.
Manfaatkan saja waktu-waktu senggangnya. Saat ia sedang mood bermain pasel, segera
rangsang konsentrasinya.
* Jangan lupa, setelah anak selesai mengungkapkan topik awal dengan tuntas, beri
kesempatan kepadanya untuk membicarakan topik selanjutnya. Jika ia lupa, ingatkan topik
yang tadi ingin dibicarakan agar apa yang ingin dikemukakannya tetap tersalurkan. Tentu,
untuk topik yang kedua ini kita perlu memancing anak mengungkapkan maksudnya secara
tuntas, tidak melompat-lompat. Begitu seterusnya.
Cara-cara tadi tentunya memerlukan ketelatenan dan kesabaran "tingkat tinggi". Namun
proses pembelajaran tersebut akan membuat kecakapan si kecil secara perlahan meningkat.
Kelak, ia akan mampu mengendalikan pembicaraannya.
65
Pra Sekolah
yang
kuat
Naya
66
Pra Sekolah
- Bawalah mainan atau benda kesukaan anak, entah mobil-mobilan, boneka, atau buku
kesayangannya. Biarkan ia beraktivitas dengan mainan atau benda tersebut sehingga dapat
merasa lebih nyaman.
* Seragam Dokter
Seragam dokter yang berwarna putih bergaya resmi dan terkesan kaku membuat banyak
anak merasa tidak nyaman berada di dekatnya. Apalagi kostum seperti itu jarang sekali
ditemui anak sehari-hari sehingga dia tidak merasa familiar.
Penanganan:
Bila kondisi memungkinkan saran Eddy, pilihlah dokter anak yang sudah "sadar
penampilan". Ketimbang berpakaian putih-putih, ia lebih memilih kemeja warna kuning
cerah dengan dasi bermotif Winnie the Pooh, umpamanya. Namun dalam keadaan
emergensi, tentunya orang tua tidak akan bisa melakukan pilah-pilih seperti ini.
Namun setidaknya hal ini sudah terpikirkan oleh kita.
* Bau Obat
Terkadang ada bau khas obat-obatan yang begitu menyengat hidung di ruang praktik
dokter/rumah sakit. Bau asing ini dapat menstimulasi berbagai prasangka pada anak
sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Bagi anak yang pernah memiliki pengalaman
tidak menyenangkan saat minum obat akan lebih cepat merespons keadaan ini secara
negatif sehingga menguatkan rasa ketidaknyamanannya.
Penanganan:
Menurut Eddy, ruang praktik dokter seharusnya bebas dari bau-bauan yang tidak enak,
termasuk bau obat-obatan. Parfum ruangan akan sangat membantu mengurangi aroma
tersebut. Akan baik bila ruang praktik diberi air conditioner sehingga pasien kecil dapat
lebih nyaman.
Nah, sebagai antisipasi, cobalah semprotkan minyak wangi yang aman bagi anak-anak
tentunya pada pakaian si kecil. Dengan begitu setidaknya anak akan tetap mencium aroma
harum dari pakaiannya meski di sekitarnya "beredar" bau tidak sedap.
* Ruangan Kaku
Beberapa ruang praktik dokter bergaya sangat formal; meja konsultasi tampak kosong
hanya berisi nota resep, kotak kartu nama, atau obat-obatan. Dinding ruangan berwarna
polos tanpa ornamen dan langit-langit kosong tanpa aksesoris. Kondisi ruangan seperti ini
acapkali memicu ketidaknyamanan pasien cilik.
Penanganan:
Pilihlah klinik atau tempat praktik dokter yang familiar bagi anak. Beberapa ruangan di
klinik/rumah sakit/tempat praktik dokter sudah banyak yang didesain "ramah anak". Di
meja konsultasi, misalnya, diletakkan berbagai mainan; ada mobil-mobilan, boneka, pasel
dan lain sebagainya. Di langit-langit ada mainan gantung berbentuk kupu-kupu, burung,
lebah, dan lainnya. Wallpaper pada dinding juga bergambar tokoh-tokoh kartun atau hewan
yang disukai anak-anak. Suasana tersebut membuat si kecil lebih merasa nyaman sehingga
berani untuk datang kembali.
MAIN DOKTER-DOKTERAN
67
Pra Sekolah
Di rumah pun, orang tua perlu melakukan antisipasi supaya si prasekolah berani diajak
pergi ke dokter. Hal ini dilakukan agar penanganan ketakutan atau trauma anak bisa
dilakukan lebih mudah. Misalnya:
* Main dokter-dokteran
Bermain dokter-dokteran sangat efektif untuk menghilangkan rasa takut si prasekolah. Anak
dapat mengenal lebih dekat siapa sebenarnya dokter; apa saja peralatannya, apa yang
biasa dilakukannya, dan sebagainya. Berikanlah kepadanya satu set mainan dokterdokteran yang berisi stetoskop, alat suntik, botol obat, hingga kostumnya. Biarkan ia
menjalani perannya sebagai dokter dengan boneka sebagai pasiennya.
* Membangun imej positif tentang dokter
Imej positif bisa dibangun dengan mengatakan pada anak bahwa dokter adalah orang yang
baik, yang tugasnya menyembuhkan orang. Umpamanya, "Batuk Kakak nanti akan diobati
oleh dokter sampai sembuh. Dokter kan baik."
Jangan menggambarkan dokter sebagai sosok yang menakutkan. "Awas ya kalau nakal,
nanti mama panggil dokter biar Kakak disuntik!" Hal-hal seperti ini akan membentuk imej
tersendiri pada otak anak. Dia beranggapan bahwa sosok dokter adalah sosok yang
berbahaya dan harus ditakuti.
* Memberi gambaran yang Jujur
Jangan pernah membohongi anak. Ceritakan apa yang akan dialami anak saat di ruang
praktik nanti. Jika ia akan diperiksa di bagian perutnya, bilang saja terus terang. Kalau perlu
jelaskan dengan terperinci. Misalnya, ia akan diminta membuka bajunya sebagian, disuruh
berbaring, membuka mulut, diperiksa matanya, dan seterusnya. Sangat baik bila kita
menggunakan alat bantu, boneka umpamanya, untuk bermain peran sebagai pasien dan
dokter dalam memeragakan langkah-langkah tadi.
Bila memang anak harus disuntik, katakan saja sambil menjelaskan kalau tindakan itu
dibutuhkan untuk menyembuhkannya dari penyakit atau mengebalkan tubuhnya dengan
imunisasi. Tekankan bahwa rasa sakit saat disuntik memang ada tapi hanya berlangsung
sebentar seperti digigit semut atau dicubit. Tidak dengan mengatakan semisal, "Kakak di
sana enggak akan diapa-apain deh! Papa janji." Ini jelas tidak benar karena di ruang praktik
dokter setidaknya ia mesti mau membuka mulutnya lebar-lebar, rela diperiksa dadanya
dengan stetoskop, bahkan mungkin disuntik. Kalau anak sudah kecewa bisa timbul
ketakutan yang pada akhirnya membuat ia enggan untuk datang ke dokter lagi.
Juga jangan berkata ia akan pergi ke mal padahal sebenarnya akan diajak ke dokter.
Pembohongan ini hanya akan menyakiti hatinya sehingga mengikis kepercayaannya pada
orang tua dan membuatnya semakin sulit jika diajak berobat. Dengan memberikan
keterangan yang sebenarnya, anak akan lebih siap menghadapi apa yang akan terjadi.
Sebaliknya, bila dibohongi, ia akan terkejut dan takut saat pemeriksaan dilakukan.
* Ajari menyapa sang dokter
Ajari si kecil untuk menyapa dokternya saat memasukki ruang periksa. Sapaan ini akan
dijawab ramah oleh dokter sehingga ia merasa familiar dan nyaman dengan keberadaannya
di situ. Sangat baik bila kita mendorong anak untuk mengutarakan sendiri keluhan
penyakitnya. "Tadi kamu merasakan sakit di mana Kak, coba cerita ke Dokter?" misalnya.
Dengan begitu keberaniannya akan terpancing. Tentu, kita perlu melihat kondisi anak.
Jangan memaksa bila tidak memungkinkan.
* Berkunjung ke RS/klinik selagi sehat
68
Pra Sekolah
Sesekali, saat anak tidak sakit, ajaklah ia mendatangi rumah sakit/klinik dokter. Tidak untuk
berobat tetapi sekadar mengunjunginya agar tidak begitu asing dengan suasana di sana.
Sangat baik bila kita mengajak teman atau kerabat sebayanya yang tidak takut ke dokter
sebagai model bagi anak.
Irfan Hasuki. Foto: Ferdi/NAKITA
69
Pra Sekolah
SI EKSTROVER VS INTROVER
Kepribadian setiap anak berbeda satu sama lain. Ada yang terbuka dan ada yang tertutup.
Yang penting orang tua mampu menyeimbangkannya.
Mengapa
begitu
dengan
tidak,
malu-
70
Pra Sekolah
71
Pra Sekolah
72
Pra Sekolah
Namun, sekali lagi, jika si kecil tidak tertarik jangan memaksa. Telaah kembali apa yang
sebenarnya menjadi minat/bakat anak. Hal ini perlu dilakukan agar apa yang anak geluti
kelak bisa mencapai hasil yang maksimal.
Irfan Hasuki. Foto: Iman/NAKITA
73
Pra Sekolah
Orang
74
Pra Sekolah
75
Pra Sekolah
kehidupan sosial yang baik. Pen-dek kata, dia tumbuh menjadi sosok yang beradab.
76
Pra Sekolah
"Ih,
kamu
kok
gendut
banget
sih!
Tuh
lihat
77
Pra Sekolah
orang tua. Anak akan merasa orang tuanya tidak menghargai keadaannya atau apa yang
sudah dilakukannya. Ujung-ujungnya, kreativitasnya pun terbelenggu.
MENANGKAL EJEKAN
Jadi tak ada salahnya orang tua melakukan antisipasi agar ejekan-ejekan yang diterima
anak tidak sampai memengaruhi kepercayaan dirinya. Berikut beberapa ejekan dan cara
"menangkalnya":
* Ejekan Fisik
Ejekan fisik umumnya berkaitan dengan keadaan fisik anak, seperti kurus, gendut, hidung
pesek, kulit hitam, dan lain-lain. Kalau si kecil diejek seperti itu, berikan penjelasan arti
kata-kata tersebut dan kenalkan dirinya dari sisi yang positif. "Kulit Kakak memang hitam
tapi Kakak tetap cantik karena Kakak hitam manis. Dan yang penting Mama tetap sayang
sama Kakak," misalnya. Atau, "Tubuh gendut itu membuat kita lebih kuat. Lihat Kakak pasti
bisa mengangkat batu itu. Teman-teman belum tentu bisa lo."
* Ejekan Kecerdasan
Biasanya berkaitan dengan kemampuan anak dalam melakukan sesuatu. Seperti bodoh,
otak udang, bloon dan lainnya. Meski sebenarnya si kecil belum paham betul arti perkataan
itu, tak salah bila kita berkata, "Kakak enggak bodoh kok. Malah pintar, hebat. Hanya saja
Kakak kan masih kecil jadi enggak bisa melompat setinggi mereka," misalnya. Atau "Kakak
tidak berotak udang. Kakak hanya perlu lebih bersungguh-sungguh lagi masang paselnya
ya," misalnya.
* Ejekan Perilaku
Perilaku anak terkadang memang mengesalkan sehingga ada saja ungkapan kekesalan yang
muncul dari orang lain seperti bandel, nakal, anak tidak tahu diatur, tukang bikin onar, dan
lainnya. Sebelum memberikan pengarahan, tak ada salahnya jelaskan pada anak kenapa
kata-kata itu sampai muncul. "Mungkin tadi Kakak terlalu senang jadi vas bunga Tante Ika
tersentuh terus jatuh. Makanya Tante Ika bilang Kakak bandel. Tapi Kakak enggak bandel
karena Kakak kan enggak sengaja. Tapi lain kali Kakak harus hati-hati ya."
* Ejekan Sifat
Misalnya pelit, cerewet, ceroboh, tukang ngambek, dan sebagainya. Tidak berbeda dari cara
yang lain, awalnya buka mata si kecil kenapa ia diejek seperti itu. "Mas Andi bilang kamu
pelit karena kamu enggak mau berbagi. Dia kecewa dan marah. Rotimu kan besar, dibelah
sedikit ya untuk Mas Andi," misalnya. Dengan kalimat seperti ini diharapkan juga anak bisa
memahami konsep sederhana tentang berbagi.
78
Pra Sekolah
memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang harus dikatakan dan tidak.
Sedangkan anak usia prakonvensional belum memahami apa yang dia katakan. Ia hanya
asyik dengan kata-kata yang baru didengarnya itu. Kalau dia bilang seseorang gemuk lantas
ia memperoleh respons, ini merupakan pengetahuan baru baginya. "Oh ternyata ketika aku
bilang Tante Riri gemuk, mama akan marah padaku," misalnya.
Saran Ima ketika anak mengejek, sikapilah dengan bijak. "Banyak orang tua memandang
anak yang mengejek hanya dari sisi negatif saja. Padahal semuanya adalah suatu proses
pembelajaran." Ketika anak mengejek berarti ada kemampuan yang tumbuh pada anak;
kemampuan meniru, kemampuan berbahasa, juga kemampuan mengomentari apa yang
dilihatnya. Namun demikian, agar ucapannya tidak telanjur menetap orang tua perlu juga
mengarahkan. "Adek, memang hidungnya pesek, tapi dia pintar bernyanyi, lo. Jadi Kakak
tidak boleh mengejeknya."
Irfan Hasuki. Foto: Ferdi/NAKITA
79
Pra Sekolah
80
Pra Sekolah
derajat, bahkan bisa menjauhkan diri dari si adik. "Buat apa aku sayang sama adik kalau
mama tidak peduli."
* Menyakiti adik
Contoh manifestasi kecemburuan yang negatif adalah tindakan agresif seperti memukul,
mencakar, menjambak dan sebagainya. Kalau sudah seperti itu, orang tua mesti turun
tangan memisahkan si kakak dari adik. Tetapi ingat, tak perlu bereaksi secara berlebihan;
mengomeli atau memarahinya dengan kata-kata kasar. Tindakan-tindakan ini justru
berpotensi memupuk pe-rilaku negatif anak. Dia merasa memperoleh perhatian saat
berlaku agresif sehingga terdorong untuk melakukannya lagi.
Setelah memisahkan, lakukan pendekatan dengan cara bijak. Misalnya dengan mengajak si
kakak berbicara dan berikan arahan bahwa apa yang dilakukannya itu tidak baik. "Kakak
sayang, jangan khawatir. Mama juga sayang sama Kakak. Kakak juga harus sayang sama
adik seperti Mama menyayangi Kakak!" misalnya.
* Marah atau ngambek
Biasanya marah atau ngambeknya si kakak ditunjukkan dengan sikap negatif lain seperti
jadi sulit diatur, mudah marah, rewel, dan lainnya. Kalau ia sudah lancar berbicara bisa saja
ia menuntut orang tua untuk memilih siapa yang lebih disayanginya, ia atau adiknya.
Karena hal ini semacam "tes" bagi orang tua maka jawaban bijak amatlah diperlukan.
Jangan sampai jawaban yang diberikan malah membuat anak makin cemburu. "Tentu saja
Mama lebih sayang adik. Habis Kakak ngambek melulu sih!" umpamanya.
Akan baik, jika ia disadarkan bahwa semua yang ada di rumah sayang padanya. Penuturan
ini jelas harus ditindaklanjuti dengan memberikannya perha-tian. Contoh, dengan memuji si
kakak saat berhasil melakukan sesuatu. Perhatian semacam itu cukup membuat si kakak
percaya bahwa kita benar-benar menyayanginya. Sangat baik bila ia selalu didorong untuk
bermain bareng sang adik.
JANGAN DIBIARKAN
Meskipun kecemburuan antarsaudara wajar, orang tua tetap tidak boleh membiarkan
kondisi ini berlanjut. Segeralah mengambil tindakan untuk menangani. Sebagai langkah
awal, orang tua perlu memahami kalau kecemburan si kakak disebabkan ia butuh perhatian.
Jadi berikan perhatian yang cukup kepadanya. Bisa jadi selama ini ia memang kurang
mendapat perhatian. Maksud perhatian di sini bukan melulu hadiah dalam bentuk materi.
Belaian, ciuman, sikap melayani dan pujian merupakan bentuk-bentuk perhatian yang
sangat berarti buatnya.
Bila memang diperlukanumpamanya kecemburuan si kakak selalu dituangkan dalam bentuk
tindakan agresif berikan konsekuensi jika ia tidak segera memperbaiki sikapnya. Contoh,
dengan menarik kesenangannya menonton acara favorit. Lakukan secara konsisten
sehingga ia
menyadari bahwa apa yang kita lakukan serius, tidak main-main. Diharapkan si kakak akan
cepat memahami apa yang dilakukannya selama ini bukanlah tindakan yang tepat.
81
Pra Sekolah
Perasaan bersaing, iri, dan benci yang didiamkan dan ditambah orang tua yang tidak peduli
dengan perasaan si kakak akan memengaruhi hubungan antarsaudara. Tidak menutup
kemungkinan hubungan yang tidak harmonis ini akan berlanjut hingga dewasa. Alhasil,
kakak-adik yang seharusnya saling menyayangi dan melindungi malah sering cekcok,
berantem, perang mulut, dan sebagainya.
* Hubungan tidak baik dengan orang tua
Orang tua yang tidak acuh akan membekaskan perasaan yang dalam pada anak. Tak
mustahil perasaan ini akan terus terpendam hingga dewasa. Akibatnya, hubungan anak
dengan orang tua tidak seharmonis yang diharapkan.
* Konsep diri menjadi negatif
Pada akhirnya, bila hubungan dengan orang tua tidak harmonis akan membentuk pribadi
anak yang memiliki citra negatif. Anak merasa rendah diri, susah menerima kekalahan,
tidak sportif, tidak bisa menerima feedback orang lain. Bila ada yang lebih darinya bisa saja
dia berpikir bagaimana cara membuat orang itu terkalahkan meskipun dengan cara-cara
yang tidak baik.
82
Pra Sekolah
83
Pra Sekolah
gangguan ini bisa merupakan bawaan lahir yang ditandai dengan air seni yang terus
menetes sehingga membuat celananya selalu basah.
- Ketidakseimbangan antara otot detrusor di kandung kemih dengan otot sfingter di leher
kandung kemih. Saat buang air kecil otot detrusor akan mengalami kontraksi dan otot
sfingter membuka. Jika anak belum memiliki keseimbangan maka sfingter-nya akan
membuka sebelum terjadi kontraksi otot detrusor. Akibatnya terjadilah mengompol. Namun
seiring bertambahnya usia, sekitar 5 tahunan, otot-otot tersebut akan seimbang. Maka itu,
orang tua disarankan untuk melatih otot-otot ini dengan mengajak anak berlatih menahan
kencing; kapan waktu kencing, dan kapan tidak serta di mana boleh kencing dan tidak.
Nah, diagnosa gangguan-gangguan ini harus melewati pemeriksaan detail oleh dokter.
Namun biasanya baru dilakukan jika anak masih mengompol di atas 5 tahun dan bila tidak
ditemukan faktor penyebab lain kenapa dia mengompol terus.
Kecuali jika gangguan tersebut memang sudah terdeteksi sejak lahir atau sudah
menimbulkan infeksi maka kelemahan organ saluran kencing ini harus dikoreksi.
Gejala infeksi bisa ditandai dengan anyang-anyangan, sakit waktu BAK, dan mengedan saat
BAK. Kalau sudah terinfeksi tentu harus dilakukan penyembuhan dengan obat-obatan.
AGAR NGOMPOL TIDAK TERULANG
Saat si kecil mengompol yang pasti orang tua tidak boleh berdiam diri. Juga tak perlu
memarahi atau menghukumnya. Sebaliknya, lakukan tindakan aktif untuk membantu anak
keluar dari masalahnya. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:
* Beritahu Anak tentang Latihan
Agar masalah mengompol ini tuntas diperlukan komunikasi dua arah. Orang tua perlu
memberitahu tentang latihan yang ingin diterapkan. Anak pun mesti menerima latihan yang
dibebankan orang tuanya. Penyampaian informasi mesti dengan kata-kata sederhana yang
mudah dimengerti anak. Jangan lupa tunjukkan sikap kasih sayang agar si kecil mau
menerima apa yang kita minta.
* BAK Sebelum Tidur
Setiap kali anak akan berangkat tidur, minta ia untuk BAK terlebih dulu. Dengan kosongnya
kandung kemih berarti kandung kemih punya waktu untuk penuh kembali. Jika didukung
dengan kemampuan otot-ototnya bisa saja anak terhindar dari ngompol.
* Ajak Anak ke Kamar Mandi
Perhatikan jam anak biasanya mengompol. Lalu hitung frekuensi BAK anak; 4 jam, 5 jam,
atau 6 jam sekali. Bila dia tidur jam 21.00 berarti 4/5/6 jam kemudian, sekitar pukul
01.00/02.00/03.00, kita harus mengajaknya untuk BAK di kamar mandi. Usahakan bangun
sebelum jam tersebut agar kita masih sempat mengajaknya BAK. Pasanglah alarm jam bila
memang diperlukan.
* Bimbing Anak
Cara terbaik saat mengajak anak BAK adalah dengan berjalan bersamanya dan ajak ia
untuk membuka celananya. Jangan menggendong atau menuntunnya. Apalagi
membuka/memakaikan celananya. Biarkan anak melakukannya sendiri. Meski masih
setengah terjaga namun sebagian pikirannya yang sadar akan tahu apa yang harus ia
lakukan. Ini sangat baik untuk mendidik anak untuk tahu apa yang harus dilakukannya.
* Hindari Perlak dan Pospak
Untuk mengatasi masalah mengompol banyak orang tua mengambil jalan pintas, yakni
84
Pra Sekolah
melapisi seprai dengan perlak atau memakaikan si kecil pospak. Padahal itu justru akan
memperpanjang kebiasaan mengompol. Pasalnya anak merasa kalau ia tidak perlu
mengatur frekuensi BAK-nya dan bebas kencing kapan saja.
* Latihan Siang
Sangat penting melatihnya untuk tidak mengompol di siang hari. Caranya dengan
menggunakan alarm yang disetel untuk memberitahu anak kapan dia harus ke kamar mandi
untuk mengosongkan kandung kemihnya. Lakukan rentang waktu bertahap. Contoh,
sebagai awal rentang waktu sekitar 2 jam, lalu tingkatkan menjadi 3-4 jam. Begitu
seterusnya. Semakin lama rentang waktu untuk mengosongkan kandung kemihnya maka
otot-otot kandung kemih dilatih untuk lebih kuat.
* Hadiah dan Hukuman
Bila anak berhasil tidak ngompol, berikan apresiasi. Misalnya dengan memberi hadiah atau
imbalan. Tak perlu yang mahal-mahal, peluk dan pujian cukup untuk membuatnya senang
sehingga termotivasi untuk tidak ngompol lagi. Imbalan dalam bentuk barang pun tidak
dilarang; bisa kue kesenangan, boneka, mobil, atau lainnya. Yang penting, jangan sampai
pemberian imbalan ini membuat anak menjadi ketergantungan. Maksudnya, jika tidak diberi
imbalan maka dia akan ngompol lagi. Imbalan mesti membuat anak merasa dihargai
sehingga mendorongnya untuk lebih serius tidak ngompol lagi.
Untuk itu, buat kesepakatan dengan anak. Jika dia mengompol akan mendapat hukuman.
Namun hindari bentuk hukuman seperti hujatan, marah-marah, apalagi siksaan fisik.
Pilihlah hukuman yang bersifat membangun motivasi. Misal, membersihkan bekas ompolnya
sehingga dia tahu kalau ia mengompol harus menerima efek yang tidak menyenangkan.
Sekali lagi, saat memintanya untuk itu, gunakan kata-kata yang tidak membuat anak
merasa sangat bersalah.
85
Pra Sekolah
86
Pra Sekolah
Cobalah gali penyebab si prasekolah melakukan perbuatan itu. Bisa jadi, ia melakukan itu
karena terdorong rasa ingin tahunya. Lakukan penggalian informasi dengan sabar dan
jangan terlalu menghakimi. Bisa-bisa karena rasa takutnya, ia tidak menceritakan alasan
yang sebenarnya.
3. Berikan penjelasan, mengapa perilaku itu tidak baik
Pilihlah alasan yang tepat yang mudah dipahami oleh anak-anak sekaligus memiliki muatan
pengertian tentang benar dan salah. Hal ini juga bermanfaat untuk meletakkan dasar-dasar
bagi hati nuraninya. Hati nurani berfungsi sebagai sumber motivasi bagi anak-anak untuk
melakukan sesuatu yang positif kelak.
4. Berikan contoh-contoh perilaku yang baik
Si prasekolah membutuhkan bukti konkret untuk membantu pemahamannya terhadap
sesuatu. Untuk itu, angkatlah peristiwa sehari-hari sebagai contoh nyata sehingga dapat
lebih mudah dipahami.
5. Alihkan pada kegiatan lain yang lebih menarik
Misal, mengamati perilaku anak ayam yang selalu mengikuti ke mana pun induknya pergi.
Dengan begitu, anak tidak sekadar bermain tapi juga mendapatkan pengetahuan dari
kegiatan tersebut. Arahkan anak agar menyayangi binatang. Sampaikan bahwa binatang
pun dapat merasakan sakit, seperti halnya manusia dan makhluk hidup lainnya.
6. Penuhi rasa ingin tahu anak
Contoh, anak mengajukan pertanyaan, maka jawablah dengan jelas dan benar. Bukan
malah tidak menggubrisnya atau malah diketusi karena anak banyak bicara. Justru dengan
menjawab pertanyaan anak, maka kita dapat merangsang kognisinya.
87
Pra Sekolah
88
Pra Sekolah
89
Pra Sekolah
Sebaiknya bermain di malam hari cukup dilakukan di halaman rumah. Hindari bermain di
tempat yang gelap atau di jalanan. Sesekali pada kesempatan tertentu, tak ada salahnya
bermain di areal umum yang aman, seperti taman yang memiliki penerangan cukup atau
lapangan untuk berolahraga.
4. Pilih-pilih permainan
Sebaiknya pilih permainan pasif atau yang tak terlalu banyak bergerak dan menghabiskan
tenaga. Antara lain bermain peran, membaca, bercerita, mendongeng, menyusun balok,
pasel, dan lain-lain.
Melakukan permainan pasif lebih menguntungkan karena tak terlalu banyak bergerak
sehingga tidak mengeluarkan tenaga yang berlebihan dibandingkan permainan aktif.
Sekaligus menghindari kelelahan yang berlebihan pada si prasekolah.
Cobalah juga untuk memperkenalkan permainan yang menggunakan aturan. Seperti,
bermain kartu, ular tangga, ludo, congkak, dan lain-lain. Melalui permainan ini, anak juga
dapat belajar tentang aturan, sportivitas, kerja sama, serta mendapat pengetahuan untuk
menambah wawasan.
5. Bersama orang tua
Seperti sudah ditulisan di atas, sebaiknya bermain di malam hari dilakukan bersama orang
tua. Selain dapat mempererat hubungan antaranggota keluarga, orang tua juga dapat
menjadikan kegiatan ini untuk menyampaikan nasehat atau pesan-pesan. Umumnya
sesuatu yang disampaikan dalam suasana yang lebih santai, akan lebih mudah dicerna dan
dipahami oleh anak.
Utami Sri Rahayu. Foto: Ferdi/nakita (319)
90
Pra Sekolah
91
Pra Sekolah
92
Pra Sekolah
berasal.
* Siapkan diri untuk bersabar dan dengan bijak menjawab segala pertanyaan anak, karena
di usia ini akan ada banyak sekali pertanyaan "ajaib" lainnya.
93
Pra Sekolah
Anak usia prasekolah belum paham, berapa banyak miliknya yang boleh dibagikan kepada
orang lain.
94
Pra Sekolah
95
Pra Sekolah
2. Jangan memojokkan
Sebaiknya orang tua jangan menciptakan suasana yang memojokkan anak karena dapat
mengurangi rasa percaya dirinya. Bisa-bisa dalam suasana terpojok, konsep berbagi dan
meminta yang disampaikan tidak terekam dengan baik olehnya. Ciptakan suasana yang
santai dan nyaman. Sampaikan konsep berbagi dan meminta sambil bermain, niscaya bakal
lebih dipahami oleh anak.
3. Harus tegas
Bila anak memiliki pemahaman yang salah tentang konsep meminta, kemudian berbenturan
dengan aturan sosial yang ada dan berbuntut tantrum, hendaknya orang tua mampu
bersikap tegas. Tegas di sini bukan berarti marah-marah, tetapi memberitahukan bahwa itu
tidak boleh dan itu bukan milikmu. Melalui sikap ini, anak bisa memahami perilakunya salah
sekaligus mengajarkan aturan sosial yang berlaku di masyarakat.
Contoh, si kecil yang semula meminjam mainan temannya, saat ingin pulang malah
meminta mainan tersebut. Karena tak diizinkan, ia lantas menangis dan meronta-ronta.
Nah, katakan padanya, "Mama enggak setuju kamu minta barang yang bukan milikmu.
Kalau kamu mau minta, bilang ke Mama. Nanti kita kumpulkan dulu uangnya ya. Mama saat
ini belum punya uang." Melalui ucapan itu, anak diajarkan aturan sosial bahwa mengambil
barang milik orang tidak baik.
4. Kesabaran yang luar biasa
Orang tua hendaknya sabar saat mengetahui si prasekolah belum memahami konsep
berbagi dan meminta. Atau, saat menghadapi anak yang tantrum karena permintaannya tak
terpenuhi. Jangan paksakan anak memahami konsep pada saat itu juga. Ulangi pada
kesempatan lain yang lebih santai. Jangan bosan untuk selalu mengingatkan dan
mengulangi. Bila perlu lakukan sambil bermain, niscaya anak akan dapat lebih memahami.
5. Jangan bosan untuk memberikan contoh yang baik
Orang tua atau orang-orang terdekat yang berada di lingkungan anak hendaknya secara
terus-menerus memberikan contoh yang baik atau sikap yang benar. Karena, anak lebih
mudah meniru dari yang sehari-hari dilihat atau diamati.
Utami Sri Rahayu. Foto: Ferdi/nakita
96
Pra Sekolah
"BAGI DIKIT,DONG!"
Si kecil "hobi" minta-minta? Jangan-jangan karena ia meniru dari kita juga.
"Om, makan apa, sih? Minta, dong!" atau "Bagi dikit,
dong, Tante, kuenya." Coba, apa yang akan Ibu-Bapak
lakukan bila si kecil celamitan seperti itu? Pasti, deh,
marah. Betapa tidak? Ulahnya itu, kan, bikin malu.
Masak tiap kali lihat orang makan selalu minta dibagi,
seakan kita tak pernah memberinya makan saja.
ingin
mata
atau
97
Pra Sekolah
ALIHKAN PERHATIANNYA
Sementara untuk mengatasi anak yang celamitan pada tamu, saran Mayke, orang tua
menyediakan tempat untuk menaruh kue atau minuman yang anak inginkan, lalu katakan
98
Pra Sekolah
padanya, "Kak, kamu enggak boleh mengambil kue yang itu, ya? Itu untuk Tante. Kalau
kamu mau, ini sudah Bunda siapkan kue untukmu," misal.
Jangan lupa untuk mengingatkan kembali padanya bahwa cara yang dilakukannya itu tak
baik. "Bukankah sudah Bunda kasih tahu bahwa itu tak baik? Kalau kamu selalu begitu dan
kebetulan si Tante itu lagi sakit, nanti kamu bisa tertular, lo. Kamu mau kalau sakit seperti si
Tante itu?" misal. Namun menegurnya jangan di depan si tamu, lo, karena hanya akan
membuat anak tersinggung.
Selain itu, bila memang anak melakukan perbuatan celamitan pada tamu untuk menarik
perhatian orang tua, menurut Mayke, orang tua harus membalikkan suasana. "Kalau ia
sedang menunjukkan gelagat ingin diperhatikan dengan cara demikian, orang tua harus
cuek. Akan tetapi kalau anak sedang bersikap baik, orang tua berikan perhatian padanya."
Dengan cara ini, anak pun akan paham, "Wah, kalau aku berbuat begini terus, Bunda malah
enggak perhatiin aku, tapi kalau aku tak berbuat begitu, Bunda perhatian sekali," misal.
Cara kedua, sibukkan anak. "Tiap kali ada tamu, alihkan perhatiannya untuk main atau
beraktivitas lain. Tapi karena anak cepat bosan kalau ia main tak ditemani, maka bisa saja
ia disibukkan di tempat kita dan tamu mengobrol. Tentunya bila suasana bertamunya bukan
dalam suasana formal."
Kalau memang sempat, temani anak sebentar dan beri pengertian padanya. "Kak, tadi
kamu kesal, ya, sama Bunda karena enggak ditemanin? Bunda tetap sayang, kok, sama
kamu. Tapi sekarang Bunda lagi ada urusan sedikit dengan Tante itu. Jadi, mainnya sendiri
dulu, ya, nanti kalau sudah kelar pasti Bunda akan temani," misal.
BERI HUKUMAN
Menurut Mayke, kita tetap harus dalam pendirian kita. Sekalipun si kecil menangis, jangan
sekali-kali kita beri kesempatan atau peluang padanya untuk melakukan perbuatan
celamitan. Dengan demikian, akhirnya ia takkan melakukan perbuatan celamitan lagi. "Jadi,
orang tua pun dalam menghilangkan kebiasaan celamitan anak dengan proses belajar
juga."
Jikapun anak tetap saja pada kebiasaannya meski kita sudah berikan penjelasan detail
padanya, saran Mayke, beri hukuman. "Tapi tentu hukumannya harus sesuai dengan si anak
dan mendidik. Misal, berdiri di depan tembok selama 2-3 menit. Jangan asal main pukul,
karena anak nantinya akan berkembang jadi orang yang tak percaya diri dan minder."
Sebenarnya, tambah Mayke, dalam mengatasi masalah celamitan harusnya dilakukan oleh
kedua belah pihak, yaitu orang tua dan orang dewasa di luar orang tua. "Orang tua perlu
memberi tahu kepada tamunya atau pihak luar agar tak usah merasa sungkan atau tak
enak hati untuk menolak permintaan anak dan tak menawarkan apa pun kepadanya."
Mayke pun mengimbau orang dewasa lain, hendaknya jangan sekali-kali mengabulkan
permintaan anak jika orang tua telah melarangnya. "Ia harus ikut mendukung untuk
penghilangan kebiasaan ini. Sebab, kalau hanya satu pihak saja yang melarang, sementara pihak
lain tetap memberi atau mengabulkan permintaan anak, maka untuk menghilangkan kebiasaan
ini akan sulit." Gazali Solahuddin. Foto : Iman (nakita)-315
99